MANAJEMEN OPERASI PRODUK KOTORAN TERNAK SAPI DI WILAYAH KECAMATAN PIYUNGAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Amie Sulastiyah1 1
Dosen STPP Magelang Jurusan Penyuluhan PertanianYogyakarta
ABSTRACT In order to sufficience 90-95% of the national demand for meat cattle that cattle population should be i ncreased reaching 14.2 million in 2014. The increase in livestock will increase the manure waste in the region, which in turn needs to its management .Piyungan Sub District. Bantul Regency, which has 972 local stables, produce manure as much as 16 669 tons / year and has not managed in an organized manner. The problems that exist due to the transformation process and management is not maximized. In connection with these conditions, need done research on the "Management of livestock manure production operations". The final conclusion is from the number of herd by 47 groups with a total of 972 cages and feces production +/- 16.669 Tons / year. Products used 36 grups by themselves and 5 grups produce Bokashi fertilizer. The process of ransformation less than the maximum of the human resources,Machine, Material, Mode, Method of Energy and Information as well as continuous maximal assistance in planning, organizing, directing and monitoring of the various parties.
Keywords: operation management, cattle, cattle manure
PENDAHULUAN
K
otoran ternak merupakan hasil samping yang dapat diolah menjadi produk baik alami ataupun melalui proses fermentasi. Apabila dikelola secara tepat maka dapat dijadikan usaha yang menghasilkan keuntungan baik berupa uang ataupun manfaat lain seperti kesuburan lahan sebagai pupuk pengganti / substitusi dari pupuk anorganik. Ketersediaan pupuk kandang khususnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sangat dimungkinkan karena diwilayah ini hampir disetiap dusun memiliki kandang kelompokdan jarang ditemui di wilayahlain. Kabupaten Bantul bagian dari salah satu wilayah DIY merupakan daerah potensi penghasil pupuk kandang. Menurut data pokok pembangunan Kab. Bantul ( 2013 ) jumlah ternak sapi potong mencapai 51.142 ekor dan menurun sejak tahun 2011. Bila dikonversikan dengan jumlah kotoran sapi yang per ekornya +/25 kg ( basah ) maka total mencapai : 1.278.550 kg / hr equivalen : 1278,55 ton/hr. Sejalan dengan program pemerintah dalam peningkatan populasi dan produksi ternak sapi melalui Pedoman Umum Program Swasembada daging sapi (PSDS), Pemerintah berupaya
meningkatkan populasi ternak sapi mencapai 14,2 juta ekor pada tahun 2014, untuk dapat mencukupi 90 - 95% dari permintaan daging Nasional. Dari program PSDS akan bertambahnya penyerapan tenaga kerja sebagai dampak dari pertambahan populasi dan produksi ternak sebesar 76 ribu orang/tahun(Permentan 2010).Peningkatan populasi ternak sapi secara Nasional dan Regional akan meningkatkan limbah yang dihasilkan. Peningkatan limbah kotoran ternak dapat dijadikan usaha baik secara individu maupun kelompok dan perlu diantisipasi dengan pengelolaan yang tepat untuk mencapai keberhasilan.Keberhasilan usaha apapun ditentukan bagaimana seorang manajer mampu mengorganisir dan mengoperasionalkan kegiatan usahanya sesuai aturan yang berlaku. Dalam kegiatan proses produksi menurut Agus Ahyani (1996 : 67) : Proses produksi dibagi menjadi beberapa jenis yaitu : proses produksi kimiawi, produksi assembling, produksi transportasi, produksi penciptaan jasa administrasi dan proses produksi perubahan bentuk. Proses produksi perubahan bentuk adalah merupakan proses produksi dimana pelaksanaannya proses produksi tersebut dititik beratkan adanya perubahan bentuk dari input menjadi keluaran.Menurut T. Hani Handoko(1992 : 3)
48 manajemen produksi dan operasi merupakan usaha pengelolaan secara operasional penggunaan sumberdaya atau sering disebut faktor-faktor produksi, tenaga kerja, mesin, bahan mentah, dll. Para manajer produksi dan operasi mengarahkan berbagai masukan (input) agar dapat memproduksi berbagai keluaran (out put) dalam jumlah, karakter, harga, waktu, tempat, sesuai dengan permintaan konsumen.Manajer harus selalu memperhatikan dan menanggapi kekuatan-kekuatan dari lingkungan eksternal seperti peraturan pemerintah, kondisi ekonomi lokal, regional, nasional, international, kondisi sekarang, akan datang yang sangat dinamik. Adapun ruang lingkup manajemen produksi seperti gambar 1.
