Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
EVALUASI PERFORMANS AYAM MERAWANG PHASE PERTUMBUHAN (12 MINGGU) PADA KANDANG SISTEM KAWAT DAN SISTEM LITTER DENGAN BERBAGAI IMBANGAN ENERGI – PROTEIN DIDALAM RANSUM TUTI WIDJASTUTI dan DANI GARNIDA Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang 45363
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini untuk untuk mengevaluasi efek sistem alas kandang dan imbangan energi protein terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, persentase karkas Ayam Merawang umur 12 minggu. Penelitian ini menggunakan 150 ekor Ayam Merawang yang dilaksanakan secara ekperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Petak Terpisah (Split Plot Design) yang diulang sebanyak 5 kali. Sistem alas kandang sebagai petak utama terdiri dari dua macam yaitu sistem alas litter dan sistem alas kawat. Perlakuan ransum imbangan energi protein sebagai anak petak yaitu 2900 kkal/kg 16%, 2900 kkal/kg 18%, dan 2900 kkal/kg 20%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara sistem alas kandang dan imbangan energi protein terhadap performan Ayam Merawang, namun sistem alas kandang dan imbangan energi protein hanya berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Ransum dengan imbangan energi protein 29000 kg/kkal: 16% sudah cukup memenuhi kebutuhan nutrisi Ayam Merawang periode pertumbuhan. Kata kunci : Ayam Merawang, alas kandang, imbangan energi protein, performan
PENDAHULUAN Ternak Unggas Lokal spesifik yang terdapat di Pulau bangka dikenal dengan sebutan Ayam Merawang, yang mempunyai potensi cukup baik bila dibandingkan dengan ayam buras lainnya. Ayam Merawang memiliki pola warna bulu yang seragam yaitu coklat kemerahan dan pada yang jantan ditandai warna bulu leher coklat kemerahan mengkilat keemasan. Ayam tersebut apabila dipelihara secara intensif berproduksi telur sebanyak 125 – 130 butir per tahun. Selain itu juga berpotensi sebagai ayam pedaging dimana pada umur 12 minggu bobotnya 800 – 1300 gram (DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BANGKA, 1994). Potensi Ayam Merawang sebagai ayam pedaging tidak akan tercapai apabila tidak memperhatikan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ayam tersebut. Pertumbuhan adalah proses yang sangat kompleks, tidak hanya mengenai pertambahan berat badan tetapi juga menyangkut pertumbuhan semua bagian tubuh secara serentak dan merata.
Kecepatan pertumbuhan pada ternak unggas sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: heriditas, hormon, jenis kelamin, umur, kualitas dan kuantitas ransum, temperatur dan sistem perkandangan (TITUS dan FIRTZ, 1971; SOEHARSONO, 1976). Ditinjau dari penggunaan alas kandang, dikenal dua sistem yaitu lantai kawat atau bambu dan lantai litter. Penggunaan sistem kawat ditinjau dari pertumbuhan dapat memberikan performan yang memuaskan, namun memerlukan investasi yang lebih tinggi dan timbulnya lemak abdominal yang lebih banyak serta adanya gangguan breastvblister (WASKITO, 1981, NORTH, 1990). Kualitas dan kuantitas ransum menentukan tingkat produksi. Penyusunan ransum perlu memperhatikan kandungan zat-zat makanan terutama imbangan energi protein ransum harus disusun sesuai kebutuhan. Pada ransum dengan kandungan energi protein tinggi kebutuhan energi akan cepat terpenuhi sehingga pertambahan bobot badan tinggi dan akan menghasilkan bobot akhir serta karkas yang optimal dengan penimbunan lemak abdominal yang relatif rendah.
