Tesis ini telah diuji oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Kajian Budaya, Universitas Udayana Pada tanggal 30 September 2016
Panitia Penguji Tesis, berdasarkan Surat Keputusan Ketua Program Studi Pascasarjana Universitas Udayana: Nomor
: 4653/UN.14.4/HK/2016
Tanggal
: 20 September 2016
Ketua
: Dr. Ni Luh Nyoman Kebayantini, M.Si.
Anggota
: 1. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S. 2. Prof. Dr. Emiliana Mariyah, M.S. 3. Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si. 4. Dr. I Gede Mudana, M.Si.
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis haturkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas segala tuntunan dan asung kerta wara nugrahaNya sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis ini dengan judul Politik Sengketa Hukum dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Jembrana 2010. Penelitian tesis ini merupakan salah satu persyaratan dan sekaligus sebagai pertanggungjawaban penulis dalam bidang akademik pada Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya. Selama proses penelitian dan penulisan tesis ini, penulis mendapatkan bimbingan dan dukungan moril yang luar biasa dari berbagai pihak yang berkompeten, yang tidak henti-hentinya memberikan masukan, kritik, dan saran sehingga pada akhirnya tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghormatan, penghargaan, dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak sebagai berikut. Dr. Ni Luh Nyoman Kebayantini, M.Si., selaku Pembimbing Pertama. Penulis mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan arahannya serta kesabarannya selama membimbing penulis mulai dari awal sampai akhir. Penulis menyadari tanpa bimbingan dan arahan yang Ibu berikan kiranya penulisan tesis ini akan banyak mengalami kendala. Namun demikian, berkat ketekunan dan spirit yang Ibu berikan, penulisan tesis ini pada akhirnya dapat penulis selesaikan. Prof. Dr. I Nyoman Sirta, S.H., M.S., selaku Pembimbing Kedua. Terima kasih penulis haturkan kepada Bapak atas segala bimbingan, arahan, dan pengertiannya selama penulis mengerjakan penelitian tesis ini. Kebesaran jiwa vi
Bapak untuk berkenan sebagai Pembimbing Kedua, merupakan inspirasi dan semangat baru bagi penulis untuk lebih banyak belajar dan sekaligus sesegera mungkin menyelesaikan kewajiban penulis dalam menyelesaikan studi di Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya. Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya Universitas Udayana terima kasih atas motivasi dan dukungan moral Bapak kepada penulis. Motivasi dan dukugan moral yang Bapak berikan selaku Ketua Program Studi dan sebagai pengajar di Program Studi Kajian Budaya merupakan kekuatan bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Dr. I Gede Mudana, M.Si., selaku pengajar dan sekaligus partner diskusi penulis tentang teori-teori dan tema-tema aktual kajian budaya. Terima kasih penulis ucapkan atas segala masukan, kritik, dan sarannya sehingga penulis mendapat wawasan baru tentang berbagai perspektif dan pendekatan dalam penulisan tesis ini. Terima kasih atas waktu dan juga perkenaannya mendampingi penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya. Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H., terima kasih atas motivasi, gagasan, dan saran-saranya dalam pemilihan jenjang dan bidang studi bagi penulis. Juga terima kasih atas diskusinya dalam bidang Hukum Kepemiluan dalam kaitannya dengan pendidikan yang penulis ikuti di Fakultas Hukum Universitas Udayana sebelumnya, maupun dalam penulisan tesis ini. Terima kasih kepada para dosen yang telah mendidik penulis selama mengikuti studi dan menuntut ilmu pada Program Studi Magister (S2) Kajian
vii
Budaya. Semoga ilmu pengetahuan yang diberikan akan dapat penulis implementasikan dan kembangkan dalam menjalankan tugas sehari-hari. Almarhum Ayahanda penulis I Dewa Ketut Gandra yang telah berpulang pada tanggal 27 Oktober 2015. Terima kasih Ajik atas segala perjuangan dan pengorbanan yang diberikan dalam membesarkan dan mendidik penulis. Terima kasih atas motivasi, semangat, dan suri tauladan yang diberikan sehingga penulis dapat melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Pesan dan cita-cita Ajik agar anak-anaknya melanjutkan studi dan memajukan pendidikan akan selalu dikenang dan sedapat mungkin dilaksanakan. Ibunda penulis I Dewa Ayu Putu Tranggana, saudara kandung penulis I Dewa Putu Gandita Rai Anom, STP., I Dewa Gede Adi Putra, S.H., dan I Dewa Ayu Komang Budiasih, serta istri dan anak penulis Desak Agung Oka Suardewi, S.E., dan I Dewa Gede Mayuresa Iswara. Terima kasih atas segala doa, dukungan, serta kesabarannya selama penulis mengikuti pendidikan di tengah-tengah kesibukan dalam menjalankan tugas di KPU Provinsi Bali. Semoga penulisan tesis ini, dalam rangka pemenuhan persyaratan pendidikan yang penulis ikuti di Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya Universitas Udayana akan bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat. Para informan penelitian I Gusti Putu Artha, S.P., M.Si, I Putu Wahyu Dhiantara, S.E., Ida Bagus Ketut Dharma Santika Putra, Wahyu Eko Widianto, Ni Made Sri Sutharmi, I Putu Dwita, S.Pt., I Wayan Wasa, Ida Bagus Mantra, I Made Adi Utawa, I Gede Artana, I Dewa Komang Mastra, I Nengah Nurlaba, S.H., I Putu Agus Swastika, S.T., M.Kom., I Gusti Agung Putu Gempa Yuliana. Terima
