Optimalisasi pemanfaatan lahan perkebunan kelapa sawit dalam mendukung ketersediaan pakan ternak ruminansia Hamdi Mayulu
Fakultas Pertanian,
Universitas Mulawarman . E-mail : mayoeloehsptno@yahoo .com lu
Abstrak Area[ perkebunan ketapa sawit di Indonesia sangat luas . Pengembangannya datam skata besar dari sisi perekonomian daerah dan pendapatan petani dan ketersediaan tenaga kerja berdampak positif . Pengembangan yang tidak terkendati dan ditakukan secara sporadis terutama oteh petani sentra padi dengan cara mengatih fungsikan lahannya menjadi kebun kelapa sawit akan berdampak negatif terhadap ketahanan pangan . Salah satu upaya untuk meminimalkan dampak tersebut adalah melakukan kajian kesesuaian tahan terhadap perkebunan ketapa sawit . Strategi untuk meningkatkan ketahanan pangan antara lain dengan optimatisasi pemanfaatan lahan melalui intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi . Satah satu [angkah adatah pengkajian kesesuaian [ahan perkebunan ketapa sawit yang terintegrasi dengan ternak ruminansia .
Pendahuluan
Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian . Luas daratan Indonesia mencapai 188,20 juta ha, yang terdiri atas 148 juta ha lahan kering dan 40,20 juta ha lahan basah, dengan jenis tanah, iklim, fisiografi, bahan induk (volkan) yang subur, dan elevasi yang beragam . Kondisi ini memungkinkan untuk pengusahaan berbagai jenis tanaman . Luas lahan pertanian Indonesia sekitar 70,20 juta ha, dan sebagian besar berupa lahan perkebunan 18,50 juta ha, tegalan 14,60 juta ha, lahan tidur 11,30 juta ha, dan sawah 7,90 juta ha. Perkembangan penggunaan lahan pertanian tidak banyak mengalami perubahan, terutama lahan sawah dan tegalan/humal ladang . Bahkan luas lahan sawah cenderung menurun akibat konversi lahan (Mulyani dan Las, 2008). Indonesia saat ini merupakan negara produsen kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia dengan pangsa produksi crude palm oil (CPO) hanya 28,8% (Pahan, 2008) sedangkan Malaysia 47% dari total produksi CPO. 90% ekspor minyak sawit dunia dihasilkan dari Malaysia dan Indonesia (Sumathi, et. al., 2008) . Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 3 .682,9 juta ha yang tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya (BPS, 2008) . Khusus di Provinsi Kalimantan Timur, salah satu langkah yang ditempuh pemerintah melalui dinas perkebunan provinsi maupun kabupaten dan kota adalah melalui "Gerakan Program Penanaman Sawit Sejuta Hektar" yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2003 (Rijanto dan Munawar, 2005; Tjahjono, 2005 ; Kaltim Dalam Angka, 2007). Selain pertumbuhan areal yang cukup besar tersebut, hal lain yang lebih mendasar adalah 180
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
penyebarannya, yang semula hanya ada pads tiga provinsi saja di Sumatera, saat ini telah tersebar di 17 provinsi di Indonesia (Goenadi, 2005 ; BPS, 2008). Lahan merupakan dimensi fisik dalam perencanaan pembangunan wilayah . Dalam rangka pengembangan perkebunan kelapa sawit faktor lahan meliputi iklim, tanah, hidrologi, vegetasi dan jasad hidup lainnya sangat mempengaruhi produksi tanaman dan ternak sehingga perlu diperhitungkan dengan cermat . Pemahaman yang mendalam tentang sumberdaya ini sangat menentukan dalam pengambilan kebijakan untuk mencapai pembangunan pertanian yang berkelanjutan (Nurdin, 2006). Perkebunan sawit sangat lemah bila ditinjau dari keanekaragaman hayati dibandingkan hutan tropis sebagai habitat asli . Konservasi keanekaragaman hayati sangat sedikit dilakukan sehingga banyak mengakibatkan polusi . Pemanfaatan lahan bukan hutan cukup pantas untuk pengembangan perkebunan dalam meningkatkan produksi yang besar tanpa penebangan hutan (Fitzherbert e t.al., 2008). Salah satu kendala dalam mengembangkan ternak ruminansia adalah keterbatasan hijauan pakan ternak baik kualitas maupun kuantitasnya yang memadai dan kontinu sepanjang tahun . Fluktuasi jumlah ketersediaan hijauan makanan ternak dipengaruhi oleh tataguna lahan dan pola tanam . Kekurangan hijauan biasanya terjadi pada musim kemarau, sementara pada musim hujan produksi hijauan cukup tinggi terpola mengikuti musim (Sembiring et. al., 2002) Sistem integrasi ternak (crops livestock system) merupakan salah satu alternatif yang cocok untuk dikembangkan . Selain relatif murah juga dapat memperbaiki kesuburan lahan dan tanaman perkebunan yang akan menciptakan usaha pertanian berkelanjutan, serta dapat mensejahterakan petani melalui peningkatan pendapatan dan efisiensi usahatani (Pelitawati, 2006). Integrasi ternak ke dalam perkebunan kelapa sawit merupakan pola diversifikasi yang dapat dilakukan . Sumber ternak yang dimanfaatkan, terutama adalah kotoran ternak dari ternak ruminansia. Kotoran