USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG SISTEM KANDANG KOMUNAL PADA KELOMPOK TERNAK GEMAH RIPAH DI KECAMATAN SELOGIRI KABUPATEN WONOGIRI Lilyk Eka Suranny Peneliti Kantor Litbang Iptek Kabupaten Wonogiri Email:
[email protected] ABSTRACT The purpose of this study was to determine how maintenance of the communal cattle enclosure systems by livestock groups Gemah Ripah and alternative strategies that can be applied in the development of the beef cattle. This study was conducted in May-June 2014 at Selogiri Subdistrict of Wonogiri Regency. The method used in this research is the survey method, data retrieval through indepth interviews and observation. The primary data obtained through interviews with respondents that livestock group members Gemah Ripah while secondary data obtained from relevant institutions, namely Husbandry Department. The analysis model is descriptive and qualitative analysis. The results showed that the maintenance management of breeding beef cattle in communal cages in groups of cattle Gemah Ripah poorly and still traditional. Several alternative strategies for the development of cattle breeding, among others: improving the quality of livestock feed, training and extension to farmers, improvement of livestock facilities and infrastructure, and increase value-added business. In addition there are some policies that need to be done by the government to support the breeding of cattle, among other things: stabilize the market price, limit the import of cows or beef, facilitate private investors or foreign to invest in breeding beef cattle. Keywords: beef cattle breeding, communal cages, livestock groups Gemah Ripah PENDAHULUAN Kebutuhan daging sapi oleh masyarakat sebagai sumber protein hewani dari tahun ke tahun semakin meningkat, sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran gizi masyarakat. Sementara itu pasokan daging dalam negeri tidak dapat memenuhi permintaan dalam negeri, akibatnya negara harus mengimpor daging. Untuk memenuhi program swasembada daging pada tahun 2014 ini, pemerintah mengambil lima kegiatan pokok, antara lain penyediaan bakalan/daging sapi lokal, peningkatan produktivitas dan reproduktivitas ternak sapi lokal, pencegahan pemotongan sapi betina produktif, penyediaan bibit sapi, dan pengaturan stok daging sapi dalam negeri (Ditjenak, 2010). Sub sektor peternakan saat ini masih didominasi oleh peternakan rakyat, yang dicirikan oleh kepemilikan sapi 1-2 ekor,
pemeliharaan yang masih tradisional dan manajemen pakan yang rendah. Akibatnya produktivitas yang dihasilkan relatif rendah. Fluktuasi harga sapi dipasaran mengakibatkan kerugian bagi peternak. Pada kenyataannya harga sapi hidup hasil penggemukan relatif turun sedangkan harga daging sapi dipasaran masih tinggi. Selain itu peternak penggemukan sapi juga mengeluh dengan harga bakalan sapi yang tinggi. Permasalahan inilah yang salah satunya menyebabkan tersendatnya program swasembada daging sapi di Indonesia. Usaha pembibitan sapi potong merupakan sumber utama usaha penggemukan sapi potong di Indonesia. Sistem pembibitan sapi merupakan penyedia bakalan (caw calf operation). Program CCO (caw calf operation) merupakan usaha untuk menghasilkan pedet atau sapi bakalan, 99% dilakukan oleh peternakan rakyat, yang berskala kecil dan umumnya belum menerapkan sistem usaha
intensif (Dikman et al, 2010). Tingginya permintaan bakalan sapi tersebut tentu sangat menguntungkan bagi para peternak utamanya dibidang pembibitan sapi potong. Namun usaha pembibitan sapi potong tersebut tidak banyak diminati oleh para peternak. Pasalnya, untuk menghasilkan pedet (sapi bakalan) memerlukan biaya pakan yang relatif mahal (Santoso dkk, 2012). Sampai saat ini belum ada perusahaan swasta atau perusahaan negara yang bergerak di bidang pembibitan sapi potong karena usaha tersebut dinilai kurang mengguntungkan. Kurangnya minat investor untuk bergerak di bidang usaha pembibitan sapi potong antara lain disebabkan oleh: usaha pembibitan memerlukan waktu yang panjang (betina bunting 9 bulan dan rearing/pembesaran anak minimal 6 bulan), sehingga biaya yang dikeluarkan cukup besar; Keberpihakan permodalan dari perbankan relatif kecil karena jangka waktunya yang lama; Jaminan harga pasar pada produk pembibitan belum ada dan insentif ekonomi dalam melakukan usaha ini belum ada (Suciansyah, 2014). Pemeliharaan ternak di pedesaan mempunyai arti penting dalam menunjang pendapatan peternak. Salah satunya adalah pemeliharaan sapi yang berfungsi sebagai pengolah lahan pertanian, tabungan dan status sosial (Mubyarto, 2008). Pada Program Percepatan Swasembada Daging Sapi (PSDS), pemerintah banyak memberikan bantuan berupa bibit sapi. Para peternak didorong untuk membentuk kelompok karena bantuan bibit sapi akan diberikan kepada kelompok ternak. Tujuan dari pembentukan kelompok ternak ini adalah agar para peternak dapat saling berkomunikasi, bertukar ide dan inovasi ataupun sarana untuk meningkatkan teknologi. Selain itu dengan dibentuknya kelompok ternak ini akan mempermudah dalam pembinaan kepada peternak oleh instansi terkait dalam hal ini Dinas Peternakan. Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk pengembangan sapi potong di Provinsi Jawa Tengah. Program bantuan bibit sapi bisa dinikmati oleh kelompok ternak Gemah Ripah di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri.
