MEl\10RANDUM SALING PENG_:;:!:TIAN AN TARA KEMENTERIAN PERT AN IAN REPUBLJK INDONESIA DAN KEl\'IENTERIAN PERTANIAN, PENGAIRAN D.~!.N KEIIUTANAN REPUBLIK NAMIBIA · · TENTANG KERJASAMA BIOANG PERTAhlAN
REPUBLIK. INDONESIA
MEMORANDUM SALING PENGERTIAN ANTARA KEMENTERIAN PERTAN IAN REPUBLIK INDONESJA DAN KEMENTERIAN PERTANIAN, PENGAIRAN DAN KEHUTANAN REPUBLIK NAMIBIA TE NTANG KERJASAMA BIDANG PERTANIAN
PEMBUKAAN Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Kementerian Pertanian, Pengairan dan Kehutanan Republik Namibia selanjutnya secara bersama-·sama disebut sebagai " Para Pihak" dan secara masing-masing disebut sebagai satu "Pi:1ak" MEMPERHATIKAN keinginan Para Pihak untuk memulai, memelihara dan memperkuat hubungan mereka di bidang pertanian; BERKE~NGINAN untuk memperkuat hubungan bilateral dan untuk meningkatkan tingkat komunikasi, kerjasama dan upaya untuk manyelesaikan isu-isu penting dalarn bidang pertanian;
MENGAKUI perlunya mengembangkan sumber daya manusia dari kedua negara, dengan r.1aksud untuk mendukung upaya bersama dalam rangka pengembung3n pertanian; MENYADARI bahwa dukungan terhadap pengembangan pertanian di kedua negara dapat meningkatkan kerjasama institusional antara entitas sektor publik gunamerangkul dan mendorong sektor pertanian; MERUJUK PADA Persetujuan antara Pemerintah Republik lndonesic. dan Pemerinte1tl Republik Namibia mengenai Kerjasama Ekonomi dan Teknik, yang ditandatangani di Jakarta pad a tanggal 10 April 1997; MEMPERHATIKAN Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Namibia mengenai Pembentukan Komisi Bersr.1ma untuk Kerjasama Bilateral, ditandatangani di Jakarta, 11 Mei 2009; SESUAI dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta prosedur dan kebijakan di kedua negara; TELAH MENCAPAI kesepakatan sebagai berikut:
I
PASALI TUJUAN
Tujuan dari Memorandum Saling Pengertian ini adalah untuk menetapkan program pengembangan dan perdagangan bersama di bidang pertanian berdasarkan prinsip kesetaraan. timbal balik dan saling menguntungkan serta untuk memngkatkan hubungan dan saling pengertian antara Para Pihak. PASAL II AREA KERJASAMA
Area yang luas dari kerjasama yang diidentifikasi oleh Para Pihak ada!ah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pertukaran informasi dan dokumentasi ilmiah/teknis; Promosi sektor pertanian; Kolaborasi pengembangan dan penyuluhan penelitian di bidang pertanian; Peningkatan kerjasama dan koordinasi dalam organisasi internasional dan regional; Pertukaran ilmu pengetahuan, teknologi dan personii di bidang pertanian; dan Bentuk lain dari kerjasama yang disepakati oleh kedua belah Pihak. PASAL Ill BIDANG KERJASAMA
Bidang kerjasama berdasarkan Memorandum Saling Pengertian ini adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pelatihan profesional; Penyuluhan pedesaan, informasi pertanian dan dokumentasi; Pengembangan pasar; Ekspor dan promosi di sektor pertanian; Promosi kontak antara perusahaan swasta dan publik yang relevan dan organisasi; Memperkuat kerjasama Selatan-Selatan; dan Bidang lainnya yang mung kin disepakati oleh Para Pihak. PASAL IV KERJASAMA TEKNIK
Kegiatan kerjasama antara Para Pihak wajib dikembangkan dalam bentuk kerjasama, pelatihan dan pertukaran informasi ilmiah dan teknik yang dilakukan melalui: 1. Pertukaran teknisi dan peneliti; 2. Studi dan elaborasi proyek bantuan teknik; 3. Pertukaran informasi ilmiah dan teknik di bidang penelitian pertanian yang dilakukan di kedua negara; dan 4. Pengembangan pasar dan promosi sektor pertanian; 5. Kerjasama dalam pengembangan agro-industri; 6. Pelatihan di berbagai bidang pertanian; 7. Setiap kegiatan khusus yang akan dilakukan yang dalam hal ini akan dilakukan melalui negosiasi bersama entara para Pihak dan perjanjian proyek teq;isah.