ternak dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik bagi tanah/tanaman perkebunan . Sementara itu, limbah perkebunan dan hasil ikutannya dapat dimanfaatkan bagi ternak. Peluang untuk mendapatkan sumber bahan pakan baru sebagai pakan alternatif yang sepenuhnya menggunakan sumberdaya perkebunan kelapa sawit sangat besar . Sumberdaya tersebut seyogyanya dapat dimanfaatkan secara optimal, agar diperoleh sumber pakan baru yang tidak memerlukan biaya besar. Luasnya areal perkebunan kelapa sawit dapat dijadikan sebagai alternatif pengembangan ternak ruminansia dengan memanfaatkan areal kosong diantara tanaman, disamping itu hasil ikutan kebun kelapa sawit menjamin tersedianya sumber pakan yang melimpah. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : apakah perkebunan kelapa sawit dapat dioptimalkan sebagai sumber pakan alternatif yang murah bagi ternak ruminansia? Tujuan mini review ini adalah : 1) menginventarisir berbagai sumberdaya lahan yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit ; 2) melakukan identifikasi untuk menentukan karakteristik kesesuaian lahan perkebunan terintegrasi dengan ternak ruminansia; 3) melakukan analisis laboratorium untuk mengetahui kandungan nutrien sumberdaya perkebunan kelapa sawit ; 4) menyusun formula CF berbahan baku sumberdaya perkebunan sawit ; 5) melakukan uji eksperimental formula pakan baru tersebut terhadap produktivitas ternak ruminansia .
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
181
i
Manfaat mini review: 1) menemukan teknologi pemanfaatan sumberdaya lahan perkebunan kelapa sawit 2) menemukan model integrasi yang tepat; 3) jika terbukti bahwa teknologi "complete feed" berbasis sumberdaya perkebunan kelapa sawit dapat meningkatkan produktivitas ternak, maka pakan tersebut dapat direkomendasikan sebagai pakan alternatif untuk ternak ruminansia; 4) sebagai kontribusi terhadap khasanah ilmu pengetahuan yang baru khususnya di bidang ilmu petemakan ; 5) menjadi bahan informasi bagi pemerintah daerah dalam rangka menyusun kebijakan pembangunan bidang pertanian dan peternakan .
Evatuasi Sumberdaya Lahan Lahan merupakan lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaanya . Termasuk didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia (Rayes, 2007). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan tertentu . Dalam evaluasi lahan terdapat dua macam pendekatan yaitu : 1) pendekatan dua tahap; dan 2) pendekatan paralel . Pada pendekatan dua tahap, tahap pertama merupakan evaluasi lahan secara kualitatif. Tahap kedua adalah analisis sosial ekonomi dapat dilakukan segera atau beberapa waktu kemudian . Sedangkan pada pendekatan paralel, analisis sosial ekonomi terhadap penggunaan lahan yang direncanakan dilakukan bersamaan dengan analisis sifatsifat fisik dan lingkungan dari lahan tersebut . Hasil dari pendekatan ini biasanya memberi petunjuk mengenai penggunaan lahan untuk mendapatkan hasil yang terbaik (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Klasifikasi kemampuan lahan (land capability clasifrcation) adalah penelilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokkannya ke dalam beberapa kategori utama yaitu kelas, subklas dan satuan kemampuan atau pengelolaan . Pengelompokkan ke dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat . Lahan dikelompokkan ke dalam delapan kelas . Semakin besar kelas kemampuan lahan berarti semakin besar ancaman kerusakan atau hambatan . Tanah pada kelas I sampai IV dengan pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk penanaman pertanian umumnya (tanaman semusim dan tahunan), rumput untuk ternak, padang rumput dan hutan . Tanah pada kelas V, VI dan VII sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohonan atau vegetasi alami (Rayes, 2007). Klasifikasi kesesuaian lahan (land suitability clasifrcation) adalah proses penilaian dan pengelompokkan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau kesesuaian absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu, misalnya kesesuaian lahan untuk tanaman semusim, tanaman tahunan, tanaman jati, tanaman sawit, padang rumput, irigasi dan sebagainya . Penilaian kesesuaian lahan adalah proses menentukan kesesuaian dari suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan yang biasanya digambarkan dari persaingan peruntukkan . Penilaian kesesuaian lahan adalah suatu konteks yang tergantung dari multi kriteria, evaluasi kapasitas lahan untuk pengembangan, yang didasarkan pada,pendapat para ahli yang menggambarkan faktor yang paling diinginkan dan nilai-nilai pertimbangan mereka secara optimal untuk tujuan ini . Penilaian kesesuaian lahan sudah menjadi suatu praktek yang standar di dalam rencana penggunaan lahan (Marull et. al ., 2007).
