I R PR D EN TJ
BN
–
SE
Kebijakan Perhitungan dan Mekanisme Dana Bagi Hasil (DBH) dalam rangka Kebijakan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah :
AP
Ketentuan, Mekanisme dan Implementasi
BI R
O
AN
AL
IS A
AN G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
No. 12/Ref/B.AN/VI/2007
Daftar Isi
Latar Belakang Masalah Permasalahan Seputar Dana Bagi Hasil
R
I
Perkembangan Pendapatan Negara Pajak dan SDA sebagai Sumber dari Dana Bagi
D
PR
Hasil (DBH)
EN
Mekanisme Alokasi dan Penyaluran Dana Bagi Hasil
BI R
O
AN
AL
IS A
AN G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
AP
BN
Pembentukan Trust Fund bagi Pengelolaan Dana Bagi Hasil
–
Rekomendasi Mengatasi Keterlambatan Penyaluran DBH
SE
TJ
Analisis Mekanisme Alokasi dan Penyaluran DBA
1|Analisa Kebijakan Dana Bagi Hasil
Kebijakan Mekanisme Alokasi dan Penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) dalam rangka Kebijakan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah :
PR D
BN
–
SE
TJ
EN
Mekanisme penyaluran Dana Bagi Hasil antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah berdasarkan pada PP nomor 55 tahun 2005 ternyata menyimpan beberapa persoalan. Permasalahan yang sering muncul dalam mekanisme penyaluran/pencairan DBH PPh adalah praktek pembagian triwulanan yang tidak tepat waktu merupakan keluhan bagi daerah penerima DBH PPh.
R
I
Ketentuan Mekanisme dan Implementasi
KS AN AA N
AP
Latar Belakang Permasalahan
Sesuai amanat Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Perimbangan keuangan mengandung cakupan pengertian yang cukup luas, yaitu (i) bahwa pelaksanaan otonomi daerah ingin diwujudkan
PE
LA
dalam suatu bentuk keadilan horisontal maupun vertikal; dan (ii) berusaha mewujudkan tatanan penyelenggaraan pemerintahan (dari sisi keuangan) yang lebih baik menuju
D
AN
terwujudnya clean government dan good governance.
AN
Implementasi kebijakan perimbangan keuangan dilakukan melalui alokasi anggaran belanja
AR
untuk daerah dalam APBN, termasuk didalamnya dana perimbangan. Lebih lanjut dalam
AN G
G
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan dijelaskan bahwa dana perimbangan merupakan transfer dana yang bersumber dari APBN ke daerah, berupa
AL
IS A
dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK).
AN
Khusus mengenai Dana Bagi Hasil (DBH) dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka
O
persentase mengacu pada peraturan perundang-undangan. Alokasi DBH untuk daerah juga
BI R
berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai otonomi khusus. DBH dilaksanakan dengan prinsip menurut sumbernya, dalam arti bahwa bagian daerah atas penerimaan yang dibagihasilkan didasarkan atas daerah penghasil. Prinsip tersebut berlaku untuk semua komponen DBH, kecuali DBH perikanan yang dibagi sama rata ke seluruh kabupaten/kota. Selain itu, penyaluran DBH baik pajak maupun SDA dilakukan berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan.
2|Analisa Kebijakan Dana Bagi Hasil
Dalam APBN tahun 2007, kebijakan mengenai dana perimbangan khususnya DBH lebih dititikberatkan
pada
penyempurnaan
dan
percepatan
dalam
proses
perhitungan,
pengalokasian, dan penetapan dana bagi hasil ke daerah. Hal ini dilakukan agar penyaluran DBH ke daerah dapat dilakukan tepat waktu. Untuk mendukung kebijakan tersebut, pemerintah merencanakan untuk melakukan langkah-
R
I
langkah aktif dalam penyempurnaan proses dan mekanisme penyaluran DBH ke daerah,
PR
antara lain melalui peningkatan koordinasi antar departemen / instansi terkait serta
EN
D
peningkatan akurasi data oleh departemen/instansi terkait.
