PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGUSAHAAN TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang
: a. bahwa tembakau sebagai komoditas agribisnis perkebunan merupakan salah satu sumber perekonomian masyarakat Kabupaten Jember yang sangat penting dan strategis, sehingga membutuhkan keselarasan tindakan bisnis diantara pelaku pertembakauan ; b. bahwa dalam rangka mensinergikan aspek ekonomi dan pengelolaan lingkungan, dipandang perlu untuk memberikan perlindungan hukum yang mampu menjamin kedudukan para pelaku pertembakauan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan di masyarakat. c. Bahwa tembakau mengandung bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan, oleh karena itu pengelolaannya perlu memperhatikan aspek tehnologi yang ramah lingkungan ; d. Bahwa berdasarkan huruf a, b, c konsideran menimbang ini perlu diatur dan ditetapkan dalam suatu Peraturan Daerah.
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 12 tahun 1990 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerahdaerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1950) ; 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478) ; 3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) ; 4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) ; 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952) ; 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknis Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undangundang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70) ;
1
7. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/ 1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian ; 8. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 357/Kpts/HK.350/5/ 2002 tentang Pedoman Perijinan Usaha Perkebunan ; 9. Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 20 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten Jember.
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBER MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: PERATURAN TEMBAKAU.
DAERAH
KABUPATEN
JEMBER
TENTANG
PENGUSAHAAN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah Otonom sebagai Badan Eksekutif Daerah ; 2. Kepala Daerah adalah Bupati Jember ; 3. Pemerintah Daerah adalah Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut azas Desentralisasi. 4. Dinas Teknis adalah dinas-dinas yang bidang kewenangannya berkaitan dengan pertembakauan yang ditunjuk oleh Bupati ; 5. Komisi Urusan Tembakau Jember adalah komisi yang beranggotakan Dinas Teknis, Perguruan Tinggi, Balai Pengujian Artifikasi Mutu barang dan Lembaga Tembakau, Asosiasi Pengusaha Tembakau, Asosiasi Petani Tembakau, Kelompok Tani, Himpunan Pedagang Tembakau, Lembaga profesional yang membidangi pertembakauan, yang selanjutnya disebut KUTJ ; 6. Pengusahaan tembakau adalah kegiatan ekonomi yang meliputi budidaya tembakau, pembelian dan pengolahan tembakau ; 7. Budidaya tanaman tembakau adalah serangkaian kegiatan pengusahaan tembakau yang meliputi kegiatan pra tanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, panen dan pengolahan/pasca panen ; 8. Ijin pengusahaan tembakau adalah ijin tertulis yang wajib dimiliki untuk dapat melakukan usaha budidaya tanaman tembakau, usaha pembelian dan pengolahan tembakau ; 9. Tembakau adalah tanaman yang termasuk dalam spesies Nicotiana Tabacum. 10. Kemitraan adalah kerjasama atas dasar nota kesepakatan antara petani dan/atau kelompok tani dengan pengusaha dan/atau badan usaha yang berorientasi untuk saling membutuhkan, saling melindungi dan saling menguntungkan yang dilakukan secara sukarela dan berkelanjutan ; 11. Petani tembakau adalah orang, baik yang mempunyai maupun tidak mempunyai lahan yang mata pencaharian pokoknya mengusahakan lahan dan/atau media tumbuh untuk budidaya tanaman tembakau ; 12. Kelompok tani adalah sejumlah petani tembakau yang mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya atas dasar kebutuhan yang sama, yang terkait dengan suatu susunan hubungan intern yang cukup stabil dan serasi, yang tercapai karena didasarkan atas suatu minat yang sama dalam rangka menjamin kelangsungan usaha tani tembakau dari kelompok tersebut ; 13. Asosiasi Petani Tembakau adalah organisasi petani tembakau Kabupaten Jember ; 14. Pelaku pertembakauan adalah semua komponen, baik perseorangan maupun badan usaha dan organisasi yang bergerak dalam kegiatan pengusahaan tembakau ; 15. Pedagang adalah perseorangan, kelompok tani atau badan usaha yang melakukan kegiatan perdagangan tembakau ; 2