1 82
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
Persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan bagi tiap komoditas dijadikan dasar dalam menyusun krikteria kelas kesesuaian lahan yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan . Fakta menunjukkan bahwa suatu daerah mikro mungkin mempunyai kelompok kesesuaian lahan yang berbeda, indeks kesesuaian bervariasi sebagai suatu fungsi dari masing-masing lahan dan menduduki kelompok kesesuaian di dalam daerah mikro (Fontes, et al., 2008) . Jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo S dan dua kelas yang dipakai dalam ordo N, maka pembagiannya adalah: 1) kelas S I yaitu sangat sesuai (highly suitable), lahan tidak mempunyai pembatas yg besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang secara tidak nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan memberikan masukan yang telah biasa diberikan; 2) kelas S2 yang cukup sesuai (moderately suitable), lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan . Pembatas akan mengurangi produk atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diberikan ; 3) kelas S3 yaitu sesuai marginal (marginal suitable) lahan mempunyai pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang hares diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan; 4 kelas N I yaitu tidak sesuai pada saat ini (currently not suitable), lahan mempunyai pembatas yang lebih besar, tetapi masih memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal . Keadaan pembatas demikian besarnya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang; 5) kelas N2 yaitu tidak sesuai untuk selamanya (permanently not suitable), lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang (Nurdin ; 2006; Rayes, 2007). Dalam usaha peternakan, lahan merupakan basis untuk usaha peternakan atau merupakan faktor produksi sebagai sumber pakan pokok. Lahan dapat berfungsi sebagai tempat terselenggaranya kegiatan produksi . Kebutuhan lahan bagi pengembangan ternak ruminansia penting terutama sebagai sumber pakan (Soekartawi et. al., 1986) . Sumberdaya lahan yang dapat dimanfaatkan untuk ternak ruminansia antara lain : lahan sawah, padang pengembalaan, lahan perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit . Luasnya lahan tersebut memungkinkan pengembangan pola integrasi ternak dengan tanaman yang merupakan suatu proses saling menunjang dan saling menguntungkan . Pemanfaatan pola integrasi diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan pakan sepanjang tahun, sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak (Riady, 2004). Perkebunan Kelapa Sawit Kondisi Perkebunan Kelapa Sawit
Melalui berbagai upaya pengembangan yang dilakukan oleh perkebunan besar, proyek pembangunan maupun swadaya masyarakat, perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah berkembang sangat pesat . Pada tahun 2003, luas areal 4.962 ribu ha menjadi 3 .682,9 juta ha pada tahun 2006. Selain dari pertumbuhan areal yang cukup besar tersebut, hal lain yang lebih mendasar lagi adalah penyebarannya, yang semula hanya ada pada 3 provinsi saja di Sumatera, tetapi saat ini telah tersebar di 17 propinsi di Indonesia (Goenadi, 2005 ; BPS, 2008).
