Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK MENDUKUNG PERTANIAN ORGANIK YATI HARYATI, I . NURHATI
dan E .
GUSTIANI
Balm Pengkajian Teknologi Jawa Barat JI. Kayuambon No. 80, Lembang
ABSTRAK Sinergisme antara tanaman dan ternak merupakan salah satu pilihan yang tepat dalam rangka optimalisasi sumberdaya lokal . Keterpaduan dalam hal ini tidak bertujuan untuk memaksimalkan produksi dalam jangka pendek, namun untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang . Untuk mencapai hal tersebut harus dilakukan diversifikasi usaha, yaitu usahatani tanaman dan ternak yang diintegrasikan menjadi usahatani utuh dalam satu ekoregional (integrated crop-livestock) . Pada umumnya lahan pertanian mengalami penurunanan tingkat kesuburannya . Hal ini diakibatkan pemupukan tanpa ada penambahan pupuk organik sehingga tanah kurang subur . Untuk mengatasinya lahan harus diberi pupuk organik, selain untuk memperbaiki struktur tanah, sifat kimia, fisika dan biologis tanah juga untuk menuju pertanian organik walaupun dalam pelaksanaannya masih banyak kendala, Secara bertahap pertanian organik dilakukan secara berkelanjutan . Dengan pengembangan sistem usahatani tanaman-ternak dapat mendukung terciptanya pertanian organik yang sangat penting untuk terciptanya sistem pertanian yang berkelanjutan dengan memperhatikan kondisi lahan sebagai lahan pertanian yang produktif dan menjaga kelestarian lingkungan hidup . Kata kunci : Integrasi tanaman-ternak, pertanian organik
PENDAHULUAN Sistem integrasi tanaman-ternak dalam mendukung ketersediaan pupuk organik untuk upaya peningkatan kesuburan lahan sangat dibutuhkan, sehingga keterpaduan tersebut harus dilaksanakan secara berkelanjutan di agroekosistem lahan sawah . Pada lahan sawah yang ditanami padi dapat dijadikan sebagai penyedia pakan ternak dan kotoran ternak dapat dijadikan pupuk organik untuk memenuhi kebutuhan unsur hara yang diperlukan tanaman . Sinergisme antara tanaman dan ternak merupakan salah satu pilihan yang tepat dalam rangka optimalisasi sumberdaya lokal . Keterpaduan dalam hal ini tidak bertujuan untuk memaksimalkan produksi dalam jangka pendek, namun untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang . Untuk mencapai hal tersebut harus dilakukan diversifikasi usaha, yaitu usahatani tanaman dan ternak yang diintegrasikan menjadi usahatani utuh dalam satu ekoregional (integrated crop-livestock) . Dengan demikian pengembangan integrasi tanaman-ternak berinteraksi secara sinergis,
268
dimana limbah ternak dapat dijadikan pupuk organik melalui pengomposan dengan biodekomposer untuk meningkatkan kesuburan tanah dan limbah jerami padi dapat dijadikan pakan ternak melalui fermentasi dengan menggunakan bio-stater. Luas lahan sawah di Jawa Barat seluas 1 .226.942 ha dari lahan seluas tersebut yang ditanami padi dua kali seluas 881 .872 ha dan ditanami padi satu kali seluas 242 .092 ha (BPS, 1996) . Dengan areal lahan sawah yang cukup luas mempunyai peluang untuk dilakukan pengembangan integrasi tanaman-ternak. Akhir-akhir ini berkembang istilah pertanian organik dimana produknya diminati oleh sebagian kalangan masyarakat tetapi masih banyak kendala dalam pengembangannya karena dibutuhkan pupuk organik yang jumlahnya cukup besar, sedangkan petani tidak mempunyai ternak sebagai penyedia pupuk tersebut . Pertanian organik di definisikan sebagai "sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan" (HUSNAiN dan SYAHBUDIN, 2005) . Dalam sistem pertanian organik, ketersediaan hara bagi tanaman harus berasal dari pupuk organik . Padahal dalam pupuk organik tersebut kandungan hara per satuan berat kering bahan jauh dibawah hara yang dihasilkan oleh pupuk anorganik, seperti Urea, TSP dan KCI, sehingga untuk memenuhi kebutuhan dasar tanaman (minimum crop requirement) cukup membuat petani kewalahan . Oleh karena itu pengembangan pertanian organik memerlukan dukungan penyediaan sumber hara yang berasal dari pupuk organik . Namun dalam pengembangannya memerlukan penyediaan bahan dalam hal ini kotoran ternak yang dapat dijadikan sebagai pupuk organik . Kotoran ternak yang merupakan salah satu sumber pupuk organik dalam penggunaannya harus dikomposkan dahulu karena 1) pupuk kandang tidak selalu tersedia pada saat diperlukan, b) struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya ikatnya terhadap air kecil, sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi sangat berderai, c) bila tanah mengandung cukup udara dan air peruraian bahan organik itu akan berlangsung dengan cepat sehingga pertumbuhan tanaman terganggu dan d) bahan segar pada peruraiannya hanya sedikit sekali menyediakan humus dan unsur-unsur hara ke dalam tanah (GuSTIANi dan GUNAWAN, 2005) . Kompos merupakan salah satu pupuk organik yang dapat memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologis tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation, menambah kemampuan tanah menahan air dan meningkatkan ketersediaan unsur mikro dan tidak menimbulkan polusi lingkungan . Di Kabupaten Majalengka sudah dilaksanakan kegiatan integrasi tanaman-ternak mencakup komoditas padi, jagung dan ternak sapi pembibitan . Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengatasi kebutuhan pupuk organik untuk memupuk lahan sawah, sedangkan limbah pertanian yang berlimpah bisa digunakan sebagai pakan ternak sehingga terjadi sinergisme yang saling menguntungkan .
SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK Pada umumnya lahan pertanian mengalami penurunanan tingkat kesuburannya . Hal ini diakibatkan pemupukan tanpa ada penambahan pupuk organik sehingga tanah kurang suiiur . Untuk mengatasinya lahan harus diberi pupuk organik, selain untuk memperbaiki struktur tanah, sifat kimia, fisika dan biologis tanah juga untuk menuju pertanian organik walaupun dalam pelaksanaannya masih banyak kendala . Secara bertahap pertanian organik dilakukan secara berkelanjutan . Sistem usahatani tanaman-ternak merupakan sistem yang tidak berdiri sendiri tetapi merupakan satu kasatuan, di mana sebagian dijadikan sebagai bahan pangan oleh manusia dan limbahnya dapat digunakan sebagai pakan untuk ternak dan sebagian lagi bisa digunakan sebagai kompos . Kemudian kotoran ternak juga dapat dimanfaatkan untuk kompos (SURIAPERMANA et al., 2000) . Pengkajian di Kabupaten Majalengka dalam sistem integrasi tanaman-ternak sudah dilakukan pemanfaatan kotoran sapi sebagai sumber pupuk organik melalui proses pengomposan, kompos tersebut diberikan ke lahan sawah yang akan ditanami padi dan jagung . Kegiatan sistem integrasi tanaman-ternak sudah dilaksanakan di beberapa lokasi yaitu di Kabupaten Majalengka, Ciamis, Garut dan Sukabumi menunjukkan hasil yang cukup baik. Hasil pengkajian di Kabupaten Garut bahwa satu hektar sawah dapat menghasilkan jerami padi kering setelah difermentasi 2,5-3,5 t/ha. Sedangkan satu ekor sapi mengkonsumsi jerami fermentasi berkisar antara 4-5 kg/ha. Selama periode 6 bulan dapat menghidupi 2-3 ekor sapi (SURIAPERMANA et al., 2000) . Di Kabupaten Majalengka untuk ternak sapi dilakukan pembibitan dalam rangka menumbuhkan kelompok peternak pembibitan dalam memenuhi kebutuhan bibit sapi . Kotoran dari sapi dijadikan kompos untuk memupuk lahan yang ditanami padi dan jagung . Hasil pengkajian menunjukkan bahwa kotoran yang dihasilkan dari 5 ekor sapi selama 4 bulan setelah mengalami dekomposisi terjadi penyusutan sebesar 60% dan dapat memenuhi kebutuhan pupuk organik pada tanaman jagung seluas I ha (NURHATI et al., 2006)
26 9
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
PUPUK ORGANIK KOMPOS Hasil pengkajian di Desa Cicurug, Kabupaten Majalengka ternak sapi yang dipelihara oleh petani setiap harinya menghasilkan kotoran sebanyak 11-12 kg/ekor/hari . Bila kotoran yang terkumpul tersebut dimanfaatkan dengan cara dibuat kompos dapat menghemat input produsi dalam pemberian pupuk organik. Berdasarkan pengamatan, dari 18 kg kotoran sapi dapat menghasilkan 6,2 kg kompos (sekitar 40%) . Pengolahan kotoran menjadi kompos dilakukan melalui teknologi dekomposisi/pengomposan
melalui penambahan dekomposer yang memiliki kemampuan menurunkan nisbah C/N secara cepat dan bersifat antagonis terhadap beberapa jenis penyakit akar . Kotoran yang dihasilkan dari 5 ekor sapi selama 4 bulan sebanyak 6 .600 kg . Setelah mengalami dekomposisi, terjadi penyusutan sebesar 60% atau 2 .600 kg. Sehingga dapat memenuhi kebutuhan pupuk organik pada tanaman jagung seluas 1 ha. Kandungan hara kompos kotoran sapi seperti yang disajikan pada Tabel 1 .