rlll ( L ' ) ' l! l '-\
PASAL V KOMITE KERJA BERSAMA 1. Pelaksanaan Memorandum Saling Pengertian 1ni wajib dikelola melalu1 suatu
Komite KerJa Bersama (KKB) yang masing-masing wajib menunjuk 3 (tiga) wakil. 2. Lingkup kerja dari KKB tersebut adalah sebagai berikut: a. Draft program kerjasama tahunan pertanian bagi kedua negara, nnc1an yang meliputi tuJuan dan durasi proposal, sifat yang tepat dari penelitian. proyek atau program, personil yang bertanggung jawab atas pelaksanaan, kebutuhan dan pertanggungjawaban keuangan, dan laporan, sebaga1mana disepakat1 antara Para Pihak; b. Memastikan bahwa program telah dipertimbangkan. dievaiuasi dan dilaksanakan; c. Menyampaikan laporan mengena1 perkembangan dan kegiatan yang disepakati oleh KKB dari Memorandum Saling Pengertian in1 kepada Komisi Bersama untuk Kerjasama Bilateral lndonesia-Namibia; d. Bila perlu, didukung oleh staf dari Para Pihak. 3. Untuk evaluasi rencana kerja tahunan dan laporan, KKB wajib bertemu sesuai dengan peraturan dan prosedur serta frekuensi pertemuan Pejabat Senior pada Komisi Bersama untuk Kerjasama Bilateral lndonesia-Namibia sebagairnana tercantum dalam Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republir Indonesia dan Pemerintah Republik Namibia mengenai Pembentukan Komis1 Bersama untuk Kerjasama Bilateral, ditandatangani di Jakarta pada tanggal 11 Mei 2009. 4. Dalam pemenuhan tujuan sebagaimana dituangkan dalam Pasal 4 Memorandum Saling Pengertian ini, Subkomite Ber~. ama di bidang teknis dapat dibentuk. 5. Pihak tL.;an rumah wajib: a. Menyediakan pelayanan sekretariat untuk kepentingan pertemuan; b. Bertanggung jawab atas penyediaan materi untuk pertemuan; dan c. Menyiapkan dan mengkomunikasikan agenda pertemuan ke sebelumnya.
pihak lain
PASAL VI SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL 1.
Para Pihak wajib mengakui nilai sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional (selanjutnya disebut "SDGPT") dan mengakui hak pemegang SDGPT bagi perlindungan yang efel<'tif terhadap SDGPT dari penyalahgunaan dan penyelewengan oleh Para Pihak.
2.
SDGPT wajib di!indungi dari penyalahgunaan dan pemanfaatan oleh Para Pihak.
3.
Setiap perolehan, pemanfaatan atau penggunaan dari SDGPT melalui cara yang tidak adil atau terselubung merupakan suatu tinda~an penyelewengan. Penyelewengan juga termasuk perulehan keuntungan bisr:is dari perolehan, pemanfaatan atau pemanfaatan SDGPT ketikn seorang pen9guna SDGPT tersebut mengetahui, atau tidak memperdulikan, bahwa SDGPT tersebut dioeroleh atau dimanfaatkan melalui cara yang tidak adil; reproduk~i. publikasi, adaptasi, penyiaran, pertunjukan pulJiik, komunikasl untuk distribusi publik, penyewaan, membuka untuk umum dan fiksasi (termasuk dengan fotografi tidak bergerak) dari SDGPT atau turunannya; setiap penggunaan SDGPT atau adaptasinya yang tidak
/~L(
mengakul dengan patut bahwa komunrtas sebagai sumber atas SDGPT: setia_p distorsi. mutilasi atau modifikasi lamnya. atau tidakan merendahkan lainnya yang terkait dengan SDGPT; perolehan atau penggunaan hak kekayaan intelektual atas SDGPT atau adaptasi; setiap penggunaan SDGPT atau turunanannya, atau perolehan atau penggunaan hak kekayaan intelektual atas SDGPT atau turunannya. yang merendahkan. menyinggung, atau secara tidak benar menganjurkan suatu hubungan dengan komunitas terkait, atau menghina komunitas atau merusak nama baiknya: dan kegiatan komersial lainnya yang bertentangan dengan praktek yang jujur yang memperoleh keuntungan secara tidak adil dari SDGPT 4.