16. Perdagangan adalah kegiatan jual beli barang atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan mengalihkan hak atas barang atau jasa yang disertai imbalan atau kompensasi ; 17. Pengusaha adalah pabrikan, eksportir dan/atau badan usaha lainnya yang memiliki ijin pengusahaan tembakau ; 18. Asosiasi Pedagang Tembakau adalah organisasi perdagangan tembakau Kabupaten Jember ; 19. Mitra Media adalah asosiasi petani tembakau dan/atau asosiasi pedagang tembakau yang mendapat kepercayaan pengusaha dan petani dan/atau kelompok tani untuk menjadi perantara kemitraan kedua belah pihak ; 20. Asosiasi Pengusaha Tembakau adalah Organisasi Pengusaha Tembakau di Kabupaten Jember ; 21. Tim Arbitase adalah kumpulan orang-orang yang membidangi pertembakauan dan dibentuk oleh KUTJ bila diperlukan dan bersifat insidental. Pasal 2 Pengusahaan tembakau berlandaskan prinsip : ekonomi, akuntabilitas, transparansi, otonomi, dan berkelanjutan. Pasal 3 Tujuan pengusahaan tembakau adalah : a. Untuk mendapatkan keuntungan bersama bagi para pelaku pertembakauan, mulai dari petani, pedagang, dan pengusaha/eksportir dan institusi lain dengan berlandaskan atas keseimbangan dan berkesinambungan dalam rangka mencapai kemakmuran masyarakat ; b. Melestarikan tanaman tembakau sebagai komoditas unggulan Kabupaten Jember. Pasal 4 Ruang lingkup pengaturan pengusahaan tembakau meliputi : a. Usaha budidaya tanaman tembakau ; b. Perijinan dan pengelolaan tembakau ; c. Perdagangan tembakau ; d. Kemitraaan dalam pengusahaan tembakau ; e. Penyelesaian perselisihan. BAB II BUDIDAYA TANAMAN TEMBAKAU Pasal 5 (1) Dalam rangka melestarikan dan meningkatkan kualitas tembakau, petani dan/atau kelompok tani harus menerapkan standard teknologi budidaya tanaman tembakau yang ramah lingkungan ; (2) Dalam melaksanakan kegiatan pengusahaan tembakau, pengusaha, petani dan/atau kelompok tani secara bersama-sama wajib mencegah dan menanggulangi kerusakan lingkungan. BAB III PERIJINAN DAN PENGELOLAAN Bagian Kesatu PERIJINAN Pasal 6 (1) Petani yang mengusahakan lahan lebih dari 5 (lima) hektar untuk penanaman tembakau, wajib memiliki ijin pengusahaan tembakau ; (2) Pengusaha tidak dibenarkan melakukan penanaman tembakau sendiri, kecuali pengusaha yang memiliki ijin pengusahaan tembakau ; (3) Sebelum petani dan/atau pengusaha sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) Pasal ini melaksanakan kegiatan pengusahaan tembakau wajib memiliki ijin pengusahaan tembakau. Pasal 7 (1) Permohonan ijin sebagaimana dimaksud Pasal 6, diajukan kepada dinas teknis yang ditunjuk oleh Bupati ; 3
(2) Prosedur dan persyaratan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini, ditetapkan dengan Keputusan Bupati ; (3) Pengusaha yang sudah memiliki ijin sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya ; (4) Pembaharuan dan/atau daftar ulang ijin yang telah habis masa berlakunya sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Pasal ini, diajukan kepada Bupati melalui dinas teknis yang ditunjuk oleh Bupati berdasarkan Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua PENGELOLAAN Pasal 8 (1) Pengusaha wajib melaporkan rencana dan realisasi penyediaan pembelian, persediaan serta penjualan tembakau kepada dinas teknis yang ditunjuk oleh Bupati ; (2) Rencana pembelian tembakau dilaporkan selambatnya-lambatnya pada bulan Januari ; (3) Perubahan atas rencana pembelian tembakau dilaporkan sebelum pembibitan dengan mencantumkan alasan-alasannya ; (4) Laporan realisasi pembelian tembakau Na Oogst tanam awal, Voor Oogst dan Tembakau Na Oogst tradisional disesuaikan dengan jadwal tanam ; (5) Pengusaha wajib menginformasikan rencana dan realisasi pembelian tembakau kepada petani dan/atau kelompok tani ; (6) Bentuk laporan rencana dan realisasi pembelian tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas petunjuk teknis yang ditetapkan oleh dinas teknis yang ditunjuk oleh Bupati. Pasal 9 (1) Pemerintah Kabupaten melaksanakan