Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Model Penanganan Permukiman Kumuh Studi Kasus Permukiman Kumuh Kelurahan Pontap Kecamatan Wara Timur Kota Palopo Hasyim Basri1), Ispurwono S, M.Arch 2), Dr. Bambang Soemardiono3)
1. Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111,email :
[email protected] 2. Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, 3. Jurusan perencanaan wilayah kota FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, ABSTRAK Kota adalah sebuah permukiman permanen dengan masyarakatnya yang bercorak heterogen. Pesatnya perkembangan permukiman di perkotaan akibat pertumbuhan penduduk kota itu sendiri maupun urbanisasi dapat menimbulkan permukiman kumuh. Salah satu kawasan permukiman kumuh di Kota Palopo terletak di Kelurahan Pontap Kecamatan Wara Timur. Budaya masyarakatnya yang hidup mengelompok dan melakukan pembangunan rumah tanpa memperhatikan ruang-ruang untuk fasilitas penunjang permukiman. Pada umumnya bangunan perumahan di kawasan ini berbentuk semi permanen dan tidak permanen. Sebagian besar berbentuk rumah panggung dengan sarana dan prasarana yang terbatas seperti kurangnya fasilitas drainase, jalan, air bersih, tempat sampah dan sebagainya. Disamping itu, tingkat pendapatan masyarakat masih rendah dimana sebagian besar masyarakat bekerja disektor informal , pedagang kecil, tukang, nelayan dan sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran empiris mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat, penggunaan ruang, status kepemilikan lahan dan bangunan, keadaan prasarana dan sarana permukiman yang ada dilokasi penelitian yang dipakai sebagai dasar mencari model penanganan permukiman kumuh yang sesuai untuk diterapkan pada lokasi penelitian. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik sampling dan analisis kualitatif. Untuk mendapatkan data primer digunakan metode observasi, wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder didapat dari instansi yang terkait dengan upaya penanganan permukiman kumuh. Dari hasil analisis berdasarkan karakteristik permukiman kumuh dan model penanganan menurut status tanah dan kepadatan bangunan pada wilayah studi, model penanganan permukiman kumuh yang sesuai adalah model Kampung Improvement Program (KIP) dan Peremajaan Kota. Kata Kunci : Kel. Pontap, Kecamatan Wara Timur, Permukiman Kumuh, Penanganan.
Model
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 1
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Slum Treatment Models Case Study: Settlement at Pontap Sub District, East Wara District, Palopo City Hasyim Basri1), Ispurwono S, M.Arch 2), Dr. Bambang Soemardiono3)
1. Postgraduate Student at Department of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia,email :
[email protected] 2. Department of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, 3. Department of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111,
Abstract Urban is a permanent settlement with heterogeneous society. Settlement that growth rapidly in urban areas as a result from population growth and urbanization will occurs slum. One of it in Palopo is located at Pontap Sub District, East Wara District.The culture of tradition of it people, who alweis live in group and build their houses without considering spaces for supporting facilities of the settlement area. Generally, most of the houses in this area were semi permanent and non –permanent. Most of it were stage house construction, with limited infrastructure and facilities such as lack of drainage facility, roads, clean water garbage and so on. In other hand, income level of the people are low and most of them work in informal sector, small traders, craftsman, fishermen and so on. This research aim to know and to find out an empiric image of society socio- economy condition, space use, status of tenure and building, and infrastructure settlement condition in location which is a basic analyzing a suitable models to be applied in location. The method used is descriptive method with sampling technique and qualitative analysis. Primary data obtained by using observation, interview and questionnaire methods, while secondary data obtained from the goverment institution in treating slums. From the analysis based on slums characteristic and based on status of tenure and building density model in the location, slums treatment model agreed is Kampung Improvement program (KIP) and Urban Renewal model. Keywords: Pontap Sub District, East Wara District, Model of Treatment, Slum
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 2
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
