Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK DI KAWASAN PERKOTAAN : STUDI KASUS DI KOTA MAGELANG ISNANI FIERIANTI
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Laboratorium Klepu, Jl. Soekarno-Hatta 10 A, Bergas Kabupaten Semarang, 50552
ABSTRAK Budidaya tanaman maupun ternak pada mulanya dilakukan dan dikembangkan hanya di wilayah pedesaan sebagai mata pencaharian disamping memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari . Di wilayah perkotaan, bertanam dan beternak dengan memanfaatkan halaman dan pekarangan yang tersisa banyak dilakukan dalam upaya penyaluran hobi yang dilakukan secara parsial . Saat ini di Kota Magelang mulai dikembangkan konsep mengelola dan memperindah lingkungan menuju hasil guna dengan menerapkan sistem integrasi tanaman ternak, diawali dengan kegiatan pengelolaan sampah secara mandiri di tingkat rumah tangga . Komoditas ternak yang dipilih adalah kelinci dipadukan dengan bertanam sayuran secara vertikultur, keduanya merupakan budidaya yang dapat dilakukan pada lahan yang terbatas . Dengan dukungan teknologi seperti, budidaya sayuran dan kelinci, pei oolahan pakan dan limbah serta pengendalian penyakit diharapkan dicapai efisiensi budidaya dengan meminimalkan input menuju hasil guna . Selain mampu mengatasi masalah sampah diharapkan kegiatan ini dapat berkembang menjadi usaha yang juga mampu meningkatkan pendapatan keluarga dengan menerapkan pendekatan zero waste dari limbah rumah tangga, tanam sayuran dan ternak . Kata kunci : Limbah rumah tangga, ternak, tanaman, integrasi, kawasan perkotaan
PENDAHULUAN
terbatas
(PEMERINTAH
DAERAH
KOTA
2006) . Dominasi penggunaan lahan adalah untuk pekarangan/bangunan dan halaman tercatat sebesar ±1 .322ha. Oleh karena itu pengembangan pertanian di Kota Mgelang lebih cenderung pada pengembangan pertanian dengan memanfaatkan lahan yang sempit . Lahan produktif untuk pertanian hanya sekitar 26,10% dari luas kota, disisi lain areal persawahan semakin menyempit seiring dengan meningkatnya konversi lahan dari pertanian ke lahan non pertanian . penduduk Meningkatnya jumlah konsekuensi meningkatnya mempunyai kebutuhan akan rumah tinggal . Dengan makin sempitnya lahan dan pesatnya pengembangan kota tentu berakibat meningkatnya aktivitas serta produk limbah yang dihasilkan . Volume sampah yg masuk Tempat Pembuangan Akhir/TPA menjadi tantangan berat bagi pemerintah Kota .untuk mengatasinya . Menata kembali sarana persampahan, menyediakan sarana dan fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dan instansi yang terkait dengan penanganan sampah, membuat kebijakan yang tegas dan bekerja sama mengembangkan . MAGELANG,
Pembangunan pertanian (tanaman pangan, hortikultura dan peternakan) mempunyai peran penting tidak saja sebagai penyedia bahan pangan, sumber mata pencaharian, penyedia bahan baku industri dan ekspor tetapi juga sebagai pendorong pengembangan wilayah sebagai pendorong ekonomi sekaligus kerakyatan . Konsep pembangunan ini akan bermuara pada peningkatan produksi, peningkatan nilai tambah, daya saing produk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan hakekat otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang No . 32 th 2004 tentang Pemerintah Daerah maka daerah dituntut untuk mampu secara efisien dan efektif meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memanfaatkan seoptimal mungkin potensi wilayah/daerah, sumberdaya dan partisipasi masyarakat sehingga menjadi pendorong utama dalam melaksanakan pembangunan daerah . Kota Magelang, dengan luas hanya sebesar 18,12 km 2 merupakan bagian wilayah Provinsi Jawa Tengah yang terkecil sehingga secara ekonomi kekayaan sumberdaya alamnya sangat
385
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
