IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKIMAN KUMUH (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)
Oleh : Gusmaini A14051081
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKIMAN KUMUH (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)
Oleh :
GUSMAINI A14051081
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
SUMMARY
GUSMAINI, Slum Area Characterization (Case of Jatinegara, East Jakarta). Supervised by DYAH RETNO PANUJU, BAMBANG H. TRISASONGKO, and ASDAR ISWATI Housing expansion in urban areas has a direct link to increasing population. In many regions, boosting inhabitants are determined by rising birth rate and urbanization. Since the land is generally limited, soaring inhabitants coupled with ineffective planning result to increasing the number of slum areas. In Jakarta, slum area is manifested as small, low maintenance cost housing. Frequently, the housing is subject to be sold or lent to the squatters. Jakarta’s slum areas were studied previously. Nonetheless, very limited reports, if any, construct a better understanding on their spatial distribution and inhabitant’s activities (movement). This research fills the gaps through offering a method of slum mapping. The other goals include slum area characterization and factors affecting slum development and to assess mobility of the squatters. Using the high-resolution QuickBird data, it shown that primary identifier for slum area was its pattern. Jakarta’s slum can be recognized straightforwardly through its disorder pattern with less (or even no) passages between houses. Asbestos or zincalume roofs were another identification key suitable to detect the area from space. These types of roof were generally observed in the study area, in addition to clay (genteng). Both roofs are shown in white using natural colour scheme. In order to assess factors determining slum areas, the Hayashi Quantification II was employed. The analysis used to identifies factors affecting dwellers mobility of people in the slums was the Hayashi Quantification I. It is shown that slum area was mainly developed along rivers and local road. Field surveys were conducted to determine housing characteristics such as floor and roof types, and ventilation. Brick houses were commonly observed, however about 28% of the houses were built semi-permanently (half-bricks with particle board or triplek). Some of the houses were found detrimental, i.e. without sufficient ventilation. The survey discovered that average alley was about 1 meter. Most of the dwellers took low-level jobs such as daily-based workers or informal traders. These were due to insufficient education where about 42% of them were primary school (SD) graduates. It was revealed that factors determining slum areas included origins, location of the house, its size and alley width. Using Hayashi Quantification I, the research successfully identifies factors affecting dwellers mobility; those were number and location of activities, primary and secondary jobs and dweller’s origin. As seen from the Spatial Plan of East Jakarta 2010, there was about 11,14 Ha slums area located at housing areas and approximately 14,34 Ha at greenery open spaces.
RINGKASAN GUSMAINI. Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur). Di bawah bimbingan DYAH RETNO PANUJU, BAMBANG H. TRISASONGKO, dan ASDAR ISWATI Perkembangan lingkungan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk baik karena faktor pertumbuhan penduduk secara alami serta proses urbanisasi. Pertumbuhan penduduk dan terbatasnya lahan di daerah perkotaan menyebabkan semakin berkembangnya rumah petak kecil yang diperjualbelikan dan disewakan kepada para pendatang. Rumah-rumah petak kecil tersebut kemudian berkembang menjadi kawasan padat dan kumuh yang disebut dengan kawasan kumuh (slum area). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan permukiman kumuh, mempelajari karakteristik permukiman kumuh, mengetahui faktor penciri yang menentukan kawasan kumuh, dan mempelajari mobilitas masyarakat di permukiman kumuh. Analisis yang digunakan pertama dalam penelitian ini adalah analisis citra. Kunci interpretasi untuk identifikasi permukiman pada citra Quickbird adalah pola dari bentuk permukiman. Ciri-ciri permukiman kumuh yang tampak pada citra adalah mempunyai pola tidak teratur, rapat tidak ada jarak antar rumah, sebagian besar rumah beratapkan asbes atau seng dan sebagian kecil beratapkan genteng. Pada citra tersebut, atap asbes terlihat sebagai warna putih, sedangkan rumah yang beratapkan genteng terlihat berwarna oranye. Untuk mengetahui faktor penciri permukiman kumuh digunakan metode Kuantifikasi Hayashi II. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh adalah metode Kuantifikasi Hayashi I. Dari hasil penelitian, permukiman kumuh di Jakarta Timur banyak dijumpai di sekitar sungai dan berada di jalan lokal. Kondisi rumah pemukiman kumuh umumnya berlantai keramik dan sebagian berlantaikan tanah. Kondisi atap rumah permukiman kumuh umumnya menggunakan asbes atau seng. Jenis dinding rumah umumnya tembok namun terdapat kurang lebih 28 % dinding rumah semi permanen yaitu ½ tembok, ½ triplek. Sebagian rumah (21%) di permukiman kumuh tidak memiliki ventilasi. Berdasarkan survei lapang, lebar rata-rata jalan terdekat dengan rumah adalah sekitar 1 m. Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh umumnya bekerja sebagai buruh harian dan pedagang informal. Sekitar 42% masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh hanya berpendidikan SD. Pada penelitian ini dijumpai bahwa faktor penciri permukiman kumuh adalah asal daerah, lokasi rumah, luas rumah, dan lebar jalan. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh menghasilkan beberapa faktor penting antara lain: jumlah kegiatan, pendidikan, alat transportasi, tujuan kegiatan, lokasi kegiatan, pekerjaan, pekerjaan lain, dan asal daerah. Jika dilihat dari Rencana Tata Ruang wilayah Jakarta Timur 2010 terdapat 11,14 Ha permukiman kumuh berada pada peruntukkan lahan untuk perumahan, dan sekitar 14,34 Ha lahan berada pada peruntukkan ruang terbuka hijau.
JUDUL PENULIS
: Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur) : GUSMAINI
NRP
: A14051081
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si NIP. 19710412 199702 2001
Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc NIP. 19700903 200812 1001
Dosen Pembimbing III
Dr. Ir. Asdar Iswati, M.S NIP. 19600410 198503 2001
Mengetahui : Ketua Departemen Tanah
Dr.Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP.1962 11131987031 003 Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 16 Agustus 1986 sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Sudirman Tanjung dan Murni Chaniago. Penulis memulai pendidikan formal di SD Kartika X-6 pada tahun 1992 di Jakarta lulus pada tahun 1999. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 164 hingga lulus tahun 2002, dan pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 29 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Ketika menyandang predikat sebagai mahasiswa penulis bergabung dengan BEM FAPERTA Kabinet Matahari sebagai staf Departemen Pertanian. Selain itu penulis juga aktif berpartisipasi sebagai penyelenggara pada kegiatan dalam kampus. Dalam bidang akademis penulis berperan aktif sebagai asisten praktikum Perencanaan Tata Ruang dan Penggunaan Lahan. Selain itu penulis juga pernah berkesempatan menjadi asisten peneliti pada kajian perubahan penggunaan lahan di sekitar jalan tol, kerjasama P4W-IPB dengan Asdep Data dan Informasi Lingkungan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun 2009.
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT serta Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW atas rahmat, karunia serta ridho-Nya sehingga
penulis
dapat
menyelesai
skripsi
yang bertajuk ”Identifikasi
Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada program studi Manajemen Sumber Daya Lahan, IPB. Melalui lembaran ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Ibu Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si, selaku dosen pembimbing yang selama ini telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi kepada penulis terutama dalam hal penulisan dan pengerjaan analisis statistik hingga terselesaikannya skripsi ini, kepada Bapak Bambang H. Trisasongko, M.Sc, selaku dosen pembimbing atas kesabaran, bimbingan, masukan serta nasehat yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini, serta kepada Ibu Dr. Asdar Iswati selaku dosen pembimbing yang telah senantiasa memberikan nasehat, perhatian, serta motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Kemudian kepada Bapak Dr. Boedi Tjahjono selaku dosen penguji, penulis ucapakan terima kasih atas segala saran dan masukannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. They are the best lecturers in my life. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada: 1.
Amak, Apa, Ita, Cani, Inet, Ajo Napis serta seluruh keluarga besar Enyta Jaya atas segala doa tulus yang dipanjatkan, kasih sayang, perhatian serta perjuangan yang tiada henti hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai pada jenjang S1.
2.
Keponakan-keponakan tercinta Nadya, Nada, Sera, Vina, Roihan, dan Rima atas segala gelak tawa kalian yang telah memberikan motivasi untuk menjadi tauladan yang baik bagi kalian semua.
3.
Adik Bagus Sriana dan keluarga yang telah memberikan motivasi, perhatian serta kasih sayangnya.
4.
Para sahabat Tia, Windy, Ulfah, Rizky, Novia atas segala waktu serta canda tawa kalian
saat suka dan duka. Serta kepada warga Nabila
Anggrek K’Tilla, Dilla, Lola, Ana, Nia atas kebersamaannya.
5.
Rekan-rekan seperjuangan di laboratorium Perencanaan Pengembangan Wilayah atas segala bantuannya Nana, Suwi, Puput, Novem, Eka, Fifi, Topan, especially Ava dan Widya Together to be Better.
6.
Staf Laboratorium Perencanaan Pengembangan wilayah especially mba Dian dan mba Emma, terima kasih atas bantuannya selama ini.
7.
Rekan-rekan Soiler’ 42 atas kebersamaannya, especially Ayu dan Ican, Viva Soil
8.
Para Responden yang berada di permukiman kumuh, terima kasih atas waktu yang telah diberikan.
9.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian semoga segala sesuatu yang dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2010 Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
v
DAFTAR TABEL ............................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
viii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1. Latar belakang........................................................................................
1
1.2. Tujuan ....................................................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
4
2.1. Permukiman Kumuh ..............................................................................
4
2.2. Urbanisasi ..............................................................................................
7
2.3. Aplikasi Geospasial dalam Pemukiman Kumuh ...................................
9
III. METODE PENELITIAN ...........................................................................
11
3.1. Lokasi Penelitian....................................................................................
11
3.2. Bahan dan Alat.......................................................................................
11
3.3. Tahap Kegiatan Penelitian .....................................................................
11
3.3.1. Penetapan Lokasi Contoh .............................................................
11
3.3.2. Inventarisasi Karakteristik Tempat Tinggal dan Aktifitas Masyarakat Permukiman Kumuh .................................................
12
3.3.3. Identifikasi Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh .............
13
3.3.4. Teknik Analisis Data ..................................................................
13
3.3.4.1.Analisis Identifikasi Permukiman Kumuh Secara Spasial
13
3.3.4.2.Analisis Penentuan Faktor Penciri Pemukiman Kumuh ..
14
3.3.4.3.Analisis Penentuan Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas..........................................................................
15
IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI ..................................................
17
4.1. Geografi dan Lingkungan ....................................................................
17
4.2. Administrasi dan Luas Lahan ..............................................................
17
4.3. Kependudukan .....................................................................................
19
4.5. Perekonomian ......................................................................................
20
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
22
5.1. Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur
22
5.1.1. Distribusi Spasial Permukiman Kumuh .....................................
24
5.2. Karakterisasi Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur ............
26
5.2.1. Karakteristik Lokasi ...................................................................
26
5.2.2. Deskripsi Rumah Masyarakat di Permukiman Kumuh ..............
30
5.2.3. Karakteristik Pendidikan dan Jenis Pekerjaan ...........................
36
5.3. Faktor Penciri Kekumuhan ..................................................................
37
5.4. Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh ....................................
38
5.4.1. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas ......................................
39
5.4.1.1.Keterkaitan Karakteristik Pelaku Dengan MobilitasMasyarakat Permukiman Kumuh.....................
40
5.4.1.2.Aktivitas Masyarakat Permukiman Kumuh dan Moda Transportasi .....................................................................
42
5.4. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Sebaran Permukiman Kumuh ................................................................................................
44
VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................
49
6.1. Kesimpulan ..........................................................................................
49
6.2. Saran ....................................................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
51
LAMPIRAN ...................................................................................................
53
DAFTAR GAMBAR Nomor
1.
Teks
Halaman
Poligon Merah Menunjukkan (A) Kelurahan Bukit Duri, (B) Kelurahan Kampung Melayu Yang Letaknya Pada Citra Quickbird Terlihat Berdekatan ................................................................................
13
2.
Diagram Alir Penelitian ..........................................................................
15
3.
Peta Administrasi Kotamadya Jakarta Timur .........................................
18
4.
Pertumbuhan Penduduk ..........................................................................
20
5.
Grafik PDRB Berdasarkan Harga Konstan ............................................
21
6.
Sebaran Lokasi Kumuh di Jakarta Timur ...............................................
22
7.
Sebaran Lokasi Kumuh di Kecamatan Jatinegara Berdasaran Data Evaluasi RW Kumuh DKI 2008 .............................................................
24
Pola Pemukiman Tidak Teratur Yang Merupakan Daerah Kumuh: Atap Seng(A), Atap Genteng (B), dan Atap Asbes(C): Kenampakan Citra Quickbird Pada Daerah Kumuh Yang Terletak di Kelurahan Cipinang Besar Utara ..............................................................................
25
Pola Permukiman Teratur di Kelurahan Cipinang Besar Selatan Pada Citra Quickbird: Pola Teratur dan Tampak Rapi Antara Rumah dan Jalan Dapat di Bedakan ..........................................................................
25
(a) Permukiman Kumuh Yang Terletak di Dekat Sungai Ciliwung, Dekat Pasar Mester Atau Pasar Jatinegara, (B) Pemukiman Kumuh Yang Terletak di Dekat Sungai Ciliwung ...............................................
26
Frekuensi Jumlah Permukiman Kumuh Terhadap Lokasi Permukiman di Jakarta Timur ......................................................................................
26
12.
Peta Sebaran Permukiman Kumuh di Jakarta Timur ..............................
28
13.
(a) Penampakan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalan Tol,(b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalan Tol...............................................
29
(a) Penampakkan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalan Arteri, (b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalan Arteri ...............................
29
(a) Penampakkan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalur Kereta Api, (b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalur Kereta Api .......................
29
16.
Lokasi Permukiman Kumuh Reponden di Kecamatan Jatinegara .........
30
17.
Sebaran Pemukiman Kumuh Kecamatan Jatinegara ..............................
31
8.
9.
10.
11.
14.
15.
v
18.
Jenis Atap di Pemukiman Kumuh ..........................................................
32
19.
Foto Jenis Atap di Permukiman Kumuh (a) Atap Genteng di Kelurahan Rawa Bunga, dan (b) Atap Seng di Kelurahan Cipinang Besar Utara .............................................................................................
32
20.
Jenis Lantai di Pemukiman Kumuh ........................................................
33
21.
(a) Jenis Rumah Kumuh Berlantai 2 Yang Rata-Rata Terletak di Dekat Sungai, (b) Jenis Rumah Kumuh Yang Berlantai Tanah, Lokasi Terletak di Kelurahan Cipinang Besar Utara .........................................
33
22.
Jenis Dinding di Pemukiman Kumuh .....................................................
34
23.
Lokasi Rumah Yang Dimanfaatkan Sebagai Warung di Kelurahan Cipinang Besar Utara ..............................................................................
34
MCK Umum (a) Terletak di Kelurahan Kampung Melayu, (b) Terletak di Kelurahan Rawa Bunga ........................................................
35
Jenis Ventilasi Yang Terletak di Lokasi Kelurahan Cipinang Besar Utara .......................................................................................................
36
Tingkat Pendidikan Responden di Permukiman Kumuh di Daerah Penelitian ................................................................................................
36
24. 25. 26. 27.
(a) Jenis Pekerjaan Dan (B) Total Pendapatan di Permukiman Kumuh
28.
di Daerah Penelitian................................................................................
37
29.
Peta Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh Kecamatan Jatinegara ................................................................................................
39
Hubungan Antara Kategori (A) Tingkat Pendidikan, (B) Jenis Pekerjaan, (C) Pekerjaan Lain, (D) Asal Daerah Dengan Rataan Frekuensi Kegiatan .................................................................................
41
Hubungan Antara (a) Jumlah Kegiatan, (b) Tujuan Kegiatan, (c) Lokasi Kegiatan, (d) Alat Transportasi Dengan Rataan Frekuensi Kegiatan ..................................................................................................
