IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM ACARA DEBAT KANDIDAT CALON KEPALA DAERAH DKI JAKARTA
TESIS
Oleh ZURAIDAH NASUTION 077009027/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM ACARA DEBAT KANDIDAT CALON KEPALA DAERAH DKI JAKARTA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ZURAIDAH NASUTION 077009027/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM ACARA DEBAT KANDIDAT CALON KEPALA DAERAH DKI JAKARTA : Zuraidah Nasution : 077009027 : Linguistik
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D.) Ketua
(Dr. Drs. Eddy Setia, M.Ed. TESP.) Anggota
Ketua Program Studi,
Direktur,
(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc.)
Tanggal lulus : 22 Agustus 2009
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Telah diuji pada Tanggal 22 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D.
Anggota
: 1. Dr. Drs. Eddy Setia, M.Ed. TESP. 2. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. 3. Dr. T. Syarfina, M.Hum
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
ABSTRAK
Tesis ini berjudul “Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah DKI Jakarta”. Penelitian ini bertujuan memaparkan dan memberikan argumentasi tentang implikatur percakapan yang diperoleh dari terjadinya pelanggaran (flouting) prinsip kerja sama. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menganalisis pelanggaran prinsip kerja sama yang tergabung dalam empat jenis maksim (maksim kualitas, kuantitas, relevansi, dan cara) pada acara debat publik yang ditayangkan oleh Metro TV. Konsep implikatur percakapan itu merujuk pada implikasi pragmatis tuturan akibat adanya pelanggaran prinsip percakapan di dalam suatu peristiwa percakapan dengan situasi tutur tertentu. Dengan kata lain, implikatur tersebut dihasilkan dengan mempertimbangkan konteks spesifik khususnya pengetahuan yang dimiliki oleh pembicara dan lawan bicaranya. Korpus data penelitian ini berupa transkripsi sebuah program televisi yang ditayangkan pada tanggal 4 Agustus 2007. Dari analisis data penelitian ini diperoleh temuan tentang pelanggaran prinsip kerja sama, yaitu prinsip percakapan yang membimbing pesertanya agar dapat melakukan percakapan secara kooperatif dan dapat menggunakan bahasa secara efektif dan efisien di dalam melakukan percakapan. Terdapat kasus pelanggaran maksim yang menghasilkan implikatur, penggunaan pembatas (hedges), dan implikatur berskala. Mereka tidak menyadari telah memberikan jawaban yang tidak relevan (melanggar maksim relevansi), memberikan jawaban yang salah dan kurang memiliki bukti (melanggar maksim kualitas), memberikan jawaban yang tidak jelas (melanggar maksim cara), dan memberikan jawaban yang sangat panjang dan informatif (melanggar maksim kuantitas). Meskipun terjadi pelanggaran prinsip kerja sama dalam percakapan, namun proses komunikasi di antara panelis sebagai penanya dan calon kandidat cagub cawagub sebagai pemberi tanggapan tidak terganggu karena tujuan debat publik ini dapat tercapai dengan memahami konteks percakapan. Kata kunci :
Prinsip kerja sama, maksim percakapan, implikatur percakapan, pembatas, prinsip kesantunan,
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
ABSTRACT
This thesis is entitled “Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah DKI Jakarta”. This study addresses and argues about conversational implicatures resulted from flouting cooperative principles. The study is based on qualitative method by which flouting conversational implicatures in four types of maxims (maxim of quality, maxim of quantity, maxim of relevance, maxim of manner) in public debates broadcast on the Metro TV. The concept of conversational implicature referred to pragmatic implication speech. It is occured because of violating cooperative principles in an occasional conversation with certain speech context. In other words, those implicatures are generated by considering specific context especially the knowledge which is owned by the speakers and listeners. Data corpus in this study is a transcription of a TV program presented on August 4, 2007. From this data analysis found flouting of cooperative principles, that is a conversational principle which guides the speakers to make a cooperative conversation and be able to use languages effectively and efficiently in a conversation. There are cases of maxim flouting which generated implicatures and the uses of hedges and scalar implicatures. The candidates are apparently unaware in giving irrelevant answers (flouting maxim of relevance), false and less of evidence (flouting maxim of quality), vague or obscure answer (flouting maxim of manner), more informative answer (flouting maxim of quantity). Eventhough there are flouting cooperative principles in a conversation, the communication process between panelists as a questioner and governor candidates as a commentator is not disturbed because the aim of this public debate can be conveyed by considering conversational context. Keywords :
Cooperative principles, conversational maxims, conversational implicature, hedges, principles of politeness.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Tesis ini berjudul “Implikatur Percakapan dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah DKI Jakarta”. Tesis ini membicarakan implikatur percakapan yang diperoleh karena terjadinya pelanggaran maksim-maksim percakapan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa para calon kandidat melakukan pelanggaran prinsip kerja sama karena tidak menyadari telah memberikan jawaban yang tidak relevan, kurang memiliki bukti yang memadai, terlalu panjang dan informatif, serta memberikan jawaban yang tidak jelas. Penyelesaian tesis ini telah diusahakan keilmiahannya oleh penulis dengan bantuan materi dari berbagai pihak. Kelemahan atau kesalahannya tetap menjadi tanggung jawab penulis. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan tesis ini.
Medan, Juni 2009 Penulis,
Zuraidah Nasution 077009027
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
UCAPAN TERIMAKASIH
Pertama-tama penulis ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan tesis ini bukanlah semata-mata atas kemampuan sendiri, tetapi atas bantuan dari berbagai pihak yang jasa-jasanya tak dapat dilupakan. Penulis sangat berterima kasih terutama kepada Bapak Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, dan Bapak Dr. Drs. Eddy Setia, M.Ed.TESP. sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya yang sangat berharga untuk memberikan bimbingan dan arahan demi rampungnya penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H., Sp.A (K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister Linguistik. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU. Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Magister Linguistik, dan Bapak Drs. Umar Mono, M.Hum. selaku Sekretaris Program Studi Magister Linguistik. Kepada seluruh dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama penulis kuliah di Program Studi Linguistik, penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Selanjutnya ucapan terimakasih kepada rekan-rekan penulis, atas bantuan dan perhatian yang penulis terima baik selama perkuliahan maupun sewaktu dalam penyelesaian tesis ini. Akhirnya ucapan terimakasih disampaikan khusus kepada suami tercinta Ir. Misdi Junaidi dan ananda tersayang Rizki Haikal Pradana yang selalu memberikan semangat, pengertian, dan memanjatkan doa demi keberhasilan penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibunda Hj. Nuraisyah yang selalu meluangkan waktu dan memanjatkan doa untuk keberhasilan penulis. Semoga Allah SWT yang Maha Pemurah memberikan imbalan kemurahan dan kemudahan bagi kita. Amin.
Medan, Juni 2009
Zuraidah Nasution 077009027
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Zuraidah Nasution
NIM
: 077009027
Program Studi
: Linguistik
Tempat/Tanggal Lahir
: Medan/8 Juli 1975
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jalan STM Suka Cita No. 5 Medan 20146
No. Telepon
: (061) 7868236
Riwayat Pendidikan
:
1. SD Negeri 068085 Medan (Tamat 1988) 2. SMP Negeri 2 Medan (Tamat 1991) 3. SMA Negeri 2 Medan (Tamat 1994) 4. Fakultas Sastra Jurusan Sastra Inggris, Universitas Sumatera Utara, Medan (Tamat 6 Januari 1999) 5. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Sejak 2007) Riwayat Pekerjaan
:
1. Dosen Kopertis Wilayah I Medan (2005-sekarang) 2. Instruktur Bahasa Inggris di YPPIA Medan (1997-sekarang)
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ............................................................................................................
i
ABSTRACT ...........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .........................................................................................
iii
UCAPAN TERIMAKASIH ..................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ...............................................................................................
vi
DAFTAR ISI .........................................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................
10
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................
10
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................
11
1.4.1 Manfaat Teoretis ............................................................................
11
1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................................
11
1.5 Batasan dan Keterbatasan Penelitian ..................................................
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA ..........................................................................
13
2.1 Prinsip Kerja Sama dan Implikatur ....................................................
13
2.1.1 Maksim Kualitas ..........................................................................
16
2.1.2 Maksim Kuantitas ........................................................................
16
2.1.3 Maksim Hubungan/Relevansi ......................................................
17
2.1.4 Maksim Cara ................................................................................
18
2.2 Implikatur Percakapan ......................................................................
19
2.2.1 Implikatur Percakapan Umum .....................................................
22
2.2.2 Implikatur Berskala .......................................................................
23
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
2.2.3 Implikatur Percakapan Khusus ....................................................
23
2.3 Pembatas (Hedges) .............................................................................
24
2.4 Sifat-Sifat Implikatur Percakapan .......................................................
26
2.5 Kesantunan: Prinsip dan Maksim ......................................................
27
2.6 Kajian Terdahulu ................................................................................
34
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................
36
3.1 Rancangan Penelitian ...........................................................................
36
3.2 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................
36
3.3 Prosedur Penelitian ...............................................................................
37
3.4 Teknik Analisis Data .............................................................................
38
3.5 Teknik Penyajian Hasil Analisis ..........................................................
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...............................
40
4.1 Hasil Penelitian ...................................................................................
40
4.1.1 Pelanggaran Maksim Kualitas ..........................................................
41
4.1.2 Pelanggaran Maksim Kuantitas ....................................................
47
4.1.3 Pelanggaran Maksim Hubungan/Relevansi ..................................
49
4.1.4 Pelanggaran Maksim Cara ............................................................
57
4.1.5 Implikatur Berskala ......................................................................
62
4.1.6 Pembatas (Hedges) ........................................................................
68
4.2 Pembahasan ..........................................................................................
71
4.3 Diskusi ................................................................................................
78
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
80
5.1 Simpulan .............................................................................................
80
5.2 Saran .....................................................................................................
81
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
83
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
DAFTAR LAMPIRAN
No
Judul
1.
Data ....................................................................................
Halaman 85
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Fungsi utama bahasa dalam kehidupan sosial adalah sebagai alat komunikasi. Di dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat dituturkan dengan berbagai bentuk tuturan. Dengan kata lain, setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Berbagai tujuan yang ingin dicapai dalam situasi-situasi, seperti proses perkuliahan, belajar mengajar, percakapan, debat, dan lain sebagainya, dapat diperoleh dengan menggunakan bahasa. Dalam proses komunikasi itu tentu bahasa digunakan untuk menyampaikan argumen, membujuk, meminta, berjanji, dan lain sebagainya. Bahasa terealisasi dalam kata-kata yang disusun berdasarkan prinsip dan seperangkat aturan struktur kalimat dan tentu saja memiliki makna. Mengkaji makna merupakan suatu kebutuhan dengan semakin luasnya penggunaan bahasa dewasa ini. Dalam mengkaji makna dibutuhkan pengetahuan sehingga seseorang dapat menafsirkan makna yang tersirat di luar pengetahuan semantik. Meskipun memiliki fokus kajian yang serupa dengan semantik, yaitu makna, namun makna yang dikaji dalam pragmatik berbeda dengan makna yang dikaji dalam semantik, seperti contoh percakapan berikut ini:
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
(1) Budi Dani
: Kamu ke kantor hari ini? : Ban keretaku bocor.
Dalam percakapan di atas makna yang disampaikan Dani adalah ’dia menyatakan bahwa dia tidak ke kantor karena ban sepeda motornya bocor’. Makna ini tidak tersurat, ternukil, atau terucap dalam percakapan itu. Dani hanya mengatakan bahwa ban keretanya bocor. Dengan kata lain makna ucapan Dani melebihi dari makna ujarannya yang hanya mengatakan bahwa ban keretanya bocor. Pengetahuan untuk memahami contoh kalimat di atas adalah pengetahuan pragmatik. Pragmatik mengkaji pemahaman makna kalimat yang terealisasi dalam ujaran atau kalimat
dan rujukan ke konteks. Makna
pragmatik disusun dan
ditafsirkan melalui konteks. Yule (1996: 3), menyebutkan ada empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Kajian ini melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks tertentu dan bagaimana konteks tersebut berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Dengan kata lain, untuk menjelaskan fenomena pemakaian bahasa sehari-hari, di samping sintaksis dan semantik, pragmatik sebagai bidang yang mengkaji hubungan antara struktur yang digunakan penutur, makna apa yang dituturkan, dan maksud dari tuturan. Pragmatik merupakan satu-satunya tataran yang
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
turut memperhitungkan manusia sebagai pengguna bahasa. Meskipun memiliki fokus kajian yang serupa dengan semantik, yaitu makna, akan tetapi makna yang dikaji dalam pragmatik berbeda dengan makna yang dikaji dalam semantik. Thomas (1995: 2) menyebut dua kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance interpretation). Selanjutnya Thomas (1995: 22), dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi (meaning in interaction). Zaman reformasi berdampak perubahan dalam berbagai bidang. Salah satunya adalah sistem pemilihan kepala daerah yang langsung dipilih oleh rakyat. Untuk mengetahui baik itu profil ataupun visi misi pasangan kandidat calon kepala daerah maka forum debat kandidat menjadi satu hal yang penting untuk dilakukan oleh pasangan calon kepala daerah tersebut. Maka dipilihlah forum debat kandidat sebagai salah satu program televisi yang tentu saja akan dilihat oleh hampir seluruh rakyat. Hal ini tentu akan melahirkan nilai personal seseorang dalam politik. Seperti yang diungkapkan oleh Nimmo (2001:13) bahwa nilai tidak lain adalah preferensi yang dimiliki orang terhadap tujuan tertentu atau cara tertentu dalam melakukan sesuatu.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Preferensi ini sangat erat asosiasinya dengan isi afektif, atau perasaan, citra personal yang membantu orang dalam menilai diri sendiri dan lingkungannya. Debat kandidat merupakan salah satu fenomena sosial belakangan ini. Maraknya fenomena ini dikarenakan adanya pemilihan kepala daerah yang langsung dipilih oleh rakyat. Momentum ini membuat ruang partisipasi rakyat menjadi terbuka untuk secara langsung memilih pemimpin daerahnya. Dengan kata lain, pemilihan langsung memberikan ruang optimisme terhadap tumbuhnya nilai demokrasi dibanding format pemilihan kepala daerah yang dilakukan lewat mekanisme perwakilan rakyat. Ruang ini menjanjikan lahirnya praktek demokrasi yang didukung oleh nilai-nilai politik yang rasional, dengan harapan rakyat secara cerdas dan kritis memilih pemimpin yang memiliki kapasitas, kualitas dan integritas. Menurut Nimmo, (2001:125) berpartisipasi dalam politik merupakan konsekwensi komunikasi yang mempolitikkan. Yakni melalui pengalaman sosialisasi orang mengembangkan kepercayaan, nilai, dan pengharapan yang relevan dengan politik. Hal ini mengakibatkan orang dewasa berperan secara aktif dalam politik. Para kandidat kepala derah tersebut merupakan bagian penting dari proses pelaksanaan pilkada. Sebagai bentuk evaluasi pilkada maka perlu adanya upaya yang konkrit untuk berpartisipasi melahirkan kandidat yang mampu mewarnai peningkatan kualitas pilkada tersebut. Peningkatan kualitas kandidat akan berpengaruh kepada kepercayaan rakyat terhadap penyelenggaraan pilkada. Salah satu upaya dalam meningkatkan kapasitas para kandidat di pilkada yakni dengan menggelar debat kandidat.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Forum debat kandidat atau dialog kandidat menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas kandidat, karena dalam forum
ini (1)
kandidat akan
menjelaskan latar belakang pencalonan serta agenda yang akan dilakukan seandainya terpilih, (2) kandidat dapat meyakinkan rakyat dengan pikiran-pikiran konstruktif dan kritis, (3) rakyat secara bebas dan demokratis akan mengetahui agenda yang ditawarkan para kandidat, (4) para kandidat dituntut bersaing dengan program dan visi misi yang jelas dengan yang ditawarkan kandidat lain secara sehat. Dalam forum Debat Kandidat tersebut para kandidat tentu harus berbahasa dengan baik dan lugas. Konteks bahasa apa yang sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini tentu sangat diperhitungkan. Pengklasifikasian konteks sangatlah membantu dalam menafsirkan makna bahasa para kandidat tersebut, dan pengetahuan pragmatik sangatlah dibutuhkan untuk memahami makna bahasa politik ini. Konteks pemakaian bahasa dibatasi sebagai segala sesuatu yang berada di luar teks atau pemakaian bahasa (Saragih, 2006: 4-6). Konteks dapat digunakan untuk menyusun dan menafsirkan makna karena secara alamiah penutur bahasa berbahasa dalam konteks. Dengan pengertian ini, konteks mencakup dua pengertian, yakni (1) konteks linguistik (yang disebut juga konteks internal) dan (2) konteks non linguistik (yang disebut juga konteks eksternal). Konteks merupakan ciri-ciri alam di luar bahasa yang menumbuhkan makna pada ujaran atau wacana, atau dengan kata lain konteks semua faktor dalam proses komunikasi yang tidak menjadi bagian dalam wacana. Bahasa bermakna bila berada dalam konteks, baik konteks linguistik atau lazim dikenal konteks bahasa maupun konteks non-linguistik (lepas dari/tanpa
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
struktur bahasa), yakni konteks situasi penggunaan bahasa. Konteks situasi bahasa akan bergantung pada konteks budaya yang dari satu situasi ke situasi lain yang dapat beragam. Pembahasan makna bahasa dari satu konteks adalah dengan cara mengidentifikasi ciri-ciri atau aspek-aspek yang melihat pada konteks. Konteks Linguistik, yaitu konteks yang berhubungan dengan konteks tuturan atau teks. Konteks ini mengacu kepada unit linguistik lain yang mendampingi satu unit yang sedang dibicarakan. Konteks ini sering juga disebut konteks internal atau koteks (cotext). Dikatakan konteks internal karena konteks ini berada di dalam dan merupakan bagian dari teks yang dibicarakan. Koteks suatu kata merupakan sekelompok kata-kata lain yang digunakan dalam frase atau kalimat yang sama. Koteks mempunyai pengaruh kuat pada penafsiran makna yang kita ucapkan. Dengan batasan pengertian ini, dalam klausa Kami akan menjenguk Budi besok, unit Kami akan ..... Budi besok merupakan konteks bagi unit menjenguk ketika seseorang membicarakan kata menjenguk itu. Konteks Non-Linguistik, mengacu kepada segala sesuatu di luar yang tertulis atau terucap, yang mendampingi bahasa atau teks dalam peristiwa pemakaian bahasa atau interaksi sosial. Konteks ini disebut konteks eksternal. Konteks sosial ini terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu konteks situasi, konteks budaya (genre), dan konteks ideologi. Konteks situasi terdiri atas apa (field) yang dibicarakan, siapa (tenor) yang membicarakan sesuatu bahasan, dan bagaimana (mode) pembicaraan itu dilakukan. Dalam interaksi bahasa, ketiga aspek konteks situasi itu dapat diidentifikasi. Namun, dalam beberapa situasi dapat terjadi satu aspek tidak jelas atau tidak teridentifikasi
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
yang dalam keadaan demikian aspek situasi disebut netral. Konteks budaya dibatasi sebagai aktivitas sosial bertahap untuk mencapai suatu tujuan. Konteks budaya mencakup tiga hal, yaitu (1) batasan kemungkinan ketiga unsur situasi, (2) tahap yang harus dilalui dalam satu interaksi sosial, dan (3) tujuan yang akan dicapai dalam interaksi sosial. Konteks ideologi mengacu kepada konstruksi atau konsep sosial yang menetapkan apa seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam satu interaksi sosial. Konteks memiliki beberapa aspek, yaitu: (1) konteks fisik yakni dimana peristiwa itu terjadi, apa yang terjadi, siapa yang terlibat; (2) konteks epistemik yakni latar belakang pengetahuan yang diketahui bersama oleh penutur dan pendengar dalam suatu interaksi, (3) konteks linguistik yakni ujaran yang mempunyai pengaruh kuat pada penafsiran makna oleh pendengarnya; (4) konteks sosial yakni hubungan masyarakat dan setting penutur dan pendengar (Jannedy, 1994:233). Pembagian konteks maka memudahkan dalam menginterpretasikan suatu makna, seperti ditampilkan dalam ilustrasi berikut. Lina dan Anto akan dipindahkan ke kantor cabang tempat mereka bekerja. Anita merasa akan merindukan mereka berdua. (2) Anita : ”Kita semua akan merindukan Lina dan Anto, ya? ” Ratna : ”Ya, kita semua akan merindukan Lina.” Pada ilustrasi ini, Ratna menyampaikan makna yang lebih banyak dari sekedar katakata yang disampaikannya. Makna yang tersirat dalam percakapan tersebut disebut implikatur, yaitu makna yang dapat disimpulkan dengan menganalisis konteks. Dalam contoh (2) respon yang diberikan Ratna tidaklah informatif terhadap pertanyaan Anita. Ratna dengan jelas melanggar Maksim Kuantitas: ketika Anita
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
menginginkan Ratna menyetujui pendapatnya, Ratna hanya menyetujui sebagian saja, dan tidak menghiraukan bagian terakhir pendapat Anita. Dari sini kita memperoleh implikatur: ‘Penutur berpendapat bahwa tidak semua akan merindukan Anto’. Dari contoh dan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa pragmatik tidak hanya menginterpretasikan makna namun juga menyangkut bagaimana seseorang mengujarkan kalimat yang sedemikian rupa. Yule (1996: 5) mengatakan bahwa pragmatik merupakan kajian makna yang disampaikan penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca). Pragmatik membahas makna yang dihubungkan dengan penutur. Dengan kata lain, pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu, yaitu tentang maksud penutur dimana seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud dan tujuan mereka, jenis-jenis tindakan, sehingga mengharuskan kita untuk memahami orang lain dan apa yang ada dalam pikiran mereka. Sebuah ujaran dapat mengimplikasikan proposisi, yang sebenarnya bukan merupakan bagian dari ujaran tersebut dan bukan pula merupakan konsekuensi logis dari ujaran itu. Grice menamakan proposisi itu implikatur. Untuk lebih jelas perhatikan ilustrasi berikut. A B
: Bagaimana makalah Dr. Arief? : Wah, bahasa Indonesianya bagus sekali.