I. PENDAHULUAN Perkembangan penduduk kota-kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang serius. Diantaranya, timbulnya permukiman kumuh. Seiring dengan pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan, kebutuhan akan perumahan, penyediaan prasarana dan sarana permukiman akan meningkat pula, baik melalui peningkatan maupun pembangunan baru. Kekurang siapan kota dengan sistem perencanaan dan pengelolaan kota yang tepat, dalam mengantisipasi pertambahan penduduk dengan berbagai motif dan keragaman nampaknya menjadi penyebab utama yang memicu timbulnya permasalahan permukiman. Pemenuhan akan kebutuhan prasarana dan sarana permukiman baik dari segi perumahan maupun lingkungan permukiman yang terjangkau dan layak huni belum sepenuhnya dapat disediakan oleh masyarakat sendiri maupun pemerintah. Sehingga, daya dukung prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang ada mulai menurun dan pada akhirnya akan memberikan kontribusi terjadinya permukiman kumuh. Salah satu kawasan permukiman kumuh yang terletak di Kota Palopo di Kelurahan Pontap Kecamatan Wara Timur adalah pintu gerbang Kota Palopo melalui Teluk Bone. Kawasan perkampungan yang memiliki luas 43,40 Ha dengan jumlah penduduk sebesar 8.030 jiwa yang terdiri dari 2.008 kk. Berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk, tingkat kepadatan penduduk rata-rata adalah sebesar 185,02 kk/ha. Jumlah bangunan rumah yang terdapat di kelurahan Pontap berjumlah 2.008 atau dengan tingkat kepadatan penduduk ratarata adalah sebesar 46,27 rumah/ha. Permasalahan Kota Palopo yang cukup menonjol, khususnya yang berkaitan dengan kebiasaan penduduk adalah mengelompoknya penduduk pada kawasan-kawasan tertentu dan selanjutnya mendorong mereka untuk mengoptimalkan pemanfaatan perumahan dan permukiman yang ada terutama yang berada di sekitar pusat kota. Berdasarkan kondisi permukiman di Kelurahan Pontap tersebut yang berkaitan dengan penelitian ini, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana pola penggunaan ruang, status kepemilikan tanah dan bangunan, kondisi sosial ekonomi masyarakat serta prasarana dan sarana lingkungan permukiman pada lokasi penelitian saat ini ? 2. Bagaimana model penanganan permukiman kumuh yang sesuai dan dapat dilaksanakan pada permukiman kumuh di lokasi penelitian ? 3. Bagaimana peran para stakeholders (Pemerintah, Konsultan Pembangunan dan Kelompok Masyarakat) seharusnya dalam mewujudkan pelaksanaan penanganan masalah permukiman kumuh? Pada prinsipnya tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain : 1. Untuk memperoleh gambaran empiris mengenai penggunaan ruang, profil sosial ekonomi masyarakat, status kepemilikan tanah dan bangunan, keadaan prasarana dan sarana permukiman yang ada dilokasi penelitian. 2. Melakukan analisis beberapa model penanganan permukiman kumuh dan memilih model yang sesuai untuk dapat diterapkan pada kawasan studi. 3. Bagaimana peran aktor pembangunan dalam hal ini Pemerintah Daerah, dan Kosultan Pembangunan sebagai mitra kerja dari pemerintah daerah untuk mengimplementasikan model tersebut khususnya kawasan studi yaitu Kelurahan Pontap. Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 3
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Agar penelitian lebih terarah dan mencapai sasaran yang diinginkan maka perlu batasan-batasan penelitian sebagai berikut : 1. Penelitian dilaksanakan pada permukiman kumuh yang ada di Kota Palopo yaitu Kelurahan Pontap Kecamatan Wara timur. 2. Lingkup pembahasan penelitian adalah tatanan fisik lingkungan yang meliputi prasarana dan sarana, infrastruktur, tatanan sosial. 3. Model yang menjadi acuan untuk diterapkan pada kawasan studi tersebut dipilih salah satu dari beberapa model penanganan yang akan menjadi model untuk diterapkan pada kawasan studi tersebut. Kelurahan Pontap merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Wara Timur dengan luas wilayah 43.40 Ha dan dengan batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara : Kelurahan Penggoli - Sebelah Selatan : Kelurahan Ponjalae - Sebelah Barat : Kelurahan Batu Pasi - Sebelah Timur : Teluk Bone
Wilayah ini merupakan kawasan padat dan mempunyai tingkat kritis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya di Kelurahan Pontap. Yaitu timbulnya permukiman kumuh kanal Tanjung Ringgit. Selain itu wilayah pada lingkungan Tanjung Ringgit, Lingkungan Mangarabombang, dan Lingkungan Tappong merupakan wilayah dataran rendah yang dekat dengan pantai sehingga pada saat air pasang tinggi wilayah ini tergenang air pasang, dan pada waktu musim hujan rawan banjir. Jumlah penduduk Kelurahan Pontap sebanyak 8.030 jiwa/2.008 kk yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki sebanyak 3.932 jiwa dan perempuan sebanyak 4.098 jiwa.Struktur penduduk Kelurahan Pontap menurut umur; yang terbanyak adalah umur 19 tahun ke atas yakni 46.64%. Penduduk kawasan studi, sebagian besar pendidikannya tamat Sekolah Lanjutan tingkat Pertama kebawah yaitu berjumlah 64.79%dengan rincian penduduk lulusan TK 4.37% Sekolah Dasar 34,47% SLTP 25.95%. sedangkan sisanya adalah Tamat Akademi 1.44% dan Sarjana 3.69%. Agama yang dipeluk oleh penduduk kawasan studi berturut turut adalah Islam 98.01, Kristen 1.79%, Budha 0.20%. Karakteristik ekonomi masyarakat dapat dilihat dari mata pencaharian penduduk. Penduduk kawasan studi sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan yakni sebesar 41.82%, selanjutnya dagang/wiraswasta 24.31%, buruh 8.51%, pertukangan 7.57%,jasa 5.91, tani 3.88%, pegawai negeri dan pensiunan masing-masing 2.46%,swasta 1.66%, dan ABRI/POLRI 1.42 %. Data diatas menunjukkan bahwa 86.09% penduduk Kelurahan Pontap bekerja dibidang kelautan. Dapat dikatakan bahwa masyarakat kelurahan Pontap adalah homogen. Status tanah dan bangunan di kelurahan Pontap Sebagai berikut : Tabel 1. Status Tanah, Kondisi Rumah Tinggal dan Status Kepemilikan Bangunan di Kelurahan Pontap Berdasarkan Jumlah Bangunan No (1) 1 2 3 4
Penguasaan/Pemilikan Lahan (2) Sertifikat Hak Milik Tanah Girik/Adat Tanah Negara Pihak Ke 3 Lainnya Jumlah/Total
Luas (Ha) (3) 30,38 1,03 3,04 8,95 43,40
Kondisi Rumah Tinggal (Unit) Perman Semi Tempore en r (4) (5) (6) 542 1.265 201
2.008
Milik
