Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
SISTEM PEMBIBITAN TERNAK DALAM MENDUKUNG KETERSEDIAAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (The Livestock Breeding System to Suporting Beef Cattle Availability in Sleman Regency Yogyakarta Special Region Province) SOEHARSONO dan BAMBANG SUDARYANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Jl. Rajawali No. 28 Demangan Baru, Yogyakarta
ABSTRACT The effort beef cattle breeding on the rice crop – livestock integrated system to improve beef cattle population and income farmer. This research aimed to developing effort beef cattle breeding in the institute farmer group including ranch area. This research conducted at farmer group executing crops livestock system activity in Tegaltirto village Berbah subdistrict, Sleman regency, Yogyakarta Special Region Province. The sixty eight beef cattle pregnant mains looked group cage area start the October 2003 – November 2005. The data dynamics effort beef cattle breeding colected with farm recort keeping, distribution frequency and discripstion analysed. The efficiency farming system calculated input – output. This result of the beef cattle breeding system indicate 70,54% (47 head) mains phase second lactation, while 29,85% (20 head) the third pregnant condition during conservancy. There are 113 head cows composed that the age less 3 month (pre weaning) 42,86%, age 3 – 6 month (post weaning) 19,64% and above age 6 month 37,50%. The beef catttle breeding system in rice crops – livestock system indicate that the advantage to Rp. 220.031.000 with the efficiency revenue cost ratio 2,12. Key Words: Breeding, Beef cattle, Integrate, Rice Crop - Livestock ABSTRAK Usaha pembibitan ternak sapi potong dalam sistem integrasi padi – ternak (SIPT) dilakukan.untuk meningkatkan populasi ternak sapi dan pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan usaha pembibitan ternak sapi potong dalam kelembagaan kelompok tani ternak yang melakukan usaha dalam kawasan peternakan. Penelitian dilakukan pada kelompok tani ternak yang melaksanakan kegiatan SIPT di Desa Tegaltirto Kecamatan. Berbah, Kabupaten Sleman Propinsi. D.I. Yogyakarta. Enam puluh delapan induk sapi potong bunting dipelihara pada kawasan kandang kelompok mulai bulan Oktober 2003 – Nopember 2005. Dinamika usaha pembibitan sapi potong dicatat melalui farm recort keeping selanjutnya dianalisis distribusi frekuensi dan diskripsi. Input – output dihitung untuk mengetahui efisiensi usaha pembibitan ternak. Hasil penelitian usaha pembibitan ternak sapi potong menunjukkan bahwa 70,54% (47 ekor) induk pada fase menyusui tahap kedua, sedangkan sisanya 29,85% (20 ekor) induk dalam kondisi bunting ketiga selama pemeliharaan. Terdapat 113 ekor pedet yang terdiri umur kurang 3 bulan (pra sapih) 42,86%, umur 3 – 6 bulan (sapih) 19,64% dan umur diatas 6 bulan (bakalan) 37,50%. Usaha pembibitan ternak sapi potong dalam SIPT menunjukkan bahwa keuntungan usaha pembibitan sebesar Rp. 220.031.000 dengan tingkat efisiensi R/C sebesar 2,12. Kata Kunci: Pembibitan, Sapi potong, Integrasi, Padi - Ternak
PENDAHULUAN Pada tahun 1999 hingga 2001 pasokan daging sapi asal impor di Indonesia telah mencapai 15 – 22% dari kebutuhan daging sapi (DITJEN BINA PRODUKSI PETERNAKAN, 2002). Ketergantungan impor daging dan sapi potong,
162
antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan memenuhi kebutuhan permintaan daging dari pemotongan sapi lokal yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan daging. Pemenuhan permintaan daging sapi bila hanya dipenuhi melalui pemotongan sapi lokal, maka dapat berakibat terjadi pengurasan populasi sapi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