Jawaban B tersebut mengimplikasikan bahwa makalah Dr. Arief dari segi isi mungkin tidak baik, yang baik hanyalah bahasanya.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada contoh implikatur tersebut: (1) implikatur bahwa makalah Dr. Arief tidak baik itu bukanlah bagian dari tuturan B sebab ia tidak menuturkan hal yang demikian, (2) implikatur tersebut bukanlah konsekuensi logis dari tuturan B itu, (3) sangat mungkin sebuah tuturan mempunyai lebih dari satu implikatur, hal ini bergantung pada konteksnya. Dari jawaban B itu dapat pula ditarik inferensi bahwa ‘makalah Dr. Arief berbeda dengan makalahmakalah lainnya, yang bahasa Indonesianya jelek’. Jadi, jawaban B juga mengimplikasikan bahwa makalah-makalah yang disajikan dalam sebuah seminar itu bahasa Indonesianya tidak sebaik makalah Dr. Arief. Hampir setiap tuturan mempunyai makna atau informasi tambahan yang tidak diujarkan oleh penuturnya. Walaupun tidak diujarkan oleh penuturnya, makna ekstra itu dapat ditangkap oleh pendengar atau mitrabicara sejauh ia memiliki kompetensi komunikatif dalam bahasa yang bersangkutan. Implikatur percakapan merupakan konsep yang paling penting di dalam pragmatik. Konsep itu merujuk pada implikasi pragmatis tuturan akibat adanya pelanggaran prinsip percakapan, yaitu prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan, di dalam suatu peristiwa percakapan dengan situasi tutur tertentu. Pada forum debat kandidat terdapat impikatur yang diperoleh dari pelanggaran prinsip kerja sama. Implikatur ini terjadi ketika para kandidat memberikan tanggapan terhadap apa yang ditanyakan kepada mereka. Pelanggaran prinsip kerja sama sering terjadi dalam percakapan kontekstual, termasuk dalam acara debat kandidat di media televisi. Dengan demikian, penelitian
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
tentang implikatur percakapan menarik untuk dibahas karena banyak terjadi pelanggaran maksim yang ternyata dilakukan oleh para calon kandidat kepala daerah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah Adapun masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Pelanggaran prinsip kerjasama apa sajakah yang muncul dalam debat kandidat calon kepala daerah DKI Jakarta di Metro TV? 2. Implikatur apakah yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip kerjasama tersebut? 3. Ungkapan yang bagaimanakah yang dapat digunakan oleh para kandidat untuk mematuhi prinsip kerja sama?
1.3 Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah 1. mendeskripsikan pelanggaran prinsip kerjasama apa yang muncul dalam debat kandidat calon kepala daerah DKI Jakarta di Metro TV. 2. mendeskripsikan implikatur percakapan apa saja yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip kerjasama tersebut. 3. mendeskripsikan ungkapan-ungkapan yang dapat digunakan oleh para kandidat untuk mematuhi prinsip-prinsip kerjasama.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoretis dan praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Temuan penelitian ini diharapkan menjadi satu model kajian makna situasi kontekstual dalam komunikasi, 2. Memperkaya khazanah ilmu kebahasaan, terutama dalam kajian pragmatik yang membahas implikatur percakapan dan prinsip kerja sama, dan 3. Memperkaya kajian linguistik yang berhubungan dengan konteks sosial yang yang mencakupi unsur situasi, budaya dan ideologi.
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Temuan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan terhadap materi dan teori pengajaran dalam bidang pragmatik. 2. Temuan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan dalam penelitian berikutnya. 3. Temuan penelitian ini dapat menggugah perhatian para calon kepala daerah terhadap pemakaian bahasa berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
1.5 Batasan dan Keterbatasan Penelitian Tesis ini dibatasi pada bahasan tentang prinsip kerja sama dalam maksim percakapan yang dilanggar ataupun yang sulit dihindari dalam debat kandidat calon kepala daerah DKI Jakarta, dan data yang dipilih adalah debat kandidat calon kepala daerah DKI Jakarta yang diadakan oleh Metro TV pada tanggal 4 Agustus 2007.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Prinsip Kerja Sama dan Implikatur Di dalam berkomunikasi, antara penutur dengan mitrabicara harus saling menjaga prinsip kerja sama (cooperative principle) agar proses komunikasi berjalan dengan lancar. Tanpa adanya prinsip kerja sama komunikasi akan terganggu. Prinsip kerja sama ini terealisasi dalam berbagai kaidah percakapan. Untuk keberhasilan suatu referensi, diharapkan kerja sama menjadi faktor utama. Ketika menerima presuposisi penutur, pendengar harus berasumsi bahwa seorang penutur yang mengatakan ’kucing saya’ memang benar-benar memiliki kucing yang disebutkan dan tidak mencoba untuk menyesatkan pendengar. Bentuk kerja sama ini tidak diasumsikan
untuk
berusaha
membingungkan,
mempermainkan,
atau
menyembunyikan informasi yang relevan satu sama lain, seperti terdapat dalam percakapan berikut ini: A : Si Nina sudah menikah ya? B : Ku lihat ada cincin kawin di jari manisnya. Seorang pendengar (B) harus berasumsi bahwa penutur sedang melaksanakan kerja sama dan bermaksud untuk menyampaikan informasi yang memiliki makna yang lebih banyak dari hanya sekedar kata-kata itu. Makna ini merupakan makna tambahan yang disampaikan, yang disebut implikatur. Sebuah ujaran dapat mengimplikasikan proposisi, yang sebenarnya bukan merupakan bagian dari ujaran
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
tersebut dan bukan pula merupakan konsekuensi logis dari ujaran itu. Seperti dalam contoh di atas, B menyatakan ya namun secara tersirat dengan mengatakan ”Ku lihat ada cincin kawin di jari manisnya”. Keberadaan sebuah implikatur dari sebuah dialog atau percakapan erat pula kaitannya dengan prinsip kerjasama dalam berkomunikasi. Leech (1999: 120) tidak hanya memasukkan prinsip kerja sama saja, melainkan juga prinsip sopan santun. Prinsip kerja sama (PK) dan Prinsip sopan santun (PS) saling berinteraksi dalam menginterpretasi ilokusi tak langsung. Untuk menjelaskan interpretasi-interpretasi pragmatik kedua prinsip itu memang dibutuhan. PK dibutuhkan untuk lebih mudah menjelaskan hubungan antara makna dan daya, khususnya untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam semantik yang memakai pendekatan berdasarkan kebenaran (truth-based approach). PK tidak dapat diterapkan dengan cara yang sama pada semua masyarakat bahasa. Sehingga menurut Leech perlunya suatu bidang ilmu yang khusus yaitu sosiopragmatik, yang bertujuan menjelaskan bagaimana masyarakat-masyarakat yang berbeda menggunakan maksim-maksim. Untuk dapat memberikan penjelasan yang baik memang dibutuhkan PS. Karena itu PS tidak boleh dianggap sebagai sebuah prinsip yang sekedar ditambahkan saja pada PK, tetapi PS merupakan komplemen yang perlu, yang dapat menyelamatkan PK dari suatu kesulitan, seperti dalam contoh berikut. X : Ada orang yang memecahkan kaca jendela ini. Y : Bukan Saya. Dalam contoh ini Y memberikan jawaban yang seakan-akan tidak gayut, dimana Y bereaksi seolah-olah ia harus menyelamatkan dirinya dari suatu perbuatan jahat,
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
padahal dalam kalimat X tidak ada kata-kata menuduh Y melakukan perbuatan tersebut. Dalam situasi seperti ini jawaban berupa penyangkalan Y sebetulnya dapat diramalkan dan ketidak gayutan tersebut merupakan pelanggaran Maksim Hubungan. Tidak gayutnya jawaban Y disebabkan oleh implikatur di dalam tuturan X, sebuah implikatur taklangsung yang dimotivasi oleh sopan santun. Jadi sasaran respon Y adalah implikatur, bukan tuturan X yang sesungguhnya diucapkan. Contoh ini menggambarkan bahwa tingkat interpretasi yang lebih dalam yang melibatkan PS, tuturan yang tampaknya sebagai pelanggaran PK, sebenarnya bukan pelanggaran yang sungguh-sungguh, karena dilakukan demi sopan santun. Dengan cara inilah dapat dikatakan bahwa PS menyelamatkan PK. Prinsip Kerja Sama percakapan terbagi ke dalam empat sub-prinsip, yang disebut maksim. Satu kegiatan percakapan yang baik harus dapat memenuhi tujuan percakapan. Grice dalam Parera, 2004: 244 mengatakan ”make your conversational contribution such as is required, at the stage at which it occurs, by the accepted purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged” (buatlah kontribusi percakapan anda sesuai dengan yang dibutuhkan, pada situasi percakapan, sesuai dengan tujuan percakapan dan arah percakapan). H.P Grice, seorang ahli filsafat menyusun sebuah prinsip kerjasama yang mendasari penggunaan bahasa, berdasarkan apa yang ingin kita sampaikan sebagai tujuan dari percakapan tersebut. Grice berpendapat bahwa ada sejumlah prinsip percakapan, atau disebut maksim, yang mengatur percakapan tersebut yaitu dengan adanya prinsip kerjsama. Ada empat jenis maksim yang diperkenalkan oleh Grice
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
(1975), yaitu: Maksim Kualitas, Maksim Relevansi/Hubungan, Maksim Kuantitas, dan Maksim Cara (Jannedy, 1994:236).
2.1.1 Maksim Kualitas Maksim Kualitas ini mengatakan ’Cobalah untuk membuat suatu informasi yang benar’, yaitu: (1) Jangan mengatakan sesuatu yang Anda yakini salah. (2) Jangan mengatakan sesuatu jika Anda tidak memiliki bukti yang memadai. Maksim Kualitas yang pertama ini dapat terbukti sendiri. Tanpa kehadiran maksim ini maka penggunaan bahasa tidak berarti. Maksim Kualitas yang kedua hadir hanya jika kita yakin jika kita memiliki bukti yang memadai atas pengamatan kita terhadap Maksim Kualitas yang pertama. Contoh: Susan : Kau bilang kau bisa memperbaiki mesin ini! Ferry : Ya, ku kira aku bisa memperbaikinya. Dalam contoh ini ’Ferry tidak mematuhi Maksim Kualitas yang kedua’.
2.1.2 Maksim Kuantitas Maksim Kuantitas ini mengatakan ’Berikan jumlah informasi yang tepat’, yaitu: (1) Buatlah percakapan yang informatif seperti yang diminta. (2) Jangan membuat percakapan lebih informatif dari yang diminta. Maksim yang pertama dimaksudkan untuk memastikan bahwa kita membuat pernyataan yang informatif seperti yang diminta, dan yang kedua adalah untuk
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
memastikan bahwa kita tidak membuat pernyataan yang lebih informatif daripada yang diminta. Contoh: Jojo : Berapa banyak buku yang kamu baca dalam seminggu? Hendra : Hanya satu buku saja. Itupun kalau bukunya sangat tipis. Dari contoh ini ’Hendra tidak mematuhi maksim kuantitas yang kedua karena memberikan pernyataan yang lebih informatif dari yang diminta.
2.1.3 Maksim Hubungan/Relevansi Maksim Hubungan/Relevansi ini mengatakan ’Usahakan agar perkataan Anda ada relevansinya’. Maksim ini kadang-kadang disebut maksim super hanya dikarenakan maksim inilah sebagai pusat keteraturan dari setiap percakapan. Maksim relevansi ini paling penting sebab betapa pun informasi yang disampaikan itu cukup serta disampaikan dengan cara yang jelas, sistematis, dan tidak ambigu, kalau informasi itu tidak relevan dengan permasalahan tentu tidak akan membawa manfaat. Contoh: Jojo : Apa Pak Budi datang ke kantor hari ini? Hendra : Tadi ku lihat Bapak itu berangkat naik mobil. Dalam contoh ini, Jojo mengambil kesimpulan bahwa Pak Budi datang ke kantornya hari ini karena dia beranggapan kalau apa yang Hendra katakan relevan dengan yang ditanyakannya. Akan tetapi, jika Hendra mengetahui kalau Pak Budi berangkat naik mobil bukan menuju ke kantornya melainkan menghadiri seminar, maka apa yang dikatakannya menjadi sangat menyesatkan.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
2.1.4 Maksim Cara Maksim cara ini mengatakan ’Usahakan agar mudah dimengerti’, yaitu: (1) Hindarkan ungkapan yang tidak jelas. (2) Hindarkan ketaksaan. (3) Buatlah singkat (hindarkan panjang lebar yang tidak perlu). (4) Buatlah secara urut/teratur. Maksim-maksim ini sudah cukup jelas. Maksim yang pertama melarang kita untuk menggunakan jargon atau istilah-istilah yang membuat pendengar kita tidak mengerti apa yang dibicarakan. Maksim yang kedua ingin agar kita tidak mengatakan sesuatu hal yang memiliki makna ganda. Maksim yang ketiga melarang kita untuk menjelaskan suatu topik secara panjang lebar hal yang tidak perlu. Sedangkan yang maksim yang keempat kita harus berbicara secara urut dan teratur. Kenyataan membuktikan, di dalam percakapan sehari-hari tidak jarang ditemukan praktik-praktik pelanggaran terhadap maksim-maksim Grice tersebut. Ketika membahas Maksim-Maksim Percakapan Grice ditemukan bahwa kita seringkali mengambil kesimpulan dari apa yang dikatakan orang lain berdasarkan asumsi bahwa mereka mematuhi Prinsip kerja sama. Penarikan kesimpulan yang seperti ini merupakan dampak adanya maksim. Maksimlah yang mengatur suatu percakapan. Ada dua alasan mengapa maksim-maksim ini digunakan untuk berkomunikasi secara tak langsung. Pertama, kita terkadang tidak ingin berterus terang karena kejujuran itu mungkin dapat menyakiti diri sendiri. Kedua, kita
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
terkadang tidak ingin berterus terang karena kejujuran itu mungkin dapat menyakiti orang lain. Perhatikan contoh berikut. Susan : Bagus gak model rambutku? Ini model terbaru lho.. Putri : Eh.. tadi kamu ketemu Santi gak? Pada contoh ini, Putri merasa model rambut Susan tidaklah sesuai dengan wajahnya. Namun dia tidak ingin menyakiti Susan dengan mengatakan ’tidak bagus’. Sehingga dia mengalihkan topik pembicaraan. Dengan demikian Putri telah tidak mematuhi Maksim Hubungan.