Status Kepemilikan (KK) Sewa Lain2
(7) 1.406
(8) 421
(9) 181
2.008 Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 4
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Sumber : Bappeda Kota Palopo, 2008
Kondisi jalan di Kelurahan Pontap terdiri dari perkerasan aspal terutama di jalan utama akses pelabuhan seperti Jl. Yos Sudarso, Jl. A. Tenriadjeng, Jl. Lingkar Timur, Jl. Landau, sedangkan jalan yang ada di lingkungan permukiman penduduk berupa jalan paving blok, jalan rabat beton, jerambah dan jalan tanah. Kondisi drainase di Kelurahan Pontap hanya terdapat di sekitar tepi jalan utama, dan lingkungan sedangkan dipermukiman padat penduduk penduduk sebagian besar tidak memiliki saluran drainase. Ruang terbuka yang ada di Kelurahan Pontap berupa lapangan, taman kota, tambak, rawa-rawa ,pohon bakau di pesisir pantai seluas ± 3 Ha. Jaringan pipa air bersih PDAM di Kelurahan Pontap belum menjangkau semua kawasan, dan masih terdapat sebagian penduduk yang menggunakan air sumur untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci dan mandi.Tersedianya Fasilitas kesehatan yang cukup memadai di Kelurahan Pontap berupa pustu, posyandu, apotik, sementara puskesmas berada di perbatasan wilayah Kelurahan Ponjalae dan Pontap, dan akses ke Rumah Sakit Umum hanya ±1 Km dari Kelurahan Pontap.Fasilitas pendidikan yang terdapat di Kelurahan Pontap hanya terdiri dari fasilitas pendidikan taman kanak-kanak 1 dan tingkat sekolah dasar.Wilayah studi merupakan daerah perdagangan, fasilitas perdagangan yang terdapat di Kelurahan Pontap hanya terdiri dari pasar tradisional yaitu Pasar A. Tadda dan toko yang menjual fasilitas nelayan yang berada di Jl. Yos Sudarso. Fasilitas yang mendukung kegiatan peribadatan di Kelurahan Pontap terdiri dari 3(tiga) masjid dan 1(satu) mushallah. Dalam menangani timbunan sampah di Kelurahan Pontap, pemerintah kota menyediakan fasilitas persampahan berupa kontainer yang berfungsi sebagai TPS,yang terletak di depan pasar A. Tadda, sementara di permukiman penduduk belum dijangkau oleh petugas sampah. Sarana transportasi yang terdapat di Kelurahan Pontap terdiri dari sarana transportasi darat dan sarana transportasi laut. Sarana transportasi darat berupa kendaraan pribadi dan sarana angkutan kota umum berupa angkot, becak, dan ojek motor, sedangkan sarana transportasi laut berupa perahu, speed boat, ketinting,dan kapal laut. Sarana sanitasi yang terdapat pada perumahan penduduk di kelurahan Pontap , jumlah rumah seluruhnya 1.999,rumah memiliki WC dengan septictank 1.230 unit, rumah memiliki WC tanpa septictank 769 unit, rumah memiliki SPAL 1.150 unit dan rumah tanpa SPAL 849 unit. II. KAJIAN PUSTAKA Kesepakatan tentang pengertian permukiman kumuh atau kampung kota yang kumuh, sampai saat ini masih beragam, tergantung dari aspek mana yang dilihat oleh pakar atau ahli dalam memandang penyebab permasalahan kekumuhan suatu kawasan atau kampung kota yang kumuh. Beberapa diantara pakar atau ahli mendefenisikan permukiman kumuh sebagai berikut : Menurut Yudohusodo, (1991). permukiman kumuh adalah suatu kawasan dengan bentuk hunian yang tidak berstruktur, tidak berpola (misalnya letak rumah dan jalannya tidak beraturan, tidak tersedianya fasilitas umum, prasarana dan sarana air bersih, MCK) bentuk fisiknya yang tidak layak misalnya secara reguler tiap tahun kebanjiran. Menurut Suparlan, (2002), dalam Syaiful. A (2002). permukiman dapat digolongkan sebagai permukiman kumuh karena: - Kondisi dari permukiman tersebut ditandai oleh bangunan rumah-rumah hunian yang dibangun secara semrawut dan memadati hampir setiap sudut permukiman, dimana setiap rumah dibangun diatas tanah tanpa halaman.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 5
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
- Jalan-jalan yang ada diantara rumah-rumah seperti labirin, sempit dan berkelok-kelok, serta becek karena tergenang air limbah yang ada disaluran yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. - Sampah berserakan dimana-mana, dengan udara yang pengap dan berbau busuk. - Fasilitas umum kurang atau tidak memadai. - Kondisi fisik hunian atau rumah pada umumnya mengungkapkan kemiskinan dan kekumuhan, karena tidak terawat dengan baik. Keberadaan kawasan permukiman kumuh diperkotaan dapat menjadi masalah serius bagi masyarakat maupun pemerintah, baik ditinjau dari aspek keruangan, estetika, lingkungan dan sosial. (Yudohusodo, 1995). Beberapa faktor pendorong timbulnya permukiman kumuh di perkotaan sebagai berikut: 1. Arus Urbanisasi Penduduk 2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 3. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat 4. Karateristik Fisik Alami Model peremajaan merupakan suatu model yang menjadi acuan dalam upaya untuk memperbaiki permukiman yang mengalami degradasi lingkungan. Beberapa model dalam menangani masalah permukiman kumuh diperkotaan antara lain : -
Model Land Sharing Model land sharing adalah penataan ulang di atas tanah/lahan dengan tingkat kepemilikan masyarakat cukup tinggi. Dalam penataan tersebut, masyarakat akan mendapatkan kembali lahannya dengan luasan yang sama sebagaimana yang selama ini dimiliki/dihuni secara sah, dengan memperhitungkan kebutuhan untuk prasarana umum (jalan, saluran). Beberapa syarat untuk penanganan yang akan dilakukan antara lain: o Tingkat pemilikan/penghunian secara sah (mempunyai bukti pemilikan/penguasaan atas lahan yang ditempatinya) cukup tinggi dengan luasan yang terbatas, o Tingkat kekumuhan tinggi, dengan ketersediaan lahan yang memadai untuk menempatkan prasarana dan sarana dasar. o Tata letak bangunan tidak berpola. -