lokal, karena terjadi pemotongan terhadap sapi muda yang ukurannya masih kecil dan terhadap sapi betina produktif. Kondisi sapi potong lokal saat ini sangat beragam dan sebagian besar (99%) dikelola dan dikembangkan dengan pola peternakan rakyat (cow-calf operation) dalam skala usaha kecil dan terintegrasi dengan kegiatan lain, sehingga fungsi sapi potong sangat kompleks dalam menunjang kehidupan peternak (GUNAWAN, 2003). Dalam sistem agibisnis berbasis peternakan tercakup empat subsistem, yaitu (1) subsistem agribisnis hulu peternakan yakni kegiatan ekonomi yang menghasilkan sapronak (industri pembibitan, industri pakan, industri obat-obatan), (2) subsistem usaha peternakan yakni kegiatan budidaya ternak, (3) subsistem agribisnis hilir peternakan yakni kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas peternakan primer menjadi produk olahan (industri pengolahan dan pemasaran) dan (4) subsistem jasa penunjang yakni kegiatan ekonomi yang menyediakan jasa yang dibutuhkan oleh ketiga subsistem lain (SARAGIH, 2000). Pada kenyataannya subsektor tanaman pangan dan subsektor peternakan merupakan satu kesatuan yang terintegrasi. Keduanya tidak akan terlepas dan saling melengkapi di subsektor tanaman pangan dan subsektor peternakan pada khususnya dengan memberikan kesempatan yang luas kepada usaha kecil, menengah dan koperasi di bidang peternakan, khususnya petani peternak dimana mayoritas mereka mengandalkan tumpuan ekonominya pada subsektor tanaman pangan dan subsektor peternakan. Investor hampir tidak ada yang tertarik untuk mengembangkan usaha cow-calf operation, karena diperlukan modal usaha yang besar, sedangkan bunga kredit tinggi, rantai pemasaran rumit, sarana transportasi dan pemilikan lahan terbatas. Menurut perhitungan ekonomis, saat ini usaha cow-calf operation juga memberikan net present value (NPV) negatif atau sangat kecil (GUNAWAN, 2003). Oleh karena itu, dalam agribisnis peternakan khususnya dalam penyediaan bibit sapi potong peran peternakan rakyat sangat dominan. Usaha peningkatan produktivitas dapat dicapai melalui pendekatan kuantitatif yaitu dengan peningkatan populasi ternak dan secara kualitatif dengan peningkatan produktivitas per unit ternak. Pengembangan Sistem Integrasi
Padi – Ternak (SIPT) dilaksanakan dengan tujuan untuk mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan pertanian melalui penyediaan pupuk organik yang memadai, untuk meningkakan produktivitas padi sawah irigasi dan penyediaan daging, peningkatan populasi ternak sapi dan pendapatan petani. Pengembangan SIPT dilakukan dengan pendekatan kelembagaan kelompok tani (HARYANTO et al., 2002). Agribisnis peternakan juga terkait beberapa lembaga, antara lain lembaga produsen, lembaga konsumen, lembaga profesi, lembaga pemerintahan dan lembaga ekonomi (HANDAYANI dan PRIYANTI, 1995). Lembaga lembaga terkait akan berperan aktif dalam pembinaan, sehingga dapat mencapai satu sasaran yang sama yaitu sistem usaha agribisnis peternakan yang berkelanjutan, antara lain melalui pemanfaatan teknologi dan manajemen modern yang dilakukan dalam skala usaha yang lebih besar. Program pengembangan kelompok peternak ini juga berhasil menunjukkan semangat dan minat berwirausaha. Pengembangan kelompok ini berhasil mengembangkan kekuatan organisasi kelompok melalui program memisahkan ternak dari lingkungan tempat tinggal, dengan cara menempatkan ternak dalam kawasan kandang kelompok. Usaha berkelompok tersebut mempunyai dinamika yang bervariasi dari waktu kewaktu. Makalah ini memberikan gambaran perkembangan usaha pembibitan ternak sapi potong dalam kelembagaan kelompok tani ternak. MATERI DAN METODE Pengkajian sistem pembibitan ternak sapi potong dilakukan melalui pendekatan kegiatan sistem integrasi padi - ternak (SIPT) dalam Program Peningkatan Produktifitas Padi Terpadu (P3T) di Desa Tegaltirto Kecamatan. Berbah, Kabupaten Sleman Propinsi. D.I. Yogyakarta. Sejumlah 68 ekor induk sapi potong dengan tingkat kebuntingan 3 – 6 bulan dipelihara dalam empat kandang kelompok pada empat dusun di Desa Tegaltirto. Pakan yang diberikan berupa jerami padi, rumput lapangan dan konsentrat. Perkawinan ternak dilakukan dengan inseminasi buatan. Data dinamika ternak dicatat dengan farm record