Untuk mewujudkan kondisi ketercapaian proses manajemen produksi dan operasi diperlukan kegiatan yang mampu mentransformasimasukan berupa input sebagai kondisi awal terhadap proses yang akan dicapai. Dalam hal ini diperlukan Manajer / pengelola sebagai penggerak. Manajer harus mampu melaksanakan fungsi manajemen yaitu jari - jari yang menghubungkan manajer dengan tujuan dan hasil yang dicari / ingin didapatkan. Melalui perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan pengkoordinasian maka hasil dan tujuan Manajer
Agrica Ekstensia. Vol. 9 No. 2 Nopember 2015: 47-54
dapat dicapai.Manajer sebagai penggerak organisasi perlu menetapkan dan meningkat kan manajemen kinerjaorganisasinyagunakepentingan organisasi itu sendiri, kelompok dan individu.Dalam hal ini perlu adanya manajemen yang baik untuk mengelola kandang kelompok. Menurut Departemen Pertanian (2008), bahwa kebijakan dari Badan SDM Perkembangan Kelompok Tani Dilihat dari fungsi kelembagaannya dapat dilihat pada gambar 2 : Wilayah Kecamatan PiyunganKabupaten Bantul, DIY yang memiliki 3 Desa dan 60 Dusun dimana setiap dusun diharapkan memiliki kandang kelompok, merupakan potensi penghasil kotoran ternak sapi. Produk kotoran yang dihasilkan 90 %
belum dikelola lebih lanjut menjadi pupuk organik (bokashi), jadi masih digunakansebagai pupuk alami yang digunakan sendiri maupun dijual ke produsen pupuk organik di wilayah Kecamatan Piyungan dan pihak luar. Sebenarnya telah ada himbauan Bupati bahwasanya setiap Dusun diwajibkan memiliki kandang kelompok utamanya untuk ternak sapi potong / bibit, domba, kambing. Selain untuk dikelompokkan dan kotoran sapi yang belum terolah diharapkan tidak keluar dari wilayah Kabupaten.Akan tetapi aturan tidak dibolehkannya kotoran sapi keluar dari wilayah Kabupaten Bantul
49
Manajemen Operasi Produk Kotoran Ternak... (Amie Sulastiyah)
belum dilindungi oleh aturan yang mengikat, sehingga produk kotoran ternak bisa keluar daerah. Di Kabupaten Bantul telah terbentuk Asosiasi Pertanian Organik (APO) akan tetapi proses transformasi yang belum maksimal, sehingga kotoran yang diproduksi disetiap kandang belum tertangani sesuai harapan dari APO. Disisi lain petani peternakdan pengurus telah mengikuti berbagai kegiatan pelatihan dan kunjungan yang terkait dengan pengolahan kotoran ternak, akan tetapi proses perubahan yang diharapkan kurang / belum berjalan. Banyak hal yang menyebabkan proses penanganan kotoran belum tertangani secara terintegrasi dan terorganisir. Dari kondisi dan permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut : 1). Mendiskripsikan masukan input antara lain (bahan baku, SDM, dan Sumber dana) yang ditangani disetiap kandang kelompok di Kecamatan Piyungan,2). Mendiskripsikan proses transformasi melalui fasilitas (sarana dan prasarana), mesin yang tersedia dan Proses pembuatan / penanganan kotoran ternak menjadi pupuk organik dan bokashi, 3). Mengidentifikasi manajemen operasi kotoran ternak yang ada di wilayah Kecamatan Piyungan.
