Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
IMPLEMENTASI TEKNOLOGI PERTANIAN ORGANIK DALAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN – TERNAK RUMINANSIA DI KAWASAN PANTAI SELATAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (The Implementation of Organic Farming Technology in Crop-Livestock Integration System in South Coastal Area in Yogyakarta) SUPRIADI, SOEHARSONO dan K. TRIWIDYASTUTI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Jl. Rajawali No. 28 Demangan Baru, Yogyakarta
ABSTRACT The purposes of this study are to increase efficiency of field crop and horticulture farming through farming system based on organic material from beef cattle and sheep cage waste. This assessment was undertaken in 2006. Methods used were survey with holistic, participative and integrate approach in Poncosari village, Srandaan Sub District, Bantul District and Banaran village, Galur Sub District, Kulonprogo District. Results indicated that the potency of organic fertilizer yielded was 435.23 ton/year could fulfill organic fertilizer requirement of 58 ha in Srandakan Bantul. Moreover the use of organic fertilizer from beef cattle waste at irrigation rice field could not increase the number of tiller paddy IR-64 and Ciherang. In Trisik Banaran Galur Kulon Progo, organic fertilizer yielded from sheep livestock was 78.87 tons, could fulfill organic fertilizer requirement at a farm of 10,52 ha. Exploiting of sheep livestock organic fertilizer for red pepper production in coastal area could increase crop period to 15 times, 3 more times compared to without using organic fertilizer from sheep (12 times). Economic analysis showed that on pepper – sheep farming integration give the benefit of Rp. 2.674.300 and Rp. 3.374.500, R/C of 1.83 ( non organic fertilizer) and 2.26 (organic fertilizer). Key Words: Integration, Crop, Livestock, Organic Fertilizer ABSTRAK Pengkajian ini bertujuan meningkatkan efisiensi usahatani tanaman pangan dan hortikultura melalui sistem usahatani berbasis bahan organik yang berasal dari limbah kandang ternak sapi potong dan domba yang dilakukan pada tahun 2006. Metodologi pengkajian dilakukan dengan pendekatan secara menyeluruh, partisipatif dan integratif yang dilaksanakan di lahan petani (on farm research) dan dibimbing oleh peneliti dan penyuluh di Desa Poncosari Kecamatan Srandaan Kabupaten Bantul dan Desa Banaran Kec. Galur Kab. Kulonprogo. Hasil pengkajian penerapan teknologi budidaya usahatani tanaman – ternak sapi potong pada kelompok ternak Andini Mukti Jopaten Poncosari Srandakan Bantul menunjukkan bahwa: Potensi pupuk organik yang dihasilkan oleh kelompok ternak sapi potong Andini Mukti sebesar 435,23 ton/th mampu mencukupi kebutuhan pupuk organik seluas 58 ha; Optimalisasi penggunaan pupuk organik dari limbah kandang sapi potong pada sistem budidaya padi lahan sawah irigasi tidak dapat meningkatkan jumlah anakan padi IR-64 dan Ciherang. Penerapan teknologi budidaya usahatani tanaman – ternak domba pada kelompok tani Tani Maju II Trisik Banaran Galur Kulonprogo menunjukkan bahwa: jumlah populasi ternak domba pada kawasan pantai selatan Desa Banaran Galur Kulonprogro pada tahun 2006 sejumlah 625 ± 38 ekor. Pupuk organik yang dihasilkan dari kotoran ternak domba sebanyak 78,87 ton mampu mencukupi kebutuhan pupuk organik pada lahan seluas 10,52 ha; Pemanfaatan pupuk organik ternak domba pada sistem budidaya cabe merah di lahan pesisir pantai dapat meningkatkan periode panen sampai 15 kali, 3 kali lebih banyak dibanding tanpa menggunakan pupuk organik dari domba (12 kali). Keuntungan yang diperoleh atas dasar biaya variabel pada usahatani cabe dengan memanfaatkan pupuk organik dari ternak domba pada lahan seluas 1000 m2 sebesar Rp. 2.674.300 dan Rp. 3.374.500 dengan efisiensi ditinjau dari tingkat penerimaan atas biaya variabel R/C sebesar 1,83 (non pupuk organik); meningkat 12,61% sebesar 2,26 (pupuk organik). Kata Kunci: Integrasi, Tanaman, Ternak, Pupuk Organik
