PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG
IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang
:
a. bahwa dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terhadap pendirian bangunan yang dilakukan oleh Pemerintah maupun masyarakat tidak sesuai dengan perkembangan dewasa ini, perlu dievaluasi dan diadakan penyempurnaan dan pengaturan Bangunan dan Lingkungan di bidang perijinan ; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Ijin Mendirikan Bangunan Dalam Kabupaten Jember.
Mengingat
:
1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah – Daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 41); 2. Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1982 Nomor 12,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3215); 3. Undang – Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 369); 5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4246); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4389); 7. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik 1
Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 8. Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 9. Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139) ; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532). 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 tentang Ijin Mendirikan Bangunan dan Ijin Undang-Undang Gangguan Bagi Perusahaan. 14. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor 441/KPTS/1998 tanggal 10 Nopember 1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; 15. Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 20 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten Jember (Lembaran Daerah Kabupaten Jember Tahun 2000 Nomor 18 Seri E). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBER dan BUPATI JEMBER MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER TENTANG MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM KABUPATEN JEMBER.
IJIN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Kabupaten adalah Bupati beserta Perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. 2. Kabupaten adalah Kabupaten Jember. 3. Bupati adalah Bupati Jember. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah DPRD Kabupaten Jember. 5. Dinas adalah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jember.
2
6. Mendirikan Bangunan adalah mendirikan, memperbaiki, memperluas, mengubah atau membongkar secara keseluruhan atau sebagian suatu bangunan. 7. Bangunan Gedung adalah bangunan yang didirikan dan atau diletakkan dalam suatu lingkungan, sebagian atau seluruhnya pada diatas atau didalam tanah dan/atau perairan secara tetap difungsikan sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan industri, kegiatan - sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. 8. Bangunan Bertingkat adalah bangunan gedung yang dibangun lebih dari satu lantai kearah vertikal.. 9. Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas. 10. Garis Sempadan Bangunan, adalah merupakan jarak batas minimum suatu bangunan dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap : - Batas lahan yang dikuasai; - Batas tepi sungai / pantai; - Antar massa bangunan lainnya; - Rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas dan lain – lain. 11. Garis Sempadan Pagar adalah garis bagian luar dari pagar persil atau pagar pekarangan. 12. Bangunan Tower / Menara adalah bangunan berbentuk kerucut atau limas atau segi bangun lainnya yang menjulang tinggi keatas atau sejenisnya untuk kepentingan jaringan air bersih, listrik, telekomunikasi dan sarana kepentingan perhubungan lainnya. 13. Pengawas / Penilik Bangunan adalah pejabat atau tenaga teknis profesional yang ditunjuk berdasarkan Keputusan kepada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten atau ketentuan yang berlaku untuk bertugas mengawasi / menilik bangunan gedung. 14. Ijin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut IMB adalah Ijin yang diberikan dalam rangka mendirikan bangunan secara fisik. BAB II Bagian Kesatu
Nama,Obyek dan Subyek Retribusi Pasal 2 (1) Pemberian Ijin Mendirikan Bangunan dikenakan pungutan dengan nama Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan; (2) Obyek retribusi adalah jenis bangunan yang bersifat bangunan mewah, bangunan permanent, bangunan semi permanent dan bangunan sementara di Kabupaten Jember yang meliputi : a. bangunan Gedung; b. bangunan Jalan; c. bangunan Jembatan; d. bangunan Tower; e. sumur bor dan sejenisnya; f. bak pengolahan, bak penampungan dan sejenisnya; dan g. bangunan-bangunan umum lainnya. (3) Subyek retribusi adalah setiap orang pribadi atau badan hukum yang menikmati pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan.
3
Bagian Kedua Ketentuan Retribusi Pasal 3 (1) Penetapan Retribusi bangunan dapat digolongkan sebagai berikut : a. Bangunan Golongan A,merupakan bangunan sementara, dengan konstruksi kayu, bambu atau sesek. b. Bangunan Golongan B,merupakan bangunan semi permanent dengan dinding tembok tinggi ± 1 meter, konstruksi kayu, bambu dan lantai diplester. c. Bangunan Golongan C,merupakan bangunan permanent dengan dinding tembok penuh, konstruksi kayu, lantai plesteran, plafond dari sesek. d. Bangunan Golongan D,merupakan bangunan permanen mewah yang dilengkapi dengan lantai tegel, plafond eternit, atap genting jenis karangpilang / beton / asbes / kayu, konstruksi beton bertulang / baja. e. Retribusi IMB mencakup : - retribusi sempadan, dan - retribusi Penelitian gambar dan konstruksi. Bagian Ketiga Biaya Operasional Bagi Pemrosesan Ijin Mendirikan Bangunan Pasal 4 Untuk menunjang kelancaran dan ketertiban administrasi kegiatan pemrosesan IMB, maka Dinas memperoleh dana operasional sebesar 25 % dari jumlah perolehan jumlah pendapatan retribusi. Bagian Keempat Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 5 (1) Pemberian IMB, kepada pemohon dikenakan retribusi sebagaimana yang tercantum dalam lampiran ini; atau (2) Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan yang harus dimasukkan ke Kas Pemerintah Kabupaten sebesar 100%. BAB III IJIN PEMBUATAN RUMAH PEMBUATAN GEDUNG DAN SEJENISNYA Bagian Kesatu Ijin Bangunan Pasal 6 Setiap mendirikan bangunan, mengubah, memperbaiki atau membongkar bangunan harus mendapat ijin tertulis dari Bupati.
