Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
KAJIAN PEMASARAN SAPI POTONG DALAM PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMANTERNAK (Assessment of Cattle Marketing in Developing Integrated Crop-Livestock Systems) AHMAD S. FAUZI dan ANDI DJAJANEGARA Crop-Animal Systems Research Network (CASREN)-Indonesia.
ABSTRACT In efforts to develop the integrated Crop-Livestock Systems, motivation of farmers should exist for their benefit, to improve the adoption of technology, hence, the importance of cattle marketing that include market situation, information and selling price determination as the bargaining position of farmers is weak due to the small number of, but well organized, buyers. The cattle marketing system at Garut Regency include many market institutions: cattle-farmers, traders without capital, small traders, merchants, large cattle producers, butchers, meat traders, retailer, consumers. The marketing systems of cattle under observation include: 1) butchers that are also meat traders (but did not pay cash cattle-trader) 2) merchants and cattle-traders (that do not pay cash to cattle-farmer) 3) the portion of meat taken by butchers at slaughter. The improved cattle marketing systems proposed include: 1) the formation of cattle-farmer groups to improve bargaining position, 2) introduction of a practical market line under a cooperative marketing management systems. The major function of the cooperative marketing management system is to reduce the long cattle-producer to consumer distance, balancing the price at market and producer being dominated by the strong large cattle-producer, merchant and butchers. A corporate institution supported by government, starting with the preparation of a work-contract with cattle-producers, funding or financial support, improving farmer knowledge. The formation and development of specialized meat market i.e. special meat and by-product department store. Key words: Market, cattle, farmer ABSTRAK Upaya pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak, harus disertai dengan memotivasi petani agar mau menerapkan teknologi. Hal tersebut sangat ditentukan oleh nilai keuntungan yang diperoleh. Oleh karena itu perlu suatu kajian pemasaran sapi potong yang meliputi keadaan pasar, informasi dan penentuan harga yang berlaku. Posisi tawar petani-ternak sangat lemah karena jumlah pembeli lebih sedikit tetapi terorganisir dengan baik. Sistem pemasaran sapi potong di Kabupaten Garut menyangkut petani-ternak, bandar tanpa modal, pedagang kecil, pedagang besar, peternak besar/penampung, jagal, pedagang daging besar, pengecer dan konsumen. Jalur pemasaran sapi potong jika dicermati dan dipelajari melibatkan 1) jagal merangkap penjual daging yang tidak membayar secara kontan kepada penjual sapi, 2) pedagang dan bandar sapi yang membeli dari petani tidak kontan atau dengan uang muka, 3) porsi daging yang diambil jagal saat sapi dipotong. Perbaikan sistem pemasaran sapi potong a.l. 1) pembentukan kelompok petani-ternak untuk memperkuat posisi tawar petani-ternak 2) memperbaiki jalur pemasaran dengan sistem manajemen pemasaran bersama diharapkan sebagai jalan pintas produsen ke konsumen, menjaga keadaan pasar dan harga yang didominasi oleh peternak besar, pedagang besar dan jagal. Sistem manajemen pemasaran dapat berbentuk badan hukum dengan dukungan kebijakan pemerintah terkait menuntut kontrak kerja dengan petani-ternak, penyediaan modal kerja, pembinaan petani-ternak, pembentukan dan pengembangan pemasaran dengan pembuatan swalayan khusus daging dan produk turunannya. Kata kunci: Pemasaran, sapi, peternak
PENDAHULUAN Tantangan pembangunan ekonomi Indonesia di masa depan semakin berat dengan
554
dibukanya pasar bebas (WTO/AFTA/APEC) pada tahun 2010 dan kondisi waktu yang relatif singkat (6 tahun). Jika perbaikan tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? Salah satu solusi
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
yang coba ditawarkan yaitu pembentukan sistem pemasaran secara kooperatif, atau CMMS (Cooperative Marketing Management System) yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani-ternak. Terdapat dua fungsi pokok CMMS, yaitu fungsi untuk petani-ternak dan fungsi terhadap pasar, yaitu fungsi edukasi, advokasi, standarisasi dan koperasi, termasuk fungsi yang berhubungan dengan pasar, yaitu humas, produksi dan pemasaran. Pertanian yang merupakan sektor utama negara agraris harus dikedepankan dan petani yang selama ini walaupun pelaku utama sektor pertanian selalu dalam posisi sebagai obyek kebijakan pemerintahan dan kalangan pedagang, oknum pemerintahan, maupun oleh sebagian konsumen. Disamping itu, pembangunan pertanian masih dilakukan secara parsial dan karena terlalu banyak instansi yang terlibat menangani (SUHARTO, 2000). Dalam konsep pertanian terpadu, seluruh komponen yang terlibat saling tergantung dengan arah timbal balik. Siklus integrasi tanaman dan ternak di daerah tadah hujan (Rainfed Crop-Animal Integrated Systems) yang ditangani oleh CASREN (Crop-Animal Systems Research Network) seluruh aspek dikaji dan diteliti ternyata menunjukkkan adanya arah timbal balik dari masing-masing aspek dengan tujuan akhir pemasaran sebagai hilir siklus tersebut. CASREN melakukan pendekatan dan perbaikan aspek-aspek siklus secara teknis, akan tetapi aspek pemasaran belum terpecahkan (DJAJANEGARA et al., 2001). Pada alur pemasaran produk pertanian, petani sebagai pelaku utama selalu berada pada posisi yang lemah dan terkalahkan, dan harga produk pertanian masih beragam tinggi dan tidak stabil. Salah satu pendekatan peningkatan pendapatan petani-ternak adalah perbaikan sistem pemasaran sapi potong. Di Indonesia, sistem pemasaran sapi secara umum (bentuk dan kelembagaan yang terlibat relatif sama. Contohnya CASREN di Kabupaten Garut, Jawa Barat, lembaga pemasaran yang terlibat meliputi petani-ternak, bandar tanpa modal/blantik, pedagang lokal, pedagang besar, peternak besar/penampung, pedagang pengumpul, jagal, pedagang daging, pengecer daging dan konsumen.