SE
TJ
Besarnya anggaran yang serahkan kepada daerah melalui Dana Perimbangan dalam APBN, serta keleluasaan penggunaannya oleh daerah, diharapkan dapat segera meningkatkan
BN
–
pelayanan kepada masyarakat, yang pada gilirannya akan memberikan dampak kepada
BI R
O
AN
AL
IS A
AN G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
AP
peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
3|Analisa Kebijakan Dana Bagi Hasil
Permasalahan Seputar Dana Bagi Hasil Setelah kurang lebih 6 (enam) tahun implementasi pendanaan otonomi daerah, mekanisme dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai sumber pendanaan dari
I
peraturan mengenai alokasi bagi
PR
R
pemerintah pusat masih dianggap belum begitu jelas dan transparan bagi sebagian besar
D
kalangan. Pada penjelasan penyampaian RAPBN Tahun 2007, Pemerintah mengakui
EN
mekanisme penyaluran Dana Bagi Hasil antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
TJ
berdasarkan pada PP nomor 55 tahun 2005 ternyata menyimpan beberapa persoalan. Sehingga
SE
Pemerintah merencanakan segera melakukan langkah-langkah aktif dalam penyempurnaan
–
proses dan mekanisme penyaluran DBH ke daerah, antara lain melalui peningkatan koordinasi
BN
antardepartemen/instansi terkait serta peningkatan akurasi data oleh departemen/instansi
AP
terkait.
KS AN AA N
Dalam rangka memperjelas pemahaman terhadap ketentuan perundang-undangan dan mekanisme terhadap proses pengalokasian Dana Bagi Hasil, dalam tulisan ini dilakukan analisis deskriptif dengan dengan menggali informasi dari berbagai dan implementasi pengalokasian
LA
Dana Bagi Hasil. Sehingga mampu memberikan kejelasan terhadap peraturan, mekanisme dan
BI R
O
AN
AL
IS A
AN G
G
AR
AN
D
AN
PE
implementasi
4|Analisa Kebijakan Dana Bagi Hasil
Perkembangan Pendapatan Negara Pajak dan SDA sebagai Sumber dari Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber dari dana bagi hasil (DBH) adalah pendapatan negara, baik dari perpajakan maupun
R
I
dari sumber daya alam (SDA), yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka
PR
persentase daerah tertentu. Besarnya realisasi penerimaan DBH oleh daerah-daerah
D
dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu :
EN
1. Realisasi kinerja penerimaan dalam negeri dalam APBN yang dibagi hasilkan.
SE
TJ
2. Ketentuan aturan perundang-undangan yang berlaku mengenai besarnya persentase
–
bagian daerah penghasil.
BN
Sesuai ketentuan terdapat beberapa penerimaan negara yang dapat dibagi hasilkan, antara
KS AN AA N
AP
lain : A. Dana Bagi Hasil Pajak 1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
PE
LA
3. PPh WPOPDN (Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri) dan PPh Pasal 21.
AN
B. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA), meliputi :
D
1. Sumber daya alam (SDA) minyak bumi,
AN
2. Sumber daya alam (SDA) gas alam,
AR
3. Sumber daya alam (SDA) pertambangan umum,
AN G
G
4. Sumber daya alam (SDA) kehutanan, 5. Sumber daya alam (SDA),
IS A
( sejak tahun 2006 mencakup pula dana reboisasi , yang sebelumnya merupakan
AL
komponen dari DAK ),
BI R
O
AN
6. Sumber daya alam (SDA) perikanan.
5|Analisa Kebijakan Dana Bagi Hasil
Mekanisme Alokasi dan Penyaluran Dana Bagi Hasil Alokasi dana bagi hasil telah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 pasal 28. Penghitungan realisasi dana bagi hasil dilakukan secara triwulanan melalui mekanisme rekonsiliasi data antara pemerintah pusat dan daerah penghasil kecuali dana
PR
R
I
bagi hasil sumber daya alam perikanan.
TJ
EN
D
Dana Bagi Hasil Pajak
–
SE
A. DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
BN
Hasil penerimaan PBB dibagi untuk Pemerintah Pusat dan Daerah dengan imbangan
AP
sebagai berikut : 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk Daerah. DBH PBB untuk
KS AN AA N
daerah sebesar 90% dibagi dengan rincian sebagai berikut: 16,2% untuk Propinsi, 64,8% untuk Kabupaten/ Kota yang bersangkutan, 9% untuk Biaya Pemungutan. Bagian Pemerintah sebesar 10% dibagikan lagi kepada seluruh Daerah Kabupaten/Kota
LA
dengan perincian sebagai berikut :
PE
1. 6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh Daerah Kabupaten/Kota.