4
Pasal 7 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak berlaku terhadap bangunan yang diselenggarakan oleh Desa / Kelurahan secara swadaya masyarakat atau sejenisnya. Pasal 8 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dilaksanakan tanpa ijin Bupati ; a. pendirian, perubahan, perbaikan, atau pembongkaran bangunan yang biayanya amat rendah; b. penarikan ijin bangunan sementara buat keperluan perayaan, pertunjukan, pameran dan sebagainya, tetapi yang lamanya tidak lebih dari satu bulan kecuali untuk perusahaan yang memerlukan ijin HO; c. pekerjaan yang termasuk pemeliharaaan biasa seperti menambal, mengapur, mengetir, mengecat dan menghias tembok; d. perbaikan atau pembaharuan kecil termasuk juga perbaikan atau pembaharuan : 1. lantai dengan tidak meninggikan atau merendahkannya; 2. bagian jendela dan pintu yang rusak, pagar dan atap termasuk usuk / reng, asalkan tidak mengubah bentuk atap dan tidak memasang atap yang lebih berat daripada semula; 3. Langit – langit; dan 4. Talang tembok yang berdiri sendiri dengan tidak mengubah bentuknya. e pembetulan kecil seperti : memindah atau memasang lobang angin yang luasnya tidak melebihi dari 0,25 m2 (dua puluh lima perseratus) serta pasangan atau dan markis dengan konsol – konsol yang menonjol keluar tembok tidak lebih dari 1 m; f. pembuatan, perbaikan dan peniadaan pagar yang tidak terdiri dari bangunan batu dan tidak terletak pada tepi jalan atau pagar tembk yang tingginya dari permukaan tanah tidak lebih dari 0,24 m, tidak dianggap sebagai suatu bangunan batu; g. pembuatan, perubahan atau pembongkaran pondasi untuk memasang atau memindahkan ketel – ketel atau masing – masing kedalam gedung asalkan tidak satu bagian gedung atau selama pelaksanaan pekerjaan maupun sesudahnya mendapatkan tekanan yang lebih berat; h. pendirian bangunan semi sementara untuk keperluan jalan atau rel kereta api / trem milik perusahaan pertanian & perindustrian swasta, asalkan bangunan semi tersebut setiap tahun setelah selesai keperluan disingkirkan. (2) Dalam keadaan luar biasa Bupati dapat menetapkan pemberian ijin untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan syarat atau tidak dengan syarat. (3) Pendirian, perubahan atau perbaikan bangunan yang bebas dari ijin harus diberitahukan secara tertulis kepada Bupati sesuai peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Permohonan Ijin Bangunan Pasal 9 (1) Surat permohonan ijin bangunan dalam pasal 6 disampaikan kepada Bupati paling lama 2 (dua) bulan sebelum pekerjaan dimulai; 5
(2) Surat permohonan ijin bangunan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) harus memuat : a. nama, pekerjaan, dan tempat tinggal atau tempat kedudukan pemohon ijin atau yang dikuasakan; b. jika pemohon bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Kabupaten, maka harus dijelaskan tempat tinggal yang tetap; c. sifat bangunan dan jenis bangunan; d. maksud penggunaan bangunan; dan e. kedudukan hukum tanah dan persetujuan kepemilikan, yang harus diketahui oleh Kepala Desa dan disahkan oleh Camat. (3) Permohonan ijin dilampiri : a. surat permohonan bermaterai; b. rencana dan gambar lengkap dan jelas mengenai pembangunan, perubahan dan atau perbaikan yang ditandatangani oleh pemohon atau pelaksananya, masing – masing rangkap tiga; dan c. perhitungan – perhitungan semua beban berat yang lengkap dan jelas dalam rangkap 3 dan ditandatangani oleh pemohon atau pelaksana dan perhitungan-perhitungan lain yang dianggap perlu jika pelaksanaan pekerjaan menggunakan rangka besi dan atau beton bertulang. (4) Pada rencana dan gambar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dicantumkan : I. Untuk Bangunan Baru : a. gambar dengan gambar situasi bangunan beserta batas – batasnya dan jika ada gambar jalan disekitarnya dengan bangunan / tanaman yang berbatasan dengan persil sekelilingnya; b. rencana pondasi jika dipandang perlu,disertai keterangan hasil pemeriksaan keadaan tanah yang ditandatangani oleh pemohon atau pelaksana, mengenai bangunan perairan, tampang bujur perairan, untuk menentukan dalam pondasi yang diwajibkan; c. gambar denah bangunan yang menunjukkan dengan jelas bagian – bagian serta penggunaan masing - masing; d. gambar - gambar bagian dengan dinding luar (gevel); e. rencana atap lengkap dengan bagian - bagiannya; f. penampang membujur dan melintang dapat ditinjau dengan sempurna konstruksi dan ukuran yang menurut gambar belum jelas; g. gambar kakus, pengendap (zinkputten) dan atau septiktank, sumur, saluran dibawah tanah (riol-riol) dan sebagainya, keseluruhannya dapat memberikan gambaran tentang bagaimana cara penyaluran / pembuangan air pada umumnya. II. Untuk pendirian atau perubahan bangunan kecuali rencana dan gambar sebagaimana dimaksud angka romawi I diharuskan pengajuan gambar dan konstruksi bangunan yang sudah ada, agar keseluruhannya dapat diketahui sebagai bahan pertimbangan. III. Untuk pembongkaran bagaimana harus disampaikan gambar situasi; (5) Gambar situasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) angka romawi I huruf a harus mencantumkan ukuran dengan skala tidak kurang dari 1:100; gambar lainnya dengan skala kurang dari 1:100; sedang gambar penjelasan (detail) tidak kurang dari 1:2; (6) Pada gambar bagian konstruksi yang vital harus diterangkan dengan jenis bahan/pada bagian konstruksi yang vital ; (7) Petugas teknis pemroses ijin dapat meminta perubahan dan atau tambahan pada gambar dan perhitungan yang diajukan selama pekerjaan berlangsung dengan mencantumkan alasan. 6
Bagian Ketiga Penolakan Permohonan Ijin Bangunan Pasal 10 (1) Bupati dapat menolak permohonan ijin apabila : a. bertentangan dengan ketertiban dan kepentingan umum; b. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ; dan c. bangunan yang akan didirikan atau diubah mengurangi / menghilangkan keindahan sekitarnya; (2) Surat penolakan permohonan ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai alasan yang logis. Bagian Keempat Mekanisme Permohonan IMB Pasal 11 (1) Permohonan IMB diajukan sendiri secara perorangan atau Badan Hukum atau oleh pihak yang diberi kuasa, kepada Bupati melalui Kepala Dinas; (2) Permohonan IMB diajukan dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Dinas dengan dibubuhi materai sesuai peraturan perundangundangan; (3) Bupati menetapkan bentuk dan isi fomulir Permohonan Ijin Mendirikan Bangunan yang meliputi : a. formulir permohonan IMB berisi : 1. nama pemohon; 2. alamat pemohon; 3. jenis Bangunan yang direncanakan; 4. letak persil tempat bangunan yang direncanakan; 5. peruntukan bangunan yang direncanakan; dan 6. luas tanah yang tersedia sesuai dengan surat bukti hak atas tanah; b. Formulir Permohonan IMB dilampiri : 1. Foto copy surat bukti hak atas tanah yang bersangkutan; 2. Foto copy surat bukti pelunasan PBB tahun terakhir; 3. Surat tanda bukti identitas diri (KTP, Kewarganegaraan); 4. Peta situasi skala 1:1.000 atau 1:1.500; 5. Gambar rencana bangunan dengan skala 1:100 atau 1:200, detail skala 1:20; 6. Perhitungan konstruksi dan perhitungan instalasi bagi bangunan tertentu. c. Persyaratan Permohonan IMB bagi perusahaan industri termasuk Pom Bensin (SPBU) sebagai berikut : 1. Foto copy surat ijin lokasi / persetujuan prinsip; 2. Foto copy surat tanda bukti identitas diri (KTP, kewarganegaraan, ganti nama); 3. Foto copy surat bukti hak atas tanah yang bersangkutan (berupa sertifikat hak atas tanah dilegalisir camat dan desa); 4. Foto copy surat bukti pelunasan PBB tahun terakhir; 5. Surat kuasa apabila penandatanganan permohonan bukan dilakukan oleh pemohon sendiri; 6. Foto copy akte pendirian perusahaan/Anggaran Dasar bagi yang berstatus Badan Hukum / Badan Usaha,