51
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
BAHAN DAN METODE Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ayam Merawang berumur sehari (DOC) sebanyak 150 ekor tanpa pemisahan jenis kelamin (straight run) yang diperoleh dari Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Sembawa Sumatera Selatan. Ayam tersebut ditempatkan ke dalam 30 kandang, dimana 15 kandang alas litter dan 15 kandang alas kawat, setiap kandang berisi 5 ekor ayam. Untuk mempermudah pencatatan data, setiap ayam diberi nomor dipasang pada bagian sayap. Bobot rata-rata DOC 28,38 gram dengan koefisien variasi sebesar 9,09%. Kandang alas litter maupun kawat berukuran 100 x 50 x 60 cm. Tinggi kandang beralas kawat dari lantai setinggi 75 – 80 cm. Bahan litter yang digunakan berupa sekam dengan ketebalan 10 cm. Setiap kandang dilengkapai dengan tempat makan dan tempat air minum yang terbuat dari plastik. Sebagai induk buatan digunakan sumber pemanas gas elpiji dan penerangan pada kandang dilengkapi lampu dengan daya 60 watt. Kandang dilengkapi dengan thermometer sebagi alat pengukur suhu lingkungan. Ransum yang digunakan pada penelitian dibuat sendiri dari campuran bahan makanan Jagung kuning, tepung ikan, bungkiil kedelai, dedak halus, bungkil kelapa, dan tepung tulang. Ransum dibuat dengan tiga imbangan energi protein yaitu 2900 kkal/kg: 1%; 2900 kkal/kg: 1%; 2900 kkal/kg: 2%. Susunan ransum dan kandungan nutrisi tertera pada Tabel 1. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan Rancangan Petak Terpisah (Split Plot Design) dengan dasar Rancangan Acak Lengkap. Sebagai Petak Utama terdiri dari dua faktor yaitu alas litter dan alas kandang, sedangkan sebagai anak petak terdiri dari tiga imbangan energi protein yaitu 2900 kkal/kg: 16%; 2900 kkal/kg: 18%; 2900 kkal/kg: 20%.
52
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi ransum Berdasarkan Tabel 2. hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat interaksi antara sistem alas kandang dengan imbangan energi protein terhadap rataan konsumsi ransum. Hal ini berarti masing-masing faktor pengaruhnya bebas satu sama lain. Secara mandiri perlakuan sistem alas kandang dan imbangan enegi protein berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum. Tampak bahwa konsumsi ransum Ayam Merawang yang dipelihara pada sistem kawat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipelihara pada sistem litter. Adanya perbedaan konsumsi ransum tersebut akibat dari las sistem kawat yang berlubang-lubang yang menyebabkan sirkulasi udara di dalam kandang menjadi lebih lancar, sehingga udara di dalam kandang menjadi nyaman. Kondisi tersebut menyebabkan Ayam Merwang yang dipelihara pada las kawat mampu mengkonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan konsumsi Ayam Merawang pada alas litter. Hal ini juga disebabkan pada sistem kawat pergerakan terbatas sehingga perhatian terhadap konsumsi ransum lebih banyak dan penghamburan energi dapat ditekan. Perlakuan imbangan energi protein berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Ayam Merawang yang diberi ransum dengan imbangan energi protein 2900: 16% (R1) lebih tinggi konsumsi ransumnya (P>0,05) dibandingkan dengan imbangan energi protein 2900: 20% (R3), namun antara R1 dengan R2 (2900; 18%) tidak terdapat perbedaan. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat OLUYAMI dan PATUGA (1978) dan NRC (1984) bahwa semakin luas imbangan energi protein maka jumlah konsumsi ransum semakin banyak. Hal ini terbukti bahwa rataan konsumsi ransum perlakuan R1 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan R3.