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
1 83
Luas lahan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur berkembang dengan cepat . Perkembangan kebun kelapa sawit di Kalimantan Timur terus meningkat dari tahun ke tahun (label 1) sebagai berikut: label 1
Perkembangan Kebun Kelapa Sawit di Kalimantan Timur Luas
Tahun
Areal (Ha)
TBM
TBM
2007 2006
201 .224,50 110 .007,00
2005 2004 2003 2002
90.414,00 72 .203,50 63 .648,50 62 .950,50
25 .910,00 113 ..108,00 108 .567,00 99.142,00 95 .130,50 68 .994,00
Sumber: Data Statistik Dinas Perkebunan Kaltim
TT/TR 4 .429,50 2 .222,00 2 .106,00 235,00 300,00 229,00 Tahun (2007)
Jumlah (Ha) 338.013,00 225 .337,00 201 .087,00 171 .580,50 159 .079,00 132 .173,50
Produksi (Ton) 2.039.461,00 1 .268 .600,00 1 .012 .788,50 957 .058,00 791 .064,00 760 .292,50
Rata Rata Produksi (Kg/Ha)
Tenaga Kerja Perkebunan
15 .408,56 11 .215,83 9.328,70 9.653,41 8 .315,57 11 .019,69
104 .172,00 88 .014,00 77 .757,00 72 .250,00 64 .339,00 51 .737,00
Bioagroklimat Tanaman Kelapa Sawit
Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai berada pada 15 ° LU - 15° LS . Ketinggian lokasi berkisar 0 - 500 m dari permukaan laut (dpl) . Kelapa sawit menghendaki curah hujan antara 2.000 - 2500 mm/tahun dengan periode bulan kering <75 mm/bulan tidak lebih dari 2 bulan. Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit 29° - 30°C. Intensitas penyinaran matahari sekitar 5 - 7 jam/hari . Kelembapan optimum yang ideal 80 - 90%. Pada topografi 8 - 30% (bergelombang-berbukit) kelapa sawit masih dapat tumbuh dengan baik . Kondisi klimat tersebut secara umum sesuai bagi biologis ternak ruminansia yang memiliki adaptabilitas tinggi terhadap kondisi iklim yang beragam (Ginting, 2006; Dradjad, 2007; Pahan, 2008) . Jarak tanam kelapa sawit 9 m x 9 m, setiap ha lahan dapat menampung 143 tanaman. Namun kenyataannya jumlah tanaman setiap ha hanya sekitar 130 pohon karena kondisi wilayah yang berbeda-beda . Setiap pohon rata-rata dapat menghasilkan 22 pelepah/tahun dengan rataan bobot pelepah 3,25 kg. Dengan demikian setiap ha tanaman dapat menghasilkan pelepah 9.295 kg (22 pelepah x 130 pohon x 3,25 kg) . Total bahan kering (BK) pelepah yang dihasilkan dalam setahun untuk setiap ha adalah 1.640 kg . Apabila 3.682,9 juta hektar pertanaman kelapa sawit Indonesia merupakan tanaman produktif maka bahan kering pelepah yang tersedia mencapai 6.039 metrik ton . Setiap pelepah rata-rata dapat menyediakan daun 0,5 kg, setara dengan 658 kg bahan kering/ha/tahun. Selain pelepah dan daun, batang kelapa sawit yang tersedia pada saat peremajaan tanaman, juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan (Mathius, 2003 ; Pahan, 2008) . Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh diberbagai jenis tanah, seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial, atau regosol . Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah gembur, subur berdrainase baik, fermeabilitas sedang, mempunyai solum yang tebal sekita 80 cm tanpa lapisan padas . Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,0 - 6,5 dengan pH optimum 5 - 5,5 . Kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsur hara tinggi, dengan C/N mendekati 10 dimana C 1% dan N 0,1% . Daya tukar Mg dan K berada pada batas normal, yaitu untuk Mg 0,4 - 1,0 me/100 gram, sedangkan K 0,15 - 1,20 me/100 gram (Pahan, 2008 ; Fauzi et. al., 2008)
1 84
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
Tabel 2
Potensi Daya Hasil Tanaman Kelapa sawit Berdasarkan Kelas Kesesuaian Lahan