7
7. Surat pernyataan pemohon tentang kesanggupan mematuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum, dan Pemerintah Kabupaten; 8. Rekaman rencana Tata Bangunan dan Prasarana Kawasan Industri yang disetujui oleh Bupati dengan menunjukkan lokasi kapling untuk bangunan yang bersangkutan, bagi Perusahaan Industri yang berlokasi di Kawasan Industri; 9. Bagi Perusahaan Industri, harus melampirkan gambar bangunan secara lengkap; 10. Perhitungan perencanaan konstruksi secara lengkap; dan 11. Melampirkan uraian penjelasan PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) Pasal 12 Permohonan ijin bangunan dapat diterima oleh pemohon dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sesudah permohonan diterima oleh Dinas. Pasal 13 (1) Ijin dapat diberikan apabila kewajiban membayar retribusi dipenuhi. kecuali diberi pembebasan pembayaran retribusi; (2) Pekerjaan tidak dapat dimulai sebelum ijin diterima oleh pemohon, kecuali kebiasaan setempat atau diijinkan oleh Bupati yang diberi wewenang dengan Surat Ijin Sementara. BAB IV KETENTUAN SELAMA PEKERJAAN BANGUNAN BERLANGSUNG Pasal 14 Selama pekerjaan pembangunan dilakukan, pemegang ijin diwajibkan memenuhi ketentuan : a. Persyaratan dalam surat ijin harus ditepati; b. Surat ijin dengan lampirannya dan surat ijin sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 13 ayat (2) dapat ditunjukkan kepada petugas yang mengadakan pemeriksaan; c. Bangunan yang ada / atau telah selesai dikerjakan apabila diadakan perubahan dan perbaikan tidak boleh dipergunakan sebelum diijinkan oleh dinas ; d. Pengecoran konstruksi dengan beton bertulang tidak boleh dilaksanakan sebelum Dinas mengesahkan rangka pembetonan dan pemegang ijin diwajibkan melaporkan kepada DPU paling lama tiga hari sebelum pelaksanaan pengecoran dimulai. Pasal 15 (1) Jika pemegang ijin menyimpang dari persyaratan yang ditentukan dan ingin mendapat pengesahan, diwajibkan memberitahukan secara tertulis kepada Dinas ; (2) Jika terjadi penyimpangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bersifat perubahan menyeluruh, Dinas dapat memberi putusan dengan mencatat putusan dalam surat ijin dan mengadakan perubahan dalam lampirannya; jika penyimpangan bersifat perubahan menyeluruh, Dinas menyampaikan berkasnya kepada Bupati disertai pertimbangan untuk mendapat keputusan. 8
Pasal 16 (1) Pada setiap pendirian bangunan, perubahan, perbaikan atau pembongkaran, pemegang ijin wajib mengusahakan, bahan bangunan yang dipergunakan disesuaikan dengan petunjuk Dinas; (2) Untuk bangunan, perubahan, perbaikan atau pembongkaran diperkenankan memasang panggungan, perancah dan pagar, asal tidak melampaui batas garis sempadan halaman dan tidak melebihi yang sebenarnya dalam pelaksanaan pekerjaan; (3) Pintu pagar dilarang terbuka keluar dan tingkatan – tingkatan dan untuk kepentingan umum Dinas memberikan petunjuk teknis pemasangan pagar pada bangunan, perubahan atau pembongkaran bangunan; (4) Setelah pekerjaan selesai, panggungan, perancah, dan pagar harus disingkirkan agar tidak mengganggu kepentingan umum; (5) Kecelakaan yang terjadi selama pelaksanaan pembangunan menjadi tanggung jawab pemohon / pelaksana bangunan. BAB V KETENTUAN GARIS – GARIS SEMPADAN Pasal 17 (1) Jalan milik atau dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Propinsi dibagi dalam Kelas I, Kelas II, dan Kelas III / IIIA sebagaimana dalam lampiran ini, bahwa untuk menghitung tarif retribusi ditentukan sebagai berikut : a. jalan utama : jalan Negara, jalan Propinsi dan jalan Kabupaten kelas I; b. jalan lokal : jalan Kabupaten kelas II dan kelas III yaitu jalan antar Ibu Kota Kabupaten dengan kecamatan, antar kecamatan, antar kecamatan dengan desa dan atau antar desa / kelurahan; c jalan lingkungan : jalan dilingkungan perumahan / permukiman diwilayah desa / kelurahan atau yang menghubungkan lingkungan permukiman dengan jalan lokal; d. jalan gang/kampung: jalan lingkungan yang dipergunakan untuk pejalan kaki dan kendaraan roda 2. (2) Ketentuan Garis Sempadan Pagar dan Garis Sempadan Bangunan diatur oleh Pemerintah Kabupaten sesuai dengan fungsi dan peranan jalan sebagai berikut : a. jalan arteri primer (AP) / jalan utama: Garis Sempadan Pagar atau Daerah Milik Jalan (DAMIJA) paling sedikit 12 meter diukur dari as jalan, Garis Sempadan Bangunan (GSB) atau Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA) paling sedikit 15 meter diukur dari as jalan; b. jalan kolektor primer (KP) /lokal : Garis Sempadan Pagar atau Daerah Milik Jalan (DAMIJA) paling sedikit 8 meter diukur dari as jalan, Garis Sempadan Bangunan (GSB) atau Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA) paling sedikit 11 meter diukur dari as jalan; c. jalan lingkungan : Garis Sempadan Pagar atau Daerah Milik Jalan (DAMIJA) paling sedikit 3 meter diukur dari as jalan, Garis Sempadan Bangunan (GSB) atau Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA) paling sedikit 4 meter diukur dari as jalan;
9
d. jalan gang / kampung : Garis Sempadan Pagar atau Daerah Milik Jalan (DAMIJA) paling sedikit 1 meter diukur dari as jalan, Garis Sempadan Bangunan (GSB) atau Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA) paling sedikit 2 meter diukur dari as jalan. (3) Ketentuan Garis Sempadan Bangunan bagi Daerah Perdagangan / Pertokoan padat dapat berhimpitan dengan ketentuan Garis Sempadan Pagar; (4) Dalam perkembangan kota sebagaimana diatur dalam RUTRK, RDTRK dan RTRK maka ketentuan Garis Sempadan Pagar dan Garis Sempadan Bangunan dapat disesuaikan. Pasal 18 Jika dalam daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) saling bersimpangan / bertemu antara satu dengan lainnya atau bersimpangan / bertemu dengan jalan lain untuk lintas cepat garis sempadan halaman atau garis sempadan bangunan sepanjang busur dalam ditentukan oleh lingkaran dalam yang menyinggung : a garis sempadan halaman atau garis bangunan jalan saling bersimpangan atau bertemu dan yang berada pada sisi lengkung dalam; dan b. garis yang ditarik tegak lurus pada bagian sudut garis sempadan halaman atau garis sempadan bangunan dari garis dipotong paling sedikit 10 m (sepuluh meter) oleh garis sempadan halaman atau garis sempadan bangunan. Pasal 19 Garis sempadan halaman pada jalan dilarang : a. membuat, memperbaharui seluruhnya atau sebagian batas – batas setiap pekarangan; atau b. membuat, memperbaharui seluruhnya atau memelihara batas – batas tidak tetap pekarangan setinggi lebih dari 1 m (satu meter) diatas titik yang tertinggi dari jalan yang bersangkutan. Pasal 20 (1) Untuk menjamin keamanan lalu lintas, dapat ditentukan : a. batas – batas tetap halaman yang terletak di halaman garis sempadan halaman oleh pemilik dalam jangka waktu yang ditentukan harus direndahkan sampai mencapai tinggi menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan; atau b. pohon, semak – semak, tanaman lainnya, bangunan sementara, timbunan dan obyek reklame yang berada didalam garis sempadan halaman oleh pemiliknya dalam jangka waktu yang ditentukan kemudian seluruhnya atau sebagian disingkirkan. (2) Yang dimaksud dengan obyek reklame adalah papan atau yang sejenis, yang dipasang terlepas atau tetap diatas atau pada tembok bangunan yang dipakai untuk memasang reklame, dengan memakai pesawat penerangan atau tidak memakai pesawat penerangan. Pasal 21 (1) Pada tepi jalan daerah dilarang mendirikan banguan atau memperbaiki / memperbaharui bangunan seluruhnya atau sebagian didalam bangunan; 10
