Mata Kuliah Dosen Batas Penyerahan
: Sistem Informasi Manajemen : Dr. Ir. Arif Imam Suroso, MSc(CS) : 28 Agustus 2013
Case 4 Chapter 2: IT LEADERS: REINVENTING TI AS A STRATEGIC BUSINESS PARTNER
OLEH: DENISH IBRAHIM JAUHAR SAMUDERA NAYANTAKANINGTYAS
P056121441.49 P056121891.50
PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
1
Case Studi Question 1. Apa tantangan bisnis dan politik yang mungkin terjadi sebagai akibat dari transformasi TI dari aktivitas dukungan untuk peran mitra? Gunakan contoh-contoh dari kasus ini untuk mengilustrasikan jawaban Anda Tantangan bisnis dan politik yang mungkin terjadi sebagai akibat dari transformasi teknologi informasi mengharuskan sebuah perusahaan menerapkan teknologi dengan kreatif agar dapat memproduksi barang-barang dengan lebih efisien dan dengan biaya lebih rendah, untuk menjual dan melayani dengan lebih baik, sehingga akan mendapatkan margin profit tertinggi. Selain itu, Gardner Corp berpendapat bahwa seorang direktur eksekutif akan membuat CIO mereka bertanggung jawab untuk menggunakan informasi sebagai asset strategis (menghasilkan pendapatan) atau seorang CEO akan membuat CIO bertanggung jawab untuk inovasi model bisnis.Berikut adalah contoh-contoh yang terdapat pada kasus ini: a. John Hinkle dari Trans World Entertainment Corp John Hinkle dari Trans World Entertainment Corp. melakukan menghapuskan jabatan analis dan memindahkannya perannya ke dalam Project Management Office (PMO), yang mengawasi semua teknologi dan proyek bisnis, serta semua perubahan proses bisnis untuk kedelapanratus perusahaan toko musik. Manajer PMO telah mengembangkan keahlian dan hubungan khusus dengan fungsi-fungsi khusus bisnis tempat dimana mereka berada. Proyek baru dan bahkan perubahan sistem berjalan melalui PMO, yang menggunakan proses manajemen proyek Six Sigma. Hinkle mengawasi PMO dan dia adalah salah satu anggota dari dewan eksekutif perusahaan dan memiliki pengaruh kuat dalam semua keputusan bisnis. Hinkle terlibat dalam merchandising, perencanaan toko dan dalam setiap pertemuan penting lainnya di perusahaan. Hinkle diharapkan sangat mahir dalam hal-hal ini, dan juga diharapkan mampu menjawab lebih dari pertanyaan-pertanyaan IT. Hinkle adalah bagian dari proses brainstorming strategi. Hinkle juga menerapkan stategi bahwa setiap staf TI menghabiskan minimal tiga hari di lapangan setiap tahun untuk bekerja di toko, gudang, atau departemen seperti keuangan atau gaji. Dengan cara seperti ini diharapkan setiap orang memiliki pengalaman dalam proses bisnis, sehingga mereka mengetahui apa yang benar-benar dibutuhkan oleh bisnis dan juga mengetahui bagaimana membantunya. b. Lemecha dari ChoicePoint Pada ChoicePoint, Lemecha menciptakan dua macam posisi dalam Teknologi informasi, yaitu satu untuk tenaga teknis, yang memegang jabatan arsitek TI, dan satu lagi sebagai manajer, yang
1
memegang jabatan business information officer (BIO). BIO ditempatkan di setiap bisnis ChoicePoint dan bertindak sebagai CIO lokal. Mereka terjun langsung dalam bisnis ini, sehingga mereka mengerti masalah operasional, mereka tahu semua pegawai, dan mereka menghabiskan 100 persen waktu mereka di unit bisnis, di mana mereka secara langsung berperan dalam pengaturan TI bisnis tersebut. Manfaat utama dari pengaturan ini adalah ketika dalam menyelesaikan suatu masalah, orang yang berada dalam bidang TI akan melakukan proyekproyek tersebut dengan tepat dan pada akhirnya perusahaan akan memperoleh pendapatan dan menghasilkan pelayanan pelanggan yang lebih baik. Pertumbuhan pendapatan ChoicePoint yang konsisten, berkisar antara 5-15 persen per tahun selama beberapa tahun terakhir merupakan akibat dari penerarapn strategi ini pada perusahaan tersebut c. Passerini dari Procter dan Gamble (P&G) Procter & Gamble (P&G) merupakan perusahaan TI yang penting dalam tiga tahun terakhir telah memunculkan kembali TI sebagai rencana stategis dalam perusahaannya. Pada tahun 2006, P&G membentuk ulang, berganti nama, fokus kembali dan mulai memberikan pelatihan kembali kepada 2.500-orang tim IT. Departemen TI berganti nama