2.2 Implikatur Percakapan Di dalam suatu percakapan, peserta-pesertanya mengikuti prinsip kerja sama dan maksim-maksim. Hal ini merupakan asumsi dasar percakapan. Akan tetapi, sering kita tidak menyadari apa yang sebenarnya kita katakan. Penuturlah yang menyampaikan makna-makna yang disampaikan lewat inferensi. Ketika penutur mengatakan, ”Anak laki-laki ya tetap anak laki-laki”, jika ditinjau dari perspektif logika murni kalimat tersebut tidak memiliki nilai komunikatif karena mengatakan sesuatu yang sangat jelas. Jika kalimat itu dipakai dalam percakapan, maka dengan jelas penutur bermaksud untuk menyampaikan informasi yang lebih banyak dari pada yang dikatakan. Jika seorang pendengar mendengar kalimat itu, maka dia pertama-tama harus berasumsi bahwa penutur sedang melaksanakan kerja sama dan bermaksud untuk menyampaikan informasi. Informasi itu tentunya memiliki makna lebih banyak dari
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
pada sekedar kata-kata itu. Makna ini merupakan makna tambahan yang disampaikan, yang disebut implikatur (Lyons, 1977). Implikatur percakapan (conversational implicature) merupakan konsep yang cukup penting dalam pragmatik karena empat hal (Levinson, 1987: 97). Pertama, konsep implikatur memungkinkan penjelasan fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik. Kedua, konsep implikatur memberikan penjelasan tentang makna berbeda dengan yang dikatakan secara lahiriah. Ketiga, konsep implikatur dapat menyederhanakan struktur dan isi deskripsi semantik. Keempat, konsep implikatur dapat menjelaskan beberapa fakta bahasa secara tepat. Seperti ilustrasi berikut. A : Jam berapa sekarang? B : Korannya sudah datang. Kalimat (A) dan (B) tidak berkaitan secara konvensional. Namun pembicara kedua sudah mengetahui bahwa jawaban yang disampaikannya sudah cukup untuk menjawab pertanyaan pembicara pertama, sebab dia sudah mengetahui jam berapa koran biasa diantarkan. Grice, seperti diungkap oleh Thomas (1995: 57), menyebut dua macam implikatur, yaitu Implikatur Konvensional dan Implikatur Konversasional. Implikatur Konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari penalaran logika. Ujaran yang mengandung implikatur jenis ini, seperti diungkap oleh Gunarwan (2004: 14), dapat dicontohkan dengan penggunaan kata ‘bahkan’. Implikatur Konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena tuntutan konteks tertentu (Thomas
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
1995: 58). Contoh, ‘Bahkan Bapak Menteri Agama menghadiri sunatan anak saya. Kalimat di atas merupakan implikatur konvensional yang berarti Bapak Menteri Agama biasanya tidak menghadiri acara sunatan, sedangkan contoh, ‘Saya kebetulan ke Jakarta menghadiri seminar dan berangkat besok’ merupakan implikatur konversasional yang bermakna ‘tidak’ dan merupakan jawaban atas pertanyaan ‘Maukah Anda menghadiri selamatan sunatan anak saya?’. Sperber dan Wilson mengembangkan teori relevansi yang merupakan kritik terhadap empat maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama Grice. Menurut mereka, maksim yang terpenting dalam teori Grice adalah maksim relevansi, dan percakapan dapat terus berjalan meski hanya melalui maksim ini. Sperber dan Wilson (1995), seperti dikutip oleh Renkema (2004: 22), menyebutkan bahwa bahasa dalam penggunaannya (language in use) selalu dapat diidentifikasi melalui hal yang disebutnya indeterminacy atau underspecification. Melalui hal tersebut, penerima pesan (addressee) hanya memilih sesuatu yang dianggapnya relevan dengan apa yang hendak disampaikan oleh pengirim pesan (addresser) dalam konteks komunikasi tertentu. Seperti dalam ilustrasi berikut. Pastikan semua pintu terkunci jika meninggalkan ruangan ini. Setiap pembaca dapat memahami bahwa pesan ini hanya berlaku jika ia akan meninggalkan ruangan tersebut untuk terakhir kalinya, bukan untuk setiap kali meninggalkan ruangan, misalnya untuk ke kamar mandi. Dengan kata lain, pesan ini berada dalam spesifikasi tertentu yang disepakati oleh addresser dan addressee dalam konteks komunikasi.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Selanjutnya, untuk menjelaskan cara sebuah pesan dapat dipahami penerimanya, dalam Renkema (2004: 22), menetapkan tiga macam hubungan antara cue dan implicature, yaitu: pertama, ujaran merupakan sebentuk tindakan dari komunikasi ostensif, misalnya tindakan untuk membuat sesuatu menjadi jelas dan dapat dimengerti oleh penerima pesan; kedua, komunikasi tidak hanya memasukkan apa yang ada dalam pikiran pengirim pesan ke dalam pikiran penerima pesan, namun mencakup perluasan wilayah kognitif (cognitive environment) kedua belah pihak. Misalnya pada contoh di atas, pengirim pesan dapat memperkirakan reaksi penerima pesan terhadap pesan yang disampaikannya, yaitu tidak perlu mengunci pintu jika keluar dalam batasan waktu dan situasi yang diperkirakan cukup aman; dan ketiga, explicature atau degree of relevance, tahapan yang harus dilewati untuk memahami implikatur dalam percakapan.
2.2.1 Implikatur Percakapan Umum Implikatur percakapan umum (generalized conversational implicature) merupakan makna yang diturunkan dari percakapan dengan tidak memerlukan pengetahuan
khusus
tentang
konteks
(sosial)
percakapan,
pengetahuan
antarpembicara, atau hubungan antarpembicara, seperti dalam contoh berikut. Debby : Katanya kamu mengundang Nina dan Santi? Dewi : Aku tidak mengundang Nina. Pada contoh ini ‘Dewi mengundang Santi, tetapi Dewi tidak mengundang Nina.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
2.2.2 Implikatur Berskala Informasi tertentu selalu disampaikan dengan memilih sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari suatu skala nilai. Implikatur Berskala adalah skala yang menunjukkan nilai satu layanan barang atau jasa, yaitu sebagai berikut: -
Skala kuantitas : beberapa, sedikit, kebanyakan, semua
-
Skala frekuensi : kadang-kadang, sering, selalu
-
Skala suhu
-
Skala kepastian : barangkali, mungkin, pasti
: dingin, hangat, panas
Pilihan atau pernyataan skala tertentu terhadap suatu fenomena merupakan nilai negatif atau pengingkaran terhadap nilai tinggi atau rendah. Dengan kata lain, jika dalam satu percakapan pembicara menggunakan atau mengujarkan satu sisi nilai, hal itu berimplikasi pengingkaran atau tandingan negatif terhadap nilai itu (Saragih, 2008: 13), seperti dalam contoh berikut. Kakak : Siapa yang menghabiskan cokelatku? Adik : Aku cuma makan sedikit kok.
2.2.3 Implikatur Percakapan Khusus Berbeda dengan implikatur percakapan umum, implikatur percakapan khusus merupakan makna yang diturunkan dari percakapan dengan mengetahui/merujuk konteks
(sosial)
percakapan,
hubungan
antarpembicara
serta
kebersamaan
pengetahuan mereka (shared knowledge). Hanya dengan pengetahuan khusus itulah makna atau implikatur dapat diturunkan, seperti pada contoh berikut.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Badu : Pergi kita ke pesta si Santi? Andi : Ayahku lagi datang. (’tidak’) Dari contoh ini ’Badu harus mengetahui hubungan Andi dengan ayahnya. Jika misalnya, Badu mengetahui kalau Andi berusaha untuk menghindari ayahnya dalam setiap kesempatan, maka implikatur yang diperoleh adalah ”ya”. Sehingga untuk menghasilkan implikatur percakapan khusus dibutuhkan pengetahuan bersama diantara pembicara dan pendengar (Peccei, 1999: 36).
2.3 Pembatas (Hedges) Maksim-maksim
percakapan
merupakan
asumsi-asumsi
yang
tidak
dinyatakan dalam percakapan. Biasanya kita berasumsi bahwa orang akan memberikan sejumlah informasi yang tepat, benar, relevan, dan mencoba menjadikannya sejelas mungkin. Akan tetapi ada beberapa jenis ungkapan tertentu yang dipakai oleh penutur untuk menandai bahwa ungkapan-ungkapan itu berbahaya jika tidak sepenuhnya mengikuti prinsip-prinsip itu. Jenis ungkapan ini disebut pembatas (hedges). Penutur sering menunjukkan kalau mereka sangat peduli pada prinsip kerja sama jika mereka menggunakan pembatas. Dalam maksim kualitas untuk berinteraksi dengan baik dapat diukur dengan sejumlah ungkapan-ungkapan yang digunakan, yaitu untuk menunjukkan bahwa apapun yang sedang dikatakan mungkin tidak sepenuhnya tepat, seperti terdapat dalam contoh berikut. (1) Sepanjang yang ku tahu, Andi telah menikah dengan Santi. (2) Ya, dia lelaki yang jujur saya kira.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Frasa pembuka dan frasa penutup dalam (1) dan (2) merupakan catatan bagi pendengar yang ada hubungannya dengan ketepatan dari pernyataan utama. Konteks percakapan dari contoh ini mungkin hanya sekedar isu terbaru yang melibatkan pasangan yang dikenal penutur. Pembatas ini juga dapat dipakai untuk menunjukkan bahwa penutur sadar tentang maksim kuantitas, seperti pada frasa pembuka berikut ini, yaitu: (1) Mungkin kamu tahu kalau saya takut terhadap kecoa. (2) Jadi, singkat cerita, kami ganti bajunya yang rusak. Tanda-tanda yang terkait dengan harapan relevansi dapat ditemukan di tengah-tengah pembicaraan ketika penutur mengatakan sesuatu seperti ’ngomongngomong’ dan terus menyebutkan beberapa informasi yang tidak tepat selama proses percakapan. Penutur juga tampak menggunakan ungkapan seperti ’bagaimanapun juga’, atau ’baiklah, namun’, untuk menunjukkan bahwa mereka telah menyimpang ke dalam suatu pembahasan tentang beberapa materi yang kemungkinan tidak relevan dan ingin berhenti dari pembahasan tersebut. Contoh : (1) Mungkin pertanyaan ini terdengar tolol, tetapi tulisan siapa ini? (2) Bukannya bermaksud mengganti topik pembicaraan, tetapi apakah persoalan ini terkait dengan rencana perjalanan akhir tahun kita? Kesadaran tentang tingkah laku yang diharapkan dapat juga menuntun penutur untuk menghasilkan tipe pembatas yang ditunjukkan dalam frasa pembuka berikut. (1) Kejadian ini sedikit membingungkan, namun pada saat itu saya berada ruang dapur. (2) Saya tidak yakin apakah kejadian ini masuk akal, karena pintu depan terkunci.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Seluruh contoh pembatas ini merupakan petunjuk bahwa penutur tidak hanya sadar tentang maksim-maksim, tetapi mereka ingin menunjukkan bahwa mereka mencoba untuk meneliti maksim-maksim itu dan menyampaikan kepedulian penutur bahwa pendengar memutuskan untuk menjadi pasangan-pasangan percakapan yang koperatif.
2.4 Sifat-Sifat Implikatur Percakapan Implikatur merupakan bagian dari informasi yang disampaikan namun penutur selalu dapat memungkiri bahwa mereka ingin menyampaikan maksudmaksud tertentu. Implikatur-implikatur tersebut dapat dipungkiri secara eksplisit dengan cara yang berbeda. Contoh, ada sebuah implikatur baku yang dikaitkan dengan menyatakan suatu besaran dan penutur hanya memaksudkan jumlah angka itu, seperti berikut. Anda telah mendapatkan bonus lima puluh ribu rupiah! (hanya lima puluh ribu) Namun, untuk menangguhkan implikatur itu (hanya lima puluh ribu) bagi penutur cukup mudah, yaitu dengan menggunakan ungkapan ’kira-kira’, atau membatalkan informasi dengan memberikan informasi tambahan dengan ungkapan ’sebenarnya’. Anda telah mendapatkan bonus kira-kira lima puluh ribu rupiah! Anda telah mendapatkan bonus kira-kira lima puluh ribu rupiah, tapi sebenarnya Anda sudah mendapatkan bonus tujuh puluh lima ribu rupiah!
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Implikatur dapat diperhitungkan oleh pendengar melalui inferensi. Jadi dengan demikian
sifat
implikatur
adalah,
implikatur-implikatur
percakapan
dapat
diperhitungkan, ditangguhkan, dibatalkan, dan ditegaskan kembali.
2.5 Kesantunan: Prinsip dan Maksim Prinsip sopan santun merupakan komplemen yang perlu dalam menjelaskan implikatur percakapan dengan lebih baik. Untuk menjalin hubungan yang baik dan demi tercapainya tujuan dalam berkomunikasi perlu mempertimbangkan segi sopansantun berbahasa. Sopan-santun dalam berkomunikasi dapat dipandang sebagai usaha untuk menghindari konflik antara penutur dengan mitrabicara. Dalam hal ini, kesopansantunan merupakan (1) hasil pelaksanaan kaidah, yaitu kaidah sosial, dan (2) hasil pemilihan strategi komunikasi. Konsep strategi kesantunan yang dikembangkan oleh Brown dan Levinson diadaptasi dari konsep face yang diperkenalkan oleh seorang sosiolog bernama Erving Goffman (1956) (Renkema 2004: 24-25). Face merupakan gambaran citra diri dalam atribut sosial yang telah disepakati. Dengan kata lain, face dapat diartikan kehormatan, harga diri (self-esteem), dan citra diri di depan umum (public self-image) (dalam Peccei, 1999: 64). Menurut Goffman (1956) setiap partisipan memiliki dua kebutuhan dalam setiap proses sosial: yaitu kebutuhan untuk diapresiasi dan kebutuhan untuk bebas (tidak terganggu). Kebutuhan yang pertama disebut positive face, sedangkan yang kedua disebut negative face.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Berdasarkan konsep face yang dikemukakan oleh Goffman ini, Brown dan Levinson (1978) membangun teori tentang hubungan intensitas kesantunan yang terrealisasi dalam bahasa (Renkema 2004: 25). Intensitas ini diekspresikan dengan bobot atau weight (W) yang mencakup tiga parameter sosial, yaitu: pertama, tingkat gangguan atau rate of imposition (R), berkenaan dengan bobot mutlak (absolute weight) tindakan tertentu dalam kebudayaan tertentu, misalnya permintaan "May I borrow your car?" mempunyai bobot yang berbeda dengan permintaan "May I borrow your pen?"; kedua, jarak sosial atau social distance (D) antara pembicara dengan lawan bicaranya, misalnya bobot kedua permintaan di atas tidak terlalu besar jika kedua ungkapan tersebut ditujukan kepada saudara sendiri; dan ketiga, kekuasaan atau power (P) yang dimiliki lawan bicara (Renkema 2004:26). Peerhatikan ilustrasi berikut. 1. Maaf, Pak, boleh tanya? 2. Numpang tanya, Mas? Dalam contoh di atas terlihat jelas, ujaran (1) mungkin diucapkan pembicara yang secara sosial lebih rendah dari lawan bicaranya, misalnya mahasiswa kepada dosen atau yang muda kepada yang tua; sedangkan ujaran (2) mungkin diucapkan kepada orang yang secara sosial jaraknya lebih dekat. Seseorang yang mengetahui yang mengetahui dan menyadari jarak atau kedekatannya kepada mitrabicara dan menggunakan bahasa dengan baik sesuai dengan jarak atau kedekatannya itu disebut menggunakan bahasa secara santun atau
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
melakukan kesantunan bahasa. Dengan prinsip pengetahuan atau kesadaran tentang jarak dan kedekatan itu, jika pembicara dengan mitra bicara memiliki jarak dan memakai bahasa dengan prinsip kedekatan akan menimbulkan salah pengertian dan melanggar kesantunan bahasa. Demikian juga sebaliknya, orang yang dekat dengan mitrabicara yang menggunakan bahasa yang berindikasi jarak akan merusak kesantunan pemakaian bahasa karena mitrabicara akan merasa bahwa pembicara berupaya menjauhkan diri daripadanya. Hal ini memberi kesan bahwa mitrabicara tidak santun dalam berkomunikasi (Saragih, 2008:17). Kesantunan yang beorientasi kepada jarak sosial antarpembicara akan menimbulkan sikap hormat (respect) dan kesantunan yang berorientasi untuk menjaga muka atau marwah karena kedekatan disebut akrab, persahabatan (friendliness) dan solidaritas (solidarity). Tindak ancaman terhadap muka atau marwah (face threatening act) adalah ucapan yang mengancam penghargaan atau pengharapan seseorang atas muka atau marwahnya. Tindak penyelamatan muka (face saving act) merupakan ucapan yang menyelamatkan atau mengurangi ancaman terhadap marwah seseorang. Sebagai contoh seorang ayah melakukan tindak ancaman marwah sedang si ibu melakukan tindak penyelamatan marwah ketika salah seorang anak tetangga mereka memukuli anak lelakinya, seperti dalam percakapan berikut. Ayah : Biar ku beri pelajaran anak bandel itu. Seenaknya saja memukuli anak orang. Ibu : Mungkin, lebih baik berbicara saja dahulu dengan orang tuanya. Biar mereka yang menasehatinya.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Tindak peneyelamatan muka yang berorientasi kepada muka atau marwah negative akan menghasilkan atau berasosiasi dengan ucapan hormat, ucapan maaf dan pengakuan atas keunikan atau kekuasaan seseorang. Kesantunan yang dilakukan dengan orientasi ini disebut kesantunan negatif (negative politeness). Keunikan atau kekuasaan seseorang dapat terjadi oleh beberapa faktor, seperti umur, keturunan, status sosial, pengetahuan, sex, asal darah, dan lain-lain. Tindak penyelamatan muka atau marwah yang berorientasi ke muka atau marwah positif menghasilkan ucapan solidaritas, kesamaan nasib dan tujuan, keakraban. Kesamaan atau solidaritas ini disebut kesantunan positif (positive politeness). Realisasi aspek bahasa yang digunakan untuk strategi kesantunan positif adalah bahasa formal, dialek, slang, penggunaan gelar, keterlibatan kita, menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Sedangkan aspek bahasa yang digunakan untuk strategi kesantunan negatif adalah hindari ucapan slang, penggunaan gelar, hindari bahasa informal, nirpersona, keterlibatan orang ketiga, dan dinyatakan dengan tidak langsung (Saragih, 2008: 17). Seperti dalam contoh berikut. Strategi Kesantunan Positif : Mari kita pergi ke pesta pernikahan anak Bu Tuti. Strategi Kesantunan Negatif : Bapak diundang ke pesta pernikahan anak Bu Tuti. Anda diundang ke pesta pernikahan anak Bu Tuti. Dari contoh tersebut diketahui bahwa aspek bahasa yang digunakan untuk kesantunan positif adalah dengam menggunakan bahasa yang formal dan menyatakan sesuatu
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
dengan tidak langsung. Berbeda halnya dengan kesantunan negatif yang menggunakan aspek bahasa yang informal serta dinyatakan secara langsung. Dalam hubungannya dengan kesopansantunan, R. Lakoff mengusulkan tiga kaidah sopan-santun (seperti dituturkan oleh Gunarwan, 1993: 8) yaitu
(1)
formalitas, artinya jangan menyela, tetaplah bersabar, dan jangan memaksa, (2) kebebasan pilihan (keluwesan), artinya buatlah sedemikian rupa sehingga mitrabicara Anda dapat menentukan pilihan dari berbagai tindakan, (3) kesekawanan (kesederajatan), artinya bertindaklah seolah-olah antara Anda dengan mitrabicara Anda sama atau sederajat, dan buatlah agar mitrabicara Anda merasa senang. Dengan demikian, sebuah ujaran akan dinilai santun apabila penutur tidak terkesan memaksa, ujaran itu memberikan alternatif pilihan tindakan kepada mitrabicara, dan mitrabicara merasa senang. Dalam hal ini, berbagai bentuk strategi komunikasi dapat ditempuh agar ujaran bernilai sopan-santun tinggi. Dalam berkomunikasi terdapat dua kaidah kompetensi pragmatik yang sangat penting, yakni “buatlah perkataan Anda jelas” (make yourself clear), dan “bersopan-santunlah” (be polite). Di samping tiga kaidah sopan-santun yang diusulkan Lakoff tersebut, Leech (1999: 194-195) mengemukakan adanya tiga skala yang perlu dipertimbangkan untuk menilai derajat kesopansantunan suatu ujaran, yaitu yang disebut “skala pragmatik”. Ketiga skala pragmatik itu adalah (1) skala biaya-keuntungan (cost and benefit), (2) skala keopsionalan, dan (3) skala ketaklangsungan.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Leech (1999: 205) membahas teori kesantunan dalam kerangka retorika interpersonal. Dalam hal ini, Leech menyebutkan enam maksim kesantunan, yaitu (1) Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim) yaitu buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin,
buatlah
keuntungan
orang
lain
sebesar
mungkin,
(2)
Maksim
Kedermawanan (Generosity Maxim) yaitu buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin, buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin, (3) Maksim Pujian (Approbation Maxim) yaitu kecamlah orang lain sedikit mungkin, pujilah orang lain sebanyak mungkin, (4) Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) yaitu pujilah diri sendiri sedikit mungkin, kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin, (5) Maksim Kesepakatan (Aggreement Maxim) yaitu usahakan agar ketidak sepakatan antara diri dan lain terjadi sedikit mungkin, usahakan agar kesepakatan antara diri dengan lain terjadi sebanyak mungkin, (6) Maksim Simpati (Sympathy Maxim) yaitu kurangilah rasa antipati antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin, tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain. Karena semua maksim ini menganjurkan agar mengungkapkan keyakinankeyakinan yang sopan dan bukan keyakinan- keyakinan yang tidak sopan, maksimmaksim ini dimasukkan ke dalam prinsip sopan santun. Empat maksim yang pertama melibatkan skala-skala berkutub dua: skala untung-rugi dan skala pujian-kecaman. Dua maksim lainnya melibatkan skala-skala yang hanya satu kutubnya, yaitu skala kesepakatan dan skala simpati. Walaupun antara skala yang satu dengan yang lain ada kaitannya, setiap maksim berbeda dengan jelas, karena setiap maksim mengacu pada sebuah skala
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
penilaian yang berbeda dengan skala penilaian maksim-maksim lainnya. Skala untung-rugi pada maksim kearifan dan kedermawanan memeringkatkan untung-rugi orang lain dan diri sendiri akibat suatu tindakan di masa depan, sedangkan skala-skala pada maksim pujian dan maksim kerendahan hati memeringkatkan baik tidaknya penilaian yang diungkapkan oleh diri sendiri mengenai orang lain dan mengenai diri sendiri (Leech, 1993: 209). Maksim-maksim ini ditaati sampai batas-batas tertentu saja dan bukannya ditaati sebagai kaidah-kaidah absolut, khususnya berlaku bagi submaksim-submaksim yang lebih lemah, seperti ‘kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin’. Seseorang yang terus menerus merendahkan dirinya pada setiap kesempatan akan menjadi orang yang sangat membosankan. Sehingga dia akan dinilai sebagai orang yang tidak tulus, yang tidak sungguh. Jika terjadi demikian Prinsip Kerja sama (Maksim Kualitas) akan menghalangi kita agar tidak terlalu merendahkan diri; sebaliknya, dalam situasi yang lain Prinsip Kerja sama juga akan menghalangi kita agar tidak terlalu arif. Perhatikan contoh berikut. A: Mereka baik sekali kepada kita. B: Ya, betul. Kalimat ini menunjukkan bahwa memang sopan kalau kita sependapat dengan pujian orang lain, kecuali kalau pujian itu ditujukan kepada diri sendiri. Namun pada kalimat berikut. A: Anda baik sekali kepada saya. B: Ya, betul.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Kalimat ini melanggar submaksim yang pertama Maksim Kerendahan Hati yang berarti membual, dan ini merupakan suatu pelanggaran sosial bila kemurahan hati ini dibesar-besarkan.