Model Konsolidasi Lahan/ Tanah (Land Consolidation) Konsolidasi lahan merupakan suatu kegiatan terpadu menata (kembali) suatu wilayah yang tidak teratur menjadi teratur, lengkap dengan prasarana dan kemudahan yang diperlukan, agar tercapai penggunaan tanah / lahan secara optimal yang pada prinsipnya dilaksanakan atas swadaya masyarakat sendiri. Konsolidasi lahan juga merupakan suatu sistem pengembangan lahan inkonvensional yang saat ini telah diterapkan di Indonesia, antara lain: Denpasar, Bandung, Palu, Kendari dan beberapa kota lain. Pada prinsipnya secara konseptual konsolidasi lahan kota mengandung tujuan: 1. Menggabungkan secara sistematis lahan yang berpencar-pencar dan tidak teratur disesuaikan dengan tata ruang. 2. Mendistribusikan lahan yang telah ada dikonsolidasikan kepada pemilik lahan secara proporsional. 3. Mengatur bentuk dan letak persil pemilikan. 4. Meningkatkan nilai ekonomis melalui pengadaan prasarana dan sarana lingkungan yang memadai di atas lahan yang disumbangkan oleh pemilik. Prinsip dasar konsolidasi lahan adalah : 1. Kegiatan konsolidasi lahan membiayai dirinya sendiri. 2. Adanya land polling yang juga merupakan ciri khas konsolidasi lahan. Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 6
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
3. Hak atas tanah sebelum dan sesudah konsolidasi tidak berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah. 4. Melibatkan peran serta secara aktif para pemilik tanah. 5. Tanah yang diberikan kembali pada pemilik mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada sebelum konsolidasi tanah. -
Model Resettlement Menurut Johara T.J, (1999). Resetlement atau pemukiman kembali pada umumnya dilakukan melalui program transmigrasi yaitu perpindahan penduduk (migrasi) dari suatu daerah yang rapat penduduknya umumnya di P. Jawa menuju daerah yang masih jarang penduduknya biasanya terdapat diluar P. Jawa dengan tujuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan diharapkan dapat meningkatkan integrasi nasional dalam ekonomi dan sosial. Pada Departemen Transmigrasi, resettlement masih merupakan pra-desa yaitu tingkat yang lebih rendah dari desa swadaya yaitu permukiman penduduk yang kecil-kecil dan tersebar, yang penduduknya belum menetap pada tempat yang disebut desa. Resettlement atau pemindahan penduduk pada suatu kawasan yang khusus disediakan. Pemindahan penduduk biasanya memakan waktu dan biaya sosial yang cukup besar, termasuk kemungkinan tumbuhnya kerusuhan atau keresahan masyarakat. Pemindahan ini apabila permukiman berada pada kawasan fungsional yang akan /perlu direvitalisasi sehingga memberikan nilai ekonomi bagi pemerintah kabupaten/kota. -
Pembangunan Rumah Susun Pembangunan rumah susun merupakan suatu model penanganan permukiman kumuh perkotaan dengan mengubah kondisi lingkungan permukiman yang sangat padat penduduknya dan dinilai tidak memenuhi syarat lagi sebagai tempat hunian yang layak. Cara yang dilakukan dalam pembangunan rumah susun adalah dengan memperkecil lahan untuk perumahan tetapi dengan meningkatkan luas lantai. Lahan sisa (residual land) dimanfaatkan untuk penempatan fungsi perkotaan produktif misalnya komersial, perkantoran atau pusat hiburan dan penempatan prasarana lingkungan (jalan dan utilitas umum) dan sarana lingkungan (fasilitas sosial dan fasilitas umum). Rumah susun merupakan sebagai suatu bangunan rumah bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal terdiri atas satuan atau unit dengan batasan yang jelas baik ukuran maupun luasnya. Pembangunan kembali pada kawasan permukiman kumuh secara vertikal maksimal 4 (empat) lantai dengan maksud sebagai berikut: 1. Supaya dapat menampung seluruh penghuni. 2. Harga tanah di pusat kota relatif tinggi. 3. Sebagian tanah digunakan untuk kebutuhan sosial. 4. Sebagian tanah dijual kepada fihak swasta atau pemerintah guna memperkecil biaya pembangunan untuk meringankan harga sewa atau cicilan. 5. Sebagian tanah diserahkan pada pemerintah untuk membangun infrastruktur dan fasilitas sosial lainnya sebagai pendukung kawasan. -
Program Perbaikan Kampung / Kampung Improvement Program (KIP) Program Perbaikan Kampung (KIP) merupakan suatu pola pembangunan kampung yang didasarkan pada partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan pemenuhan kebutuhannya. Program ini mempunyai prinsip universal yang berlaku dimanamana yakni memberdayakan dan menjadikan warga sebagai penentu dan pemamfaat sumberdaya kota guna memperbaiki taraf hidup dan kemampuan untuk maju. Prinsip dari program perbaikan kampung adalah perbaikan lingkungan kampung-kampung kumuh di pusat kota yang berada di atas tanah milik masyarakat yang mempunyai kepadatan tinggi. Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 7
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Menurut Direktorat Cipta Karya, Program Pembangunan Perumahan dan Permukiman,(1998). Ciri-ciri kondisi kawasan yang dapat diterapkan program perbaikan kampung : 1. Berada pada kawasan legal dan sesuai dengan RTR. 2. Tingkat kepadatan tinggi, tetapi masih dalam batas kewajaran 3. Kualitas PSDPU langka dan terbatas. 4. Belum perlu tindakan penataan menyeluruh dan resettlement. 5. Dampak permasalahan bersifat lokal.
III. METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu untuk mengukur secara cermat terhadap fenomena sosial tertentu dengan melakukan penghimpunan fakta tetapi tidak melakukan hipotesa. Selanjutnya secara harfiah, bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasisituasi atau kejadian-kejadian. Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi atau kumpulan dari unit sampling yang ditarik dari sebuah penelitian. Dalam penelitian diperlukan sejumlah orang sebagai sampel yang dapat mewakili keseluruhan populasi yang dipilih secara representatif (Singarimbun. M, 1995). Berdasarkan data sekunder yang tersedia, tergambar bahwa populasi masyarakat di kelurahan Pontap dapat dikatakan termasuk kategori relatif tidak memiliki strata/homogen. Hal ini dapat dilihat dari prosentase penduduk menurut agama yang dianut dan jumlah penduduk menurut mata pencaharian. Untuk melihat bahwa masyarakat kelurahan Pontap termasuk homogen dapat dilihat dari komposisi agama yang dipeluk penduduk kelurahan Pontap. Data diatas menunjukkan bahwa hampir 100% penduduk Kelurahan Pontap beragama Islam. Dari kedua aspek tersebut, dapat dikatakan bahwa masyarakat kelurahan Pontap adalah homogen. Adapun dalam penentuan sampel responden adalah sebagai berikut : 1. Rumah tangga yang tinggal di Kelurahan Pontap Kecamatan Wara Timur Kota Palopo. 2. Sasaran Sampel adalah kepala rumah tangga. 3. Harus memperhatikan variasi latar belakang sampel responden yang ada. Dengan demikian maka dalam penelitian ini sampel yang dipilih adalah masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan permukiman kumuh Kelurahan Pontap sebanyak 35 responden Analisis dilakukan berkaitan dengan tujuan penelitian antara lain : 1. Melakukan analisis dan interpretasi dari deskripsi data tentang kondisi fisik, (pola penggunaan ruang, keadaan prasarana dan sarana). Analisis dikaitkan dengan kriteria permukiman kumuh. 2. Melakukan analisis dan interpretasi dari deskripsi data tentang karakteristik penghuni( sosial budaya dan sosial ekonomi) pada kawasan permukiman kumuh. Analisis dikaitkan dengan karakteristik penghuni permukiman kumuh. 3. Analisis dan interpretasi dari deskripsi data yang diperoleh di lapangan dan kajian pustaka, kemudian dikaitkan dengan model penanganan kawasan permukiman kumuh dan merumuskan model penanganan yang sesuai untuk diterapkan pada kawasan studi. 4. Melakukan analisis dengan menggunakan teknik analisis manajemen strategi. Analisis diawali dengan melakukan analisis faktor eksternal maupun internal. Selanjutnya memasukkan faktor eksternal maupun internal ke dalam matriks SWOT, strategi yang dihasilkan dari matriks SWOT dicocokkan dengan kriteria model penanganan Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 8
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
permukiman kumuh. Dari pencocokan ini akan diperoleh urutan model penanganan yang sesuai untuk diterapkan pada lokasi penelitian. Model yang terpilih adalah model yang skornya besar. 5. Melakukan analisis dan interpretasi dari deskripsi data tentang kebijakan Pemerintah Daerah yang sudah dilakukan dalam menangani kawasan permukiman kumuh.
IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN Wilayah Kelurahan Pontap Kecamatan Wara Timur Kota Palopo dengan kepadatan penduduk dan bangunan yang tinggi sehingga menimbulkan masalah dalam pengaturan pola permukiman yaitu cenderung menimbulkan wilayah kumuh dan lingkungan yang tidak terpelihara. Keberadaan wilayah ini di tengah kota karenanya sangat strategis untuk tempat tinggal bagi penduduk yang ingin mendekati tempat kerja dan usaha mereka. Analisa Karakteristik Permukiman Kumuh Tabel 2. Analisis Kekurangan dan Kelebihan Wilayah Studi Ditinjau dari Berbagai Aspek
Aspek Fisik
Aspek (1)
Karakteristik (2)
Kekurangan (3)
Kelebihan (4)
Letak Terletak di Pusat kota yang strategis, dekat pusat perdagangan dan pertokoan dan pelabuhan Laut.
Timbulnya permukiman yang padat karena banyaknya penduduk memilih tempat tinggal disini
Berada pada lokasi yang menurut RTRW akan diremajakan
Pola Penggunaan Ruang 24,75ha (82.50%) lahan di pergunakan untuk perumahan /permukiman 8.33 ha untuk pedagang, umur bangunan 16-25 tahun(31.43%),.>25 tahun (28.57%), klasifikasi 42.86% semi permanen dan 25.71% tidak permanen dengan luas bangunan antara <45M2>90M2, tata letak bangunan yang tidak teratur, berhimpitan. Prasarana Jalan lingkungan lebar >5M (5.71%), 2-5M(25.71%) dan <2M (68.57%) Jalan setapak lebar > 2M (2.86%), 0.8-2M (60.00%)dan <0.8M (37.14%) Pengelolaan sampah belum baik, pembuangan sampah dengan cara diangkut petugas (25.71%), dibakar 17.14% dan dibuang kehalaman kosong/kanal 57.14%, ada bak sampah dan berfungsi (11.43%), ada tapi tidak berfungsi(11.43%), tidak ada bak sampah (68.57%) Pembuangan limbah 28.57% Septiktank, 11.43% cubluk dan 60% ke kanal. Sarana Sarana perdagangan berupa pasar, pertokoan, warung, bank, rumah makan. Sarana pendidikan , TK 4, SD/MI 4, SLTP 1. Sarana Peribadatan, 3 Masjid, 8 Mushallah Ruang Terbuka, 2 Lapangan Bulutangkis Sarana Kesehatan, RS, 1 apotik , 2 Dokter, 1 bidan. Sumber air bersih sebagian besar sumur (65.71%), PDAM belum menjangkau (62.86%)
Terbatasnya lahan untuk sarana ruang terbuka. Lingkungan kumuh dan kurang memperhatikan estetika lingkungan, luas tanah dan bangunan sempit rawan terhadap kebakaran.
Kondisi jalan lingkungan rusak ringan dan rusak berat, jalan setapak rusak berat dan rusak ringan. Mengganggu kesehatan lingkungan dan rawan penyakit, tibunan sampah dipinggir jalan dan drainase, sungai dipenuhi sampah. Membahayakan kesehatan lingkungan dank anal menjadi kotor dan tercemar. Ruang terbuka sangat terbatas. PDAM belum menjangkau semua penduduk
Wilayah ini pusat perdagangan (pasar dan pertokoan) Sarana pendidikan telah mencukupi kebutuhan
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 9
Sosial Budaya
Aspek Ekonomi
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010 Mata pencaharian penduduk pada sektor informal (74.28%), formal (25.72%) Penghasilan
Rp. 1.300.000 (17.14%) Tanggungan Keluarga, < 4 (25.71%), 4-6 (62.86%), dan >6 orang (11.43%) Status tanah , milik sendiri (68.57%)milik keluarga/orang lain (20.00%) dan milik Negara 11.43% Status Bangunan milik sendiri (77.14%), menumpang (5.71%) dan sewa (17.14%) Ada IMB (34.29%) tidak ada IMB (65.71%)
Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor informal dengan pendapatan yang rendah (dibawah UMR Rp.905.000/bln) Tanggungan Keluarga yang terbanyak 4-6 orang (68.67%)
Sebagian besar rumah tanpa IMB (71.43%)
Sebagian besar tanah milik sendiri (68.57%) dan rumah milik sendiri (77.14%)
Penduduk heterogen dari berbagai daerah(Kota Palopo dan Luar Kota Palopo) Pendidikan rendah Angkatan kerja produktif 66.33% mempunyai mata pencaharian tetap (26.33%)
Kualitas SDM rendah, banyak tenaga kerja yang sedang mencari pekerjaan atau menganggur. Angka ketergantungan cukup tinggi (2.8) Artinya 1 bekerja menanggung 2.8 orang.