(2) Pengertian pembaharuan pembangunan, tidak termasuk perbaikan atau pekerjaan yang menurut pertimbangan tergolong dalam pemeliharaan biasa; (3) Dalam keadaan luar biasa Bupati dapat memberikan dispensasi sesuai Peraturan Perundang-undangan. Pasal 22 (1) Dinas dapat menghentikan pekerjaan yang sedang berlangsung jika menyalahi ketentuan Peraturan Perundang-undangan; (2) Apabila menyalahi ketentuan dalam jangka waktu yang ditetapkan harus disingkirkan atau dibongkar dengan biaya sendiri tanpa permintaan ganti rugi; (3) Jika mengabaikan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam keadaan mendesak, Dinas dapat melakukan penyingkiran atau pembongkaran atas biaya yang bersangkutan. Pasal 23 Garis sempadan berlaku juga terhadap jalan swasta menurut kelasnya yang akan diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 24 (1) Jika jalan desa diperlukan garis sempadan, maka harus mendapat persetujuan desa yang dituangkan dalam keputusan desa; (2) Jalan desa yang telah ditentukan garis sempadan, maka harus dimuat dalam lampiran dengan mencantumkan jarak antara garis sempadan halaman dan garis sempadan bangunan masing masing. Pasal 25 (1) Bangunan yang didirikan pada jalan garis sempadan, harus disingkirkan / dibongkar oleh yang bersangkutan dalam waktu yang ditentukan atas biaya sendiri tanpa permintaan ganti rugi; (3) Jika yang bersangkutan mengabaikan perintah dalam waktu yang ditentukan telah dilampaui maka Dinas dapat mengadakan penyingkiran dan pembongkaran atas biaya yang bersangkutan. Pasal 26 (1) Dalam perkembangan tata kota dan keamanan lalu lintas jalan, akan diatur bentuk depan bangunan pada kanan jalan dan kiri jalan atau bagian jalan agar lebih harmonis; (2) Bentuk bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat jangka waktu pelaksanaan yang dilampiri gambar arsitektur, maka Dinas dapat melaksanakan gambar dimaksud dengan biaya dibebankan kepada penghuni bangunan tetapi tidak mengubah status hukum bagi pemilik pemilik bangunan.; (3) Terhadap penghuni yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dipidana kurungan sesuai Peraturan Perundang-undangan.
11
BAB VI KETENTUAN GARIS SEMPADAN SAMPING DAN BELAKANG BANGUNAN Pasal 27 (1) Dalam pertimbangan keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan, ditetapkan garis sempadan samping kiri dan garis sempadan samping kanan, serta garis sempadan belakang bangunan terhadap batas persil, yang diatur dalam rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan rencana tata lingkungan; (2) Apabila tidak ada jarak bebas samping maupun belakang bangunan, maka ditetapkan besarnya garis sempadan dengan mempertimbangkan keamanan, kesehatan dan kenyamanan, pada setiap permohonan IMB; (3) Bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan / benda yang mudah terbakar dan atau bahan berbahaya harus melengkapi persyaratan yang akan diatur dengan Peraturan Bupati; (4) Pada daerah intensitas bangunan padat / rapat, maka garis sempadan samping bangunan dan garis sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan : a. bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan; b. struktur dan pondasi bangunan terluar berjarak paling sedikit 10 cm kearah dalam dari batas pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tinggal; c. perbaikan atau perombakan bangunan semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelah, diharuskan membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu; d. bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping, sedangkan jarak bebas belakang ditentukan minimal setengah dari besarnya garis sempadan muka bangunan. (5) Pada daerah intensitas bangunan rendah / renggang, maka jarak bebas samping dan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan : a. jarak bebas samping dan jarak bebas belakang ditetapkan paling sedikit 4 m pada lantai dasar, dan pada setiap penambahan lantai / tingkat bangunan, jarak bebas diatasnya ditambah 0,50 m dari jarak bebas lantai di bawahnya sampai mencapai jarak bebas terjauh 12,5 m, kecuali bangunan rumah tinggal, sedangkan bangunan gudang industri diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati; b. sisi bangunan yang didirikan harus mempunyai jaras bebas yang tidak dibangun pada kedua sisi samping kiri dan samping kanan serta bagian belakang yang berbatasan dengan pekarangan sedangkan pada dinding batas pekarangan tidak diperbolehkan dibuat bukaan dalam bentuk apapun. (6) Jarak bebas antara dua bangunan dalam suatu tapak diatur sebagai berikut : a. dalam hal kedua – duanya memiliki bidang bukaan yang saling berhadapan, maka jarak antara dinding atau bidang paling sedikit dua kali jarak bebas yang ditetapkan; b. apabila salah satu dinding yang berhadapan merupakan dinding tembok tertutup dan yang lain merupakan bidang terbuka dan atau berlubang, maka jarak antara dinding paling sedikit satu kali jarak bebas yang ditetapkan; atau
12
c.
jika keduanya memiliki bidang tertutup saling berhadapan, maka jarak dinding terluar paling sedikit setengah kali jarak bebas yang ditetapkan.
BAB VII PEMISAH HALAMAN DEPAN, HALAMAN SAMPING, DAN HALAMAN BELAKANG BANGUNAN Pasal 28 (1) Halaman muka dari bangunan harus dipisahkan dari jalan, dengan memperhatikan keamanan, kenyamanan, serta keserasian lingkungan, sedangkan ketinggian maksimum pemisah halaman muka akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati; (2) Kawasan sepanjang jalan atau kawasan tertentu, dapat diterapkan desain standar pemisah halaman ; (3) Pemisah berbentuk pagar, maka tinggi pagar pada GSJ dan antara GSJ dengan GSB pada bangunan rumah tinggal paling tinggil 1,50 m diatas permukaan tanah, sedangkan bangunan industri paling tinggi 2 m diatas permukaan tanah pekarangan; (4) Pagar harus tembus pandang, sedangkan bagian bawah dapat tidak tembus pandang dengan ukuran paling tinggi 1 m diatas permukaan tanah pekarangan, sedangkan bangunan tertentu akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati (5) Penggunaan kawat berduri sebagai pemisah jalan umum tidak diperkenankan sebagai pagar; (6) Tinggi pagar sebagai batas pekarangan samping maupun belakang untuk bangunan renggang paling tinggi 3 m diatas permukaan tanah perkarangan, dan apabila pagar merupakan dinding bangunan rumah tinggal bertingkat tembok paling tinggi 7 m dari permukaan tanah pekarangan, dengan pertimbangan kenyamanan dan kesehatan lingkungan; (7) Antara halaman belakang dan jalur jaringan umum kota harus diadakan pemagaran dan tidak diperbolehkan diberi pintu masuk, kecuali direncanakan sebagai jalan umum; (8) Persyaratan desain dan spesifikasi teknis pemisah di sepanjang halaman depan, halaman samping dan halaman belakang bangunan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati . BAB VIII FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN Bagian Pertama Umum Pasal 29 (1) Fungsi bangunan gedung merupakan ketetapan pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung, baik ditinjau dari segi tata bangunan dan lingkungannya, maupun keandalan gedungnya. (2) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya serta fungsi khusus. (3) Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi.
