Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Pada KEGIATAN PERLUASAN (PENCETAKAN) SAWAH DALAM PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2007-2009
Oleh: Tim Analisa BPK – Biro Analisa APBN & Iman Sugema
Pendahuluan Sektor pertanian masih memiliki potensi untuk ditingkatkan apabila berhasil menangani kendala-kendala seperti produktivitas, efisiensi usaha, konversi lahan pertanian, keterbatasan sarana dan prasarana pertanian, serta terbatasnya kredit dan infrastruktur pertanian. Selain kendala-kendala tersebut, pembangunan di sektor pertanian juga rentan terhadap perubahan dan dampak-dampak lingkungan yang terjadi seperti hujan asam (acid deposition) akibat pencemaran udara dan penurunan kualitas tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Sasaran akhir dari revitalisasi pertanian adalah tingkat pertumbuhan sektor pertanian rata-rata 3.52% per tahun dalam periode 2004 sampai dengan
2009 dan meningkatnya pendapatan serta kesejahteraan petani.
Kebijakan revitalisasi pertanian ditempuh dengan empat langkah pokok, yaitu a) peningkatan kemampuan petani dan penguatan lembaga pendukungnya; b) pengamanan ketahanan pangan; c) peningkatan produktivitas, produksi, daya saing, dan nilai tambah produk pertanian; serta d) pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha dan mendukung produksi pangan dengan tetap memperhatikan kesetaraan gender dan kepentingan pembangunan berkelanjutan. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Pertanian
2005-2009,
menargetkan
produksi padi meningkat dari 55.03 juta ton pada tahun 2005, menjadi 63.52 juta ton pada tahun 2009, atau rata-rata meningkat 3.51% per tahun. Salah satu misi Kementerian Pertanian adalah memfasilitasi terwujudnya ketahanan pangan melalui peningkatan produksi dan penganekaragaman konsumsi. Untuk itu, Kementerian Pertanian telah menetapkan tiga program utama, yaitu : 1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, 2) Program Pengembangan Agribisnis, dan 3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Program Peningkatan Ketahanan Pangan bertujuan untuk
memfasilitasi terjaminnya masyarakat
dalam memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat, dan halal. Program ini mempunyai sasaran sebagai berikut: 1)
Ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah 1
tangga yang cukup, aman, dan halal; 2) Meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat; serta 3)
Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi
masalah kerawanan pangan. Pelaksanaan Program Peningkatan Ketahanan Pangan ini dioperasionalkan dalam bentuk empat kegiatan pokok sebagai berikut: 1)
Peningkatan mutu intensifikasi yang
dilaksanakan dalam bentuk usaha peningkatan produktivitas melalui upaya penerapan teknologi tepat guna, peningkatan pengetahuan, dan keterampilan petani dalam rangka penerapan teknologi spesifik lokasi; 2)
Pengamanan produksi yang ditempuh melalui
penggunaan teknologi panen yang tepat, pengendalian organisme pengganggu tanaman, dan bantuan sarana produksi terutama benih pada petani yang lahannya mengalami puso; 3) Rehabilitasi/konservasi
lahan
dan
air
tanah
dilaksanakan
dalam
bentuk
upaya
perbaikan kualitas lahan kritis/marginal, pembuatan terasering, serta embung dan rorak/jebakan air; dan 4) Peluasan areal tanam (ekstensifikasi) yang dilaksanakan dalam bentuk pengairan serta perluasan baku lahan (perluasan sawah) yang ditargetkan 50 Ribu Ha per tahun dan peningkatan
indeks pertanaman melalui percepatan pengolahan
tanah, penggarapan lahan tidur, dan terlantar. Dengan demikian kegiatan perluasan sawah merupakan salah satu kegiatan pokok yang dimaksudkan untuk menjamin tersedianya pangan yang cukup setiap saat, sehat, dan halal. Perluasan sawah adalah suatu usaha penambahan baku lahan sawah pada berbagai tipologi lahan yang belum diusahakan untuk pertanian dengan system sawah seperti lahan irigasi, pasang surut dan tadah hujan. Perluasan sawah ini merupakan salah satu kegiatan pembukaan sawah baru dari beberapa kegiatan perluasan areal yang dilaksanakan oleh Ditjen PLA. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 20 ayat (4), BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan. BPK belum pernah melakukan pemeriksaan kinerja atas Kegiatan Perluasan (Pencetakan) Sawah dalam Program Peningkatan Ketahanan Pangan pada Ditjen PLA, Dinas Pertanian Provinsi/ Kabupaten/ Kota di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan sehingga tidak terdapat hasil pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya.