METODOLOGI Waktu dan Tempat Waktu : Penelitian dimulai dari bulan April s/d Desember 2014. Tempat : Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode Penelitian Berdasarkan tujuannya kajian ini termasuk dalam tipe penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif juga fokus pada pertanyaan dasar “bagaimana” dengan berusaha mendapatkan dan menyampaikan fakta – fakta dengan jelas, teliti, dan lengkap tanpa banyak detail yang tidak penting (Silalahi, 2012:28). Metode yang digunakan dari penelitian deskriptif adalahsurvey. Ciri utama yaitu data dikumpulkan dari responden atau sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan teknik wawancara (Nazir, 2011:55).
50
Agrica Ekstensia. Vol. 9 No. 2 Nopember 2015: 47-54
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Analisa Data
Jenis data yang akan digunakan dalam kajian : Data primer dan data sekunder yang diperoleh dari BPP, Kecamatan, Kantor Desa, DinasPertanian atau instansi terkait. Teknik pengumpulan data primer yang digunakan : Kuesioner, wawancara dan Fokus Dinamik Group (FGD) :secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu diskusi yang dilakukan secara sistematis dan terarah mengenaisuatu isu atau masalah tertentu.Focus Group Discussion mengandung tiga kata kunci: a.Diskusi (bukan wawancara atau obrolan); b. Kelompok (bukan individual); c.Terfokus/ Terarah (bukan bebas) (IwanAwaluddinYusuf/https://bincangmedia.word press.com /2011/03/28).
Menggunakan statistik deskriptif yang berfungsi untuk mendiskipsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel / populasi tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan untuk yang berlaku untuk umum.Termasuk dalam statistik deskriptif antara lain: adalah penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan modus, median, mean, (pengukuran tendensisentral), perhitungan desil, presentil, perhitungan penyebaran data melalui perhitungan rata – rata dan standar deviasi, perhitungan persentase (Sugiyono, 2012-21).
Tabel 1. Jumlah kandang kelompok di setiap dusundan produksi kotoran basah (BPP – Sept 2014) No Desa Jml Kandang Jml Total kandang Total produksi kotoran Klp Dusun Kandang kelompok ( lokal ) (kg/thn) 1 Sri martani 11 20 303 4788172.2 2 Sri mulyo 15 16 299 5018531 3 Siti mulyo 11 11 370 6861401.4 Total
37
47
972
+/- 16.669
Sumber : * BPP Kec. Piyungan, * data unpublished hasil penelitian amie 2014
Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja/ menunjuk langsung (Purposive) dengan kriteria kelompok kandang ternak.Teknik pengambilan sampel dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Karakteristik populasi kajian adalah kelompok ternak, Gapoktan (anggota & pengurus) kandang kelompok. 2. Penentuan Kecamatan dilakukan secara purposive (ditunjuk) yaitu Kecamatan Piyungan sebagai sentra produksi sapi potong dan mitra STPP di wilayah Kabupaten Bantul. 3. Untuk FGD sampel ditentukan secara purposive yaitu 30 responden yang terdiri dari 24 pengurus kelompok + 6 pengurus Gapoktan dari 3 desa di Kecamatan Piyungan (masing-masing desa 8 pengurus kelompok + 2 pengurus Gapoktan). 4. Penentuan ukuran sampel Menurut Silalahi (2012:276), jumlah sampel yang bisa dianalisis menggunakan statistik sekitar 30 subjek.