INEFISIENSI BBM
PR
R
I
Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah untuk mengajukan Rancangan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012, akibat akibat berubahnya asumsi harga minyak Indonesia dari US$90,0 menjadi US$105,0 per barel.
Data Produksi BBM
TJ
I.
SE
Pemulihan pertumbuhan ekonomi dunia Peningkatan permintaan minyak dunia Terjadinya cuaca ekstrem di beberapa belahan dunia Ketegangan politik di beberapa negara kawasan Timur Tengah
KS AN AA N
AP
BN
–
1. 2. 3. 4.
EN
D
Faktor-faktor yang diprediksi menjadi pemicu kenaikan harga minyak pada tahun 2012, antara lain :
PE
LA
Produksi BBM dalam negeri dalam periode tahun 2005 – 2010, hanya meningkat sebesar 9% yaitu dari 11,29 juta kiloliter pada tahun 2005, menjadi sebesar 12,27 juta kiloliter pada tahun 2010. Hal ini tidak sejalan dengan meningkatnya kebutuhan/konsumsi dalam negeri yang meningkat sebesar 46% dalam kurun waktu yang sama. Sebagai akibatnya impor BBM jenis premium meningkat drastis sebesar 101% dari 6,20 juta kiloliter di tahun 2005 menjadi sebesar 12,43 juta kiloliter.
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
Sebagaimana terlihat dari tabel di bawah iini, ni, dalam periode tahun 2005-2009, Indonesia masih mengalami surplus premium, namun posisi ini berubah mulai tahun 2010, dimana porsi impor premium sudah melampaui jumlah produksinya.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 1
Tabel 1. Data produksi, impor dan konsumsi BBM Bersubsidi Premium Produksi
Minyak Tanah
Impor
Konsumsi
Produksi
Impor
Konsumsi
ribu barel ribu kl ribu barel ribu kl ribu barel ribu kl ribu barel ribu kl ribu barel ribu kl ribu barel ribu kl 71.013
11.290
39.009
6.202
101.867
16.196
53.721
8.541
16.379
2.604
67.395
10.715
2006
70.200
11.161
36.739
5.841
99.458
15.813
55.679
8.852
5.416
861
59.412
9.446
2007
71.337
11.342
44.463
7.069
105.940
16.843
51.934
8.257
6.793
1.080
58.672
9.328
2008
72.404
11.511
53.916
8.572
114.796
18.251
48.031
7.636
2.095
333
46.836
2009
74.751
11.884
64.552
10.263
129.255
20.550
29.476
4.686
0
0
28.332
2010
77.174
12.270
78.226
12.437
148.575
23.622
18.089
2.876
0
0
18.093
PR
R
I
2005
4.504 2.877
SE
TJ
EN
D
7.446
Solar
ribu kl
ribu barel
ribu kl
ribu barel
ribu kl
2005
94.633
15.045
91.014
14.470
175.518
27.905
2006
90.813
14.438
68.219
10.846
164.656
26.178
2007
82.138
13.059
77.786
12.367
166.448
2008
92.813
14.756
77.264
12.284
175.148
2009
101.728
16.173
53.495
8.505
173.134
2010
111.499
17.727
52.916
8.413
174.669
KS AN AA N
ribu barel
–
Konsumsi
BN
Impor
AP
Produksi
26.463 27.846
27.526
LA
27.770
PE
Sumber: Statistik Minyak Bumi – Kementerian ESDM (data diolah)
Tahun
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
Hal-hal yang menyebabkan ketergantungan yang besar terhadap impor BBM jenis premium ini antara lain : 1. Kecenderungan lifting minyak Indonesia yang menurun dalam periode tahun 2005 – 2011, menyebabkan adanya peningkatan impor (khususnya untuk BBM bersubsidi jenis premium). Realisasi lifting minyak mentah Indonesia periode 2005-2011 rata-rata mencapai 97% dari yang disepakati dalam pagu APBN, namun demikian kecenderungannya semakin menurun. Beberapa factor yang menyebabkan penurunan lifting ini antara lain kondisi sumur minyak yang sudah cukup tua. Tabel 2. Data Lifting dan Harga ICP