Pemeriksaan atas Kegiatan
Perluasan (Pencetakan) Sawah pada Program Peningkatan Ketahanan Pangan merupakan pemeriksaan kinerja dengan tujuan untuk menilai apakah kegiatan pencetakan sawah telah efektif mencapai target yang ditetapkan. 2
Hasil Pemeriksaan Pendanaan untuk Program Ketahanan Pangan yang terkait dengan Kegiatan Perluasan sawah bersumber dari APBN Bagian Anggaran 18 melalui DIPA Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan Kementerian Pertanian. Melalui Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga Kementerian Pertanian, kegiatan perluasan sawah tahun 2007 dialokasikan pada MAK Belanja Modal kemudian sejak tahun 2008 dialokasikan pada MAK Belanja Sosial.Ditjen PLA telah mengalokasikan anggaran perluasan sawah yaitu pada a) tahun 2007 senilai Rp140,92 miliar yang tersebar di 25 Provinsi dan 104 kabupaten; b) tahun 2008 senilai Rp238.16 miliar yang tersebar di 27 provinsi dan 126 kabupaten; dan c) tahun 2009 senilai Rp113.50 miliar yang tersebar di 27 provinsi dan 140 kabupaten. Perincian anggaran dan realisasi kegiatan perluasan sawah tahun 2007 s.d 2009 dapat digambarkan seperti pada Tabel 1. Ditjen PLA
menggunakan mekanisme
Dana Dekonsenrasi dan
Tugas
Pembantuan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur bahwa urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 menjelaskan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama, sedangkan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan diantaranya pada bidang pertanian dan ketahanan pangan.
Pembagian
urusan
pemerintahan
tersebut berdasarkan tiga kriteria, yaitu a) eksternalitas, b) akuntabilitas, dan c) efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Pelaksanaan kegiatan perluasan sawah untuk periode 2007 – 2009 tidak sepenuhnya mencapai target. Sesuai dengan RPJM Nasional 2004 – 2009 Pemerintah menargetkan perluasan sawah sebesar 50 ribu Ha per tahun. Dari target per tahun sebesar 50 ribu Ha tersebut, pada tahun 2007 yang ditetapkan sebagai sasaran yang diajukan anggarannya adalah seluas 18,444 ha dan direalisasikan seluas 15,479.8 ha (83.93%), tahun 2008 seluas 31,911 ha direalisasikan seluas 17,427 ha (54.61%) dan tahun 2009 seluas 14,480 ha sampai dengan 3
Oktober 2009 telah direalisasikan seluas 6,805.60 ha (47.00%). Rincian target dan realisasinya dapat dilihat pada Tabel 2. BPK RI melakukan pemeriksaan atas Kegiatan Perluasan sawah pada Program Peningkatan Ketahanan Pangan Tahun Anggaran 2007 s.d. 2009 pada Direktorat Jenderal Pengelolaan
Lahan
dan
Air,
Dinas
Pertanian
Provinsi/Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Alokasi anggaran, target, dan realisasi kegiatan Perluasan sawah yang dilaksanakan dilima kabupaten yang diperiksa di Provinsi Kalimantan Timur untuk tahun 2007 s.d. 2009 dapat dilihat pada Tabel 3 dan alokasi anggaran, target dan realisasi kegiatan perluasan sawah yang dilaksanakan di lima kabupaten yang diperiksa di Provinsi Kalimantan Selatan untuk tahun 2007 s.d. 2009 dapat dilihat pada Tabel 4. Pelaksanaan kegiatan konstruksi Perluasan sawah di Kalimantan Timur banyak dilakukan pada lahan rawa, bergambut tebal, mudah terbakar pada musim kemarau, dan mudah tergenang saat musim hujan, sehingga pelaksanaan kegiatan perluasan sawah sulit untuk dilakukan dan