522
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
PENDAHULUAN Pembangunan pertanian dapat dilakukan melalui sistem terpadu yang berorientasi tidak hanya pada peningkatan produktivitas dan pendapatan petani tetapi juga pengembangan sistem agribisnis. Ternak sapi potong merupakan komponen penting dalam kehidupan keluarga tani karena berfungsi sebagai salah satu sumber pendapatan, modal, tabungan, sumber tenaga kerja pengolah lahan dan sumber pupuk kandang. Komoditas ternak sapi potong di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki nilai location quotion (LQ) sebesar 1,29 dengan rangking 9 tingkat nasional (ANONIMUS, 2003). Berbagai macam fungsi yang diperoleh petani dari usaha ternak ini memberikan gambaran strategisnya usaha ternak bagi petani. Ternak sapi potong digunakan dalam tahap inisiasi karena merupakan sumber bahan organik yang diperlukan dalam rehabilitasi tanah, serta mempunyai kemampuan untuk mendorong petani dalam mempraktekkan usahatani konservasi melalui penanaman penguat teras dengan tanaman pakan ternak. JUARINI et al. (2000) melaporkan bahwa sapi potong dapat menghasilkan pupuk organik sebanyak 4 – 5 kg/ekor/hari dari kotoran sapi yang diolah. Dengan memelihara 4 – 6 ekor sapi akan menghasilkan 7,3 – 11 ton pupuk per tahun yang sudah diolah, penggunaan pupuk organik 2 ton per hektar untuk tiap kali tanam, maka potensi pupuk yang dihasilkan dapat menunjang kebutuhan pupuk organik untuk 1,8 – 2,7 ha sawah dengan dua kali tanam per tahun. Usaha ternak domba di pedesaan masih merupakan usaha yang bersifat sampingan dengan skala kepemilikan 1 – 15 ekor, dan merupakan usaha komplementer dari usaha pertanian tanaman pangan (POND et al., 1994) sehingga peternak cenderung tidak memanfaatkan teknologi yang semestinya dapat diadopsi untuk meningkatkan produktivitas ternak domba. Usaha peningkatan produktivitas ternak domba dimulai dengan memanfaatkan bibit yang memadai, tatalaksana perkembangbiakan, tatalaksana pemberian pakan dan kontrol kesehatan serta aspek pemasaran. Di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa limbah pertanian telah menjadi tumpuan sumber hijauan pakan
sepanjang tahun. Produksi limbah pertanian di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta diperkirakan sebanyak 765.184 ton bahan kering/tahun; diantaranya berupa jerami padi sebanyak 478.222 ton bahan kering (UTOMO, 1999). Upaya mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian dilakukan dengan berbagai cara. Untuk mengatasi fluktuasi ketersediaan limbah pertanian, petani telah melakukan pengeringan untuk menyimpannya sebagai persediaan yang akan digunakan pada saat sulit pakan, dengan demikian adanya daur ulang atau integrasi antara tanaman dan ternak dimana limbah pertanian dijadikan pakan dan limbah kandang ternak dijadikan pupuk, namun demikian pertanian organik bukan berarti 100% semuanya menggunakan bahanbahan dari organik, namun masih diperbolehkan menggunakan bahan bukan dari organik seperti pupuk kimia dalam batas tertentu ISNAINI (2006). Pengkajian ini dilakukan kerjasama dengan dua kelompok ternak yaitu kelompok ternak sapi potong ”Andini Mukti” di Bantul dan Kelompok Ternak domba ”Tani Maju” di Kulon Progo, kegiatan ini sengaja dilakukan di kelompok peternak agar tercipta kebersamaan dan kemitraan SUTRISNO et al. (2000) mengatakan bahwa kemitraan sebagai sarana pendekatan pihak-pihak yang berkepentingan sehingga kepentingan berbagai kelompok dalam masyarakat dapat sinergi.