viii
kasih atas kesediaannya sebagai informan dan membantu penulis dalam mengerjakan penelitian tesis ini. Sahabat diskusi penulis dan sekaligus teman seangkatan dalam perkuliahan di Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya, Mas Slamat Trisila. Terima kasih atas dukungan moral dan masukan-masukannya, termasuk koreksi dan kritiknya terkait penulisan tesis ini. Terima kasih juga kepada semua rekanrekan seangkatan semuanya. Keluarga besar KPU Republik Indonesia, KPU Provinsi Bali dan KPU Kabupaten/Kota se-Bali, termasuk KPU Kabupaten Jembrana yang merupakan kabupaten tempat di mana penelitian ini dilakukan. Terima kasih atas motivasi dan dukungan moralnya selama penulis mengikuti pendidikan di Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Alumni GMNI (DPP PA GMNI) dan Dewan Pengurus Daerah Persatuan Alumni GMNI Provinsi Bali (DPD PA GMNI Provinsi Bali), dan Dewan Pimpinan Cabang GMNI Denpasar (DPC GMNI Denpasar) terima kasih atas dorongan moral dan saran-saran masukannya. Para staf administrasi dan perpustakaan pada Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya Universitas Udayana. Bapak Putu, Ibu Iluh, Ibu Tjok, Ibu Dayu, Ibu Arie, dan Ibu Agung. Terima kasih atas perhatian dan kerja kerasnya dalam menjalankan tugas masing-masing di kampus selama penulis mengikuti perkuliahan. Akhir kata penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Penulis mohon maaf jika di sana-sini masih terdapat kekurangan atau kesalahan
ix
ABSTRAK Pemilukada di Bali baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota secara umum berlangsung tertib dan tepat waktu sesuai tahapan yang telah ditentukan. Namun Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 merupakan perkecualian karena sempat terkatung-katung dan bahkan dicabut tahapannya. Penundaan tersebut berakibat pada terjadinya sengketa hukum di sejumlah lembaga peradilan. Politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 merupakan persoalan yang kompleks dan dinamis sehingga perlu diungkap untuk mengetahui dan memahami berbagai persoalan yang melatarbelakanginya. Penelitian mengenai politik sengketa hukum tersebut sangat penting dilakukan agar ke depan dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan menuju terwujudnya Pemilukada yang lebih demokratis, transparan, dan akuntabel. Dalam penelitian ini, permasalahan yang diteliti adalah proses politik sengketa hukum, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya politik sengketa hukum, serta pergulatan makna politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010. Penelitian ini dirancang sebagai penelitian kualitatif. Pemilihan metode penelitian dilakukan dengan alasan kesesuaian antara metode yang dipilih dengan konteks dan rumusan masalah yang diteliti. Penelitian ini menggunakan teori relasi kuasa/ pengetahuan, teori transpolitika, dan teori semiotika hukum. Dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 terdapat empat jenis politik sengketa hukum, yaitu sengketa e-voting di MK, sengketa tahapan di PN Negara, sengketa tahapan di PTUN Denpasar, serta sengketa hasil di MK. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa adalah: pertama, arena pasar bebas dan kecenderungan demokratisasi, kedua, reformasi dan amandemen UUD 1945, ketiga, peraturan perundang-undangan, keempat, kepemiluan dalam kasus evoting, kelima, anggaran Pemilukada, keenam, penyelenggara Pemilukada, ketujuh, birokrasi, adat, dan agama, kedelapan, kondisi masyarakat, kesembilan, praktik politik uang dalam Pemilukada, dan kesepuluh, penegakan hukum dalam Pemilukada. Pergulatan makna yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi sejumlah pergulatan makna,, yaitu: pertama, pergulatan makna hukum positif, kedua, pergulatan makna hukum progresif, ketiga, pergulatan makna demokrasi, keempat, pergulatan makna ekonomi, dan kelima, pergulatan makna sosial budaya: refleksi postmodernisme makepung politik. Sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 merupakan pengalaman penting yang dapat dijadikan pelajaran oleh segenap pemangku kepentingan (stake holder) dalam Pemilukada, sehingga dapat dilakukan upayaupaya pencegahan dan penyempurnaan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara lebih komprehensif dan mendalam. Berbagai upaya tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas Pemilukada dan memperkokoh perkembangan demokrasi lokal di Indonesia pada masa yang akan datang. Kata kunci: Politik, sengketa hukum, Pemilukada, dan pergulatan makna.