Pada tahun 2012 kelompok ternak yang beranggotakan 20 orang ini mendapat bantuan bibit sebanyak 40 ekor yang dipelihara dalam kandang komunal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemeliharaan ternak sapi sistem kandang komunal oleh kelompok ternak Gemah Ripah dan membuat strategi pengembangannya. METODE Penelitian ini dilakukan pada bulan MeiJuni 2014 pada kelompok ternak Gemah Ripah di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri dengan sistem pemeliharaan ternak secara komunal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, pengambilan data melalui indept interview (wawancara mendalam) dan observasi langsung ke lapangan. Data primer diperoleh melalui wawancara kepada responden yakni anggota kelompok ternak Gemah Ripah sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Peternakan. Model analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Adapun tahapan analisis data adalah tahap pertama dengan menganalisis manajemen usaha ternak yang dilakukan pada kelompok ternak sistem kandang komunal kelompok ternak Gemah Ripah di Kecamatan Selogiri. Tahap kedua menggunakan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunities, Threats) untuk membuat strategi pengembangan usahanya. Matrik SWOT menurut David (2004), adalah perangkat pencocokan penting yang membantu mengembangkan 4 tipe strategi: Strategi S-O (Strenght-Opportunities), Strategi W-O (Weakness-Opportunities), Strategi S-T (Strenght-Threats), dan Strategi W-T (Weakness-Threats). Tujuan dari setiap perangkat kecocokan adalah menghasilkan strategi alternatif yang dapat dijalankan. Matrik ini akan menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi peternak sapi potong di daerah penelitian dan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Selogiri adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Wonogiri, dengan keadaan tanah 80% datar dan 20% pegunungan. Luas wilayah di Kecamatan Selogiri adalah 5.017,8950 Ha dengan batas wilayahnya sebagai berikut: Sebelah utara : Kabupaten Sukoharjo Sebelah selatan : Kecamatan Wuryantoro Sebelah barat : Kabupaten Sukoharjo Sebelah timur : Kecamatan Wonogiri Luasan penggunaan tanah sebagian besar berupa lahan sawah sebesar 1.858,6760 ha. Para petani di Kecamatan Selogiri dalam satu tahun dapat menikmati panen padi 2-3 kali tergantung curah hujan setempat. Jerami padi biasanya digunakan sebagai pakan ternak terutama untuk pakan sapi. Oleh karena itu Kecamatan Selogiri sangat cocok untuk daerah pengembangan usaha pembibitan sapi potong. 2. Manajemen Pemeliharaan Kelompok ternak Gemah Ripah di Kecamatan Selogiri memiliki anggota sebanyak 20 orang. Mereka memelihara ternak sapi secara bersama-sama dalam satu kandang yang sering dinamakan kandang komunal. Pola kandang komunal ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain: 1). Mendorong saling tukar informasi antar petani, 2). Mempermudah pengawasan terhadap kesehatan ternak, 3). Meningkatkan total usaha pemeliharaan (Hadi dan Ilham, 2000) dan mencegah terjadinya pencurian ternak (Hadi et al., 2002). Kelompok ternak ini pada tahun 2012 mendapat bantuan bibit sapi sebanyak 40 ekor dari dana APBN melalui Dinas Peternakan, sehingga rata-rata setiap anggotanya memiliki 2 ekor sapi. Jumlah sapi betina lebih banyak yaitu 30 ekor dan sapi jantan yaitu 10 ekor. Hal tersebut menggambarkan bahwa pembibitan (mendapatkan pedet) adalah tujuan utama dalam budidaya sapi potong di kelompok