2.6 Kajian Terdahulu Penelitian tentang implikatur percakapan sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, antara lain Pessy (2003) dan Tuti Tresnawati (2005). Sejalan dengan penelitian ini, Pessy (2003) telah menulis A Study Of Speech Acts and Implicature Acquisition and The Acquisition of A Four-Years Old Indosnesian Boy. Penelitiannya mengenai pemerolehan bahasa anak dan pemerolehan pragmatik pada seorang anak laki-laki Indonesia yang menitikberatkan pada tindak tutur dan implikatur. Menurutnya, seorang anak laki-laki telah memperoleh empat dari lima jenis tindak tutur yang dipaparkan oleh Yule (1997) yaitu: representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Sedangkan implikatur diperoleh dari ungkapan yang digunakannya ketika menginginkan sesuatu. Selain itu, Tuti (2005) telah pula menulis Implikatur Percakapan Sebagai Unsur Utama Pengungkapan Humor Dalam Wacana Komedi Situasi Bajaj Bajuri. Menurutnya, dalam wacana komedi situasi Bajaj Bajuri mengandung banyak implikatur percakapan sebagai akibat pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama Grice atau prinsip kesantunan Leech. Efek lucu yang mendukung keberhasilan humor itu dapat terwujud karena adanya fenomena implikatur itu sebagai unsur utamanya. Dalam penelitian ini diketahui bagaimana perwujudan prinsip kerja sama, prinsip
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
kesantunan, dan tipe-tipe humor atas dasar motivasi, topik, dan teknik penciptaannya sebagai penyebab timbulnya implikatur percakapan yang menjadi unsur utama pengungkapan humor. Dari hasil analisis penelitian diperoleh temuan bahwa ternyata bukan hanya pelanggaran yang menimbulkan implikatur percakapan, namun bentuk pematuhan terhadap prinsip kerja sama Grice, prinsip kesantunan Leech, dan tipe-tipe humor berdasarkan topik, motivasi, dan teknik penciptaannya pun dapat menimbulkan implikatur percakapan dengan maksud menerangkan apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau dimaksudkan oleh penutur didalam suatu percakapan yang berfungsi sebagai unsur utama pengungkapan humor. Berkaitan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti tersebut, telah menginspirasi peneliti untuk melakukan penelitian tentang implikatur percakapan yang diperoleh dari pelanggaran maksim percakapan dalam debat kandidat calon kepala daerah, khususnya calon kepala daerah DKI Jakarta.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Metode penelitian tentang implikatur percakapan ini didasarkan kepada metode deskriptif dan sifat penelitian adalah kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis maupun lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma, 1993:10). Pendekatan kualitatif yang melibatkan data lisan di dalam masyarakat bahasa melibatkan apa yang disebut informasi. Metode deskriptif bertujuan membuat deskripsi sesuatu objek kajian secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomenafenomena yang diteliti, sehingga didapat gambaran data secara ilmiah. Sifat kualitatif penelitian ini mengarah pada pembahasan permasalahan tentang implikatur percakapan yang diperoleh dari pelanggaran prinsip-prisip kerjasama. Untuk memecahkan masalah penelitian ini, ada tiga tahapan yang dilakukan, yaitu: (1) pengumpulan data, (2) penganalisisan data, dan (3) penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:5).
3.2 Teknik Pengumpulan Data Pemanfaatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data yang benar-benar sahih dan terpercaya. Data penelitian ini
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
dikumpulkan dengan metode simak (Sudaryanto, 1993:133-136). Pelaksanaan metode ini didukung oleh teknik dasar sadap yaitu penyimakan atau metode simak itu diwujudkan dengan penyadapan. Kemudian dilanjutkan dengan teknik lanjutan simak bebas libat cakap yaitu dengan tidak terlibat dalam dialog dan tidak ikut serta dalam proses pembicaraan orang-orang yang saling berbicara, teknik rekam, dan teknik catat sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudaryanto (1993:133). Pada saat menyimak ulang inilah diberikan tanda-tanda pada teks untuk menandai fenomena-fenomena kebahasaan yang perlu dikaji. Tiap-tiap data yang diambil dari transkripsi percakapan tersebut akan diberi nomor. Kemudian kartu-kartu data ini diolah secara deskriptif, kemudian diklasifikasikan dengan butir-butir yang perlu dikaji. Untuk memperoleh data seperti itu dipilih acara debat kandidat calon kepala daerah DKI Jakarta di satu program stasiun televisi pada tanggal 4 Agustus 2007 yang menghadirkan dua pasangan calon Gubernur DKI Jakarta beserta empat orang panelisnya sebagai data yang akan dianalisis dan kemudian mentranskripsikan rekaman tersebut.
3.3 Prosedur Penelitian Data ini dikumpulkan dengan cara pencatatan atau perekaman dengan prosedur sebagai berikut. (1) merekam acara debat kandidat tersebut. (2) mentranskripsikan hasil debat kandidat tersebut. (3) membaca seluruh transkripsi.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
(4) mengidentifikasi maksim percakapan menurut teori Grice. (5) mengklasifikasi pelanggaran maksim-maksim percakapan. (6) menginterpretasi implikatur percakapan yang diperoleh dari pelanggaran maksim-maksim percakapan. (7) membuat daftar pelanggaran maksim-maksim percakapan. (8) membuat kesimpulan. (9) mendeskripsikan hasil penelitian
3.4 Teknik Analisis Data Data yang ditranskripsi berupa tanya jawab antara para panelis dengan para pasangan calon Gubernur DKI Jakarta, tanya jawab antara satu pasangan calon kepada pasangan lainnya. Dianalisis dengan mengklasifikasikan percakapanpercakapan yang mengalami pelanggaran maksim berdasarkan jenis maksimnya, dan mendeskripsikan makna tambahan yang diperoleh atau disebut implikatur. Implikatur percakapan ini diperoleh dengan menginterpretasikan pelanggaran maksim yang menerapkan teori Grice. Interpretasi dapat dilakukan dengan menghubungkan data dengan konteks linguistik dan konteks sosial, yang mencakupi unsur situasi, budaya dan ideologi.
3.5 Teknik Penyajian Hasil Analisis Untuk menyajikan hasil analisis digunakan teknik formal dan informal (Sudaryanto, 1993: 145). Penyajian dengan teknik formal adalah menyajikan hasil
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
analisis dengan menggunakan tanda dan lambang-lambang. Teknik ini digunakan untuk memvisualisasikan hasil analisis. Penggunaan tanda dan lambang itu hanya sebagian kecil dan dipadukan dengan metode penyajian informal yaitu dengan perumusan kata-kata untuk menguraikan data secara rinci. Berikut ilustrasi contoh. Pelanggaran Maksim Hubungan A : Jadi kau belikan aku tinta printer? B : Uangku sudah habis. Dari ilustrasi di atas, dapat diketahui kalau B melanggar Maksim Hubungan dengan memberikan jawaban yang tidak relevan atas pertanyaan A. Dalam ilustrasi ini B ingin mengatakan bahwa ’dia tidak jadi membeli tinta printer karena uangnya sudah habis’. Implikatur yang diperoleh dari ilustrasi di atas adalah ’B tidak tidak membeli tinta tersebut’. B seharusnya mengatakan ”Tidak” untuk mematuhi aturan maksim hubungan.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian Prinsip kerja sama yang terdiri dari empat buah maksim percakapan harus dipatuhi dalam sebuah acara debat kandidat. Setiap kandidat memiliki tujuan, visi dan misi masing-masing yang ingin dicapai. Setiap tuturan yang terjadi akibat adanya proses tanya jawab antara panelis dan kandidat. Hal ini merupakan satu unit yang sangat mendasar dari sebuah acara debat. Debat kandidat ini merupakan salah satu bentuk kampanye yang bertujuan tidak hanya untuk menguji visi misi dan program para kandidat, tetapi juga untuk memperkenalkan kepada masyarakat Indonesia kandidat mana yang sesuai untuk memerintah Jakarta. Proses yang terjadi dalam sebuah debat juga termasuk dalam penelitian ini. Yaitu bagaimana implikatur percakapan itu dapat menjelaskan makna tersirat dari tuturan seorang kandidat. Program debat ini menghasilkan pelanggaran empat jenis maksim percakapan yaitu maksim kualitas, maksim relevansi, maksim kuantitas, dan maksim cara). Adanya pelanggaran maksim-maksim ini maka dapat diperoleh implikatur (implikatur percakapan umum dan implikatur percakapan khusus). Implikatur percakapan umum merupakan makna yang diturunkan dari percakapan dengan tidak memerlukan pengetahuan khusus tentang konteks sosial percakapan, pengetahuan antarpembicara, atau hubungan antarpembicara. Implikatur percakapan khusus merupakan makna yang diturunkan dari percakapan dengan mengetahui atau
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
merujuk konteks sosial percakapan, hubungan antarpembicara serta kebersamaan pengetahuan mereka. Implikatur ini diperoleh karena adanya pelanggaran maksim dengan memerhatikan empat jenis konteks yaitu konteks fisik, epistemik, linguistik, dan sosial. Data yang diperoleh berasal dari tanya jawab antara para panelis dan kandidat cagub cawagub. Berhubung setiap kandidat berusaha menjelaskan program kerja mereka ketika menjawab pertanyaan panelis, para kandidat tersebut tidak fokus terhadap apa sebenarnya yang dinginkan oleh para panelis. Hal ini mengakibatkan munculnya pelanggaran maksim percakapan dan ini dilakukan berulang oleh para kandidat dalam acara debat tersebut. Pelanggaran maksim ini disebabkan kurangnya perhatian dan wawasan serta pengetahuan atas permasalahan yang ada di Jakarta, aspek psikologis seperti perasaan gugup, kepercayaan diri yang kurang sehingga tanggapan yang diberikan kurang maksimal.
4.1.1
Pelanggaran Maksim Kualitas Maksim kualitas menyatakan cobalah untuk membuat suatu informasi yang
benar, yaitu (1) jangan mengatakan sesuatu yang Anda yakini salah, (2) jangan mengatakan sesuatu jika Anda tidak memiliki bukti yang memadai. Pada acara debat kandidat calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pelanggaran maksim kualitas ini muncul.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Data 1 Panelis 1, Azumardi Azra : “Pertama, saya ingin mengucapkan selamat atas kedua pasangan Cagub dan Cawagub ini dan saya ingin memulai, eh….diskusi kita, perdebatan kita pada malam hari ini. Dengan melihat masalah Jakarta yang begitu kompleks dan rumit, sangat rumit dan begitu kompleks seperti masyarakatnya, ada kesenjangan sosial yang semakin mencolok di Jakarta, ada rumah-rumah mewah tapi juga semakin banyak eh…komplek atau perumahan-perumahan kumuh, juga ada mall-mall yang semakin luas, semakin gagah, dan pasar-pasar tradisional yang semakin tersisih, dan juga ada mobil-mobil mewah yang seliweran di jalanan, sementara banyak juga kita lihat bajaj yang banyak mengeluarkan asap, emisi. Nah, kira-kira apa yang akan saudara-saudara lakukan, pasangan baik yang pertama maupun yang kedua, untuk mengatasi masalah ini? Saya harapkan tentu saja jawabannya tidak normatif dan tidak retorik, tapi kita harapkan jawaban yang spesifik untuk berbagai masalah seperti itu. Terimakasih”.
Kandidat Cagub II, Fauzi Bowo : “Kemajemukan sudah sejak awal merupakan ciri karakter kota Jakarta yang kita cintai ini. Oleh karena itu, kami secara spesifik berangkat dari kemajemukan yang ada. Kami punya visi membangun Jakarta yang nyaman dan sejahtera untuk semua, bukan untuk sebagian. Kita jadikan kemajemukan ini asset untuk berangkat mensejahterakan warga Jakarta. Tidak ada pilihan lain, saya dan Pak Pri bertekad untuk mulai bekerja keras, mulai dari saat hari pertama, seandainya Tuhan mengijinkan kami untuk memerintah Jakarta. Ibu Bapak yang terhormat, saya hormati apa yang disampaikan tadi, tapi saya kenal Jakarta, saya tahu masalahnya, dan saya tahu juga solusinya. Untuk itulah kami berdua akan bekerja keras. Solusi ada di tangan kami”.
Dari data (1) Fauzi Bowo memberikan tanggapan bahwa dia telah mengetahui program apa saja yang harus mereka lakukan jika kelak mereka terpilih sebagai gubernur. Fauzi melanggar maksim kualitas yang kedua yaitu jangan mengatakan sesuatu jika tidak memiliki bukti yang memadai.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Implikatur yang diperoleh adalah dia seorang yang merasa lebih mengetahui persoalan Jakarta yang kompleks daripada kandidat calon gubernur lainnya. Hal ini mengakibatkan pemirsa televisi berasumsi Fauzi Bowo seorang yang sombong, terlalu percaya diri bahwa hanya dialah satu-satunya orang yang paling dekat dengan rakyat Jakarta. Sebaiknya Fauzi memberikan tanggapan yang lebih bijaksana dan memberikan fakta-fakta yang menunjukkan kalau dia memang mengetahui apa yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi masalah Jakarta yang sangat kompleks, seperti berikut. ”Saya sudah lama tinggal di Jakarta ini dan telah lama pula berkecimpung dalam persoalan masyarakat yang majemuk ini”. Dia juga harus menyebutkan apa yang menjadi masalah pokok di Jakarta, dan juga apa solusinya. Data 2 Panelis IV, Bambang Wijayanto: “Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Saya ingin mempersoalkan isu soal korupsi tadi sudah dikemukakan. Bicara soal korupsi, itu adalah poinnya penyalahgunaan kewenangan. sekarang pertanyaannya adalah ketika akan melakukan pemberantasan korupsi perlu dilakukan kontrol terhadap kekuasaan. Bagaimana sebenarnya kontrol itu bisa dilakukan? Apa sektorsektor strategis yang mesti dikendalikan supaya korupsi di sektor revenue dan di sektor expendijer - expendijer bisa dikendalikan?”
Kandidat Cagub I, Adang Darajatun: “Kalau berbicara korupsi tidak akan lepas pada hal yang paling mendasar. Satu, bagaimana membangun moral, bagaimana kita melakukan eh…kesejahteraan yang baik, pengawasan melekat dan penegakan hukum. Kalau tadi ditanyakan tentang sektor-sektor strategis, saya lebih melihat bagaimana struktur di DKI. Kita lihat saja yang pasti kalau berbicara moral, bagaimana tentang personilpersonil di bidang pembinaan personilnya”.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Pada data (2) Adang memberikan tanggapan yang melanggar maksim kualitas. Maksim kualitas menyatakan untuk tidak mengatakan sesuatu hal jika tidak memiliki bukti yang memadai. Dalam pernyataannya tersebut belum terlihat kalau pasangan ini memiliki suatu fakta tentang sektor-sektor strategis yang terdapat di Jakarta dan bagaimana personil-personilnya dalam menjalankan tugasnya, namun beliau sangat yakin dapat memperbaiki tentang hal tersebut. Hal ini berdampak argumen-argumen yang diberikan tidak meyakinkan para panelis maupun pemirsa televisi. Implikatur yang diperoleh adalah Adang belum menguasai bidang pemerintahan struktural sehingga hal ini dapat berdampak berkurangnya kepercayaan masyarakat Jakarta untuk memilih pasangan ini. Adang dapat mematuhi maksim kualitas apabila beliau mengatakan, ”Kontrol itu bisa dilakukan dengan beberapa cara. Yang pertama, pembinaan moral para personil pemerintahan yang dimulai dari pimpinan itu sendiri. Yang kedua, apresiasi bagi para personil yang menjalankan tugas baik itu dalam bentuk insentif atau lainnya, dst. Dan yang paling penting adalah pembinaan moral. Karena bagaimanapun juga moral merupakan satu hal yang paling penting dalam mengemban amanah suatu jabatan”. Data 3 Panelis IV, Bambang Wijayanto: “Saya ingin mempersoalkan isu soal korupsi tadi sudah dikemukakan. Bicara soal korupsi, itu adalah poinnya penyalahgunaan kewenangan. Jawaban dari kandidat selalu normatif dengan mengatakan perlu peningkatan insentif. Itu
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
bukan masalah yang bisa diselesaikan. Nah, sekarang pertanyaannya adalah ketika akan melakukan pemberantasan korupsi perlu dilakukan kontrol terhadap kekuasaan. Bagaimana sebenarnya kontrol itu bisa dilakukan? Apa sektorsektor strategis yang mesti dikendalikan supaya korupsi di sektor revenue dan di sektor expendijer - expendijer bisa dikendalikan?” Jawaban dari kandidat selalu normatif dengan mengatakan perlu peningkatan insentif. Itu bukan masalah yang bisa diselesaikan”.