AN
2. 3,5% dibagikan sebagai insentif kepada Daerah Kabupaten/Kota yang realisasi
D
Penerimaan PBB sektor pedesaan dan perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya
AR
AN
mencapai/ melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.
AN G
G
Penetapan Alokasi DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
IS A
Penetapan pengalokasian DBH PBB dilakukan berdasarkan rencana penerimaan PBB
AL
tahun anggaran bersangkutan, dan sesuai ketentuan dilakukan selanmbat-lambatnya 2
AN
(dua) bulan sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan.
BI R
O
Penyaluran Alokasi DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
1. DBH PBB disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. 2. Penyaluran DBH PBB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan. 3. Penyaluran DBH PBB yang merupakan bagian daerah dilaksanakan secara mingguan.
6|Analisa Kebijakan Dana Bagi Hasil
4. Penyaluran DBH PBB Bagian Pemerintah yang dibagikan lagi kepada Kabupaten/Kota dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan. 5. Penyaluran DBH PBB Bagian Pemerintah yang dibagikan lagi sebagai insentif kepada kabupaten dan/kota yang realisasi penerimaan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan
I
pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang
D
PR
R
ditetapkan dilaksanakan dalam Bulan November
TJ
EN
B. Dana Bagi Hasil BPHTB
SE
Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan imbangan : Pemerintah Pusat sebesar 20%,
–
Bagian Pemerintah sebesar 20% (dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh
AP
KS AN AA N
Provinsi sebesar 16% dan Kabupaten/Kota sebesar 64%.
BN
kabupaten dan kota), Pemerintah Daerah sebesar 80% yang di bagi dengan imbangan :
Penetapan Alokasi DBH BPHTB
Penetapan berdasarkan rencana penerimaan BPHTB tahun anggaran bersangkutan, dan
AN
D
Penyaluran Alokasi DBH BPHTB
AN
PE
LA
dilakukan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan.
AR
1. DBH BPHTB disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum
G
Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.
AN G
2. Penyaluran DBH BPHTB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan.
IS A
3. Penyaluran DBH BPHTB yang merupakan bagian daerah dilaksanakan secara
AL
mingguan.
AN
4. Penyaluran
DBH
BPHTB
Bagian
Pemerintah
yang
dibagikan
lagi kepada
BI R
O
Kabupaten/Kota dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan.
C. Dana Bagi Hasil PPh WPOPDN (Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri) dan PPh Pasal 21.
7|Analisa Kebijakan Dana Bagi Hasil
Hasil penerimaan PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagi untuk Pemerintah Pusat dan Daerah dengan imbangan sebagai berikut : 80% untuk Pemerintah Pusat, 20% untuk Daerah, dengan rincian : 8% untuk Provinsi , 12% untuk Kabupaten Kota .
R
PR
Alokasi DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 untuk masing-masing daerah terdiri atas:
I
Penetapan Alokasi
D
1. Alokasi Sementara yang ditetapkan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun
EN
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan, dengan didasarkan atas rencana
TJ
penerimaan DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21.
SE
2. Alokasi Definitif yang ditetapkan paling lambat pada bulan pertama triwulan keempat
–
tahun anggaran berjalan dengan didasarkan atas prognosa realisasi penerimaan DBH
AP
BN
PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21.
KS AN AA N
Penyaluran Alokasi
Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dilaksanakan berdasarkan prognosa
LA
realisasi penerimaan PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 tahun anggaran berjalan.
PE
Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dilaksanakan secara triwulanan, dengan
D
AN
perincian sebagai berikut:
AN
1. Penyaluran triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga masing-masing sebesar
AR
20% (dua puluh persen) dari alokasi sementara.
G
2. Penyaluran triwulan keempat didasarkan pada selisih antara Pembagian Alokasi
AN G
Definitif sdengan jumlah dana yang telah dicairkan selama triwulan pertama sampai
IS A
dengan triwulan ketiga.
O
AN
AL
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA)
BI R
Penerimaan Negara dari Sumber Daya Alam (SDA) yang dibagi hasilkan kepada Pemerintah Daerah adalah : 1) Sektor Kehutanan 2) Sektor Pertambangan Umum 3) Sektor Perikanan 4) Sektor Pertambangan Minyak Bumi 5) Sektor Pertambangan Gas Bumi 6) Sektor Pertambangan Panas Bumi 8|Analisa Kebijakan Dana Bagi Hasil
Penerimaan Negara dari Sektor Kehutanan yang dibagi hasilkan kepada Pemerintah Daerah adalah: Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH);
–
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH);
–
Dana Reboisasi.