13
Bagian Kedua Penetapan Fungsi Bangunan Gedung Pasal 30 (1) Fungsi hunian mempunyai fungsi utama sebagai tempat tinggal manusia yang meliputi rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah tinggal susun dan rumah tinggal sementara. (2) Fungsi keagamaan mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan ibadah yang meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara dan bangunan kelenteng. (3) Fungsi usaha mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan usaha yang meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan. (4) Fungsi sosial dan budaya mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan sosial dan budaya yang meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan laboratorium dan bangunan gedung pelayanan umum. (5) Fungsi khusus mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi tingkat nasional atau yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat di sekitarnya dan/atau mempunyai risiko bahaya tinggi yang meliputi bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 31 (1) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 diklasifikasikan berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, zonasi gempa, lokasi, ketinggian dan/atau kepemilikan. (2) Klasifikasi berdasarkan tingkat kompleksitas meliputi bangunan gedung sederhana, bangunan gedung tidak sederhana dan bangunan gedung khusus. (3) Klasifikasi berdasarkan tingkat permanensi meliputi bangunan gedung permanen, bangunan gedung seni permanen dan bangunan gedung darurat atau sementara. (4) Klasifikasi berdasarkan tingkat risiko kebakaran meliputi bangunan gedung tingkat risiko kebakaran tinggi, tingkat risiko kebakaran sedang dan tingkat risiko kebakaran rendah. (5) Klasifikasi berdasarkan zonasi gempa meliputi tingkat zonasi gempa yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. (6) Klasifikasi berdasarkan lokasi meliputi bangunan gedung di lokasi padat, bangunan gedung di lokasi sedang dan bangunan gedung di lokasi renggang. (7) Klasifikasi berdasarkan ketinggian meliputi bangunan gedung bertingkat tinggi, bangunan gedung bertingkat sedang dan bangunan gedung bertingkat rendah. (8) Klasifikasi berdasarkan kepemilikan meliputi bangunan gedung milik negara, bangunan gedung milik badan usaha dan bangunan gedung milik perorangan.
14
Pasal 32 (1) Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten/Kota, RDTRKP (Rencana Detail Tata Ruang Kota Propinsi) dan/atau RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan). (2) Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung diusulkan oleh pemilik bangunan gedung dalam pengajuan permohonan izin mendirikan bangunan gedung. (3) Pemerintah daerah menetapkan fungsi dan kasifikasi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah dalam izin mendirikan bangunan gedung berdasarkan RTRW Kabupaten/Kota, RDTRKP dan/atau RTBL. Bagian Ketiga Perubahan Fungsi Bangunan Gedung Pasal 33 (1) Fungsi dan klasifikasi bangunan dapat diubah melalui permohonan baru izin mendirikan bangunan. (2) Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung diusulkan oleh pemilik dalam bentuk rencana teknis bangunan gedung sesuai dengan peruntukkan lokasi yang diatur dalam RTRW Kabupaten/Kota, RDTRKP dan / atau RTBL. (3) Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung harus diikuti dengan pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. (4) Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam izin mendirikan bangunan gedung, kecuali bangunan gedung fungsi khusus ditetapkan oleh Pemerintah. BAB IX PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG Bagian Pertama Umum Pasal 34 (1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung (2) Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi : a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung. (3) Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung . (4) Persyaratan administratif dan persyaratan teknis untuk bangunan gedung adat, bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung darurat, dan bangunan gedung yang dibangun gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kondisi sosial dan budaya setempat.
15
Pasal 35 (1) Dalam menetapkan persyaratan bangunan gedung adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) dilakukan dengan mempertimbangkan ketentuan peruntukan, kepadanan dan ketinggian, wujud arsitektur tradisional setempat, dampak lingkungan serta persyaratan keselamatan dan kesehatan penggunaan dan lingkungannya. (2) Dalam menetapkan persyaratan bangunan gedung semi-permanen dan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) dilakukan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung yang diperbolehkan keselamatan dan kesehatan pengguna dan lingkungan, serta waktu maksimum pemanfaatan bangunan gedung yang bersangkutan. (3) Dalam menetapkan persyaratan bangunan gedung yang dibangun di lokasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) dilakukan dengan memperimbangkan fungsi bangunan gedung, keselamatan pengguna dan kesehatan bangunan gedung dan sifat permanensi bangunan gedung yang diperkenankan. (4) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam peraturan daerah dengan mengacu pada pedoman dan standar teknis yang berkaitan dengan bangunan gedung yang bersangkutan. BAB X KEBERATAN, PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 36 (1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, atas Surat Ketetapan atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, wajib retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi. (4) Keberatan diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal ketetapan atau dokumen lain yang dipersamakan, kecuali apabila wajib retribusi dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kuasanya. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan. (6) Pengajuan kebertan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi. Pasal 37 (1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan; (2) Bupati dapat memberikan keringanan dan pembebasan retribusi; (3) Pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi; 16
(4) Tata cara pengurangan keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Bupati. BAB XI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 38 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kabupaten diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah atau retribusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan denga tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribusi; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tundak pidana perpajakan daerah dan retribusi; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribusi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribusi; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi yang bertanggungjawab. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XI KETENTUAN SANKSI Pasal 39 Setiap pemilikan dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan 17
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam undang-undang dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Pasal 40 (1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dapat berupa : a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan pembangunan; c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan; d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung; e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung; f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung; g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau i. perintah pembongkaran bangunan gedung. (2) Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikenai sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun. (3) Jenis pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditentukan oleh berat dan ringannya pelanggaran yang dilakukan. (4) Ketentuan mengenai tata cata pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 41 (1) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, diancam dengan tindak pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan, jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain. (2) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 15% (lima belas per seratus) dari nilai bangunan gedung, jika karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup. (3) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak 20% (dua puluh per seratus) dari nilai bangunan gedung, jika karenanya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. (4) Dalam proses peradilan atas tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) hakim memperhatikan pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung. (5) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 42 (1) Setiap orang atau badan yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dengan undang-undang sehingga 18
mengakibatkan bangunan tidak laik fungsi dapat dipidana kurungan dan/atau pidana denda. (2) Pidana kurungan dan/atau pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 1% (satu per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan kerugian harga benda orang lain; b. pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 2% (dua per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain sehingga menimbulkan cacat seumur hidup; c. pidana kurungan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 3% (tiga per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 43 (1) Bangunan yang telah didirikan setelah mendapat IMB sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dianggap telah mendapat IMB; (2) Pemilik Bangunan pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini telah mendirikan bangunan tidak memiliki ijin, wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh IMB. Pasal 44 (1) Bangunan yang sedang diproses permohonan IMB nya dan sudah membayar lunas retribusinya atau bangunan yang sedang didirikan berdasarkan IMB yang berlaku sebelumnya, dinyatakan tetap berlaku; (2) Bangunan yang direncanakan sebelumnya dan belum memiliki atau belum membayar retribusi dan belum memiliki IMB harus melengkapi administrasi dan biaya retribusi. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 45 Penolakan permohonan ijin dan atau pencabutan ijin mendirikan/merobohkan bangunan dapat dimintakan peninjauan kembali dalam waktu paling sedikit 14 (empat belas) hari setelah diterimanya keputusan penolakan atau pencabutan kepada yang bersangkutan. Pasal 46 Hal – hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur dengan Peraturan Bupati .