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul D.I.Y memiliki 3 desa dengan jumlah dusun sebanyak : 60 dusun dan yang memiliki kelompok kandang aktif ada 3 Dimana setiap dusun diharapkan memiliki kandang kelompok. Akan tetapi ada beberapa dusun yang tidak memiliki kandang kelompok disebabkan topografi yang curam, keamanan yang kurang terjamin.Adapun rincian jumlah dusun, kandang kelompok dan kandang lokal yang ada di Kecamatan Piyungan dapat dilihat pada tabel 1. Dari hasil penimbangan pada 30 sampel ternak sapi yang dikandangkan, maka berat ratarata kotoran per hari adalah : 22,54 kg, maka jumlah kotoran ternak sapi yang ada di kandang kelompok di Kec. Piyungan mencapai +/- 16.669 ton/tahun. Kotoran dikeringkan secara alami dan digunakan untuk pemupukan di lahan sawah, terkadang dijual kekelompok pengolah pupuk organik / bokashi baik yang ada di dalam kecamatan maupun diluar kecamatan. Berdasarkan hasil penelitian kotoran ternak basah yang dihasilkan dari total kandang lokal, jumlah ternak sapi potong dan berat kotoran yang setara terhadap
Manajemen Operasi Produk Kotoran Ternak... (Amie Sulastiyah)
produk bokashi (Amie Sulastiyah unpublished, 2014) dapat dilihat pada tabel 2 :
51
dimasukkan ke area persawahan pada musim tanam pertama (Oktober s/d Desember).Hal ini
Tabel 2. Jumlah kandang lokal, sapi kelompok di setiap dusun( BPP – Sept 2014) Jml kandang Jml Sapi Berat Jml kotoran Jnl kotoran Setara produk lokal (ekor) kotoran basah/Thn padat/Thn bokhasi (ton/th) No Desa basah / hr (ton) (ton)= 50% (66%) 1. Srimartani 303 582 2. Sri Mulyo 299 610 16668.105 8334052.3 22.54 5583,815 3. Sitimulyo 370 834 Total 972 2026
Tabel 3.Data penanganan kotoran ternak yang ada disetiap kandang kelompok di setiap desa di Kec. Piyungan No Desa Jml kandang klp Dipakai sendiri Dijual Diolah dusun 1. Srimartani 20 klp 20 klp 19 klp 1 klp 2 Sitimulyo 11 klp 11 klp 1 klp 3 klp 3 Srimulyo 16 klp 16 klp 16 klp 1 klp 47 klp 47 klp 36 5 klp
Kesetaraan produk Seperti yang dikatakan Djoehana (1986) dalam Hasbullah (2013), sapi dewasa menghasilkan kotoran segar 7500 kg/tahun (+ 20 kg/hari) dan pupuk matangnya 5000 kg/tahun (66% dari kotoran segar). Menurut Moch. Agus Krisno Budiyanto (2013),Dari Seekor sapidengan berat kotoran padat sebanyak 8 – 10 kg menjadi pupuk organik dapat menghasilkan 4 – 5 kg pupuk.Di Kec. Piyungan, kotoran basah yang dihasilkan pertahunnya setara dengan 5583,815 ton produk bokashi yang dihasilkan merupakan potensi yang memungkinkan untuk dijadikan usaha maupun untuk digunakan dilahan yang tersedia di Kec.Piyungan.Luas sawah yang ada di Kec. Piyungan +/- 1310 Ha bila dipupuk 2 x dalam setahun pada awal musim tanam padidengan bokashi sebanyak 2 ton / ha (rekomendasi dari BPTP Yogyakarta) maka akan terpenuhi seluruhnya sebanyak 5240 ton dan masih tersisa 343815.041 ton/tahun. Bila dinilai dengan harga jual Rp. 500,- / kg dengan simulasi keuntungan bersih Rp. 50/ kg maka akan menghasilkan nilai berupa uang lebih kurang Rp. 17.190. 000.000. Dari hasil pendataan maka penanganan kotoran ternak disetiap kandang kelompok di Kec. Piyungan bentuk keluarannya dapat dilihat pada tabel 3 : Dari 47 kandang kelompok pada umumnya dipakai sendiri tanpa mengalami pengolahan, hanya dikeringkan secara alami dan langsung