menjadi Information and Decision Solution (IDS). Departemen IDS ini kemudian digabung ke dalam P&G Global Business Services, yang juga merupakan pusat bagi pengembangan sumber daya manusia, keuangan, perencanaan strategis, dan fungsi relokasi. Staf IDS fokus secara khusus pada proyek-proyek berbasis TI tingkat tinggi, sedangkan tugas-tugas TI rutin diserahkan kepada Hewlett-Packard Co. IDS dilibatkan dengan tiga tujuan bisnis yang sama dari setiap unit bisnis P&G, yiatu untuk meningkatkan keuntungan, meningkatkan pangsa pasar, dan meningkatkan volume penjualan. Selama 10 tahun, senilai 3 juta dolar yang ditandatangani pada tahun 2003 2. Apa implikasi pergeseran dalam pandangan strategis TI untuk pekerja TI tradisional dan untuk lembaga pendidikan yang melatih mereka? Bagaimana hal ini mengubah penekanan pada pengetahuan dan keterampilan apa yang harus dimiliki orang di masa depan? Perusahaan yang telah memiliki teknologi informasi, belum tentu memiliki sistem informasi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Para pekerja TI tradisional memang sangat menguasai bidang teknologi informasi, termasuk bagaimana dataware, hardware, software, brainware, dan netware dipadukan untuk mencapai tujuan perusahaan.Ternyata pada umumnya kemampuan ini tidak cukup membuat perubahan pada perusahaan, karena tidak ada keselarasan antara TI dan karakteristik perusahaan sesungguhnya.
2
Sehingga harus ada kerjasama yang baik antara pekerja TI dengan pelaku usaha yang mengetahui karakteristik bisnis. Implikasi saat ini dimana Para pekerja TI Tradisional harus menyediakan solusi inovatif untuk tantangan bisnis dimana hal tersebut berarti menerapkan teknologi dengan kreatif untuk memproduksi barangbarang lebih efisien dan efisien dengan biaya riset dan pengembangan (R&D) lebih rendah, untuk menjual dan melayani dengan lebih, dan untuk melakukannya pada margin profit tertinggi. Ini juga berarti memanfaatkan TI untuk menciptakan produk baru dan jasa dan bahkan seluruh model bisnis baru dimana strategi teknologi dan strategi bisnis sekarang menjadi satu dan bukan lagi soal TI yang mengotomatisasi bisnis. Ini soal inovasi bisnis, meningkatkan bisnis dan menciptakan kembali bisnis, mulai dengan organisasi IT. Para pengajar TI dan lembaga pelatihan harus segera memikirkan bagaimana cara memulai suatu inovasi bisnis, meningkatkan bisnis dan menciptakan kembali bisnis, hal ini juga berarti perubahan orientasi atau penekanan pengajaran bidang TI bukan hanya tentang perubahan strategi TI seperti infrastruktur, dukungan aplikasi, dan jasa desktop,dan perubahan teknis semata (dataware, hardware, software, brainware, dan netware) melainkan kepada variabel tambahan untuk mendukung strategi bisnis itu sendiri seperti dimana posisi bisnis itu bergerak (ranking bisnis), bidang yang menjadi bisnis, pasar yang dihadapi oleh perusahaan, karakteristik konsumen yang dihadapi bisnis tersebut dan sekaligus perubahan mengenai kerangka kerja TI serta pandangan pengajar TI dalam meramalkan arah bisnis dan prospek bisnis itu sendiri kedepannya. 3. Seberapa jauh Anda setuju dengan ide bahwa teknologi dibutuhkan di hampir semua aspek kegiatan perusahaan? Berikan contoh, selain yang termasuk dalam kasus, dari pengenalan produk terbaru yang tidak mungkin terjadi tanpa ketergantungan pada TI. Di era globalisasi, TI sangat diperlukan dalam setiap bidang, salah satu bagian terpenting yang memungkinkan kita untuk berbisnis dan berinovasi pada produk, jasa, serta proses bisnisnya. Ada begitu banyak model yang dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan dalam mengelola fungsi IT-nya. 2 prinsip yang diperlukan untuk mengelola TI Function, diantaranya: a. Pengelolaan TI untuk membantu co-evolution antara bisnis dan TI Function. Co-evolution berarti bahwa kemampuan TI Function dan bisnis berkembang secara iteratif dan saling jalin-menjalin sesuai dengan jalannya waktu. Struktur organisasi harus memfasilitasi jalannya kebijakan ini. b. Pengelolaan TI untuk memelihara jaringan hubungan/network relationship untuk visioning, innovation, dan sourcing.