Tabel 1 . Hasil analisa proksimat kompos Komposisi kimia Kadar air
Kotoran segar
Kompos
79,23
51,15
PH
7,80
Total N P 2 05 K2 0 CaO MgO C/N rasio
0,20 0,12
8,80 0,89 0,36
0,23
1,46
0,08
1,48
0,11
1,46
50,00
12,00
Sumber : BALAi PENELITIAN TANAMAN SAYURAN (2006)
Berdasarkan tabel diatas, kandungan C/N rasio pada kotoran segar masih tinggi dibandingkan dengan C/N rasio pada kotoran yang telah diolah menjadi kompos . C/N rasio yang tinggi menunjukkan bahan organik tersebut memiliki kandungan N yang rendah dan masih akan mengalami proses pemurnian atau dekomposisi oleh mikroorganisme yang menghasilkan panas . Rendahnya kandungan N mengakibatkan terambilnya N tanah pada saat penguraian bahan organik sehingga bila kotoran segar diberikan pada tanaman akan merugikan akar tanaman yang ada disekitarnya. Menurut SOSROSOEDIARDJO et al., 1979, C/N ratio dari tanah-tanah pertanian adalah 1012. Bahan organik yang akan digunakan sebagai pupuk sebaiknya mempunyai perbandingan C/N yang mendekati CM tanah . Berdasarkan hasil analisa C/N rasio kompos adalah 12 sehingga bahan organik ini sesuai untuk dijadikan pupuk organik bagi tanaman . Penggunaan bahan organik dalam pertanian organik memang tidak mampu mensuplay hara
27 0
yang cukup kepada komoditi panen, tetapi mampu memperbaiki kondisi tanah untuk mikroba pengikat N (Inokulan Rhyzobium Legin) atau perombak batuan fosfat (pupuk hayati, menyimpan air, memperbaiki struktur tanah dan lain-lain sehingga memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman. Karena itu memang penggunaan bahan organik cukup tinggi untuk tiap pertanaman yaitu antara 10 20 ton/ha . Tabel 2 . Kandungan bahan organik Kandungan Jerami kering 1 ton jerami 5 ton jerami (/o) (kg/ha) (kg/ha) N P
0,5-0,8 0,07-0,12
5-8 0,7-1,2
25-40 3,5-6,0
K S
1,2-1,7 0,05-0,10
12-17 0,5-1,0
60-85 2,5-5,0
Si
4-7
40-70
200-350
Sumber : ANALISA BALAI PENELITIAN TANAMAN SAYURAN (2006)
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
Pupuk kompos yang digunakan pada lahan sawah irigasi mampu meningkatkan kualitas lahan dengan biaya murah . Menurut SUHARTO (2000) bahwa penggunaan pupuk kompos pada lahan pertanian : 1) mampu menggantikan pupuk kimia sehingga biaya usahatani dapat ditekan, 2) bebas dari biji biji gulma, bakteri dan parasit, 3) tidak berbau dan mudah digunakan, 4) menyediakan unsur hara yang seimbang dalam tanah, 5) meningkatkan
mikroba tanah sehingga menjadi gembur, 6) memperbaiki pH tanah dan 7) mampu meningkatkan produksi padi antara 10-30% dan dapat melestarikan lingkungan . Berdasarkan basil analisa yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Tanah Indonesia bahwa kandungan kalium pada pupuk kandang paling tinggi dibandingkan jerami padi kering, dan kompos kering (Tabel 3 .) .