I
–
PR
R
Penerimaan Negara dari IIUPH dialokasikan kepada Pemerintah Daerah sebesar 80% dan
D
kepada pemerintah Pusat sebesar 20 %.
16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;
–
64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota
SE
TJ
–
EN
Bagian Daerah dari IIUPH dibagi :
–
Penerimaan Negara dari PSDH dialokasikan kepada Pemerintah Daerah sebesar 80% dan
BN
kepada pemerintah Pusat sebesar 20 %.
AP
Bagian Daerah dari PSDH dibagi :
16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;
–
32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil;
–
32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
KS AN AA N
–
PE
LA
yang bersangkutan.
AN
Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi setelah dikurangi komponen pajak dan
84,5% untuk Pemerintah.
–
15,5% untuk Daerah.
G
AR
AN
–
D
pungutan lainnya, dibagi dengan imbangan:
AN G
Penerimaan Pertambangan Gas Bumi setelah dikurangi komponen Dasar hukum,
IS A
prosedur dan mekanisme bagi hasil Hasil PPh WPOPDN (Wajib Pajak Orang Pribadi
AL
Dalam Negeri) dan PPh Pasal 21 , antara lain :
AN
1. Pasal 31 C UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17
BI R
O
Tahun 2000 (UU PPh)
2. PP No. 115 Tahun 2000 3. KMK No. 6/ KMK.04/ 2001
pajak dan pungutan lainnya, dibagi dengan imbangan: –
69,5% untuk Pemerintah (mulai TA. 2009)
–
30,5% untuk Daerah (mulai TA. 2009)
9|Analisa Kebijakan Dana Bagi Hasil
Penerimaan Pertambangan Panas Bumi merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terdiri atas Setoran Bagian Pemerintah dan Iuran tetap dan iuran produksi. Penerimaan Pertambangan Panas Bumi setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dibagi dengan imbangan: 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah.
–
80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.
PR
R
I
–
EN
D
Tahapan Penetapan Dana Bagian Daerah dari SDA
TJ
1. Menteri teknis menetapkan daerah penghasil dan dasar penghitungan DBH Sumber
SE
Daya Alam paling lambat 60 hari sebelum tahun anggaran bersangkutan
–
dilaksanakan setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri.
BN
2. Ketetapan menteri teknis tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan.
AP
3. Menteri Keuangan menetapkan perkiraan alokasi DBH Sumber Daya Alam untuk
KS AN AA N
masing-masing daerah paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya ketetapan dari menteri teknis.
4. Apabila Sumber daya alam berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada
LA
lebih dari satu daerah, Menteri Dalam Negeri menetapkan daerah penghasil sumber
PE
daya alam berdasarkan pertimbangan menteri teknis terkait paling lambat 60 hari
AN
setelah diterimanya usulan pertimbangan dari menteri teknis.
AN
alam oleh menteri teknis.
D
5. Ketetapan Menteri Dalam Negeri menjadi dasar penghitungan DBH sumber daya
AR
6. Perkiraan alokasi DBH Sumber Daya Alam untuk masing-masing Daerah ditetapkan
AN G
G
paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah menerima ketetapan dari menteri teknis.
IS A
Penyaluran DBH Sumber Daya Alam
AL
1. Berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan.
AN
2. Dilaksanakan secara triwulanan.
Umum Daerah.
BI R
O
3. Dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas
4. Penyaluran DBH Pertambangan Minyak Bumi dan Pertambangan Gas Bumi ke daerah dilakukan dengan menggunakan asumsi dasar harga minyak bumi tidak melebihi 130% dari penetapan dalam APBN tahun berjalan. 5. Apabila asumsi dasar harga minyak bumi yang ditetapkan dalam APBN Perubahan melebihi 130% (seratus tiga puluh persen), selisih penerimaan negara dari minyak
10 | A n a l i s a K e b i j a k a n D a n a B a g i H a s i l
bumi dan gas bumi sebagai dampak dari kelebihan dimaksud dialokasikan dengan
BI R
O
AN
AL
IS A
AN G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
menggunakan formula DAU.