MATERI DAN METODE Populasi sapi potong setiap tahunnya dilaporkan menurun tetapi di Kabupaten Garut jumlah petani-ternak terus bertambah. Meningkatnya petani-ternak dan populasi sapi potong tidak diikuti nilai sapi potong di pasar. Harga sapi potong yang merosot menyebabkan pendapatan petani-ternak juga turun. Nilai tukar rupiah yang melemah secara tidak langsung mengakibatkan meningkatnya biaya pemeliharaan. Sapi potong merupakan usaha petani-ternak terintegrasi dengan usaha tanaman pangan, tetapi pemeliharan pada umumnya masih sebagai usaha sampingan dan tabungan dengan resiko kerugian yang rendah dan dijual sewaktu ada keperluan mendesak. Ini membuktikan kuatnya benteng ekonomi petani di pedesaan yang mampu menutup kebutuhan mendadak yang besar seperti membangun rumah dan membeli tanah, dan telah berjalan selama bertahun-tahun. Kondisi usaha yang demikian menyebabkan lemahnya posisi tawar petani dalam sistem pemasaran sapi potong dan sering dimanfaatkan oleh pedagang sapi/bandar/tengkulak. Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani-ternak, diperlukan cara yang efektif untuk memperbaiki sistem pasarnya. Salah satu upaya perbaikan sistem pemasaran sapi potong adalah merubah pola pikir petani-ternak. Memelihara sapi potong tidak hanya sebagai tabungan, tetapi lebih sebagai usaha dengan pendapatan tetap setiap bulan. Untuk lebih memperkuat posisi tawar, petani-ternak harus diilutkan dalam suatu lembaga yang mengkoordinasi petani-ternak sebagai kekuatan hulu, utamanya dalam persaingan dengan organisasi para pembeli/pedagang sapi. Harga jual sapi, oleh petani-ternak perlu ditingkatkan dengan memotong jalur tataniaga sapi potong agar efisiensi biaya pemasaran dapat tercapai. Pengawalan sapi potong dari petani-ternak sampai konsumen akhir memerlukan Cooperative Marketing Management Systems (CMMS). Sistem tersebut diharapkan berfungsi sebagai lembaga pemasaran, penyeimbang pasar dan harga. CMMS adalah lembaga yang dapat berbadan hukum dan merupakan sebuah tim yang membagi kerja dari hulu sampai hilir, dengan dukungan kebijakan pemerintah terkait.
555
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survey (purposive sampling). Pengkajian dengan pendekatan parsial secara sinambung dan rinci mengikuti komponen biaya maupun keuntungan pasar dalam rantai pemasaran sapi potong. Efisiensi distribusi dikaji dengan gabungan pendekatan fungsional dan kelembagaan. Masing-masing pelaku dalam rantai pemasaran ditelaah mengikuti fungsi yang dijalankan. Perbandingan harga yang diterima petani-ternak dalam rantai pemasaran dibandingkan dengan asumsi perbaikan sistem pemasaran (CMMS). Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung (seluruh lembaga terkait dalam sistem pemasaran sapi potong), penyebaran kuesioner pada beberapa lembaga yang dianggap perlu dan mengikuti kegiatan pemasaran sapi potong dari hulu sampai hilir secara langsung. Data primer juga didapat dari buku harian selama mengikuti kegiatan pemasaran sapi potong. Jumlah responden terdiri atas seluruh lembaga pemasaran sapi potong di Kabupaten Garut, yaitu: petani-ternak, makelar/bandar tanpa modal, pedagang kecil, pedagang besar, peternak besar, jagal/pedagang daging, pengecer daging dan konsumen. Contoh responden 1 diambil secara acak dan sengaja (purposive random sampling) pada tingkat kecamatan dimana terjadi pendistribusian sapi potong (8 dari 28 kecamatan). Metode penarikan contoh menggunakan snowball sampling. untuk memperoleh gambaran secara kesatuan berkelanjutan dari sistem distribusi/pemasaran sapi potong mulai dari petani-ternak sampai konsumen, metode snowball sampling dijumlahkan untuk menarik contoh. Data sekunder diperoleh dari Dinas Peternakan, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Kantor Kecamatan Cilawu; Bayongbong; Cigedug; Cikajang dan, Rumah Potong Hewan (RPH), Biro Pusat Statistik (BPS) dan studi kepustakaan. Data yang terkumpul dianalisis dan disajikan secara deskriptif untuk menggambarkan keadaan umum lokasi jalur pemasaran, karateristik lembaga pemasaran yang terlibat, fungsi masing-masing lembaga
556
dan secara kuantitatif dalam bentuk tabulasi dan skematik. Analisis kuantitatif terdiri atas analisis marjin pemasaran, korelasi, dan analisis matematik. Analisis marjin Mpi = Hji–Hbi ……………… Mpi = Ci–πi …………………
(1) (2)
Dari kedua persamaan di peroleh, (KOTLER, 1993) Hji–Hbi = Ci–πi …………….