Masing-masing Pihak wajib, dalam hal perlindungan kekayaan intelektual SDGPT, di dalam wilayahnya memberikan (i) kepada perseorangan yang berkewarganegaraan atau berdomisili di wilayah salah satu Pihak lainnya dan (ii) kepada badan hukum atau orang perseorangan di wilayah salah satu Pihak lalnnya; yang memiliki penetapan yang nyata dan efektif untuk menciptakan. memproduksi dan melakukan transaksi SDGPT, perlakuan sama yang sesua1 dengan warganegaranya sendiri.
5.
Setiap akses dan penggunaan SDGPT dari masing-masing Pihak di bawah pelaksanaan Memorandum Saling Pengertian ini wajib memerlukan izin terlebih dahulu dari pihak terkait yang berwenang. Para Pihak wajib memastikan bahwa masyarakat lokal terkait wajib diinformasikan terlebih dahulu mengenai akses dan hasil dari aktivitas kerjasama dan kolaborasi yang menggun3kan SDGPT mereka.
6.
Ketika kerjasama dan/atau aktivitas kolaborasi di bawah Memorandum Saling Pengertian ini memanfaatkan SDGPT untuk tujuan komersil, Satu Pihak atas nama masyarakat lokal, wajib diberikan hak atas kekayaan intelektual sebagaimana mestinya dan mendapatkan pernbagian keuntungan.
7.
Manfaat-manfaat dari perlindungan SDGPT kepada para pemegangnya adalah termasuk pembagian yang adil dan setara atas manfaat-manfaat yang timbul dari bisnis dan industrialisasi penggunaan SDGPT tersebut.
8.
Alat hukum wajib tersedia untuk menyediakan perlindungan bagi pemegang SDGPT dalam hal pembagian manfaat yang adil dan setara sebagaimana dalam ayat 7 tidak terjadi.
PASAL VII HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL 1. Para
Pihak setuju bahwa setiap kekayaan intelektual yang timbul dalam pelaksanaan Memorandum Saling Pengertian ini akan dimiliki bersama dan: a. Masing-masing Pihak wajib diizinkan untuk menggunakan kekayaan intelektual tersebut untuk tujuan memelihara, memakai dan meningkatkan kekayaan intelektual tersebut; b. Dalam hal hak kekayaan intelektual dipergunakan oleh salah satu Pihak dan I a~au lembaga atas nama Pihak tersebut untuk tujuan komersial, maka Pihak lainnya wajib diberikan hak ur.tuk memperoleh royalti yang adil; c. Setiap Pihak wajib bertanggung jawab atas segala klaim yang dibuat oleh pihak ketiga atas kepemilikan dan keabsahan panggunaan hak kekayaan intelektual yang dibawa oleh Pihak tersebut untuk pelaksanaan kegiatan kerjasama berdasarkan Memorandum Saling Pengertian ini.
I
lLl /;
Jr1
l~
2. Para Pihak wajib men1am1n satu sama lain oahwa hak kekayaan ~ntelektual yang dibawa oleh satu Pihak ke dalam wilayah Pihak lainnya dalam rangka pelaksanaan setiap pengaturan proyek atau kegiatan, bukan merupakan hasil dari suatu pelanggaran hak yang sah pihak ketiga: 3. Jika salah satu Pihak berkeinginan untuk mengungkapkan data rahasia dan I atau 1nformasi yang dihasilkan dari kegiatan kerjasama berdasarkan Memorandum Saling Pengertian ini kepada Pihak Ketiga , Pihak yang mengungkapkan tersebut wajib memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Pihak lainnya sebelum pengungkapan dapat dilakukan; 4. Setiap kali salah satu Pihak membutuhkan kerjasama dengan pihak lain di luar Republik Indonesia dan Republik Namibia untuk kegiatan komersil yang dihasilkan dari kekayaan intelektual berdasarkan Memorandum Saling Pengertian ini. Pihak tersebut akan memberikan preferensi pertama atas kerjasama tersebut kepada Pihak lainnya berdasarkan Memorandum Saling Pengertian ini yang akan dihapuskan apabila Pihak lainnya tersebut tidak dapat berpartisipasi dalam cara yang saling menguntungkan dengan ketentuan bahwa ayat 1.b Pasal ini yang diamati. 5. Pengakhiran Memorandum Saling Pengertian i~i tidak akan mempengaruhi hak dan/ atau kewajiban Para Pihak berdasarkan Pasal ini. PASAL VIII KERAHASIAAN
1. Setiap Pihak wajib berusaha untuk memperhatikan kera!lasiaan dokumen, informasi dan data lain yang diterima atau diberikan ke pihak lain selama periode pelaksanaan Memorandum Saling Pengertian ini atau kesepakatan lain yang dibuat sesuai dengan Memorandum Saling Pengertian ini. 2. Para Pihak sepakat bahwa ketentuan Pasal ini akan terus mengikat antara Para Pihak meskipun Memorandum Saling Pengertian ini telah berakhir. 3. Ketentuan Pasal ini tidak akan bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dari Para Pihak. PASAL IX KEWAJIBAN KEUANGAN
1.