19
Pasal 47 Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 1 Tahun 1967 tentang Bangunan (Tambahan Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur Tahun 1974) dan Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 6 Tahun 1987 tentang Ijin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Jember Tahun 1987 Nomor 2 Seri B ) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku . Pasal 48 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jember. Disahkan di Jember pada tanggal 15 Juni 2006 BUPATI JEMBER, ttd MZA DJALAL Diundangkan di Jember Pada tanggal 20 Juni 2006 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN JEMBER ttd Drs. H. DJOEWITO, MM Pembina Utama Muda NIP. 510 074 249 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JEMBER TAHUN 2006 NOMOR 12
20
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM KABUPATEN JEMBER I.
UMUM Pembangunan Daerah dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah lebih berorientasi pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Agar pembangunan di Daerah dapat berdaya gunadan berhasil guna, maka pembangunan fisik harus disertai dengan adanya regulasi di bidang perijinan, salah satunya adalah Ijin Mendirikan Bangunan. Pemberian Ijin Mendirikan Bangunanharus disesuaikan dengan pembangunan dewasa ini yang lebih mempertimbangkan perkembangan tata kota dan wilayah daerah. Peraturan Daerah ini juga mengatur secara teknis tentang arsitektur dan komposisi bangunan.
II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas 21
Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan lebih dari satu fungsi adalah apabila satu bangunan gedung mempunyai fungsi utama gabungan dari fungsi-fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, dan/atau fungsi khusus Bangunan gedung lebih dari satu fungsi antara lain adalah gedung rumah-toko (ruko) atau bangunan gedung rumah-kantor (rukan), atau bangunan gedung mal-apartemen-perkantran, bangunan gedung malperhotelan dan sejenisnya. Pasal 30 Ayat (1) Bangunan gedung fungsi hunian tungga misalnya adalah rumah tinggal tunggal; hunian jamak misalnya rumah deret, rumah susun; hunian sementara misalnya asrama, motel, hostel; hunian campuran misalnya rumah toko, rumah kantor. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Kegiatan usaha termasuk juga bangunan gedung untuk penangkaran budidaya. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Penetapan bangunan gedung dengan fungsi khusus oleh Menteri dilakukan berdasarkan kriteria bangunan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional seperti : Istana Kepresidenan, gedung kedutaan besar RI dan sejenisnya dan/atau yang
22
penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat di sekitarnya dan/atau mempunyai risiko bahaya tinggi. Menteri menetapkan penyelenggaraan bangunan gedung fungsi khusus dengan mempertimbangkan usulan dari instansi berwenang terkait. Pasal 31 Ayat (1) Klasifikasi bangunan gedung merupakan pengklasifikasian lebih lanjut dari fungsi bangunan gedung, agar dalam pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung dapat lebih tajam dalam penetapan persyaratan administrasi dan teknisnya yang harus ditetapkan. Dengan ditetapkan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung yang akan dibangun, maka pemenuhan persyaratan administrasi dan teknisnya dapat lebih efektif dan efisien. Ayat (2) Kalsifikasi bangunan sederhana adalah bangunan gedung dengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana. Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung dengan karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan atau teknologi tidak sederhana. Klasifikasi bangunan khusus adalah bangunan gedung yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian/teknologi khusus. Ayat (3) Klasifikasi bangunan permanen adalah bangunan gedung yang karena fungsinya direncanakan mempunyai umur layanan di atas 20 (dua puluh) tahun. Kalsifikasi bangunan semi-permanen adalah bangunan gedung yang karena fungsinya direncanakan mempunyai umur layanan di atas 5 (lima) sampai dengan 10 (sepuluh) tahun. Klasifikasi bangunan sementara atau darurat adalah bangunan gedung yang karena fungsinya direncanakan mempunyai umur layanan sampai dengan 5 (lima) tahun. Ayat (4) Klasifikasi bangunan tingkat resiko kebakaran tinggi adalah bangunan gedung yang karena fungsinya, dan disain penggunaan bahan dan komponen unsur pembentuknya, serta kuantitas dan kualitas bahan yang ada di dalamnya tingkat mudah terbakarnya sangat tinggi dan/atau tinggi. Klasifikasi bangunan tingkat risiko kebakaran sedang adalah bangunan gedung yang karena fungsinya, disain penggunaan bahan dan komponen unsur pembentuknya, serta kuantitas dan kualitas bahan yang ada di dalamnya tingkat mudah terbakarnya sedang. Klasifikasi bangunan resiko kebakaran rendah adalah bangunan gedung yang karena fungsinya disain penggunaan bahan dan komponen unsur pembentuknya, serta kualitas bahan yang ada di dalamnya tingkat mudah terbakarnya rendah. Ayat (5) Zonasi gempa yang ada di Indonesia berdasarkan tingkat kerawanan bahaya gempa terdiri dari Zona I sampai dengan Zona VI, atau yang ditetapkan dalam pedoman/standar teknis. Ayat (6) Lokasi padat pada umumnya lokasi yang terletak di daerah perdagangan/pusat kota, lokasi sedang pada umumnya terletak di daerah pemukiman, sedangkan lokasi renggang pada umumnya terletak pada daerah pinggiran/luar kota atau daerah yang berfungsi sebagai resapan.
23
Ayat (7) Penetapan klasifikasi ketinggian didasarkan pada jumlah bangunan gedung, yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. Penetapan ketinggian bangunan dibedakan dengan tingkatan ketinggian : bangunan rendah (jumlah lantai bangunan gedung sampai dengan 4 lantai), bangunan gedung sedang (jumlah lantai bangunan gedung 5 lantai sampai 8 lantai), dan bangunan tinggi (jumlah lantai bangunan lebih dari 8 lantai Ayat (8) Bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, dan/atau sumber pembiayaan lain seperti : gedung kantor dinas, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, rumah negara, dan lainlain. Ayat (9) Cukup jelas Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pengusulan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung dicantumkan dalam permohonan izin mendirikan bangunan gedung. Dalam hal pemilik bangunan gedung berbeda dengan pemilik tanah, maka dalam permohonan izin mendirikan bangunan gedung harus ada persetujuan pemilik tanah. Usulan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung diusulkan oleh pemilik dalam bentuk rencana teknis bangunan gedung. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 33 Ayat (1) Perubahan fungsi misalnya dari bangunan gedung fungsi hunia menjadi bangunan gedung fungsi usaha. Perubahan klasifikasi misalnya dari bangunan gedung milik negara menjadi bangunan gedung milik badan usaha, atau bangunan gedung semi permanen menjadi bangunan gedung permanen. Perubahan fungsi klasifikasi misalnya gedung hunian semi permanen menjadi bangunan gedung usaha permanen. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Perubahan dari satu fungsi dan/atau klasifikasi ke fungsi dan/atau klasifikasi yang lain akan menyebabkan perubahan persyaratan yang harus dipenuhi, karena sebagai contoh persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung fungsi hunian klasifikasi permanen jelas berbeda dengan persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung fungsi hunian klasifikasi semi permanen; atau persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung fungsi hunian klasifikasi permanen jelas berbeda dengan persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung fungsi usaha (misalnya toko) klasifikasi permanen. Perubahan fungsi (misalnya dari fungsi hunian menjadi fungsi usaha) harus dilakukan melalui proses izin mendirikan bangunan gedung baru. Sedangkan untuk perubahan klasifikasi dalam fungsi yang sama (misalnya dari fungsi hunian semi permanen menjadi hunian permanen) 24
dapat dilakukan dengan revisi/perubahan pada izin mendirikan bangunan gedung yang telah ada. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Pengenaan sanksi tidak berarti membebaskan pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung dari kewajibannya memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini. Yang dimaksud dengan sanksi administratif adalah sanksi yang diberikan oleh admonistrator (pemerintah) kepada pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung tanpa melalui proses peradilan karena tidak terpenuhinya ketentuan Peraturan Daerah ini. Sanksi administratif meliputi beberapa jenis, yang pengenaannya bergantung pada tingkat kesalahan yang dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung. Yang dimaksud dengan nilai bangunan gedung dalam ketentuan sanksi adalah nilai keseluruhan suatu bangunan pada saat sedang dibangun bagi yang sedang dalam proses pelaksanaan konstruksi, atau nilai keseluruhan suatu bangunan gedung yang ditetapkan pada sanksi dikenakan bagi bangunan gedung yang telah berdiri. Pasal 40 Ayat (1) Sanksi administratif ini bersifat alternatif. Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan adalah surat perintah penghentian pekerjaan pelaksanaan sampai dengan penyegelan bangunan gedung. Huruf d Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung adalah surat perintah penghentian pemanfaatan sampai dengan penyegelan bangunan gedung Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Pelaksanaan pembongkaran dilaksanakan dan menjadi tanggungjawab pemilik bangunan gedung.