3
Semua peranan tersebut membutuhkan kolaborasi yang dilakukan oleh manajemen eksekutif, manajemen bisnis, manajemen TI dan juga eksternal vendor. Struktur organisasi harus memfasilitasinya juga. 3 macam jaringan hubungan penting untuk mengatur aktivitas IT, diantaranya: a. Visioning networks: jaringan hubungan yang terjadi antara senior management dan TI executives. Tujuannya adalah membantu para eksekutif ini untuk berkolaborasi dalam pembuatan dan pengartikulasian visi strategic perusahaan mengenal nilai dan peranan IT. b. Innovation networks: Jaringan hubungan yang terjadi antara bisnis dan TI executives. Tujuannya adalah membantu para eksekutif ini untuk berkolaborasi dalam menciptakan inovasi-inovasi baik pada produk, jasa, proses bisnis, supply dan value chain perusahaan. c. Sourcing networks : Jaringan hubungan yang terjadi antara TI executives dan eksternal partner. Tujuannya adalah untuk membantu para eksekutif dan pihak luar saling bekerjasama. IT untuk secara eksplisit mengatur 8 buah proses pembuat nilai (eight value creating processes), dan terdapat 3 proses dalam mengelola TI yaitu : a. Proses yang berperan sebagai fondasi meliputi manajemen infrastruktur, manajemen sumberdaya manusia, manajemen hubungan/relationship management. b. Proses utama meliputi Value Innovation, Solutions Delivery, Services Provisioning. c. Proses ketiga yaitu perencanaan strategi dan manajemen keuangan. Terdapat tiga macam model fungsi IT, diantaranya adalah : a. The Partner Model Dimana fungsi TI berperan aktif dan langsung dalam berkolaborasi dengan bisnis guna menciptakan inovasi melalui TI dan merealisasikannya. Cocok bagi perusahaan yang ingn mempromosikan inovasi bisnisnya melalui IT. 1) Prinsip 1: Co-evolution dilakukan oleh CIO. Dengan meningkatkan customer relationship dan meningkatkan citra merek. 2) Prinsip 2: Partnership Networks yaitu fokus pada innovation dan sourcing networks. 3) Prinsip 3: Value-creating process yaitu Account manager mencari tahu apa yang menjadi kebutuhan costumer dan membuat produk atau servis berdasarkan kebutuhan costumer itu sendiri. b. The Platform Model Model dimana fungsi TI memberikan aset, pelayanan, dan sumberdaya terhadap inovasi bisnis dalam perusahaan. Bisa dikatakan sebagai
4
pencipta inovasi. Mengutamakan dalam pengembangan platform dan kemampuan. Cocok diaplikasikan pada perusahaanglobal yang banyak divisi dimana masing-masing menjalankan beberapa bisnis yang berbeda. 1) Prinsip 1: Co-Evolution dilakukan oleh account manager berkolaborasi dengan eksekutif bisnis (CIO). 2) Prinsip 2: Partnership network fokus terhadap innovation dan sourcing networks. 3) Prinsip 3: Value-creating Process yaitu Account Manager mencari tahu apa yang menjadi kebutuhan customer dan membuat produk atau servis berdasarkan kebutuhan itu. c. The Scalable Model Model dimana fungsi TI menciptakan fleksibilitas yang maksimum dalam hal sumberdaya manusia. Cocok digunakan pada perusahaan global yang bergerak di bidang bisnis yang bergerak di bidang bisnis yang berbeda. 1) Prinsip 1: Co-Evolution dilakukan oleh eksekutif senior TI untuk mencari inovasi. 2) Prinsip 2: Partnership network lebih fokus terhadap sourcing network dengan meningkatkan relationship kepada vendor (partner eksternal). 3) Prinsip 3: Value-Creating Process yaitu adakalanya bekerjasama dengan partner eksternal. Sejumlah teori mengatakan bahwa karakteristik industri dimana perusahaan itu berada akan sangat mempengaruhi tipe peran teknologi informasi dalam memberikan manfaatnya. Lihatlah beberapa contoh teori yang kerap dipergunakan sebagai berikut: a. Teori Tallon yang membagi peranan teknologi informasi berdasarkan aspek Strategic Positioning dan Operational Effectiveness sehingga didapatkanlah tipe-tipe peran yaitu: Dual Focus, Operations Focus, Market Focus, dan Unfocused. b. Teori Warren McFarlan yang mengklasifikasikan teknologi informasi berdasarkan aspek Business Fuctionality Dependent Upon TI dan aspek TI Development for Competitive Advantage sehingga terdapatlah empat tipe peranan yaitu masing-masing: Stratetic, Turnaround, Factory, dan Support. c. Teori Accounting Practices membagi hakekat teknologi informasi menjadi empat jenis besar yaitu: Cost Center, Profit Center, Investment Center, dan Service Center.