xi
ABSTRACT General election in Bali both at the provincial and regency/city levels in general run well and on time according to predetermined stages. However Jembrana election 2010 was an exception because it was in limbo and the stages were even revoked. The delay resulted in the occurrence of a number of legal disputes in the courts. Political legal disputes of election in Jembrana Regency 2010 is a dynamic and complex issues that need to be revealed to know and understand the problems that lie behind them. Research on the politics of legal disputes is very important to do that in the future the corrective measures towards the realization of a more democratic, transparent and accountable general election could be done. In this study, the problems addressed the political process of legal dispute, the factors that caused the legal dispute politically, as well as the struggle of the political significance of legal disputes in Jembrana Regency Election 2010. The study was designed as a qualitative research. The choice of method of research was conducted on the grounds of conformity between the methods chosen by the context and the formulation of the problem being investigated. This study uses the power relation theory / knowledge, transpolitical theory, and the theory of legal semiotics Legal disputes in the implementation of the General Election of Jembrana Regency 2010 consists of four types of disputes, i.e. disputes of e-voting in the Constitutional Court, the dispute in District Court phases, the dispute in Administrative Court of Denpasar (PTUN) stages, as well as the dispute in the Constitutional Court. Factors that cause disputes are first, the arena of the free market and the trend of democratization, second, reformation and the amendment of 1945 constitution, third, legislation, fourth, electoral case of e-voting, fifth, the budget of the general election, sixth, the organizers of election, seventh, bureaucracy, customs, and religion, eighth, the condition of Jembrana society, ninth, money politics in the general election, and tenth, the law enforcement in the general election. The struggle of meaning found in the study includes a number of struggle of meaning first, the struggle of positive legal meaning, secondly, the struggle of progressive legal significance, third, the struggle of democratic significance, fourth, struggles of economic significance, and fifth, the struggles of socio cultural significance of: postmodernism reflecting political makepung. Legal disputes in the general election of Jembrana Regency 2010 is a valuable experience that needs to be learned and can be used as a lesson by all stakeholders in the general election, in order to take preventive measures and improvement through planning, implementation, and evaluation more comprehensively and in-depth. Various efforts are expected to improve the quality of election and strengthen the development of local democracy in Indonesia in the future. Keywords: Election, legal disputes, e-voting, and struggle of meaning.
xii
RINGKASAN
Sistem ketatanegaraan Indonesia didasarkan pada paham kedaulatan rakyat dan negara hukum. Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal 1 ayat (3) “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Menurut Atmadja (2012: 87), inti teori kedaulatan rakyat adalah domain kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Kehendak rakyat merupakan satu-satunya sumber kekuasaan bagi setiap pemerintah. Adagiumnya “solus populi supremalex” suara rakyat adalah hukum yang tertinggi atau “volk vovuli vo dei”, “suara rakyat adalah suara Tuhan”. Salah satu wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat adalah Pemilukada. Sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat, penyelenggaraan Pemilukada seharusnya mampu melindungi hak-hak konstitusional rakyat dalam memilih pemimpin yang dikehendaki rakyat. Namun demikian, dalam praktiknya, sejak pertama kali diselenggarakan tahun 2005, Pemilukada di Indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan cita-cita dan konsep awalnya. Hampir pada setiap Pemilukada terjadi pelanggaran, konflik politik dan sengketa hukum yang mengancam kedaulatan rakyat itu sendiri. Hal itu tidak terlepas dari berbagai kepentingan dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Di Kabupaten Jembrana penyelenggaraan Pemilukada 2010 sempat terhambat dan bahkan tahapannya dicabut oleh KPU Kabupaten Jembrana. Hal tersebut berakibat pada terjadinya sengketa hukum di sejumlah lembaga peradilan. Fenomena politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 merupakan persoalan kompleks dan multidimensi. Fenomena tersebut terjadi pada hampir setiap Pemilukada di Indonesia, sehingga hal itu penting diteliti agar ke depan dapat dilakukan perbaikan-perbaikan menuju terwujudnya Pemilukada yang lebih demokratis, transparan, dan akuntabel.
Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui dan menginterpretasi proses politik sengketa hukum, faktorfaktor penyebab terjadinya politik sengketa hukum, serta pergulatan makna politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010. Secara teoritis, xiii
penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan bidang kajian budaya (cultural studies), khususnya kajian terhadap budaya hukum dalam Pemilukada. Secara praktis, diharapkan bermanfaat bagi segenap stake holder dan masyarakat dalam mencegah dan menghadapi sengketa hukum dalam penyelenggaraan Pemilukada ke depan. Penelitian ini dirancang sebagai penelitian kualitatif. Menurut Moleong dalam Mantra (2008: 29), pendekatan kualitatif digunakan di lapangan dengan alasan, yaitu: pertama, lebih mudah menyesuaikan di lapangan apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, kedua, pendekatan ini menyajikan secara langsung hakikat peneliti dengan responden, dan ketiga, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh dan terhadap polapola nilai yang dihadapi. Dalam penelitian ini teori digunakan secara eklektik untuk membedah dan menganalisis masalah penelitian, yaitu teori relasi kuasa/ pengetahuan, teori transpolitika, dan teori semiotika hukum. Barker (2009: 83) mengemukakan bahwa Foucault adalah anti esensialis terpenting dan pemikir pascastrukturalis dalam cultural studies. Foucault (2009: 85) mengemukakan kekuasaan terdistribusi di semua relasi sosial dan tidak dapat direduksi menjadi bentukbentuk dan determinasi-determinasi ekonomis terpusat atau menjadi karakter legal atau yuridis, namun kekuasaan membentuk kapiler terisolasi yang terjalin dalam jaringan seluruh tatanan sosial. Foucault menetapkan adanya hubungan timbal balik yang saling membentuk antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga pengetahuan menjadi tidak dapat dipisahkan dari rezim kekuasaan. Menurut Marwan (2010: 55), Foucault memandang kekuasaan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan politik dan hukum. Kekuasaan juga menjadi landasan bagi terbentuknya hukum umat manusia, karena hukum memang berangkat dari kekuasaan dan bagian dari produk politik. Piliang (2005: 4) mengemukakan bahwa istilah transpolitika digunakan untuk menjelaskan entitas politik yang telah terkontaminasi oleh berbagai entitas lainnya yang bukan merupakan jagat, alam, prinsip, hakikat, atau dunia politik itu, sehingga menciptakan semacam garis lintas politik: politik berbaur dengan xiv
hukum, politik yang bersekutu dengan ekonomi, politik yang berselingkuh dengan seksual, politik yang bersimbiosis dengan komoditi. Haryatmoko (Piliang, 2005: xxviii) menyatakan dengan analisis transpolitika, ditengarai dewasa ini telah terjadi perubahan mendasar dalam dunia politik, di mana momen-momen kebenaran telah digantikan oleh citraan-citraan, sehingga politik akhirnya terperangkap di dalam permainan bebas citra dan teks. Menurut Eco (2009: 7), semiotika berurusan dengan segala sesuatu yang bisa dipandang sebagai tanda. Semiotika secara prinsipil adalah disiplin yang mengkaji segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong. Jika sesuatu tidak bisa dipakai untuk mengekspresikan kebohongan, maka dia juga tidak bisa dipakai untuk mengekspresikan kebenaran. Menurut Susanto (2005: 73), aplikasi pendekatan semiotik terhadap hukum terkait erat dengan produksi linguistik. Produksi linguistik adalah proses untuk menciptakan istilah linguistik baru (signifier) dan arti yang diberikan ekspresi atau arti (signified). Politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 termanifestasi ke dalam empat jenis sengketa hukum, yaitu sengketa e-voting di MK, sengketa tahapan di PN Negara, sengketa tahapan di PTUN Denpasar, dan sengketa hasil di MK. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya politik sengketa hukum adalah terjadinya arena pasar bebas dan kecenderungan demokratisasi lokal, yang telah dirasuki dan dijiwai ideologi liberalisme dan kapitalisme. Hal tersebut mendorong perubahan politik dan semakin kompleksnya relasi-relasi kekuasaan yang berkembang dalam Pemilukada yang pada akhirnya mendorong terjadinya sengketa hukum. Di samping itu, reformasi dan amandemen UUD 1945 yang melahirkan sistem Pemilukada langsung juga membuka ruang dan saluran bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan perkara ke lembaga-lembaga peradilan. Hal tersebut dimanfaatkan secara luas sehingga jenis dan jumlah sengketa hukum dalam Pemilukada pun meningkat tajam jika dibandingkan dengan era sebelumnya. Adanya kelemahan dan celah hukum dalam peraturan perundangundangan menjadi sumber terjadinya sengketa hukum. Di samping itu, perkembangan kepemiluan seperti e-voting, juga merupakan faktor penyebab xv
sengketa hukum. Keberhasilan e-voting dalam pemilihan Kepala Dusun (Kadus) menginspirasi Bupati Jembrana, I Gede Winasa, untuk menerapkan sistem tersebut dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010. Untuk itu dilakukan judicial review Undang-undang No. 32 Tahun 2004 terhadap UUD 1945 di MK untuk mendapatkan landasan hukum. Penyebab lainnya adalah masalah anggaran. Terjadi keterlambatan pencairan anggaran oleh Bupati Jembrana yang berdampak pada penundaan tahapan dan sengketa hukum di PN Negara dan PTUN Denpasar. Penyelenggara Pilkada merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya sengketa hukum. Penyelenggara merupakan ujung tombak dan sekaligus sebagai penanggung jawab keseluruhan tahapan Pemilukada mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan penyelesaian. Kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada penyelenggara dalam pelaksanaannya, tidak jarang mengalami kendala baik karena faktor internal penyelenggara itu sendiri maupun karena faktor eksternal yang berdampak pada penyelenggara. Dalam persidangan PHPU di MK muncul kecurigaan praktik pelibatan unsur birokasi, lembaga adat dan agama. Praktik itu tidak terlepas dari kondisi masyarakat Kabupaten Jembrana. Kondisi ekonomi, sosial budaya, serta perilaku politik masyarakat dalam Pemilukada sangat penting dan berpengaruh terhadap terjadinya sengketa hukum. Sikap elit dan masyarakat beragam, ada yang menerima dan ada juga yang menolak praktik-praktik pelanggaran hukum yang terjadi, namun dinamika tersebut tidak mengakibatkan gejolak dan konflik horizontal dalam masyarakat. Praktik money politics merupakan faktor yang paling signifikan memicu konflik dan politik sengketa hukum. Meskipun praktik tersebut dilarang, akan tetapi di lapangan masih marak terjadi. Dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010, praktik money politics dilakukan semua pasangan calon, sebagaimana termuat
dalam
Putusan
MK
No.
3/PHPU.D-IX/2011.