11 | A n a l i s a K e b i j a k a n D a n a B a g i H a s i l
Analisis Mekanisme Alokasi dan Penyaluran DBA Terdapat
beberapa
permasalahan
yang
sering
muncul
dalam
mekanisme
penyaluran/pencairan DBH, misalnya untuk DBH PPh adalah praktek pembagian triwulanan
R
PR
dibayarkanpun masih muncul persoalan yaitu kelebihan pembayaran untuk suatu daerah.
I
yang tidak tepat waktu. Ini merupakan keluhan bagi daerah penerima DBH PPh. Dan setelah
D
Ini terjadi karena penetapan alokasi sementara yang berdasarkan prognosa
EN
penerimaan PPh lebih tinggi dari alokasi definitif yang berdasarkan realisasi
TJ
penerimaan PPh sesungguhnya.
SE
Demikian juga proses penyaluran DBH SDA, adanya keterlambatan atas penyaluran dalam
–
setiap triwulannya sehingga mengganggu sistem perencanaan pembangunan di daerah.
BN
Keterlambatan mekanisme penyaluran/pencairan DBH SDA tersebut disebabkan oleh
AP
terhambatnya proses rekonsiliasi dan verifikasi data realisasi setoran/penerimaan dari
KS AN AA N
masing-masing perusahaan wajib setor.
Selama ini banyak perusahaan yang tidak lengkap mengisi berbagai kode anggaran pada
LA
Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), seperti kode Mata Anggaran Penerimaan (MAP) dan
PE
kode daerah kabupaten/kota padahal kode tersebut sangat diperlukan dalam menentukan
D
AN
daerah penghasil.
AN
Selain penyaluran ke daerah yang tidak on time. model serta mekanisme bagi hasil SDA
AR
dianggap tidak transparan. Sehingga Daerah tidak dapat mengetahui bagaimana mekanisme
AN G
G
produksi, biaya produksi dan penjualan dari hasil sumber daya alam.
AL
IS A
Rekomendasi Mengatasi Keterlambatan Penyaluran DBH
AN
Untuk mengatasi persoalan keterlambatan penyaluran DBH Pajak, terdapat beberapa solusi
O
dalam mekanisme penyaluran DBH agar tepat waktu, transparan, sederhana, dan akuntable.
BI R
Agar pembagian dan penyaluran DBH PPh pasal 21 dan PPh pasal 25/29 WPOPDN bagian pemerintah daerah tidak mengalami keterlambatan, dapat dipergunakan konsep pembagian dan penyaluran DBH PPh seperti halnya penyaluran DBH PBB dan BPHTB bagian pemerintah daerah yang selama ini cukup berhasil, yaitu melalui Bank Operasional. Pembagian dan pencairan / penyaluran DBH PPh dengan model atau mekanisme pencairan/penyaluran secara bulanan berdasarkan realisasi pada bulan berkenaan. Penerimaan atau setoran PPh dapat ditampung dalam satu rekening pada Bank Operasional
12 | A n a l i s a K e b i j a k a n D a n a B a g i H a s i l
masing-masing KPPN. Untuk DBH PPh pasal 21 yang bersifat free restitution dapat langsung dibagikan kepada daerah di akhir bulan. Khusus DBH PPh pasal 25/29 WPOPDN, karena masih ada kemungkinan terjadinya restitusi kepada wajib pajak maka saldo rekening Bank Operasional sebagai nilai nominal bagian daerah yang dapat langsung dibagikan kepada
I
daerah penerima DBH sekaligus pembagian porsi pusat.
PR
R
JIka melihat alur proses yang dijalankan, mekanisme ini diharapkan dapat memperpendek
D
jalur penyaluran juga mempercepat proses penyaluran ke masing-masing rekening kas
EN
daerah bersangkutan sehingga daerah dapat menerima DBH PPh tepat waktu serta
TJ
menghindari adanya kelebihan bayar sebagaimana saat ini lazim terjadi bagi daerah-daerah
–
SE
yang alokasi definitifnya lebih rendah dari alokasi sementaranya.
BN
Sementara untuk penyempurnaan penyaluran DBH SDA, perlu penyederhanaan dan
AP
pembakuan format setoran PNBP SDA yang berbeda dengan format SSBP yang berlaku
KS AN AA N
pada umumnya. Format tersebut telah mencantumkan secara baku misalnya kode MAP dan kode kabupaten/kota penghasil. Sehingga pengusaha wajib setor hanya perlu mengisi nilai setoran dan nama perusahaan penyetor. Cara ini akan memudahkan dalam melakukan
LA
rekonsiliasi dan verifikasi. Untuk melaksanakan konsep tersebut perlu komitmen bersama
PE
dari instansi terkait sehingga tidak terjadi lagi keterlambatan dan kerugian bagi pemerintah
BI R
O
AN
AL
IS A
AN G
G
AR
AN
D
AN
daerah.