5
Bukti-bukti dan dukungan teori yang telah dijabarkan di atas telah menjelaskan bahwa TI sangat berperan penting dalam bisnis dan manajemen pada era globalisasi. Pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah, fleksibel, dan efisien. Manfaat yang dirasakan bersifat berwujud dan tidak berwujud. Promosi dalam bisnis merupakan langkah yang paling penting. Tanpa promosi, bisnis tidak akan berjalan dengan baik. Promosi adalah proses komunikasi antar penjual dan pembeli dengan tujuan akhir adalah penggunaan produk secara kontinu. Penggunaan TI menjadikan proses promosi lebih sederhana, informasi tentang perusahaan maupun produk dapat diakses dengan mudah tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Hampir seluruh perusahaan memanfaatkan TI sebagai media promosi. Hal ini juga yang tanpa sadar menjadi tolak ukur keberhasilan pemasaran perusahaan. Perusahaan berlomba-lomba untuk mengembangkan teknologi informasi untuk pemasaran demi mendapatkan citra yang baik di mata konsumen. Perusahaan dengan teknologi informasi yang lemah, maka secara otomatis kalah dalam persaingan. Pada Hasnur Group Perusahaan yang sudah beridiri 44 tahun ini punya banyak bidang usaha: mining & energy, logging & forestry, agro business, equipment, logistic & transportation, port & infrastructure, dan media. Misinya adalah menjadi perusahaan lokal yang tangguh dan punya reputasi baik secara nasional maupun internasional. Tentu ini tak mudah, khususnya di back end, mengingat cakupan bisnis perusahaan ini sangat beragam. Untuk mempermudah operasional, Hasnur Group pun memandang perlu menerapkan aplikasi SAP. Maka, melalui salah satu mitranya PT Cubes Consulting, SAP ERP (enterprise resource planning) pun dipilih untuk diterapkan di hampir semua bidang usaha Hasnur Group. Pada tahap pertama, implementasi dilakukan pada 200 pengguna. Modul yang diimplementasikan, antara lain Sales and Distribution, Material Management, Production Planning, Quality Management, Financial, Costing, dan Business Warehouse. Semua sistem tersebut terintegrasi ke dalam satu kesatuan yang saling mendukung. Sistem ini merupakan sistem jangka panjang yang harus dikembangkan secara terus menerus sesuai dengan aturan bisnis dari setiap perusahaan. Pemasaran produk baru juga merupakan tahapan penting yang tak luput dari campur tangan IT. Teknologi informasi mempercepat jalannya informasi sampai ke konsumen. Produk yang dipasarkan dengan TI tentu saja lebih melekat di benak konsumen dibanding produk yang masih menganut direct marketing dari pintu ke pintu. Contoh sederhana adalah perbandingan produk yang dipasarkan dengan iklan di televisi dan tidak. Potayo, sebuah produk bubur kentang instan produksi PT. Balimuda Group mealukan pemasaran dengan cara:
6
a. Direct marketing ke semua retailer besar di Indonesia b. Iklan melalui facebook dan media onine lainnya c. Konsultasi kesehatan ke beberapa sekolah besar, dan lain lain Potayo tidak melakukan pemasaran melalui iklan televisi, diakibatkan oleh beberapa pengalaman bagian marketing perusahaan yang ternyata memberikan hasil kurang baik. Ternyata produk ini namanya tidak booming dimasyarakat padahal sudah masuk dan tersedia diseluruh outlet Giant dan Carefour di seluruh Indonesia, bahkan produk ini sudah berjalan selama 6 tahun. Hal sebaliknya dialami oleh White Koffie, sebuah terobosan baru dalam dunia kopi. Kopi ini sudah mengalami fermentasi untuk menghilangkan asam gastric yang menyebabkan nyeri lambung.Produk ini muncul Desember 2010, jauh lebih muda dari Potayo, namun sudah dikenal masyarakat luas. Perbedaannya sederhana, White Koffie dipasarkan dengan iklan di telivisi, yang tidak dilakukan Potayo. Universal Audio (UAudio) dan Presonus Studio One adalah salah satu contoh perusahaan yang memanfaatkan peran TI dalam memperomosikan produk dan mengembangkan inovasi produk. Universal Audio adalah perusahaan yang memproduksi hardware dan software Audio, registrasi yang dilakukan oleh UAudio berguna untuk Authorization plugin software Uaudio untuk menghindari terjadinya pembajakan karena setiap pembelian plugin akan terlebih dahulu dicocokan antara kode unik yang terdapat pada CPU dengan kode registrasi konsumen. Database konsumen juga dimanfaatkan sebagai wadah komunikasi antar konsumen, secara langsung konsumen yang telah meregistrasi produk UAudio akan terdaftar sebagai anggota forum yang dapat berinterkasi dengan konsumen lain, dimulai dari pengalaman menggunakan produk UAudio, tips dan trik seputar audio, keluhan-keluhan yang mereka dapatkan selama menggunakan produk Uaudio, hingga saran mereka dalam pengembangan produk UAudio kedepannya. Studio One adalah Software Digital Audio Workstation (DAW) yang diproduksi oleh Presonus. Awalnya Presonus adalah produsen hardware audio dan awal 2009 mereka mencoba untuk memproduksi software DAW yaitu Studio One, dengan menggunakan peran TI yaitu dengan memanfaatkan database email konsumen yang mereka dapatkan dari registrasi online produk hardware mereka, prototype studio one diberikan secara gratis kepada beberapa konsumen dan beberapa Sound Engineer dibeberapa negara, dengan harapan adanya umpan balik berupa saran dan kritik setelah menggunakan protoype studio one. Dari hasil umpan balik tersebut tidak mengherankan studio one hanya membutuhkan waktu kurang dari 2 tahun untuk menjadi salah satu pemimpin pasar software DAW, hal ini terlihat dari beberapa penghargaan yang mereka dapatkan sebagai DAW terbaik pada tahun 2010 dan 2011.