Segala
aktivitas
penyelenggaraan negara termasuk Pemilukada harus berdasarkan hukum. Upaya penegakan hukum berlangsung sangat dinamis. Terjadinya sengketa hukum baik di luar maupun di dalam lembaga peradilan mencerminkan bagaimana pihak-
xvi
pihak yang berkepentingan menggunakan wacana kekuasaan dan jalur hukum untuk mencapai maksud, tujuan, dan kepentingan masing-masing. Secara hukum positif, sengketa hukum yang terjadi telah diperiksa, diadili, dan diputus sesuai dengan hukum positif atau ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku dan dinyatakan telah selesai. Namun dalam perspektif hukum progresif, sengketa hukum yang terjadi tidak semata-mata mengandung makna tunggal tetapi kompleks dan dinamis. Pergulatan makna yang terjadi diantaranya makna relasi kuasa/pengetahuan,
transpolitika Pemilukada, serta
semiotika hukum sebagai “kebohongan” para pihak karena tujuan bersengketa bukan mencari keadilan hukum, melainkan kemenangan dan kekuasaan dalam Pemilukada. Pada titik ini, sengketa hukum bermakna sebagai kontestasi politik dan persaingan elit dalam perebutan jabatan Bupati dan Wakil Bupati Jembrana. Makna lainnya adalah makna ekonomi. Dalam penelitian ini makna ekonomi yang ditemukan terdiri dari makna kapitalisme, makna komodifikasi, dan makna pasar demokrasi dan demokrasi pasar. Tingginya biaya Pemilukada, menyebabkan peranan modal dalam Pemilukada sangat penting dan menentukan. Fenomena tersebut telah menjadikan Pemilukada sebagai arena industri politik dan arena pasar demokrasi yang sangat transaksional. Pergulatan makna sosial budaya refleksi postmodernisme
makepung
politik ditemukan dalam penelitian ini. Di balik proses sengketa hukum, relasirelasi kuasa pengetahuan bekerja dalam hubungan-hubungan kompleks dan dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya masyarakat. Sengketa hukum dimaknai sebagai budaya postmodern yang ditandai hadirnya teknologi informasi dalam konteks budaya lokal setempat. Terjadi permainan makna kebenaran di mana masing-masing pihak melakukan observasi, menganalisis, dan menginterpretasi objek perkara dalam perspektif masing-masing sehingga tidak ada kebenaran tunggal di dalamnya. Hal ini mengakibatkan sengketa hukum menjadi sangat berliku dan unik jika dibandingkan dengan sengketa hukum dalam Pemilukada di lima kabupaten/kota lainnya di Bali pada tahun 2010. Politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 berlangsung sangat dinamis, kompleks, dan penuh kontroversi. Jenis dan proses xvii
sengketa hukum yang terjadi, yaitu sengketa e-voting di MK, sengketa tahapan di PN Negara, sengketa tahapan di PTUN Denpasar, dan sengketa hasil di MK. Faktor-faktor penyebab terjadinya politik sengketa hukum yaitu arena pasar bebas dan kecenderungan demokratisasi, reformasi dan amandemen UUD 1945, peraturan perundang-undangan, kepemiluan dalam kasus Kabupaten Jembrana, anggaran Pemilukada, penyelenggara Pemilukada, birokrasi, adat, dan agama, kondisi masyarakat, praktik politik uang dalam Pemilukada, dan penegakan hukum dalam Pemilukada. Pergulatan makna politik sengketa hukum terdiri dari pergulatan makna hukum positif, hukum progresif, makna demokrasi, makna ekonomi, dan makna sosial budaya: refleksi postmodernisme makepung politik. Pergulatan makna yang terkandung dalam politik sengketa hukum tersebut sangat beragam, tidak tunggal melainkan dapat diihat dari berbagai perspektif dan kepentingan, bersifat multidimensional karena berbagai entitas saling beririsan, dan bertautan di dalamnya.
Saran Politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 merupakan pengalaman berharga yang dapat diambil hikmahnya serta dijadikan pelajaran penting dalam mengahadapi penyelenggaraan Pemilukada ke depan. Politik sengketa hukum yang terjadi bersifat kompleks, dinamis, dan berdampak luas terhadap penyelenggaraan Pemilukada. Jika hal tersebut tidak dicegah atau dikelola dengan baik, akan menghambat tahapan Pemilukada. Hukum Pemilukada dewasa ini, belum mampu mengatasi berbagai pelanggaran dan kecurangan yang terjadi. Karena itu perlu dilakukan pendidikan politik, penegakan budaya hukum, dan penguatan kearifan lokal masyarakat setempat, secara lebih progresif dan berkelanjutan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan evaluasi secara lebih komprehensif terhadap pola penanganan sengketa hukum Pemilukada, untuk memastikan kualitas Pemilukada dan perkembangan demokrasi lokal di Indonesia akan semakin maju dari waktu ke waktu. xviii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM…………………………………………
i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR MAGISTER………………….
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………
iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………
iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN……………………………...
v
UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………...
vi
ABSTRAK…………………………………………………………………
xi
ABSTRACT……………………………………………………………….
xii
RINGKASAN……………………………………………………………..
xiii
DAFTAR ISI………………………………………………………………
xix
GLOSARIUM……………………………………………………………..
xxiv
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………….
xxix
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...
1
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………….
1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………...
9
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………….
9
1.3.1 Tujuan Umum………………………………………………………..
9
1.3.2 Tujuan Khusus………………………………………………………..
9
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………...