ternak Gemah Ripah. Jenis sapi yang dipelihara jenis sapi Peranakan Ongole (PO). Pakan yang diberikan pada sapi sebagian besar berupa hijauan dan jerami padi. Para peternak dapat dengan mudah mencari pakan yang berupa jerami padi karena di Kecamatan Selogiri sebagian besar penggunaan lahannya untuk lahan persawahan, sehingga jerami padi cukup berlimpah. Anggota kelompok saling bertukar informasi dalam berbagai hal yang menyangkut usaha pembibitan sapi termasuk juga dalam mencari pakan. Mereka saling memberikan informasi jika ada sawah yang panen. Jerami padi tersebut dikeringkan dengan bantuan sinar matahari kemudian disimpan. Permasalahan yang terjadi di kandang komunal pada kelompok ternak Gemah Ripah ini adalah belum memiliki lumbung pakan, sehingga masing-masing pemilik ternak menempatkan pakan diatas atap kandang yang diberi bambu atau ditempatkan disamping kandang saja. Anggota kelompok ternak Gemah Ripah sedikit sekali yang menggunakan konsentrat sebagai pakan sapi karena harga konsentrat yang relatif tinggi sehingga mereka tidak mampu untuk membelinya. Pemberian konsentrat oleh peternak dengan takaran pemberian yaitu kira-kira hanya segenggam konsentrat dan garam dicampur air satu ember, diberikan dua kali dalam sehari. Hal ini dilakukan untuk merangsang sapi agar mau minum. Selain itu jerami padi yang digunakan sebagai pakan tidak difermentasi terlebih dahulu, tetapi langsung diberikan dalam bentuk jerami basah ataupun jerami kering. Padahal jerami padi yang telah difermentasi dapat meningkatkan kualitas nutrisi yang terkandung dalam jerami sehingga akan mudah diserap usus sapi. Mutu pakan yang relatif rendah ini berpengaruh pada produktivitas ternak sapi, akibatnya sapi menjadi kurus dan sulit untuk berkembangbiak. Kandang komunal didirikan oleh kelompok ternak Gemah Ripah di lahan
milik salah satu anggotanya. Biaya pendirian kandang berasal dari iuran anggota kelompok dan bantuan dari Dinas Peternakan. Kandang komunal tersebut masih sangat sederhana, yaitu berupa kandang terbuka (tanpa dinding) menggunakan atap genting dan tiang penyangga dari kayu lokal. Lantai kandang masih berasal dari tanah (belum diplester) dan tempat pakan terbuat dari bambu atau kayu. Tempat penampungan pakan belum ada sehingga pakan yang berupa jerami biasanya di simpan dibawah atap kandang yang diberi bambu ataupun di tempatkan disamping kandang. Ada 4 (empat) sistem operasionalisasi kandang komunal antara lain, untuk pola pertama yaitu setiap peternak yang tergabung dalam kelompok yang mendapat bantuan ternak sapi bertanggung jawab terhadap ternaknya masing-masing, baik dalam pemberian pakan, mencari hijauan pakan, maupaun dalam membersihkan kandang. Pada pola kedua, setiap peternak bertanggungjawab dalam pengadaan pakan ternak dan pemeliharaan ternak, sedangkan kebersihan kandang dan pemberian pakan dilakukan secara bergilir oleh para anggota sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Untuk pola yang ketiga, setiap peternak bertanggungjawab pada pengadaan pakan ternak, tetapi untuk pembersihan kandang dan pemberian pakan dilakukan oleh tenaga khusus yang nanti dibayar oleh kelompok. Pada pola ketiga ini penjagaan ternak pada malam hari dilakukan secara bergilir oleh para anggota sesuai jadwal. Pola keempat, yakni seluruh kegiatan pengelolaan ternak dilakukan oleh tenaga upahan dibawah koordinasi beberapa anggota kelompok ternak (Agus et al, 2011). Pada kelompok ternak Gemah Ripah sistem pengoperasian kandang komunal mengacu pada pola pertama, yakni setiap anggota peternak yang mendapat bantuan ternak bertanggungjawab terhadap ternaknya masing-masing, baik dari pengadaan pakan, pemberian pakan, dan