7
Real World Activity 1. Contoh Penerapan Implementasi TI di Perusahaan a. PT Cahaya Sakti Multi Intraco (Olympic) PT Cahaya Sakti Multi Intraco merupakan produsen furnitur merek Olympic yang selama 22 tahun terakhir ini menjadi pemain utama dalam bisnis furnitur di Indonesia. Ambisinya untuk terus mempertahankan posisinya sebagai penguasa pasar telah mendorong mereka bergerak lebih cepat dalam memperbaiki pengelolaan sistem informasi yang selama ini simpang-siur di lingkungannya. Sejak 2001, perusahaan ini telah menerapkan sistem Enterprise Resources Planning (ERP), yang tujuannya untuk mengelola seluruh sumberdaya perusahaan secara maksimal. Intinya adalah mengintegrasikan seluruh informasi di dalam perusahaan, diantaranya termasuk informasi mengenai keuangan, penjualan, distribusi, dan inventori. Implementasi TI yang menghabiskan 3% dari total pendapatan perusahaan pada 2001 atau senilai Rp305 miliar ini berhasil go live pada 2002. Kini data penjualan dan stok barang bisa diperoleh lebih cepat, penyusunan laporan keuangan pun kini menjadi semakin cepat dan terpercaya. Jika dulu laporan keuangan baru bisa diperoleh sekitar tanggal 15 setiap bulannya, kini pada tanggal 2 laporan itu sudah ada di meja direksi. Komunikasi antarcabang yang kini berjumlah 50 itu pun menjadi makin cepat. Maka tak heran jika biaya komunikasi bisa dipangkas hingga 50%-nya. Hal yang paling menggembirakan tentu saja peluang untuk mengontrol stok barang, dimana sejak diberlakukannya sistem teknologi informasi melalui penerapan ERP, dapat memotong beban inventori hingga Rp.40 miliar per bulan. Ini jelas hasil yang menggembirakan bagi manajemen Olympic, yang terus berambisi untuk menjadi penguasa pasar. b. Blue Bird Indonesia Blue Bird Group merupakan salah satu perusahaan jasa transportasi berkualitas di Indonesia khusunya di Jakarta, didirikan pada tahun 1972 berawal hanya dengan 25 taksi dan hingga kini telah mencapai sekitar 17.000 armada. Blue Bird melayani lebih dari tiga juta penumpang per bulan di seluruh negeri, Blue Bird Group baris jasa meliputi berbagai spektrum, dari taksi khusus yang ditargetkan pada pasar yang lebih tinggi (Silver Bird), mobil sewa (Golden Bird), charter bus (Big Bird) dan kontainer truk (Iron Bird). Bagian dari kesuksesan Blue Bird Group adalah kemampuan dalam mempertahankan standar kualitas yang tinggi dan pelayanan yang memuaskan selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya
8
mendapatkan reputasi sebagai mitra transportasi yang paling dapat diandalkan. Kesuksesan yang diraih oleh Blue Bird Group saat ini tidak luput dari perbaikan sistem informasi manajemen Blue Bird dengan memanfaatkan teknologi terbaru guna meningkatkan kualitas dan pelayanannya terhadap pelanggan, hal ini menjadikan jasa taksi Blue Bird lebih unggul dibandingkan jasa taksi lainnya. Blue Bird telah memiliki susunan organisasi yang menyertakan CIO sebagai salah satu pemegang kebijakan atrategis di perusahaan. Divisi Teknologi Informasi berada langsung dibawah Vice President Business Development, bersama dengan Divisi Corporate Image, Total Manajemen Quality, dan Public Relation. Dalam hal ini Blue Bird telah sadar bahwa penggunaan sistem dan teknologi informasi merupakan faktor penting dalam pengembangan bisnis perusahaan. Berikut ini merupakan beberapa teknologi yang telah dimanfaatkan oleh Blue Bird Group dalam meningkatkan kualitas dan pelayanannya terhadap pelanggan: 1) Sistem Komunikasi Radio Dalam hal teknologi, Blue Bird Group termasuk perusahaan yang tanggapakan teknologi. Pada awal berdirinya Blue Bird yang pertama mengimplementasikan sistem komunikasi radio disetiap taksinya. 2) Sistem Database Pelanggan Selain itu Blue Bird juga memiliki sistem informasi manajemen yang baik dalam meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan, ini dibuktikan dengan sistem pemesanan taksi Blue Bird via telepon. Pada saat customer melakukan pemesanan taksi untuk pertama kalinya, operator blue bird akan langsung memasukkan data-data customer tersebut, mulai dari nama, nomor telepon, dan alamat si customer. Kemudian saat customer tersebut melakukan pemesanan untuk kedua kalinya, operator Blue Bird akan langsung mengkonfirmasi bahwa customer yang menelepon pada saat itu bernama A, Beralamat X, dan memiliki nomor telepon Z, sehingga customer tersebut tidak perlu melakukan hal yang sama dengan menyebutkan data diri pada setiap pemesanan taksi. Ini membuktikan bahwa Blue Bird memiliki sistem penggunaan database yang baik, hal ini membuat customer semakin memiliki penilaian yang baik terhadap kualitas Blue Bird. 3) GPS (Global Positioning System) Untuk lebih meningkatkan pelayanan dan kualitasnya, Blue Bird Group telah memanfaatkan teknologi terbaru, yakni Global Positioning System atau yang lebih dikenal dengan sebutan GPS, sudah sekitar empat tahun belakangan ini Blue Bird menggunakan