10
1.4.1 Manfaat Teoritis……………………………………………………...
10
1.4.2 Manfaat Praktis………………………………………………………
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN
12
MODEL PENELITIAN………………………………………. 2.1 Kajian Pustaka………………………………………………………….
12
2.2 Konsep………………………………………………………………….
22
2.2.1 Politik…………..…………………………………………………..
23
xix
2.2.2 Sengketa Hukum……………………………..……………………...
24
2.2.3 Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah………..
27
2.2.4 Kabupaten Jembrana…………………………………………………
29
2.3 Landasan Teori…………………………………………………………
31
2.3.1 Teori Relasi Kuasa/Pengetahuan…………………………………….
31
2.3.2 Teori Transpolitika…………………………………………………...
36
2.3.3 Teori Semiotika Hukum……………………………………………...
40
2.4 Model Penelitian……………………………………………………….
44
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………
47
3.1 Rancanan Penelitian……………………………………………………
47
3.2 Lokasi Penelitian……………………………………………………….
48
3.3 Jenis dan Sumber Data…………………………………………………
49
3.3.1 Jenis Data…………………………………………………………….
49
3.3.2 Sumber Data………………………………………………………….
50
3.4 Penetuan Informan……………………………………………………..
51
3.5 Instrumen Penelitian……………………………………………………
52
3.6 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………..
53
3.6.1 Observasi……………………………………………………………..
53
3.6.2 Wawancara…………………………………………………………...
54
3.6.3 Studi Dokumen……………………………………………………….
56
3.6.4 Studi Kepustakaan……………………………………………………
56
3.7 Teknik Analisis Data………………………………………………..…
57
3.8 Penyajian Hasil Analisis Data………………..………………………..
58
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN…………...
59
4.1 Kabupaten Jembrana…………………………………………………...
59
4.1.1 Lokasi Geografis……………………………………………………..
59
4.1.2 Sejarah………………………………………………………………..
62
4.1.3 Kondisi Demografi…………………………………………………...
63
4.1.4. Agama dan Kepercayaan…………………………………………….
67
xx
4.1.5 Perekonomian………………………………………………………...
67
4.1.6 Politik dan Pemerintahan…………………………………………….
77
4.1.6.1 Kondisi Sosial Politik………..………………………………..…...
77
4.1.6.2 Kondisi Pemerintahan Umum.……………………………………..
80
4.1.6.3 Administrasi Pemerintahan..……………………………………….
81
4.1.6.4 Organisasi Daerah………………………………………………….
82
4.2 Sejarah Sistem Pengisian Jabatan Kepala Daerah……………………...
83
4.2.1 Periode UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)………...
85
4.2.2 Periode UUD RIS 1949 (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950).......
88
4.2.3 Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)........................
89
4.2.4 Periode Kembali ke UUD 1945 (5 Juli 1959 - 18 Agustus 2000)........
90
4.2.5 Periode UUD NRI 1945 Pasca Amandemen (18 Agustus 2000 -
92
sekarang).............................................................................................. 4.2.5.1 Undang-undang No. 32 Tahun 2004……………………………….
93
4.2.5.2 Undang-undang No. 22 Tahun 2014……………………………….
96
4.2.5.3 Perppu No. 1 Tahun 2014………………………………………….
98
4.3 Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010..................................................
99
4.3.1 Anggaran.............................................……………………………….
99
4.3.2 Regulasi Pencalonan…..……………………………………………..
100
4.3.3 Persyaratan Dukungan Bakal Pasangan Calon.....................................
101
4.3.4 Perolehan Suara Partai Politik dalam Pemilu 2009…………………..
102
4.3.5 Pendaftaran Bakal Pasangan Calon……………….………………….
105
Penetapan Pasangan Calon dan Pengundian Nomor Urut…………
111
4.3.7 Jumlah DPT…………………..…........................................................
113
4.3.8 Perolehan Suara Masing-Masing Pasangan Calon…………………..
116
4.3.9 Penetapan Pasangan Calon Terpilih…………………………………
117
4.3.6
BAB V PROSES POLITIK SENGKETA HUKUM DALAM PEMILUKADA KABUPATEN JEMBRANA 2010…………..
119
5.1 Sengketa E-Voting di Mahkamah Konstitusi…………………………..
119
5.2 Sengketa di Pengadilan Negeri Negara………………………………...
145
xxi
5.3 Sengketa di PTUN Denpasar………………………………..…………
167
5.4 Sengketa Hasil di MK……………………….…………………………
182
BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB POLITIK SENGKETA HUKUM DALAM PEMILUKADA KABUPATEN JEMBRANA 2010…………………………………………….
211
6.1 Arena Pasar Bebas dan Kecenderungan Demokrasi…………………...
212
6.2 Reformasi dan Amandemen UUD 1945……………………………….
222
6.3 Peraturan Perundang-undangan………………………………………...
233
6.4 Kepemiluan dalam Kasus E-Voting…………………………..………….
250
6.5 Anggaran Pemilukada dan Ketergantungan KPU………………..…….
260
6.6 Penyelenggara Pemilukada…………………………………………….
274
6.7 Birokrasi, Adat, dan Agama……………………………………………
283
6.8 Kondisi Elit dan Masyarakat……………………….…………………..
303
6.9 Praktik Politik Uang dalam Pemilukada……………………………….
312
6.10 Penegakan Hukum Pemilukada……………………………………….
323
BAB VII PERGULATAN MAKNA POLITIK SENGKETA HUKUM DALAM PEMILUKADA KABUPATEN JEMBRANA 2010…………………………………………………………….