MATERI DAN METODE Pengkajian dilakukan di wilayah pantai selatan yogyakarta dengan dua kegiatan pada dua kelompok peternak yaitu untuk ternak sapi potong di kelompok peternak “Andini Mukti” Jopaten, Poncosari Bantul dengan jenis ternak sapi potong yang dipelihara ialah jenis crossbred Potal (PO x Simental) dan crossbred Posin (PO x Limosin) untuk tanaman padi. dan kelompok peternak ternak domba “Tani Maju II” di Banaran, Galur Kulon Progo dengan jenis domba loka untuk tanaman sayuran. Pengkajian dilakukan pada tahun 2006. Dalam penggunaan pupuk organik untuk tanaman padi diperbandingkan antara Program Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), System Rice of Intensification (SRI) dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Tanaman padi
523
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
dengan varietas Ciherang dan IR-64; ditanam pada umur kurang 20 hari (MH 2006) dengan jarak tanam 20 x 20 cm; dua – tiga bibit per lobang tanam. Optimalisasi penggunaan pupuk organik yang berasal dari limbah kandang sapi potong dengan dosis pupuk masing-masing: 1) Model Petani sebagai control (300 kg urea + 0 kg TSP + 0 kg KCl) setiap ha lahan; 2) Model PTT (200 kg urea + 50 kg TSP + 50 kg KCl + 2 ton pupuk organik) setiap ha lahan; 3) Model SNI (100 kg urea + 25 kg TSP + 25 kg KCl + 2,5 ton pupuk organik) setiap ha lahan dan 4) Model SRI (0 kg urea + 0 kg TSP + 0 kg KCl + 7,5 ton pupuk organik) setiap ha lahan, total lahan pasir yang digunakan untuk kegiatan ini adalah 1 hektar dimana setiap perlakuan diulang 3 kali dengan luasan antara 500 – 1000 m2. Pada kegiatan rekayasa teknologi sistem budidaya sayuran berbasis pupuk organik dari limbah kandang ternak domba pengkajian yang dilakukan adalah: 1 Usahatani sayuran cabe dilahan pasir pantai pemberian pupuk organik dan 2 Usahatani sayuran cabe dengan tanpa pemberian pupuk organik. Luasan lahan pasir yang digunakan masing-masing 1000 m2 diulang masing-masing 5, dengan demikian luasan lahan yang digunakan untuk 2 kegiatan seluas 1 hektar dengan dosis penggunaan pupuk organik pada perlakuan 2 adalah sebanyak 7,5 ton/ha. Hasil akhir penelitian disajikan dalam bentuk deskripsi, yang dilengkapi dengan tabel dan grafik dari variabel-variabel yang dianalisis, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi pupuk organik dari limbah kandang pada kawasan peternakan sapi potong Potensi pupuk organik yang dihasilkan ternak sapi potong dapat diukur melalui jumlah feses - urine yang dikeluarkan setiap hari per ekor ternak ditambah sisa pakan (rapen) yang diberikan oleh peternak. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah feses yang diekskresikan induk ternak sapi potong dapat ditunjukkan pada Gambar 1. Model pengelolaan ternak sapi potong umumnya dipelihara didalam kandang dan berkelompok. Jumlah populasi ternak yang dikelola dalam kawasan kandang kelompok oleh kelompok ternak sapi potong Andini Mukti Desa Poncosari, Kec. Srandakan Kab. Bantul sebanyak 105 ekor (90 unit ternak), dimana Rata – rata feses yang diekskresikan oleh induk ternak sapi potong sebesar 26,5 kg/ekor/hari. Kadar air feses segar sekitar 70%, untuk diolah menjadi pupuk organik maka kadar air feses diturunkan hingga 50 – 60%. Penyusutan selama proses dekomposisi sebesar 30 – 40% sehingga rata-rata setiap induk ternak sapi potong menghasilkan pupuk organik sebanyak 11,36 kg/hari atau 4.145 kg/ekor/tahun, dengan demikian potensi pupuk organik yang dihasilkan oleh kelompok ternak sapi potong Andini Mukti sebesar 435,23 ton/tahun.