Para Pihak wajib menetapkan kewajiban keuangan dari masing-masing Pihak berkaitan dengan setiap program bersama.
2. Para Pihak wajib menetapkan, dalam setiap program bersama, kondisi pelayanan personel yang ditransfer, termasuk sebagai dan jika diperlukan dan tunduk pada hukum nasional mereka, di negara masing-masing. 3. Semua kerjasama teknik berdasarkan Memorandum Saling Pengertian ini wajib berdasarkan pada ketersediaan dana dan personil. 4. Para Pihak wajib meningkatkan dan menggali mekanisme pendanaan melalui Pemerintah mereka, mitra pembangunan, forum regional dan pengaturan Kerjasama Selatan-Selatan.
PASAL X PEMBATASAN AKTIFITAS PERSONEL Set1ap orang yang terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan Memorandum Saling Pengertian ini wajib menghormati kemerdekaan politik. kedaulatan dan integritas wilayah negara tuan rumah. dan wajib menghindari kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Memorandum Saling Pengertian 1nL PAS AL XI PERU BAHAN Memorandum Saling Pengertian ini dapat diubah dengan persetujuan bersama dari Para Pihak melaiUJ pertukaran nota antara Pihak melalui saluran diplomatik. Perubahan tersebut wajib menjadi bagian tak terpisahkan dari Memorandum Saling Pengertian ini. PASAL XII PENYELESAIAN PERSELISIHAN Setiap perselisihan yang timbul dari penafsiran atau pelaksanaar. Memorandum Saling Pengertian ini wajib diselesaikan secara bersahabat melalui konsultasi atau perundingan antara Para Pihak. PASAL XIII MULAI BERLAKU, JANGKA WAKTU DAN PENGAKHIRAN
1. Memorandum Saling Pengertian 1n1 wajib mulai berlaku pada ditandatanganinya Memorar.dum Saling Pengertian ini oleh Par3 Pihak.
tanggal
2. Memorandum Saling Pengertian ini wajib tetap berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan wajib diperpanjang secara otomatis, setelah peninjauan, untuk pericde 2 (dua) tahun selanjutnya, kecuali salah satu Pihak memberitahukan secara tertulis kepada Pihak lainnya terkait keinginannya untuk mengakhiri Memorandum Saling Pengertian ini, setidaknya 6 (enClm) bulan sebelum pengakhiran dimaksudKan.
3. Pengakhiran Memorandum Saling Pengertian ini tid~k akan mernpengaruhi keabsahan durasi dan penyelesaian pengaturan, kontrak d.an aktivitas yan~ dibuat berdasarkan Mer:1orandum Saling Pengertian ini.
PASAL XIV LEMBAGA PELAKSANA Para Pihak memilih lembaga berikut sebagai lembaga pelaksana dari masing-masir1g Pihak untuk pelaksar1aan Memorandum Saling Pengertian ini: a. Direktur Pusat Kerjasama lnternasional, Kerflenterian Pertanian Republik Indonesia Telepon . 62 21 78830588 Fax. 62 21 78830588
I
b. Sekretans Jenderal, Kementerian Pertanian, Pengairan dan Kehutanan Republik Namibia Taman Kantor Pemerintah Luther Street, Windhoek Telepon. :264 61 2087 648/49 Fax. : 264 61 2217 33
SEBAGAI BUKTI, yang bertandatangan Memorandum Saling Pengertian ini.
di
.
bawah
ini,
telah
menandatangani
P¥-J-. " pad a ............... II~.......... 2011 dalam DIBUAT dalam rangkap dua d1· ..... ... ... ......... bahasa Indonesia dan lnggris, semua naskah memiliki keabsahan yang sama. Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran, naskah bahasa lnggris yang berlaku.