Kandidat Cawagub I, Dani Anwar: “Mas Bambang, kita eh..kandidat telah melakukan MoU dengan beberapa LSM yang kaitannya dengan komitmen untuk tidak melakukan korupsi. Dan itu sebagai perwujudan keseriusan kami berdua bagaimana kita bisa setidaknya mengeliminer persoalan korupsi yang ada di Jakarta. Tadi sudah dikemukakan oleh Pak Adang Darajatun yang kita banggakan bahwasanya kita berdua ini adalah orang baru yang ada di Pemda DKI. Tentunya dengan kondisi orang baru itu mudah-mudahan dengan ketauladanan yang kami bisa berikan ke depan akan mengerem setidak-tidaknya persoalan-persoalan yang terjadi di Pemda DKI Jakarta dan itu sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat Jadi insyaAllah mudah-mudahan dengan keseriusan kita berdua ini mudah-mudahan kita bisa menyelesaikan masalah ini.”
Dari data (3) ini tanggapan dari Dani Anwar juga melanggar maksim kualitas karena karena dia tidak memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh panelis. Sebagai seorang cawagub dia sebaiknya memberikan pernyataan yang lebih meyakinkan panelis dan pemirsa televisi untuk mendukung tanggapan yang telah diberikan oleh cagubnya yakni Adang Darajatun. Dengan demikian mengakibatkan kedua pasangan calon tidak kelihatan serasi, padahal dalam menjalankan pemerintahan seorang gubernur harus memiliki komunikasi yang baik dengan wakilnya.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Implikatur yang diperoleh adalah Dani juga belum mengetahui secara pasti hal apa yang akan mereka lakukan untuk memberantas korupsi seandainya mereka terpilih sebagai cagub dan cawagub DKI Jakarta. Untuk mematuhi maksim kualitas sebaiknya Dani mengatakan,”Kami memiliki keinginan yang kuat untuk mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik. Untuk itu maka diperlukan akuntabilitas dan transparansi dalam menjalankan pemerintahan, sehingga tercipta pemerintahan yang bersih dan berkualitas. Hal ini dapat terwujud jika pimpinan dan personil-personilnya saling bekerja keras dan memiliki keinginan yang kuat untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, adil dan bijaksana”. Data 4 Panelis III, Aviliani: ”Selamat malam kedua pasangan calon. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Iya, kita lihat angka pengangguran dan kemiskinan terutama di Jakarta itu mulai juga ada peningkatan. Karena banyak perusahaan yang tutup,, ya…. Oleh karena itu, kalau kita melihat eh…harusnya bagaimana Jakarta ini bisa meningkatkan investasi, sehingga para penganggur ini bisa eh..dioptimalkan”. Kandidat Cawagub II, Dani Anwar: ”Kaitannya dengan menciptakan iklim investasi yang baik, saya kira memang diperlukan satu keberanian. Dari seorang kepala daerah di DKI Jakarta ini yang bisa melakukan terobosan-terobosan dan pembenahan-pembenahan terhadap iklim investasi yang ada di Jakarta ini”. Tanggapan Dani dari data (4) ini melanggar maksim kualitas, karena Dani belum memiliki bukti yang memadai untuk memperkuat argument atau uraian yang diberikannya. Maksim kualitas menyatakan untuk tidak mengatakan sesuatu jika
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
belum memiliki bukti yang memadai. Dalam hal ini Dani tidak menjawab secara jelas bagaimana iklim investasi di Jakarta bisa ditingkatkan. Hal ini mengakibatkan program kerja yang ditawarkan oleh pasangan kandidat calon ini belum tergambar dengan jelas. Implikatur yang diperoleh adalah Dani Anwar belum begitu mengetahui strategi yang tepat untuk meningkatkan investasi di Jakarta. Sebaiknya Dani mengatakan,”Salah satu cara untuk meningkatkan investasi baik dari dalam maupun luar negeri adalah memberlakukan peraturan daerah yang kondusif untuk berinvestasi yang dibarengi dengan infrastruktur yang mendukung, selain adanya stabilitas keamanan negara kita, sehingga investor-investor dalam maupun luar negeri tertarik untuk menanamkan modalnya”.
4.1.2
Pelanggaran Maksim Kuantitas Penelitian ini juga menemukan pelanggaran maksim kuantitas. Maksim
kualitas ini menyatakan supaya jangan membuat pernyataan lebih informatif dari yang diminta. Pelanggaran maksim ini dapat terlihat dari data berikut. Data 5 Panelis II, Gumilar R. Sumantri: ”Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Seratus hari pertama menjabat jadi gubernur adalah penting. Ada peribahasa, kita tidak bisa mengharapkan lebih banyak perubahan selama lima tahun apabila selama seratus hari pertama tidak terjadi apa-apa. Mohon dijawab oleh kedua pasangan calon. Apa program yang konkrit untuk dilakukan atau akan dilakukan nanti untuk mengatasi masalah Jakarta yang kompleks?”
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Kandidat Cagub II, Fauzi Bowo: “Yang pertama ini adalah tiga bulan terakhir dari tahun 2007. Kita akan laksanakan apa yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja tahun 2007 secara konsekwen, secara konsisten, dengan lebih efektif dan lebih efisien untuk kepentingan rakyat Jakarta. Yang kedua, saya akan membakukan visi dan misi yang sudah kami tawarkan dan kami paparkan, agar visi dan misi tersebut menjadi visi dan misi Pemerintah Daerah tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, yang secara resmi mendapat legistimasi dari DPRD. Saya yakin legistimasi ini akan saya terima, karena saya mendapat dukungan dari 75% anggota DPRD yang ada”.
Dari data (5) ini terlihat bahwa Fauzi melanggar maksim kuantitas dengan memberikan pernyataan yang lebih informatif daripada yang diminta. Fauzi memberikan penjelasan yang lebih informatif dengan mengatakan hal yang sudah diketahui oleh panelis tersebut yaitu dengan mengatakan ‘…saya mendapat dukungan dari 75% anggota DPRD yang ada’. Dengan memberikan informasi yang lebih informatif daripada yang diminta mengakibatkan penjelasan yang diberikannnya tidak fokus. Implikatur yang diperoleh adalah adanya beberapa program yang akan dilaksanakan oleh Fauzi dan wakilnya untuk mengatasi masalah Jakarta yang kompleks. Pelanggaran maksim kuantitas dapat dihindari jika Fauzi mengatakan seperti berikut. “Kami memiliki beberapa program terkait dengan seratus hari pertama kami menjabat sebagai gubernur. Pertama, kami akan menjalankan apa yang tercantum dalam APBD tahun 2007 secara konsekwen dan konsisten. Kedua, kami akan melaksanakan visi dan misi yang telah kami paparkan. Ketiga,…..”.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Fauzi tidak perlu menambahkan kalimat seperti yang terdapat pada data di atas.
4.1.3
Pelanggaran Maksim Hubungan/Relevansi Maksim Relevansi menyatakan supaya setiap perkataan ada relevansinya.
Data yang termasuk pelanggaran maksim ini sebagai berikut. Data 6 Panelis 1, Azyumardi Azra : “Pertama saya ingin mengucapkan selamat atas kedua pasangan cagub dan cawagub ini dan saya ingin memulai, eh….diskusi kita, perdebatan kita pada malam hari ini. Dengan melihat masalah Jakarta yang begitu kompleks dan rumit, sangat rumit dan begitu kompleks seperti masyarakatnya, ada kesenjangan sosial yang semakin mencolok di Jakarta, ada rumah-rumah mewah tapi juga semakin banyak eh…komplek atau perumahan-perumahan kumuh, juga ada mall-mall yang semakin luas, semakin gagah, dan pasar-pasar tradisional yang semakin tersisih, dan juga ada mobil-mobil mewah yang seliweran di jalanan, sementara banyak juga kita lihat bajaj yang banyak mengeluarkan asap, emisi. Nah, kira-kira apa yang akan saudara-saudara lakukan, pasangan baik yang pertama maupun yang kedua, untuk mengatasi masalah ini?
Kandidat Cagub I, Adang Darajatun: ”Kita melihat Jakarta memang begitu kompleks. Oleh karena itu, bagaimanapun juga visi misi ke depan adalah bagaimana Jakarta yang sejahtera, Jakarta yang aman, dan Jakarta yang modern. Di dalam Jakarta yang sejahtera, pertanyaan Bapak tadi jelas bahwa APBD kita akan berpihak kepada masyarakat miskin, sehingga jelas bagaimana kita membangun masyarakat miskin khususnya yang berhubungan dengan kesehatan dan juga berhubungan dengan pendidikan. Lalu juga bagaimana kita melihat kemiskinan itu yang di Jakarta yang semakin meningkat dilakukan pengembangan terutama menghilangkan pengangguran dengan memberikan kesempatan untuk lebih banyak bekerja dari pendekatan ekonomi mikro”.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Adang Darajatun dalam data (6) memberikan jawaban yang kurang relevan atas pertanyaan atas pertanyaan Panelis I. Dari data ini terlihat bahwa Adang berusaha untuk menguraikan beberapa persoalan Jakarta yang begitu kompleks, namun belum jelas langkah konkrit apa yang akan dilakukannya jika dia terpilih nantinya. Dengan demikian para pemirsa televisi belum yakin jika mereka berdua terpilih nantinya dapat memperbaiki keadaan Jakarta. Implikatur yang diperoleh dari data ini adalah bahwa Adang belum memiliki strategi yang jelas untuk mengatasi masalah-masalah kompleks yang ada di Jakarta. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran maksim relevansi ini sebaiknya Adang mengatakan,”Ada beberapa langkah yang akan kami lakukan untuk mengatasi persoalan kesenjangan sosial yang semakin mencolok di Jakarta ini. Pertama, meningkatkan pendapatan masyarakat dengan cara menciptakan lapangan kerja baru. Kedua, memberi kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Ketiga, mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama dengan anggota masyarakat lain. Dst..”. Adang harus menguraikan langkah-langkah konkrit untuk mengatasi masalah ini. Data 7 Kandidat Cawagub I, Dani Anwar: “Saya ingin menambahkan, sebetulnya pertanyaan Abang itu andaikata lima tahun yang lalu Pak Adang dan saya sudah menjadi pemimpin di Ibukota Jakarta ini mungkin persoalan yang ditanyakan sama Pak, Pak Azumardi itu tidak akan terjadi di Jakarta ini Disinilah diperlukan eh…konsistensi seorang pemimpin, bagaimana perencanaan-perencanaan yang dibuatnya.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Nah, kita melihat banyak sekali persoalan- persoalan yang dikemukakan tadi adalah akibat dari tidak konsistennya seorang pemimpin di dalam melaksanakan aturan-aturan yang berlaku.” Dari data (7) ini, terlihat kalau Dani melanggar maksim relevansi dengan memberikan jawaban yang tidak relevan atas pertanyaan dari panelis I tersebut. Disini Adang ingin mengatakan bahwa persoalan yang diungkapkan oleh panelis tadi tidak akan terjadi jikalau yang memerintah Jakarta adalah Adang dan Dani. Kekonsistensian seorang calon pemimpin dapat dilihat dari cara dia memberikan argumen terhadap satu persoalan. Dari cara Adang dan Dani memberikan argumen belum menggambarkan calon pemimpin yang dapat memimpin Jakarta. Implikatur yang diperoleh dari data ini adalah pasangan kandidat ini sangat pantas memerintah Jakarta karena persoalan kesenjangan sosial di Jakarta yang sangat mencolok ini tidak akan terjadi jika mereka berdualah yang memerintah di DKI Jakarta. Agar tidak terjadi pelanggaran maksim relevansi ini, Adang sebaiknya mengatakan, “Saya ingin menambahkan, persoalan kesenjangan sosial ini adalah diakibatkan tidak konsistensinya seorang pemimpin terhadap perencanaanperencanaan yang dibuatnya. Jika nantinya kami terpilih sebagai cagub dan cawagub, kami insyaallah akan konsisten terhadap segala perencanaan yang kami buat”. Data 8 Kandidat Cagub I, Adang Darajatun: “Bung Fauzi, saya dengar di radio, di televisi bahwa kalau memilih adalah, dan menusuk adalah kumisnya Pak Fauzi. Ah…saya ingin, apa kelebihan kumisnya
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Bung Fauzi? Karena saya tahu sepanjang ada Gubernur DKI tidak ada gubernur yang berkumis”.
Kandidat Cagub II, Fauzi Bowo: “Saya akan memberikan kehor…saya akan memberikan kehormatan kepada warga Jakarta untuk menusuk dan mencoblos kumis saya tahun 2007 ini. Kita buktikan bahwa Jakarta akan punya gubernur yang amanah, gubernur yang cerdas, gubernur yang insyaallah dekat dengan rakyatnya, dan gubernur yang tahu apa yang harus dikerjakan. Yang merelakan kumisnya untuk dicoblos oleh seluruh warganya”.
Pada data (8) tanggapan yang dikemukakan oleh Fauzi Bowo ini melanggar maksim relevansi ketika Fauzi tidak memberikan jawaban yang relevan atas pertanyaan Dani mengenai kelebihan yang dimiliki kumisnya tersebut. Hal ini menimbulkan kesan bahwa uraian yang diberikan pasangan calon ini dalam program debat hanyalah sekedar kelakar. Implikatur yang diperoleh dari data ini bahwa dengan berkumis maka dialah orang yang tepat untuk menjadi gubernur Jakarta karena dia orang yang amanah, cerdas dan tahu apa yang sebaiknya dilakukan. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran maksim relevansi ini sebaiknya Fauzi mengatakan, “Kumis bagi saya merupakan ciri pembeda diri saya dari orang lain. Tidak ada kelebihan kumis saya ini, akan tetapi dengan berkumis maka menjadi ciri khas saya jika saya terpilih sebagai gubernur nantinya”.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Data 9 Panelis III, Aviliani: “……kalau kita lihat Jakarta sama dengan masalah nasional kita adalah masalah pengangguran dan kemiskinan. Kita lihat angka pengangguran dan kemiskinan terutama di Jakarta itu mulai juga ada peningkatan. Karena banyak perusahaan yang tutup ya… Oleh karena itu, kalau kita melihat eh…(1) harusnya bagaimana Jakarta ini bisa meningkatkan investasi, sehingga para penganggur ini bisa eh..dioptimalkan. Dan berikutnya adalah kalau kita melihat eh..kenyataan di berbagai daerah, penyerapan APBD itu sangat rendah. Bagaimana keberanian dari para calon ini untuk menyerap APBD dengan lebih cepat supaya ekonomi dapat berjalan lebih baik? Itu masalah besar. Silahkan….
Kandidat Cagub II, Adang Darajatun: “Makasih, kita tahu bahwa Jakarta ke depan, kita akan membangun satu kota jasa, ya.. Kota jasa berarti kita mengharapkan bahwa seperti di visi kita, salah satunya adalah aman. Aman apa artinya? Dalam konteks ekonomi, berarti aman bagaimana investasi itu datang. Jadi, yang jelas masalah keamanan harus segera diselesaikan Lalu kedua yang paling penting, orang selalu kalau datang ke Jakarta mau membuat izin sulit. Nah, oleh karena itu kita ingin ada one-stop system yang dibuat dalam satu gedung dan diharapkan bahwa setiap investor yang datang dia senang. Datang kesini, senyum orang yang menerimanya sehingga dia senang untuk menanamkan investasinya”.
Tanggapan Adang dalam data (9) ini kurang relevan dengan pertanyaan yang diajukan oleh panelis III, sehingga Adang melanggar maksim relevansi. Ketika Adang ingin menjelaskan bahwa peningkatan investasi itu awalnya adalah kondisi keamanan, namun dia tidak menjelaskan bagaimana caranya untuk meningkatkan investasi pada saat kondisi aman itu tercapai. Implikatur yang diperoleh adalah Adang belum memiliki konsep yang jelas mengenai peningkatan investasi di Jakarta.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Untuk menghindari terjadinya pelanggaran maksim relevansi Adang sebaiknya mengatakan, “Kondisi keamanan sangat berpengaruh terhadap peningkatan investasi baik dari dalam maupun dari luar. Nah, untuk itu dalam visi kami salah satunya adalah menciptakan rasa aman, baik itu untuk berusaha maupun berpolitik. Jika iklim usaha sudah baik maka tingkat pengangguran mudah-mudahan dapat berkurang”. Data 10 Pertanyaan kedua dari panelis III, Aviliani: “Yang kedua juga kalau kita melihat ternyata inflasi di Indonesia eh….di Jakarta itu sangat tinggi. Nah, bagaimana stabilitas harga itu terutama adalah sembilan bahan pokok bagi masyarakat Jakarta, terutama masyarakat miskin, itu bagaimana bisa eh…distabilkan. Apa yang akan dilakukan?”
Adang Darajatun: “…bagaimana stabilitas bahan pokok, karena bahan pokok berbicara tingkat nasional, jadi saya pikir lebih banyak gubernur hadir dan datang ke menterimenteri yang berhubungan dengan sembilan bahan pokok untuk bisa menyelesaikan. Lebih memberikan suatu data tentang kemiskinan yang diakibatkan oleh sembilan bahan pokok. Sehingga pemerintah pusat bisa bekerja sama dengan DKI untuk menyelesaikan masalah sembilan bahan pokok tersebut Yang seperti ini yang kita rasakan, minyak misalnya. Bagaimana proses merubah gas eh…minyak jadi gas. Itu perlu suatu koordinasi yang baik.”
Dari data (10) ini, Adang terlihat belum memahami apa yang ditanyakan oleh panelis. Sehingga respon yang diberikannya kurang relevan terhadap pertanyaan tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya pelanggaran maksim relevansi.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Implikatur yang didapat dari data ini adalah Adang belum mengetahui secara pasti bagaimana menyelesaikan permasalahan kemiskinan di Jakarta dan harga sembilan bahan pokok yang tidak stabil. Tanggapan yang sebaiknya diutarakan oleh Adang untuk mematuhi maksim relevansi adalah sebagai berikut. “Sebagai orang yang baru berada di lingkungan pemerintahan, kami akan membahas masalah sembilan bahan pokok ini dengan departemen yang terkait dengan hal ini serta membahas strategi apa yang akan digunakan untuk menstabilkan harga sembilan bahan pokok”. Data 11 Pertanyaan ketiga dari panelis III, Aviliani: “…berikutnya adalah yang paling penting, kalau mengatakan APBD untuk kemiskinan, sekarang saja, kalau kita melihat eh…kenyataan di berbagai daerah, penyerapan APBD itu sangat rendah. Bagaimana keberanian dari para calon ini untuk menyerap APBD dengan lebih cepat supaya ekonomi dapat berjalan lebih baik?”