2005 2006 2007 2008 2009 2010 *) 2011 2012 *) NK APBN 2012
Produksi (juta barel per hari) APBN Realisasi 1.075 999 1.000 959 950 889 927 931 960 944 965 954 945 945 **) 950 930
Harga (US$/Barrel) APBN Realisasi 54.0 51,8 64.0 63,8 60.0 69,7 95.0 97,0 61.0 61,6 80.0 79,4 95.0 80,0 **) 90.0 105.0
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 2
**)
RAPBN-P
Sumber : APBN 2005-2011 (diolah)
EN
TJ
KAPASITAS (mbsd)
170 118 348 260 125 10 3,8 1034,8
SE – BN AP
NAMA UNIT Refinery Unit II –RU II Refinery Unit II –RU III Refinery Unit IV –RU IV Refinery Unit V –RU V Refinery Unit VI –RU VI Refinery Unit VII –RU VII Migas TOTAL
KS AN AA N
LOKASI Dumai Plaju Cilacap Balikpapan Balongan Kasim Cepu
D
Tabel 3. Lokasi dan Kapasitas Kilang Dit. Pengolahan PT Pertamina (Persero)
PR
R
I
2. Saat ini di Indonesia terdapat 7 (tujuh) kilang minyak yang dimiliki PT Pertamina (Persero) dan 1 (satu) kilang yang dimiliki badan usaha swasta yaitu PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang berlokasi di Tuban dengan kapasitas 100 ribu barel per hari (bahan baku kondensat). Total kapasitas terpasang kilang minyak bumi PT. PERTAMINA (Persero) saat ini mencapai sekitar 1.038 juta barel per hari yang digunakan untuk mengolah minyak bumi produksi dalam negeri maupun impor untuk menghasilkan berbagai produk BBM dan non BBM.
PE
LA
Sumber: Dit. Pengolahan PT Pertamina - Materi Presentasi “Kegiatan Operasi Kilang Pengolahan” pada Workshop Wartawan ESDM 21 Januari 2011
AN
Catatan:
AR
AN
D
Refinery Unit I-RU I Pangkalan Brandan, Sumatera Utara dengan kapasitas 4,5 ribu barel/hari sudah tidak beroperasi sejak 2007.
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
Selama 15 tahun terakhir ini, Pertamina memang belum membangun kilang BBM baru. Akibatnya, kapasitas produksi BBM stagnan, sedangkan kebutuhan setiap tahun terus meningkat. Sejauh ini, Indonesia belum memiliki kilang BBM baru, sehingga kapasitas BBM tak juga bertambah. Hal ini yang menyebabkan Indonesia harus mengimpor 300-400 ribu barel BBM tiap hari. Pembangunan kilang BBM terakhir di Indonesia adalah Kilang Balongan pada 1990-an.1
1
http://ekbis.rakyatmerdekaonline.com/read/2011/12/12/48668/Laba-Pertamina-Bisa-Buat-Bangun-KilangMinyak-BaruBiro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 3
II. Langkah-langkah untuk mengurangi ketergantungan impor BBM
R
I
1. Perlunya memperbaiki mekanisme bagi hasil produksi minyak antara pemerintah dengan kontraktor. Porsi pembagian yang berlaku saat ini adalah 85% bagian pemerintah dan 15% bagian kontraktor. Namun pada pelaksanaannya, porsi bagi hasil diperhitungkan setelah hasil produksi minyak mentah dikurangi cost recovery oleh kontraktor.
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
Dengan demikian bagian pemerintah atas minyak mentah yang diterima bisa lebih kecil dibandingkan dengan total produksi minyak sebelum dikurangi cost recovery. Untuk itu perlu dipertimbangkan untuk mengganti cost recovery dalam bentuk uang tunai, dan bukan dalam bentuk minyak mentah, untuk memperbesar jumlah minyak mentah bagian pemerintah, yang dapat diolah oleh PT. Pertamina (Persero). Dengan demikian, hal ini akan menambah pasokan produksi BBM di dalam negeri.