43
Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Timur 2010 Dan Lokasi Permukiman Kumuh Pada Peruntukan Lahan Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah .......................................................................................
48
30.
31.
32.
vi
DAFTAR TABEL Nomor
1. 2. 3. 4.
Teks
Halaman
Jumlah Sebaran Responden Pada Setiap Kelurahan Berdasarkan Kedekatannya Terhadap Obyek Penting ................................................
12
Peubah Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor Penciri Tingkat Kekumuhan .............................................................................................
14
Data, Sumber Data, Variabel Serta Teknik Analisis Yang Digunakan Dalam Penelitian Ini Adalah ...................................................................
16
Jumlah RW, RW kumuh, Jumlah RT dan RT Kumuh Kecamatan Jakarta Timur 2008 .................................................................................
19
Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Kecamatan, 20062007 ........................................................................................................
19
6.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Umur ....................................
20
7.
Jumlah KK Kumuh di Kecamatan Jatinegara .........................................
23
8.
Luas Sebaran Permukiman Kumuh Hasil Klasifikasi Citra Quickbird ..
27
9.
Rata-Rata Luas Rumah dan Lebar Jalan di Setiap Kategori Kumuh......
34
10.
Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayasi II ...................................
38
11.
Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayasi I .....................................
40
12.
Luas Permukiman Kumuh Pada Berbagai Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Timur Tahun 2010. ...................................
45
5.
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Halaman
1. Tabel Peubah Yang Digunakan pada Analisis Hayashi I ............................
54
2. Tabel Jumlah Perjalanan Masyarakat Permukiman Kumuh Kecamatan Jatinegara berdasarkan Kegiatan serta Lokasi Tujuan .........................
56
3. Tabel Hasil Analisis Faktor Penciri Tingkat Kekumuhan...........................
57
4. Tabel Hasil Analisis Identifikasi Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh.....................................................
58
5. Tabel Data Evaluasi Rukun Warga (RW) Kumuh DKI Jakarta 2008 .........
60
viii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota menyebabkan permintaan kebutuhan lahan semakin meningkat dibandingkan ketersediaan lahan yang strategis. Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta yang relatif tinggi menyebabkan besarnya peluang lapangan usaha dibandingkan dengan di daerah lain. DKI Jakarta sebagai pusat aktifitas pemerintahan dan perekonomian menjadi kota metropolitan terbesar di Indonesia dan memiliki daya tarik kuat bagi penduduk Indonesia untuk bermigrasi. Menurut data Dinas Kependudukan, hingga Juni 2007 jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 7.552.444 jiwa dengan tingkat persebaran 20,8% di Jakarta Barat, 15,7% di Jakarta Utara, 11,6% di Jakarta Pusat, 0,3% di Kepulauan Seribu, 28,6% di Jakarta Timur, dan 23,0% di Jakarta Selatan. Berdasarkan data bulan Februari 2008 jumlah penduduk yang datang ke Jakarta Barat sebesar 220 jiwa, ke Jakarta Utara sebesar 216 jiwa, ke Jakarta Pusat sebesar 212 jiwa, ke Jakarta Timur 1726 jiwa, dan ke Jakarta Selatan sebesar 757 jiwa (Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya, 2008). Pertumbuhan perekonomian menyebabkan Jakarta menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi sebagian penduduk di wilayah lain, pada akhirnya menjadi salah satu penyebab utama fenomena urbanisasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Urbanisasi yang terjadi di daerah perkotaan disebabkan oleh tidak seimbangnya peluang untuk mencari nafkah di daerah pedesaan dan perkotaan sehingga memperkuat daya tarik kota karena dianggap mampu memberikan masa depan lebih baik bagi masyarakat perdesaan. Pada tahun 2007, untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia penduduk perkotaan akan melebihi penduduk pedesaan (UN-Habitat, 2007). Pelaku urbanisasi terdiri dari tenaga terdidik serta tidak terdidik. Salah satu dampak negatif urbanisasi khususnya terkait dengan kaum pendatang yang tidak terdidik adalah berkembangnya sektor informal serta munculnya lingkungan kumuh. Upaya pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana permukiman yang terjangkau dan layak huni belum sepenuhnya dapat memenuhi besarnya permintaan hunian layak tersebut. Pertumbuhan penduduk dan terbatasnya lahan menyebabkan semakin berkembangnya rumah petak kecil yang diperjualbelikan dan disewakan kepada para pendatang. Rumah petak-petak kecil tersebut kemudian berkembang menjadi kawasan padat dan kumuh yang disebut dengan kawasan
1
kumuh (Slum Area). Permukiman kumuh dapat dikatakan sebagai pengejawantahan dari kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuh tersebut masyarakat miskin tinggal di wilayah perkotaan. Permukiman kumuh dapat ditemui di berbagai belahan dunia. Di negara maju seperti Amerika Serikat, berbagai wilayah permukiman kumuh telah ada lebih dari satu abad yang lalu, seperti yang terjadi pada kawasan ghetto di Los Angeles (de Graaf, 1970). Negara berkembang seperti Kenya juga menghadapi masalah lingkungan dari pemukiman kumuh ini, terutama pada aspek kesehatan (KimaniMurage and Ngindu 2007). Di negara miskin seperti Uganda, masalah permukiman kaum miskin diketahui berasosiasi dengan penyakit HIV/AIDS (Nyanzi, 2009). Di Indonesia, kawasan permukiman kumuh telah teridentifikasi di berbagai tingkat perkotaan, baik pada perkotaan dengan penduduk tinggi maupun sedang. Pada daerah Bandung kondisi masyarakat di permukiman kumuh ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan kepala keluarga, yaitu antara berkisar SD dan SMP. Kondisi ini menyebabkan mereka sulit untuk memiliki pekerjaan tetap, sehingga umumnya bekerja pada sektor informal (Lestari, 2006). Kota Surakarta yang merupakan salah satu di antara sepuluh kota besar di Indonesia yang sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, juga mempunyai masalah permukiman kumuh karena arus urbanisasi ke daerah ini semakin besar, sehingga terbentuk lingkungan perumahan yang berpendapatan rendah (Prasetyo, 2009). Kondisi seperti ini juga terjadi di kota Medan (Zulkarnain, 2004). Sebagai kota terbesar di Indonesia, Jakarta juga menghadapi masalah permukiman kumuh. Lokasi yang cenderung tersebar menjadikannya sulit dikelola, sehingga hampir setiap administratif kota di Jakarta memiliki wilayah kumuh. Salah satu wilayah penting dari Provinsi DKI Jakarta dengan permasalahan tersebut adalah Kota Jakarta Timur. Kota ini didesain menjadi daerah pengembangan untuk permukiman penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi terutama industri pengolahan dan pariwisata (BPS, 2007). Menurut data Dinas Kependudukan DKI Jakarta dan Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya, persebaran penduduk yang paling padat dan jumlah pendatang yang terbanyak adalah menuju ke Jakarta Timur. Adanya kawasan industri merupakan salah satu alasan besarnya arus migrasi ke wilayah tersebut.
2
1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi kawasan permukiman kumuh di wilayah Jakarta Timur, (2) Mempelajari karakteristik permukiman kumuh di wilayah Jakarta Timur, (3) Mengetahui faktor penciri yang menentukan kawasan kumuh, dan (4) Mempelajari mobilitas masyarakat di permukiman kumuh.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Permukiman Kumuh Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 4 tahun 1992, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan, misalnya pendidikan, pasar, transportasi, pelayanan kesehatan, pelayanan keuangan, dan administrasi. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sementara itu, Undang - undang No 4 tahun 1999 mendefinisikan bahwa satuan lingkungan permukiman merupakan kawasan perumahan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk tertentu, yang dilengkapi dengan sistem prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja terbatas dengan penataan ruang yang terencana dan teratur sehingga memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal. UU tersebut menyatakan bahwa perumahan dan permukiman merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Perumahan, lingkungan permukiman serta prasarana dan sarana pendukungnya diperlukan dalam kawasan permukiman untuk memenuhi fungsinya sebagai kebutuhan dasar manusia, pengembangan keluarga dan mendorong kegiatan ekonomi. Dinas Tata kota DKI Jakarta (1997) mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang berpenghuni padat, kondisi sosial ekonomi umumnya rendah, jumlah rumah sangat padat, dan ukurannya di bawah standar, prasarana lingkungan hampir tidak ada, atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, umumnya dibangun di atas tanah Negara atau milik orang lain, tumbuh tidak terencana dan umumnya berada di lokasi yang strategis di pusat-pusat kota. Aturan normatif lain terkait dengan permukiman kumuh dituangkan dalam bentuk kebijakan penanganan permukiman kumuh sesuai dengan Surat Edaran Menpera No. 04/SE/M/I/93 tahun 1993, yang menyatakan bahwa perumahan dan permukiman kumuh adalah lingkungan hunian dan usaha yang tidak layak huni yang keadaannya tidak memenuhi persyaratan teknis, sosial, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan serta tidak memenuhi persyaratan ekologis dan legal administratif yang penanganannya dilaksanakan melalui pola perbaikan/pemugaran, peremajaan maupun relokasi sesuai dengan tingkat/ kondisi permasalahan yang ada.
4
Pendapat lain tentang definisi permukiman kumuh dinyatakan oleh Sadyohutomo (2008), yaitu tempat tinggal penduduk miskin di pusat kota dan permukiman padat tidak teratur di pinggiran kota yang penghuninya umumnya berasal dari para migran luar daerah. Sebagian dari permukiman ini merupakan permukiman yang ilegal pada tanah yang bukan miliknya, tanpa seijin pemegang hak tanah sehingga disebut sebagai permukiman liar (wild occupation atau squatter settlement). Tanah-tanah yang diduduki secara liar ini adalah tanah-tanah pemerintah atau negara, misalnya sempadan sungai, sempadan pantai, dan tanah instansi yang tidak terawat. Penyebab munculnya permukiman kumuh adalah sebagai berikut (Sadyohutomo, 2008): 1. Pertumbuhan kota yang tinggi, yang tidak diimbangi oleh tingkat pendapatan yang cukup 2. Keterlambatan pemerintah kota dalam merencanakan dan membangun prasarana (terutama jalan) pada daerah perkembangan permukiman baru. Seiring dengan kebutuhan perumahan yang meningkat maka masyarakat secara swadaya memecah bidang tanah dan membangun permukiman tanpa didasari perencanaan tapak (site plan) yang memadai. Akibatnya bentuk dan tata letak kaveling tanah menjadi tidak teratur dan tidak dilengkapi prasarana dasar permukiman. Menurut Ooi dan Phua (2007) penghuni liar dan tempat tinggal kumuh terbentuk karena ketidakmampuan pemerintah kota dalam merencanakan dan penyediaan perumahan yang terjangkau bagi kalangan yang berpendapatan rendah di suatu populasi perkotaan. Oleh karena itu bangunan liar dan pemukiman kumuh adalah solusi dari perumahan bagi populasi perkotaan yang berpendapatan rendah. Pada daerah mega urban atau area metropolitan, sebagian dari masalah terkait dengan koordinasi antara kekuasaan yang berbeda dalam pengelolaan pembangunan ekonomi, perencanaan kota, dan alokasi lahan. Menurut Avelar et al. (2008) karakteristik permukiman kumuh mempunyai kondisi perumahan dengan kepadatan tinggi dan ukuran unit perumahan relatif kecil, atap rumah di daerah kumuh biasanya terbuat dari bahan yang sama dengan dinding. Karakteristik pemukiman kumuh yang paling menonjol adalah kualitas bangunan rumahnya yang tidak permanen, dengan kerapatan bangunan yang tinggi dan tidak teratur, prasarana jalan yang sangat terbatas kalaupun ada berupa gang-gang sempit yang berliku-liku, tidak adanya saluran drainase dan tempat penampungan sampah, sehingga terlihat kotor. Tidak jarang pula pemukiman kumuh terdapat di daerah yang secara berkala mengalami banjir (Rebekka, 1991)
5
Menurut hasil penelitian Suparlan (2000), ciri-ciri dari pemukiman kumuh adalah: 1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai. 2. Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin. 3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam pengunaan ruang-ruang yang ada di permukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya. 4. Permukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai: a. Sebuah komunitas tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar. b. Satuan komunitas tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW. c. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah kelurahan, dan bukan hunian liar. 5. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen. Warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat pendapatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat permukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut. 6. Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informal. Menurut Sueca (2004) rumah kumuh memberikan jawaban hidup bagi orang yang tinggal di dalamnya. Tanpa bantuan sedikitpun dari pemerintah, penduduk mampu membangun perekonomian secara mandiri, serta tidak memerlukan kredit perbankan. Penduduk mampu memanfaatkan sumber daya yang amat terbatas agar dapat bertahan hidup dan umumnya mampu mendaur ulang bahan-bahan yang tidak terpakai menjadi sesuatu yang berguna. Dengan demikian secara swadaya, kebutuhan dasar perumahan dapat dipenuhi. Secara ekonomi, permukiman ini juga memasok barang dan tenaga kerja yang murah, terutama dalam sektor informal. Munculnya permukiman liar dan permukiman yang tidak layak huni sebenarnya merupakan kelemahan manajemen dalam mengelola tata ruang kota.
6
Upaya telah dilakukan untuk mengurangi persoalan permukiman kumuh yaitu dengan perbaikan kondisi lingkungan dan membuat rumah susun yang telah melibatkan partisipasi masyarakat (Bandiyono, 2004). Menurut Dinas Tata Kota DKI Jakarta, kawasan kumuh dikelompokkan berdasarkan beberapa kriteria yaitu kepadatan penduduk eksisting, tata letak bangunan, keadaan konstruksi, ventilasi, kepadatan bangunan, keadaan jalan, drainase, pemakaian air bersih, pembuangan limbah manusia, dan pembuangan sampah. Stratifikasi kumuh berat, sedang, ringan dan sangat ringan ditentukan berdasarkan nilai indeks komposit dari 10 peubah tersebut.