pembinaan, pemantauan dan pengawasan pengusahaan tembakau ; (2) Dalam melaksanakan pembinaan, pemantauan dan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1), Bupati menugaskan kepada KUTJ ; (3) KUTJ terdiri seorang ketua, seorang wakil ketua, sekretaris dan anggota ; (4) Struktur, tugas pokok dan fungsi KUTJ ditetapkan dengan Keputusan Bupati ; (5) Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas KUTJ dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Jember. BAB IV KEMITRAAN DALAM PENGUSAHAAN TEMBAKAU Pasal 10 (1) Pengusaha wajib melakukan kemitraan dengan petani dan/atau kelompok tani ; (2) Dalam melaksanakan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Asosiasi Petani Tembakau dan Asosiasi Pedagang Tembakau dapat bertindak sebagai Mitra Media ; (3) Pengusaha dan petani dan/atau kelompok tani dapat memilih bentuk dan model kemitraan sesuai kebutuhan kedua belah pihak yang saling menguntungkan, dengan berpedoman kepada Panduan Kemitraan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati ; (4) Hak dan kewajiban pengusaha dan petani dan/atau kelompok tani dituangkan dalam Nota Kesepakatan. Pasal 11 Pola dan tata laksana kemitraan dibina, dipantau dan diawasi oleh KUTJ. BAB V SANKSI ADMINISTRASI Pasal 12 (1) Bupati memberikan peringatan tertulis apabila pengusaha, petani dan/atau kelompok tani tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah ini ;
4
(2) Apabila peringatan tertulis tidak diperhatikan oleh pengusaha, petani dan/atau kelompok tani, maka Bupati berwenang menghentikan kegiatan atau usahanya, setelah mempertimbangkan rekomendasi Tim Arbitase. Pasal 13 (1) Bupati memberikan peringatan tertulis apabila pengusaha tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Daerah ini ; (2) Apabila peringatan tertulis tidak diperhatikan oleh pengusaha, maka Bupati berwenang membatalkan dan/atau mencabut ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Daerah ini, setelah mempertimbangkan rekomendasi Tim Arbitase. BAB VI PERDAGANGAN TEMBAKAU Pasal 14 (1) Petani dan/atau kelompok tani dan pedagang berhak untuk melakukan perdagangan tembakau sesuai dengan standard mutu dan harga yang berlaku ; (2) Apabila telah terjalin kemitraan antara petani dan/atau kelompok tani dengan pengusaha, maka para pihak wajjib memperhatikan : a. Mengutamakan anggota mitra dalam perdagangan tembakau ; b. Standarisasi mutu dan harga sebagaimana diatur dalam perjanjian kerjasama kemitraan. Pasal 15 Dalam menentukan dan memberi penilaian terhadap standard mutu yang berlaku untuk perdagangan tembakau, para pihak yang melakukan perdagangan tembakau dapat meminta pertimbangan kepada KUTJ. BAB VII PENYELESAIAN PERSELISIHAN Pasal 16 (1) Perselisihan yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, akan diselesaikan oleh para pihak secara musyawarah dan mufakat ; (2) Apabila musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, akan diselesaikan oleh Tim Arbitase ; (3) Tim Arbitase bersifat independen yang dibentuk KUTJ sesuai kebutuhan. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 17 (1) Barang siapa melakukan budidaya tanaman tembakau tidak menerapkan standard teknologi yang ramah lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), yang mengakibatkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, diancam dengan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ; (2) Pengusaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk daerah. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 18 Ketentuan-ketentuan yang ada dan belum diganti masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. 5
BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 19 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 20 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jember. Ditetapkan di : J e m b e r pada tanggal : 9 Agustus 2003 BUPATI JEMBER ttd Drs. H. SAMSUL HADI SISWOYO, MSi. Diundangkan di : J e m b e r Pada tanggal : 15 Agustus 2003 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN JEMBER ttd Drs. H. DJOEWITO, MM. Pembina Tk. I NIP. 510 074 249 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JEMBER TAHUN 2003 NOMOR 2/E
6
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGUSAHAAN TEMBAKAU I.