163
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
keeping selama dua tahun (Oktober 2003 – Nopember 2005). Data dianalisis distribusi frekuensi dan diskripsi. Analisis finansial input-output digunakan untuk mengetahui tingkat pendapatan usaha pembibitan ternak selama dua tahun kegiatan berjalan. HASIL DAN PEMBAHASAN Dinamika usaha pembibitan ternak sapi potong Keberadaan ternak sapi potong di Kabupaten Sleman terkonsentrasi di wilayah Sleman Timur di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Mlati, Berbah, Prambanan dan Kalasan. Sebesar 46,20% populasi ternak sapi potong terkonsentrasi di 4 kecamatan tersebut dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Sleman. Oleh karena itu pusat pengembangan ternak sapi potong di diarahkan pada wilayah Sleman Timur sebagai pusat pembibitan ternak. Secara administratif Desa Tegaltirto dibagi ke dalam tiga belas dusun yaitu Dusun Jagalan, Tlogowono, Gondangan, Berbah, Krikilan, Kadisono, Kuton, Tegalsari, Pendem, Kuncen, Karang Wetan, Candirejo dan Semoyo (MONOGRAFI DESA TEGALTIRTO, 2002). Sentral pengembangan ternak sapi potong di Desa Tegaltirto sebagian telah terkonsentrasi di kawasan kandang kelompok di dusun Semoyo, Tlogowono, Karangwetan, Kuncen, Pendem dan Kuton yang dikelola dalam suatu kelembagaan kelompok ternak. Lahan untuk pengembangan ternak sapi potong disediakan tanah milik desa. Peternak menggunakan lahan untuk mendirikan kandang untuk
mengusahakan ternak, sehingga lokasi lahan tersebut menjadi kawasan kandang kelompok. Usaha pembibitan ternak sapi potong didukung dengan teknologi Inseminasi Buatan (IB) dan keberadaan fasilitas inseminasi buatan, Puskeswan dan inseminator yang memadahi. Pola tanam padi-padi-palawija selama satu tahun menjamin ketersediaan limbah pertanian untuk mendukung pakan. Luas panen tanaman padi 646 ha dengan total produksi 4457,4 ton GKP, sehingga produktifitas tanaman padi di Desa Tegaltirto sebesar 6,9 ton/ha GKP PENYULUHAN PERTANIAN (PROGRAMA KOORDINAT VII SLEMAN, 2003). Tingginya penggunaan lahan untuk pertanian sangat memungkinkan untuk penyediaan limbah pertanian sebagai sumber pakan untuk pengembangan ternak sapi. Sejumlah empat dusun beranggotakan 20 – 30 orang peternak melakukan pembibitan ternak sapi potong di kawasan kandang kelompok. Pada bulan Oktober 2003 masing masing dusun mendapatkan 13 – 22 ekor ternak induk bunting 3 – 6 bulan. Populasi induk sejumlah 68 ekor dengan total kredit senilai Rp. 350.000.000. Dinamika induk sapi potong pada SIPT ditunjukkan pada (Tabel 1). Ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak di keempat kelompok ternak terdiri dari jenis peranakan Simental (30,35%), peranakan Ongole (53,82%), dan peranakan Limosin (15,83%). SETIADI et al. (1997) melaporkan bahwa bangsa sapi akseptor di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah jenis Peranakan Ongole (PO), crossbred Potal (PO x Simental) dan crossbred Posin (PO x Limosin) yang dijadikan bibit. PO merupakan sapi asli yang sudah beradaptasi dengan lingkungannya.
Tabel 1. Perkembangan populasi induk ternak sapi potong periode Oktober 2003 – Nopember 2005 pada kegiatan SIPT di Desa Tegaltirto Berbah Kabupaten Sleman Induk (ekor) Nama dusun
Status (ekor) 2005
2003
2005
2003
Kuton
14
13
Bunting
Dondong
19
19
Bunting
5
16
Kuncen
22
22
Bunting
7
14
Pendem
13
13
Bunting
3
8
Jumlah
68
67
20
47
164
Bunting
Menyusui
5
9