2.2. Urbanisasi Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa atau daerah ke kota. Urbanisasi terjadi karena adanya anggapan bahwa kota adalah tempat untuk mengubah nasib, tempat untuk mencari penghidupan yang lebih baik dan tempat untuk mencari kesenangan. Urbanisasi merupakan salah satu indikator dari tingkat kemajuan ekonomi suatu negara atau wilayah. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk. Beda dari keduanya adalah migrasi penduduk lebih bermakna perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara atau tidak menetap. Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik (Wikipedia, 2009). Faktor penyebab terjadinya urbanisasi adalah : 1. Kehidupan kota yang lebih modern dan mewah 2. Sarana dan prasarana kota yang lebih lengkap 3. Banyak lapangan pekerjaan di kota 4. Di kota banyak perempuan cantik dan laki-laki ganteng
7
5. Pengaruh buruk sinetron Indonesia 6. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas Sedangkan faktor pendorong terjadinya urbanisasi adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lahan pertanian yang semakin sempit Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa Terbatasnya sarana dan prasarana di desa Diusir dari desa asal Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
Dalam rangka menemukan sebuah definisi atau konsepsi urbanisasi diperlukan beberapa pertimbangan, dimana pertimbangan ini didasarkan atas sifat yang dimiliki arti dan istilah urbanisasi, yaitu multi-sektoral dan kompleks, misalnya saja (Ningsih, 2002) : 1. Dari segi demografi, urbanisasi ini dilihat sebagai suatu proses yang ditunjukkan melalui perubahan penyebaran penduduk dalam suatu wilayah. Masalah-masalah mengenai kepadatan penduduk berakibat lanjut terhadap masalah perumahan dan masalah kelebihan tenaga kerja menjadi masalah yang sangat merisaukan karena dapat menghambat pembangunan. Pemerintah secara khusus menangani masalah perumahan dengan diadakannya Departemen Perumahan. 2. Dari segi ekonomi, urbanisasi adalah perubahan struktural dalam sektor mata pencaharian. Ini dapat dilihat dari banyaknya penduduk desa yang meninggalkan pekerjaannya di bidang pertanian, beralih bekerja menjadi buruh atau pekerja kasar yang sifatnya non agraris di kota. Masalah-masalah yang menyangkut mata pencaharian sektor informasi atau yang lebih dikenal dengan istilah pedagang kaki lima. 3. Dalam pengertian sosiologi maka urbanisasi dikaitkan dengan sikap hidup penduduk dalam lingkungan pedesaan yang mendapat pengaruh dari kehidupan kota. Dalam hal ini apakah mereka dapat bertahan pada cara hidup desa ataukah mereka mengikuti arus cara hidup orang kota yang belum mereka kenal secara mendalam, sehingga akan dapat menimbulkan masalahmasalah sosiologis yang baru. Dari segi sosiologi, urbanisasi dapat menimbulkan lapisan sosial yang baru dan menjadi beban kota, karena kebanyakan dari mereka yang tidak berhasil hidup layak di kota dan akan menjadi penggelandang membentuk daerah slum atau daerah hunian liar Menurut McGee (1990) proses perkembangan dan urbanisasi kota-kota di Indonesia (terutama di Pulau Jawa) ditandai oleh adanya restrukturisasi internal kota-
8
kota besarnya. Kota-kota di Indonesia pada beberapa dekade mendatang cenderung akan terus berkembang baik secara demografis, fisik, maupun spasial. Fenomena menyusutnya penduduk perdesaan dalam dua dekade yang lalu akibat adanya migrasi besar-besaran penduduk perdesaan. Hal ini memberi indikasi bahwa kota-kota di Indonesia akan berkembang pesat baik secara demografis maupun spasial di masa mendatang. Lipton (1977) menyatakan bahwa urbanisasi merupakan refleksi dari gejala kemandegan ekonomi di desa yang dicirikan oleh sulitnya mendapatkan pekerjaan dan fragmentasi lahan (sebagai faktor pendorong), serta daya tarik kota dengan penghasilan tinggi (sebagai faktor penarik). Faktor pendorong dan faktor penarik sama-sama menjadi determinan penting. Urbanisasi menjadi pilihan yang rasional bagi penduduk di dalam usaha mengejar pendapatan yang lebih baik ketimbang tetap bertahan di desa. Meningkatnya proses urbanisasi tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan pembangunan perkotaan, khususnya pembangunan ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah. Peningkatan jumlah penduduk akan berkorelasi positif dengan meningkatnya urbanisasi di suatu wilayah. Ada kecenderungan bahwa aktivitas perekonomian akan terpusat pada suatu area yang memilik tingkat konsentrasi penduduk yang cukup tinggi. Hubungan positif antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan apa yang dikenal dengan nama daerah perkotaan. Di sini dapat dilihat adanya keterkaitan timbal balik antara aktivitas ekonomi dengan konsentrasi penduduk. Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Karena mereka dapat menghemat berbagai biaya, antara lain biaya distribusi barang dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang kepada pusat kegiatan ekonomi karena di tempat itulah mereka akan lebih mudah memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian, urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk atau masyarakat.
2.3. Aplikasi Geospasial dalam Pemukiman Kumuh Mengingat dampak yang ditimbulkan cukup signifikan pada aspek ekonomi dan kemanusiaan, pemukiman kumuh membutuhkan mekanisme pemantauan yang memadai. Pemantauan dapat dilakukan melalui pendekatan survei lapang yang saat ini banyak digunakan oleh dinas dan Badan Pusat Statistik. Mekanisme tersebut
9
cukup bermanfaat untuk meninjau masalah dalam ruang lingkup tertentu, namun sulit divalidasi melalui proses yang melibatkan informasi spasial seperti luasan atau lokasi geografisnya. Dengan semakin berkembangnya teknologi geospasial terutama sensor penginderaan jauh, identifikasi atau pemetaan permukiman kumuh secara spasial dimungkinkan. Dengan pendekatan tersebut diharapkan ketimpangan informasi yang belum dapat dicakup oleh pendekatan pertama dapat dikurangi. Namun demikian, hasil studi literatur menunjukkan bahwa aplikasi penginderaan jauh dalam pemantauan permukiman kumuh cukup terbatas. Percobaan pendahuluan dilakukan oleh Raghavswamy et al. (1989) dalam memetakan lingkungan kumuh di Bombai, India menggunakan citra Landsat Thematic Mapper. Satelit generasi baru seperti ASTER juga telah dimanfaatkan untuk tujuan ini (Netzband and Rahman, 2009) pada metropolitan Delhi di India. Perkembangan teknologi sensor saat ini mampu menghasilkan citra satelit dengan resolusi spasial yang tinggi, seperti Quickbird. Citra satelit Quickbird adalah citra satelit yang cocok untuk studi daerah perkotaan yang menunjukkan fitur yang cukup detail untuk analisis yang diperlukan. Citra satelit ini diluncurkan pada tanggal 28 Februari 2005. Resolusi spasial data citra Quickbird adalah 0.6 m untuk pankromatik dan 2.4 m untuk multispektral. Resolusi spasial yang sangat tinggi memungkinkan untuk membedakan konstruksi dalam ukuran kecil. Quickbird multispektral memiliki tiga band yaitu biru (0,45-0.52 mm), hijau (0,52-0,60 mm), merah (0,63-0,69 mm) dan satu band inframerah dekat (0,76-0,90 mm). Data citra ini terekam dalam skala warna 11 bit yang menghasilkan tingkat intensitas yang lebar (sampai 2048 tingkatan warna atau rona) (Avelar et al., 2008).
10
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang Cempedak, Cipinang Besar Utara, Cipinang Besar Selatan, Kampung Melayu, Rawa Bunga, Balimester, Cipinang Muara, Bidara Cina. Survei lapangan dan kuesioner dilakukan di 4 kelurahan yang berada di Kecamatan Jatinegara yaitu kelurahan Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, Rawa Bunga, dan Balimester dan 1 kelurahan yang berada di Kecamatan Tebet yaitu Kelurahan Bukit Duri yang berbatasan dengan kelurahan Kampung Melayu. . 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat kuesioner, data statistik BPS, data Direktori RW Kumuh 2008 serta citra digital QuickBird tahun 2006. Peralatan yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System), seperangkat komputer, dan perangkat lunak yang terdiri dari Microsoft Office, Quick basic QB45, dan ArcView GIS 3.3.
3.3. Tahap Kegiatan Penelitian 3.3.1. Penetapan Lokasi Contoh Penetapan lokasi permukiman kumuh didasarkan pada data tabular BPS DKI yaitu “Evaluasi RW Kumuh DKI 2008”. Dari data ini diperoleh informasi bahwa jumlah Kepala Keluarga (KK) kumuh paling banyak terdapat di Kecamatan Jatinegara. Sebagai tambahan dan perbandingan, Kelurahan Bukit Duri di Kecamatan Tebet juga ditetapkan sebagai salah lokasi contoh, kelurahan ini berbatasan langsung dengan Kelurahan Kampung Melayu (lihat Gambar 1). Klasifikasi permukiman kumuh dilakukan berdasarkan data yang terdapat pada “Evaluasi RW Kumuh DKI 2008”. Klasifikasi tersebut berdasarkan kategori permukiman kumuh yang digunakan oleh Dinas Perumahan DKI Jakarta (1997) yaitu: 1. Kawasan permukiman kepadatan rendah (kumuh ringan) apabila jumlah penduduk < 300 jiwa / Ha. 2. Kawasan permukiman kepadatan sedang (kumuh sedang) apabila jumlah
11
3.
penduduk 300-800 jiwa / Ha. Kawasan permukiman kepadatan tinggi (kumuh berat) apabila jumlah penduduk >800 jiwa / Ha.
3.3.2. Inventarisasi Karakteristik Tempat Tinggal dan Aktifitas Masyarakat Permukiman Kumuh Inventarisasi karakteristik tempat tinggal dan aktifitas masyarakat di permukiman kumuh dilakukan dengan cara survei lapangan di beberapa kawasan permukiman kumuh yang berada di Kecamatan Jatinegara dan Kelurahan Bukit Duri. Cek lapang dilakukan untuk memperoleh data primer dan sekunder tentang keadaan lingkungan kawasan kumuh di daerah yang diteliti. Melalui wawancara, data kondisi lingkungan dan kegiatan penghuni di lingkungan kawasan kumuh tersebut dapat dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara lengkap dan detil tentang daerah yang diteliti. Pada setiap titik pengamatan lapang, koordinat lokasi yang diperoleh dari GPS dicatat dan selanjutnya dibandingkan dengan kenampakan citra Quickbird. Informasi yang digali melalui kuesioner meliputi keberadaan lokasi dan situasi rumah, jenis penerangan yang digunakan di sekitar rumah, tempat pembuangan sampah yang biasa digunakan oleh masyarakat, tempat MCK yang digunakan setiap hari, sumber air bersih yang biasa digunakan oleh masyarakat, luas rumah yang ditempati, lebar jalan yang terdekat dengan rumah, status kepemilikan lahan, serta kondisi fisik rumah yang berupa jenis lantai, jenis dinding, jenis atap, dan ventilasi. Tabel 1 menyajikan sebaran responden berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, sedangkan Gambar 1 menyajikan situasi lokasi penelitian. Tabel 1. Jumlah Sebaran Responden Pada Setiap Kelurahan Berdasarkan Kedekatannya Terhadap Obyek Penting Kecamatan
Kelurahan
Jatinegara Jatinegara
Balimester Cipanang Besar Utara
Jatinegara Jatinegara Tebet
Kampung Melayu Rawa Bunga Bukit Duri
Sungai
Pasar
Sungai, Pasar
Jalan Raya
Rel Kereta
0 24
5 0
0 0
0 10
0 0
0 5 1
0 1 0
17 0 0
0 0 0
0 0 9
12
Gambar 1. Poligon Merah Menunjukkan (A) Kelurahan Bukit Duri, (B) Kelurahan Kampung Melayu Yang Letaknya Pada Citra Quickbird Terlihat Berdekatan
Jumlah responden tersebut ditetapkan proporsional terhadap jumlah KK kumuh dari data Badan Pusat Statistik 2008. Direktori KK Kumuh terbitan BPS tersebut menyajikan jumlah KK kumuh di setiap RW di wilayah Jakarta Timur. Selain itu juga disesuaikan dengan lokasi dan kedekatannya dengan berbagai penciri lokasi (sungai, pasar, jalan raya dan jalan kereta) ditetapkan sebaran sebagaimana disampaikan pada Tabel 1 tersebut. Total jumlah responden adalah sebanyak 72 KK. Dari setiap responden KK tersebut digali informasi aktifitas seluruh anggota keluarga. Total individu yang menjadi responden aktifitas dengan demikian 312 orang.
3.3.3. Identifikasi Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh Mobilitas atau pergerakan masyarakat permukiman kumuh diidentifikasi melalui wawancara kepada penghuni permukiman kumuh. Wawancara ini berkaitan dengan perilaku sehari-hari dari penghuni permukiman kumuh. Selanjutnya informasi hasil wawancara terkait orientasi pemenuhan fasilitas digunakan untuk penentuan titik-titik koordinat lokasi yang sering digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. 3.3.4. Teknik Analisis Data 3.3.4.1.Analisis Identifikasi Permukiman Kumuh Secara Spasial Analisis spasial untuk mengidentifikasi permukiman kumuh diawali dengan koreksi geometri dan dilanjutkan dengan digitasi layar (on screen digitizing). Tiga unsur spasial yang dapat dibentuk melalui digitasi layar ini antara lain titik, garis, dan poligon. Proses interpretasi cakupan permukiman kumuh selanjutnya dilakukan berdasarkan titik yang sebelumnya telah direkam oleh perangkat GPS. Hasil proses dijitasi layar adalah sebaran pemukiman kumuh pada lokasi yang terpilih.
13
3.3.4.2.Analisis Penentuan Faktor Penciri Pemukiman Kumuh Untuk menentukan faktor penciri permukiman kumuh digunakan metode Kuantifikasi Hayashi II. Analisis tersebut ditujukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara peubah-peubah penjelas dengan satu peubah tujuan tertentu yang bersifat kategori kelompok (Grouping Variables). Selanjutnya, dari hasil pengujian terhadap nilai penduga parameter koefisien keterkaitan ini diperoleh peubah-peubah penjelas yang nyata kaitannya dengan tingkat kekumuhan suatu kawasan. Peubah yang ditelaah dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Peubah Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor Penciri Tingkat Kekumuhan Peubah X Asal
Kategori 1 = Jabodetabek 2 = Banten, Jawa,Yogyakarta 3 = Luar Jawa Pendidikan 1 = Tidak Sekolah 2 = SD 3 = SMP,SMA,S1 Pekerjaan 1= Pegawai, Wiraswasta 2= 2= Buruh, Pedagang Informal, Pemulung,Supir 3= Ibu rumah tangga, Pensiunan, Pengangguran Lokasi Rumah 1= Dekat Sungai 2= Dekat Pasar 3= Dekat Jalan Raya Buang Sampah 1= Sungai, Selokan 2= Dibakar 3= Dikumpulkan, Gerobak, Tempat Sampah Skor Kualitas Rumah 1= Rendah 2= Sedang 3= Baik Skor Polusi 1= Rendah 2= Tinggi Luas Rumah 1= 0-26 2= 26-52 3= >52 Lebar Jalan 1= 0-1 2= >1
Persamaan pengujian korelasi parsial peubah yang berperan nyata terhadap tingkat kekumuhan di suatu lokasi adalah sebagai berikut: t2 r , dimana t= nilai t- tabel t2 n 2
14
Nilai t tabel diidentifikasi dari tabel t-student pada tingkat kepercayaan (1-α) * 100% tertentu dengan derajat bebas (n-2). Dalam hal ini ditetapkan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Dari hasil persamaan tersebut diperoleh nilai batas kritis yang digunakan sebagai titik ambang korelasi yang nyata pada tingkat kepercayaan 95% tersebut. Nilai korelasi parsial dinyatakan nyata pada tingkat kepercayaan 95% jika nilai korelasi parsial lebih besar dari nilai r hasil perhitungan.