9
teknologi GPS (Global Positioning System). Selain digunakan untuk melacak posisi armada-armadanya, GPS ini juga digunakan sebagai sarana berkomunikasi antara armada taksi dengan Call Center. Berbeda dengan teknologi komunikasi radio yang terbatas pada komunikasi suara yang sudah umum digunakan oleh operatoroperator taksi, teknologi GPS ini mempermudah operator dalam menentukan posisi customer dan armada mana yang bisa menjangkaunya, sehingga pelayanan bisa dilakukan lebih cepat dan mengurangi antrean order. Keunggulan lainnya, customer tidak perlu mendengarkan suara berisik dari radio komunikasi ketika ada lelang order yang masuk. Sebelum penerapan GPS, response time Blue Bird Group berkisar antara 20-30 menit. Kini, response time berkisar antara 10-15 menit. Hal ini tentu akan meningkatkan produktivitas per unit taksi Blue Bird Group yang kini berjumlah lebih dari 15.000 unit. Data lainnya, tujuh bulan sejak penerapan GPS pada ratusan unit taksi Silver Bird di tahun 2001, jumlah pesanan per hari meningkat dari 1.000 menjadi 2.000, atau naik 100%. Melihat hasilnya yang positif, Blue Bird Group pun kemudian memasang peralatan GPS yang senilai US$800 pada setiap unit taksinya. Harga tersebut belum termasuk perangkat lunak, perangkat keras, dan peralatan pemantau di kantor. Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, Blue Bird Group pun melakukan pembenahan ke dalam dengan menerapkan sistem Enterprise Resources Planning (ERP). Penerapan ini bertujuan meningkatkan efisiensi, produktivitas, yang pada gilirannya berujung pada peningkatan profit. Kedepan, Blue Bird Group berencana menerapkan sistem Customer Relationship Management (CRM). Sebab, mereka telah memiliki data yang cukup mengenai para pelanggan setianya. 4) SMS Taksi Baru-baru ini, Blue Bird meluncurkan lagi salah satu layanan pelanggannya. Blue Bird berusaha mengikuti teknologi yang sedang trend saat ini. Layanan baru tersebut adalah SMS Taxi: Order Taksi via SMS. Dengan layanan ini, pelanggan cukup mengirimkan SMS ke nomor 1234 untuk melakukan order taksi.Pelayanan ini merupakan sebuah langkah strategis yang diambil oleh Blue Bird untuk menjaring pelanggannya. Untuk dapat melakukan order, customer terlebih dahulu harus mendaftarkan nomor telepon selulernya melalui SMS atau website Blue Bird Group. Selain itu alamat dimana taksi akan menjemput pelanggan juga harus didaftarkan. Setelah itu baru pelanggan dapat memesan taksinya. Saat ini baru pelanggan yang memiliki telepon selular dengan
10
menggunakan operator Indosat saja (seperti Matrix, IM3, dan Mentari) yang bisa memanfaatkan pelayanan ini. 5) Taksi Voucher Selain meluncurkan fasilitas yang memudahkan pelanggannya dalam melakukan order melalui sms, Blue Bird juga memberikan fasilitas yang memudahkan para pelanggannya dalam hal pembayaran. Kini para pelanggan Blue Bird tidak lagi diharuskan membayar jasa taksi Blue Bird dengan uang tunai, karena saat ini terdapat fasilitas taksi voucher yang dapat digunakan untuk membayar jasa taksi Blue Bird sebagai pengganti uang tunai. Untuk dapat menggunakan fasilitas ini, pelanggan terlebih dahulu harus mengisi formulir taksi voucher melalui website Blue Bird Group. Dalam formulir tersebut para pelanggan juga harus mendaftarkan kartu kredit apa yang akan digunakan untuk pembayaran jasa taksi, karena dalam penggunaan fasilitas taksi voucher ini pembayaran akan secara otomatis dipotong dari rekening kartu kredit yang didaftarkan. Voucher yang diterima oleh Blue Bird Group juga bertindak sebagai tanda terima dan akan dikembalikan kepada para pelanggan pada setiap akhir bulan. Keuntungan yang dapat dirasakan oleh pelanggan dalam menggunakan taksi voucher ini adalah keefektifan dalam penggunaan uang tunai dan juga untuk menghemat waktu yang berharga pada saat masuk dan keluar kendaraan.