kg/ekor/hari
35 30
34
25 24
20
21,5
15 10 5 0 Simental
PO
Limosin
Jenis sapi potong Gambar 1. Ekskresi feses induk ternak sapi potong yang diberi pakan jerami padi secara ad libitum (kg/ekor/hari)
524
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Pengolahan limbah ternak sapi potong menjadi pupuk organik dilakukan dengan penerapan teknologi dekomposisi dengan menggunakan biostarter. Pengolahan pupuk organik dari bahan material dengan C/N sebesar 56,73 yang berasal dari limbah kandang (feses, urine, sisa pakan) ditambah urea dan biostarter lokal (Biofastdeg), kemudian diperam selama 3 minggu dan dilakukan pembalikan. Kualitas pupuk organik yang dihasilkan dengan kandungan C-organik = 12,60%, N total = 1,17% dan C/N 12,63. Pengelolaan usahatani tanaman dengan pola tanam padi – padi – palawija. Bila kebutuhan pupuk organik setiap musim tanam 2,5 ton/ha maka potensi pupuk organik hasil olahan dengan kandungan C-organik = 12,60%, N total = 1,17% dan C/N 12,63 yang dihasilkan oleh kelompok ternak Andini Mukti mampu mencukupi kebutuhan pupuk organik untuk tiga kali tanam seluas 58 ha.
penggunaan pupuk pada kegiatan ini tidak terlihat adanya perubahan baik pada kontrol yang hanya menggunakan satu pupuk Urea saja atau pada perlakuan SRI yang hanya menggunakan pupuk organik saja ataupun pada perlakuan yang menggunakan berbagai macam pupuk. Produktivitas padi varietas Ciherang ratarata 5,530 ton/ha gabah kering panen (GKP) dengan rata-rata masing-masing perlakuan adalah : SRI (6,36 ton/ha) diikuti Kontrol (6,16 ton/ha); SNI (4,84 ton/ha dan PTT (4,76 ton/ha) lebih tinggi dibanding varietas IR-64 dengan rata-rata 5,050 ton/ha dimana hasil rata-rata dari masing-masing perlakuan adalah SRI (5,800 ton/ha) diikuti Kontrol (5,720 ton/ha); SNI (4,360 ton/ha) dan PTT (4,320 ton/ha), sejalan dengan tidak adanya perbedaan pada jumlah anakan maka pada rata-rata produksi gabah juga tidak ada perbedaan.
Pemanfaatan pupuk organik pada sistem budidaya padi lahan sawah irigasi
Potensi pupuk organik dari limbah kandang ternak domba pada kawasan peternakan rakyat
Jumlah anakan padi Ciherang tidak berbeda nyata (P > 0,05) dari keempat perlakuan. Jumlah anakan padi Ciherang pada kontrol sejumlah 10,67 ± 2,08; Model PTT sejumlah 9,80 ± 1,15; Model SNI sejumlah 11,25 ± 2,08 dan Model SRI sejumlah 12,40 ± 1,53. Jumlah anakan varietas IR-64 tidak berbeda nyata (P > 0,05) dari keempat perlakuan. Jumlah anakan padi IR-64 pada kontrol sejumlah 9,75 ± 1,15; Model PTT sejumlah 11,40 ± 1,53; Model SNI sejumlah 12,00 ± 2,89 dan Model SRI sejumlah 11,00 ± 0,58. Dari keempat perlakuan pada dua varitas padi menunjukkan bahwa pada penggunaan pupuk anorganik maupun pupuk organik tidak lagi bisa meningkatkan jumlah anakan hal ini mungkin disebabkan jumlah unsur hara dalam tanah sawah berpasir terlalu sedikit sehingga perlakuan dosis
Potensi pupuk organik yang dihasilkan ternak domba diukur melalui jumlah feses yang dikeluarkan setiap hari per ekor ternak. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah feses yang diekskresikan ternak domba rata-rata 461 ± 112 g/ekor/hari. Perlu diketahui bahwa jumlah populasi ternak domba pada kawasan pantai selatan Desa Banaran Galur Kulon Progo pada tahun 2006 sejumlah 625 ± 38 ekor. Potensi kotoran domba sebagai pupuk organik sebesar 105,17 ton setiap tahun. Apabila kotoran domba digunakan sebagai pupuk organik setiap musim tanam 2,5 ton/ha maka akan menculupi kebutuhan pupuk organik untuk tiga kali musim tanam pada lahan seluas 14,02 ha. Namun demikian model pengelolaan ternak domba di kawasan pantai selatan Desa Banaran Galur Kulon Progo
Tabel 1. Jumlah anakan padi varitas Ciherang dan IR 64 pada penggunaan pupuk organik model PTT, SNI dan SRI Model
Varitas PTT
SNI
SRI
Kontrol (model petani)
Ciherang
9,80 ± 1,15
11,25 ± 2,08
12,40 ± 1,53
10,67 ± 2,0
IR 64
11,40 ± 1,53
12,00 ± 2,89
11,00 ± 0,58
9,75 ± 1,15
525
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
umumnya dipelihara secara tradisional dengan digembalakan. Setiap hari ternak digembalakan selama 6 jam sehingga peluang kotoran ternak yang dapat ditampung di dalam kandang sebanyak 75% dari potensi yang ada. Oleh karena itu, pupuk organik yang dihasilkan dari kotoran ternak domba sebanyak 78,87 ton dan hanya mampu mencukupi kebutuhan pupuk organik untuk tiga kali musim tanam pada lahan seluas 10,52 ha.