kebersihan kandang. Pola ini lebih dapat diterima oleh para peternak karena dianggap lebih menguntungkan dan sebenaranya tidak jauh berbeda dengan sistem kandang individu, yang membedakannya hanya pola pengelolaannya dijadikan satu dalam sebuah kandang. Untuk penjagaan ternak pada malam hari dilakukan secara bergiliran antar anggota kelompok. Kebersihan kandang di kandang komunal Gemah Ripah kurang diperhatikan karena kandang tersebut tidak dibersihkan setiap hari, bahkan ada yang dibersihkan seminggu sekali. Padahal kebersihan kandang sangat penting untuk menjaga kesehatan ternak. Sebagian besar sapi tampak kurus, apalagi pada sapi betina yang menyusui anaknya. Seharusnya sapi betina yang sedang menyusui ini mendapat pakan lebih karena nutrisi pakan tersebut akan berguna bagi dirinya sekaligus anaknya. Akibatnya pernah ada anak sapi yang mati setelah dilahirkan karena kekurangan nutrisi tersebut. Kematian pedet biasanya diakibatkan oleh kualitas pakan induk yang kurang baik, terutama pada saat bunting tua dan menyusui, adanya serangan parasit, dan manajemen perkawinan yang belum memadai (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 1992). Inseminasi Buatan (IB) di kelompok ternak Gemah Ripah ini dinilai kurang berhasil. Hal ini ditandai dengan rendahnya tingkat kelahiran pedet dan pernah ada kematian pedet setelah dilahirkan. Pada kelompok ternak Gemah Ripah tersebut, petugas inseminator berasal dari Dinas Peternakan atau peternak mendatangkan sendiri petugas di luar Dinas Peternakan. Kadang-kadang peternak terlambat mendeteksi saat birahi atau terlambat melaporkan birahi sapinya kepada petugas inseminator, sehingga hal tersebut juga merupakan kendala pada IB. Kondisi ternak umumnya kurang baik, karena kualitas pakan yang relatif rendah. Kondisi tubuh induk erat hubungannya dengan gizi yang dikonsumsi sebelum bunting dan beranak.
Hubungan antara kandungan nutrisi ransum dan cadangan energi tubuh induk mempengaruhi munculnya estrus (Winugroho, 2002). Umur sapih pedet rata-rata lebih dari 6 bulan, lamanya umur sapih pedet ini karena peternak merasa kasihan jika dipisah dengan induknya sebelum pedet besar. Hal ini mengakibatkan calving internal menjadi lama yang akan berpengaruh pada tingkat reproduksi induk. Penurunan produktivitas ternak induk sapi potong salah satunya disebabkan oleh faktor manajemen dan perkawinan yang kurang tepat. Faktor manajemen yang berpengaruh terhadap performa reproduksi induk sapi adalah pola penyapihan pedet dan kondisi induk, serta kurang tepat saat mengawinkan ternak (Wulan et al, 2008). Anggota kelompok ternak Gemah Ripah memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk organik (kompos) untuk tanaman pertanian. Inovasi teknologi untuk mempercepat proses dekomposisi telah dilakukan, dengan komposisi 90 % kotoran sapi dan 10% bahan-bahan yang meliputi kalsit, arang sekam, bekatul, tetes tebu, BK dan EM4. Sebagian hasil dari pupuk organik ini dijual oleh kelompok ternak Gemah Ripah dan hasil penjualannya dimasukkan kedalam kas kelompok. Dalam satu bulan pupuk organik yang dijual antara 10-20 ton dengan harga Rp. 400,- per kg. Namun penjualannya tidak kontinyu karena keterbatasan anggota yang mengelolanya. Tidak semua anggota kelompok aktif dalam pengelolaan kandang komunal karena sebagian hanya sebagai pekerjaan sampingan saja. Pupuk organik umumnya laku dijual karena dapat meningkatkan kesuburan tanah. Selain itu harga pupuk kimia yang semakin tinggi dan adanya pengurangan subsidi pupuk, maka pupuk organik menjadi alternatif bagi petani. Menurut Timori et al. dalam Rubiyo et al. (2003) pupuk organik mengandung unsur mikro dan makro lengkap yang diperlukan tanaman dan dapat memperbaiki stuktur tanah.