3.3.4.3.Analisis Penentuan Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Untuk mengidentifikasi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh, penelitian ini menggunakan pendekatan Kuantifikasi Hayashi I. Pada analisis ini peubah tujuan frekuensi kegiatan di ukur dalam skala kuantitatif dan peubah-peubah penjelas (Lampiran 1) diukur dalam skala kualitatif. Struktur data dan pendekatan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3, sedangkan keterkaitan antar sub komponen penelitian digambarkan pada diagram alir pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
15
Tabel 3. Data, Sumber Data, Variabel Serta Teknik Analisis Yang Digunakan Dalam Penelitian Ini Adalah
No
Tujuan
1
Identifikasi Permukiman Kumuh
Data & alat yang digunakan Peta Administrasi Jakarta Timur, Citra Quickbird, Data Direktori RW kumuh DKI 2008 Kamera, kuesioner
Sumber Data
Variabel yang digunakan
Teknik Analisis
Bappenas
Kenampakan visual (tekstur, rona, hue, keteraturan pola/bentuk)
Koreksi Geometri, Digitasi On Screen, Tumpang tindih Peta (Overlay)
Jumlah Penduduk, pencemaran air dan udara, tempat pembuangan sampah, MCK, fasilitas pendidikan dasar, fasilitas kesehatan, sumber air bersih
Deskriptif
Badan Pusat Statistik, Pemda Jakarta Timur, Responden di kawasan Permukiman Kumuh Responden di kawasan Permukiman Kumuh
Jumlah penduduk, jumlah sarana dan prasarana yang digunakan, jarak, arah perjalanan, moda transportasi Asal, pendidikan, pekerjaan, skor kualitas rumuh,skor polusi, lokasi rumah, cara buang sampah,lebar jalan terdekat,luas rumah
Analisis Sosiogram, deskriptif, Analisis Hayashi I
2
Karakteristik Permukiman Kumuh
3
Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh
Pengisian Kuesioner, GPS
4
Faktor Penciri Permukiman kumuh
Pengisian Kuesioner
Badan Pusat Statistik DKI Jakarta Badan Pusat Statistik, Pemda Jakarta Timur
Analisis Hayashi II
16
IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI
4.1. Geografi dan Lingkungan Jakarta Timur terletak pada wilayah bagian Timur ibukota Republik Indonesia, dengan letak geografis berada pada 1060 49' 35'' Bujur Timur dan 060 10' 37'' Lintang Selatan. Rata-rata ketinggian tempat daerah penelitian 50 meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan lereng yang relatif landai, terdiri 95 % daratan dan selebihnya rawa atau pesawahan. Wilayah Jakarta Timur umumnya didominasi oleh kelas pemanfaatan lahan permukiman yang mencapai 80% pada wilayah administrasinya secara keseluruhan. Kota Jakarta Timur terdiri dari 10 kecamatan yang tersebar dengan batas-batas wilayah administrasi diantaranya: Sebelah Utara : Kota Jakarta Pusat dan Jakarta Utara
Sebelah Timur
: Kota Bekasi – Jawa Barat
Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor – Jawa Barat Sebelah Barat : Kota Jakarta Selatan Kondisi iklim wilayah Jakarta Timur relatif panas, dengan suhu rata-rata berkisar antara 27-31 0C, kelembaban rata-rata berkisar antara 40%-60%, curah hujan rata-rata adalah 2.000 mm per tahun dengan curah hujan maksimum pada bulan Januari.
4.2. Administrasi dan Luas Lahan Secara administratif wilayah Jakarta Timur dibagi menjadi 10 Kecamatan, 65 Kelurahan, 673 Rukun Warga dan 7.513 Rukun Tetangga. Berdasarkan data BPS, luas wilayah Jakarta Timur adalah 188,03 km 2 atau sekitar 23,39% dari wilayah provinsi DKI Jakarta. Setiap kecamatan mempunyai jumlah kelurahan yang berbeda. Kecamatan Matraman mempunyai jumlah 6 kelurahan. Sementara Kecamatan Jatinegara mempunyai 8 kelurahan. Gambar berikut menyajikan peta administrasi wilayah studi.
17
106°50'
106°55'
PETA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
JAKARTA UTARA JAKARTA BARAT 6°10'
U
6°10'
JAKARTA PUSAT
Pulogadung
2000
Cakung
0
2000
4000 M
Matraman
LEGENDA Cakung Cipayung
Jatinegara Duren Sawit
Ciracas Duren Sawit
6°15'
Jatinegara
6°15'
Kramat Jati Makasar
Makasar
KODYA BEKASI
Matraman
JAKARTA SELATAN
Kramat Jati
Pasar Rebo Pulogadung Batas Kelurahan
PETA ADMINISTRASI DKI JAKARTA
Ciracas
Cipayung
Pasar Rebo
6°20'
JAKART A UT ARA
JAKART A BARAT
6°20'
JAKART A PUSAT
JAKART A TI MU R JAKART A SELAT AN
106°50'
106°55'
Gambar 3. Peta Administrasi Kotamadya Jakarta Timur
Secara geografis, kesepuluh kecamatan tersebut dibagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah Selatan yang terdiri dari atas lima kecamatan yaitu Kecamatan Kramat Jati, Kecamatan Ciracas, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Pasar Rebo, dan Kecamatan Makasar. Sedangkan yang termasuk wilayah utara adalah Kecamatan Matraman, Kecamatan Jatinegara, Kecamatan Pulogadung, Kecamatan Duren Sawit, dan Kecamatan Cakung. Masing-masing kecamatan mempunyai kondisi fisik yang berbeda. Dari sisi fisik kekumuhan jumlah RW yang kumuh masing-masing kecamatan juga berbeda. Secara terinci jumlah RW kumuh yang ada di Kotamadya Jakarta Timur berdasarkan data dari BPS tahun 2008 disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa, kecamatan yang terdapat RW kumuh paling banyak adalah Kecamatan Jatinegara. Sementara yang jumlah RW kumuhnya paling sedikit adalah Kecamatan Ciracas dan Cipayung.
18
Tabel 4. Jumlah RW, RW kumuh, Jumlah RT dan RT Kumuh Kecamatan Jakarta Timur 2008 Kecamatan
Jumlah RW
Ciracas Cipayung Makasar Kramat Jati Jatinegara Duren Sawit Cakung Pulogadung Matraman
49 56 53 65 90 95 84 91 62
Jumlah RW Kumuh 1 1 9 9 22 9 7 11 8
Jumlah RT 593 494 569 652 1141 1113 935 1021 800
Jumlah RT Kumuh 3 1 14 50 137 23 34 40 37
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2008
4.3. Kependudukan Jumlah penduduk Jakarta Timur pada tahun 2007 tercatat sebanyak 2.168.601 jiwa tediri dari jumlah berjenis kelamin laki-laki sebesar 1.148.397 jiwa dan peduduk berjenis kelamin perempuan sebesar 1.020.204 jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 601.847. Tabel 5 menyajikan jumlah rumah tangga dan penduduk menurut kecamatan, berdasarkan Tabel 5 jumlah penduduk yang paling banyak terdapat pada kecamatan Duren Sawit. Dinamika jumlah penduduk wilayah kajian disajikan pada Gambar 4. Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Kecamatan, 2006-2007 Kecamatan
Rumah tangga
Pasar Rebo Ciracas Cipayung Makasar Kramat Jati Jatinegara Duren Sawit Cakung Pulo Gadung Matraman Jumlah
Jumlah % Jumlah % 32.030 5,32 162.747 7,5 51.469 8,55 202.815 9,35 32.704 5,43 125.716 5,8 41.635 6,92 180.581 8,33 54.058 8,98 206.327 9,51 76.501 12,71 263.949 12,17 90.976 15,12 320.925 14,8 86.924 14,44 232.140 10,7 74.582 12,39 280.147 12,92 60.968 10,13 193.254 8,91 601.847 100 2.168.601 100
Penduduk
Sumber Data : BPS Kota Administrasi Jakarta Timur dalam Jakarta Timur Dalam Angka 2008
19
Gambar 4. Pertumbuhan Penduduk
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan penduduk di semua kecamatan di Jakarta Timur bersifat fluktuatif. Jumlah penduduk di Kecamatan Jatinegara dan Kecamatan Cipayung dari tahun 2004 sampai tahun 2006 meningkat, namun pada tahun 2007 mengalami penurunan. Di Kecamatan Pulo Gadung, Kecamatan Matraman, Kecamatan Ciracas, Kecamatan Kramat Jati, Kecamatan Duren Sawit, dan Kecamatan Makasar, jumlah penduduk terlihat relatif konstan. Jika dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan golongan umur dengan asumsi bahwa penduduk usia produktif untuk bekerja yaitu mulai dari usia 15 - 49 yaitu sebesar 1.480.633 orang atau sekitar 61.15%. Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Umur Golongan Umur 0-4 5-9 10-14 15-49 50-64 65+
Laki-laki Jumlah % 104.181 8,65 96.514 8,02 97.416 8,09 719.796 5.980 144.771 12,03 41.041 3,14
Perempuan Jumlah % 90.200 7,41 101.926 8,37 99.220 8,15 760.837 6.248 121.770 10 43.747 3,59
Jumlah Jumlah % 194.381 8,03 198.440 8,2 196.636 8,12 1.480.633 61,15 266.541 11,01 84.788 3,5
Sumber data : Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007 dalam Jakarta Timur Dalam Angka
4.5. Perekonomian Wilayah Jakarta Timur merupakan salah satu wilayah perindustrian sedang/besar yang penting di DKI Jakarta. Sektor perekomonian yang paling berperan di Jakarta Timur berdasarkan harga konstan adalah sektor industri pengolahan. Sektor ini mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pertumbuhan
20
berbagai sektor di Kota Jakarta Timur pada periode tahun 2000 – 2007 disajikan pada gambar berikut.
Gambar 5. Grafik PDRB Berdasarkan Harga Konstan
21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur Di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Kota Jakarta Timur merupakan salah satu wilayah yang mempunyai berbagai keunikan baik secara geografis, demografis serta hidrologis. Dari sisi geografis, Kota Jakarta Timur merupakan wilayah yang terluas dan terdiri dari beberapa perkampungan. Dari sisi demografisnya, Jakarta Timur memiliki jumlah penduduknya terbanyak dibandingkan dengan wilayah Jakarta lainnya. Sementara itu, dari sisi hidrologis, Jakarta Timur dilewati oleh beberapa sungai dan kanal antara lain: Cakung Drain, Kali Ciliwung, Kali Malang, Kali Sunter, dan Kali Cipinang. Menurut BPS pada tahun 2000 dalam rangka pembangunan wilayah DKI Jakarta, Kota Jakarta Timur diarahkan menjadi daerah pengembangan untuk permukiman penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi terutama industri pengolahan dan pariwisata. Banyaknya lapangan pekerjaan di wilayah ini telah mendorong proses migrasi dan menetap, sehingga kebutuhan perumahan menjadi sangat tinggi. Untuk migran yang tidak terdidik dengan pekerjaan yang terbatas, maka wilayah permukiman kumuh menjadi pilihan. Gambar 6 menyajikan distribusi permukiman kumuh di tingkat kecamatan Jakarta Timur.
Gambar 6. Sebaran Lokasi Kumuh di Jakarta Timur
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa wilayah yang memiliki KK kumuh paling banyak adalah Kecamatan Jatinegara dengan jumlah KK kumuh sebesar 8023 KK, sedangkan untuk wilayah yang mempunyai KK kumuh paling sedikit adalah Kecamatan Ciracas dengan jumlah sebesar 144 KK. Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa ketimpangan perekonomian dan kondisi
22
lingkungan di Jakarta Timur sangat besar. Hal ini tentu saja membawa dampak yang serius dan membutuhkan mekanisme penataan ruang yang baik. Berdasarkan informasi di atas, penelitian ini memfokuskan pada kawasan kumuh yang berada di Kecamatan Jatinegara karena kawasan ini mempunyai jumlah KK tertinggi secara relatif dibandingkan dengan kecamatan yang lain. Kecamatan Jatinegara ini mempunyai 8 kelurahan yaitu Kelurahan Cipinang Muara, Cipinang Besar Selatan, Cipinang Besar Utara, Cipinang Cempedak, Rawa Bunga, Bidara Cina, Balimester, Kampung Melayu. Setiap kelurahan mempunyai KK kumuh yang berbeda-beda. Tabel 7 menyajikan data jumlah KK kumuh di Kecamatan Jatinegara. Seperti yang terlihat pada tabel tersebut bahwa jumlah KK kumuh paling banyak terdapat pada Kelurahan Kampung Melayu, sedangkan jumlah KK kumuh Kelurahan Balimester adalah 0. Namun demikian, berdasarkan data evaluasi RW Kumuh DKI 2004 dan data dari Kelurahan Balimester, kelurahan tersebut masih mempunyai KK kumuh. Tabel 7. Jumlah KK Kumuh di Kecamatan Jatinegara Kelurahan Bali Mester Bidara Cina Cipinang Besar Selatan Cipinang Besar Utara Cipinang Cempedak Kampung Melayu Rawa Bunga
KK Kumuh 2008 0 209 215 3027 300 3233 1039
KK Kumuh 2004 869 1262 2014 4094 64 1991 1544
Sumber Data : BPS dalam Evaluasi RW Kumuh DKI 2008
Lokasi kawasan kumuh di Kecamatan Jatinegara umumnya tersebar pada daerah bantaran sungai (Gambar 7). Hal ini cukup relevan mengingat bahwa Kecamatan Jatinegara dibatasi oleh sungai Ciliwung dan Kali Sunter, serta dilalui oleh Kali Cipinang. Disamping itu, terdapat juga sungai buatan yaitu Kali Malang yang digunakan sebagai pengendalian banjir dan irigasi serta untuk instalasi air minum.
23
Gambar 7. Sebaran Lokasi Kumuh di Kecamatan Jatinegara Berdasaran Data Evaluasi RW Kumuh DKI 2008
5.1.1. Distribusi Spasial Permukiman Kumuh Kelemahan mendasar dari data BPS tentang permukiman kumuh adalah ketiadaan batas yang jelas pada masing-masing lokasi yang ditetapkan sebagai permukiman kumuh, sehingga penetapan luas serta analisis spasial lanjutan tidak dapat dilakukan. Hal ini dapat dimengerti mengingat data tersebut diperoleh dari hasil pendataan lapangan oleh dinas. Untuk mengurangi kelemahan tersebut, penelitian ini menggunakan citra resolusi tinggi Quickbird tahun pengamatan 2006. Kunci interpretasi untuk menentukan kenampakan kawasan kumuh pada citra adalah dengan melihat pola dari permukiman. Pola pemukiman teratur menunjukkan kenampakan lebih rapi dan dapat diidentifikasinya jarak antar rumah serta dapat dibedakan jelas antara jalan dengan rumah. Menurut Kusumawati (2006) pola permukiman tidak teratur menunjukkan 2 kemungkinan yaitu permukiman kumuh atau bukan permukiman kumuh. Ciri-ciri pemukiman kumuh yang nampak pada citra adalah berpola tidak teratur, ukuran rumah kecil-kecil, rapat tidak ada jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya, sebagian besar rumah beratapkan asbes atau seng dan sebagian kecil beratapkan genteng (Gambar 8). Atap seng pada citra Quickbird umumnya terlihat berwarna hitam (pada Citra ditandai dengan huruf a), untuk asbes berwarna putih keabu-abuan (pada citra dengan huruf c) sedangkan untuk genteng umumnya berwarna oranye (pada citra terlihat dengan huruf b). Kenampakan pada citra tersebut sangat berbeda dengan kenampakan pada perumahan teratur seperti tersaji pada Gambar 9.
24
Gambar 8. Pola Pemukiman Tidak Teratur Yang Merupakan Daerah Kumuh: Atap Seng(a), Atap Genteng (b), dan Atap Asbes(c): Kenampakan Citra Quickbird Pada Daerah Kumuh Yang Terletak di Kelurahan Cipinang Besar Utara
Gambar 9. Pola Permukiman Teratur di Kelurahan Cipinang Besar Selatan Pada Citra Quickbird: Pola Teratur dan Tampak Rapi Antara Rumah dan Jalan Dapat di Bedakan
Hasil identifikasi citra pada wilayah kumuh menunjukkan bahwa wilayah kumuh mempunyai pola yang tidak teratur, sebagian besar rumah beratapkan asbes atau seng. Sejalan dengan informasi yang diperoleh dari data statistik, lokasi pemukiman kumuh umumnya berada di sekitar sungai. Pengecekan lapang dilakukan pada setiap lokasi yang diidentifikasi memiliki permukiman kumuh. Data geografis direkam dengan memanfaatkan GPS dan pada setiap titik yang diamati, beberapa gambar diambil untuk dokumentasi lapang (Gambar 10).
25
a.
b. Koordinat (106.86°,-6.22°)
Gambar 10. (a) Permukiman Kumuh Yang Terletak di Dekat Sungai Ciliwung, Dekat Pasar Mester Atau Pasar Jatinegara, (B) Pemukiman Kumuh Yang Terletak di Dekat Sungai Ciliwung
5.2. Karakterisasi Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur 5.2.1. Karakteristik Lokasi Berdasarkan hasil interpretasi citra Quickbird 2006, terlihat bahwa kenampakan permukiman kumuh secara spasial umumnya berasosiasi dengan kedekatannya terhadap sungai dan jalan lokal. Beberapa permukiman kumuh ditemui berlokasi di sekitar jalur rel kereta api, jalan tol, jalan kolektor serta jalan arteri seperti tersaji pada Gambar 11. Kenampakan permukiman kumuh dari citra Quickbird tersebut, dilengkapi dengan foto lapangan, pada berbagai lokasi disajikan pada Gambar 13 sampai dengan Gambar 15.