(3)
Total marjin pemasaran adalah jumlah marjin setiap lembaga pemasaran, yaitu: MP = ΣMPi Harga yang diterima (DARYANTO, 2002)
petani-ternak,
Fs = Hjp x 100% Hbk keterangan: MP : Total marjin setiap lembaga pemasaran (RP/sapi dan dikonversi ke per kg BB) Mpi : Marjin pemasaran pada lembaga pemasaran ke-i (RP/sapi dan konversi ke per Kg BB) Hji : Harga jual lembaga pemasaran ke-i (RP/sapi dan dikonversi/kg BB) Hbi : Harga beli lembaga pemasaran ke-i (RP/sapi dan dikonversi/kg BB) Ci : Biaya lembag pemasaran ke-i (RP/sapi dan dikonversi/kg BB) πi : Keuntungan lembaga pemasaran ke-i (RP/sapi dan konversi/Kg BB) I : Lembaga pemasaran 1, 2, 3, ……….n Fs : Harga yang diterima peternak dari harga yang dibayarkan konsumen (%) Hjp : Harga yang diterima peternak ke-i (RP/sapi dan dikonversi/Kg BB) Hbk : Harga jual pemotong ke-i (RP/sapi dan dikonversi/Kg BB) Analisis korelasi rXiYi = nΣXiΣYi - ΣXiΣYi ….SIEGEL, 1992) √ nΣXi2 – (ΣXi)2 . √nΣYi2 – (ΣYi)2
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Analisis elastisitas transmisi harga Eh = dy Xi dx Yi
………….. (SUNHUDI, 2003)
keterangan : rXiYi = Koefisien korelasi Eh = Elastisitas transmisi harga Yi = Harga jual rata-rata di tingkat petaniternak ke-i (RP/sapi dan dikonversi/kg BB) Xi = Harga jual rata-rata di tingkat jagal/pedagang daging ke-i (RP/sapi dan dikonversi/kg BB) N = Jumlah responden Analisa korelasi dan elastisitas tramsmisi harga dipergunakan untuk mengetahui tingkat keterpaduan pasar. Artinya, sejauh mana pembentukan harga di tingkat petani-ternak dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga pemasaran sapi potong. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola saluran pemasaran sapi potong Pemasaran sapi potong di Garut dibedakan menjadi sepuluh pola pemasaran yang menunjukkan adanya pilihan petani-peternak untuk menjual sapi dengan harga mendekati yang diinginkan. Sepuluh pola pemasaran adalah sebagai berikut: • Petani-ternak ---- Blantik ---- Pedagang lokal ---Pedagang besar ---Pemotong/Pedagang daging ---- Pengecer daging ---- Konsumen • Petani-ternak ---- Pedagang lokal ---Pedagang besar ---- Pemotong/Pedagang daging ---- Pengecer daging ---- Konsumen • Petani-ternak ---- Blantik ---- Pedagang besar ---- Pemotong/Pedagang daging ---Pengecer daging ---- Konsumen • Petani-ternak ---- Blantik ---- Pedagang lokal ---Peternak Besar ---Pemotong/Pedagang daging ---- Pengecer daging ---- Konsumen
• Petani-ternak ---- Pedagang lokal ---Peternak Besar ---- Pemotong/Pedagang daging ---- Pengecer daging ---- Konsumen • Petani-ternak ---- Blantik ---- Peternak Besar ---- Pemotong/Pedagang daging ---Pengecer daging ---- Konsumen • Petani-ternak ---- Peternak Besar ---Pemotong/Pedagang daging ---- Pengecer daging ---- Konsumen • Petani-ternak ---- Blantik ----Pedagang lokal ----Pedagang besar ----Peternak Besar ----Pemotong/Pedagang daging ---Pengecer daging ---- Konsumen • Petani-ternak ---- Pedagang lokal---Pedagang besar----Peternak Besar ---Pemotong/Pedagang daging ---- Pengecer daging ---- Konsumen • Petani-ternak ---- Blantik---- Pedagang besar---Peternak Besar ---Pemotong/Pedagang daging ---- Pengecer daging ---- Konsumen Pada setiap saluran pemasaran masih mengikuti pola lain yaitu yang tidak melalui pengecer daging. (Gambar 1). Petani-ternak (53,87%) memilih menjual sapinya langsung kepada pedagang lokal (pedagang keliling desa-desa). Alasan petani-ternak lebih memilih langsung menjual kepada pedagang sapi keliling desa-desa karena tidak perlu memberi uang jasa (komisi) kepada blantik/makelar (Rp 10.000-Rp 30.000/ekor). Namun demukian kelemahan menjual langsung kepada pedagang sapi keliling adalah tidak dapat ditentukan waktu datangnya, sehingga kurang dapat diandalkan dalam keperluan mendadak. Petaniternak akan mencari blantik sapi yang dapat menghubungkan mereka dengan pedagang sapi keliling, pedagang besar atau peternak besar jika petani-ternak memerlukan uang yang mendesak. Apabila peluang keuntungan dari sapi yang akan dijual petani besar, blantik sapi akan menghubungi pedagang sapi yang memiliki uang tunai. Blantik atau pedagang yang mengetahui informasi tersebut akan memberitahu peternak besar jika pedagang kecil tidak memiliki uang tunai atau kekurangan uang untuk membelinya. Peternak besar akan menyediakan dana pembelian dan orang kepercayaannya untuk memastikan kebenaran informasi tersebut.
557
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Gambar 1. Siklus integrasi tanaman-ternak Tabel 1. jumlah sapi potong, yang dipotong, masuk, dan bakalan yang keluar Kabupaten Garut, 1995-2002 Tahun
∑ Sapi
∑ Sapi Dipotong
∑ Sapi Potong Masuk
∑ Sapi Potong Keluar
1995
3.021
3.276
1.562
402
1996
3.371
5.303
550
180
1997
3.326
5.598
700
33
1998
3.384
4.100
3.473
3.473
1999
3.935
5.417
4.688
4.688
2000
3.643
5.624
6.666
552
2001
5.875
5.258
10.875
3.646
2002
6.016
6.734
7.943
199
Sumber: ANONYMOUS (1997, 2000. b, 2003. b) Tabel 2. Sistem pembayaran transaksi jual-beli sapi potong oleh lembaga pemasaran sapi potong Pembeli
Penjual
Pedagang lokal Pedagang besar Pedagang besar Pedagang besar Peternak besar Jagal/pedagang daging Jagal/pedagang daging Jagal/pedagang daging Konsumen Rata-rata
Petani-ternak Petani-ternak Petani-ternak Pedagang lokal Pedagang besar Pedagang besar Peternak besar Pedagang besar kab/propinsi lain Jagal/pedagang daging
558
Transaksi Jual-beli Tunai Hutang Orang 4 6 3 2 1 0 0 3 182
% 12,50 21,43 27,28 7,40 9,09 0,00 0,00 42,86 88,78 23,26
Orang 28 22 8 26 9 18 11 4 23
% 87,50 78,57 72,73 92,60 90,10 100,00 100,00 57,14 11,22 76,65