teknologi berwawasan lingkungan merupakan peran penting pemerintah dengan terus memberikan arahan dan penyuluhan kepada masyarakat . Peran serta masyarakat dalam penanganan dan pengelolaan sampah diharapkan mampu meningkatkan kesadaran menjaga kebersihan lingkungan . POTENSI SUMBERDAYA Kota Magelang dalam konteks regional memiliki posisi strategis karena berada pada simpul jalur ekonomi dan pariwisata, yang secara geografis ada pada posisi antara 7 0 26' 28" dan 7 ° 30'9" LS serta 110 ° 12'30" dan 110 0 12'52" BT . Keadaan topografi Kota Magelang sangat variatif, sebagian besar datar atau dengan kemiringan antara 0 - 2%, sebagian kecil sangat curam dengan kemiringan lahan > 15%. Ketinggian wilayah rata-rata 380 m dpl dengan puncak tertinggi yakni gunung Tidar 503 m dpl . Dengan rata-rata ketinggian tersebut suhu tercatat antara 22 - 29 ° C dan tingkat kelembaban antara 85 - 88%, Curah hujan tahun 2005 sebesar 209,58/tahun . (PEMERINTAH DAERAH KOTA MAGELANG, 2007) . Potensi lahan ekonomis dari luas wilayah 1,812 ha dengan pola pembangunan dan pemanfaatan lahan yakni untuk perumahan dan pemukiman sebesar 72,73%, sawah 12,08%, industri 2,87%, perkebunan 5,49%, kolam 0,36%, ladang 0,77% dan lain-lain sebesar 5,68% . Potensi peternakan di Kota Magelang secara umum terdiri dari sapi potong 221 ekor, sapi perah 10 ekor dengan produksi susu sebesar 22 .776 liter, sedangkan kambing hanya sebanyak 283 ekor, domba 465 ekor dan kelinci 167 ekor . Populasi unggas yakni ayam pedaging 33 .300 ekor dan itik sebesar 9 .911 ekor dengan produksi telur 1 .664 .763 butir/tahun . Penduduk Kota Magelang berjumlah 116 .839 jiwa dengan tingkat kepadatan sebesar 6 .446 jiwa /km2 relatif tinggi . Kepadatan yang tinggi disatu sisi berdampak negatif terhadap penataan kota serta kebutuhan persediaan instruktur dasar perkotaan namun disisi lain merupakan potensi yang besar dari segi ketersediaan tenaga kerja .
3 86
DUKUNGAN PROGRAM DAN KEBIJAKAN Kesempatan masyarakat mengakses sumber dari -sumber ekonomi tidak terlepas bagaimana kondisi ketenaga-kerjaan . Semakin luas kesempatan masyarakat memperoleh lapangan kerja semakin tinggi peluang untuk mendapatkan penghasilan yang cukup. Namun tidak saja hanya tersedianya lapangan kerja yang cukup, apakah masyarakat cukup berkualitas untuk memenuhi standar yang dibutuhkan itulah yang lebih penting . Artinya kesiapan mengakses lapangan kerja atau ntenginovasi diri untuk dapat menciptakan lapangan kerja. Kota Magelang, tepatnya RW XI Kampung Paten Gunung, Kelurahan Rejowinangun Magelang Selatan Selatan Kecamatan merupakan salah satu dari tiga daerah di Jawa Tengah yang mendapat kepercayaan dari TP PKK Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Bappedal Provinsi Jawa Tengah sebagai Pilot Project untuk melaksanakan program pengelolaan sampah rumah tangga secara mandiri . Masyarakat Kampung Paten Gunung khususnya RW XI terdiri dari tiga RT yang mayoritas bermata-pencaharian sebagai pedagang kecil dengan tingkat pendapatan menengah kebawah . Namun dari segi kemauan dan respon terhadap program-program yang dicanangkan pemerintah tergolong cukup tinggi . Gotong royong dan kritis dalam menyikapi setiap permasalahan bersama merupakan ciri yang menonjol dari masyarakat ini . Program Jum'at bersih telah lama dicanangkan Pemerintah Kota Magelang untuk mewujudkan dicapainya kota yang bersih hingga diraihnya prestasi Adipura Kencana. Namun perkembangan akhir-akhir ini dirasa perlu untuk lebih meningkatkan kembali perilaku bersih bagi masyarakat melalui berbagai program dari Tim Penggerak PKK Kota Magelang . STRATEGI DAN LANGKAH OPERASIONAL Disadari atau tidak sampah merupakan produk utama dari kegiatan manusia dalam menjalankan proses hidup dan kehidupan .