2. Pertimbangkan teknologi virtual reality yang digunakan oleh Procter&Gamble dan dijelaskan dalam kasus ini. Bagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan brainstorm aplikasi-aplikasi jenis teknologi tersebut untuk perusahaan di industri selain dari yang dibahas dalam kasus. Perusahaan-perusahaan di bidang consumer goods dituntut senantiasa dekat dengan konsumen. Kedekatan itu sangat diperlukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang perilaku konsumen dibanding pesaing, sehingga perusahaan bisa melakukan inovasi produk dan solusi yang dengan cepat dilansir ke pasar untuk memenuhi kebutuhan konsumennya. Di sini, kecepatan sangat penting dan membedakan antara pemimpin pasar dengan para pengekor. Dari sisi distribusi, perusahaan consumer goods ditantang untuk mampu berhubungan dengan retailer yang menjual produk di seluruh dunia dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Ini bukan pekerjaan mudah. Perusahaan harus mampu memasok pada berbagai tingkatan, mulai dari kios di pinggir jalan sampai hypermarket.
11
Biaya menjadi masalah yang krusial bagi hampir semua perusahaan termasuk di bidang consumer goods. Perusahaan dituntut menerapkan manajemen biaya tanpa mengenal kompromi untuk menghasilkan perbandingan antara nilai dan harga yang lebih besar dari setiap produknya, sebab para konsumen tidak akan mau membayar lebih mahal untuk sebuah inefisiensi. Di tengah banyaknya merek yang tersedia di pasaran, nilai menjadi hal yang paling penting. Semua masalah itu perlu menjadi fokus manajemen perusahaan consumer goods untuk menyusun strategi bisnisnya. Kepekaan menangkap perubahan sangat vital bagi perusahaan consumer goods. Perubahan itu harus ditanggapi perusahaan dengan menerapkan aplikasi berbasis web sebagai bagian dari strategi bisnisnya. Penerapannya menyentuh semua aspek bisnis, meliputi peningkatan pemahaman terhadap perilaku konsumen, pengoptimalan supply chain, penghapusan biaya-biaya yang tidak penting serta peningkatan efektifitas, dan produktifitas karyawan. Strategi pertama yang bisa diterapkan adalah dengan membangun kembali pemasarannya dengan memanfaatkan teknologi web agar bisa lebih menangkap kehendak para konsumen. Dengan teknologi ini, riset mengenai perilaku konsumen bisa dilakukan secara online. Riset ini juga memungkinkan perusahaan lebih cepat mengeluarkan produk baru yang akan dibeli konsumen. Untuk mengembangkan jaringan retailnya serta meningkatkan layanan dengan biaya yang lebih murah, perusahaan perlu mempertimbangkan sistem online dengan solusi web order management. Sistem ini memudahkan retailer memesan dan mengelola order melalui web. Pelanggan, dalam hal ini retailer, secara langsung berhubungan dengan perusahaan, kapan pun dan di mana pun. Jaringan B2B ini memungkinkan para retailer mengakses program promosi perusahaan, inventory, dan informasi penting lainnya. Penerapan web order management mampu menutup seluruh wilayah jangkauan tanpa harus menempatkan tenaga pemasaran untuk mengjangkau setiap toko. Dari beberapa kasus, para retailer menyukai cara ini. Mereka merasa mendapat layanan yang lebih baik. Melihat kecenderungannya, perusahaan yang sudah menerapkan manajemen order berbasis web berani menargetkan peningkatan transaksi melalui web dari 2-3 persen pada awal implemantasinya menjadi mayoritas dalam keseluruhan transaksi untuk dua sampai tiga tahun mendatang. Ini artinya produktivitas yang sangat besar bagi perusahaan dan layanan yang lebih baik bagi pelanggan. Supply chain dilakukan dengan pendekatan yang lebih bersifat consumer centric. Pendekatan ini dilakukan untuk lebih memenuhi kebutuhan konsumen. Sistem supply chain didasarkan pada data secara real time yang memungkinkan perusahaan untuk melihat stok barang dan melakukan pengiriman yang tepat waktu untuk menjamin ketersediaan barang. Untuk
12