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Pada keadaan normal, bila petani tidak butuh uang mendesak, 87,5% pedagang lokal membeli sapi dari petani-ternak secara hutang / tidak tunai. Cara pembelian yang sama juga dilakukan oleh pedagang besar (92,6 %), sedangkan jagal/pedagang daging (100%) membeli sapi dengan cara hutang dari pedagang besar atau peternak besar (Tabel 2). Hanya sebagian kecil konsumen membeli daging dengan cara menghutang (11,22%). Ada dua jenis konsumen, yaitu (1) konsumen yang menggunakan perjanjian tertulis (kontrak) dan biasanya dibayar akhir bulan (hotel, restoran) dan (2) konsumen yang membeli dalam skala besar (acara tertentu, pesta). Dua alasan diajukan oleh lembaga pemasaran yang menghutang : 1) tidak memiliki/kurang modal (pedagang lokal, beberapa pedagang daging), dan 2) sengaja tidak mau membeli dengan cara tunai (peternak besar, sebagian pedagang besar), karena tetap dapat barang (sapi). Sapi yang dibeli dengan cara hutang, digulirkan sebagai jaminan pembayaran dengan janji waktu dan jumlah pembayaran/pelunasan pada awalnya ditepati. Janji pembayaran ternyata
banyak yang tidak tepat, bahkan ada beberapa lembaga yang sengaja tidak melunasinya. Jumlah dan waktu pembayaran oleh lembaga pemasaran (Tabel 3) yang tidak tepat terjadi paling tinggi di tingkat petani-ternak (85,71%) sebagai penjual dan tidak lunas pembayaran tertinggi oleh jagal/pedagang daging (11,11%). Sebagian besar lembaga tepat waktu dalam pembayaran hutang, kecuali pedagang lokal yang kurang/tidak memiliki modal. Pedagang lokal tidak langsung membayarkan dana yang didapat kepada petani-ternak atau hanya sebagian yang dibayarkan kepada petani-ternak dan dana tersebut digunakan/diputar kembali sebagai uang muka untuk membeli sapi lagi. Alasan pedagang lokal memutar kembali uang tersebut adalah untuk menjaga kerugian pada pembelian sebelumnya dan mencari keuntungan lebih. Pada tingkat petani-ternak, pedagang lokal tertinggi (28,57%) menggunakan uang muka ketika membeli sapi dengan cara hutang, sedangkan jagal dan pedagang daging (11,11%
Petani-ternak Kabupaten/Propinsi Lain
Petani-ternak 46,13% 53,87% Bandar/Blantik 47,50%
Bandar/Blantik Kabupaten/Propinsi
Pedagang Lokal Kabupaten/Propinsi Lain
36,25% Pedagang Lokal
18,87%
81,13% Pedagang Besar
17,25%
22,13% 25,50%
77,87%
Pedagang Besar Kabupaten/Propinsi Lain (Dalam Pasar Ternak) 74,50% Peternak Besar 100%
Pemotong/Pedagang Daging 32,25% Pengecer Daging
67,75% 100%
Konsumen
Gambar 2. Imbangan jalur pemasaran sapi potong Kabupaten Garut (Tahun 2000–2003)
559
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
dan 0,00%) membeli sapi dengan menggunakan uang muka. Besarnya lembaga pemasaran yang membeli sapi dengan uang muka (Tabel 4) sangat beragam dalam janji waktu pembayaran-pelunasannya. Keragaman jumlah dalam janji (Tabel 5) yang dijanjikan oleh lembaga pemasaran (kecuali peternak besar) pada umumnya 2 hari sampai 7 hari terhitung mulai tanggal transaksi (61,11595,46%). Peternak besar menjanjikan pembayaran 1 hari (50,00% kepada pedagang besar dan 62,50% kepada petani-ternak), karena menunggu hasil karkas sapi yang dipotong. Peternak besar membeli sapi dengan menggunakan perhitungan bobot karkas dari sapi yang dipotong dan tidak ada tawarmenawar harga walaupun harga karkas
djsepakati dan ditentukan oleh peternak besar yang umumnya di bawah harga pasar (Rp 500,00 - Rp 1.000,00 di bawah harga pasar). Perilaku, posisi, peran dan kekuatan setiap lembaga pemasaran menentukan arah dan harga sapi. Peternak besar dan pedagang besar merupakan lembaga paling kuat dalam sistem tataniaga pemasaran sapi potong. Selain bermoda besar, pedagang besar dan peternak besar juga menguasai informasi harga, mendapatkan dukungan pemerintah dan lembaga perbankan. Untuk memperkuat posisi di lembaga pemasaran, beberapa peternak besar membeli dan membuat sistem jagal dan berdagang daging sendiri dan selalu siap mengisi jagal/pedagang lain yang kekurangan sapi.
Tabel 3. Ketepatan janji pembayaran lembaga pemasaran sapi potong dengan sistem hutang Ketepatan Janji Pembayaran Pembeli
Penjual
Lunas
Belum Lunas
Tidak Lunas
Orang
%
Orang
%
Orang
%
Pedagang lokal
Petani-ternak
2
7,14
24
85,71
2
7,14
Pedagang besar
Petani-ternak
18
81,81
4
18,18
0
0,00
Peternak besar
Petani-ternak
7
87,50
1
12,50
0
0,00
Pedagang besar
Pedagang lokal
14
53,84
11
42,31
1
3,85
Peternak besar
Pedagang besar
6
60,00
4
40,00
0
0,00
Jagal/pedagang daging
Pedagang besar
13
72,22
3
16,67
2
11,11
Jagal/pedagang daging Konsumen
Peternak besar
15
83,33
2
11,11
1
5,56
Jagal/pedagang daging
17
73,91
6
26,09
0
0,00
Rata-rata
64,97
31,57
3,46
Tabel 4. Penggunaan uang muka saat transaksi jual-beli sapi berbagai lembaga pemasaran sapi potong dengan sistem hutang Pembeli
Penjual
Dengan uang muka
Tanpa uang muka
Orang
%
Orang
%
Pedagang lokal
Petani-ternak
8
28,57
20
71,43
Pedagang besar
Petani-ternak
4
18,18
18
81,82
Peternak besar
Petani-ternak
2
25,00
6
75,00
Pedagang besar
Pedagang lokal
3
11,54
23
88,46
Peternak besar
Pedagang besar
2
2,00
8
80,00
Jagal/pedagang daging
Pedagang besar
2
11,11
16
88,89
Jagal/pedagang daging Konsumen Rata-rata
560
Peternak besar
0
0
11
100,00
Jagal/pedagang daging
13
56,52
10
43,48
21,36
78,64
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Tabel 5. Waktu pembayaran/pelunasan sejak hari transaksi jual-beli, oleh lembaga pemasaran sapi potong dengan sistem hutang Lama Waktu Pembayaran/Pelunasan Penjual
Pembeli
1 hari Org
2–7 hari
%
Org
%
8–15 hari Org
%
> 15 hari Org
%
Petani-ternak