lambat atau tidak selesai. Pencairan dana dari KPPN ke Rekening Gapoktan dilakukan dengan menyertakan Rencana Usaha Kegiatan Kelompok Tani (RUKK) dan Surat Permohonan Pencairan dari Ketua Gapoktan dan pencairan dana dari rekening Gapoktan ke masing-masing petani dilakukan sesuai dengan prestasi pekerjaan dan rekomendasi PPK. Sarana dan prasarana pendukung berupa jalan dan irigasi membantu petani menjangkau lokasi dan memanfaatkan sawah yang dicetak untuk menanam padi sekaligus meningkatkan daya guna lahan. Untuk mendukung perluasan sawah di Kabupaten PPU, petani mendapatkan alokasi anggaran pengadaan saprotan yang bersumber dari APBN, dengan rincian Rp493 juta untuk tahun 2007, Rp287,5 juta untuk tahun 2008 dan sebagai paket kegiatan perluasan sawah (konstruksi dan saprotan) TA 2009 senilai Rp970 juta. Sedang untuk pengadaan saprotan di Kabupaten Paser dan Kutai Kertanegara dibiayai dengan menggunakan dana APBD. Untuk Kabupaten Kutai Timur, kegiatan perluasan sawah Tahun 2008 tidak disertai dengan bantuan saprotan sehingga hanya mengandalkan kesediaan dari petani. Sementara itu, sebagian lokasi kegiatan perluasan sawah di Provinsi Kalimantan Selatan banyak dilakukan di lahan rawa lebak yang selalu tergenang jika terjadi hujan sehingga menyulitkan
pelaksanaan
kegiatan
perluasan
sawah
dan
tidak
dapat
dimanfaatkan jika sudah selesai. Mengingat kondisi dan jenis lahan rawa lebak tersebut, pekerjaaan perluasan sawah hanya dapat dilakukan pada saat musim kemarau, bersamaan dengan musim tanam padi oleh para petani, sehingga sawah hasil cetak, baru dapat ditanami pada tahun berikutnya (T+1). Untuk Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada tahun 2008 4
s.d. 2009 memperoleh penghargaan dari Presiden atas tercapainya produksi hasil panen melebihi target. Hasil
pemeriksaan
BPK
RI
menyimpulkan
bahwa
pelaksanaan
kegiatan
perluasan sawah masih kurang efektif dalam mencapai target yang ditetapkan karena kelemahan kebijakan dan kelemahan dalam pelaksanaan kegiatan perluasan sawah, yang terbukti dari temuan signifikan, sebagai berikut : pertama pada aspek
Kelemahan
Kebijakan ditemukan : (1) Pedoman Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Ditjen PLA belum mengatur tentang pertanggungjawaban dana bantuan sosial yang sampai akhir tahun anggaran kegiatan di lapangan belum diselesaikan, mengakibatkan ketidakpastian bagi Gabungan Kelompok Tani dan para petugas di lapangan dalam penyelesaian kegiatan pencetakan sawah dan pemanfaatan serta pembelanjaan dana tugas pembantuan untuk pencetakan sawah tidak terkontrol dan rawan penyimpangan; dan (2) Standarisasi proposal usulan kegiatan perluasan sawah belum ditetapkan oleh Ditjen PLA mengakibatkan perencanaan kegiatan perluasan sawah kurang memadai sehingga pelaksanaan kegiatan pencetakan sawah menghadapi banyak kendala yang menghambat pencapaian target yang telah ditetapkan. Kedua, pada Kelemahan Pelaksanaan Kegiatan Perluasan Sawah ditemukan : (1) Pengalokasian dana tugas pembantuan untuk perluasan
sawah kurang
memperhatikan
pencapaian target kinerja pelaksanaan kegiatan perluasan sawah tahun sebelumnya, mengakibatkan pengalokasian anggaran tugas pembantuan untuk kegiatan perluasan sawah tidak sepenuhnya terserap yang lebih lanjut menghambat pencapaian target penambahan luas baku lahan. (2) Penunjukan lokasi perluasan sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah tidak didukung dengan Surat Keputusan dari Bupati, berisiko terjadinya