Gambar 11. Frekuensi Jumlah Permukiman Kumuh Terhadap Lokasi Permukiman di Jakarta Timur
Hasil interpretasi citra Quickbird pada seluruh wilayah Jakarta Timur disajikan pada Gambar 12. Luas permukiman kumuh berdasarkan hasil klasifikasi
26
pada citra Quicbird dapat dilihat pada Tabel 8. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa setiap Kecamatan di Jakarta Timur mempunyai luas permukiman kumuh yang relatif beragam. Luas permukiman kumuh yang terluas terdapat pada Kecamatan Jatinegara yaitu sekitar 15,97 Ha, sedangkan luas permukiman kumuh yang terkecil berada pada Kecamatan Cipayung yaitu sekitar 0,58 Ha. Total keseluruhan luas permukiman kumuh di Jakarta Timur yaitu sekitar 36,81 Ha. Tabel 8. Luas Sebaran Permukiman Kumuh Hasil Klasifikasi Citra Quickbird Kecamatan Cakung Cipayung Ciracas Duren Sawit Jatinegara Kramat Jati Makasar Matraman Pasar Rebo Pulogadung Total
Kumuh 2.41 0.58 1.09 1.74 15.97 1.62 1.08 1.80 1.60 8.92 36.81
Tidak Kumuh 4135.96 2838.35 1728.30 2129.25 1296.96 1217.58 2399.91 473.97 1397.16 1447.51 19064.95
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar (66%) kawasan kumuh berada di dekat sungai dan hanya sekitar 8% berada di sekitar pasar. Kawasan kumuh yang berada di dekat sungai adalah kawasan kumuh berat, kumuh sedang, dan kumuh ringan, dan yang berada di dekat pasar adalah kumuh sangat ringan dan sebagian kumuh sedang.
27
106°51'
106°54'
JAKARTA UTARA
JAKARTA PUSAT
Pulogadung
6°12'
Matraman
Duren Sawit Jatinegara
6°15'
Makasar
JAKARTA SELATAN
KODYA BEKAS
PETA SEB
Kramat Jati
100
6°18'
LEG
Ciracas Cipayung
a.
b. Koordinat ( 106.95°,-6.20°)
Gambar 13. (a) Penampakan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalan Tol,(b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalan Tol
a.
b. Koordinat (106.88°,-6.19°)
Gambar 14.
(a) Penampakkan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalan Arteri, (b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalan Arteri
Gambar 15.
(a) Penampakkan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalur Kereta Api, (b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalur Kereta Api
a.
b. Koordinat (106.89°,-6.21°)
29
Gambar 16. Lokasi Permukiman Kumuh Reponden di Kecamatan Jatinegara
Secara umum lokasi permukiman kumuh ini dipilih oleh penghuni pada lokasi yang tidak jauh dari tempat-tempat strategis dalam mencari pekerjaan. Misalnya Kelurahan Cipinang Besar Utara yang berada di tengah Kota Jakarta Timur, kawasan ini dibatasi oleh dua jalan arteri utama, yaitu Jl. D.I Panjaitan dan Jl. Bekasi Timur Raya sehingga memudahkan masyarakat kawasan kumuh mengakses berbagai fasilitas kota termasuk akses ke lapangan kerja di sektor informal. Kelurahan Kampung Melayu, Kelurahan Bali Mester, Kelurahan Rawa Bunga serta Kelurahan Bukit Duri berada di dekat Pasar Jatinegara. Lokasi pasar yang dekat dengan permukiman kumuh memudahkan para ibu rumah tangga dalam berbelanja kebutuhan sehari-hari, serta memudahkan dalam mencari pekerjaan. Hal ini berdampak langsung pada efisiensi waktu dan biaya perjalanan. Gambar 17 menyajikan peta sebaran pemukiman kumuh hasil delineasi menggunakan citra Quickbird dan pengamatan lapang di wilayah studi. . 5.2.2. Deskripsi Rumah Masyarakat di Permukiman Kumuh Berdasarkan hasil penarikan contoh di wilayah Kecamatan Jatinegara, umumnya masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh berat, kumuh sedang, dan kumuh ringan mempunyai atap rumah berupa asbes (83%), sedangkan rumah yang beratapkan genteng dari seluruh kawasan kumuh sekitar 17%. Persentase jenis atap dan kenampakkan obyek di permukiman kumuh pada empat kelas tingkat kekumuhan disajikan pada Gambar 18 dan Gambar 19.
30
106°51'
106°52'
106°53'
106°54'
6°12'
PETA SEBARAN PERMUKIMAN KUMUH KECAMATAN JATINEGARA
6°12'
U Cakung
Pulogadung Matra m an
6°13'
6°13'
500
0
500
1000 M
LEGENDA Kawasan Kumuh Kecamatan Jatinegara
Jatinegar a
JAKARTA SELATAN
Kecamatan Lain
6°14'
Duren S aw it
Jalan Tol Jalan Lokal Jalan Kolektor Kereta api Jalan Arteri Sungai
6°14'
LA LA UT UT
Maka sar
JAKAR TA U TA RA
BE BE K AS ASII Kram a t J ati
JAKAR TA BAR AT
JAKAR TA PU SAT
TAN TAN GG GGE RA RA NG NG
JAKAR TA SEL ATAN
6°15'
JAKAR TA TIMUR
6°15'
BO G O OR R
106°51'
106°52'
106°53'
106°54'
Gambar 17. Sebaran Pemukiman Kumuh Kecamatan Jatinegara 31
Gambar 18. Jenis Atap di Pemukiman Kumuh
a.
b.
Gambar 19. Foto Jenis Atap di Permukiman Kumuh (a) Atap Genteng di Kelurahan Rawa Bunga, dan (b) Atap Seng di Kelurahan Cipinang Besar Utara
Jenis lantai di permukiman kumuh disajikan pada Gambar 20. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar (60%) rumah yang berada di lokasi kawasan kumuh berlantai keramik dan terletak di dekat sungai dan daerah rawan banjir. Alasan utama penggunaan keramik adalah agar mudah dibersihkan sewaktu banjir usai. Menurut Rashid et al (2007) masyarakat di permukiman kumuh umumnya tetap memilih tinggal di lokasi banjir karena berharap mendapat insentif ekonomi khususnya pada saat relokasi daripada mempertimbangkan aspek kesehatan lingkungan seperti di lokasi-lokasi yang bebas banjir. Kondisi permukiman kumuh yang berada di dekat sungai umumnya mempunyai 2 lantai. Hal ini dilakukan agar pada saat banjir bisa menyelamatkan barang-barang berharga yang dimiliki. Rumah tingkat umumnya berbahan kayu seperti yang terlihat pada Gambar 21a.
32
Gambar 20. Jenis Lantai di Pemukiman Kumuh
a.
Gambar 21.
b.
(a) Jenis Rumah Kumuh Berlantai 2 Yang Rata-Rata Terletak di Dekat Sungai, (b) Jenis Rumah Kumuh Yang Berlantai Tanah, Lokasi Terletak di Kelurahan Cipinang Besar Utara
Jenis dinding di permukiman kumuh berat, kumuh sedang, kumuh ringan dan kumuh sangat ringan adalah sebagai berikut: 58% berdinding tembok dan 28% berdinding semi permanen, yaitu ½ tembok dan ½ triplek atau ½ tembok dan ½ seng (Gambar 22). Rumah di permukiman kumuh ini umumnya berupa rumah petakanpetakan kecil yang luasnya sudah dibagi-bagi berdasarkan jumlah kepala rumah tangga.
33
Gambar 22. Jenis Dinding di Pemukiman Kumuh
Luas hunian tempat tinggal di pemukiman kumuh sangat bervariasi, dari luas yang terkecil 3 m2 sampai yang terbesar 165 m2, dan rata-rata luas tempat tinggal adalah 20,4 m2. Secara umum, rumah yang berada di permukiman kumuh ini tidak memiliki halaman rumah. Lebar jalan rata-rata yang terdekat dengan rumah adalah sekitar 1m (Tabel 9). Tabel 9.Rata-Rata Luas Rumah dan Lebar Jalan di Setiap Kategori Kumuh Kategori Kumuh Kumuh Berat Kumuh Sedang Kumuh Ringan Kumuh Sangat Ringan
Gambar 23.
Luas rumah (m2) 10,18 26,86 19,50 25,00
Lebar jalan (m) 0,76 1,18 0,82 0,98
Lokasi Rumah Yang Dimanfaatkan Sebagai Warung di Kelurahan Cipinang Besar Utara
Jarak antara rumah yang satu dengan rumah yang lain sangat dekat, berupa lorong, dan tidak menyisakan ruang untuk bermain anak-anak. Beberapa rumah tangga memanfaatkan rumah mereka sebagai warung harian seperti yang terlihat
34
pada Gambar 23. Kawasan berkategori kumuh berat memiliki rata-rata luas rumah 10,18 m2 dan lebar jalan terdekat dengan rumah adalah 0,76 m. Berdasarkan hasil penarikan contoh, sebanyak 49% responden di permukiman kumuh umumnya tinggal di rumah sewaan dan sebanyak 51% tinggal di rumah sendiri. Pada umumnya masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh yang menyewa ini adalah para migran yang datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Dengan cara menyewa ini mereka dapat berpindah-pindah lokasi sesuai dengan kebutuhannya, jarak lokasi pekerjaan serta harga sewa rumah. Sewa rumah berdasarkan hasil wawancara dengan responden umumnya berkisar Rp. 200.000/ bulan. Jika nilai sewa terlalu tinggi umumnya migran akan mencari sewa rumah yang lebih murah. Umumnya rumah yang mereka tempati belum mempunyai fasilitas MCK sehingga pada lokasi ini terdapat MCK umum. Walaupun sebagian telah mempunyai kamar mandi sendiri namun tidak dilengkapi dengan jamban, sehingga mengharuskan penghuni permukiman kumuh untuk menggunakan fasilitas MCK bersama (Gambar 24).
a.
Gambar 24.
b.
MCK Umum (a) Terletak di Kelurahan Kampung Melayu, (b) Terletak di Kelurahan Rawa Bunga
Buruknya kondisi rumah tinggal serta kepadatan bangunan yang sangat tinggi menyebabkan rumah-rumah tidak memiliki sistem pertukaran udara segar atau ventilasi yang baik sehingga ruang-ruang di dalamnya tidak mendapatkan sinar matahari dan cenderung lembab. Berdasarkan data survei lapang, rata-rata rumah yang memiliki ventilasi yaitu sekitar 1.31 atau kurang dari 2 jendela. Bentuk ventilasi juga bermacam-macam, diantaranya berupa ventilasi kawat atau seng sesuai dengan dinding rumah. Contoh ventilasi di permukiman kumuh disajikan pada Gambar 25.
35
Gambar 25. Jenis Ventilasi yang Terletak di Lokasi Kelurahan Cipinang Besar Utara
5.2.3. Karakteristik Pendidikan dan Jenis Pekerjaan Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh umumnya adalah kaum pendatang yang tidak terdidik. Berdasarkan hasil wawancara, sekitar 8 % masyarakat di daerah kumuh tidak sekolah. Sebagian besar pemukim (42%) adalah tamatan SD, sedangkan lulusan SMP sekitar 18%. Masyarakat berpendidikan SMA dan tingkat yang sederajat sejumlah kurang lebih 30%, dan hanya 1% yang menamatkan perguruan tinggi ( Gambar 26). Menurut Frota (2008) masyarakat miskin yang tinggal di permukiman kumuh tidak memiliki pengetahuan, kemampuan keuangan dan keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan dengan posisi yang lebih baik, karena keterbatasan itu masyarakat miskin banyak bekerja di sektor informal. Pekerjaan yang dipilih pada umumnya adalah buruh harian serta pedagang informal (Gambar 27a).
Gambar 26. Tingkat Pendidikan Responden di Permukiman Kumuh di Daerah Penelitian
36
a.
Gambar 27.
b.
(a) Jenis Pekerjaan Dan (B) Total Pendapatan di Permukiman Kumuh di Daerah Penelitian
Kirmanto (2001) menyatakan bahwa sebagian besar pekerjaan penghuni lingkungan permukiman kumuh adalah sektor informal yang tidak memerlukan keahlian tertentu, misalnya sebagai buruh kasar atau kuli bangunan. Oleh karena itu, tingkat penghasilan pemukim sangat terbatas dan tidak mampu menyisihkan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan permukiman. Akibatnya terjadi degradasi kualitas lingkungan yang pada gilirannya memperluas area permukiman kumuh. Pendapatan masyarakat di permukiman kumuh yang tertinggi adalah sebesar Rp 25.970.000 per tahun, dihasilkan oleh penduduk yang berprofesi sebagai supir, sedangkan pendapatan paling rendah sebesar Rp. 10.100.000 per tahun dihasilkan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung (Gambar 27b). Rata-rata ibu rumah tangga pada permukiman kumuh bekerja sebagai buruh cuci dan buruh setrika. Lokasi pekerjaan mereka berada di sekitar lingkungan tempat tinggal.
5.3. Faktor Penciri Kekumuhan Identifikasi penciri kekumuhan ditelaah dengan menggunakan sembilan peubah yaitu: asal, pendidikan, pekerjaan, lokasi rumah, cara buang sampah, skor kualitas rumah, skor polusi, luas rumah, dan lebar jalan terdekat dengan rumah, hasil analisis faktor penciri kekumuhan dapat dilihat pada Lampiran 3. Peubah tersebut dipilih sesuai dengan penciri kekumuhan yang dirumuskan oleh Dinas Perumahan DKI Jakarta. Untuk mengetahui faktor penciri pemukiman kumuh tersebut digunakan metode analisis Kuantifikasi Hayashi II. Dari proses analisis didapatkan hasil bahwa peubah yang memiliki nilai yang nyata adalah peubah asal, lokasi rumah, luas rumah, dan lebar jalan terdekat dengan rumah dengan eta-square yang diperoleh sebesar 0,805 pada selang kepercayaan 95%. Berikut adalah ringkasan hasil analisis faktor penciri kekumuhan yang disajikan pada Tabel 10.