organik sedangkan pertanaman cabe tanpa menggunakan pupuk organik dari domba produksi setiap petik rata – rata 89 ± 11,70 kg dengan total produksi 1068 kg/1000m2 Penerimaan usaha atas biaya variabel sistem produksi cabe merah dengan menggunakan pupuk organik yang berasal dari ternak domba pada luas lahan 1000 m2 ditunjukkan dalam Tabel 2. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik dari kotoran domba dapat menurunkan biaya yang dikeluarkan langsung petani (biaya eksplisit) dari Rp 1.224.700 menurun menjadi Rp 988.000. Biaya implisit berupa curahan tenaga kerja dan pupuk organik dari ternak domba yang digunakan dalam pengelolaan usahatani cabe. Penerimaan petani berupa hasil penjualan cabe masing – masing sebesar Rp 5,874,000 dan Rp 6,050,000. Keuntungan yang diperoleh atas dasar biaya variabel pada usahatani cabe dengan memanfaatkan pupuk organik dari ternak domba pada lahan seluas 1000 m2 sebesar Rp 2.674.300 dan Rp 3.374.500 dengan efisiensi ditinjau dari tingkat penerimaan atas biaya variabel R/C sebesar 1,83 (non pupuk organik); meningkat 12,61% menjadi sebesar 2,26 (pupuk organik).
Pemanfaatan pupuk organik ternak domba pada sistem budidaya sayuran di lahan pasir Tingkat penggunaan pupuk organik dari ternak domba sebesar 7.500 kg/ha diberikan pada saat sebelum tanam. Tingkat produksi cabe merah di kawasan pantai selatan Desa Banaran Galur Kulonprogo dengan menggunakan pupuk organik dari kotoran domba ditunjukkan pada Gambar 2. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik domba dapat meningkatkan periode panen sampai 15 kali yang mana 3 kali lebih banyak dibandingkan dengan tanpa menggunakan pupuk organik dari domba (12 kali). Produksi setiap petik rata – rata 73 ± 24, 99 dengan total produksi 1100 kg/1000m2 pada perlakuan penggunaan pupuk
140 120 Kg
100 80 60 40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
Panen Non Pupuk Organik
Pupuk Organik
Gambar 2. Grafik tingkat produksi cabe merah dengan menggunakan pupuk organik yang berasal dari tenak domba
526
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Tabel 2. Analisis finansial sistem produksi cabe merah dengan menggunakan pupuk organik yang berasal dari ternak domba No I
Uraian
Satuan
1
Pupuk organik
Jumlah
Volume
2,700,000 2
m
-
1,000
Pompa air
buah
1,500,000
1
Sumur renteng
unit
60,000
20
Biaya variabel
-
1,000
1,500,000
1
1,200,000
20
30,000
3
90,000
1,500,000 1,200,000 2,675,500
1,224,700 kepek
Jumlah 2,700,000
3,199,700
Biaya eksplisit Bibit
988,000 3
90,000
Pupuk majemuk
kg
2,500
71
177,500
38
93,750
Pupuk urea
kg
1,200
36
43,200
25
30,000
Obat
pkt
258,000
1
258,000
1
258,000
BBM Plastik polibag
lt
4,500
68
306,000
38
168,750
bks
5,000
8
40,000
8
37,500
1/10
-
270,000
-
270,000
pkt
10,000
4
40,000
4
40,000
Penyusutan alat Lain-lain 2
Volume
Biaya tetap Lahan
II
Non pupuk organik
Harga Satuan
Biaya implisit
1,975,000
Inthil
kg
250
1,687,500
-
750
187,500
Tenaga kerja
III
Siram
HOK
25,000
49
1,225,000
28
700,000
Panen
HOK
25,000
12
300,000
15
375,000
Penanaman
HOK
25,000
3
75,000
3
75,500
Penyemaian
HOK
25,000
3