Gambar 1. Kandang komunal pada Kelompok Gemah Ripah di Kecamatan Selogiri, Kab. Wonogiri
Gambar 2. Tumpukan limbah kotoran ternak
Gambar 3. Pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik
3. Pengembangan Usaha Untuk membuat langkah pengembangan usaha pembibitan sapi potong sistem kandang komunal di kelompok ternak Gemah Ripah yakni dengan menggunakan analisis SWOT guna mengetahui kekuatan, kelemahan, tantangan dan peluang usaha pembibitan. Berikut hasil analisis SWOT usaha pembibitan sapi potong sistem kandang komunal di kelompok ternak Gemah Ripah Kecamatan Selogiri. 3.1 Kekuatan a. Pakan yang berupa hijauan dan jerami padi melimpah b. Lahan pengembangan untuk kandang komunal masih luas c. Anggota kelompok ternak yang solid 3.2 Kelemahan
a. Belum ada usaha peningkatan mutu b. Bakalan sapi yang baik akan banyak pakan dibutuhkan peternak penggemukan b. Manajemen pemeliharaan ternak yang c. Bantuan permodalan dan program kurang baik bantuan bibit sapi gaduhan oleh c. Pemahaman peternak mengenai tandapemerintah tanda birahi dan penanganannya 3.4 Tantangan kurang a. Fluktuasi harga sapi bakalan yang 3.3 Peluang merugikan a. Nilai tambah dari kotoran sapi sebagai b. Pemasaran bibit sapi yang sulit pupuk organik untuk dijual Harga pakan konsentrat mahal. Tabel 1. Matrik SWOT Usaha Pembibitan Sapi Potong Pada Kelompok Ternak Gemah Ripah Di Kecamatan Selogiri, Kab. Wonogiri a. Komponen Analisis SWOT
b. c.
OPPORTUNITY a. Nilai tambah dari kotoran a. sapi sebagai pupuk organik untuk dijual b. Bakalan sapi yang baik akan b. banyak dibutuhkan peternak penggemukan c. Bantuan permodalan dan c. program bantuan bibit sapi gaduhan oleh pemerintah
TREATHMENT Fluktuasi harga sapi bakalan yang merugikan b. Pemasaran bibit sapi yang sulit c. Harga pakan yang berupa konsentrat mahal a.
a.
b. c.
STRENGHT Pakan yang berupa hijauan dan jerami padi melimpah Lahan pengembangan untuk kandang komunal masih luas Anggota kelompok ternak yang solid
a. b. c.
WEAKNESS Belum ada usaha peningkatan mutu pakan Manajemen pemeliharaan ternak yang kurang baik Pemahaman peternak mengenai tanda-tanda birahi dan penanganannya kurang
STRATEGI S-O Pengembangan/perluasan usaha a. pembibitan dengan menambah jumlah sapi induk produktif Pemanfaatan kotoran sapi untuk pupuk organik, biogas, dan urin sapi untuk pestisida organik b. Memanfaatkan bantuan modal bunga lunak dari pemerintah untuk pengembangan usaha c.
STRATEGI W-O Pemanfaatan teknologi dalam pengolahan pakan ternak untuk meningkatkan mutu pakan yang akan berpengaruh pada perbaikan reproduksi induk sapi Pelatihan dan penyuluhan kepada peternak mengenai manajemen pemeliharaan sapi yang baik Pengembangan sarana dan prasarana peternakan
STRATEGI S-T Pemerintah mengeluarkan a. kebijakan untuk menjaga stabilitas harga pasar Meningkatkan kerjasama dengan para peternak penggemukan Pelatihan pembuatan konsentrat b. yang murah dan efisien dengan memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan. c.
STRATEGI W-T Pemerintah memberikan pelayanan IB sebaik mungkin melalui peningkatan ketrampilan petugas IB, dan penyediaan fasilitas yang menunjang kerja. Pemerintah senantiasa membatasi import sapi bakalan ataupun daging sapi Pemerintah mempermudah investor swasta ataupun asing untuk menanamkan modalnya dalam usaha pembibitan sapi potong
SIMPULAN 1. Manajemen pemeliharaan pembibitan sapi potong sistem kandang komunal di kelompok ternak Gemah Ripah kurang baik dan masih bersifat tradisional.