37
Tabel 10. Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayasi II Peubah Asal
Lokasi Rumah Luas Rumah Lebar Jalan
Koefisien Skor Kategori Positif Negatif Jabodetabek Banten Luar Jawa Jawa Yogyakarta Dekat Pasar Dekat Sungai Dekat Jalan Raya 26-52 m2 0-26 m2 >52 m2 >1 0-1
Berdasarkan nilai skor kategori peubah asal daerah, diketahui bahwa orang yang berasal dari Banten, Jawa, dan Yogyakarta berada di kawasan kumuh berat, dan orang yang berasal dari luar Jawa seperti dari Sumatera tinggal di kawasan kumuh sedang. Hasil identifikasi lapang menunjukkan bahwa rata- rata masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh adalah pendatang yang sudah tinggal di permukiman tersebut selama kurang lebih 24 tahun. Berdasarkan nilai korelasi parsial yang terlihat pada Lampiran 3, peubah lokasi rumah adalah peubah yang paling berpengaruh terhadap faktor penciri kekumuhan. Lokasi kumuh berat berasosiasi dengan kedekatan terhadap sungai. Kondisi rumah yang berada di dekat sungai umumnya rumah bersifat semi permanen. Sedangkan kondisi rumah yang lebih baik berada di dekat jalan raya. Kategori luas rumah juga berpengaruh nyata terhadap tingkat kekumuhan. Dari sebaran nilai skor kategori, terindikasi bahwa semakin sempit luas rumah maka kecenderungan berada di kawasan permukiman kategori kumuh berat. Ukuran rumah yang terkecil yang ditempati oleh masyarakat di permukiman kumuh adalah rumah dengan ukuran 3x3 m2 yang berupa rumah petakan. Kategori lebar jalan sebagaimana dihipotesiskan teruji terkait erat dengan tingkat kekumuhan. Semakin kecil lebar jalan lingkungan dimana satu rumah berada, maka semakin besar peluang rumah tersebut berada di kawasan berkategori kumuh berat. Dalam hal ini lebar tersempit adalah sekitar 0-1 meter. Sebaliknya di kawasan kumuh ringan sampai dengan sedang kondisi jalan terdekat dengan rumah sudah cukup baik yaitu lebih dari 1 m. 5.4. Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di permukiman kumuh dapat diketahui bahwa tingkat mobilitas masyarakat di pemukiman kumuh relatif
38
rendah. Hal ini terlihat dari semua aktivitas yang mereka lakukan tidak jauh dari lokasi tempat tinggal. Penduduk permukiman umumnya melakukan aktivitas seharihari seperti belanja, bekerja, pendidikan formal maupun informal di kawasan dekat tempat tinggal. Sebagian dari masyarakat pemukiman kumuh yang tinggal di Kecamatan Jatinegara melakukan aktivitas di sekitar Kecamatan Jatinegara (367 perjalanan dari total 863 perjalanan), demikian juga dengan masyarakat pemukiman kumuh yang berada di Kelurahan Bukit Duri. Mobilitas yang paling jauh dilakukan adalah keluar wilayah Jabodetabek, masyarakat di permukiman kumuh melakukan mobilitas ini untuk tujuan silaturahmi atau mudik saat lebaran tiba. Peta mobilitas masyarakat di permukiman kumuh dapat dilihat pada Gambar 28 serta jumlah perjalanan dapat dilihat pada Lampiran 2. 690000
695000
700000
705000
710000
715000
9325000
9325000
Peta Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh
U JAKARTA UTARA 9320000
9320000
2000 0 20004000 M JAKARTA BARAT
JAKARTA PUSAT
9315000
9315000
Keterangan Jalan Arteri/Utama Jalan Kereta Api Jalan Tol Nasional Jalan Kolektor
9310000
9310000
JAKARTA SELATAN
JAKARTA TIMUR
TANGERANG
BEKASI
9305000
9305000
Mobilitas dari Jatinegara ke Jakarta Timur Lainya Mobilitas dari Jatinegara ke Jakarta Selatan Mobilitas dari Jatinegara ke Jakarta Pusat Mobilitas dari Jatinegara ke Jakarta Barat
9300000
9300000
BOGOR
9295000
9295000 690000
695000
700000
705000
Mobilitas dari Jatinegara ke Jakarta Utara Mobilitas dari Jatinegara ke Bodetabek Mobilitas dari Jatinegara ke Jawa dan Luar Jawa
710000
715000
Gambar 28. Peta Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh Kecamatan Jatinegara
5.4.1. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh, digunakan metode analisis Kuantifikasi Hayashi I. Dari analisis tersebut didapatkan nilai R2 sebesar 0,605. Hal ini menunjukkan bahwa peubah yang digunakan dapat menjelaskan 60,5% keragaman data frekuensi kegiatan yang ada di
39
kawasan permukiman kumuh. Disamping itu, hasil tersebut juga menunjukkan masih terdapat kurang lebih 39,5% ragam yang tidak dapat dijelaskan dari metode yang digunakan. Hal tersebut dapat bersumber dari adanya beberapa faktor penting lainnya yang belum dapat diintegrasikan dalam penelitian ini. Hubungan antara peubah tujuan dengan peubah penjelas dapat dilihat dari nilai skor kategori. Apabila nilai skor kategori peubah penjelas bertanda negatif maka hal tersebut menunjukkan bahwa peubah penjelas tersebut berkorelasi negatif terhadap peubah tujuan dan mengindikasikan bahwa peubah penjelas tersebut mempunyai frekuensi kegiatan yang rendah. Sebaliknya, apabila nilai skor kategori peubah penjelas bertanda positif maka peubah penjelas tersebut berkorelasi positif terhadap peubah tujuan dan menggambarkan bahwa skor kategori pada peubah penjelas mempunyai frekuensi kegiatan yang tinggi. Nilai skor kategori dari peubahpeubah penjelas terhadap frekuensi kegiatan disajikan pada Lampiran 4. Tabel
11
menyajikan
ringkasan
hasil
analisis
Hayashi
I
untuk
mengidentifikasi peubah yang secara statistik nyata pada α= 0,05 mempengaruhi mobilitas penduduk di permukiman kumuh. Peubah-peubh tersebut adalah jumlah kegiatan, pendidikan, alat transportasi, tujuan kegiatan, lokasi kegiatan, pekerjaan dan pekerjaan lain. Seluruh peubah tersebut memiliki nilai korelasi parsial lebih tinggi dari nilai kritis yaitu sebesar 0,231. Pada α= 0,1 peubah yang nyata adalah peubah asal daerah. Peubah-peubah tersebut memiliki korelasi parsial lebih tinggi dari nilai kritis yaitu sebesar 0,195. Tabel 11. Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayashi I Keterangan Nyata Pada α= 0,05
Nyata Pada α= 0,1 R2
Peubah Jumlah kegiatan Pendidikan Alat transportasi Tujuan kegiatan Lokasi kegiatan Pekerjaan Ada/tidak pekerjaan lain Asal daerah 0,621
5.4.1.1.Keterkaitan Karakteristik Pelaku Dengan Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh umumnya adalah masyarakat miskin yang tak terdidik. Mayoritas penghuni permukiman kumuh tersebut adalah pendatang yang mencari pekerjaan. Tingkat pendidikan masyarakat pemukim ini
40
rendah, yaitu mayoritas tingkat SD, bahkan ada yang tidak pernah sekolah. Rendahnya pendidikan masyarakat mengakibatkan terbatasnya alternatif pekerjaan. Pilihan pekerjaan untuk masyarakat berpendidikan rendah tersebut adalah sektor informal seperti buruh. Oleh karena itu, sebagaimana disampaikan pada bagian sebelumnya sedikit diantara penghuni permukiman kumuh yang mempunyai pekerjaan lebih dari satu jenis. Gambar 29 menjelaskan hubungan antara tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, ada tidaknya pekerjaan lain serta asal daerah terhadap frekuensi kegiatan masyarakat di permukiman kumuh berdasarkan hasil wawancara dengan responden.
(a).
(b).
(c).
(d).
Gambar 29. Hubungan Antara Kategori (A) Tingkat Pendidikan, (B) Jenis Pekerjaan, (C) Pekerjaan Lain, (D) Asal Daerah Dengan Rataan Frekuensi Kegiatan
Berdasarkan hasil analisis Kuantifikasi Hayashi 1, peubah tingkat pendidikan berkorelasi posisif dengan frekuensi kegiatan. Hal tersebut ditunjukkan oleh tingkat pendidikan SD, SMP, S1 yang berkorelasi positif dengan frekuensi kegiatan, sedangkan tingkat pendidikan SMA dan tidak sekolah berkorelasi negatif dengan frekuensi perjalanan. Jika dilihat pada Gambar 29a terlihat bahwa penduduk dengan tingkat pendidikan SMA dan tidak sekolah memiliki rata-rata mobilitas tahunan terendah dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya. Dilihat dari jumlah frekuensi responden di wilayah contoh, diketahui bahwa mayoritas penduduk (112 responden) berpendidikan SD.
41
Pada hasil analisis selanjutnya ditunjukkan bahwa kelompok penduduk ibu rumah tangga dan pemulung mempunyai nilai skor yang berkorelasi negatif dengan frekuensi kegiatan. Fenomena tersebut menunjukkan fakta bahwa ibu rumah tangga dan pemulung secara relatif lebih sedikit melakukan aktivitas. Dari data responden yang ditunjukkan pada Gambar 29b terlihat bahwa ibu rumah tangga mempunyai frekuensi kegiatan yang paling kecil. Aktifitas ibu rumah tangga umumnya dilakukan di sekitar rumah seperti berbelanja atau beberapa diantaranya bekerja sebagai buruh cuci di lingkungan tempat tinggal. Berdasarkan hasil analisis, jenis pekerjaan dengan aktivitas terbanyak adalah sekolah karena dilakukan setiap hari. Peubah pekerjaan lain berkorelasi positif dengan frekuensi kegiatan. Dari nilai skor, diketahui bahwa adanya pekerjaan lain berkorelasi positif dengan frekuensi kegiatan, sedangkan tidak adanya pekerjaan lain akan berkorelasi negatif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya pekerjaan lain menyebabkan masyarakat banyak melakukan aktivitas setiap harinya, sedangkan tidak adanya pekerjaan lain menyebabkan sedikitnya aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat di permukiman kumuh. Selanjutnya, peubah asal daerah berkorelasi positif terhadap frekuensi kegiatan. Sebagian besar responden adalah penduduk asli Jakarta (98 responden) dan migran Jawa Tengah (87 responden). Berdasarkan pola aktifitas responden berdasarkan asal daerah yang ditunjukkan pada Gambar 29d, terlihat bahwa masyarakat yang berasal dari Sumatera, Jawa Timur dan Yogyakarta lebih aktif melakukan kegiatan dibandingkan dengan penduduk yang berasal dari daerah lain.
5.4.1.2.Aktivitas Masyarakat Permukiman Kumuh dan Moda Transportasi Dari hasil analisis kuantifikasi Hayashi I yang ditunjukkan pada Tabel Lampiran 3, diketahui bahwa peubah jumlah kegiatan paling berpengaruh nyata terhadap frekuensi kegiatan. Pada nilai skor kategori ditunjukkan bahwa penduduk yang melakukan mobilitas lebih dari tiga kali dalam sehari cenderung mempunyai frekuensi kegiatan yang tinggi yaitu 102. Hal ini diduga disebabkan oleh jenis kegiatan yang lebih beragam. Dari hasil wawancara yang disajikan pada Gambar 30a terlihat bahwa semakin banyak jumlah kegiatan maka semakin banyak frekuensi kegiatan yang dilakukan. Selanjutnya dari Tabel Lampiran 4 diketahui bahwa aktifitas rekreasi berkorelasi negatif dengan frekuensi kegiatan. Kegiatan berekreasi jarang dilakukan oleh masyarakat di permukiman kumuh, namun dilakukan oleh hampir seluruh responden. Pada Gambar 30b terlihat bahwa frekuensi kegiatan rekreasi paling rendah
42
dibandingkan dengan frekuensi kegiatan yang lain. Hal ini karena terbatasnya penghasilan dan tidak adanya waktu untuk melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan rekreasi ini dilakukan setahun sekali pada saat libur sekolah atau libur nasional seperti hari raya. Lokasi yang dipilih untuk rekreasi ini adalah lokasi yang biayanya terjangkau seperti Kebun Binatang Ragunan, Monumen Nasional, Taman Mini Indonesia Indah, serta Pantai Ancol.
a.
b.
c.
d.
Gambar 30. Hubungan Antara (a) Jumlah Kegiatan, (b) Tujuan Kegiatan, (c) Lokasi Kegiatan, (d) Alat Transportasi Dengan Rataan Frekuensi Kegiatan
Berikutnya, dari nilai skor diketahui bahwa kegiatan belanja paling berpengaruh terhadap peningkatan frekuensi kegiatan. Kegiatan belanja dilakukan oleh hampir seluruh responden. Jika dilihat dari data responden pada Gambar 30b terlihat bahwa rata-rata frekuensi belanja sekitar 239 kali. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden hanya sebagian ibu rumah tangga yang melakukan kegiatan ini setiap harinya. Beberapa diantara ibu rumah tangga melakukan kegiatan belanja seminggu 3 kali, bahkan ada yang melakukannya hanya sebulan sekali. Frekuensi belanja ibu rumah tangga tersebut menyesuaikan dengan kondisi keuangan rumah tangganya. Selanjutnya dilakukan analisis karakterisasi masyarakat permukiman kumuh berdasarkan tujuan kegiatan. Berdasarkan hasil identifikasi diketahui bahwa tujuan lokasi kegiatan dengan frekuensi tertinggi adalah Jawa (Jawa Timur, Jawa Tengah).
43
Fenomena ini menunjukkan banyaknya masyarakat memilih Jawa sebagai tujuan kegiatan yang terkait dengan asal dari penduduk di permukiman contoh. Jika dilihat dari nilai skor kategori maka Jawa berkorelasi negatif dengan frekuensi kegiatan. Indikasi ini menunjukkan bahwa tujuan ke daerah tersebut sangat jarang dilakukan, umumnya dilakukan hanya satu kali dalam setahun pada saat mudik lebaran. Pada Gambar 30c ditunjukkan lokasi yang sering menjadi tujuan kegiatan adalah lokasi yang terdekat dengan tempat tinggal seperti di daerah kecamatan Jatinegara atau beberapa kecamatan lain di wilayah Jakarta timur. Alat transportasi berkorelasi positif dengan frekuensi kegiatan. Dalam hal ini jenis alat transportasi sepeda dan jalan kaki merupakan yang terbanyak. dikarenakan lokasi kegiatan penghuni umumnya di sekitar lokasi tempat Terdapat masyarakat di permukiman kumuh yang mempunyai mobil Kendaraan tersebut merupakan sarana usaha catering dan dijadikan
Hal ini tinggal. sendiri. sebagai
kendaraan sewaan. Beberapa diantaranya juga memiliki sepeda motor untuk ojek.
5.4. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Sebaran Permukiman Kumuh Rencana tata ruang wilayah merupakan wadah spasial dari seluruh aspek pembangunan termasuk ekonomi dan sosial budaya. Dengan kata lain penataan ruang merupakan rencana implementasi dari keterpaduan pembangunan di berbagai bidang. Menurut Direktur Jendral Penataan Ruang, jumlah penduduk perkotaan yang terus meningkat dari waktu ke waktu akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota. Oleh karena itu, penataan ruang kota perlu mendapatkan perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum, dan sosial serta ruang-ruang terbuka publik di perkotaan. Kawasan bangunan umum merupakan kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan perkantoran, perdagangan jasa, pemerintahan dan fasilitas umum atau fasilitas sosial beserta penunjangnya dengan koefisien dasar bangunan lebih besar dari 20%. Sedangkan kawasan bangunan umum kepadatan rendah adalah kawasan bangunan umum yang secara keseluruhan koefisien dasar bangunannya maksimum 20%. Berdasarkan hasil operasi tumpang tindih antara sebaran permukiman kumuh di wilayah Jakarta Timur dan RTRW wilayah tersebut diketahui bahwa di area peruntukkan kawasan bangunan umum sebagaimana disajikan pada Tabel 12, terdapat kurang lebih 1,30 hektar lahan yang dimanfaatkan untuk permukiman kumuh, dan sekitar 5,34 hektar lahan pada peruntukan bangunan umum kepadatan rendah ditempati oleh permukiman kumuh. Secara keseluruhan
44
kawasan kumuh adalah sebesar 36,81 hektar yang menyebar di seluruh peruntukan lahan perkotaan. Arahan pembangunan perumahan dalam RTRW Jakarta Timur Tahun 2010 terbagi atas perumahaan, perumahan kepadatan rendah serta campuran perumahan dengan bangunan umum. Dari Tabel 12 terlihat bahwa kawasan permukiman kumuh (11,14 Ha) terletak pada peruntukan lahan untuk kawasan perumahan yang merupakan suatu kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan permukiman dengan koefisien dasar bangunan lebih besar dari 20%. Perumahan dengan kepadatan rendah merupakan kawasan yang memiliki fungsi konservasi sehingga kepadatan rendah dan ketinggian bangunannya dibatasi untuk mengakomodasi fungsi resapan air, fungsi daerah penyangga, dan fungsi ruang terbuka hijau. Tabel 12. Luas Permukiman Kumuh Pada Berbagai Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Timur Tahun 2010. Penggunaan Lahan Pada RTRW Bangunan Umum Bangunan Umum dan Perumahan Bangunan Umum Kepadatan Rendah Industri dan Pergudangan Perumahan Perumahan Kepadatan Rendah Ruang Terbuka Hijau Total
Kumuh (Ha) 1,30 1,15 5,34 2,19 11,14 1,35 14,34 36,81
Tidak Kumuh (Ha) 896,33 322,19 1430,39 1754,89 7301,84 2103,14 5256,17 19064,95
Permukiman kumuh terbanyak berada pada peruntukkan lahan ruang terbuka hijau yaitu sekitar 14,34 hektar. Ruang terbuka hijau merupakan suatu kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana kota/lingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana dan atau budidaya pertanian yang difungsikan sebagai peresapan air dan menghasilkan oksigen. Kawasan permukiman kumuh, yang lokasinya sesuai dengan rencana tata ruang, berada di kawasan perumahan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk dan bangunan yang sangat tinggi. Penanganan yang sesuai dilakukan untuk kasus tersebut adalah program peremajaan seperti yang dijelaskan pada undang-undang tata ruang yang terkait dengan UU No 4 tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman. Kemudian untuk kawasan kumuh yang berada di daerah yang tidak
45
sesuai dengan rencana tata ruang, berada di lokasi yang berbahaya/ terlarang seperti di ruang terbuka hijau, bantaran kali, dan rel kereta api, penangannya dilakukan dengan program re-lokasi ke rumah susun terdekat dari lokasi semula, ganti rugi yang layak, program transmigrasi, dan dikembalikan ke daerah asal. Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam peremajaan kawasan permukiman kumuh menurut dinas tata kota DKI Jakarta adalah sebagai berikut : Mengupayakan dan mengakomodasikan serta dapat mengembangkan keberagaman lapangan kerja di sektor formal maupun sektor informal secara proporsional.