Pedagang lokal
0
0
19
67,86
6
21,43
3
10,71
Pedagang lokal
Pedagang besar
2
8,00
20
80,00
2
8,00
1
4,00
Petani-ternak
Pedagang besar
0
0
21
95,46
1
4,55
0
0,00
Petani-ternak
Peternak besar
5
62,50
3
37,50
0
0,00
0
0,00
Pedagang besar
Peternak besar
5
50,00
3
30,00
2
20,00
0
0,00
Pedagang besar
Jagal/pedagang daging
1
5,55
12
66,67
3
16,67
2
11,11
Peternak besar
Jagal/pedagang daging
4
22,22
11
61,11
2
11,11
1
5,56
Konsumen
8
34,79
14
60,87
0
0,00
1
4,35
Jagal/pedagang daging Rata-rata
Pada awal sistem pemasaran sapi potong, pedagang lokal menggunakan modal pribadi yang relatif kecil jumlahnya. Sistem pembayaran jagal/pedagang daging akan membayar sapi yang dipotong jika pemasok mengirimnya lagi, tetapi belum tentu lunas. Alasan pedagang daging tidak melunasinya untuk menjaga keterikatan dengan pemasok mengirim sapi guna pemotongan berikutnya. Pedagang besar yang memasok sapi kepada jagal/pedagang daging mengandalkan uang pembayaran dari pedagang daging tersebut sebagai uang pembelian sapi dari pedagang lokal. Standar yang digunakan pedagang daging dalam membeli sapi dari pemasok yaitu menghitung bobot karkas dari sapi yang telah dipotong (kepala, kaki, jeroan, kulit menjadi hak jagal). Untuk mengantisipasi resiko kerugian, jagal yang merupakan karyawan pedagang daging mudah melakukan kecurangan dengan mengambil bagian karkas yang seharusnya menjadi hak pemasok, di antaranya: pemotongan pada pangkal leher, daging terbawa kulit, daging dalam dada yang dimasukkan sebagai jeroan, daging pangkal paha kaki belakang yang keluar lewat dalam perut dan daging pada pangkal leher bawah terbawa saat jeroan dikeluarkan. Hal lain yang juga sering terjadi adalah pengambilan/pemotongan bagian karkas secara terus terang. Kuatnya ikatan antar jagal
22,88
62,43
10,22
4,47
membuat pemasok tidak dapat berbuat apa-apa dan setiap jagal berbeda dalam cara memotong dan penyisitannya, di mana harga karkas dan jangka waktu pembayaran sangat menentukan baik/tidaknya penyisitan. Apabila harga karkas yang disepakati lebih murah, maka penyisitan baik (daging yang hilang sedikit) dan sebaliknya, bilamana jangka waktu pembayaran lebih lama, penyisitan juga baik dan sebaliknya. Pengalaman para pemasok yang menjual dan memotong sapi kepada jagal, lebih hatihati dalam membeli sapi supaya tidak mengalami kerugian. Pedagang besar yang sering memasok jagal menawar harga beli lebih rendah dari pedagang lokal atau ke petani-ternak melalui blantik. Demikian juga yang dilakukan pedagang lokal, karena sulitnya menawarkan sapi dengan harga yang diinginkan menyebabkan pedagang lokal juga berhati-hati dalam membeli sapi petani-ternak dengan tawaran harga beli yang lebih rendah lagi. Jadi, pada akhirnya petani-ternak lah merupakan pihak yang paling dirugikan. Sistem pembayaran jagal/pedagang daging juga diikuti oleh pedagang besar pada pedagang lokal, menggunakan perkiraan lingkar dada dan taksiran bobot karkasnya. Keinginan pedagang lokal agar hutang sapi yang telah dikirim segera dilunasi, terpaksa mencari sapi lagi untuk dikirim. Pedagang
561
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
lokal yang bermodal kecil terpaksa harus membeli sapi ke petani dengan uang muka (jika ada) atau tidak, ditambah dengan janji pembayaran (Tabel 4 dan 5). Awal terhambatnya pembayaran pedagang daging (hanya bermodalkan kios daging dan peralatan) menyebabkan hutang pembelian sapi berantai, yang jelas merugikan petani-ternak. Petaniternak tidak dapat berbuat apa-apa dengan memberikan modal kepada lembaga pemasaran yang tidak mengembalikannya. Analisa marjin pemasaran Biaya proses pemasaran sapi potong bervariasi antar lembaga menunjukkan ketergantungan pada nilai komoditi (sapi), nilai tempat, nilai waktu dan nilai kepemilikan. Struktur biaya pemasaran pada setiap lembaga juga berbeda-beda, sesuai dengan banyaknya faktor yang harus dilewati. Variasi biaya, struktur, dan besar biaya masing-masing lembaga pemasaran (Tabel 6) menunjukkan biaya terbesar pada jagal/pedagang daging (Rp 582,60/kg BB hidup), diikuti kuntungan tertinggi pula (Lampiran 1) atau Rp 2.409,57/kg BB atau 13,22% harga yang dibayar konsumen. Biaya transport yang dikeluarkan pedagang lokal paling besar, karena jarak tempuh pengangkutan pedagang lokal lebih jauh (ke
pelosok pedesaan dan rata-rata tidak memiliki angkutan sendiri). Upah tenaga kerja yang digunakan pedagang lokal jauh lebih rendah dibandingkan lainnya karena pedagang lokal tidak melakukan penyimpanan. Peternak besar menggunakan tenaga kerja yang lebih efisien dibandingkan pedagang besar, karena peternak besar memakai sistem pembayaran tenaga kerja perbulan. Selama tahun 2004, konsumen membeli daging rata-rata dari kios daging di pusat pasar Kabupaten Garut sebesar Rp 18.232,14/kg berat hidup. Harga yang dibayarkan konsumen sangat beragam jumlah dan besar persentasen ke petani-ternak mengikuti jalur pemasaran yang dilewati (Lampiran 1). Harga tertinggi yang diterima petani adalah melalui jalur pemasaran 3 (73,17% dari harga yang dibayarkan konsumen) dan harga terendah pada jalur pemasaran 8 (60,91%). Jalur pemasaran 3 merupakan jalur terpendek dan paling efisien dibandingkan yang lain, dan jalur pemasaran 8 merupakan jalur terpanjang melewati semua lembaga pemasaran. Harga rata-rata yang diterima petani dari sepuluh jalur pemasaran adalah 66,93% atau Rp 12.202,001/kg BB, dan dianggap harga normal yang ideal (tidak ada keterikatan antara lembaga satu dengan yang lain), padahal jalur pemasaran yang paling mendekati harga ideal adalah jalur pemasaran 1.