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
Permasalahan menumpuknya sampah, polusi, sulitnya mendapatkan lokasi TPA akibat penolakan masyarakat sekitar TPA seperti kasus sampah di beberapa kota akhir-akhir ini telah menyadarkan perlunya sistem pengelolaan sampah rumah tangga yang produktif ramah lingkungan berbasis masyarakat. Salah satu aktivitas yang dilakukan warga masyarakat RW XI Kampung Paten Gunung dalam mengelola sampah pada program ini adalah pembuatan kompos organik secara mandiri pada tingkat rumah tangga. Komposisasi dilakukan dengan menggunakan gentong dari tanah dan bertutup untuk menampung sampah organik rumah tangga dengan pemrosesan secara alami . Agar lebih berdaya guna dan berhasil guna, akan dilakukan kegiatan budidaya tanam dan ternak , untuk pemanfaatan limbah dan penyerapan kompos yang dihasilkan dengan tujuan terpenuhi gizi keluarga dari pola warung hidup . Vertikultur adalah sistem tanam didalam pot yang dirakit secara horizontal, vertikal atau bertingkat . Lahan sempit yang rata-rata dimiliki oleh warga masyarakat RW XI Kampung Paten Gunung merupakan alasan utama dipilihnya sistem vertikultur dalam usaha budidaya sayuran atau tanaman obat . Kegiatan tanam ini dipadukan dengan ternak kelinci yang juga merupakan usaha budidaya ternak dengan lahan minimal selain itu ternak kelinci mempunyai tampilan sebagai hewan yang menarik serta tidak mengganggu masyarakat karena baunya. Sehingga dari segi estetika dikawasan perkotaan dapat diterima sepanjang ditata dengan baik . Pertimbangan lain adalah bahwa kelinci tidak berkompetisi dengan manusia dalam hal pakannya dan mampu memanfaatkan Iimbah rumah tangga seperti sisa sayuran (kol, selada air, sawi, daun pisang) dengan baik . Beberapa tahun lalu di lokasi yang sama telah berkembang usaha integrasi tanaman pisang dengan budidaya kelinci karenanya penduduk setempat sudah tidak asing dengan daging kelinci yang konon dari aspek psikologis yakni sayang, tidak tega atau keengganan mengkonsumsi diduga sebagai penyebab sulit berkembangnya budidaya kelinci . Limbah kelinci dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman pisang sementara limbah pisang (kulit) dan daunnya dimanfaatkan
sebagai tambahan pakan hijauan berserat untuk kelinci, ampas tahu digunakan sebagai pakan basalnya . Hal ini terkait dengan kemudahan memperoleh ampas tahu mengingat di kota Magelang terdapat beberapa pabrik tahu . Kelinci merupakan ternak penghasil daging sehat karena mempunyai kandungan lemak dan kolesterol yang rendah tetapi kandungan protein lebih tinggi ketimbang daging sapi, kambing dan domba . Kelinci dengan sifat prolifik yang dimiliki, tumbuh dengan cepat, beranak banyak dengan masa gestasi yang singkat mempunyai peluang kompetitif sebagai penyedia daging pengganti ayam ditengah maraknya kasus flu burung . Pemeliharaan skala rumah tangga dengan kepemilikan induk sebanyak 6 ekor (rasio jantan betina I : 5) mampu menyediakan daging secara kontinyu untuk memenuhi kebutuhan protein hewani keluarga, memotong seekor kelinci setiap 2 hari sekali mulai bulan ke 6 . Besarnya biaya operasional (pakan dan obat-obatan) yang dikeluarkan setiap bulan kurang lebih sebesar Rp. 196 .500 bila dikonversikan dengan pembelian daging ayam dengan pengeluaran sebesar Rp . 337 .500 per bulan, dapat menghemat pengeluaran sebesar 41,8% (HERIANTI, 2007) . Investasi yang diperlukan relatif kecil sebesar Rp. 2 .350 .000 . Kelinci potensial sebagai penyedia daging dalam waktu relatif singkat, karenanya punya peluang mewujudkan standar norma gizi protein hewani nasional yang ditetapkan oleh pemerintah yakni sebesar 5,7 g/kapita/hari . Kecepatan berkembang biak dari kelinci merupakan potensi untuk menghasilkan kotoran sebagai pupuk organik bagi tanaman . Menurut SPREADBURY, 1978 disitasi oleh SAJIMIN et al., 2006 bahwa kelinci dengan berat badan 1 kg menghasilkan 28,0 g kotoran lunak per hari dan mengandung 3 g protein serta 0,35 g nitrogen dari bakteri atau setara dengan 1,3 g protein, sangat potensial sebagai pupuk organik bagi tanaman khususnya sayuran . Hasil penelitian RAHAR.IO et al ., 1996 disitasi oleh RAHARJO, 2005, membuktikan bahwa pupuk kotoran kelinci dapat meningkatkan produksi sayuran hingga 22% dibandingkan dengan pemberian pupuk dari kotoran ayam .