Kedekatan dengan tempat kerja/berusaha Menciptakan rasa tempat (sense of place) dengan cara mempertahankan karakter lokal, baik yang menyangkut aspek alamiah (pantai, topografi) maupun aspek lingkungan binaan (bangunan atau bersejarah, landmark)
Pemenuhan kebutuhan fasilitas sosial, fasilitas umum, ruang terbuka, tempat
bermain sebagai sarana untuk kontak sosial atau interaksi sosial penghuni. Pembenahan sistem transportasi, jejaring infrastruktur. Untuk mengurangi penduduk musiman yang mencari nafkah di DKI Jakarta diusulkan agar perlu disediakan bangunan rumah susun sewa yang murah sebagai upaya mengantisipasi tumbuh dan berkembangnya kawasan-kawasan permukiman kumuh yang baru.
Isu dan permasalahan yang teridentifikasi dalam penataan ruang terkait dengan pembangunan perumahan dan permukiman yang dikemukakan oleh Idris (2004) adalah Pemanfaatan lahan perumahan dan permukiman belum sepenuhnya mengacu pada RTRW, serta masih berorientasi pada pengembangan yang sifatnya horizontal seperti pada kasus kota metropolitan dan kota besar sehingga
cenderung menciptakan urban spraw dan inefisiensi pelayanan prasarana dan sarana. Izin lokasi pemanfaatan lahan perumahan dan permukiman melebihi kebutuhan nyata, sehingga meningkatkan luas area lahan tidur (vacant land). Pola pemanfaatan lahan perumahan dan permukiman belum memberikan rasa keadilan kepada penduduk berpenghasilan rendah, sehingga selalu tersingkir keluar kota dan jauh dari tempat kerja. Sementara tuntutan pemberdayaan dan keberpihakkan pada masyarakat tersebut semakin besar. Pemanfaatan ruang untuk perumahan dan permukiman belum serasi dengan pengembangan kawasan fungsional lainnya (seperti kawasan kritis, nelayan,
46
rawan, terbelakang, dsb) atau dengan program-program sektor/ fasilitas pendukung lainnya. Ketidakseimbangan pembangunan desa–kota, serta meningkatnya urbanisasi
yang mengakibatkan permukiman kumuh dan berkembangnya masalah sosial di kawasan perkotaan. Gambar 31 menyajikan peta rencana tata ruang wilayah studi dan lokasi permukiman kumuh pada peruntukkan lahan dalam rencana tata ruang wilayah tahun 2010.
47
706000
708000
710000
712000
71400
JAKARTA UTARA
JAKARTA PUSAT
9310000
9312000
9314000
9316000
9318000
704000
9308000
JAKARTA SELATAN
PETA KOT
9304000
9306000
KODYA BEKASI
302000
1
L
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Pada citra Quickbird, kawasan kumuh dapat diidentifikasi berdasarkan pola permukiman. Pola permukiman teratur ditunjukkan oleh kenampakan lebih rapi dan memiliki jarak antar rumah; jalan dapat dibedakan dengan tegas diantara rumahrumah. Ciri-ciri permukiman kumuh yang tampak pada citra adalah mempunyai pola tidak teratur, rapat dan tidak ada jarak antar rumah, sebagian besar rumah beratapkan asbes atau seng dan sebagian kecil beratapkan genteng. Pada citra, atap asbes terlihat sebagai warna putih, sedangkan rumah yang beratapkan genteng terlihat berwarna oranye. Pemukiman kumuh banyak dijumpai di sekitar sungai. Kondisi rumah pemukiman kumuh umumnya berlantai keramik dan sebagian berlantaikan tanah, berdinding rumah tembok dan 28 % berdinding rumah semi permanen. Sebagian rumah (21%) di permukiman kumuh tidak memiliki ventilasi, sehingga kurang memungkinkan untuk tempat tinggal yang sehat. Rata-rata jalan terdekat dengan rumah adalah sekitar 1 meter. Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh umumnya bekerja sebagai buruh harian dan pedagang informal. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh masih berpendidikan SD. Penelitian ini menemukan bahwa faktor penciri pemukiman kumuh yaitu asal daerah, lokasi rumah, luas rumah dan lebar jalan. Mobilitas masyarakat umumnya rendah artinya mereka hanya melakukan aktivitas sehari- hari di sekitar tempat tinggal untuk menghemat biaya. Faktor yang mempengaruhi mobilitas adalah jumlah kegiatan, pendidikan, alat transportasi, tujuan kegiatan, lokasi kegiatan, pekerjaan, pekerjaan lain, dan asal daerah. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Timur 2010 diketahui sekitar 11,14 Ha lahan yang diperuntukkan untuk perumahan dijumpai permukiman kumuh, dan sekitar 14,34 Ha permukiman kumuh pada ruang terbuka hijau. Perbaikan permukiman kumuh yang sesuai dengan peruntukannya adalah dengan cara peremajaan, sedangkan lokasi permukiman kumuh yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yaitu yang berada di jalur hijau atau ruang terbuka hijau maka perlu dilakukan program re-lokasi ke rumah susun terdekat dari lokasi semula, ganti rugi yang layak, program transmigrasi, atau dikembalikan ke daerah asal.
49
6.2. Saran Kualitas lingkungan di sekitar permukiman kumuh membutuhkan perhatian dari pemerintah daerah DKI Jakarta. Rendahnya pendidikan masyarakat di permukiman kumuh berimplikasi pada sedikitnya alternatif kegiatan dan kepedulian terhadap kualitas lingkungan. Pemerintah perlu semakin meningkatkan penyuluhan untuk peningkatan kualitas hidup dan kondisi lingkungan masyarakat di permukiman kumuh. Kepedulian, ketegasan serta sosialisasi kepada masyarakat tentang aspek penataan ruang kota sangat diperlukan agar tercipta sistem tata kota yang baik.
50
DAFTAR PUSTAKA Averal, S, R. Zah, C. Tavares-Correa. 2008. Linking Socioeconomic Classes and Land Cover Data in Lima, Peru:Assessment Through the Application of Remote Sensing and GIS. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation 11: 27–37. Badan Pusat Statistik Kota Adminstrasi Jakarta Timur. 2007. Jakarta Timur dalam Angka. BPS-Statistics Jakarta Timur. Bandiyono, S. 2004. Mobilitas Penduduk Non-Permanen di Permukiman Kumuh Kota Ciamis: Kebijakan Pengelolaan. Makalah Kebijakan. ITB. Bandung. De Graaf, L.B. 1970. The City of Black Angels: Emergence of the Los Angeles Ghetto, 1890-1930. The Pacific Historical Review 39: 323-352. Dinas
Tata Kota. 1997. Pemaduselarasan Konsep Permukiman Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta.
Kumuh.
Direktur Jendral Penataan Ruang. 2008. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Pembentuk Kota Taman. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Frota, L. 2008. Securing Decent Work and Living Conditions in Low-Income Urban Settlements by Linking Social Protection and Local Development: A review of Case Studies. Habitat International 32: 203–222. Idris, A.A. 2004. Sinkronisasi Penataan Ruang Dengan Pembangunan Perumahan dan Permukiman. http://rudyct.com/PPS702-ipb/0823/a abdurachim idris.pdf. Diakses 11 Januari 2010. Kimani-Murage, E.W., A.M. Ngindu. 2007. Quality of Water the Slum Dwellers Use:TheCase of a Kenyan Slum. Journal of Urban Health: Bulletin of the New York Academy of Medicine 84: 829-838. Kirmanto, D. 2001. Kebijakan dan Strategi Nasional Penataan Lingkungan permukiman kumuh. Semiloka Rencana Pencananangan Gerakan Nasional Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh, Palembang. Kusumawati, A. 2006. Identifikasi dan Analisis Pola Sebaran Permukiman Kumuh dengan Menggunakan Citra Ikonos. Skripsi S1. Departemen Tanah IPB. Bogor. Lestari, F. 2008. Identifikasi Tingkat Kerentanan Masyarakat Permukiman Kumuh Perkotaan Melalui Pendekatan Sustainable Urban Livelihood (Studi Kasus : Kelurahan Tamansari, Bandung). Tugas Akhir. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Lipton, M. 1977. Why Poor People Stay Poor: Urban Bias and World Development. London, Temple Smith. McGee,T.G. 1990. The Future of the Asian City : the Emergence of Desakota Regions, Proceeding International Seminar and Workshop on the South East Asian City of the Future, Jakarta, January 21-25 1990. Netzband, M., A. Rahman. 2009. Physical characterisation of deprivation in cities:
51
How can remote sensing help to profile poverty (slum dwellers) in the megacity of Delhi/India?. Joint Urban Remote Sensing Event: 1-5. DOI: 10.1109/URS.2009.5137652. Ningsih, S. 2002. Urbanisasi dan Kaitanya dengan Hukum dan Kependudukan . Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id, Diakses 3 Februari 2009. Nyanzi, S. 2009. Widowed mama-grannies buffering HIV/AIDS-affected households in a city slum of Kampala, Uganda. Gender & Development 17: 467 – 479. Ooi, G. L., K. H. Phua. 2007. Urbanization and slum formation. Journal of Urban Health 84: i27-i34. Prasetyo, A. 2009. Karakteristik Permukiman Kumuh di Kampung Krajan Kelurahan Mojongsongo Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Skripsi S1. Fakultas Geografi. Universitas Muhammadiyah. Surakarta. Raghavswamy, V., N. Gautam., J. Krishnamurthy. 1989. Mapping of environs of Dharavi slums of Greater Bombay for site suitability using enhanced Landsat thematic mapper (TM) imagery. Journal of the Indian Society of Remote Sensing 17: 49-54. Rashid, H., L. M, Hun., W., Haider. 2007. Urban Flood Problems in Dhaka, Bangladesh: Slum Residents’Choices for Relocation to Flood-Free Areas. Environmental Management 40:95–104. Rebekka, Y. 1991. Penyebaran Permukiman Kumuh Kecamatan Tambora, Tamansari dan grogol Petamburan (Jakarta Barat). Skripsi S1. Jurusan Geografi FMIPA-UI. Depok. Sadyohutomo, M. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah. Bumi Akasara. Jakarta. Sueca, N. P. 2004. Permukiman Kumuh, Masalah atau Solusi. Jurnal Permukiman Natah. 2: 56 – 107. Suku
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya. 2008. http://www.kependudukancapil.go.id, Diakses tanggal 3 Februari 2009.
Suparlan, P. 2000. Segi Sosial dan Ekonomi www.kimpraswil.go.id, Diakses 3 Februari 2009.
Pemukiman
Kumuh
UN-Habitat. 2007 . A look at the urban informal economy. Habitat Debate, 13(2). UU RI No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Wikipedia. 2009. Urbanisasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Urbanisasi. Diakses 3 Februari 2009. Zulkarnain, W. 2004. Permukiman Kumuh Sebagai Dampak Urbanisasi di Kota Medan. Tesis Program Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara.