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Mortalitas induk sebesar satu ekor dari 68 populasi induk (1,47%). Kematian induk ini disebabkan karena kegagalan pada saat kelahiran pedet (prolapsus uteri). Sampai pada bulan Nopember 2005 terdapat 70,15% (47 ekor) induk pada fase menyusui pada tahap kedua, sedangkan sisanya 29,85% (20 ekor) induk dalam kondisi bunting ketiga selama pemeliharaan. Tatalaksana reproduksi merupakan faktor penentu dalam menentukan tingkat keberhasilan reproduksi sapi potong untuk penyediaan bakalan. Sistem perkawinan dengan inseminasi buatan pada keempat dusun. Untuk menilai efisiensi reproduksi pada ternak, salah satu cara yang dilakukan melalui penghitungan jumlah inseminasi yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadi konsepsi yang dikenal dengan istilah servis per konsepsi (service/conception = S/C). Makin kecil angka S/C makin subur induk – induk dalam kelompok tersebut (SITORUS et al., 1994). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat S/C keempat kelompok ternak berkisar rata-rata 2,19. Penentuan jenis pejantan sebagai bibit untuk menghasilkan bakalan yang mempunyai nilai jual dan laju pertambahan bobot badan sapi-sapi hasil persilangan yang cukup tinggi menjadi pertimbangan khusus bagi peternak di keempat kelompok ternak. Produktivitas induk sapi potong ditunjukkan dengan kemampuan untuk menghasilkan anak/pedet selama periode tertentu. Selama pemeliharaan 24 bulan perkembangan populasi pedet pada kegiatan SIPT di Desa Tegaltirto Berbah Kabupaten Sleman ditunjukkan pada (Tabel 2). Kelahiran pedet selama pemeliharaan 24 bulan sejumlah 117 ekor dengan tingkat
mortalitas pedet sebesar 3,45% (4 ekor). Kejadian kematian ini sebagian besar disebabkan mati saat lahir. Hingga saat ini terdapat 113 ekor pedet yang terdiri umur kurang 3 bulan (prasapih) 42,86%, umur 3 – 6 bulan (sapih) 19,64% dan umur diatas 6 bulan (bakalan) 37,50%. Jadi populasi sapi potong pada kegiatan sistem integrasi padi – sapi sampai akhir Nopember 2005 sejumlah 180 ekor. Hasil usaha pembibitan sapi potong Model analisis usaha peternakan yang paling sederhana adalah pendekatan proses produksi dengan menggunakan estimasi marjin kotor. Analisis yang lebih sederhana diperoleh dengan cara mengurangi biaya variabel dari pendapatan kotor (SOEKARTAWI et al., 1986). Pendapatan usaha atas biaya yang digunakan dalam usaha pembibitan sapi potong ditunjukkan dalam (Tabel 3). Kelompok ternak dalam mengusahakan ternak sapi potong sebagai usaha sambilan. Curahan tenaga kerja yang digunakan dalam pengelolaan ternak rata-rata 2 jam/hari/unit, waktu tersebut digunakan dalam pencarian hijauan pakan (jerami padi), pemberian pakan, minum dan pembersihan kandang. Hasil analisis usahatani pada usaha pembibitan sapi potong menunjukkan bahwa besarnya biaya yang dikeluarkan (biaya eksplisit) sebesar Rp. 74.649.000. Sedangkan biaya riel yang dikeluarkan oleh petani (biaya implisit) sebesar Rp. 122.400.000. Hasil usaha yang berupa nilai pedet ditambah dengan nilai pupuk organik yang dihasilkan selama pemeliharaan sebesar Rp. 417.080.000. Keuntungan yang diperoleh
Tabel 2. Perkembangan populasi pedet sapi potong periode Oktober 2003 – Nopember 2005 pada kegiatan SIPT di Desa Tegaltirto Berbah Kabupaten Sleman Anak (ekor) Nama dusun
Menyusu (< 3 bulan)
Sapih (3 – 6 bulan)
Bakalan (> 6 bulan)
Jumlah Mortalitas
Kuton
10
4
9
1
24
Dondong
16
5
11
3
35
Kuncen
14
9
13
0
36
Pendem
8
5
9
0
22
Jumlah
47
23
42
4
117
165
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 3. Analisis pendapatan usaha pembibitan sapi potong pada kegiatan SIPT di Desa Tegaltirto Berbah Kabupaten Sleman Uraian
Volume
I. Biaya tetap Induk bunting Kandang (unit) Sewa lahan (unit) II. Biaya variabel Biaya eksplisit Pakan konsentrat (kg) Obat/vaksin (paket) Perkawinan (kali) Alat habis pakai (unit) Listrik dan air (unit x bulan) Biaya implisit Tenaga kerja untuk mencari jerami, memberi pakan, membersihkan kandang, ternak dll. (HOK) III. Penerimaan Pedet Umur < 3 bulan (ekor) Umur 3 – 6 bulan (ekor) Umur > 6 bulan (ekor) Pupuk organik (kg) Keuntungan (III – II) R/C (III/II)
68 68 68
4.500.000 2.000.000 15.000
97.920 136 149 136 1.632
650 5.000 25.000 12.500 3.000
6.120
20.000
48 22 42 220,20