332
7.1 Pergulatan Makna Hukum Positif……………………………………..
332
7.2 Pergulatan Makna Hukum Progresif………………………………….
355
7.3 Pergulatan Makna Demokrasi………….……………………………..
377
7.4 Pergulatan Makna Ekonomi…………………………………...............
405
7.5 Pergulatan Makna Sosial Budaya: Refleksi Postmodernisme Makepung Politik...................................................................................
413
BAB VIII PENUTUP……………………………………………..............
424
8.1 Simpulan……………………………………………………………….
424
8.2 Saran……………………………………………………………………
425
xxii
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. Lampiran I Panduan Wawancara Lampiran II Daftar Informan Lampiran III Surat-surat yang Mendukung Penelitian
xxiii
427
GLOSARIUM
amar putusan
: suatu pernyataan yang diucapkan hakim di persidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Merupakan pernyataan hukum, penetapan suatu hak, lenyap atau timbulnya keadaan hukum dan isi putusan yang berupa pembebanan suatu prestasi tertentu.
tergugat
: pihak yang digugat di pengadilan menimbulkan kerugian pada penggugat.
penggugat
: pihak yang mengajukan perkara ke badan peradilan karena karena merasa dirugikan atau hak-haknya dilanggar, akan tetapi pihak yang melanggar haknya tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta penggugat.
eksepsi
: tangkisan atau bantahan yang ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan yang mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima.
e-voting
: penggunaan hak pilih dalam Pemilu menggunakan bantuan teknologi (secara elektronik). Pemilihan elektronik memfokuskan sistem pencatatan, pemberian suara atau pemilihan suara dalam Pemilu melibatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
globalisasi
: koneksi global ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru dunia. Globalisasi merupakan kekuatan tak terbendung, mengubah segala aspek kontemporer dari masyarakat, politik, dan ekonomi, serta mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek budaya dan aspek kehidupan berdemokrasi.
gugatan
: pengajuan permintaan pemeriksaan suatu perkara yang mengandung sengketa atau konflik ke pengadilan.
hukum
: kaidah atau norma. Merupakan himpunan petunjuk hidup, perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa masyarakat. xxiv
karena
telah
hukum positif
: paradigma hukum positif (positivisme hukum) memandang undang-undang sebagai sesuatu yang memuat hukum secara lengkap. Hukum adalah undangundang dan tugas hakim menerapkan ketentuan undangundang secara mekanis dan linier sehingga penyelesaian permasalahan masyarakat sesuai bunyi undang-undang.
hukum progresif
: suatu istilah yang dicetuskan oleh Satjipto Rahardjo melalui tradisi berpikirnya yang kritis melahirkan suatu gagasan “hukum untuk manusia, dan bukan sebaliknya”. Hukum progresif mengambil sikap melampaui paham positivisme hukum, karena positivisme hukum adalah aliran pemikiran yang membahas konsep hukum secara eksklusif dan hanya melulu berpegang pada peraturan perundang-undangan.
kampanye
: kegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program pasangan calon.
putusan sela
: putusan yang diadakan sebelum hakim memutuskan perkara yaitu memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara, diucapkan di depan sidang terbuka untuk umum serta ditanda tangani oleh majelis hakim dan panitera yang turut bersidang.
kapitalisme
: suatu ideologi dan sekaligus sistem dimanis dengan mekanisme yang selalu didorong oleh laba. Merupakan suatu paham di mana modal sebagai tiang penyangga utama dalam mencapai suatu tujuan.
komodifikasi
: proses yang diasosiasikan dengan kapitalisme, di mana objek, kualitas, dan tanda berubah menjadi komiditas. Komoditas adalah sesuatu yang tersedia untuk dijual di pasar.
relasi : kekuasaan terdistribusi di semua relasi sosial dan tidak kuasa/pengetadapat direduksi menjadi bentuk-bentuk dan determinasihuan determinasi ekonomis terpusat atau menajadi karakter legal atau yuridis, namun membentuk kapiler terisolasi yang terjalin dalam jaringan seluruh tatanan sosial. Terdapat hubungan timbal balik yang saling membentuk antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga pengetahuan menjadi tidak dapat dipisahkan dari rezim kekuasaan. liberalisme
: suatu ideologi yang didasarkan pada pemahaman bahwa xxv
kebebasan adalah nilai politik yang utama. Liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam Pemilukada, liberalisme itu semacam tarung bebas melalui mekanisme pasar atau survei. mahkamah konstitusi
: mahkamah konstitusi (MK) merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI 1945
rapat permusyawara tan hakim
: rapat permusyawaratan hakim (RPH) merupakan rapat tertutup untuk membahas atau memusyawarahkan atau memutus suatu perkara.
makepung
: tradisi balap kerbau atau bullrace suatu balapan yang terdiri dari dua sampai tiga pasang kerbau jantan yang masing-masing menarik satu pedati kecil. Tradisi ini merupakan ciri khas masyarakat di Kabupaten Jembrana, Bali.
panwaslu
: lembaga penyelenggara pemilihan umum di tingkat kabupaten/kota yang diberi tugas dan wewenang dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum.