52
LAMPIRAN
53
Lampiran 1. Tabel Peubah Yang Digunakan pada Analisis Hayashi I No
Peubah
1
Jumlah Kegiatan
2
Usia
Kategori 1 2 3 4 5 6 1= 0-15 2= 16-30 3= 31-45 4= >45 1= Ayah 2= Ibu 3= Anak 4= Anggota Lainya
3
Status di RT
4
Pendidikan
5
Alat Transport
1= Tidak Sekolah 2= SD 3= SMP,SMA,S1 1= Mobil Pribadi 2= Motor Pribadi 3= Angkutan Umum 4= Kereta
6
Biaya Transport
7
Lokasi Asal
5= Bis 6= Sepeda 7= Jalan Kaki 1= 0-150000 2= 150001-300000 3= >300000 1= Cipinang Besar Utara
8
Asal Daerah
2= Kampung Melayu 3= Bali Mester 4= Rawa Bunga 5= Bukit Duri 1= Jakarta 2= Bekasi 3= Bogor 4= Depok 5= Banten 6= Jawa Barat 7= Jawa Timur 8= Jawa Tengah 9= Yogyakarta 10= Sumatera
54
No
Peubah
9
Tujuan Kegiatan
10
Lokasi Kegiatan
Kategori 1= Belanja 2= Bekerja 3= Pendidikan Formal 4= Pendidikan Informal 5= Berobat 6= Silaturrahmi 7= Rekreasi 8= Kegiatan Lainya 1= Jatinegara 2= Bukit Duri 3= Jakarta Timur Lainya 4= Jakarta Selatan 5= Jakarta Pusat 6= Jakarta Utara 7= Jakarta Barat 8= Bodetabek
11
Pekerjaan
9= Jawa 1= Pengangguran 2= Pensiunan 3= Ibu rumah tangga 4= Supir 5= Pemulung 6= Buruh 7= Pedagang informal 8= Pegawai 9= Wiraswasta 10= Karyawan 11= Main 12= Sekolah
12
Pekerjaan Lain
1= Ada 2= Tidak Ada
55
Lampiran 2. Tabel Jumlah Perjalanan Masyarakat Permukiman Kumuh Kecamatan Jatinegara berdasarkan Kegiatan serta Lokasi Tujuan Tujuan
Jatinegara
Jakarta Timur lainnya
Jakarta Selatan
Jakarta Pusat
Jakarta Barat
Jakarta Utara
Bodetabek
Jawa dan Luar Jawa
Bekerja
90
22
12
3
9
3
5
0
Belanja
79
0
0
0
0
0
0
0
Berobat
59
07
1
0
0
0
0
0
Kegiatan Lain
30
0
0
0
0
0
0
0
Pendidikan formal
69
12
3
1
0
0
1
0
Pendidikan Informal
60
0
1
0
0
0
0
0
Rekreasi
3
20
107
2
0
35
7
6
Silaturahmi
7
0
0
0
0
5
34
141
56
Lampiran 3. Tabel Hasil Analisis Faktor Penciri Tingkat Kekumuhan Variabel Asal
Kategori 1 = Jabodetabek 2 = Banten, Jawa,Yogyakarta
Pendidikan
0.933 0.026
1= Pegawai, Wiraswasta 2= Buruh,Pedagang informal,Pemulung,Supir
Buang sampah
Kualitas rumah
Polusi Luas rumah
Lebar jalan
-0.088
-1.359
2= Dekat Pasar
0.630
3= Dekat Jalan Raya
0.990
1= Sungai,Selokan
-0.024
2= Dibakar
-0.085
3= Dikumpulkan,Gerobak,Tempat Sampah
0.016
1= Rendah
0.190
2= Sedang
-0.026
3= Baik
-0.402
1= Rendah
-0.153
2= Tinggi
0.167
1= 0-26
-0.083
2= 26-52
0.224
3= >52
0.544
1= 0-1
-0.199
2= >1
1.374
1=Kumuh berat
0.390
*
0.035
0.018
0.338
0.188
2.348
0.704
0.101
0.034
0.593
0.228
0.320
0.153
0.626
0.247
*
1.573
0.644
*
0.133
1= Dekat Sungai
Y
1.050
0.002
-0.205
0.805
Korelasi Parsial
-0.008
3= Ibu Rt,Pensiunan,Pengangguran
Eta Square
Rentang
-0.118
1 = tidak sekolah 3 = SMP,SMA,S1
Lokasi rumah
0.083
3 = Luar Jawa 2 = SD Pekerjaan
Skor Kategori
*
2=Kumuh ringan-sedang Outside Variabel
1= -1.481 2= 0.541
Keterangan
*Berpengaruh Nyata
57
Lampiran 4. Tabel Hasil Analisis Identifikasi Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh
1
2
3
Frekuensi
Nilai Kategori
Rentang
korelasi Parsial
1
36
-225.739
810
0.645
2
90
-94.422
3
102
30.504
4
58
143.679
5
17
270.328
6
1
584.139
0-15
98
-22.114
63
0.147
16-30
84
-23.294
31-45
92
40.172
>45
30
14.269
Ayah
66
-40.865
73
0.163
Ibu
70
-38.482
160
32.279
8
28.270
35
-57.187
90
0.330
**
112
31.869
SMP
60
32.359
SMA
94
-38.239 377
0.244
**
110
0.163
58
0.157
277
0.237
Peubah
No
Jumlah Kegiatan
Usia
Status di RT
Kategori
Anak Anggota Lainya 4
Pendidikan
Tidak Sekolah SD
5
Alat Transport
S1
3
28.396
Mobil Pribadi
1
342.789
Motor Pribadi
8
-7.873
32
-34.132
Angkutan Umum Kereta
7
-13.026
30
11.154
3
141.694
Jalan Kaki
223
0.645
0-150000
252
7.783
48
-32.304
4
-102.698
144
5.638
Bis Sepeda 6
Biaya Transport
150001-300000 >300000 7
8
Lokasi Asal
Asal Daerah
Cipinang Besar Utara Kampung Melayu
70
9.653
Bali Mester
20
15.730
Rawa Bunga
29
-2.089
Bukit Duri
41
-42.480
Jakarta
98
-0.013
Bekasi
3
-44.456
Bogor
8
75.098
Depok
1
-28.844
Banten
26
5.098
**
*
58
No
9
Frekuensi
Nilai Kategori
Jawa Timur
2
232.823
Jawa Tengah
87
-18.585
Yogyakarta
10
12.880
Peubah
Tujuan Kegiatan
Kategori
Sumatera
6
27.853
Belanja
1
181.393
Bekerja
27
156.429
Pendidikan Formal
2
34.529
Pendidikan Informal
10
93.223
Berobat
12
137.469
Silaturrahmi
67
34.616
150
-73.159
Kegiatan Lainya
35
45.675
Jatinegara
42
19.400
Bukit Duri
0
19.400
Jakarta Timur Lainya
16
-2.097
Jakarta Selatan
Rekreasi 10
Lokasi Kegiatan
61
61.380
Jakarta Pusat
3
121.988
Jakarta Utara
9
36.013
Jakarta Barat
3
-58.164
Bodetabek
33
-51.570
139
-23.744
Pengangguran
8
1.455
Pensiunan
1
190.373
Ibu Rt
65
-186.719
Supir
5
3.282
Pemulung
1
-199.422
Buruh
35
16.875
Pedagang Informal
Jawa 11
12
Pekerjaan
Pekerjaan Lain
32
35.339
Pegawai
7
25.615
Wiraswasta
8
20.828
Karyawan
37
70.607
Main
18
89.306
Sekolah
85
68.559
Ada
56
85.961
248
-19.410
Tidak Ada R- Square
Keterangan
0.621
Rentang
korelasi Parsial
255
0.498
**
180
0.330
**
390
0.532
**
105
0.286
**
R
0.788
*Nyata pada α= 0.1 **Nyata pada α= 0.05
59
Lampiran 5. Tabel Data Evaluasi Rukun Warga (RW) Kumuh DKI Jakarta 2008
Kecamatan
Kelurahan
RW
Klasifikasi
Luas RW (Ha)
Jumlah RT
Jumlah KK
Ciracas
Rambutan
1
Kumuh Sedang
26.5
12
1250
Cipayung
Ceger
1
Kumuh Sedang
67.6
8
Makasar
Pinang Ranti
4
Kumuh Sangat Ringan
34
Makasar
Makasar
1
Kumuh Sangat Ringan
Makasar
Kebon Pala
1
Makasar
Kebon Pala
Makasar
Jumlah Penduduk
Luas RW Kumuh (Ha)
Jumlah RT Kumuh
Jumlah KK Kumuh
Jumlah Penduduk kumuh
2356
0.3
3
144
864
1004
3968
1.5
1
200
759
8
784
2099
1
1
101
257
5.7
15
1183
4118
0.05
3
400
1500
Kumuh Sangat Ringan
2.5
14
1800
3500
0.1
1
25
60
6
Kumuh Sangat Ringan
6
7
582
2685
2.5
1
230
952
Kebon Pala
9
Kumuh Sedang
7.8
16
2900
5200
1.5
1
80
350
Makasar
Cipinang Melayu
1
Kumuh Sedang
5.5
12
606
2306
1.1
2
63
217
Makasar
Cipinang Melayu
2
Kumuh Sangat Ringan
8
11
828
3251
0.3
2
26
96
Makasar
Cipinang Melayu
4
Kumuh Sedang
11.6
9
863
2831
2.2
2
159
531
Makasar
Cipinang Melayu
9
Kumuh Ringan
5
9
725
3115
0.3
1
48
221
Kramat Jati
Bale Kambang
5
Kumuh Sedang
17.1
9
999
3977
10.9
3
653
4189
Kramat Jati
Batu Ampar
1
Kumuh Sedang
15.6
10
587
2169
7.2
5
306
1392
Kramat Jati
Kampung Tengah
4
Kumuh Sedang
20.1
12
1776
6679
19
11
1654
5938
Kramat Jati
Kampung Tengah
7
Kumuh Sedang
21.3
11
1127
4654
12.5
4
586
2344
Kramat Jati
Kramat Jati
6
Tidak Kumuh
12.7
13
882
3446
0
0
0
0
Kramat Jati
Cililitan
9
Tidak Kumuh
11.4
9
680
2524
0
0
0
0
Kramat Jati
Cililitan
13
Tidak Kumuh
9.9
8
384
1466
0
0
0
0
60
Kecamatan
Kelurahan
RW
Klasifikasi
Luas RW (Ha)
Jumlah RT
Jumlah KK
Kramat Jati
Cililitan
14
Tidak Kumuh
9.1
6
326
Kramat Jati
Cililitan
15
Kumuh Sedang
8.9
9
Kramat Jati
Cawang
1
Kumuh Sedang
10.6
Kramat Jati
Cawang
2
Kumuh Berat
Kramat Jati
Cawang
3
Kumuh Ringan
Kramat Jati
Cawang
4
Tidak Kumuh
Kramat Jati
Cawang
11
Jatinegara
Bidara Cina
6
Jatinegara
15
Jatinegara
Cipinang Cempedak Cipinang Besar Selatan
Jatinegara
Jumlah Penduduk
Luas RW Kumuh (Ha)
Jumlah RT Kumuh
Jumlah KK Kumuh
Jumlah Penduduk kumuh
1145
0
0
0
0
1007
3138
6.5
7
196
967
5
465
1863
10.6
5
465
1863
8.2
12
515
3207
4.5
6
324
1296
11.6
15
772
3059
2
3
272
1045
10
10
442
2462
0
0
0
0
Kumuh Sedang
16.5
10
643
2251
4.6
6
331
1326
Kumuh Sedang
8.5
15
800
2799
1.5
4
209
836
Kumuh Sangat Ringan
2.5
10
640
2560
1.3
5
300
762
6
Kumuh Sangat Ringan
19.1
14
804
2412
7.2
4
215
860
Cipinang Besar Utara
2
Kumuh Sedang
13.5
15
1279
3620
2.2
3
259
802
Jatinegara
Cipinang Besar Utara
2
Kumuh Sangat Ringan
7.4
12
825
3780
3.2
5
453
1904
Jatinegara
Cipinang Besar Utara
3
Kumuh Sedang
15.2
17
900
3504
5.2
4
288
1200
Jatinegara
Cipinang Besar Utara
4
Kumuh Sedang
6.3
15
1837
4683
2.2
8
528
1848
Jatinegara
Cipinang Besar Utara
5
Kumuh Sedang
10.2
11
735
3240
3
4
366
1464
Jatinegara
Cipinang Besar Utara
7
Kumuh Sedang
3.6
15
683
2587
1.5
6
258
920
Jatinegara
Cipinang Besar Utara
10
Tidak Kumuh
3.6
14
699
2753
0
0
0
0
Jatinegara
Cipinang Besar Utara
11
Kumuh Ringan
10
15
904
3444
1.2
5
348
901
Jatinegara
Cipinang Besar Utara
12
Kumuh Sedang
6.7
15
1042
4139
2.5
12
527
2100
Jatinegara
Rawa Bunga
1
Kumuh Sedang
4.8
10
600
2160
0.5
6
190
678
Jatinegara
Rawa Bunga
4
Kumuh Sedang
4.6
18
524
2214
0.8
5
140
493
Jatinegara
Rawa Bunga
5
Kumuh Ringan
6.2
10
589
1921
1
4
207
631
Jatinegara
Rawa Bunga
6
Kumuh Sedang
5.6
17
749
868
1.5
7
305
1160
61
Kecamatan
Kelurahan
RW
Klasifikasi
Luas RW (Ha)
Jumlah RT
Jumlah KK
Jatinegara
Rawa Bunga
7
Kumuh Sedang
4
13
639
Jatinegara
Rawa Bunga
8
Tidak Kumuh
2
8
Jatinegara
Bali Mester
1
Tidak Kumuh
2.1
Jatinegara
Kampung Melayu
1
Kumuh Ringan
Jatinegara
Kampung Melayu
2
Jatinegara
Kampung Melayu
Jatinegara
Jumlah Penduduk
Luas RW Kumuh (Ha)
Jumlah RT Kumuh
Jumlah KK Kumuh
Jumlah Penduduk kumuh
2133
1
3
197
639
368
2173
0
0
0
0
14
675
3244
0
0
0
0
4
8
585
2102
1
4
212
1117
Kumuh Ringan
4.5
17
1113
4252
4.2
16
1048
3982
3
Kumuh Sedang
5.2
16
1122
4588
2.5
7
533
2132
Kampung Melayu
4
Kumuh Sedang
6
14
862
2946
4
9
631
2104
Jatinegara
Kampung Melayu
7
Kumuh Sedang
2.8
18
1103
4583
2.1
12
749
3371
Jatinegara
Kampung Melayu
8
Kumuh Sedang
3.6
16
976
3647
0.7
4
60
210
Duren Sawit
Pondok Bambu
4
Kumuh Sedang
4.2
12
950
4650
0.5
1
90
370
Duren Sawit
Duren Sawit
13
Kumuh Ringan
8
10
609
2479
0.9
2
144
560
Duren Sawit
Pondok Kelapa
6
Kumuh Sedang
6
12
755
3583
1
1
90
745
Duren Sawit
Pondok Kelapa
7
Kumuh Sedang
7.6
15
1320
6708
1
1
95
384
Duren Sawit
Pondok Kopi
2
Kumuh Sedang
6
7
400
1753
0.6
1
125
528
Duren Sawit
Klender
1
Kumuh Sedang
2.5
12
1004
3465
1.7
7
719
2361
Duren Sawit
Klender
2
Kumuh Berat
6
15
560
2228
0.8
2
157
577
Duren Sawit
Klender
3
Kumuh Sedang
6.3
15
972
3649
0.8
2
153
657
Duren Sawit
Klender
4
Kumuh Ringan
18.2
18
383
3250
3.4
6
441
1815
Cakung
Jatinegara
5
Kumuh Sedang
6.5
11
1265
8047
2
3
89
487
Cakung
Jatinegara
14
Kumuh Sedang
30.8
13
1020
6984
12.1
5
466
2418
Cakung
Pulo Gebang
5
Kumuh Sedang
12.1
15
3672
12576
0.5
4
136
678
Cakung
Cakung Barat
7
Kumuh Sedang
57.4
18
7254
16556
2.4
8
382
1879
Cakung
Cakung Barat
8
Kumuh Sedang
35
12
359
16784
5
7
1111
5167
62
Kecamatan
Kelurahan
RW
Klasifikasi
Luas RW (Ha)
Jumlah RT
Jumlah KK
Cakung
Rawa Terate
6
Kumuh Sedang
25.3
13
1974
Cakung
Rawa Terate
2
Kumuh Sedang
1.8
6
Pulo Gadung
Pisangan Timur
5
Kumuh Ringan
8.3
Pulo Gadung
Cipinang
4
Kumuh Sedang
Pulo Gadung
Cipinang
10
Pulo Gadung
Cipinang
16
Pulo Gadung
Rawamangun
Pulo Gadung Pulo Gadung
Jumlah Penduduk
Luas RW Kumuh (Ha)
Jumlah RT Kumuh
Jumlah KK Kumuh
Jumlah Penduduk kumuh
6768
1
4
120
492
814
3256
0.5
3
155
736
11
758
3346
0.4
3
76
228
6.5
12
918
3907
3.6
9
529
1587
Kumuh Sangat Ringan
3
8
701
1826
0.4
3
266
601
Kumuh Sangat Ringan
5.2
8
634
2626
0.7
4
221
817
724
3163
0.6
2
206
436
5
Kumuh Ringan
3
9
Kayu Putih
11
Kumuh Ringan
4.6
12
647
2588
0.6
3
206
531
Kayu Putih
15
Kumuh Sedang
6.2
7
1041
4356
1
3
2126
2965
Pulo Gadung
Kayu Putih
16
Kumuh Ringan
9.3
10
1033
3114
13
3
215
564
Pulo Gadung
Pulo Gadung
1
Kumuh Sedang
6.7
12
1366
4352
2
5
388
1552
Pulo Gadung
Pulo Gadung
3
Kumuh Sedang
6.3
12
1637
5018
1
4
459
1101
Pulo Gadung
Pulo Gadung
4
Kumuh Sedang
2.2
12
877
1834
0.1
1
90
277
Matraman
Kebon Manggis
1
Kumuh Sedang
12
15
771
3344
6
8
364
1257
Matraman
Pal Meriem
9
Kumuh Sedang
7.5
10
499
1775
2.8
3
150
529
Matraman
Pisangan Baru
5
Kumuh Sedang
4.6
14
528
2087
2.2
7
297
1189
Matraman
Pisangan Baru
9
Kumuh Ringan
4.3
8
415
1564
1.1
2
120
490
Matraman
Kayu Manis
1
Kumuh Sedang
6.1
15
796
2932
2.1
5
289
1174
Matraman
Kayu Manis
5
Kumuh Ringan
4
11
433
1987
7.4
2
78
363
Matraman
Kayu Manis
6
Kumuh Sedang
5.4
14
447
1697
2.7
7
247
927
Matraman
Utan Kayu Selatan
1
Kumuh Ringan
10.6
16
853
2819
2
3
176
622
63