PENJELASAN UMUM Bahwa tembakau termasuk dalam genus Nicotiana yang mempunyai arti ekonomi ccukup besar bagi masyarakat, karena aktivitas produksi dan pemasarannya melibatkan banyak tenaga kerja dan menumbuhkan kesempatan kerja. Jenis tembakau dengan berbagai kegunaannya telah diusahakan cukup lama di Kabupaten Jember, baik oleh masyarakat maupun oelh perusahaan. Oleh karena itu, dalam pengusahaannya perlu digunakan pola kemitraan yang menguntungkan kedua belah pihak. Pengusahaan tembakau meliputi beberapa sektor kegiatan : budidaya tanaman, pembelian dan pengolahan tembakau dan industri yang saling terkait satu sama lain dan memerlukan pengaturan untuk keselarasan tindakan bisnis diantara para pelaku pertembakauan. Peraturan Daerah ini juga mengatur pembentukan Komisi Urusan Tembakau Jember (KUTJ) sebagai lembaga yang mempunyai tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab untuk melakukan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pembinaan, pemantauan dan pengawasan dalam pengusahaan tembakau serta arbitase dalam proses penyelesaian perselisihan dalam pelaksanaan kemitraan. Prinsip pengusahaan tembakau yang dianut adalah prinsip : ekonomi, akuntabilitas, transparansi, otonomi dan berkelanjutan. Peraturan Daerah ini merupakan payung seluruh peraturan pelaksanaan pertembakauan di Kabupaten Jember.
II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 angka 8
: Varietas dari spesies Nicotiana Tabacum adalah Na Oogst yang digunakan untuk bahan cerutu, Voor Oogst yang digunakan untuk bahan sigaret. Pasal 2 : Cukup Jelas Pasal 3 : Cukup Jelas Pasal 4 : Cukup Jelas Pasal 5 : Cukup Jelas Pasal 6 : Cukup Jelas Pasal 7 : Cukup Jelas Pasal 8 : Cukup Jelas Pasal 9 : Cukup Jelas Pasal 10 : Cukup Jelas Pasal 11 : Cukup Jelas Pasal 12 : Cukup Jelas Pasal 13 : Cukup Jelas Pasal 14 ayat (2) huruf b : Yang dimaksud standarisasi mutu sebagai berikut: 1. Tembakau Na Oogst SNI Nomor : 01-3941-1995 ; 2. Tembakau Kasturi SNI Nomor : 01-4440-1996 ; 3. Tembakau Virginia SNI Nomor : 01-4401-1996. Untuk tembakau Na Oogst lokal dan tembakau rajang belum memiliki SNI. Yang dimaksud dengan standarisasi harga adalah harga minimum. Pasal 15 : Pengujian mutu tembakau untuk eksport dilakukan oleh pengujian Sertifikasi Mutu Barang dan Lembaga Tembakau, sedangkan penyebarluasan informasi mutu tembakau dilakukan oleh KUTJ. Pasal 16 : Cukup Jelas Pasal 17 : Cukup Jelas Pasal 18 : Cukup Jelas Pasal 19 : Cukup Jelas Pasal 20 : Cukup Jelas Bagian Hukum
7