PE
LA
KS AN AA N
AP
2. Pembangunan kilang di Indonesia saat ini sudah mendesak. Kebutuhan BBM nasional saat ini telah mencapai 56 juta kiloliter per tahun, sedangkan kapasitas kilang Pertamina hanya mampu memproduksi 41 juta kiloliter per tahun yang terdiri dari premium 12 juta KL, solar 18,35 juta KL, kerosin atau minyak tanah 7 juta KL, dan avtur 3,3 juta KL. Sedangkang kebutuhan BBM nasional saat ini mencapai 56 juta KL per tahun dengan pertumbuhan laju konsumsi 6 persen per tahun. Produksi premium saat ini baru mampu memenuhi kebutuhan nasional sebesar 54 persen, solar 86 persen, dan avtur 100 persen. 2
AR
AN
D
AN
Selama 15 tahun terakhir, Indonesia belum membangun kilang BBM baru sehingga kapasitas kilang BBM tak bertambah. Pembangunan kilang terakhir di Indonesia adalah Kilang Balongan sejak 1994 lalu. Sementara untuk kilang-kilang lainnya, sudah cukup tua karena dibangun tahun 1970-an.
IS A
AN
G
G
Mengingat ketatnya kompetisi berbagai negara dalam menarik investasi kilang dari sumbersumber pendanaan luar negeri, perlu diciptakan iklim investasi yang lebih kondusif termasuk kepastian tata ruang lokasi kilang, simplifikasi perijinan, kepastian regulasi dan pemberian insentif fiskal dan non fiskal.
BI R
O
AN
AL
3. Melakukan pengawasan yang ketat terhadap distribusi BBM bersubsidi. Audit BPK yang dilakukan pada 2001 hingga 2008 berhasil mengoreksi besaran subsidi BBM yang diajukan Pertamina sebesar Rp 18,3 trilyun. Koreksi atas pengajuan subsidi oleh perusahaan pelat merah itu, menurut BPK, berpotensi merugikan negara. Nilai koreksi BPK itu jauh lebih besar dibandingkan dengan proyeksi penghematan yang ditargetkan pemerintah dalam program pengendalian konsumsi BBM bersubsidi. Disamping itu, pengawasan yang ketat juga perlu dilakukan terhadap komponen-komponen biaya yang tidak relevan untuk dimasukkan ke dalam komponen cost recovery. Meskipun pemerintah telah menerbitkan PP No.79/2010 tentang cost recovery dengan menambahkan
2
http://bisnis.vivanews.com/news/read/275522-pembangunan-kilang-bbm-mendesak Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 4
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
jenis-jenis biaya yang tidak boleh dimasukkan dalam komponen cost recovery, namun pengawasan yang ketat perlu tetap dilakukan. 4. Efisiensi biaya produksi pembangkit PT PLN. 3 Inefisiensi biaya produksi PT. PLN memiliki dampak yang signifikan terhadap kenaikan alokasi subsidi energi. Meskipun jumlah unit pembangkit milik PLN yang berbahan bakar gas dan/ atau campuran gas dengan minyak tidak besar, namun praktik penggunaannya berpengaruh dominan terhadap ketidakhematan biaya operasi PLN. Untuk PLTGU, dioperasikan dengan menggunakan minyak disamping gas sebagai bahan bakarnya, namun dalam praktiknya lebih banyak menggunakan minyak karena ketersediaan gas sangat minim. Demikian juga halnya dengan PLTG. Hal itu membawa konsekuensi membengkaknya biaya produksi PLN. Dari perhitungan simulasi diketahui biaya produksi dengan menggunakan gas hanya sekitar 52,8% dari biaya produksi dengan menggunakan minyak. Dengan demikian apabila produksi menggunakan gas terdapat penghematan sebesar Rp27,03 triliun.