2. Ada beberapa alternatif strategi untuk pengembangan usaha pembibitan sapi sistem kandang komunal di kelompok ternak Gemah Ripah, antara lain peningkatan mutu pakan ternak, pelatihan dan penyuluhan kepada peternak mengenai manajemen
pemeliharaan ternak yang baik, peningkatan sarana dan prasarana peternakan, dan peningkatan nilai tambah dari kotoran sapi untuk dijadikan pupuk organik dan biogas. Selain itu ada beberapa kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah untuk mendukung usaha pembibitan sapi, antara lain: menstabilkan harga pasar, membatasi import sapi bakalan ataupun daging sapi, mempermudah investor swasta ataupun asing untuk menanamkan modalnya dalam usaha pembibitan sapi potong. REKOMENDASI Berdasarkan hasil analisis SWOT telah diperoleh beberapa strategi pengembangan usaha pembibitan sapi potong di Kabupaten Wonogiri, khususnya di Kecamatan Selogiri. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menjabarkan strategi dan kebijakan yang telah disampaikan tersebut kedalam program kegiatan pada stakeholder yang terkait. Untuk itu diperlukan koordinasi di dalam perencanaan dan pelaksanaan yang didalamnya termasuk dukungan pembiayaan. DAFTAR PUSTAKA Agus Hermawan, Subiharta dan B. Utomo. 2011. Masalah Ketidakberlanjutan Kandang Komunal dalam Pengembangan Ternak Sapi Di Jawa dalam Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veterriner tahun 2011. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Sapi PO di Kelompok Ternak Bango Jaya Kota Probolinggo.Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Halm 181182. Bogor. Ditjennak. 2010. Rapat kerja nasional pembangunan pertanian 2010-2014. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementrian Pertanian.http://www.dijennak.go.id/ber ita.asp?id=123. Diakses tanggal 20 Oktober 2014. Hadi, P.U. dan N. Ilham. 2000. Peluang Pengembangan Usaha Pembibitan Ternak Sapi Potong di Indonesia dalam rangka swasembada Daging 2005. Makalah dipresentasikan dalam Pertemuan Teknis Penyediaan Bibit Nasional dan Revitalisasi UPT T.A. 2000. Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, 1112 Juli 2000. Hlm 22. Jakarta Hadi et al. 2002 dalam Hadi, P.U dan N. Ilham. Problem dan Prospek Pengembangan Usaha Pembibitan Sapi Potong di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jurnal Litbang Pertanian 21(4). Mubyarto, 2008. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Pusat
Bappeda-BPS Kabupaten Wonogiri, 2014. Kecamatan Selogiri Dalam Angka 2013. Bappeda-BPS. Wonogiri David. F.R.2004. Manajemen Strategis KonsepKonsep. Terjemahan. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta. Dikman,M.,P.W.Prihandini., dan Y.N. Anggraeny. 2010. Profil Pembibitan
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 1992. Penelitian Pengembangan Teknologi Peternakan di Daerah Padat Penduduk (Jawa). P4N Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hlm 99.
Rubiyo, S. Guntoro dan Suprapto. 2003. Usaha tani kopi Robusta dengan pemanfaatan kotoran kambing sebagai pupuk organik di Bali. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian 6 (1). Santoso, Khalid, Warsito, dan Agus Andoko. 2012. Bisnis Penggemukan Sapi. PT Agro Media Pustaka. Jakarta Selatan. Suciansyah, B. Widodo, dan Sutrisno. 2014. Analisis Usaha Peternakan Sapi di Kelompok Peternak Sapi Andini Rejo Dukuh Bibis Desa Bangun Jiwo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.
Winugroho, M. 2002. Strategi pemberian pakan tambahan untuk memperbaiki efisiensi reproduksi induk sapi.. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21 (1): 19-23. Wulan cahaya pratiwi, L.Affandhy dan D. Ratnawati. 2008. Pengaruh umur penyapihan terhadap performans induk dan pertumbuhan pedet sapi potong di kandang kelompok. Prosiding seminar nasional sapi potong-Palu, 24 November 2008. Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan Jawa Timur.