Tabel 6. Struktur, besar dan imbangan biaya pada beberapa lembaga pemasaran sapi potong Kabupaten Garut (Tahun 2001-2003
Struktur Biaya Transportasi Tenaga kerja Pakan Restribusi RPH Jagal Restribusi pasar Penyusutan Sewa kios Lain-lain
Pengecer Daging
Pedagang Besar
Peternak Besar
Rp/kg BB
%
Rp/kg BB
%
Rp/kg BB
%
Rp/kg BB
%
Rp/kg BB
%
233,3 68,3 11,7 -
70,57 20,66 3,54 0,00 0,00 0,00
166,7 83,3 48,0 -
44,28 22,13 12,75 0,00 0,00 0,00
168,6 54,5 45,5 -
49,17 15,59 13,27 0,00 0,00 0,00
23,4 265,9 33,3 15,6 9,4
4,02 45,64 0,00 5,72 2,68 1,61
60,0 100,0
0,00 35,40 0,00 0,00 0,00 59,00
17,3 330,6
0,00 0,00 5,23 100,0
55,0 23,5 376,5
14,61 0,00 6,24 100,0
55,0 19,3 342,9
16,04 0,00 5,63 100,0
215,0 20,0 582,6
36,90 0,00 3,43 100,0
3,8 5,7 169,5
0,00
Sumber: Diolah dari data primer, 2001-2003
562
Jagal/Pedagang Daging
Pedagang lokal
3,36 100,0
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Tingkat keterpaduan pasar sapi potong Hasil analisis korelasi yang diperoleh, jika r= 1 (koefisien korelasi), menunjukkan pembentukan harga di tingkat petani-ternak sangat ditentukan oleh harga yang terjadi di tingkat jagal/pedagang daging, yaitu r = 0,976, atau 97,6%. Keeratan hubungan pembentukan harga sapi dan daging terlihat dengan jelas dari seluruh lembaga pemasaran. Hal lain yang juga mempengaruhi harga di tingkat petani-ternak (2,4%), adalah sistem pembayaran, kebutuhan petani yang mendesak, bandar/blantik, keluarga dan biaya tak terduga. Struktur pasar, secara keseluruhan merupakan pasar yang cukup terpadu, akan tetapi bersaing tidak sempurna. Analisis elastisitas transmisi harga merupakan rasio perubahan relatif harga di tingkat jagal/pedagang daging dengan perubahan relatif harga di tingkat petaniternak. Dari penghitungan analisis elastisitas transmisi harga (Eh) = 0,983, artinya kepekaan fluktuasi harga di tingkat petani-ternak jauh lebih besar dibanding di tingkat jagal/pedagang daging. Indikasi ini menunjukkan bahwa pemasaran sapi potong di Kabupaten Garut tidak kompetitif, tercermin dari banyaknya jumlah petani-ternak yang tidak seimbang dengan jumlah pembeli sapi potong. Usulan CMMS (Cooperative Marketing Management System) CMMS diharapkan menjadi lembaga berbadan hukum yang membina petani-ternak, membantu dan mencarikan jalan penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi oleh petaniternak, termasuk tanggungjawab pemasaran produk yang dihasilkan. CMMS merupakan sistem manajemen alternatif yang berfungsi sebagai 1) pengganti beberapa lembaga pemasaran sapi potong (pedagang lokal, pedagang besar, peternak besar jagal/pedagang daging dan pengecer daging), 2) penyeimbang harga sapi di pasar, 3) pembina dan pengkoordinasi petani-ternak untuk memperkuat posisi petani, meningkatkan efisiensi pemeliharaan dan kualitas produk petani. CMMS juga menjamin pembelian sapi petani-ternak anggotanya/binaan yang tidak mampu memelihara sapi atau petani-ternak yang memerlukan uang mendesak diberikan
pinjaman, sehingga petani-ternak tidak harus melakukan jual paksa. Bagi petani-ternak yang meminjam dan mendapat dana di awal pembelian, maka sapi yang dipelihara merupakan jaminan pembayaran dan akan dibayar pada saat menjual sapi, yang memenuhi jadual pemotongan/penjualan dari waktu dan harga jual. CMMS merupakan tim kerja dari hulu sampai hilir pada sistem pemasaran sapi potong. Tim kerja yang dimaksud adalah : 1) produksi, bertanggung jawab pada penyediaan sapi bakalan untuk petani dan pengaturan penjualan sapi siap potong, di mana di dalamnya terdapat bagian pembinaan dan advokasi bagi petani, 2) pengolahan, bertanggung jawab pada sistem pemotongan, penyediaan produk segar, beku dan produkproduk olahannya, 3) pemasaran, bertanggungjawab pada pembentukan dan pengembangan pasar, menjalin kerjasama dengan berbagai pihak selaku konsumen dan periklanan di daerah atau luar wilayah menggunakan berbagai fasilitas modern, 4) akuntansi, bertanggungjawab atas akuntansi keuangan dan manajemen. CMMS di jalur pemasarannya, diharapkan dapat mengefisienkan biayapemasaran, kepastian pembelian, kepastian pembayaran, kepastian standar dan memperbaiki penyisitan dalam pemotongan, sehingga akan meningkatkan pendapatan petani-ternak. Analisa marjin pemasaran CMMS Pada analisa marjin pemasaran CMMS, menggunakan beberapa asumsi: a. Harga konsumen sama dengan harga pasar, Rp 18.232,14/kg BB. b. Biaya pemasaran, yaitu biaya pedagang besar dan biaya jagal/pedagang daging, (Rp 376,50/kg BB dan Rp 582,60/kg BB) dengan anggapan biaya tersebut yang diperlukan, kecuali untuk produk turunan (perlu analisa lain). c. Marjin keuntungan diambil dari 50% pedagang besar pada posisinya dan 100% dari jagal/pedagang daging. Total biaya pemasaran CMMS sebesar 5,26% atau Rp 959,10/kg BB dan marjin keuntungan diperoleh 13,78% atau Rp 2.509,43/kg BB, sehingga marjin jalur
563
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
pemasaran CMMS sebesar 19,04% (Rp 3.468,53/kg BB). Dari angka di atas didapatkan harga yang akan diterima petani (farmers share) sebesar 80,98% atau Rp 14.763,62/kg BB. Dengan demikian, hipotesa sementara diperoleh bahwa farmers share CMMS lebih tinggi 14,05% dibandingkan harga ideal dan 7,81% dengan jalur pemasaran biaya terendah. Standar pembelian jagal/pedagang daging yang menggunakan penghitungan bobot karkas,
masih terdapat kemungkinan keuntungan lain, yaitu bagian-bagian karkas yang hilang. Angka secara nyata bagian karkas tersebut sulit mendapatkan data dengan asumsi (pembandingan dengan hasil pemotongan sapi ketika Hari Raya Qurban di mana bobot hidup sapi sama, 2-5% BB). Keuntungan yang didapat petani selain dari produk utama juga dari produk sampingan pemeliharaan sapi yaitu pengolahan dan penjualan kompos.