BN
Tabel 6. Perbandingan Biaya Produksi Pembangkit Memakai Minyak dan Gas
AP
Perhitungan biaya produksi
Memakai minyak Biaya Operasi Rp.2.696,52 / Kwh
KS AN AA N
Asumsi : Beroperasi 80% waktu dalam 1 tahun, dan 10 jam kerja dalam 1 Hari Memakai gas
Rp.1.422,71/KWH
7.370 MW
Bi. produksi 1
= 0,8 X 360 X 10 X 2.696,52 X 7370 X
= 0,8X 360 X 10 X 1.422,71 X 7.370 X
Tahun
1000
1000
D
AN
PE
LA
Daya
= 30,198 Triliun
AN
= 57,235 triliun
7.370 MW
G
AR
Sumber : Permasalahan Sektor Ketenagalistrikan, Ahmad Daryoko
AN
G
III. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Negara
BI R
O
AN
AL
IS A
Alokasi Subsidi Energi (subsidi BBM dan listrik) selama tahun 2005-2011, telah mengambil porsi rata-rata sebesar 21% dari alokasi Belanja Negara. Sementara subsidi BBM sendiri telah mengambil porsi sebesar 10% dari total belanja negara dalam kurun waktu yang sama. Meningkatnya alokasi subsidi energi ini merupakan salah satu faktor penyebab semakin melebarnya defisit APBN. Bila dilihat dari postur APBN secara keseluruhan, upaya untuk menutupi defisit APBN dapat dilakukan melalui optimalisasi pendapatan negara atau melakukan pembenahan terhadap komponen-komponen yang menyebabkan meningkatnya alokasi subsidi energi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan tax ratio. Tax ratio merupakan salah satu indikator kinerja penerimaan pajak. Formula tax ratio adalah sebagai berikut :
3
“Dukungan Pemerintah thd PT PLN (Persero)”, Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN, 2012 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 5
Tax Ratio=
Total Penerimaan Perpajakan Produk Domestik Bruto
SE
Beberapa potensi pajak yang dapat meningkatkan tax ratio antara lain :
TJ
EN
D
PR
R
I
Tax ratio kita pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 12,4 persen terhadap PDB. Tax ratio 2010 ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 12 persen, tetapi lebih rendah dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 13,3 persen. Masih rendahnya tax ratio ini tentunya menjadi catatan tersendiri, karena pada 2007, pemerintah pernah membuat target tax ratio akhir 2009 mencapai 16 persen. Sayangnya, pada 2009 justru terjadi krisis, yang tentunya akan bertentangan dengan semangat menggenjot pertumbuhan ekonomi, bila pajak harus pula digenjot. 4
KS AN AA N
AP
BN
–
a. Angka pengangguran menurun, peningkatan jumlah angkatan kerja dan peningkatan nilai aset yang dimiliki oleh 40 orang terkaya versi Forbes menjadi indikator penerimaan PPh 25 OP yang masih ditarget sangat rendah, yaitu Rp 4 T. Membangun family map untuk mengetahui investasi yang terjadi dalam keluarga dan kerabat b. Persoalan penerimaan PPh 25 OP bukan pada data tersedia tetapi mekanisme pemungutan yang menghadapi banyak kendala.
AN
PE
LA
c. Perbaikan sistem, institusi, dan kebocoran dilakukan dengan menargetkan rasio pajak minimal naik 1 persen per tahun, hingga tercapai rasio pajak setara dengan rata-rata negara pendapatan menengah, yakni 19 persen sampai 26 persen
-o0oPenyusun: - Slamet Widodo - Handryanto Setiadi - Titik Kurnianingsih
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
Selain melakukan ekstensifikasi, ada baiknya bila pemerintah lebih menekankan pada upaya intensifikasi pada basis perpajakan yang dimiliki saat ini. Intensifikasi ini khususnya diarahkan untuk mengejar wajib pajak. Di sini, selain perlu meningkatkan kepatuhan wajib pajak, pemerintah juga perlu fokus pada law enforcement terhadap aparat pajaknya.
4
- Jeffry Simorangkir
“Tinjauan Penerimaan Perpajakan”, Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN, 2011 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 6