dilakukan untuk menekan biaya pupuk mengingat pupuk anorganik relatif mahal. Selain dipakai sendiri maka 36 kelompok dijual sebagai pendapatan dalam 3 – 6 bulan sekali kepada kelompok pengolah yang ada di wilayah Kecamatan maupun diluar wilayah Kecamatan.Menurut pengusaha perantara setempat (2014) sekali pengiriman bahan baku mentah keluar wilayah Kec.Piyungan sebanyak 10 ton pupuk kandang dan waktu pengiriman disesuaikan dengan persediaan bahan baku yang ada. Kecamatan piyungan dapat dijadikan penghasil pupuk organik karena cukupnya persediaan bahan baku dan sumber daya manusia yang ada, hanya diperlukan support dari berbagai pihak yang terkait. Dari hasil FGD dan sesuai kondisi penanganan kotoran sapi yang dikandang kelompok, data yang mempengaruhi mengapa kotoran tidak diolah adalah disebabkan beberapa faktor sebagai berikut pada tabel 4, sesuai pendapat dari W. David Downey Steven P (1987 : 27) bahwa untuk keluaran produk barang dan jasa diperlukan proses transformasi pada Tabel 4. Bila dilihat dari 5 faktor maka peran SDM dan manajemen / pengelolaan usaha sangatlah menentukan keberhasilan, karena bila dilihat dari bahan baku relatif banyak, kebutuhan pasar sangat tinggi karena kesadaran masyarakat akan produk organik.Diperlukannya campur tangan dari berbagai pihak untuk memberikan dorongan
52
Agrica Ekstensia. Vol. 9 No. 2 Nopember 2015: 47-54
Tabel 4. Masalah Proses transformasi dalam Penanganan pupuk kandang alami untuk menjadi pupuk organik di Kec. Piyungan NO
FAKTOR
1.
SDM
2.
Mesin
3.
Modal
4.
Manajemen
5.
Material
MASALAH
KETERANGAN
Kesediaan setiap kelompok untuk mengolah pupuk. Membutuhkan dorongan kuat dari berbagai pihak. Diperlukan ketua klp yang menciptakan usaha pengolahan pupuk kandang waktu petani telah digunakan untuk kegiatan budidaya dan usaha lain Kurang minat karena butuh waktu Sulit mengatur anggota Pekerjaan dianggap berat Khususnya ketua klp telah mendapatkan pelatihan pembuatan bokashi/pupuk organik belum disikapi oleh anggota secara menyeluruh. Perlunya dukungan moral & material dari pemangku wilayah Usaha pupuk belum memiliki nilai tambah secara material terhadap pengelola Peralatan terbatas Banyak yg Tidak memiliki peralatan Peralatan mahal Modal terbatas karena swadaya Perputaran modal kurang cepat Target pengembalian modal sangat cepat. Proses lama Bersifat Gotong royong insentive yg diberikan kurang jelas Tidak memiliki tempat khusus Sebagian belum / kurang mengakses pada pasar Relatif cukup, Harga jual rendah Kualitas belum terjamin
Sangat diperlukan seorang ketua klp yang mampu me wujudkan usaha pengolahan pupuk kandang. Krn jumlah sdm cukup ttp pembuatan bokashi / pupuk organik kurang diminati
kepada kelompok / masyarakat agar mampu mendirikan usaha besar dibidang penanganan pembuatan pupuk organik. Keberhasilan dalam melakukan pengelolaan kotoran ternak sapi yang dikandang kelompok dalam skala wilayah membutuhkan seseorang yang mampu melakukan proses transformasi dari kondisi yang ada menjadi lebih berorientasi agribisnis. Dalam hal ini diperlukan pioner, pemimpin, petugas yang mampu melakukan proses transformasi tersebut. Bila dilihat pendapat dari Almasdis. S (2011) maka proses transformasi adalah dengan melakukan perubahan dari aspek Manusia,Mesin, Material,Modal,Metode Enerji, Informasi. Dari data yang didapat di lapangan melalui FGD maka proses transformasi yang dikehendaki oleh responden dapat dilihat pada Tabel 5. Proses transformasi menurut Didi Suradi (2012) membutuhkan pemimpin yang mampu melakukan proses tersebut, sehingga disebut
Bantuan alat dari pemerintah terbatas disetiap kecamatan Pinjaman terbatas untuk persediaan dan bahan baku kurang memenuhi Belum diperhitungkan secara agribisnis.