UNTUK KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
Signed ~
DR. IR. H. SUSWONO, MMA MENTERI PERTANIAN
UNTUK KEMENTERIAN PERTANIAN, PENGAIRAN DAN KEHUTANAN REPUBLIK NAMIBIA
Signed r'H oN.AOi-IN MUfoRWA (M~ ME~I PERTANIAN, PENGAIRAN DAN KEHUTANAN
MEMORANDUl\1 OF UNDERSTANDING BETWEEN THE MINISTRY OF AGRICULTURE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE MINISTRY OF AGRICULTURE, WATER AND FORESTRY OF TilE REPUBLIC OF NAMilllA ON COOPERATION IN THE FIELD OF AGRICULTURE
J REPUBLIK INDONESIA
MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BETWEEN THE MINISTRY OF AGRICULTURE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND TH E MINISTRY OF AGRICULTURE, WATER AND FORESTRY OF THE REPUBLIC OF NAMIBIA ON COOPERATION IN THE FIELD OF AGRICULTURE
PREAMBLE The Ministry of Agriculture of the Republic of Indonesia and The Ministry of Agriculture, WatP.r and Forestry of the Republic of Namibia hereinafter collectively referred to as the "Parties" and in singularly as a "Party" · TAKING INTO CON:SIDERATION that it is in the interest of the Parties to initiate, maintain and strengthen their relations in the field of agriculture; DESIRING to strengthen bilateral relationship and to increase the level of communication, cooperation and efforts to resolve issues of importance in the field of agriculture; RECOGNIZING the necessity of developing the human resources of the two countries, with a view to support the joint effort in the development of agriculture; CONCIOUS that the support of agricultural development in the two countries could enhance institutional cooperation between public sector entities that embrace and foster the r..gricultural sector; REFFERRING TO the Agreement between the Government of the Republic cf Indonesia and the Government of the Republic of Namibia on Economic and Tec~·mical Cooperation, signed in Jakarta on 10 April 1997; TAKING INTO ACCOUNT the Memorandum of Understanding between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Namibia on Establishment of a Joint Commission for Bilateral Cooperation, signed in Jakarta, 11 May 2009; PURSUANT to the prevailing laws and regulations as well as the procedures and policies in their respective countries; HAVE REACHED understanding as foliows:
Article I OBJ ECTIVE
The obJective of this Memorandum of Understanding is to establish joint agricultural development and trade programs on the basis of equality, recrprocity and mutual benefit and to promote relations and mutual understanding between the Parties. Article II AREAS OF COOPERATION
The broad areas of co-operation identified by the Parties are: 1. 2. 3. 4.
Exchange of scientific/technical information and documentation; Promotion of agricultural sector; Collaborative research development and extension on agr;cu!ture; Enhancement of co-operation and co-ordination within international and regional organizations; 5. Exchange in agricultural science, technology and personnel; and 6. Other forms of the co-operation as agreed to by both Parties. Article Ill FIELDS OF COOPERATION
The fields of co-operation under this Memorandum of Understanding are : 1. 2. 3. 4. 5.
Professional training ; Rural extension, agricultural information and documentation; Market development; Export and promotion in agricultural sector; Promotion of contacts between the relevant private and public enterprises and organizations; 6. Strengthen South-South co-operation; and 7. Other fields as may be agreed upon by the Parties. Article IV TECHNICAL COOPERATION
The c.o-oparation activities between the Parties shall be developed in gentral in the form of scientific and technical collaboration, training and information shari:1g undertaken through : 1. Exchange of technicians and researchers; 2. Study and elaboration of projects of technical assistance; 3. Exchange of scientific and technical information in the field of agricultural research conducted in the two countr:es; and 4. Market development and the promotion of agricultural sector; 5. Cooperation in agro-industrial development; 6. Training in the various field of agriculture; 7. Any specific activities to be undertaken in terms hereof will be done by way of mutual negotiations between the Parties and separate project agr~erne!1ts.