Adang Darajatun: “Lalu APBD kembali, saya yakin dengan 21 trilyun, apabila tidak ada korupsi, kolusi, dan nepotisme, saya yakin bahwa uang itu bisa dipergunakan secara efektif dan efisien”.
Jawaban Adang dalam data (11) ini mencerminkan kalau dia melanggar maksim relevansi karena memberikan jawaban yang tidak relevan terhadap persoalan yang ditanyakan oleh panelis tersebut. Adang tidak menjelaskan usaha atau cara yang
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
bagaimana sehingga dapat menyerap dana APBD dengan lebih cepat sehingga perekonomian dapat berjalan dengan lebih baik. Implikatur yang diperoleh adalah korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagai faktor utama yang dapat menghambat penyerapan APBD. Sebaiknya untuk mematuhi maksim relevansi Adang mengatakan,”Jika nantinya kami terpilih sebagai cagub dan cawagub di DKI Jakarta ini, persoalan pertama yang harus kami selesaikan adalah masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme. Karena ketiga hal ini dapat menghambat penyerapan APBD dan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi tidak dapat berjalan dengan baik. Pertumbuhan ekonomi yang tidak berjalan baik ini dapat berakibat langsung kepada masyarakat Jakarta dengan tidak meningkatnya pendapatan rakyat per kapita”. Data 12 Kandidat Cagub II, Fauzi Bowo: “Pak Adang dan Bang Dani yang saya hormati,…Saya sebetulnya tidak ingin bertanya. Saya hanya ingin mengajukan himbauan. Ini salah satu di antara kita pasti tidak akan menang. Ya… kira-kira kalau eh..satu diantara kita akan menang, apakah tawaran Anda kepada yang menang, dan apakah tawaran Anda kepada yang kalah?”
Kandidat Cagub I, Adang Darajatun: “Yang pasti kalau nanti Bung Fauzi menang, karena saya adalah teman Anda, pasti saya akan dukung Anda, gitu ya.. Pasti akan saya dukung dan untuk yang kalah itu biasa. Tempat permainan manapun ada kalah ada menang. Jadi untuk saya tidak ada masalah”.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Dari data (12) ini, pernyataan yang diungkapkan oleh Adang terlihat bahwa Adang melanggar maksim relevansi karena beliau memberikan jawaban yang tidak relevan terhadap pertanyaan yang diajukan oleh Fauzi Bowo. Adang tidak mengungkapkan tawaran-tawaran apa saja kepada pihak yang menang maupun yang kalah, padahal poin itulah yang ditanyakan oleh calon pasangan Fauzi Bowo. Implikatur yang didapat adalah Adang tidak yakin kalau bisa memenangkan pemilihan cagub dan cawagub Jakarta periode ini. Untuk dapat mematuhi maksim relevansi Adang sebaiknya mengatakan, ”Sampai saat ini kami belum memiliki tawaran-tawaran tertentu, namun yang jelas pasti akan kami dukung siapa pun pihak yang terpilih sebagai kepala daerah DKI Jakarta, karena sebagai warga Negara yang baik pasti akan mematuhi hukum yang berlaku dan akan menghargai siapa yang jadi pemimpinnya”.
4.1.4
Pelanggaran Maksim Cara Para kandidat Cagub dan Cawagub melanggar maksim cara dengan
memberikan tanggapan yang tidak jelas, bermakna ganda, panjang lebar dan tidak teratur. Data 13 Panelis IV, Bambang Wijayanto: Pertanyaan pertama: “Saya ingin mempersoalka isu soal orupsi tadi sudah dikemukakan. Bicara soal korupsi, itu adalah poinnya penyalahgunaan kewenangan. Jawaban dari kandidat selalu normatif dengan mengatakan perlu peningkatan insentif. Itu
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
bukan masalah yang bisa diselesaikan. Nah, sekarang pertanyaannya adalah ketika akan melakukan pemberantasan korupsi perlu dilakukan kontrol terhadap kekuasaan. Bagaimana sebenarnya kontrol itu bisa dilakukan?”
Fauzi Bowo: “Dalam visi dan misi yang kami eh…tawarkan dan kami sampaikan kepada rakyat Jakarta, jelas tercantum keinginan kuat dari Priyanto dan Fauzi Bowo untuk membangun suatu, mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik, good governance. Diantara ciri-ciri good governance tersebut transparansi, accountabilitiy, partisipasi dan profesionalisme, ini akan kami jalankan secara konsekwen. Mulai hari pertama di setiap jajaran dan jenjang yang mengambil keputusan”.
Tanggapan Fauzi Bowo pada data (13) ini menggunakan istilah-istilah yang membuat audiens kurang mengerti dengan apa yang ingin disampaikannya. Audiens bukan hanya yang berada dalam acara debat tersebut saja, namun juga dilihat oleh masyarakat yang tidak terlibat dalam acara debat tersebut. Selanjutnya dia ingin menjelaskan suatu istilah dengan mengatakan ‘tata kelola pemerintahan yang baik’ lalu ditambahkannya dengan kata ‘good governance’. Padahal kedua istilah tersebut memiliki makna yang sama. Maka dengan demikian dia telah melanggar maksim cara. Implikatur yang diperoleh adalah Fauzi ingin menunjukkan kepada pada audiens bahwa dia adalah orang yang pintar karena menguasai istilah-istilah asing. Pelanggaran maksim cara ini dapat dihindarinya dengan mengatakan, ”Dalam visi dan misi kami, jelas tercantum keinginan kami untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dengan menjalankan pemerintahan secara profesionalisme, transparan, dan konsekwen”.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Data 14 Pertanyaan kedua: “Apa sektor-sektor strategis yang mesti dikendalikan supaya korupsi di sektor revenue dan di sektor expendijer - expendijer bisa dikendalikan?” Fauzi Bowo: “Dalam visi dan misi yang kami eh…tawarkan dan kami sampaikan kepada rakyat Jakarta, jelas tercantum keinginan kuat dari Priyanto dan Fauzi Bowo untuk membangun suatu, mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik, good governance Diantara ciri-ciri good governance tersebut transparansi, accountabilitiy, partisipasi dan profesionalisme, ini akan kami jalankan secara konsekwen. Mulai hari pertama di setiap jajaran dan jenjang yang mengambil keputusan. Kemudian kami akan ikuti dengan keteladanan, ya…keteladanan dan kami akan laksanakan juga kiat-kiat yang diperlukan seperti electronic government, governance. Itu akan kami laksanakan. Sudah kami jalankan dalam bentuk e-probhuman, e-announcement. E-probhuman akan dilaksanakan dalam tiga bulan terakhir ini, dan kemudian e-government akan kita jadikan aturan main baru di DKI Jakarta ke depan”.
Dari data (14) ini Fauzi mencoba menjelaskan secara panjang lebar tentang strateginya untuk mengendalikan korupsi dengan menggunakan istilah-istilah asing. Namun dia tidak menjelaskan sektor-sektor mana saja yang harus dikendalikan. Disini dia melanggar maksim cara dengan menjelaskan secara panjang lebar pada halhal yang tidak ditanyakan oleh panelis. Implikatur yang diperoleh dari pelanggaran maksim ini adalah Fauzi sudah memiliki strategi-strategi untuk mengendalikan korupsi. Untuk mematuhi maksim ini sebaiknya Fauzi mengatakan,”Ada beberapa sektor strategis yang sebaiknya dikendalikan, contohnya mengenai perencanaan
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
daerah harus seperti apa pelaksanaannya, bagaimana pelaksanaan penegakan hukum. Dan untuk mendukung transparansi kami melaksanakan electronic governance”. Data 15 Panelis III, Aviliani: “Kalau kita lihat Jakarta sama dengan masalah nasional kita adalah masalah pengangguran dan kemiskinan. Kita lihat angka pengangguran dan kemiskinan terutama di Jakarta itu mulai juga ada peningkatan. Karena banyak perusahaan yang tutup, ya…Bagaimana seharusnya Jakarta ini bisa meningkatkan investasinya, sehingga para penganggur ini bisa ehh..dioptimalkan?”
Fauzi Bowo: “Jakarta perlu menonjolkan segi-segi competitivenessnya. Ya…apakah itu? Banyak hal yang perlu kita tingkatkan efisiensinya. Rat thieves harus kita basmi, kemudian perizinan harus kita permudah, dan bench marking yang harus kita gunakan adalah bench marking internasional. Kalau tidak, Jakarta tidak akan bisa compete dengan kota-kota internasional lain di Asia Tenggara, di Asia, dan di dunia khususnya. Segi-segi competitiveness itu harus diawali dari upaya pemerintah daerah menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk itu. Ya…sehingga dengan demikian, sekali lagi tanpa bench marking kita tidak akan berhasil Ya…bukan hanya dengan menggerakkan APBD, tapi kita harus punya political will yang kuat dan harus punya program yang jelas untuk mengundang investasi yang sebagian juga ditentukan oleh iklim investasi nasional yang ada di negara kita ini.”
Pada data (15) di atas Fauzi Bowo berusaha menjelaskan bagaimana investasi itu ditingkatkan sehingga pengangguran dapat berkurang. Namun dalam penjelasannya, beliau tidak menjelaskan secara urut dan teratur sehingga dapat menimbulkan salah persepsi para pemirsa mengenai topik ini. Dengan demikian Fauzi Bowo melanggar maksim cara karena tidak memberikan penjelasan secara urut dan teratur.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Implikatur yang diperoleh dalam pelanggaran maksim ini adalah pemerintah belum menerapkan iklim usaha yang kondusif karena belum menerapkan bench marking. Untuk menghindari pelanggaran maksim cara ini Fauzi dapat mengatakan, “Untuk meningkatkan investasi di Ibukota Jakarta ini, Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang kondusif. Iklim usaha yang kondusif ini dapat terjadi jika kita membasmi rat thieves, mempermudah perizinan usaha, dan menggunakan bench marking internasional. Dengan demikian Jakarta dapat bersaing dengan kota-kota internasional lainnya di Asia Tenggara”. Data 16 Selain kandidat cagub dan cawagub yang melanggar prinsip percakapan, para panelis juga melakukan hal yang sama. Panelis I, Azumardi Azra : “Dengan melihat masalah Jakarta yang begitu kompleks dan rumit, sangat rumit dan begitu kompleks seperti masyarakatnya, ada kesenjangan sosial yang semakin mencolok di Jakarta, ada rumah-rumah mewah tapi juga semakin banyak eh…komplek atau perumahan-perumahan kumuh, juga ada mall-mall yang semakin luas, semakin gagah, dan pasar-pasar tradisional yang semakin tersisih, dan juga ada mobil-mobil mewah yang seliweran di jalanan, sementara banyak juga kita lihat bajaj yang banyak mengeluarkan asap, emisi. Nah, kirakira apa yang akan saudara-saudara lakukan, pasangan baik yang pertama maupun yang kedua, untuk mengatasi masalah ini?”
Uraian yang dikemukakan oleh Azumardi Azra pada data (16) sebelum beliau memberikan pertanyaan kepada kandidat cagub dan cawagub sangat panjang dan tidak teratur. Dengan demikian beliau melanggar maksim cara karena
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
memberikan uraian panjang lebar dan tidak teratur sehingga para kandidat cagub memberikan jawaban yang tidak fokus terhadap inti pertanyaan yang diajukan oleh panelis itu sendiri. Implikatur yang diperoleh dari pelanggaran maksim cara ini adalah panelis tidak memiliki pertanyaan spesifik untuk diajukan kepada para kandidat calon cagub dan cawagub. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran maksim cara ini sebaiknya panelis Azumardi mengatakan,”Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Jakarta memiliki permasalahan yang begitu kompleks dan rumit, baik itu dari segi sosial masyarakatnya, perekonomian, polusi dan lain sebagainya. Nah, apa yang akan saudara-saudara lakukan untuk mengatasi masalah ini?”
4.1.5
Implikatur Berskala Implikatur Berskala merupakan skala yang menunjukkan nilai satu layanan
barang atau jasa. Suatu informasi selalu disampaikan dengan memilih sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari suatu skala nilai. Pada penelitian ini juga terdapat beberapa implikatur berskala pada saat memberikan tanggapan. Pilihan atau pernyataan skala tertentu terhadap suatu fenomena merupakan nilai negatif atau pengingkaran terhadap nilai tinggi atau rendah dalam debat ini. Dengan demikian berimplikasi pengingkaran atau tandingan negatif terhadap nilai itu. Seperti dalam data berikut.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
A. Skala Kuantitas Data 17 Dani Anwar: ”Nah, kita melihat banyak sekali persoalan-persoalan yang dikemukakan tadi adalah akibat dari tidak konsistensinya seorang pemimpin di dalam melaksanakan aturan-aturan yang berlaku”. Dengan memilih kata ‘banyak sekali’ pada data (17), maka Dani Anwar menciptakan suatu implikatur (+ > beberapa, + < seluruh), yaitu penutur menyampaikan bentuk negatif yang tatarannya lebih tinggi dalam skala kuantitas. Data 18 Adang Darajatun: “…dan juga kita mengharapkan, kita tahu persis banyak masyarakat miskin yang tidak mampu ke rumah sakit, kita akan naungi dengan asuransi kesehatan sehingga setiap masyarakat miskin yang datang ke rumah sakit tidak akan ditolak”. Dengan memilih kata ‘banyak’ dalam data (18), maka Adang Darajatun menciptakan suatu implikatur (+ > beberapa), yaitu penutur menyampaikan bentuk negatif yang tatarannya lebih tinggi dalam skala kuantitas. Data 19 Ketua KPUD DKI Jakarta: ”Hadirin yang kami hormati, dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati, kami ingin mengucapkan terimakasih pada pasangan calon, tim kampanye, masyarakat, dan semua yang terlibat dalam usaha menjadikan pemilu gubernur dan wakil gubernur ini berlangsung lancar, berkualitas dan akhirnya legitimasi pemilu dapat kita raih bersama-sama”.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Pada data (19), Ketua KPUD memilih kata ‘semua’ dalam kata sambutannya menghasilkan suatu implikatur (+ > beberapa, + > sebagian), yaitu penutur menyampaikan bentuk negatif yang tatarannya lebih tinggi dalam skala kuantitas. Data 20 Fauzi Bowo: “Kami punya visi membangun Jakarta yang nyaman dan sejahtera untuk semua, bukan untuk sebagian.”
Fauzi Bowo, dalam data (20) menggunakan ungkapan ‘semua, bukan sebagian’ menghasilkan implikatur berskala (+ > sebagian), suatu nilai yang lebih tinggi pada skala kuantitas. Data 21 Panelis I, Azumardi Azra: “….ada rumah-rumah mewah tapi juga semakin banyak eh..komplek atau perumahan-perumahan kumuh, juga ada mall-mall yang semakin luas, semakin gagah, dan pasar-pasar tradisional yang semakin tersisih, dan juga ada mobilmobil mercedez yang seliweran di jalanan, sementara banyak juga kita lihat bajaj yang banyak mengeluarkan asap, emisi.
Panelis I memilih kata ‘banyak’ pada data (21) ketika mengajukan pertanyaan, sehingga dapat menciptakan suatu implikatur (+ > beberapa) berskala lebih tinggi dari ‘beberapa’, yaitu penutur menyampaikan bentuk negatif yang tatarannya lebih tinggi dalam skala kuantitas.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Data 22 Fauzi Bowo: ”Ya....bukan hanya dengan menggerakkan APBD, tapi kita harus punya political will yang kuat dan harus punya program yang jelas untuk mengundang investasi yang sebagian juga ditentukan oleh iklim investasi nasional yang ada di negara kita ini.
Dengan memilih kata ‘sebagian’ pada data (22), Fauzi Bowo menyampaikan bentuk-bentuk negatif yang tatarannya lebih tinggi dalam skala kuantitas melalui implikatur (+ < banyak, + > sedikit). Data 23 Fauzi Bowo: “….kami akan menyusun anggaran tahun 2008 yang juga berpihak kepada kepentingan publik…Itupun saya akan lakukan dengan dukungan dari DPRD dimana hampir seluruh partai politik memberikan dukungan kepada kami”.
Implikatur berskala yang dihasilkan dari ungkapan ‘hampir seluruh’ dalam data (23) yang digunakan oleh Fauzi Bowo akan diinterpretasikan sebagai suatu nilai yang lebih tinggi dari ‘sebagian’, dan lebih rendah dari ‘semua’ (+ > sebagian, + < semua). Data 24 Dani Anwar: “…yang akan kami lakukan adalah langsung turun ke lapangan, menggerakkan seluruh potensi masyarakat untuk membangun Jakata lebih baik lagi.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Data 25 Dani Anwar: “Oleh karena itu pada saat tersebut kami akan membuat semacam fakta integritas kepada seluruh kepala unit yang ada di Pemda DKI…”. Data 26 Dani Anwar: “Seluruh faktor penghambat terhadap iklim investasi itu harus dilakukan evaluasi dan dirubah, sehingga orang mau dengan senang hati melakukan investasi di DKI Jakarta”. Data 27 Fauzi Bowo: “Mari kita jaga kota ini agar tetap menjadi kota yang aman, kota yang tertib, pilkada bisa berlangsung dengan sukses, sebagaimana yang kita inginkan bersama. Seluruh mata dunia akan mengamati Jakarta”. Dengan menggunakan kata ‘seluruh’ pada data (24, 25, 26, dan 27) dalam mengemukakan pendapatnya, Dani Anwar maupun Fauzi Bowo menciptakan suatu implikatur (+ < sebagian) sehingga menghasilkan bentuk negatif yang tatarannya lebih tinggi dalam skala kuantitas. B. Skala Frekuensi Data 28 Panelis III, Aviliani: ”......harusnya bagaimana Jakarta ini bisa meningkatkan investasi, sehingga para penganggur ini bisa eh....dioptimalkan?”
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Adang Darajatun: ”Makasih, kita tahu bahwa Jakarta ke depan, kita akan membangun satu kota jasa, ya... Kota jasa berarti kita mengharapkan bahwa seperti di visi misi kita salah satunya adalah aman. Aman apa artinya? Dalam konteks ekonomi, berarti aman bagaimana investasi itu datang. Jadi, yang jelas masalah keamanan harus segera diselesaikan. Lalu kedua, yang paling penting, orang selalu kalau datang ke Jakarta mau membuat izin sulit”.
Dengan memilih kata ’selalu’ dalam tanggapannya pada data (28), Adang menyampaikan bentuk-bentuk negatif yang tatarannya lebih tinggi dalam skala frekuensi melalui implikatur (+ > kadang-kadang, + < sering). Data 29 Panelis IV, Bambang Wijayanto: ”Bicara soal korupsi, itu adalah poinnya penyalahgunaan kewenangan. Jawaban dari kandidat selalu normatif dengan mengatakan perlu peningkatan insentif”.