3 87
Lokakawya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
KETERSEDIAAN TEKNOLOGI Konsep keterpaduan yang melibatkan tanaman dan ternak telah lama diterapkan di Indonesia. Menurut IBRAHIM et al. (2006) agroekosistem merupakan kesatuan komunitas tumbuhan dan hewan serta lingkungan baik kimia maupun fisik yang dapat dimodifikasi oleh manusia untuk menghasilkan makanan, serat, bahan bakar dan produk konsumsi bagi manusia . Lahan untuk produksi dipandang sebagai sistem yang kompleks dimana proses ekologi yang terjadi dalam kondisi alami juga ditemukan misalnya daur unsur hara. Agroekosistem dapat dimanipulasi untuk memperbaiki produksi dan berproduksi secara berkelanjutan dengan dampak negatif yang lebih sedikit terhadap lingkungan dan masyarakat serta kebutuhan akan input yang lebih sedikit. Menururut DIWYANTO dan HANDIWIRAWAN (2004) dalam sistem integrasi (tanaman-ternak), komponen agroekosistem disusun dalam suatu bentuk kombinasi yang saling melengkapi dan bersifat sinergis sehingga mendorong terjdinya efisiensi produksi, produksi yang optimal, peningkatan diversifikasi usaha, peningkatan daya saing sekaligus mempertahankan dan melestarikan lahan . Pilihan teknologi dalam usaha tani akan menentukan tingkat efisiensi yang dapat dicapai . Dalam kegiatan ini perlu diintroduksikan beberapa teknologi yang tersedia meliputi teknologi budidaya sayuran dan tanaman obat, teknologi budidaya kelinci, pengendalian penyakit (tanaman dan ternak), pengolahan pakan dan limbah ternak serta pengolahan produk (daging dan kulit) . PELUANG PENGEMBANGAN Dengan makin meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya pemukiman serta munculnya kota-kota baru maka potensi meningkatnya sampah akan semakin besar . Hal ini akan menjadi masalah apabila tidak segera diatasi . Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai merupakan tempat yang cocok bagi organisme penyebab penyakit dengan kata lain berpotensi bahaya kesehatan bagi manusia .
388
Dampak lain adalah membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan, adanya pemandangan yang buruk, bau tak sedap yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap kepariwisataan . Sebagai contoh Bandung sebagai kota kembang beberapa waktu lalu sempat menjadi kota sampah . Konsep usaha tani integrasi antara tanaman - ternak - iimbah rumah tangga mempunyai peluang dikembangkan di semua kawasan disesuaikan dengan daya dukung sumberdaya yang tersedia . PENUTUP Usaha bertani dan beternak bukan monopoli masyarakat pedesaan semata . Penguasaan lahan yang sempit bukan kendala bagi masyarakat untuk tetap dapat melaksanakan kegiatan bertani dan beternak bahkan dilingkungan perkotaan sekalipun, Selain untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan dapat meningkatkan pendapatan maka dengan menerapkan dan mengembangkan sistem integrasi tanaman-ternak yang berwawasan lingkungan tetap mampu menjaga aspek keindahan kota . DAFTAR PUSTAKA K. dan E. HANDIWIRAWAN. 2004. Peran litbang dalam mendukung usaha agribisnis pola integrasi tanaman ternak . Pros . Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Temak . Puslitbang Peternakan, Bogor.
DIWYANTO,
Budidaya kelinci secara rasional berkelanjutan melalui efisiensi reproduksi untuk memenuhi gizi keluarga . Pros . Seminar Nasional Inovasi dan Alih Teknologi Pertanian Untuk Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan di Wilayah Marjinal . B2P 2 TP dan BPTP Jawa Tengah .
HERIANTI, I . 2007 .
T.M, L.M. GuFRONI, P .W . Dwi, JAM dan C .K . GONTOM. 2006 . Ketersediaan teknologi spesifik lokasi dalam mendukung pengembangan sistem integrasi jagung dan sapi . Pros. Lokakarya Nasional . Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi . Balitbang Tanaman Pangan .
IBRAHIM,
PEMERINTAH DAERAH KOTA MAGELANG .
Magelang Dalam Angka .
2005 .
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
PEMERINTAH DAERAH KOTA MAGELANG. 2007 . Potensi Daerah Dalam Mendukung Visi Misi Kota Magelang Tahun 2005 - 2010. PEMERINTAH DAERA KOTA MAGELANG . 2007 . Profil Investasi Kota Magelang. RAHARJO, Y.C. 2005 . Prospek, peluang dan tantangan agribisnis kelinci . Pros . Lokakarya Nasional . Potensi dan Peluang Pengembangar. Usaha Kelinci . Bandung, 30 September 2005 . Puslitbang Peternakan dan Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Bandung .
SAJIMIN, YC . RAHARJO dan ND . PURWANTARL 2005 . Potensi kotoran kelinci sebagai pupuk organik dan pemanfaatannya pada tanaman . Pros . Lokakarya Nasional . Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci. Bandung, 30 September 2005 . Puslitbang Peternakan dan Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Bandung.
389