atas dasar biaya variabel pada usaha pembibitan di kelompok ternak sebesar Rp. 220.031.000. Efisiensi usaha pembibitan sapi potong dalam SIPT apabila ditinjau dari besarnya penerimaan biaya menunjukkan bahwa tingkat efisiensi R/C sebesar 2,12. Pada akhir tahun kedua pengembalian dana APBN melalui kelembagaan petani dapat dibayarkan lunas sehingga pada tahun ke tiga dana tersebut dapat digulirkan untuk pengembangan pembibitan sapi potong berikutnya dengan model pembibitan yang sama. KESIMPULAN Sistem pembibitan ternak sapi potong dengan pendekatan sistem integrasi padi ternak di Desa Tegaltirto Berbah Kabupaten Sleman dilaksanakan mampu meningkatkan
166
Harga
2.000.000 3.500.000 4.500.000 250
Jumlah 443.020.000 306.000.000 136.000.000 1.020.000 197.049.000 74.649.000 63.648.000 680.000 3.725.000 1.700.000 4.896.000 122.400.000 122.400.000
417.080.000 362.000.000 96.000.000 77.000.000 189.000.000 55.080.000 220.031.000 2,12
populasi ternak sapi potong. Pengelolaan usaha pembibitan ternak sapi potong secara berkelompok menunjukkan bahwa 71,54% (48 ekor) induk pada fase menyusui pada tahap kedua, sedangkan sisanya 29,85% (20 ekor) induk dalam kondisi bunting ketiga selama pemeliharaan (24 bulan). Terdapat 113 ekor pedet yang terdiri umur kurang 3 bulan (pra sapih) 42,86%, umur 3 – 6 bulan (sapih) 19,64% dan umur diatas 6 bulan (bakalan) 37,50%. Keuntungan yang diperoleh dari usaha pembibitan ternak selama periode dua tahun sebesar Rp. 220.031.000 dengan tingkat efisiensi R/C sebesar 2,12. Usaha pembibitan ternak sapi potong melalui sistem integrasi padi – ternak memberikan dampak pada: 1) Sistem pembibitan sapi potong di Kabupaten Sleman dilakukan pada kawasan pegembangan yang terkonsentrasi, sehingga dapat dipetakan sesuai
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
dengan dukungan dan potensi wilayah pengembangan; 2) Peningkatan populasi ternak sapi potong dapat dicapai tiga kali lipat selama 24 bulan dengan asumsi menejemen pembibitan induk bunting, kesiapan perangkat inseminasi (inseminator dan bibit), sumberdaya manusia, sumberdaya alam yang memadai dan dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang sinergi; 3) Pengelolaan permodalan dana APBN melalui sistem pemberdayaan kelembagaan petani dengan mekanisme revolving pada periode waktu tertentu dapat menjamin usaha pembibitan berjalan optimal. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami tujukan kepada: 1) Dinas Pertahanan Kab. Sleman; 2) Penyuluh Peternakan Kecamatan Berbah Kab. Sleman; 3) Kelompok tani – ternak; dan 5) Petugas lain yang terkait dalam Program Sistem Integrasi Padi – Ternak. DAFTAR PUSTAKA DIREKTORAT JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN. 2002. Pemantapan Program Mendesak Kecukupan Daging 2005. Bahan Rapat Kerja, Ditjen BP Peternakan. Denpasar, Bali. GUNAWAN. 2003. Model dan strategi kerjasama penelitian agribisnis sapi potong dalam era globalisasi. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 – 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 278 – 283.
HANDAYANI, S.W. dan A. PRIYANTI. 1995. Strategi kemitraan dalam menunjang agroindustri peternakan: tinjauan kelembagaan. Pros. Simposium Nasional Kemitraan Usaha Ternak. ISPI bekerjasama dengan Balai Penelitian Ternak, Bogor. HARYANTO, B., I. INOUNU, I-G.M. BUDI A. dan K. DIWYANTO. 2002. Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. SARAGIH, B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan: Kumpulan Pemikiran. USESE Foundation dan Pusat Studi Pembangunan IPB. Bogor. SETIADI, B., SUBANDRIYO, D. PRIYANTO, T. SAFRIATI, N.K. WARDHANI, SOEPENO, DARODJAT dan NUGROHO. 1997. Pengkajian Pemanfaatan Teknologi Inseminasi Buatan (IB) dalam Usaha Peningkatan Populasi dan Produktivitas Sapi Potong Nasional di Daerah Istimewa Yogyakarta. Puslitbang Peternakan, Bogor SITORUS, P., A. MULYADI, SUBANDRIYO, L.H. PRASETYO, S. RAHMAWATI, S.N. TAMBING, A. SEMALI, N. JARMANI dan S.B. SIREGAR. 1994. Studi Peranan Inseminasi Buatan dalam Upaya Peningkatan Produktivitas dan Pengembangan Ternak Sapi. Puslitbang Peternakan, Bogor. SOEKARTAWI, A. SOEHARJO, JOHN L. DILLON dan J.B. HARDAKER. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press, Jakarta.
167