Umur Kelas (ton TBS/ha/tahun) (tahun) S, SZ S3 3 9 7 6 4 15 12 10 5 18 16 14 6 21 20 18 7 26 25 23 8 29 27 25 9 31 27 25 10 31 27 25 11 31 27 25 12 31 27 25 13 31 27 25 14 30 26 24 Sumber: Fauzi et al., 2008
Umur (tahun) 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
S, 28 27 26 25 24 23 22 20 19 18 17
Kelas (ton TBS/ha/tahun) SZ S3 25 24 25 23 24 22 23 22 22 21 21 20 20 19 18 18 17 17 16 16 15
Sumberdaya Lahan Untuk Ternak Ruminansia Dalam usaha peternakan, lahan merupakan basis untuk usaha peternakan atau merupakan faktor produksi sekaligus sebagai sumber pakan . Lahan dapat berfungsi sebagai tempat terselenggaranya produksi . Kebutuhan lahan bagi pengembangan ternak Ruminansia dirasakan sangat penting sebagai sumber pakan hijuanan makanan ternak (HMT), seperti rumput (graminae), leguminosa dan hijauan dari tumbuhan lain seperti daun nagka, waru dan lain sebagainya. Kesesuaian lahan HMT untuk ternak ruminansia didasarkan pada ground check kepada : 1) rumput alam (rumput lapangan) dengan pendekatan pada padang pengembalaan (pasture) ; 2) rumput alam dengan pendekatan kesesuaian lahan pada rumput gajah (Pennisetum purpereum) dan rumput setaria (Setaria spachelata) ; 3) tanaman pangan yg dominan diusahakan di lahan sawah yaitu: padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar; 4) leguminosa sebagai penilaian untuk leguminosa pada umumnya dan untuk tanaman sumber hijauan pada kebun campur, lahan semak dan rerumputan, tegalan dan hutan rakyat (Nurdin, 2006) . Kebutuhan lahan terhadap ternak ruminansia dapat dibedakan menjadi dua : 1) usaha peternakan yang berbasis lahan (land base agriculture) ; dan 2) usaha peternakan yang tidak berbasis lahan (non land base agriculture) . Khusus untuk peternakan berbasis lahan ternak dengan komponen pakannya sebagian bestir terdiri atas tanaman hijauan (rumput dan leguminosa), lahan merupakan faktor lingkungan hidup dan pendukung pakan (Suratman et. al., 1998) . Agar ternak dapat berproduksi dengan baik, perlu memperhatikan persyaratan penggunaan dan sifat-sifat pembatas lahan yang meliputi sekelompok kualitas lahan yang diperlukan dan yang mempunyai pengaruh merugikan untuk produksi ternak . Kualitas lahan yang perlu diperhatikan untuk produksi ternak tersebut adalah : 1) semua kualitas lahan untuk pertumbuhan tanaman / rumput ternak antara lain : tersedianya air, unsur hara, oksigen perakaran, daya memengang unsur hara, kondisi untuk perkecambahan, mudah tidaknya diolah, kadar garam, unsur-unsur beracun, kepekaan erosi, hama dan penyakit tanaman, bahaya banjir, suhu, sinar matahari, periode photosintesis, iklim, kelembaban udara dan masa kering untuk pematangan tanaman ; 2) kesulitan iklim yang mempengaruhi ternak; 3)
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - PaLu, 24 November 2008
185
ketersediaan air minum ternak ; 4) nilai nutrisi rumput ; 5) sifat racun dari rumput ; 6) penyakitpenyakit hewan ; 7) ketahanan terhadap kerusakan rumput; 8) ketahanan erosi akibat pengembalaan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001) . 4. Kesimpulan Sudah saatnya peruntukkan pemanfaatan lahan harus dilakukan dengan menerapkan tingkat kesesuai lahan melalui pengkajian yang mendalam tidak terpola pada kepentingan sesaat . Optimalisasi pemanfaatan lahan tidak lagi secara monokultur tetapi dilakukan dengan sintem yang terintegrasi dengan komoditas lain, seperti perkebunan kelapa sawit sebagai sumber pakan bagi temak ruminansia .
Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik . 2008 . Estates area by crops, Indonesia 1995-2006 . [Cited 2008 Oct 8] . Available from : http :/www.bps .go .id/sector/agri/kebun/table2 .shtm. Dinas Perkebunan Kalimantan Timur . 2008 . Data Statistik Perkebunan Kaltim Tahun 2007. [Cited 2008 Oct 10] . Available from http://www.geocities. com/disbun _kaltim/sawit .htm . Dradjad, B. 2007 . Perkebunan kelapa sawit Indonesia masih berpotensi dikembangkan . Buletin Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 29 (2) : 6-7 . Fauzi, Y ., Y. E. Widyastuti, I. Sayawibawa, R. Hartono . 2008 . Kelapa Sawit (Budi Daya Pemanfaatan Hasil & Limbah Analisis Usaha & Pemasaran) . Edisi Revisi . Cetakan XXIII . Penebar Swadaya . Bogor . HIm32 - 38 . Fitzherbert, E. B ., M . J . Struebig, A . Morel, F Danielsen, C. A . Bruhl, P. F . Donald and B . Phalan. 2008 . How will oil palm expansion affect biodiversity? Journal Trends in Ecology and Evolution 23 (10) : 538 - 548 . Fontes, M . P. F ., R. M .O . Fontes and P . A .S . Carneiro, 2008- Land suitability, water balance and agricultural technology as a Geographic-Technological Index to support regional planning and economic studies . Journal Land Use Policy xxx : xxx-xxx (article in press). [Cited 2008 Nov 08] Available from : Science Direct . Ginting, S . P. 2006 . Pembangunan sistem integrasi usaha ternak kambing dengan perkebunan kelapa sawit (Kajian berdasarkan ketersediaan pakan dan kebutuhan nutrisi) . Buletin Wartazoa 16 : 53-64 . Goenadi, D. H ., B . Dradjat, L. Erningpraja dan B. Hutabarat . 2005 . Prospek dan arah pengembangan agribisnis kelapa sawit. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian . Departemen Pertanian. Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001 . Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah . Bogor Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor . Kalimantan Timur Dalam Angka . 2007. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur . Samarinda. Marull, J., J . Pino, J. M . Mallarach, M . J . Cordobilla. 2007 . A land suitability index for strategic environmental assessment in metropolitan areas . Journal Landscape and Urban Planning 81: 200-212 . Mulyani, A. dan I . Las . 2008 . Potensi sumber daya lahan dan optimalisasi pengembangan komoditas penghasil bioenergi di indonesia . Jurnal IStbang Pertanian 27 (1) : 31-41 . Nurdin, M . H. 2006. Identifikasi potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan sapi potong di Kabupaten Lombik Tengah . Sekolah Pascasarjana Pertanian Bogor, Bogor . [Tesis Tidak Dipublikasikan] Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit (Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir) . Penebar Swadaya, Jakarta. Pelitawati, S. 2006 . Analisis potensi sumberdaya lahan untuk arahan pengembangan sapi potong di Kabupaten Bangka . Sekolah Pascasarjana Pertanian Bogor, Bogor . [Tesis Tidak Dipublikasikan] Rayes, M . L., 2007 . Metode Inventarisasi Sumber Daya lahan, Penerbit Andi Yogyakarta .
1 86
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
Riady, M . 2004 . Tantangan dan peluang peningkatan produksi sapi potong menuju 2020 . Dalam : Setiadi B. et.al., Editor . Prosiding Lokakarya Nasional Sapi Potong. Yogyakarta 8 - 9 Oktober 2004 . Bogor . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan . Hlm 3 - 6. Riyanto dan Munawar. 2005 . Manajemen pembangunan kelapa sawit dalam perspektif agribisnis yang berkelanjutan (Makalah disampaikan pada Seminar Nasional "Reorientasi Pengembangan Kelapa sawit untuk Meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Secara Berkelanjutan, 21-22 September 2005 di Samarinda, Kalimantan Timur) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Kalimantan Timur. Sembiring, H., T . Panjaitan, Mashur, D. Praptono, A. Sauki, Wildan, Mansur, Sasongko, A . Nurul . 2002 . Prospek integrasi sistem usahatani terpadu, pemeliharaan sapi pada lahan irigasi di Pulau Lombok . Wartazoa Buletin Ilmu Peternakan Indonesia 12 (1) : 9 - 17 . Soekartawi, A. Soeharjo, J. L. Dillon dan J. B . Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil . Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. Sumathi, S., S . P . Chai, A.R Mohamed. 2008. Utilization of oil palm as a source of renewable energy in Malaysia . Journal Renewable and Sustainable Energy Reviews 12 : 2404-2421 . Suratmat, S. Ritung dan Djaenudin . 1998 . Potensi lahan untuk pengembangan ternak ruminansia besar di beberapa provinsi di Indonesia. Dalam : Karama AS. Editor. Prosiding Peternakan Pembangunan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bidang Pedologi . Cisarua . 4 - 6 Maret 1997 . Bogor : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat . Him 169-182 . Tjahjono, E. 2005 . Analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan melalui sistem informasi geografis (GIS) dalam mendukung keamanan berinvestasi bagi pembangunan perkelapasawitan di Kalimantan Timur (Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Reorientasi Pengembangan Kelapa Sawit di Samarinda, 21-22 September 2005) . Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur, Samarinda.
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
187