Pada data (29) dengan memilih kata ’selalu’ sebelum mengajukan pertanyaan, panelis IV menyampaikan bentuk-bentuk negatif yang tatarannya lebih tinggi dalam skala frekuensi melalui implikatur (+ > kadang-kadang, + < sering). C. Skala Kepastian Data 30 Fauzi Bowo: "…saya akan membakukan visi dan misi yang sudah kami tawarkan dan kami paparkan, agar visi dan misi tersebut menjadi visi dan misi Pemerintah Daerah tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, yang secara resmi mendapat legistimasi dari DPRD. Saya yakin legistimasi ini akan saya terima, karena saya mendapat dukungan dari 75% anggota DPRD yang ada.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Data 31 Adang Darajatun: “Yang pasti, kalau nanti Bung Fauzi menang, karena saya adalah teman Anda pasti saya akan dukung Anda, gitu ya….” Pada data (30 dan 31) dengan memilih kata ’yakin’ (Fauzi Bowo) dan kata ’pasti’ (Adang Darajatun) dalam tanggapannya, dapat menyampaikan bentuk-bentuk negatif yang tatarannya lebih rendah dalam skala kepastian melalui implikatur (+ > mungkin, + > barangkali). Data 32 Dani Anwar: ”....andaikata lima tahun yang lalu Pak Adang dan saya sudah menjadi pemimpin di Ibukota Jakarta ini mungkin persoalan yang ditanyakan tadi sama Pak, Pak Azumardi Azra itu tidak akan terjadi di Jakarta ini”. Implikatur berskala yang dihasilkan dari data (32) yaitu dengan menggunakan ungkapan ’mungkin’ oleh Dani Anwar diinterpretasikan sebagai suatu nilai yang lebih rendah pada skala kepastian (+ < pasti).
4.1.6
Pembatas (Hedges) Pembatas (hedges) merupakan ungkapan-ungkapan dalam berinteraksi untuk
menunjukkan bahwa apapun yang sedang dikatakan penutur tidak sepenuhnya tepat. Penutur menggunakan pembatas ini untuk menunjukkan kepedulian pada prinsip kerjasama.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Pada acara debat ini terdapat pula beberapa pembatas yang digunakan oleh panelis maupun para kandidat gubernur DKI Jakarta dalam berinteraksi. Seperti pada temuan berikut. Data 32 Kesadaran tingkah laku yang diharapkan dapat menuntun penutur menghasilkan tipe pembatas berikut. Fauzi Bowo : “Saya yakin legistimasi ini akan saya terima, karena saya mendapat dukungan dari 75% anggota DPRD yang ada”. Adang Darajatun: “Yang pasti kalau nanti Bung Fauzi menang, karena saya adalah teman anda, pasti akan saya dukung anda”. Dani Anwar: “Tentunya dengan kondisi orang baru mudah-mudahan dengan ketauladanan yang kami bisa berikan ke depan akan mengerem setidak-tidaknya persoalanpersoalan yang terjadi di pemda DKI”. Adang Darajatun : ”Saya yakin dengan 21 trilyun, apabila tidak ada korupsi, kolusi, dan nepotisme, saya yakin bahwa uang itu bisa dipergunakan secara efektif dan efisien”.
Data 33 Tanda-tanda pembatas yang terkait dengan harapan relevansi dapat ditemukan dalam debat ini dengan menggunakan ungkapan ‘bagaimanapun juga’, ‘namun’ seperti berikut.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Adang Darajatun: “Bagaimanapun juga visi misi ke depan adalah bagaimana Jakarta yang sejahtera, Jakarta yang aman, dan Jakarta yang modern”. Fauzi Bowo: “Ya..bukan hanya dengan menggerakkan APBD, tapi kita harus punya political will yang kuat dan punya program yang jelas untuk mengundang investasi”. Dani Anwar : “Pada tahun 2004 DPRD DKI sudah membuat satu Peraturan Daerah No.12 tentang perpasaran swasta, tetapi sangat disayangkan Peraturan Daerah tersebut tidak dilaksanakan sampai hari ini”. Data 34 Pembatas juga dipakai untuk menunjukkan penutur sadar akan maksim kuantitas, seperti berikut ini. Adang Darajatun : “Jadi kalau untuk saya, berbicara tentang konsep strategis, pertama, sebagai seorang pemimpin dan kebetulan saya orang baru disana pasti akan melakukan suatu perubahan untuk lebih memberikan satu tata pemerintahan yang lebih baik”. Adang Darajatun : “Dalam konteks ekonomi, berarti aman bagaimana investasi itu datang. Jadi, yang jelas masalah keamanan harus segera diselesaikan. Dani Anwar : “Jadi insyaAllah mudah-mudahan dengan keseriusan kita berdua ini mudahmudahan kita bisa menyelesaikan masalah ini”.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Data 35 Untuk berinteraksi dengan baik dalam maksim kualitas dapat diukur dengan sejumlah ungkapan. Dari acara debat ini diperoleh ungkapan ‘kira’ yang menunjukkan bahwa apa yang sedang dikatakan penutur tidak sepenuhnya tepat, seperti berikut. Dani Anwar : “Kaitannya dengan menciptakan iklim investasi yang baik, saya kira memang diperlukan keberanian”.
4.2
Pembahasan Prinsip kerjasama dalam percakapan yang terdiri dari empat jenis maksim
harus diketahui dan dikenali dalam sebuah program debat di televisi. Pada umumnya para penutur yang terlibat dalam suatu percakapan saling bekerja sama untuk mencapai satu tujuan, sehingga kolaborasi antar penutur merupakan faktor yang sangat penting. Pada umumnya para kandidat dalam debat tersebut berkata benar, relevan, dan berusaha memberikan tanggapan yang jelas. Jika seorang kandidat mengatakan “…saya kenal Jakarta, saya tahu masalahnya….” maka para pemirsa televisi akan beranggapan kalau kandidat ini benar-benar mengetahui atau paling tidak dia memiliki fakta tentang sesuatu yang dibicarakan dan tidak berusaha membohongi mitra bicaranya. Temuan penelitian ini mencakup pelanggaran empat jenis maksim. Data ini diambil dari salah satu program televisi yaitu debat publik untuk pemilihan cagub dan cawagub DKI Jakarta. Dari hasil temun penelitian ini diketahui bahwa kandidat cagub dan cawagub ini melakukan pelanggaran maksim-maksim percakapan ketika
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
memberikan tanggapan atas pertanyaan yang diajukan oleh panelis. Pelanggaran empat jenis maksim ini menggambarkan bahwa para kandidat cagub dan cawagub ini tidak sepenuhnya mematuhi prinsip percakapan. Dalam satu sesi debat tersebut, para kandidat terlihat memberikan tanggapan atau jawaban yang tidak jelas, tidak ada relevansinya, tidak memiliki bukti cukup, lebih informatif dari yang diinginkan. Pelanggaran maksim-maksim ini menjadi menarik
untuk
diteliti
karena
berdasarkan
kontekslah
makna
ini
dapat
diinterpretasikan lebih dari yang dikatakan. Implikatur percakapan ini diperoleh dari reaksi mitra bicara ketika melakukan pelanggaran maksim, seperti contoh berikut. (1) Pelanggaran maksim kualitas terjadi ketika seorang kandidat mengatakan, “Saya kenal Jakarta, saya tahu masalahnya, dan saya tahu juga solusinya. Untuk itulah kami berdua akan bekerja keras. Solusi ada di tangan kami”, untuk menjawab pertanyaan “Kira-kira apa yang akan saudara-saudara lakukan, pasangan baik yang pertama maupun yang kedua, untuk mengatasi masalah Jakarta ini?” Interaksi seperti ini menggambarkan munculnya pelanggaran maksim kualitas yang menyatakan untuk tidak mengatakan sesuatu yang diyakini salah dan tidak mengatakan sesuatu jika tidak memiliki bukti yang memadai. (2) Dari temuan penelitian ini juga terdapat pelanggaran maksim kuantitas yang mengatakan untuk membuat percakapan yang informatif seperti yang diminta dan tidak membuat percakapan lebih informatif dari yang diminta. Hal ini terjadi ketika salah seorang kandidat cagub mengatakan, “Yang pertama ini adalah tiga bulan terakhir dari tahun 2007. Kita akan laksanakan apa yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja tahun 2007 secara konsekwen, secara konsisten, dengan lebih efektif dan lebih efisien
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
untuk kepentingan rakyat Jakarta. Yang kedua, saya akan membakukan visi dan misi yang sudah kami tawarkan dan kami paparkan, agar visi dan misi tersebut menjadi visi dan misi Pemerintah Daerah tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, yang secara resmi mendapat legistimasi dari DPRD. Saya yakin legistimasi ini akan saya terima, karena saya mendapat dukungan dari 75% anggota DPRD yang ada”. Tanggapan yang seperti ini muncul ketika salah seorang panelis mengajukan pertanyaan, ”Seratus hari pertama menjabat jadi gubernur adalah penting. Apa program yang konkrit untuk dilakukan atau akan dilakukan nanti untuk mengatasi masalah Jakarta yang kompleks?” (3) Pelanggaran maksim relevansi juga terjadi ketika seorang kandidat mengatakan, “Andaikata lima tahun yang lalu Pak Adang dan saya sudah menjadi pemimpin di Ibukota Jakarta ini mungkin persoalan yang ditanyakan sama Pak, Pak Azumardi itu tidak akan terjadi di Jakarta ini” untuk menjawab pertanyaan “Kira-kira apa yang akan saudara-saudara lakukan, pasangan baik yang pertama maupun yang kedua, untuk mengatasi masalah Jakarta ini?” Para kandidat sering memberikan tanggapan yang tidak relevan atas pertanyaan yang diajukan oleh panelis sehingga gagasan atau ide yang mereka sampaikan tidak jelas. (4) Selanjutnya juga terjadi pelanggaran maksim cara yang menyatakan untuk memberikan tanggapan yang jelas, tidak bermakna ganda, tidak panjang lebar dan teratur. Hal ini terjadi ketika salah seorang panelis mengajukan pertanyaan, “…ketika akan melakukan pemberantasan korupsi perlu dilakukan kontrol terhadap kekuasaan. Bagaimana sebenarnya kontrol itu bisa dilakukan?” Kemudian salah seorang kandidat memberikan jawaban yang melanggar maksim cara yaitu,
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
“Dalam visi dan misi yang kami eh…tawarkan dan kami sampaikan kepada rakyat Jakarta, jelas tercantum keinginan kuat dari Priyanto dan Fauzi Bowo untuk membangun suatu, mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik, good governance. Diantara ciri-ciri good governance tersebut transparansi, accountability, partisipasi dan profesionalisme, ini akan kami jalankan secara konsekwen. Mulai hari pertama di setiap jajaran dan jenjang yang mengambil keputusan”.
Tanggapan Fauzi Bowo ini menggunakan istilah-istilah yang membuat audiens kurang mengerti dengan hal-hal yang ingin disampaikannya. Audiens bukan hanya yang berada dalam acara debat tersebut saja, namun juga dilihat oleh masyarakat yang tidak terlibat dalam acara debat tersebut. Selanjutnya dia ingin menjelaskan suatu istilah dengan mengatakan ‘tata kelola pemerintahan yang baik’ lalu ditambahkannya dengan kata ‘good governance’. Padahal kedua istilah tersebut memiliki makna yang sama. Pelanggaran maksim-maksim percakapan ini menghasilkan implikatur percakapan. Seperti dalam ilustrasi (1) maka implikatur yang diperoleh adalah kandidat tersebut (Fauzi Bowo) seorang yang merasa lebih mengetahui persoalan Jakarta yang kompleks daripada masyarakat Jakarta. Dari ilustrasi (2) dapat diperoleh implikatur yaitu adanya beberapa program yang akan dilaksanakan oleh Fauzi dan wakilnya untuk mengatasi masalah Jakarta yang kompleks. Selanjutnya ilustrasi (3) implikatur yang diperoleh adalah pasangan kandidat ini (Dani dan Anwar) sangat pantas memerintah Jakarta karena persoalan kesenjangan sosial di Jakarta yang sangat mencolok ini tidak akan terjadi. Selanjutnya dalam ilustrasi (4) implikatur yang diperoleh dari pelanggaran maksim ini adalah kandidat ini (Fauzi Bowo) ingin
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
menunjukkan kepada pada audiens bahwa dia adalah orang yang pintar karena menguasai istilah-istilah asing. Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa penuturlah yang menyampaikan makna lebih banyak daripada yang diutarakannya, dan mitrabicaralah yang dapat mengenali makna yang disampaikan itu melalui inferensi. Selain maksim-maksim percakapan terdapat pula pembatas (hedges) dalam penelitian ini. Pembatas ini digunakan oleh para kandidat cagub untuk menunjukkan kalau mereka sangat peduli pada prinsip kerja sama dan akan sangat berbahaya jika ungkapan-ungkapan pembatas ini tidak dipakai dalam kalimat-kalimat yang mereka utarakan. Seperti dalam beberapa contoh berikut. (1) Kesadaran tingkah laku yang diharapkan dapat menuntun penutur menghasilkan tipe pembatas berikut. Fauzi Bowo : “Saya yakin legistimasi ini akan saya terima, karena saya mendapat dukungan dari 75% anggota DPRD yang ada”. (2) Tanda-tanda pembatas yang terkait dengan harapan relevansi dapat ditemukan dalam debat ini dengan menggunakan ungkapan ‘bagaimanapun juga’ seperti berikut. Adang Darajatun: “Bagaimanapun juga visi misi ke depan adalah bagaimana Jakarta yang sejahtera, Jakarta yang aman, dan Jakarta yang modern”. (3) Pembatas juga dipakai untuk menunjukkan penutur sadar akan maksim kuantitas, seperti berikut ini.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Adang Darajatun : “Jadi kalau untuk saya, berbicara tentang konsep strategis, pertama, sebagai seorang pemimpin dan kebetulan saya orang baru disana pasti akan melakukan suatu perubahan untuk lebih memberikan satu tata pemerintahan yang lebih baik”. (4) Untuk berinteraksi dengan baik dalam maksim kualitas dapat diukur dengan sejumlah ungkapan. Dari acara debat ini diperoleh ungkapan ‘kira’ yang menunjukkan bahwa apa yang sedang dikatakan penutur tidak sepenuhnya tepat, seperti berikut. Dani Anwar : “Kaitannya dengan menciptakan iklim investasi yang baik, saya kira memang diperlukan keberanian”. Selain ditemukannya pembatas (hedges) pada penelitian ini, informasi tertentu yang disampaikan para kandidat cagub dan cawagub ini dengan memilih sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari suatu skala nilai. Hal ini secara khusus tampak jelas dalam istilah-istilah untuk mengungkapkan kuantitas, seperti yang ditunjukkan dalam skala ‘semua, sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit’, ‘selalu, sering, kadang-kadang’, dimana istilah-istilah itu didaftar dari skala nilai tertinggi ke nilai terendah. Ketika sedang bertutur, seorang penutur memilih kata dari skala itu yang paling informatif dan benar, seperti pada contoh tanggapan Fauzi Bowo, “….kami akan menyusun anggaran tahun 2008 yang juga berpihak kepada kepentingan publik…Itupun saya akan lakukan dengan dukungan dari DPRD dimana hampir seluruh partai politik memberikan dukungan kepada kami”.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Dengan memilih kata ‘hampir seluruh’ dari data di atas, Fauzi Bowo menciptakan suatu implikatur (+ > sebagian, + < semua). Ini merupakan salah satu implikatur berskala. Dasar implikatur berskala adalah bahwa semua bentuk negatif dari skala yang lebih tinggi dilibatkan apabila bentuk apapun dalam skala itu dinyatakan. Dengan adanya batasan implikatur berskala dari data di atas, konsekuensinya adalah, dalam mengatakan ‘hampir seluruh partai politik memberikan dukungan kepada kami’, Fauzi Bowo juga menciptakan implikatur lain, (misalnya, + > sebagian besar, + > tidak semua). Apabila penutur berusaha menjelaskan suatu informasi seperti dalam uraian yang disampaikan oleh Panelis IV, Bambang Wijayanto, ”Bicara soal korupsi, itu adalah poinnya penyalahgunaan kewenangan. Jawaban dari kandidat selalu normatif dengan mengatakan perlu peningkatan insentif”, maka akan diketahui lebih banyak implikatur berskala lainnya. Seperti dari data ini, dengan menggunakan kata ’selalu’, penutur menyampaikan bentuk-bentuk negatif yang tatarannya lebih tinggi dalam skala frekuensi melalui implikatur (+ > sering, + > kadang-kadang). Program debat kandidat ini merupakan suatu program yang menarik karena didalamnya terdapat pelanggaran prinsip kerjasama (maksim-maksim). Dari hasil temuan ini diketahui bahwa terdapat pelanggaran prinsip kerja sama (maksimmaksim) yaitu maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim hubungan, dan maksim cara yang dilakukan oleh kandidat cagub dan cawagub ini ketika memberikan tanggapan terhadap pertanyaan panelis. Pelanggaran maksim-maksim ini disebabkan
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
kurang memahami inti pertanyaan tersebut ataupun belum menguasai bidang yang ditanyakan oleh panelis. Sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama ini kemudian diperoleh implikatur. Selanjutnya dalam temuan penelitian ini diupayakan ungkapan atau kalimat yang dapat digunakan oleh para kandidat tersebut sehingga tidak terjadi pelanggaran maksim-maksim percakapan. Implikatur yang diperoleh dapat diklasifikasikan sebagai Implikatur Percakapan Khusus karena acara debat ini berlangsung di salah satu stasiun televisi dengan konteks yang khusus dengan memahami makna kata-kata yang disampaikan lewat inferensi. Mitrabicara yang mendengar kalimat-kalimat dalam debat ini pertama sekali harus berasumsi bahwa penutur sedang melaksanakan kerjasama dan bermaksud untuk menyampaikan informasi.