13 | A n a l i s a K e b i j a k a n D a n a B a g i H a s i l
Pembentukan Trust Fund bagi Pengelolaan Dana Bagi Hasil Sedikit melebar dari pembahasan mengenai mekanisme alokasi dan penyaluran DBH, beberapa waktu lalu pemerintah menjajaki pembentukan trust fund di daerah untuk
R
I
dimanfaatkan pemda dalam menyimpan dana bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam.
PR
Seperti diketahui hingga saat ini pemerintah belum memiliki peraturan khusus yang
D
mengharuskan pemerintah daerah memiliki institusi atau rekening trust fund. Padahal seperti
EN
banyak kalangan berpendapat pembentukan institusi atau rekening trust fund di daerah akan
TJ
membantu pemda mengelola keuangan untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.
SE
Keberadaan lembaga ini diharapkan dapat mengurangi kerugiann generasi mendatang
BN
–
sebagai pihak yang menanggung konsekuensi dari semua kebijakan pemerintah saat ini-
AP
memiliki cadangan dana untuk melanjutkan pembangunan. Apalagi jika sumber daya alam (SDA) yang telah dieksploitasi pemerintah saat ini bersifat tidak bisa diperbarui. Dengan
KS AN AA N
begitu, lanjutnya, meski sebagian besar SDA, khususnya yang tidak dapat diperbaharui sudah habis dieksploitasi, generasi mendatang masih memiliki cadangan dana untuk dimanfaatkan dalam melanjutkan pembangunan.
LA
Dengan keberadaan trust fund, dana bagi hasil pemerintah pusat dan daerah dari SDA
PE
dapat diatur tujuan, jangka waktu, pengelolaan bunga dan penggunaan dananya oleh
AN
Pemda.
D
Selain itu, dana yang disimpan pada trust fund diharapkan efektif mengatasi penumpukan
AN
anggaran pemerintah daerah yang berasal dari dana bagi hasil SDA yang disimpan dengan
AN G
G
AR
instrumen SBI .
BI R
O
AN
AL
IS A
Langkah positif Menanggapi hal ini, Presdir Indef M. Fadhil Hasan menilai kebijakan menerapkan trust fund merupakan langkah positif guna menjamin kesinambungan pembangunan. Namun, sebaiknya dilengkapi dengan dukungan dalam bentuk insentif. Langkah ini akan diperlukan pemda agar alokasi sebagian dana bagi hasil dalam trust fund tidak justru mengurangi anggaran pembangunan sekarang. Fadhil berpendapat jika pemda mengurangi anggaran pembangunan saat ini, untuk disimpan sebagian bagi generasi mendatang, justru akan mengurangi kualitas pembangunan sekarang. "Baik sekali penerapan trust fund ini, tapi sebaiknya dilengkapi dengan formulasi insentif agar tidak mengganggu anggaran daerah saat ini." Bisnis-Indonesia, 18 Januari 2007
14 | A n a l i s a K e b i j a k a n D a n a B a g i H a s i l
Referensi 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 2. UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah
R
I
diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994
PR
3. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah
D
4. UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah
EN
diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994
TJ
5. Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 2000 tanggal 10 Maret 2000) tentang
SE
Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat dan Daerah
BN
–
6. Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 2000 tanggal 10 Maret 2000) tentang
AP
Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat dan Daerah 7. PP Nomor 114 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan
KS AN AA N
Pemerintah Pusat dan Daerah.
BPHTB antara
8. KMK No. 82/KMK.04/2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat dan Daerah
LA
9. KMK Nomor 519/KMK.04/2000 tentang Tata cara Pembagian Hasil Penerimaan
BI R
O
AN
AL
IS A
AN G
G
AR
AN
D
AN
PE
BPHTB antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
15 | A n a l i s a K e b i j a k a n D a n a B a g i H a s i l
I R PR D EN TJ SE – BN AP KS AN AA N LA
BI R
O
AN
AL
IS A
AN G
G
AR
AN
D
AN
PE
This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.