Standarisasi dan Penyedian Sapi Siap Potong
Penampungan Sementara
Penyediaan Bakalan Pembinaan dan Advokasi Petani-ternak
Petani-ternak
Produksi
Pengelolaan dan Pemasaran Kompos CMMS (Cooperative Marketing Management Systems)
Akuntansi
Pengelola Produk Pemasaran
Pasar/Konsumen
Swalayan Daging dan Produk Olahan
Pemotongan dan Penyedia Produk Segar dan Beku
Pelayanan Pesanan dan Penyedia Lembaga
Standarisasi
Periklanan, Pengembangan Pasar dan Kerjasama dengan Lembaga Konsumen Keterangan :
Pengolahan Produk Turunan
: Arah komoditi : Bagian-bagian CMMS : Arah pembagian kerja CMMS Gambar 3. Faktor-faktor produksi dalam pemasaran sapi potong pola CMMS.
564
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Langkah kerja CMMS 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pengumpulan data primer dengan metode survey, data sekunder dan literature. Pembentukan dan persiapan tim manajemen. Pencarian lembaga pendanaan. Pembentukan kelompok petani-ternak. Pembuatan dan persiapan kontrak kerja, aturan main, standar operasional. Pengajuan kerjasama dengan pemerintah daerah setempat khususnya perijinan, kebijakan dan peresmian. Persiapan dan pembuatan swalayan khusus daging dan produk turunannya. Pembinaan kelompok petani-ternak. Periklanan, perluasan jaringan pemasaran. KESIMPULAN
Dengan CMMS diharapkan pendapatan dan taraf hidup petani-ternak meningkat. Adanya pembinaan dan standarisasi produksi CMMS dapat mempersiapkan petani-ternak dalam menyongsong pasar bebas pada tahun 2010. Pengetahuan dan teknologi terapan yang dikuasai petani-ternak diharapkan meningkat agar mutu produk yang dihasilkan pun meningkat. DAFTAR PUSTAKA ANONYMOUS. 1997. Garut Dalam Angka 1997. Badan Pusat Statistik, Garut.
ANONYMOUS. 1999. Laporan Pemotongan Ternak. Dinas Peternakan Garut, Garut. ANONYMOUS. A. 2000. Laporan Pemotongan Ternak. Dinas Peternakan Garut, Garut. ANONYMOUS. B. 2000. Garut Dalam Angka 2000. Badan Pusat Statistik, Garut. ANONYMOUS. 2001. Laporan Pemotongan Ternak. Dinas Peternakan Garut, Garut. ANONYMOUS 2002. Laporan Pemotongan Ternak. Dinas Peternakan Garut, Garut. ANONYMOUS. A. 2003. Laporan Pemotongan Ternak. Dinas Peternakan Garut, Garut. ANONYMOUS. B. 2003. Garut Dalam Angka 2003. Badan Pusat Statistik, Garut. DJAJANEGARA. A, PRIYANTI. A,. PRAWIROKUSUMA. BR, and LUBIS, D. 2001. Progress Report Crop-Animal Systems Research Network. Collaborative Research of the Central Research Institute for Animal Sciences– Bogor, Indonesia dan International Livestock Research Institute – Nairobi, Kenya. DARYANTO, HKS. 2002. Kewirausahaan. Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. KOTLER, P. 1993. Manajemen Pemasaran. Erlangga, Jakarta. SIEGEL, S. 1992. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. PT Gramedia, Jakarta. SUHARTO. 2000. Integrated Farming System. Lembah Hijau Multifarm–Research Station. Solo. SUNHUDI, S. 2003. Sistem Pemasaran Sapi Potong di Kecamatan Gemawang, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Tesis, Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.
565
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
800 700
Jan Peb Mar Apr
600 500
200
Mei Jun Jul Agt Sep Okt
100
Nov Des
400 300
0 2000
2000.5
2001
2001.5
2002
2002.5
2003
Grafik 1. Jumlah sapi yang dipotong di Kabupaten Garut, tahun 2000–2003 Masehi. 700 600 Hapid 500
Besar Muharam
400
Sapar Mulud
300
Silih Jum Aw
200
Jum Ak Rajab
100 0 1421
Ruwah Puasa 1421.5
1422
1422.5
1423
1423.5
1424
Syawal
Grafik 2. Jumlah sapi yang dipotong di Kabupaten Garut, tahun 1421 – 1424 Hijriah
566
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Lampiran 1. Struktur biaya, marjin keuntungan, marjin pemasaran, harga pada konsumen dan harga yang diterima petani-ternak dari sembilan jalur pemasaran sapi potong di Kabupaten Garut, Tahun 2001-2003 Keterangan Lembaga dan Biaya A. B. C.
D.
E.
F.
G.