75,000
3
75,000
Perawatan
HOK
25,000
9
225,000
8
200,000
Pengolahan lahan
HOK
25,000
3
75,000
3
75,000
kg
5,500
1,068
Penerimaan Penjualan cabe
IV
5,874,000
Keuntungan
5,874,000
6,050,000 1,100
6,050,000
2,674,300
3,374,500
R/C
1,83
2.26
B/C
0,83
1,26
KESIMPULAN Penerapan teknologi budidaya usahatani tanaman – ternak sapi potong pada kelompok ternak ”Andini Mukti” Jopaten Poncosari Srandakan Bantul dan kelompok domba ”Tani Maju II” Trisik, Banaran, Kulon Progo, dapat disimpulkan bahwa; Optimalisasi penggunaan pupuk organik dari limbah kandang sapi potong pada sistem budidaya padi lahan sawah
irigasi tidak meningkatkan jumlah anakan padi IR - 64 dan Ciherang, sedangkan pada pemanfaatan pupuk organik ternak domba pada sistem budidaya cabe merah dapat meningkatkan periode panen sampai 15 kali lebih banyak dibanding tanpa menggunakan pupuk organik dari domba (12 kali). Produksi setiap petik pada penggunaan pupuk organik rata-rata 73 ± 24,99 dengan total produksi 1100 kg/1000m2 sedangkan produksi setiap petik
527
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
cabe tanpa menggunakan pupuk organik dari domba rata-rata 89 ± 11,70 kg dengan total produksi 1068 kg/1000m2. Penerimaan petani berupa hasil penjualan cabe masing-masing sebesar Rp. 5.874.000 dan Rp. 6.050.000. Keuntungan yang diperoleh atas dasar biaya variabel pada usahatani cabe dengan memanfaatkan pupuk organik dari ternak domba pada lahan seluas 1000 m2 sebesar Rp. 2.674.300 dan Rp. 3.374.500 dengan efisiensi ditinjau dari tingkat penerimaan atas biaya variabel R/C sebesar 1,83 (non pupuk organik); meningkat 12,61% menjadi sebesar 2,26 (pupuk organik). DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 2003. Penentuan Komoditas Unggulan Nasional di Propinsi dan Spesifik Daerah. Tim Asistensi. Puslit Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. JUARINI, E., B. WIBOWO, SUMANTO dan ASHARI. 2000. Kompos Sebagai Komponen UsahataniTernak Sapi Studi Kasus di Kabupaten Gunungkidul. Pros. Seminar Teknologi Pertanian untuk Mendukung Agribisnis dalam Pengembangan Ekonomi Wilayah dan Ketahanan Pangan. Yogyakarta, 23 Nopember 2000.
528
POND, K.R., M.D. SANCHEZ, P.M. HORNE, R.C. MERKEL, L.P. BATUBARA, T. IBRAHIM, S.P. GINTING, J.C. BURNS and D.S. FISHER. 1994. Strategic Development for Small Ruminant Production in Asia and The Pasific. Proc. of a Symposium held in Conjunction with 7th Asian- Australasian Association of Animal Production Socities Congress. July 11 – 16, 1994. Denpasar, Bali, Indonesia. SR-CRSP. ISNAINI, M. 2006. Pertanian Organik. Untuk Keuntungan Ekonomi dan Kelestarian Bumi. Kreasi Wacana, Yogyakarta. SUTRISNO, SUMARDJO, M. SYUKUR, T. BANNTACUT, A. M. FAUZY dan P. HARIYADI. 2000. Studi Evaluasi Kelembagaan Ekonomi Lokal dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Daerah: Evaluasi Kinerja Kelembagaan Ekonomi. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. UTOMO, R. 1999. Jerami Padi sebagai Pakan: Potensi, Kendala dan Prospek. Pidato Pengukuhan Jabatan Lektor Kepala pada Fak. Peternakan Univ. Gadjah Mada Yogyakarta.