Tabel 3. Kandungan hara (%) bahan organik Sumber Pupuk hij au basah Pupuk kandang Kompos kering
Nitrogen 3 .0-5 .0 2,0-5,0 0,1-1,1
Fosfat 0,3-0,7 0,2-2,0 0,1-0,6
Kalium 0,2-3,5 1,0-3,0 0,1-2,2
Jerami padi kering
0,5
0,2
1,5
Sumber :
DIALOG INTERAKTIF TENTANG PERTANIAN ORGANIK SEMINAR PERINGATAN 100 TAHUN LEMBAGA PENELITIAN TANAH INDONESIA, BOGOR 28-29 JUNI 2005
Sistem usahatani integrasi tanaman-ternak merupakan sistem pertanian yang berkelanjutan yang dikenal dengan konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture), diharapkan dari penerapan konsep ini bisa mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal sehingga tercipta kualitas produk yang baik. Adapun dalam penggunaan pupuk organik (kompos) masih sulit untuk diimplementasikan karena terbatasnya kepemilikan ternak pada tingkat petani . Kandungan hara
makro pada pupuk organik (kompos) jumlahnya sedikit dibandingkan dengan pupuk anorganik, tetapi kompos dapat memperbaiki struktur tanah dan dapat memperbaiki kehidupan mikroorganisma yang ada dalam tanah . Oleh karena itu pupuk organik harus diberikan pada lahan pertanian supaya lahan tersebut tetap subur dan dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman . Beberapa perbedaan pupuk kompos dan pupuk anorganik disajikan pada Tabel 4 .
Tabel 4 . Perbedaan kompos dan pupuk anorganik No . 1. 2.
3. 4. 5. 6.
Kompos Mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap tetapi dalam jumlah sedikit Dapat memperbaiki struktur tanah yang menggemburkan tanah dan meningkatkan bahan organik Harga relatif murah Menambah daya serap air Memperbaiki kehidupan mikroorganisma dalam tanah Dapat dibuat sendiri
Kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan untuk perbaikan kondisi lahan yaitu dapat memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan, memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah
Pupuk anorganik Mengandung beberapa unsur hara tetapi terdapat dalam jumlah banyak Tidak dapat memperbaiki struktur tanah, penggunaan dalam jangka panjang akan mengeraskan tanah Harga relatif mahal Tidak dapat Tidak dapat Hanya dapat dibuat oleh pabrik . tidak berderai, menambah daya ikat air pada tanah . memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah, mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara, mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit
27 1
Lokakarya Nasional Pengembangan JejaringLitkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
membantu proses pelapukan bahan mineral, memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia
dan
menurunkan
aktivitas
mikro-
organisma yang merugikan . Dengan pengembangan sistem usahatani tanaman-ternak dapat mendukung terciptanya pertanian organikyang sangat penting untuk terciptanya
sistem
pertanian
yang
berke-
lanjutan dengan memperhatikan kondisi lahan sebagai lahan pertanian yang produktif dan menjaga kelestarian lingkungan hidup .
HUSNAIN dan H . SYAHBUDIN . 2005 . Mungkinkah pertanian organik di Indonesia? Peluang dan tantangan . inovasi online vol 4 ./XVIIIAgustus 2005 . NURHATI, I., K . PERMADi, D. SUOANDI, T . MARYATI, A. GUNAWAN, E . GUSTIANI, P . SUNJAYA dan Y. HARYATI . 2006 . Laporan sistem dan usahatani terpadu jagung-sapi potong di lahan sawah. Laporan akhir. BPTP Jawa Barat . LEMBAGA PUPUK INDONESIA AsosIASI PRODUSEN PUPUK INDONESIA . 2005 . Pemupukan berimbang dalam pertanian organik . Seri Crop Management, Jakarta .
KESIMPULAN YOVITA HETY INDRIANI . 2003 . Membuat Kompos Secara Alami . Penebar Swadaya, Jakarta . Sistem
integrasi
tanaman-ternak dapat
mensuplai kebutuhan pupuk organik untuk memperbaiki struktur tanah, sifat kimia, fisika dan biologis tanah menuju pertanian organik dengan sistem konsep pertanian yang berkelanjutan
DAFTAR PUSTAKA GUSTIANI, E ., dan A . GUNAWAN. 2005 . Membuat kompos kotoran sapi lebih berkualitas . Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 27(4) . Pusat Penyebaran dan Informasi Pertanian, Bogor .
272
SURIAPERMANA, S ., I . NURHATI dan Y . SURDIANTO . 2000 . Sistem usahatani integrasi tanamanhewan pada lahan sawah irigasi . Seminar Penelitian. Lembang, 21 Nopember 2000. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Lembang . SUHARTO . 2000 . Modul pelatihan integrated farming system . C V Lembah Hijau Multifarm . LHMResearch Station, Solo . SOSROSOEDIRDJO, R .S ., B . R1FAI dan I .S . PRAWIRA . 1979 . Ilmu Memupuk. Penerbit CV . Yasaguna Jakarta . Cetakan ke-6 . Him 54-66 .