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Tabel 1. Susunan ransum dan kandungan nutrisi Ayam Merawang Bahan makanan (%) Tepung jagung Tepung ikan Bungkil kedelai Dedak halus Bungkil kelapa Tepung tulang Top mix Jumlah Komposisi zat makanan (%) Protein Lemak Serat kasar Calcium Posphor Energi metabolis (kkal/kg)
R1
R2
R3
63,0 10,0 9,0 16,0 1,0 0,5 0,5 100,0
60,0 14,0 11,0 13,0 1,0 0,5 0,5 100,0
59,0 15,0 14,0 5,0 6,0 0,5 0,5 100,0
16,01 4,46 3,69 0,82 0,85 2903,74
18,24 4,35 3,54 1,05 0,97 2901,26
20,09 4,16 3,67 1,11 0,94 2904,84
Tabel 2. Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi, persentase karkas dan lemak karkas Ayam Merawang Sistem kandang
Litter (K1)
Kawat (K2)
Rataan
Peubah yang diamati Konsumsi ransum (g/e) Pbb (g/e) Konversi Bobot akhir (g/e) Persentase karkas (%) Konsumsi ransum (g/e) Pbb (gram/ekor) Konversi Bobot akhir (g/e) Persentase karkas (%) Konsumsi ransum (g/e) Pbb (gram/ekor) Konversi Bobot akhir (g/e) Persentase karkas (%) Lemak abdominal (%)
Imbangan energi protein R1 R2 R3 2.978,45 2.976,36 2.960,54 909,70 947,78 952,01 3,38 3,20 3,13 938,39 975,48 980,79 57,14 58,62 56,67 3.021,95 3.019,64 2.906,10 905,21 939,84 868,06 3,37 3,30 3,38 933,87 968,37 894,92 56,10 57,25 57,94 3.000,20a 2.998,00 a 2.933,32 b 907,45 943,81 910,03 3,38 3,25 3,26 936,13 971,92 937,86 56,62 57,93 57,30 0,90 0,81 0,65
Rataan 2.971,78 A 936,50 3,24 964,89 57,48 2.982,56 B 904,37 3,35 932,39 57,10
Keterangan: K x R = ns R1 = Ransum dengan kandungan energi 2900 kg/kal dan protein 16 %; R2 = Ransum dengan kandungan energi 2900 kg/kal dan protein 18 %; R3 = Ransum dengan kandungan energi 2900 kg/kal dan protein 20 %; Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menyatakan perbedaan berdasarkan imbangan energi protein ransum, sedangkan huruf besar yang berbeda ke arah kolom menyatakan perbedaan berdasarkan alas kandang.
53
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Perbedaan konsumsi tersebut karena ternak unggas mengkonsumsi ransum pertama-tama digunakan untuk memenuhi kebutuhan energinya, bila kebutuhan energinya telah terpenuhi maka secara naluriah unggas akan berhenti makan. Ransum dengan kandungan energi dan protein tinggi, kebutuhan akan energi dan protein akan lebih cepat terpenuhi sehingga konsumsi ransumnya rendah.
kurang dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Sejalan dengan pendapat SOESIAWANINGRINI (1996) bahwa pemberian ransum dengan imbangan energi protein 2500 kkal/kg: 17% menghasilkan bobot badan yang optimal pada ayam buras. Disamping itu juga Ayam Merawang merupakan ayam lokal yang secara potensi genetik rendah. Konversi ransum
Pertambahan bobot badan Tampak pada Tabel 2. bahwa tidak terdapat interaksi antara sistem alas kandang dengan imbangan energi protein terhadap rataan pertambahan bobot badan. Begitu pula secara mandiri baik perlakuan sistem alas kandang maupun imbangan energi protein ransum tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Tidak adanya pengaruh sistem alas kandang terhadap pertambahan bobot badan, diakibatkan oleh ukuran kandang yang sama sehingga aktivitas untuk bergerak menjadi sama dan energi yang dikeluarkan untuk aktivitaspun sama, akibatnya pertambahan bobot badan tidak berbeda antara kedua sistem las kandang. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian WALUYU (1982) bahwa luas kandang tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Didukung oleh SUSILAWATI (1990), bahwa sistem alas kandang tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk semua imbangan energi protein tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan Ayam Merawang. Hal ini bila dihubungkan dengan konsumsi ransum pada imbangan energi protein (2900: 16) ternyata konsumsi ransum lebih banyak akan tetapi jumlah protein yang dikonsumsi ternyata lebih rendah (479,95 g) dibandingkan dengan ransum R2 (538,52 g) dan R3 (585,86 g). Rataan pertambahan bobot badan Yam Merawang yang diberi ransum R1, R2, R3 tidakj berbeda, karena walaupun konsumsi protein lebih tinggi R2 dan R3 dari R1, tetapi pada perlakuan R2 dan R3 memerlukan energi yang lebih besar untuk mencerna protein tersebut, akibatnya beban panasnya semakin tinggi sehingga protein yang tinggi tersebut
54