konflik status peruntukan atau penggunaan lahan yang
telah
dicetak, yang lebih lanjut dapat menghambat pencapaian target kegiatan perluasan sawah. (3) Pelaksanaan kegiatan Survei Investigasi dan Desain perluasan sawah oleh Dinas Pertanian Provinsi belum efektif untuk menentukan lokasi kegiatan pencetakan sawah, mengakibatkan terjadinya pemborosan keuangan negara atas pelaksanaan SID sebesar Rp 249.79 juta. (4) Kegiatan perluasan sawah seluas 50 Ha di Desa Tanjung Aru Kabupaten Paser berada di kawasan Cagar Alam Teluk Apar tidak memperhatikan strategi mitigasi dampak perubahan iklim, mengakibatkan kerusakan lingkungan kawasan Cagar Alam Teluk Apar
yang lebih lanjut dapat menimbulkan bencana alam di lingkungan sekitarnya. 5
(5) Kegiatan perluasan sawah seluas 405 Ha pada tiga kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur dan dua Kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan tidak berhasil, mengakibatkan tujuan dan sasaran kegiatan pencetakan sawah untuk menambah luas baku lahan tidak tercapai dan memboroskan keuangan negara sebesar Rp2.39 milyar . (6) Pengadaan Sarana Produksi Pertanian (saprotan) untuk kegiatan perluasan areal sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Balangan tidak efektif sehingga berpotensi terjadinya
pemborosan
keuangan
negara sebesar Rp197.1 juta dan menurunnya
daya tumbuh benih yang tidak segera dimanfaatkan. Ketiga, terdapat temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, yaitu pembayaran kontrak pekerjaan pencetakan sawah seluas 500 Ha di Kabupaten Berau kepada PT TSR melebihi prestasi pekerjaan sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1.02 milyar.
Catatan Kritis dan Rekomendasi Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (Ditjen PLA) Kementrian Pertanian, Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Timur dan Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Selatan belum efektif dalam melaksanakan kegiatan pencetakan/perluasan perbaikan. Ketidakefektifan kegiatan
areal persawahan dan masih perlu
pencetakan areal persawahan tersebut terlihat dari
adanya kelemahan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan sebagai berikut: (1). Kelemahan dalam kebijakan dan perencanaan antara lain yaitu standarisasi proposal usulan kegiatan perluasan sawah belum ditetapkan
oleh Ditjen PLA sehingga perencanaan kegiatan
perluasan sawah kurang memadai; (2). Kelemahan pelaksanaan kegiatan pencetakan sawah antara lain kegiatan survai/investigasi dan desain belum efektif untuk menentukan lokasi kegiatan pencetakan sawah, kegiatan perluasan sawah di Desa Tanjung Aru Kabupaten Paser berada di kawasan Cagar Alam Teluk Apar tidak memperhatikan strategi mitigasi dampak perubahan iklim, dan kegiatan perluasan sawah pada tiga kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur dan dua kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan tidak berhasil; dan (3). Terdapat kelebihan pembayaran atas pekerjaan pencetakan sawah di Kabupaten Berau senilai Rp1,01 miliar. Permasalahan tersebut disebabkan oleh diantaranya : (1).