mediasi
: cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan pada pihak dibantu oleh mediator.
money politics
: perbuatan menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih yang dilakukan pasangan calon dan/atau tim kampanye dalam Pemilu.
para pihak
: pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara. Dalam perkara perselisihan hasil pemilihan yaitu pemohon, termohon, dan pihak terkait, sedangkan dalam perkara perdata penggugat dan tergugat.
komisi pemilihan umum
: lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum, yang diberi tugas dan wewenang dalam menyelenggarakan pemilihan.
permohonan
: permintaan yang diajukan secara tertulis kepada MK xxvi
mengenai pengujian undang-undang terhadap UU NRI 1945 atau perselisihan tentang hasil pemilihan umum. globalisasi
: penyempitan dunia secara intensif dan peningkatan kesadaran atas dunia yaitu semakin meningkatnya koneksi-koneksi global. Dunia menjadi tanpa batas ruang dan waktu.
pemilukada
: pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
pemohon
: pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati yang menjadi peserta dalam Pemilukada yang merasa dirugikan.
pengadilan negeri
: suatu pengadilan yang memeriksa dan memutuskan perkara pidana dan perdata. Berkedudukan di ibu kota daerah kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota.
pengadilan tata usaha negara
:
lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
pertimbangan hukum
:
suatu tahapan dimana majelis hakim mempertimbangkan fakta yang terungkap selama persidangan berlangsung, mulai dari gugatan, jawaban, eksepsi dari tergugat yang dihungkan dengan alat bukti yang memenuhi syarat formil dan syarat materil, yang mencapai batas minimal pembuktian.
pihak terkait
: pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati yang memperoleh suara terbanyak berdasarkan hasil rekapitulasi perhitungan suara yang ditetapkan Termohon dan mempunyai kepentingan langsung terhadap Permohonan yang diajukan Pemohon.
posita
: dalil-dalil atau alasan gugatan yang menguraikan kejadian atau peristiwa dan tentang dasar hukumnya. Merupakan esensi gugatan kenapa penggugat mengajukan gugatan ke pengadilan.
postmodern
: berasal dari dua kata post dan modern. Post berarti setelah atau sesudah. Modern berarti dogma-dogma tentang kemodernan seperti rasionalitas, fungsional, kapital, xxvii
objektif, dan sebagainya. Mendefinisikan postmodern sangat sulit. Menurut Lyotard, didefinisikan sebagai ketidakpercayaan terhadap meta narasi, yaitu gagasan reduksionalistik dan teleologis sejarah kemanusiaan sebagaimana dalam narasi pencerahan dan marksisme. saksi
: orang yang mengetahui terjadinya suatu peristiwa, baik dengan melihat, mendengar, atau mengalaminya sendiri secara langsung, dan bukan opini dari orang tersebut.
semiotika
: istilah yang berasal dari kata Yunani, “semion”/”tanda”, karena itu semiotika sering disebut sebagai “studi of signs” (suatu pengkajian tanda-tanda). Sebuah tanda adalah segala sesuatu yang dapat dipakai pengganti sesuatu yang lain secara signifikan, sesuatu yang lain tidak perlu benar-benar eksis atau berada di suatu tempat agar tanda dapat menggantikannya.
sengketa
: suatu perbedaan pendapat, perbantahan, perselisihan, atau perkara di pengadilan. Sebuah konflik, yakni situasi di mana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaanperbedaan kepentingan, menjadi sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian maupun kepada pihak lain.
termohon
: pihak KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP kabupaten/kota yang diajukan ke lembaga peradilan karena dianggap merugikan pemohon.
transpolitika
: suatu istilah untuk menjelaskan entitas politik yang telah terkontaminasi oleh berbagai entitas lainnya yang bukan merupakan jagat atau dunia politik itu sendiri seperti ekonomi, hukum, agama, media, citra, seksual, hiburan, budaya populer, mistik, judi, sehingga menciptakan semacam garis lintas politik. Transpolitika atau perselingkuhan politik tersebut dimungkinkan karena longgarnya atau lenturnya batas-batas yang selama ini memisahkan berbagai segmentasi dunia kehidupan.
xxviii
DAFTAR SINGKATAN
APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Bawaslu
: Badan Pengawas Pemilu
BPS
: Badan Pusat Statistik
DKPP
: Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
DPRD
: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
IPTEK
: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
KPU
: Komisi Pemilihan Umum
LKPJ
: Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban
LPE
: Laju Pertumbuhan Ekonomi
MK
: Mahkamah Konstitusi
PAD
: Pendapatan Asli Daerah
Panwaslu
: Panitia Pengawas Pemilu
PDRB
: Pendapatan Domestik Regional Bruto
Pemilu
: Pemilihan Umum
Pemilukada
: Pemililihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Perppu
: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
PHPU
: Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
PN
: Pengadilan Negeri
PP
: Peraturan Pemerintah
PPK
: Panitia Pemilihan Kecamatan
PTUN
: Pengadilan Tata Usaha Negara
RPH
: Rapat Permusyawaratan Hakim
TI
: Teknologi Informasi xxix
TIK
: Teknologi Informasi dan Komuniksi
TPS
: Tempat Pemungutan Suara
UMKM
: Usaha Mikro Kecil dan Menengah
UUD NRI
: Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
UUD
: Undang-undang Dasar
xxx