Antara penduduk berlainan agama-suku tercipta hubungan yang harmonis, dengan banyak lembaga sosial yang aktif dalam mempererat kekerabatan.
Sumber : Hasil Analisa Analisis karakteristik permukiman kumuh di wilayah studi untuk melihat kelebihan maupun kekurangan yang ada pada permukiman di Kelurahan Pontap ditinjau dari aspek, fisik, aspek sosial ekonomi dan aspek sosial budaya. A. Kajian Strategi Penanganan Permukiman Kumuh Sesuai dengan perumusan masalah tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka kajian ini dilakukan untuk menghasilkan strategi yang berkaitan dengan penanganan permukiman kumuh sehingga mendapatkan suatu model yang tepat untuk diterapkan di lokasi penelitian. Strategi ini diharapkan dapat menjadi patokan oleh Pemerintah Kota Palopo dalam program penanganan permukiman kumuh di Kelurahan Pontap khususnya dan permukiman kumuh lain pada umumnya. Dalam menetapkan langkah-langkah dari strategi yang akan digunakan, penulis menggunakan Matrik SWOT. Tujuan akhir dari analisa SWOT adalah untuk memilih strategi yang efektif dengan memaksimalkan keunggulan kekuatan dan memanfaatkan peluang serta pada saat yang sama meminimalkan pengaruh kelemahan dan ancaman yang dihadapi. B. Analisis Matrik SWOT Setelah mengumpulkan informasi yang berpengaruh, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model Matrik SWOT. Tujuan matrik SWOT adalah untuk memperoleh analisis yang lengkap dan akurat dalam penyusunan strategi . Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan maupun kelemahan. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi seperti dapat terlihat pada tabel berikut. Tabel 3. Analisis Matrik SWOT IFAS
STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
KEKUATAN EFAS
KELEMAHAN
1. Penataan dan perbaikan kualitas sarana dan prasarana 2. Peningkatan kualitas kehidupan 3.Sesuai dengan model tata ruang.
1. Dana pemerintah terbatas 2. Mengubah tatanan kehidupan 3.Pembangunan bersifat parsial
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 10
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010 OPPORTUNITIES (O) PELUANG 1. Status tanah hak milik (68.57%), dan tanah Negara 11.43% 2. Bentuk partisipasi tenaga/waktu 3. Kelembagaan sosial aktif.
TREATHS (T) ANCAMAN 1. Kepadatan bangunan 2. Pendapatan penduduk rendah 3. Prasarana (jalan), dan sarana(PDAM) kurang memadai. 4. Sebagian besar masyarakat menyatakan tidak puas terhadap program/proyek pemerintah.
STRATEGI SO 1. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pada tanah yang legal untuk mendukung peningkatan aktifitas masyarakat berpenghasilan rendah. 2. Meningkatkan pendapatan penduduk terutama masyarakat miskin pada wilayah tanah yang legal untuk mendukung pelaksanaan program penanganan permukiman kumuh. 3. Melaksanakan penanganan sesuai dengan tata ruang pada tanah yang legal dan illegal 4. Melaksanakan peningkatan kualitas sarana dan prasarana dengan partisipasi masyarakat (tenaga/waktu) 5. Melaksanakan peningkatan kualitas kehidupan dengan partisipasi masyarakat (tenaga/waktu) 6. Melaksanakan penanganan pada wilayah yang sesuai tata ruang untuk mewujudkan kualitas permukiman yang berkelanjutan dengan mendorong partisipasi masyarakat (waktu/tenaga) 7. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemenuhannya, melalui dukungan peran kelembagaan pemerintah ,swasta dan kelembagaan sosial setempat. 8. Meningkatkan kualitas kehidupan dengan dukungan peran kelembagaan pemerintah ,swasta dan kelembagaan sosial setempat. 9.Meningkatkan kapasitas pemerintah dan kemampuan masyarakat dalam melaksanakan penanganan sesuai tata ruang dengan dukungan peran kelembagaan pemerintah ,swasta dan kelembagaan sosial setempat. STRATEGI (ST)
STRATEGI WO 1.Dana yang tersedia dipergunakan untuk penanganan pada tanah yang legal untuk mendukung peningkatan aktifitas masyarakat berpenghasilan rendah. 2.Mengatasi perubahan tatanan kehidupan yang terjadi akibat penanganan pada tanah illegal dengan peningkatan pola kemitraan melalui upaya peran kelembagaan pemerintah, swasta dan kelembagaan masyarakat. 3. Pembangunan bersifat menyeluruh pada tanah legal dan illegal sepanjang tidak mengganggu ekosistem lingkungan sekitarnya. 4. Mengatasi kekurangan dana pada pemerintah dengan dukungan partisipasi masyarakat 5. Mengatasi perubahan tatanan kehidupan yang terjadi dengan partisipasi masyarakat. 6. Penanganan permukiman secara menyeluruh dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam bentuk uang/waktu. 7. Mengatasi kekurangan dana pada pemerintah dengan pengembangan sistem sosial masyarakat dengan pemberdayaan ekonomi lokal masyarakatnya melalui lembaga sosial setempat. 8. Mengatasi perubahan tatanan kehidupan dengan melibatkan peran kelembagaan pemerintah ,swasta dan kelembagaan sosial setempat. 9. Penanganan dilaksanakan secara lebih komprehensif dengan melibatkan peran kelembagaan pemerintah ,swasta dan kelembagaan sosial setempat. STRATEGI (WT)
1. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana 1. Menggali dana swasta/masyarakat dan untuk melayani kepadatan bangunan. mempersiapkan program dalam upaya 2. Meningkatkan kualitas kehidupan dengan mengurangi kepadatan bangunan. mengatasi kepadatan bangunan yang tinggi 2. Mengurangi resiko terhadap perubahan 3. Melaksanakan penanganan sesuai tata ruang tatanan kehidupan pada program upaya mengurangi kepadatan bangunan. untuk mengatasi kepadatan bangunan yang ada. 3. Pembangunan yang menyeluruh dalam 4. Meningkatkan kualitas sarana perniagaan pengaturan tata letak bangunan. sumber dana dari dengan mendorong masyarakat membentuk 4. Menggali (koperasi),perluasan kerjasama dan swasta/pemerintah pusat/pinjaman untuk penciptaan mekanisme tabungan sektor meningkatkan usaha masyarakat. informal dalam meningkatkan pendapatan 5. Menanggulangi perubahan tatanan penduduk. kehidupan dengan penyediaan kesempatan usaha/kerja. 5. Menciptakan peluang usaha untuk meningkatkan pendapatan penduduk. 6. Penanganan menyeluruh termasuk sarana dan prasarana. 6. Melaksanakan penanganan sesuai tata ruang dalam upaya meningkatkan pendapatan 7. Menggali sumber dana dari masyarakat untuk peningkatan sarana dan prasarana. penduduk. 7. Meningkatkan kualitas prasarana jalan. 8. Menanggulangi perubahan tatanan 8. Meningkatkan kualitas kehidupan dengan kehidupan dengan peningkatan sarana dan perbaikan prasarana(jalan) dan sarana prasarana. (PDAM) 9. Penanganan yang menyeluruh termasuk 9. Melaksanakan penanganan sesuai tata ruang peningkatan sarana/prasarana dengan meningkatkan kualitas sarana 10. Menggali sumber pembiayaan prasarana. (swasta/bantuan luar negeri) untuk 10. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana, memenuhi kebutuhan sarana dan sesuai dengan keinginan masyarakat. prasarana. 11. Meningkatkan kualitas kehidupan sesuai 11. Memperkecil perubahan tatanan Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 11
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010 kebutuhan masyarakat. masyarakat dengan pemenuhan kebutuhan. 12. Melaksanakan penataan secara konsisten 12. Pembangunan yang menyeluruh dan sesuai tata ruang agar kepentingan pemenuhan kebutuhan masyarakat. masyarakat terlindungi.
Sumber: Hasil Analisa
C. Analisis Model Model penanganan permukiman kumuh dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi; status tanah, kepadatan bangunan, tingkat kekumuhan , kesesuaian dengan RUTR, sehingga model penanganan yang ada adalah sebagai berikut : 1. Permukiman di atas tanah ilegal dengan kondisi sebagai berikut : - Tingkat kekumuhan yang tinggi - Penggunaan tata guna tanah yang tidak sesuai RUTR Pada kondisi ini maka model penanganan yang tepat adalah Peremajaan Kota Beberapa alternatif yang dapat dipakai sebagai bentuk peremajaan kota adalah: a. Pemindahan penduduk (Resettlement) b. Pembangunan Perumahan Vertikal (Rumah Susun) 2. Permukiman kumuh di atas tanah legal dengan kepadatan tinggi. Kondisi ini dapat diatasi dengan model penanganan : - Land Sharing, yaitu dilakukan pada kondisi yang luasan tanahnya memungkinkan. Para pemegang hak atas tanah, menyerahkan/merelakan sebagian tanahnya untuk diatur, misalnya dipakai untuk fasilitas lingkungan atau fasilitas umum untuk memenuhi kelayakan suatu kawasan. - Konsolidasi Lahan, adalah suatu metoda dengan pembangunan yang didasari oleh kebijaksanaan pengaturan penguasaan tanah, penyesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata guna tanah atau tata ruang dan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan serta peningkatan kualitas hidup atau pemeliharaan sumber daya alam. Land Consolidation adalah penataan menyeluruh pada lahan yang peruntukannya masih sesuai dengan RUTR. Land Consolidation dilakukan pada kondisi-kondisi sebagai berikut: - Perkembangan permukiman tidak terkendali - Tingkat kepemilikan lahan tinggi - Tingkat kekumuhan tinggi - Kecenderungan perkembangan ke arah fungsi lahan yang lebih potensial. - Masyarakat dapat dikondisikan melalui proses dari bawah (Bottom-up) 3. Permukiman Kumuh di atas tanah legal (tidak terlalu kumuh) Untuk kondisi seperti ini ,maka model penanganan yang tepat adalah KIP. Prinsip dasar dari perbaikan kampung di lakukan adalah perbaikan lingkungan pada kampungkampung kumuh di pusat kota yang berada di atas tanah milik masyarakat yang mempunyai kepadatan tinggi. Tabel 4. Analisis Kesesuaian Strategi dengan Model Penanganan No Strategi
a.