Berdasarkan pada Tabel 2. bahwa tidak terdapat interaksi antara sistem alas kandang dengan imbangan energi protein terhadap rataan konversi ransum. Begitu pula secara mandiri baik perlakuan sistem alas kandang maupun imbangan energi protein ransum tidak berpengaruh terhadap konversi ransum. Tidak adanya pengaruh sistem alas kandang terhadap konversi ransum, karena baik konsumsi ransum maupun pertambahan bobot badan tidak memberikan respon terhadap perlakuan alas kandang. Artinya konversi ransum merupakan perbandingan antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan, bila konsumsi ransum maupun pertambahan bobot badan tidak berpengaruh akibat perlakuan sistem alas kandang, maka secara langsung konversi ransumnya tidak akan berpengaruh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk semua imbangan energi protein tidak berpengaruh terhadap konversi ransum Ayam Merawang. Hal ini disebabkan Ayam Merawang dengan imbangan energi protein ransum 2900 kkla/kg: 16% sudah cukup memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan, sehingga meskipun ayam tersebut mengkonsumsi protein dalamn jumlah banyak tetapi tidak digunakan secara efisien untuk pertumbuhan, yang pada gilirannya konversi ransumpun tidak berpengaruh. Sesuai dengan hasil penelitian SURYONO (1983) bahwa imbangan energi protein rasum tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam kampung. Persentase karkas Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara alas kandang dengan perlakuan ransum terhadap persentase karkas, demikian pula alas kandang dan
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
perlakuan ransum tidak berbeda nyata. Persentase karkas Ayam Merawang yang dipelihara pada alas kandang litter dan kawat masing-masing sebesar 57,48 dan 57,1%. Tidak adanya perbedaan persentase karkas akibat bobot badan sama. Sesuai dengan pendapat AHMAD dan HERMAN, (1982), bahwa adanya hubungan antara bobot badan akhir dengan persentase karkas. Kecilnya persentase karkas yang diperoleh pada penelitian ini karena secara genetik Ayam Merawang mempunyai bulu yang tebal serta bobot bagian non karkas tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk semua imbangan energi protein tidak berpengaruh terhadap persentase karkas Ayam Merawang. Hal ini disebabkan tidak semua protein dimanfaatkan oleh Ayam Merwang sehingga kelebihan energi yang seharusnya tersimpan dallam jaringan tubuh ternyata harus terbuang sia-sia untuk memecah asa-asam amino yang terkandung dalam protein yang jumlahnya berlebihan dalam ransum. KESIMPULAN • Tidak terdapat interaksi antara sistem alas kandang dan imbangan energi protein terhadap performan Ayam Merawang, namun sistem alas kandang dan imbangan energi protein hanya berpengaruh terhadap konsumsi ransum. • Ransum dengan imbangan energi protein 29000 kg/kkal: 16% sudah cukup memenuhi kebutuhan nutrisi Ayam Merawang periode pertumbuhan. UCAPAN TERIMAKASIH Dalam kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih kepada NENENG QODARSY, S.PT. dan NURLATIFAH ELYAS, S.PT. yang telah melaksnakan penelitian ini, tanpa bantuan yang
bersangkutan maka penelitian ini tidak bisa berjalan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA AHMAD, B.H. dan R. HERMAN. 1982. Perbandingan Produksi Daging Antara Ayam Jantan Kampung dan Ayam Jantan Petelur. Media Peternakan. Jakarta. DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BANGKA. 1999. Brosur Ayam Merawang. NATIONAL RESEARCH COUNCIL. 1994. Nutrient Reqirements of Poultry. 9th Ed. National Academy of Science. Washington, D.C. NORTH, M.O. 1994. Commercial Chicken Production Manual. 4th. Ed. The Avi Publishing Co., Inc. Wesport, Connecticut. OLUYEMI, J.A. dan F.A. FETUGA. 1978. The Protein and Energy Requirements of Chickens in The Tropics. Poultry Sci, 19 : 261 – 266. SCHAIBLE, P.J. 1979. Poultry Feed and Nutrition.The Avi Publishing Inc. SOEHARSONO. 1976. Respon Ayam Broiler terhadap Berbagai Kondisi Lingkungan. Disertasi. Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung. SOESIAWANINGRINI, D.P. 1996. Pengaruh Tingkat Protein dan Energi dalam Ransum terhadap Penampilan Ayam Buras. Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung. SUSILAWATI, T.E. 1990. Pertumbuhan Ayam Kampung Yang Dipelihara pada Kandang Berlantai Litter, Kawat dan Sistem Umbaran Terbatas. Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta. TITUS, H. W. dan J. C. FRITZ. 1971. The Scientific Feeding of Chickens. 9th Ed. The Interstate Printers and Publisher Inc. Danville, Illinois. WASKITO, W. M. 1981. Pengaruh Berbagai Faktor Lingkungan terhadap Gala Tumbuh Ayam Broiler. Disertasi. Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung.
55