Article V JOINT WORKING COMMITTEE 1. The implementation of this Memorandum of Understanding shall be managed through a Joint Working Committee (JWC) to which each shall appoint 3 (three) representatives. 2. The scope of work of JWC shall be as follows: a. Draft annual agricultural cooperation programmes for the two countries, the detail of which shall include the objectives and duration of the proposals, the exact nature of research, project or program, the personnel responsible for the implementation, the financial needs and responsibilities; and reports, as agreed upon between the Parties; b. Ensure that the programmes are considered, evaluated and implemented; c. Submit reports on the developments and activities as agreed upon by the JWC of this Memorandum of Understanding to the lndonesia-Namibia Joint Commission for Bilateral Cooperation; d. When necessary, be supported by staff from the Parties. 3. For the evaluation of the annual work plan and reports, the JWC shall meet in accordance with the rules and procedures as well as the frequency of the Senior Official meeting of the lndonesia-Namibia Joint Commission for Bilateral Cooperation stipulated in the memorandum of Understanding between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Republic of Namibia on the Establishment of a Joint Commission for Bilateral cooperation, signed in Jakarta on 11 may 2009. 4. In fulfillment of the objectives as highlighted in Article 4 of this Memorandum of Understanding, a Joint Technical Subcommittee shall be set up. 5. The hosting Party shall: a. Provide secretariat services for the meeting; b. Be responsible for the provision of material resourcus for the meeting; and c. Prepare and communicate the agenda of the meeting to the other party in advance. ARTICLE VI GENETIC RESOURCES AND TRADITIONAL KNOWLEDGE 1. The Parties shall recognize the value of genetic resources, traditional knowledge and (hereinafter "GRTK") and recognize the rights of holder of GRTK to the effective protection over GRTK against misuse and misappropriation of the Parties. 2. GRTK shall be protected against misuse and misappropriation of the Parties.
3. Any acquisition, appropriation or utilization of GRTK by unfair or illicit means constitutes an act of misappropriation. Misappropriation may also include deriving commercial benefit from the acquisition, appropriation or utilization of GRTK when the person using that GRTK knows, or is negligent in failing to know, that it was acquired or appropriated by unfair means; the reproduction, publication, adaptation, broadcasting, public performance, communication to the public distribution, rental, making available to the public and fixation (including by still photography) of GRTK or derivatives thereof: any use of GRTK or adaptation thereof which does not acknowledge in an appropriate way the community as the source of GRT~t
'I
{-
distortion, mutilation or other modification of or other derogatory action in relation to GRTK; the acquisition or exercise of intellectual property rights over GRTK or adaptation thereof; any use of GRTK or derivates thereof, or the acquisition or exercise of IP rights over GRTK or derivates thereof, which disparages, offends or falsely suggests a connection with the community concerned, or brings the community into contempt or disrepute; and other commercial activities contrary to honest practice that gain inequitable benefit from GRTK. 4. Each Party shall in respect of the intellectual property protection of GRTK, accord within its territory (i) to natural persons who are nationals of or are domiciled in the territory of any of the other Party and (ii) to legal entities which or natural persons who, in the territory of any of the other Party; have a real and effective establishment for the creation, production and transaction of GRTK, the same treatment that it accords to its own nationals. 5. Any access to and use of GRTK of the respective Party under the implementation of this Memorandum of Understanding shall require prior consent permit from the relevant authorities of the Party. The Parties shall ensure that the local communities concerned shall be prior informed consent with the access and informed with the results of the cooperative and/or collaborate activities using such GRTK. 6. When the cooperative and/or collaborate activities under this Memorandum of Understanding utilize GRTK for commercial purpose, the Party on behalf of its local communities concerned shall be entitled to the right of intellectual property where appropriate and associated benefit sharing. 7. The benefits of protection of GRTK to which its holders are entitled include the fair and equitable sharing of benefits arising out of the commercial or industrial use of that GRTK. 8. Legal means should be available to provide remedies for holders of GRTK in cases where the fair and equitable sharing of benefits as provided for in paragraph 7 has not occurred. Article VII INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS
1.
The Parties agree that any intellectual property ansmg under the implementation of this Memorandum of Understanding will be jointly owned and: a. Each Party shall be allowed to use such intellectual property for the purpose of maintaining, adapting and improving the relevant property; b. In the event the intellectual property rights is used by the Party and/or institution on behalf of the Party for commercial purposes, the other Party shall be entitled to obtain equitable portion of royalty; c. Each Party shall be liable for any claim made by any third party on the ownership and legality of the use of the intellectual property rights which is brought in by the aforementioned Party for the implementation of the cooperation activities under this Memorandum of Understanding.