internal, aplikasi berbasis web dimulai dengan mendorong evolusi ke arah culture web. Caranya, meningkatkan pemakaian internet oleh seluruh karyawan dan memberikan aplikasi self service kebutuhannya, termasuk manajemen renumerasi. Untuk menekan biaya dan meningkatkan produktivitas, implementasi konsep fast learning cycle, sebuah aplikasi knowledge management yang mampu meyimpan informasi penting menjadi pilihan yang tepat. Pengumpulan informasi terpusat di satu tempat memudahkan karyawan mengakses di mana pun dan kapan pun membutuhkannya. Procter & Gamble (P&G) merupakan salah satu perusahaan yang sudah menerapkan aplikasi berbasis web. Perusahaan yang bermarkas di Cinciniati, Ohio ini tampak tidak tanggung-tanggung dalam mengimplementasikan teknologi informasi. Jajaran eksekutifnya memahami bahwa mereka tidak menerapkan teknologi informasi bukan untuk teknologi itu sendiri atau sekedar mengikuti tren, tapi untuk menjalankan bisnis dan mendapatkan hasilnya. Hasil yang didapatkan P&G adalah biaya yang lebih rendah, pengambilan keputusan yang lebih cepat, dan organisasi yang lebih efektif. Khusus untuk aplikasi e-employee saja, P&G mampu menekan biaya sampai 20 persen dalam dua tahun pertama dan untuk supply chain, P&G memangkas waktu untuk inventory menjadi setengahnya. Untuk implementasi semua pekerjaan ini, P&G mendapat dukungan penuh dari Cisco Systems. Selain menyiapkan piranti keras jaringan yang kuat, melalui Cisco Internet Business Solutions Group (IBSG), juga memberikan keahlian dan pengalamannya yang sangat membantu P&G dalam mendefinisikan dan menyusun strateginya. IBSG membantu memberikan wawasan bagaimana harus melakukan implementasi TI dan menunjukkan praktek yang paling baik serta memberi rangsangan pada P&G untuk memecahkan masalah dengan cara yang baru. Dampak paling besar dari implementasi TI oleh P&G, adalah peningkatan pada layanan, biaya dan kecepatan. Mereka bisa memberikan layanan yang lebih baik dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan para konsumen, pelanggan dan karyawan, dan menyangkut kecepatan pengambilan keputusan. Implementasi TI oleh P&G ini menjadi tambahan bukti bahwa teknologi informasi menjadi komponen yang sangat penting dalam strategi bisnis. Tidak hanya P&G yang menggunakan konsep virtual reality dalam sistem bisnis mereka, rata-rata semua produsen kendaraan bermotor juga sudah menerapkan sistem virtual reality. Virtual reality merupakan teknologi canggih yang memungkinkan perusahaan untuk melakukan: a. Perancangan produk melalui virtual modeling b. Simulasi pengemasan produk c. Consumer product testing d. Menerapkan inovasi baru dalam proses manufacture secara virtual
13
Pengelolaan industri dengan teknologi ini dapat menigkatkan cycle time untuk produk baru. Kemunculan produk-produk baru dapat dipercepat, produsen juga yakin bahwa memang fitur-fitur produk baru mereka akan diminati oleh konsumen. Perusahaan assembling and manufacturing telah menggunakan teknologi ini dalam waktu lama. Mereka menggunakan virtual reality untuk mengecek bagaimana kendaraan yang dihasilkan dapat berjalan dalam real condition. Tidak hanya kendaraan bermotor, industri manufacture juga melakukan simulasi virtual untuk melihat bagaimana proses produksi mereka berjalan. Perusahaan tidak perlu lagi melakukan simulasi manual yang mengeluarkan biaya mahal. Akibatnya biaya produksi juga dapat dikurangi, dan secara tidak langsung meningkatkan benefit yang diterima. Shanghai Jiao Tong University di RRC menciptakan sebuah teknologi yang mereka beri mana parallel virtual reality development platform (PVRDP). Teknologi ini memungkinkan peneliti melakukan simulasi proses manufacture dan mengubah part yang digunakan dalam simulasi hanya dengan menggerakkan tangan mereka di depan layar 3D. Teknologi ini digunakan di seluruh industri besar di RRC. Toyota sebagai pemain besar di dunia otomotif, juga menerapkan virtual reality dengan menggunakan virtual test drive. Pada sistem ini memungkinkan pengguna untuk mengemudikan mobil yang ingin mereka beli dalam segala medan perjalanan.
14