25
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Untuk membantu proses peradilan dan menjaga objektivitas serta nilai keadilan, hakim dalam memutuskan perkara atas pelanggaran tersebut dengan terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari tim ahli di bidang bangunan gedung. Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas
Bagian Hukum
26
LAMPIRAN PERDA KABUPATEN JEMBER NOMOR : : 12 TAHUN 2006 2006 TANGGAL : 15 JUNI 2006 DAFTAR TARIF RETRIBUSI IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN KABUPATEN JEMBER NO JENIS BANGUNAN GOL
1
2
Rumah Tinggal Tidak Bertingkat ( m2 )
Rumah Tinggal Bertingkat ( m2 )
Bangunan Untuk 3 Usaha Tidak Bertingkat ( m2 )
4
Bangunan Untuk Usaha Bertingkat ( m2 )
5
TOWER ( m2 )
6
Bangunan Rumah Sakit/Gedung Sekolah Swasta Tidak Bertingkat ( m2 )
7
Bangunan Rumah Sakit/Gedung Sekolah Swasta Bertingkat ( m2 )
8
Bangunan Peribadatan/ Pend./ Sosial Umum ( m2 )
9
Bangunan Fasilitas Umum Semi Pemerintah Tidak Bertingkat ( m2 )
Bangunan Fasilitas Umum Semi 10 Pemerintah Bertingkat ( m2 ) Lantai Penjemuran/ Teras (tidak beratap 11 dan tidak berdinding) ( m2 )
12
Lantai Penjemuran/ Teras (beratap dan berdinding) ( m2 )
JALAN UTAMA ROOI
JALAN LOKAL
RET. PEN
ROOI
JALAN LINGKUNGAN
RET. PEN
ROOI
JALAN GANG
RET. PEN
ROOI
RET. PEN
A
160.00
80.00
126.00
70.00
105.00
70.00
70.00
70.00
B
480.00
240.00
245.00
175.00
210.00
140.00
140.00
105.00
C
960.00
480.00
600.00
300.00
525.00
300.00
450.00
225.00
D
1,280.00
640.00
960.00
400.00
800.00
360.00
640.00
320.00
A
2,400.00
1,440.00
1,600.00
1,280.00
1,440.00
1,120.00
1,280.00
960.00
B
3,200.00
1,600.00
2,400.00
1,440.00
1,600.00
1,280.00
1,440.00
1,120.00
C
4,000.00
2,400.00
3,200.00
2,400.00
2,400.00
1,440.00
1,600.00
1,280.00
D
4,800.00
3,200.00
4,000.00
2,800.00
3,200.00
1,600.00
2,400.00
1,440.00
A
1,600.00
480.00
1,200.00
400.00
1,120.00
320.00
960.00
280.00
B
2,400.00
800.00
1,600.00
480.00
1,200.00
400.00
1,120.00
320.00
C
2,800.00
1,200.00
2,400.00
800.00
1,600.00
480.00
1,200.00
400.00
D
3,200.00
1,600.00
2,800.00
1,200.00
2,400.00
800.00
1,600.00
480.00
A
2,625.00
875.00
2,000.00
640.00
1,600.00
480.00
1,440.00
400.00
B
3,063.00
1,313.00
2,400.00
800.00
2,000.00
640.00
1,600.00
480.00
C
3,500.00
1,750.00
2,800.00
1,200.00
2,400.00
800.00
2,000.00
640.00
D
5,250.00
4,375.00
3,200.00
1,600.00
2,800.00
1,200.00
2,400.00
800.00
4,800.00
4,000.00
3,200.00
1,600.00
2,800.00
1,200.00
2,400.00
800.00
A
1,120.00
320.00
960.00
240.00
800.00
200.00
640.00
160.00
B
1,280.00
400.00
1,120.00
320.00
960.00
240.00
800.00
200.00
C
1,440.00
480.00
1,280.00
400.00
1,120.00
320.00
960.00
240.00
D
1,600.00
640.00
1,440.00
480.00
1,280.00
400.00
1,120.00
320.00
A
2,000.00
800.00
1,600.00
480.00
1,200.00
400.00
800.00
320.00
B
2,400.00
960.00
2,000.00
800.00
1,600.00
480.00
1,200.00
400.00
C
2,800.00
1,200.00
2,400.00
960.00
2,000.00
800.00
1,600.00
480.00
D
3,200.00
1,600.00
2,800.00
1,120.00
2,400.00
960.00
2,000.00
800.00
A
350,00
125,00
300,00
100,00
250,00
75,00
200,00
50,00
B
400,00
150,00
350,00
125,00
300,00
100,00
250,00
75,00
C
450,00
200,00
400,00
150,00
350,00
125,00
300,00
100,00
D
500,00
250,00
450,00
200,00
400,00
150,00
350,00
125,00
A
1,600.00
480.00
1,200.00
400.00
1,120.00
320.00
960.00
280.00
B
2,400.00
800.00
1,600.00
480.00
1,200.00
400.00
1,120.00
320.00
C
2,800.00
1,200.00
2,400.00
800.00
1,600.00
480.00
1,200.00
400.00
D
3,200.00
1,600.00
2,800.00
1,200.00
2,400.00
800.00
1,600.00
480.00
A
2,400.00
800.00
2,000.00
640.00
1,600.00
480.00
1,440.00
400.00
B
2,800.00
1,200.00
2,400.00
800.00
2,000.00
640.00
160.00
480.00
C
3,200.00
1,600.00
2,800.00
1,200.00
2,400.00
800.00
2,000.00
640.00
D
4,800.00
4,000.00
3,200.00
1,600.00
2,800.00
1,120.00
2,400.00
800.00
A
-
-
-
-
-
-
-
-
B
-
-
-
-
-
-
-
-
C
240.00
200.00
240.00
200.00
120.00
80.00
80.00
40.00
D
320.00
280.00
320.00
280.00
160.00
120.00
40.00
80.00
A
880.00
280.00
663.00
235.00
612.50
195.00
515.00
175.00
B
1,440.00
520.00
922.50
327.50
705.00
270.00
630.00
212.50
C
1,880.00
840.00
1,500.00
550.00
1,062.50
390.00
825.00
312.50
D
2,240.00
1,120.00
1,880.00
800.00
1,600.00
580.00
1,120.00
400.00
27
Lantai Penjemuran Pada Gedung / Rumah Bertingkat (tidak 13 beratap dan tidak berdinding) ( m2 )
A
-
-
-
-
-
-
-
-
B
-
-
-
-
-
-
-
-
C
-
-
-
-
-
-
-
-
D
1,600.00
1,200.00
1,440.00
960.00
1,280.00
800.00
1,120.00
480.00
Lantai Penjemuran Pada Gedung / Rumah 14 Bertingkat (beratap dan berdinding) ( m2 )