(1)
(2)
SO
Pilihan Model
Model Terpilih
b
c
d
(3)
(4)
(5)
(6)
Kekuatan - Peluang 1 2 3 4 5 6 7
d d a,b,c,dan d d d d d Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 12
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010 8 9
b dan c b,c. dan d
WO
Kelemahan - Peluang 1 2 3 4 5 6 7 8 9
b,c. dan d a a d a a, b dan c d a, b dan c a, b dan c
ST
Kekuatan -Ancaman 1 2
d a, b dan c
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
b dan c d d d d d d d a, b, c dan d a, b, c dan d
WT
Kelemahan - Ancaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jumlah
20
17
17
24
a, b dan c a a, b, dan c d a a, b dan c d a a a, b, c dan d a, b dan c a, b dan c a dan d
Sumber : Hasil Analisis
Keterangan :1,2,3,…dst..nomor strategi yang dihasilkan dari analisa SWOT (tabel 5) a. Model penanganan Peremajaan b. Model Penanganan Land sharing c. Model Penanganan Konsolidasi Lahan d. Model Penanganan Kampung Improvement Program (KIP) Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui sebagai berikut; bahwa kesesuaian strategi dengan model adalah terpilih (a) sebanyak 20 strategi, model terpilih (b) sebanyak 17 strategi, model terpilih (c) sebanyak 17 strategi dan model terpilih (d) sebanyak 24 strategi. Artinya model yang dapat dipergunakan dalam penanganan permukiman kumuh dari yang terbanyak strategi yang dapat dipergunakan adalah KIP (24), Peremajaan Kota (20), Land Sharing (17) dan Konsolodasi Lahan (17). Berdasarkan urutan jumlah strategi yang dapat dipergunakan maka penanganan yang sesuai untuk dapat diterapkan dipermukiman kumuh pada wilayah studi adalah KIP dan peremajaan.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 13
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa serta pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pola penggunaan ruang pada wilayah studi saat ini sebahagian besar telah mengalami alih fungsi. Lahan atau kavling untuk penggunaan rumah (dan kegiatan hunian rumah tangga) mengalami perubahan menjadi peruntukan perdagangan dan komersial karena dekat dengan pusat kegiatan ekonomi yang mendorong adanya perubahan lahan tersebut. Penggunaan lahan untuk rumah tinggal yang belum optimal (masih ada lahan sisa) dan lokasi lahan yang dirasa potensial untuk membuka usaha, secara logis memunculkan kecenderungan menambah penggunaan lahan untuk non perumahan atau menggantinya untuk kegiatan usaha. Kecenderungan pola penggunaan lahan dipengaruhi oleh pengembangan kawasan perdagangan di sekitar wilayah studi, dimana pengembangan Kota Palopo sesuai kedudukannya sebagai pusat aktifitas sosial ekonomi diarahkan untuk memberi pelayanan bagi masyarakat dan daerah hinterlandnya.Akibat lebih lanjut memberikan dampak tumbuhnya pusat-pusat perdagangan dan permukiman diwilayah studi, yang mendorong masyarakat mengoptimalkan pemanfaatan perumahan dan permukiman sehingga mengakibatkan tekanan terhadap daya dukung lingkungan (over capacity) dan cenderung menjadi kumuh. 2. Dari hasil scoring analisys dapat disimpulkan 2(dua) model penanganan yang dapat dilakukan dengan mensinkronkan kebijaksanaan Pemerintah Kota yang digariskan untuk meningkatkan kualitas lingkungan, mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat di kelurahan Pontap. Model penanganan permukiman kumuh tersebut adalah model Kampung Improvement Program (KIP) dengan penyempurnaan dan penambahan dua kegiatan yaitu Community Mapping yang dilakukan oleh masyarakat dan Empowering Community Organization (penguatan kelembagaan) termasuk penambahan program penghijauan. Model terpilih lainnya adalah Peremajaan Kota, dengan alternatif relokasi atau pembangunan rumah susun. 3. Peran Pemerintah Kota beserta jajaran terkait dalam hal ini adalah mendorong terwujudnya partisipasi masyarakat secara operasional dalam pelaksanaan penanganan permukiman kumuh dengan model Kampung Improvement Program (KIP) dan Peremajaan Kota. Dengan memberikan kemudahan serta subsidi berupa insentif, pemerintah kota harus menyediakan dana penjembatan (bridging finance) untuk biaya pelaksanaan awal berupa penataan kawasan serta dukungan biaya untuk pembangunan sarana dan prasarana umum.
DAFTAR PUSTAKA Bianpoen. (1991). “Penataan Kota dan Permukiman Buruk”. Nomor1,9-22 Danisworo (1988). “ Konseptualisasi Gagasan dan Upaya Penanganan Proyek Peremajaan Kota”. Pembangunan Kembali Sebagai Fokus. Arsitek . ITB Bandung. Direktorat Pengaturan Penguasaan Tanah BPN, 1990/1991.”Konsolidasi Tanah”. Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun 1990. “Tentang Peremajaan Permukiman Kumuh Di Atas Tanah Negara”. Johara T. Jayadinata. (1991). “Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah”. Edisi III, ITB Bandung Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 14
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Karyoedi. M (1993). “ Manajemen Lahan Perkotaan”, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota , Nomor. 10 Triwulan IV/ Desember. Lexy J. Moleong, (2001). “Metodologi Penelitian Kualitatif”, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Laboratorium Perumahan dan Permukiman-ITS. “Matrik Identifikasi dan IndikatorPermukiman Kumuh”, Surabaya. Suparlan (2002), dalam Syaiful. A (2002), “ Seminar strategi Pembangunan Kota dalam Kepemerintahan yang Baik”, Jakarta . Setiawan.B, (1999). “ Perancangan Kota Ekologi”. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Silas. J (1996), dalam Syaiful. A (2002).” Kampung Surabaya Menuju Metropolitan”, Permukiman Marjinal amat Liat. Singarimbun, M. (1995). “Metode Penelitian Survai, Cetakan Kedua, LP3S, Jakarta. Sinulingga. B.D (1999), dalam Syaiful. A (2002).” “ Pembangunan Kota” Tinjauan Regional dan Lokal. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Sutrisno. L (1998). “ Suatu Catatan Sosiologis Tentang Kemerosotan Tertib Membangun dan Kesadaran Lingkungan di Indonesia”. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Alumni Bandung. Surakhmad, W. (1994). “Dasar dan Teknik Research”. Pengantar Metodologi Ilmiah. Tarsito Bandung. Sujarto, Djoko. (1991). “ Masalah Peremajaan Kota”. ITB Bandung. Suryabrata, S. (1983). “Metodologi Penelitian”. PT. Raja Grafindo, Jakarta. Syaiful. A (2002) . Tesis Pascasarjana: Analisis Model Penanganan Permukiman Kumuh, Teknik Manajemen Pembangunan Kota ITS, Surabaya. Turner, J.F.C. And Robert. (1972). “Freedom to Build”. Dweller Control of The Housing Process, The Macmillan Company, New York. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan Permukiman. Yudohusodo. S (1991). “ Tumbuhnya Pemukim-pemukim Liar di Kawasan Perkotaan”.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 15