Ditjen PLA belum
menetapkan kebijakan tentang standarisasi proposal kegiatan pengelolaan lahan dan air pada masing-masing Kabupaten/ Kota maupun Provinsi sesuai dengan standar teknis yang dibutuhkan khususnya pada kegiatan pencetakan sawah; dan (2). Bupati dan pejabat terkait 6
tidak cermat dalam menentukan lokasi pencetakan sawah, pengawasan dan pengendalian oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaksanaan cetak sawah termasuk survai/ investigasi dan desain masih lemah. Berdasarkan hal tersebut maka : pertama Kementrian Pertanian perlu menyusun standarisasi
penyusunan proposal
penetapan
kabupaten/kota
kegiatan PLA serta menetapkan kriteria baku pada
penerima
anggaran
pencetakan
sawah,
dengan
mempertimbangkan faktor teknis; dan Kedua, kementerian pertanian perlu berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri untuk: (1) meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan pencetakan sawah; (2) menghentikan kegiatan perluasan sawah yang berlokasi di kawasan Cagar Alam Teluk Apar dan memanfaatkan data dan informasi dari dinas dan atau badan terkait dalam menetapkan lokasi pencetakan sawah; dan (3) menegur pejabat terkait yang tidak mempedomani ketentuan dalam menetapkan lokasi kegiatan perluasan sawah. Tabel 1. Alokasi dan Realisasi Anggaran Kegiatan Perluasan sawah tahun 2007 - 2009 Tahun
Anggaran
Realisasi
Prosentase
2007
Rp 140.921.200.000,00
119,332,302,025.00
84.68%
2008
Rp 238.161.700.000,00
194,859,754,791.00
81.82%
2009 (Okt)
Rp 113,571,000,000.00
50,873,494,000.00
44.79%
Tabel 2. Pencapaian target kinerja kegiatan perluasan sawah periode 2007 – 2009 Tahun
Sasaran JML Provinsi
JML Kabupaten
Realisasi Luasan (ha)
JML Provinsi
JML Kabupaten
Luasan (ha)
Luasan (%)
2007
25
104
18.444,0
25
104
15.479,8
83,93%
2008
27
126
31.911,0
27
126
17.427,0
54,61%
2009(sd Oktober)
27
140
14.480,0
27
140
6.805,60
47,00%
7
Tabel 3. 2009
Luas dan Anggaran serta Realisasi Kegiatan Perluasan sawah Kabupaten Sampel di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2007 s.d. (dalam ribuan rupiah) Anggaran 2007
Kabupaten
Luas (Ha)
Realisasi 2007
Nilai* (Rp)
Anggaran 2008
Luas (Ha)
Nilai* (Rp)
Luas (Ha)
Nilai* (Rp)
Realisasi 2008 Luas (Ha)
Luas (Ha)
Nilai* (Rp)
Luas (Ha)
Nilai* (Rp)
100
970.000
70
970.000
150
1.455.000
250
2.425.000
200
1.940.000
200
1.905.662
115
1.115.500
80
1.115.500
Paser
100
970.000
100
970.000
700
5.040.000
379,5
1.463.941
Kutai Kartanegara
186
1.339.200
168
1.209.600
Kutai Timur
100
720.000
100
720.000
1.101
8.214.700
727,5
4.509.041
500
4.850.000
102
2.148.772
Total
800
5.820.000
402
5.024.434
Realisasi 2009
Nilai* (Rp)
Penajam Paser Utara
Berau
Anggaran 2009
0
70
0,00
970.000
Tabel 4. Luas dan Anggaran serta Realisasi Kegiatan Perluasan sawah Kabupaten Sampel di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2007 s.d. 2009 (dalam ribuan rupiah) Anggaran 2007 Kabupaten
Luas (Ha)
Nilai* (Rp)
Realisasi 2007 Luas (Ha)
Nilai* (Rp)
Anggaran 2008 Luas (Ha)
Nilai* (Rp)
Realisasi 2008 Luas (Ha)
Nilai* (Rp)
Anggaran 2009 Luas (Ha)
Nilai* (Rp)
Realisasi 2009 Luas (Ha)
Nilai* (Rp)
Hulu Sungai Utara
224
1.612.800
224
1.612.800
200
1.440.000
125
1.440.000
100
750.000
Hulu Sungai Tengah
200
1.440.000
172
1.336.608
100
720.000
100
720.000
100
750.000
100
750.000
Balangan
200
1.440.000
126
940.320
400
5.760.000
400
5.760.000
400
3.000.000
400
3.000.000
50
360.000
50
339.296
100
720.000
100
720.000
50
375.000
50
375.000
1.500
5.400.000
1500
5.400.000
2000
8.000.000
1.567
8.000.000
400
3.000.000
400
3.000.000
2.174
10.252.800
2072
9.629.024
2800
16.640.000
2.292
16.640.000
1.050
7.875.000
950
7.125.000
Banjarbaru Kotabaru Total
0
0
* Nilai Anggaran dan Realisasi Kegiatan dalam satuan ribuan rupiah
8