A
2,512.50
1,157.50
1,800.00
960.00
1,520.00
800.00
1,360.00
680.00
B
3,131.50
1,456.50
2,400.00
1,120.00
1,800.00
960.00
1,520.00
800.00
C
3,750.00
2,075.00
3,000.00
1,800.00
2,400.00
1,120.00
1,800.00
960.00
D A B C D A B C D A B C D A B C D A B C D A B C D A B C D A B C D A B C D A B C
5,025.00 256.00 272.00 288.00 320.00 360.00 400.00 440.00 480.00 200.00 240.00 280.00 320.00 160.00 200.00 240.00 280.00 1,600.00 2,400.00 2,800.00 3,200.00 1,600.00 2,000.00 2,400.00 2,800.00 1,600.00 2,400.00 2,800.00 3,200.00 1,200.00 1,600.00 2,000.00 2,400.00 120.00 200.00 560.00 720.00 320.00 400.00 600.00
3,787.50 112.00 128.00 144.00 160.00 200.00 240.00 280.00 320.00 120.00 160.00 200.00 240.00 120.00 140.00 160.00 200.00 1,440.00 1,600.00 2,000.00 2,400.00 1,280.00 1,440.00 1,600.00 2,400.00 1,200.00 1,600.00 2,000.00 2,400.00 400.00 800.00 1,200.00 1,600.00 80.00 160.00 480.00 640.00 200.00 240.00 400.00
3,600.00 240.00 256.00 272.00 288.00 320.00 360.00 400.00 440.00 160.00 200.00 240.00 280.00 140.00 160.00 200.00 240.00 1,440.00 1,600.00 2,400.00 2,800.00 1,520.00 1,600.00 2,000.00 2,400.00 1,440.00 1,600.00 2,400.00 2,800.00 960.00 1,200.00 1,600.00 2,000.00 80.00 160.00 400.00 560.00 280.00 320.00 400.00
2,200.00 80.00 112.00 128.00 144.00 160.00 200.00 240.00 280.00 100.00 120.00 160.00 200.00 110.00 120.00 140.00 160.00 1,280.00 1,440.00 1,600.00 2,000.00 1,200.00 1,280.00 1,440.00 1,600.00 960.00 1,200.00 1,600.00 2,000.00 240.00 400.00 800.00 1,200.00 60.00 120.00 320.00 480.00 160.00 200.00 240.00
3,000.00 224.00 240.00 256.00 272.00 280.00 320.00 360.00 400.00 140.00 160.00 200.00 240.00 120.00 140.00 160.00 200.00 1,280.00 1,440.00 1,600.00 2,400.00 1,440.00 1,520.00 1,600.00 2,000.00 1,280.00 1,440.00 1,600.00 2,400.00 800.00 960.00 1,200.00 1,600.00 80.00 120.00 240.00 400.00 240.00 280.00 320.00
1,400.00 64.00 80.00 112.00 128.00 120.00 160.00 200.00 240.00 80.00 100.00 120.00 160.00 100.00 110.00 120.00 140.00 1,200.00 1,280.00 1,440.00 1,600.00 1,120.00 1,200.00 1,280.00 1,440.00 800.00 960.00 1,200.00 1,600.00 160.00 240.00 400.00 800.00 40.00 80.00 160.00 320.00 160.00 200.00 240.00
2,400.00 200.00 224.00 240.00 256.00 240.00 280.00 320.00 360.00 130.00 140.00 160.00 200.00 100.00 120.00 140.00 160.00 1,120.00 1,280.00 1,440.00 1,600.00 1,440.00 1,520.00 1,600.00 2,000.00 1,200.00 1,280.00 1,440.00 1,600.00 760.00 800.00 960.00 1,200.00 60.00 80.00 200.00 240.00 200.00 240.00 280.00
1,120.00 40.00 64.00 80.00 120.00 80.00 120.00 160.00 200.00 50.00 80.00 100.00 110.00 80.00 100.00 110.00 120.00 960.00 1,200.00 1,280.00 1,440.00 1,120.00 1,200.00 1,280.00 1,440.00 640.00 800.00 960.00 1,200.00 120.00 160.00 240.00 400.00 40.00 60.00 120.00 160.00 120.00 160.00 200.00
D
720.00
640.00
640.00
400.00
400.00
280.00
320.00
240.00
Perbaikan / Mengubah dan Mengganti Kap 25 Besi Untuk Tempat Usaha ( m2 )
A
400.00
240.00
320.00
200.00
280.00
160.00
240.00
160.00
B
640.00
400.00
400.00
240.00
320.00
200.00
280.00
200.00
C
720.00
600.00
640.00
400.00
400.00
240.00
320.00
240.00
D
800.00
800.00
720.00
640.00
640.00
400.00
400.00
280.00
Bangunan Pemerintah Fasilitas Kantor, Pendidikan, 26 Peribadatan, Kes. Kebud. Kesenian ( m2 )
A
560.00
160.00
480.00
120.00
400.00
80.00
320.00
80.00
B
640.00
200.00
560.00
160.00
480.00
120.00
400.00
120.00
C
720.00
240.00
640.00
200.00
560.00
160.00
480.00
160.00
D
800.00
320.00
720.00
240.00
640.00
200.00
560.00
200.00
Pembuatan
15 Memperpanjang Jalan ( m2 )
16
Pembuatan Got Batu / Pipa Saluran Bawah Tanah (m' )
17
Pembuatan Pagar Tembok Batu / Besi ( m2 )
18
Pembuatan Pagar Bambu / Kawat ( m2 )
19
Pembuatan Tandon Air Bahan Cair Lainnya ( m3 )
20
Sumur Artesis (m 3 )
Pembuatan / Mengubah Jembatan 21 Konstruksi Beton ( m2 ) Pembuatan / Mengubah Jembatan 22 Konstruksi Kayu ( m2 ) Perbaikan / Mengubah dan Mengganti Kap 23 Untuk Rumah Tinggal ( m2 ) Perbaikan / Mengubah dan Mengganti Kap 24 Untuk Tempat Usaha ( m2 )
28
Bangunan Pemerintah Fasilitas Perdagangan 27 dan Pasar ( m2 )
Keterangan :
A
800.00
240.00
600.00
200.00
560.00
160.00
480.00
120.00
B C D
1,200.00 1,400.00 1,600.00
400.00 600.00 800.00
800.00 1,200.00 1,400.00
240.00 400.00 600.00
600.00 800.00 1,200.00
200.00 240.00 400.00
560.00 600.00 800.00
160.00 200.00 240.00
GOL. GOL. GOL. GOL.
A. B. C. D.
BANGUNAN TIDAK PERMANEN BANGUNAN SEMI PERMANEN BANGUNAN PERMANEN BANGUNAN MEWAH
BUPATI JEMBER, ttd MZA DJALAL
29