Bahan baku dan bahan setengah jadi dijual ke perusahaan besar / PT. pertani
kepemimpinan transformasional.Kebanyakan orang sangat nyaman dengan kondisi yang sudah ada.Mereka menganggap kondisi tersebut sebagai sesuatu yang sudah mapan. Padahal diluar sana, banyak sekali hal baru yang selalu berubah dalam hitungan detik. Apakah kenyataan ini akan kita biarkan?. Transformasi sebagai langkah perubahan dibutuhkan kepemimpinan transformasi, menurut Gary Yukl (2001 : 219) kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi komitmen untuk sasaran bersama dan memberikan wewenang para pengikut untuk mencapainya.Jika proses transformasi berjalan baik sesuai rencana maka out put nya adalah produk dalam bentuk barang ataupun jasa. Manajemen Operasi ternak di Kec
pengelolaan
kotoran
Keberhasilan suatu usaha dimulai dari memulai. Khususnya usaha yang melibatkan banyak sumber bahan baku, komunitas, individu,
53
Manajemen Operasi Produk Kotoran Ternak... (Amie Sulastiyah)
Tabel 5. Proses transformasi yang dikehendaki oleh responden NO 1.
ASPEK MANUSIA
PENDAPAT RESPONDEN Penjelasan pemanfaatan pupuk kandang sbg usaha berorientasi agribisnis yang bersifat resmi / terorganir. Menciptakan komitmen Anggota dan pengelola . Anggota menikmati secara materiil dari usaha tsb. Anggota menikmati pendapatan berupa uang dari usaha tsb.
KETERANGAN Perlunya pendam pingan yang berke si nambungan dari Penyuluh/ penggerak / tokoh
2.
MESIN
Dorongan proposal
3.
MATERIAL
4.
MODAL
5.
METODE ENERJI
6.
INFORMASI
Tersedianya mesin yang layak/sesuai dengan kapasitas usaha sebagai bukti bahwa usaha tsb benar adanya, baik ditingkat kelompok dan pusat usaha. Responden siap mengirimkan bahan baku mentah / setengah jadi. Adanya perhitungan yang jelas atas nilai bahan baku. Persediaan bahan baku dipetakan sesuai dengan jenis produk dan kemampuan produksi. Adanya modal yang cukup untuk operasional perusahaan Adanya dana hibah sebagai perangsang untuk kegiatan usaha Adanya pinjaman lunak jangka panjang dengan bunga 0 %. Komitmen yang kuat dari pemimpin untuk mewujudkan usaha. Transparansi usaha Motivasi Informasi dari berbagai pihak tentang pasar Dapat mengikuti berbagai kegiatan Pelatihan, kunjungan ke lokasi berhasil Perkembangan teknologi dan hasil penggunaan pupuk organik dari berbagai pihak.
tenaga ahli, jejaring, mitra,maka perlu dimulai dari suatu perencanaan yang disepakati oleh berbagai kalangan. Studikelayakan bisnis atau sering disebut studi kelayakan Proyek merupakan penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek bisnis dibangun untuk jangka waktu tertentu(Umar H, 1997-8). Perencanaan yang dibuat dengan mempertimbangkan usaha tersebut layak menguntungkanuntuk mencapai tujuan tertentu dan dilaksanakan dalam waktu yang tertentu pula. Karena itu suatu usaha memperhatikan segala aspek yang relevan sehingga tujuan dasar tercapai secara efektif dan efisien.Khususnya usaha pengolahan pupuk kandang menjadi pupuk organik masih perlu dipertimbangkan dengan memperhitungkan berbagai aspek yaitu aspek pemasaran, teknologi, permodalan, operasi. Dari hasil perhitungan berdasarkan hasil study kelayakan maka akan membantu memperkuat komitmen dari pemimpin setempat unrtuk segera mengambil keputusan.
untuk
pengajuan
Perlunya data potensi disetiap kandang untuk mencukupi kebutuhan pupuk
Motivasi dari petugas / tokoh / ketua klp untuk menggerakkan ketersediaan modal
Perhatian dari berbagai pihak.