Peternak Harga jual Bandar/Blantik/Makelar Pedagang local Total biaya Marjin keuntungan Marjin pemasaran Harga jual Pedagang Besar Total biaya Marjin keuntungan Marjin pemasaran Harga jual Peternak besar Total biaya Marjin keuntungan Marjin pemasaran Harga jual Jagal/pedagang daging Total biaya Marjin keuntungan Marjin pemasaran Harga jual Pengecer daging Total biaya Marjin keuntungan Marjin pemasaran Harga jual
1
2
Saluran Pemasaran 3 Rp/kg/ek % BB Hidup
Rp/kg/ek BB Hidup
4 %
%
64,64
11.84,29
64,98
60,41
0,33
-
0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
330,60 967,78 1.298,38 13.144,67
1,81 5,31 7,12 72,10
330,60 967,78 1.298,38 13.144,67
1,81 5,31 7,12 72,10
376,50 1.364,92 1.741,42 15.021,68
2,07 7,49 9,55 82,39
-
0,00 0,00 0,00 0,00
-
0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
-
0,00 0,00 0,00 0,00
342,90 1,534,13 1.877,01 15.021,68
1,88 8,41 10,30 82,39
342,90 1,534,13 1.877,01 15.021,68
1,88 8,41 10,30 82,39
582,60 1.826,97 2.409,57 17.431,25
3,20 10,02 13,22 95,61
582,60 1.826,97 2.409,57 17.431,25
3,20 10,02 13,22 95,61
582,60 1.826,97 2.409,57 17.431,25
3,20 10,02 13,22 95,61
582,60 1.826,97 2.409,57 17.431,25
3,20 10,02 13,22 95,61
169,50 631,39 800,89 18.232,14
0,93 3,46 4,39 100,00
169,50 631,39 800,89 18.232,14
0,93 3,46 4,39 100,00
169,50 631,39 800,89 18.232,14
0,93 3,46 4,39 100,00
169,50 631,39 800,89 18.232,14
0,93 3,46 4,39 100,00
%
%
66,05
12.102,70
66,38
13.340,67
73,17
11.785,88
60,41
0,33
-
0,00
60,41
0,33
330,60 967,78 1.298,38 13.280,26
1,81 5,31 7,12 72,84
330,60 967,78 1.298,38 13.280,26
1,81 5,31 7,12 72,84
-
376,50 1.364,92 1.741,42 15.021,68
2,07 7,49 9,55 82,39
376,50 1.364,92 1.741,42 15.021,68
2,07 7,49 9,55 82,39
-
0,00 0,00 0,00 0,00
-
582,60 1.826,97 2.409,57 17.431,25
3,20 10,02 13,22 95,61
169,50 631,39 800,89 18.232,14
0,93 3,46 4,39 100,00
12.042,29
5 Rp/kg/ek BB Hidup
Rp/kg/ek BB Hidup
Rp/kg/ek BB Hidup
Sumber: Diolah dari data primer, 2001-2003
567
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Lampiran 1. (Lanjutan)
Keterangan Lembaga dan Biaya A.
Peternak Harga jual Bandar/Blantik/Makelar Pedagang local Total biaya Marjin keuntungan Marjin pemasaran Harga jual Pedagang Besar Total biaya Marjin keuntungan Marjin pemasaran Harga jual Peternak besar Total biaya Marjin keuntungan Marjin pemasaran Harga jual Jagal/pedagang daging Total biaya Marjin keuntungan Marjin pemasaran Harga jual Pengecer daging Total biaya Marjin keuntungan Marjin pemasaran Harga jual
B. C.
D.
E.
F.
G
6
7
Saluran Pemasaran 8 Rp/kg/ek % BB Hidup
Rp/kg/ek BB Hidup
%
9
10 Rp/kg/ek BB Hidup
%
Rp/kg/ek BB Hidup
%
13.084,26 60,41
71,76 0,33
13.144,67 -
72,10 0,00
11.104,82 60,41
60,91 0,33
11.165,23 -
61,24 0,00
12.403,20 60,41
68,03 0,33
-
0,00 0,00 0,00 0,00
-
0,00 0,00 0,00 0,00
330,60 967,78 1.298,38 12.463,61
1,81 5,31 7,12 68,36
330,60 967,78 1.298,38 12.463,61
1,81 5,31 7,12 68,36
-
0,00 0,00 0,00 0,00
-
0,00 0,00 0,00 0,00
-
0,00 0,00 0,00 0,00
376,50 304,56 681,06 13.144,67
2,07 1,67 3,74 72,10
376,50 304,56 681,06 13.144,67
2,07 1,67 3,74 72,10
376,50 304,56 681,06 13.144,67
2,07 1,67 3,74 72,10
342,90 1,534,13 1.877,01 15.021,68
1,88 8,41 10,30 82,39
342,90 1,534,13 1.877,01 15.021,68
1,88 8,41 10,30 82,39
342,90 1,534,13 1.877,01 15.021,68
1,88 8,41 10,30 82,39
342,90 1,534,13 1.877,01 15.021,68
1,88 8,41 10,30 82,39
342,90 1,534,13 1.877,01 15.021,68
1,88 8,41 10,30 82,39
582,60 1.826,97 2.409,57 17.431,25
3,20 10,02 13,22 95,61
582,60 1.826,97 2.409,57 17.431,25
3,20 10,02 13,22 95,61
582,60 1.826,97 2.409,57 17.431,25
3,20 10,02 13,22 95,61
582,60 1.826,97 2.409,57 17.431,25
3,20 10,02 13,22 95,61
582,60 1.826,97 2.409,57 17.431,25
3,20 10,02 13,22 95,61
169,50 631,39 800,89 18.232,14
0,91 3,46 4,39 100,00
169,50 631,39 800,89 18.232,14
0,91 3,46 4,39 100,00
169,50 631,39 800,89 18.232,14
0,91 3,46 4,39 100,00
169,50 631,39 800,89 18.232,14
0,91 3,46 4,39 100,00
169,50 631,39 800,89 18.232,14
0,91 3,46 4,39 100,00
Rp/kg/ek BB Hidup
%
Sumber: Diolah dari data primer, 2001-2003; Catatan: 1. Peranan pedagang besar akan digantikan oleh peternak besar jika komoditi (sapi) tidak melewatinya; 2. Petrnak besar hanya menerima sapi dari petani-ternak yang menjadi anggotanya yang telah menyetujui kontrak (penjualan. harga bakanlan dan harga potong)
568
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Lampiran 2. Jumlah sapi yang dipotong tiap bulan di RPH Kabupaten Menurut Tahun Masehi. dan Hijriah pada empat tahun terakhir BULAN
Jumlah Sapi yang Dipotong (ek) 2000
Januari
2001
2002
2003
564
496
466
BULAN
Jumlah Sapi yang Dipotong (ek) 1421
1422
1423
1424
Hapid
-
470
418
428
Pebruari
-
460
424
438
Besar
-
548
472
477
Maret
-
556
496
393
Muharam
485
449
422
353
April
508
447
390
348
Sapar
449
416
369
347
Mei
481
453
432
434
Mulud
542
527
432
412
Juni
551
553
467
442
Silih Mulud
575
543
482
442
Juli
595
535
459
446
Jumadil Awal
511
442
407
418
Agustus
541
491
462
440
Jumadil Akhir
518
481
448
430
September
518
463
441
414
Rajab
514
466
436
398
Oktober
548
496
457
505
Ruwah
573
539
459
505
November
566
481
407
636
Puasa
631
516
509
557
Desember
666
303
698
565
Syawal
562
564
544
572
Jumlah :
4974
5802
5629
5527
Jumlah :
5360
5961
5398
5339
Sumber: ANONYMOUS, Tahun 1999, 2000. a, 2001, 2002, 2003. b
569