2. The Parties shall indemnify each other that the intellectual property rights brought by the Party into the territory of the other Party for the implementation of any project arrangement or activities is not resulted from any infringement of the third party's legitimate rights;
I
~~ ·
3. If either of the Party wishes to disclose confidential data and/or information resulted from the cooperation activities under this Memorandum of Understanding to any third Party, the disclosing Party must obtain prior consent from the other Party before any disclosure can be made; 4. Whenever either Party requtres the cooperation of another party outside the Republic of indonesia and the Republic of Namibta or any commercial undertaking resulted from tntellectual property covered by this Memorandum of Understanding, this Party will gtve first preference of the cooperation to the other Pa rty under this Memorandum of Understanding which will be watved if the other Party is unable to participate tn a mutually beneficial manner provided that clause 1.b of this Article is observed. 5. The termination of this Memorandum of Understar.aing shall not affect the rights and/or obligations of the Parties under this article.
Article VIII CONFIDENTIALITY 1. Each Party shall undertake to observe the confidentia!ity and secrecy of documents, information and other data received or supplied to the other party during the period of the implementation of this memorandum of Understanding or any ot~9r agreements made pursuant to the Memorandum of Understanding. 2. The Parties Agree that the pro·Jision of this article shall continue to be binding between the Parties notwithstanding the termination of this Memorandum of · Understanding. 3. The provision of this Article shall not prejudice the prevailing laws and regulations of the Parties. Article IX FINANCIAL OBLIGATIONS 1. The Parties shall stipulate the financial obligations of each Party w:th regard to each joint programs. 2. The Parties shall stipulate, in each joint programs, tha ccnciitions of service of transferred personnel, including as and when necessary and subject to ti1'3ir domestic law, in their respective country. 3. All technical co-operations under this Memorandum of Understanding shall be subject to the availability of funds and personnel. 4. The Parties shall promote and explore funding mechanisms through their Governments, development partners, regional forums and South-SoL:th Cooperation arrangements. Article X LIMITATION OF PERSONNEL ACTIVITIES Any persons engagea in activities related to thjs Memorandum cf Understanding shall respect political independence, sovereignty and territorial integrity of the host co~ntry, and shall avoid any activities inconsistent with the purposes and objective~ of thic
i
morandum of Understanding.
~
Article XI AMENDMENT This Memorandum of Understanding may be amended by mutual consent of the Parties through an exchange of notes between the Parties through the diplomatic channel. Such amendment shall, form an integral part of this Memorandum of Understanding.
Article XII SETTLEMENT OF DISPUTES Any dispute arising out of the interpretation or implementation of this Memorandum of Understanding shall be settled amicably through consultation or negotiation between the Parties.
Article XIII ENTRY INTO FORCE, DURATION AND TERMINATION 1. This Memorandum of Understanding shall enter into force on the date of its signing hy the Parties. 2. This Memorandum of Understanding shall remain in force for a period of 5 (five) years and shall be extended automatically, after review, for a subsequent period of 2 (two) years thereafter, unle:5s either Party notifies in writing to the other Party of its intention to terminate this Memorandum of ·Understanding, at least 6 (six) months prior to its intended termination. 3. The termindtion of the present Memorandum of Understanding shall not affect the validity of the duration and completion of any arrangement, contract and activity made under the present Memorandum of Understanding.
Article XIV FOCAL POINTS The Parties chaos~ th8 fol!owing institutions as their respective focal points for the implernentation of this Memorandum of Understanding:
n. Director ot International Coof.)eratior. Center, Ministry of Agriculture Republic of !ndo:1esla Phone : 62 21 78830588 Fax. : 62 21 78830588 b. Permanent Secretary of the Ministry of Agriculture Water and ForP.stry of Namibia Government Office Park Luther Street, \IVindhoek Phone : 264 61 2087648/49 Fax. 264 6'1 221733
I
Repub~ic
IN WITNESS WHEREOF, the undersigned, have signed this Memorandum of Understanding.
at.~~n .//.~
Done in duplicate ... ... 2011 in the Indonesian and English languages, all texts being equally authentic. In case of any divergence of interpretation, the English text shall prevail.
FOR THE MINISTRY OF AGRICULTURE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
Signed DR. IR. H. SUSWONO, MMA MINISTER OF AGRICULTURE
FOR THE MINISTRY OF AGRICULTURE, WATER AND FORESTRY OF THE REPUBLIC OF NAMIBIA
Signed HON./JOHN MUfORWA (MPl
'-
MINIST~OF AGRICULTURE, WATER AND FORESTRY