Jejaring dengan kepentingan.
berbagai
Kondisi manajemen operasi produk kotoran ternak yang ada di wilayah Kec. Piyungan maka untuk input berupa Manusia (petani pemilik ternak dan tenaga kerja) dan modal serta bahan baku seperti dapat dilihat pada Tabel 2, secara keseluruhanbelum dikelola menjadi pupuk bokashi. Dalam Proses transformasinya sangat diperlukan seorang pemimpin / penggerak yang mampu mewujudkan usaha pengolahan pupuk kandang menjadi pupuk bokashi yang memiliki nilai tambah, serta mampu berintegrasi dengan berbagai pihak sesuai harapan petani. Komitmen dari anggota, pendamping, penanggung wilayah yaitu a.l. Kepala Desa sera Dinas terkait sebagai penggerak secara bersama-sama mampu mewujudkan tujuan tercapainya usaha untuk memproduksi kotoran ternak dapat terwujud.
54
Agrica Ekstensia. Vol. 9 No. 2 Nopember 2015: 47-54
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
2.
3.
Dari hasil diskripsi maka Jumlah kelompok ternak sebanyak 47 kelompok dengan total kandang 972 dan produksi kotoran +/- 16,669 TON/THN. Produk kotoran digunakan sendiri dan sisanya dijual dalam keadaan mentah sebanyak 36 kelompok dan 5 kelompok memproduksi pupukbokhasi. Proses transformasi kurang maksimal dari sisi SDM, Mesin, Material,Moda, Metode Enerji dan Informasi. Kurangnya pendampingan yang berkesinambungan baik dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dari berbagai pihak
Iwan
Awaluddin Yusuf dalam https://bincangmedia.wordpress.com/ 2011/03/28/ relasi -media -dankonsumtivisme-pada-remaja/ 18/02/2015 jam 15.26
Nazir, M.1983. Indonesia.
Metode Penelitian. Ghalia
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 19/Permentan/ot.140/2/2010 Tentang Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi, 2014 Peraturan Menteri Pertanian, nomor : 273/kpts/ot.160/4/2007 TentangPedoman Pembinaan Kelembagaan Petani. Silalahi, U. 2012. Metode Penelitian Sosial. Refika Aditama. Bandung.
Saran
Robbins, S. P. dan Coulter.1999. Manajemen. Prenhallindo. Jakarta.
1.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta Bandung.
2. 3.
Adanya sinergitas antara Pemimpin wilayah, BPP, anggota dan ketua Kelompok , GAPOKTAN dalam memanfaatkan potensi kotoran ternak yang ada diwilayahnya. Menyusun rencana aksi untuk meningkatkan nilai tambah potensi kotoran ternak. Menyatukan komitmen. DAFTAR PUSTAKA
Ahyani,
A. 1996.Manajemen Produksi PerencanaanSistem Produksi. Buku 1. Penerbit BPFE – Yogyakarta.
Syahza, A. Manajemen Produksi dan Operasi Agribisnis.Diunduh dari http://almasdi.staff.unri.ac.id/files/2011/10 /01-manajemen-produksi-dan-operasiagribisnis.pdf.tgl 2/ Feb/2015 jam 1020. Suradi, D. 2012. Kegagalan Sebuah Proses Transformasi, dalam http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/20 /kegagalan-sebuah-proses-transformasi456022.html. 1 april 2015 jam 11.20 am Yukl, G. 2003. Kepemimpinan Dalam Organisasi, PT. Intan Sejati. Klaten Husein Umar H. 1997. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 2. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Dharma, S. 2009. Manajemen Kinerja falsafat dan Penerapannya. Pustaka Pelajar Yogyakarta Handoko, T. H.1992. Dasar Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE – Yogyakarta. W. David Downey Steven P. Ericson.1987. Manajemen Agribisnis. Edisi 2, 1987. Penerbit Erlangga.