4.3
Diskusi Penelitian tentang Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon
Kepala Daerah DKI Jakarta pada hakikatnya bersifat melengkapi dan memberi temuan baru pada penelitian sebelumnya. Hal ini disebabkan tidak terdapat penelitian yang sama dengan penelitian ini. Sebelumnya, penelitian mengenai implikatur percakapan dilakukan oleh Pessy (2003) dengan memusatkan perhatian pada pemerolehan bahasa anak dan pemerolehan pragmatik pada seorang anak laki-laki Indonesia yang menitikberatkan pada lima jenis tindak tutur dan implikatur. Implikatur ini diperoleh dari ungkapan yang digunakannya ketika menginginkan sesuatu.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Penelitian mengenai implikatur percakapan dalam lingkup yang lebih luas dan memiliki hubungan yang kontekstual dengan penelitian ini dilakukan oleh Tuti Tresnawati (2005). Penelitian tersebut menggunakan teori H.P Grice yaitu prinsip kerja sama (coopertive principles) dalam menganalisis implikatur percakapan yang diperoleh akibat terjadinya pelanggaran (flouting) prinsip kerja sama tersebut. Penelitian tersebut menetapkan bahwa implikatur percakapan itu diperoleh bukan hanya akibat pelanggaran prinsip percakapan, akan tetapi akibat pematuhan prinsip percakapan, prinsip kesantunan Leech, dan tipe-tipe humor berdasarkan topik, motivasi, dan teknik penciptaannya pun dapat menimbulkan implikatur percakapan. Dari kedua hasil penelitian tersebut, maka penelitian ini memiliki kontekstualitas yang bersifat melengkapi dan memberi temuan baru. Bersifat melengkapi karena penelitian ini menggunakan teori H.P Grice yaitu prinsip kerja sama dalam menganalisis implikatur percakapan dalam debat kandidat calon kepala daerah DKI Jakarta. Kemudian, bersifat memberi temuan baru karena penelitian ini menempatkan persoalan politik yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. Temuan baru tersebut memberi isyarat bahwa jika para calon pemimpin suatu daerah ingin menang dalam pemilihan kepala daerah, maka harus dapat berkomunikasi dengan baik dengan mematuhi prinsip percakapan. Oleh karena itu, para calon kandidat kepala daaerah harus meningkatkan kualitas bahasanya. Dengan demikian dapat menyampaikan agenda politiknya dengan lebih lugas dan jelas.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Setelah menganalisis data, dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut. (1) Para kandidat cagub dan cawagub melakukan pelanggaran maksim percakapan yaitu maksim kualitas, maksim relevansi, maksim kuantitas dan maksim cara dalam memberikan tanggapan terhadap pertanyaan yang diajukan oleh para panelis. Pelanggaran ini terjadi lebih banyak disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah para kandidat kurang memahami apa yang ditanyakan oleh para panelis, kurang menguasai bidang yang ditanyakan oleh para panelis, kurang memiliki bukti-bukti yang memadai terhadap permasalahan yang ada di Jakarta, dan aspek-aspek psikologis seperti perasaan gugup, kurang memiliki kepercayaan diri
sehingga
memberikan
tanggapan
yang
melanggar
maksim-maksim
percakapan. Selain daripada itu para kandidat tidak menyadari bahwa mereka melakukan pelanggaran maksim percakapan ketika memberikan tanggapan. Tanggapan-tanggapan yang dikemukakan tersebut tidaklah relevan terhadap pertanyaan panelis, tidak jelas, kurang memiliki bukti, dan memberikan informasi lebih dari yang ditanyakan. Selanjutnya para kandidat juga melakukan pelanggaran lebih dari satu jenis maksim percakapan. Selain para kandidat, panelis juga melakukan pelanggaran maksim percakapan yaitu maksim cara karena memberikan uraian yang cukup panjang sebelum sampai ke pertanyaan.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
(2) Para panelis maupun para pemirsa televisi dapat memahami informasi ataupun pesan yang ingin disampaikan para kandidat yang melakukan pelanggaran maksim percakapan yang disebut implikatur dengan memahami konteks fisik, epistemik, dan sosial. Kemudian ada beberapa data yang dianggap melanggar maksim percakapan karena para kandidat menggunakan ujaran non-linguistik seperti ujaran eh, eh, untuk menyampaikan makna khusus (implikatur). Implikatur yang diperoleh dari pelanggaran maksim ini dikategorikan sebagai Implikatur Percakapan Khusus. (3) Para kandidat dapat menggunakan kalimat atau ungkapan yang mematuhi prinsip kerja sama dengan memberikan tanggapan atau jawaban sesuai dengan yang ditanyakan oleh panelis, yaitu dengan memberikan jawaban yang berisi suatu informasi yang benar, tepat, memiliki relevansi, dan mudah dimengerti. Dengan demikian pelanggaran prinsip kerja sama ini dapat dihindari.
5.2 Saran Sehubungan dengan simpulan yang telah dikemukakan, beberapa saran disampaikan sebagai berikut. (1) Para kandidat harus mematuhi prinsip percakapan sehingga terjalin suatu percakapan yang baik dan informatif. Seorang kandidat merupakan sumber informasi dalam acara debat yang berlangsung di stasiun televisi yang ditonton oleh banyak pemirsa tv selain panelis yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian baik panelis
maupun para kandidat seharusnya mematuhi prinsip
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
percakapan untuk mencapai tujuan dari debat kandidat itu sendiri. Yaitu bukan hanya untuk menguji visi misi program pasangan calon, namun juga untuk memperkenalkan pada masyarakat Jakarta dan Indonesia mengenai dua pasangan calon cagub dan cawagub. (2) Para panelis sebaiknya tidak memberikan uraian yang terlalu jauh sehingga para kandidat dapat memberikan tanggapan seperti yang diminta. Dengan demikian para kandidat dapat mematuhi prinsip percakapan. (3) Para pembaca yang menaruh perhatian pada bidang linguistik dapat melakukan penelitian lebih jauh tentang implikatur percakapan dalam berbagai konteks seperti pada film, program radio, karya sastra, dan lain sebagainya. Penelitian lebih jauh ini diharapkan dapat berhubungan dengan kajian sosiolinguistik maupun psikolinguistik.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
DAFTAR PUSTAKA
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode dan Kajian. Bandung: Eresco. Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan, terj. Asruddin Barori Tou. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Jannedy, Stefanie. 1994. Language Files: Sixth Edition. Ohio: Ohio State University Press Columbus. Gunarwan, Asim. 1993. Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan IndonesiaJawa di Jakarta: Kajian Sosiopragmatik. Makalah PELLBA VII, Unika Atma Jaya, Jakarta, 26-27 Oktober 1993. Gunarwan, Asim. 2004. Dari Pragmatik ke Pengajaran Bahasa (Makalah Seminar Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah). IKIP Singaraja. Leech, Geoffrey, Terj. M.D.D Oka. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia. Levinson, Stephen C. 1987. Pragmatics. (cetakan kedua). Cambridge: Cambridge University Press. Lyons, John. 1977. Language, Meaning and Context. London: Cambridge University Press. Mahsun, M.S. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Parera, J.D. 2004. Teori Semantik: Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Peccei. 1999. Pragmatic. London: Routledge. Pessy. 2003. A Study Of Speech Acts and Implicature Acquisition and The Acquisition of A Four-Years Old Indonesian Boy. Skripsi S1. Jakarta: Universitas Kristen Petra. Renkema, Jan. 2004. Introduction to Discourse Studies. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Saeed, John I. 1997. Semantics. Sydney: Blackwell Publisher Ltd. Saragih, Amrin. 2006. Bahasa dalam Konteks Sosial. Medan: Program Pascasarjana Unimed. Saragih, Amrin. 2008. Pragmatik. Medan: Program Pascasarjana USU. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Thomas, Jenny. 1995. Meaning in Interaction: an Introduction to Pragmatics. London/New York: Longman. Tresnawati, Tuti. 2005. Implikatur Percakapan Sebagai Unsur Utama Pengungkapan Humor Dalam Wacana Komedi Situasi Bajaj Bajuri. Skripsi S1. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Yule, George, terj. Indah Fajar. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ___________. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Lampiran 1 DATA (1) Presenter: Hallo, selamat malam Pemirsa. Selamat berjumpa dalam Debat Publik Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta. Acara ini merupakan hasil kerja sama KPUD DKI Jakarta, Metro TV, dan Jak TV, dan disiarkan secara langsung oleh Metro TV dan Jak TV. Pemirsa, masa kampanye berakhir hari ini. Melalui berbagai cara kedua pasangan kandidat mencoba meyakinkan Anda, warga Jakarta untuk memilih siapa yang layak memimpin ibukota lima tahun ke depan. Simpan dulu keputusan anda, sekali lagi simpan dulu keputusan anda. Karena malam ini Adang Darajatun-Dani Anwar, dan Fauzi Bowo-Priyanto akan berdebat untuk menentukan, untuk membuktikan siapa yang paling layak memimpin Jakarta. Memulai acara kita malam hari ini, kata pengantar dari Ketua KPUD DKI Jakarta, Juri Arbiantoro. (2) Ketua KPUD DKI Jakarta: Bismillahirrahmannirrahim, assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh. Selamat malam dan salam sejahtera. Yang saya hormati dua pasang calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta, para panelis, hadirin yang saya hormati. Hari ini adalah hari terakhir kampanye pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta tahun 2007. Kampanye dalam bentuk Debat Publik Pasangan Calon malam ini menandai berakhirnya masa berakhirnya
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
kampanye pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta tahun 2007 yang telah berlangsung sejak tanggal 2 Juli 2007 yang lalu. Selama 13 hari kampanye yang telah dilakukan oleh dua pasangan calon memberikan bahwa dua pasangan calon, tim kampanye, dan para pendukung masing-masing telah menunjukkan kedewasaan politik yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan antara lain terjalinnya komunikasi yang baik antara pasangan calon, KPU Provinsi, Panitia Pengawas, tim kampanye, dan masyarakat pada umumnya. Selain itu, walaupun kampanye pasangan, dua pasangan calon diikuti oleh massa dengan jumlah yang sangat besar di setiap kampanye, namun masingmasing dapat mengontrol dirinya sehingga tidak terjadi hal-hal yang selama ini dikhawatirkan kita bersama. Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan hadirin yang kami hormati, kampanye dalam bentuk debat publik malam hari ini tidak semata-mata untuk menguji visi misi dan program pasangan calon, tetapi lebih dari itu untuk memperkenalkan pada masyarakat Jakarta dan Indonesia mengenai dua pasangan calon yang salah satunya akan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur baru di Jakarta ini. Selain itu, peristiwa ini juga bertujuan untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa dua pasangan calon ini dapat berada dalam suasana kebersamaan sehingga diharapkan hal ini menjadi cerminan bagi masayarakat Jakarta pendukung dua pasangan calon. Suasana kebersamaan dan damai
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
marilah kita sama-sama melanjutkan pada tiga hari masa tenang yang akan dimulai esok hari, masa pemungutan dan penghitungan suara di TPS pada tanggal 8 Agustus 2007, penetapan calon terpilih dan akhirnya pelantikan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta tanggal 7 Oktober 2007 nanti. Hadirin yang kami hormati, dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati, kami ingin mengucapkan terimakasih pada pasangan calon, tim kampanye, masyarakat, dan semua yang terlibat dalam usaha menjadikan Pemilu Gubernur dan wakil Gubernur ini berlangsung lancar, berkualitas dan akhirnya legitimasi pemilu dapat kita raih bersama-sama. Terimakasih. Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh. (3) Presenter: Pemirsa, kini saya ajak anda untuk menyimak profil kedua pasang calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Inilah profil singkat kandidat dengan nomor urut satu. (Iklan) Dan kini kita saksikan profil kandidat dengan nomor urut dua. (Iklan) Ya, dan telah siap pula panelis yang akan membedah program kerja dan rencana kedua pasang kandidat. Saya perkenalkan yang pertama Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Jakarta, Prof. Dr. Azumardi Azra.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Guru Besar Sosiologi Perkotaan Universitas Indonesia, yang juga Rektor terpilih UI, Prof. Dr. Gumilar R. Sumantri. Economy Institute for Development of Economic and Finance atau INDEF, Aviliani, M.Si., dan Konsultan Hukum Kemitraan untuk Reformasi Tata Pemerintahan, Bambang Wijayanto, SH, LLM. Sebelum kita mulai, saya akan bacakan tata tertib dalam Debat Publik ini yang telah ditetapkan oleh KPUD Jakarta. Yang pertama, setiap pasangan kandidat mendapatkan waktu selama dua menit untuk menjawab pertanyaan panelis. Jawaban dapat diberikan oleh calon gubernur atau wakilnya, maupun keduanya selama masih dalam batas waktu yang ditentukan. Sebelum waktu dua menit habis, lampu kuning akan menyala, tanda waktu tersisa satu menit. Lampu merah menandakan waktu sudah habis. Pada bagian kedua debat publik ini, setiap pasangan calon gubernur dan wakilnya diberi kesempatan untuk mengajukan satu pertanyaan kepada pasangan lain. Waktu untuk bertanya adalah satu menit dan waktu menjawab dua menit. Pada bagian akhir dari debat publik, setiap pasangan calon diberi kesempatan selama satu menit untuk menyampaikan kata penutup. Dan yang terakhir yang paling penting, tepuk tangan dari hadirin hanya diperbolehkan, saya belum selesai, tepuk tangan dari hadirin hanya diperbolehkan setelah pasangan calon selesai memberikan jawaban. Setuju ya? Baik.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Sebelum kita mulai, kita akan break sesaat. Sesaat lagi kita akan kembali menyaksikan debat publik pasangan calon Gubenur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. (Iklan) Pemirsa, inilah puncak kampanye memperebutkan kursi orang nomor satu di Jakarta, Debat Publik Calon Gubenur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Kini saya persilahkan kandidat nomor urut satu, Adang Darajatun dan Dani Anwar untuk naik ke podium. Baik, terimakasih. Terimakasih, dan berikutnya kami persilahkan pasangan kandidat nomor urut dua, Fauzi Bowo dan Priyanto. Baik, terimakasih. Terimakasih banyak. Bapak Ibu kami persilahkan duduk kembali, kita akan langsung memulai debat publik pada malam hari ini. Ya, kalau bisa tenang sedikit kita akan langsung memulai. Saya persilahkan kepada panelis yang pertama, Azumardi Azra. (4) Panelis I, Azumardi Azra : Pertama, saya ingin mengucapkan selamat atas kedua pasangan Cagub dan Cawagub ini dan saya ingin memulai, eh….diskusi kita, perdebatan kita pada malam hari ini. Dengan melihat masalah Jakarta yang begitu kompleks dan rumit, sangat rumit dan begitu kompleks seperti masyarakatnya, ada kesenjangan sosial yang semakin mencolok di Jakarta, ada rumah-rumah mewah tapi juga semakin banyak eh…komplek atau perumahan-perumahan kumuh, juga ada mall-mall
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
yang semakin luas, semakin gagah, dan pasar-pasar tradisional yang semakin tersisih, dan juga ada mobil-mobil mewah yang seliweran di jalanan, sementara banyak juga kita lihat bajaj yang banyak mengeluarkan asap, emisi. Nah, kira-kira apa yang akan saudara-saudara lakukan, pasangan baik yang pertama maupun yang kedua, untuk mengatasi masalah ini? Saya harapkan tentu saja jawabannya tidak normatif dan tidak retorik, tapi kita harapkan jawaban yang spesifik untuk berbagai masalah seperti itu. Terimakasih. (5) Adang Darajatun : Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita semua dan selamat malam. Kita melihat Jakarta memang begitu kompleks. Oleh karena itu, bagaimanapun juga visi misi ke depan adalah bagaimana Jakarta yang sejahtera, Jakarta yang aman, dan Jakarta yang modern. Di dalam Jakarta yang sejahtera, pertanyaan Bapak tadi jelas bahwa APBD kita akan berpihak kepada masyarakat miskin, sehingga jelas bagaimana kita membangun masyarakat miskin khususnya yang berhubungan dengan kesehatan dan juga berhubungan dengan pendidikan. Lalu juga bagaimana kita melihat kemiskinan itu yang di Jakarta yang semakin meningkat dilakukan pengembangan terutama menghilangkan pengangguran dengan memberikan kesempatan untuk lebih banyak bekerja dari pendekatan ekonomi mikro.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
(6) Dani Anwar : Kepada yang kami hormati Bang Azumardi Azra, saya ingin menambahkan, sebetulnya pertanyaan Abang itu andaikata lima tahun yang lalu Pak Adang dan saya sudah menjadi pemimpin di Ibukota Jakarta ini mungkin persoalan yang ditanyakan sama Pak, Pak Azumardi itu tidak akan terjadi di Jakarta ini. Disinilah
diperlukan
eh…konsistensi
seorang
pemimpin,
bagaimana
perencanaan-perencanaan yang dibuatnya. Nah, kita melihat banyak sekali persoalan- persoalan yang dikemukakan tadi adalah akibat dari tidak konsistennya seorang pemimpin di dalam melaksanakan aturan-aturan yang berlaku. Contoh soal misalnya, eh..mall misalnya dengan persoalan pedagang kaki lima. Pada tahun 2004 DPRD DKI sudah membuat satu Peraturan Daerah No. 12 tentang perpasaran swasta, dimana disana diatur eh..bagaimana eh..pasar-pasar swasta dengan hubungannya dengan pasar-pasar tradisional. Tetapi sangat disayangkan Peraturan Daerah tersebut tidak dilaksanakan sampai hari ini. (7) Presenter : Waktu Anda sudah habis.Terimakasih. Terimakasih. Ya, sekali lagi saya ingat-ingatkan tata tertib yang kelima. Tata tertib yang kelima, tepuk tangan dari hadirin hanya diperbolehkan setelah pasangan calon selesai memberikan jawabannya. Ya, berikutnya saya persilahkan Bapak Fauzi Bowo.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
(8) Fauzi Bowo : Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kemajemukan sudah sejak awal merupakan ciri karakter kota Jakarta yang kita cintai ini. Oleh karena itu, kami secara spesifik berangkat dari kemajemukan yang ada. Kami punya visi membangun Jakarta yang nyaman dan sejahtera untuk semua, bukan untuk sebagian. Termasuk di dalamnya, khususnya untuk mereka yang memerlukan perhatian yang lebih besar daripada mereka yang sudah mendapatkan preveleige tertentu. Oleh karena itu, di dalam pemahaman sejahtera tadi, termasuk kepentingan pendidikan, kepentingan tenaga kerja, kepentingan juga menjalankan ibadah untuk semua warga Jakarta, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masingmasing. Oleh karena itu pula, kami mengajak seluruh komponen masyarakat untuk membangun Jakarta untuk semua. Hanya dengan demikian kita akan menjadikan kemajemukan ini perekat persatuan.
Kita
jadikan
kemajemukan
ini
asset
untuk
berangkat
mensejahterakan warga Jakarta. Tidak ada pilihan lain, saya dan Pak Pri bertekad untuk mulai bekerja keras, mulai dari saat hari pertama, seandainya Tuhan mengijinkan kami untuk memerintah Jakarta. Ibu Bapak yang terhormat, saya hormati apa yang disampaikan tadi, tapi saya kenal Jakarta, saya tahu masalahnya, dan saya tahu juga solusinya. Untuk itulah kami berdua akan bekerja keras. Solusi ada di tangan kami.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
(9) Presenter : Waktu sudah habis. Baik, baik. Kita akan kembali, masih banyak waktu untuk memberikan kesempatan kepada panelis untuk bertanya kepada kandidat sesaat lagi. Tetaplah bersama kami di Debat Publik Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. (Iklan)
Pemirsa, terimakasih Anda terus di Metro TV dan di Jak TV. Kita akan langsung persilahkan panelis yang berikutnya Bapak Gumilar R. Sumantri. Dan kini yang akan mendapatkan kesempatan untuk menjawab terlebih dahulu adalah pasangan nomor dua. (10) Panelis II, Gumilar R. Sumantri : Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Seratus hari pertama menjabat jadi gubernur adalah penting. Ada peribahasa, kita tidak bisa mengharapkan lebih banyak perubahan selama lima tahun apabila selama seratus hari pertama tidak terjadi apa-apa. Mohon dijawab oleh kedua pasangan calon. Apa program yang konkrit untuk dilakukan atau akan dilakukan nanti untuk mengatasi masalah Jakarta yang kompleks. Terimakasih. (11) Fauzi Bowo : Saya berikan jawaban yang konkrit. Yang pertama ini adalah tiga bulan terakhir dari tahun 2007. Kita akan laksanakan apa yang tercantum dalam Anggaran
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Pendapatan dan Belanja tahun 2007 secara konsekwen, secara konsisten, dengan lebih efektif dan lebih efisien untuk kepentingan rakyat Jakarta. Yang kedua, saya akan membakukan visi dan misi yang sudah kami tawarkan dan kami paparkan, agar visi dan misi tersebut menjadi visi dan misi Pemerintah Daerah tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, yang secara resmi mendapat legistimasi dari DPRD. Saya yakin legistimasi ini akan saya terima, karena saya mendapat dukungan dari 75% anggota DPRD yang ada. Kemudian daripada itu, kemudian daripada itu kami akan menyusun anggaran tahun 2008 yang juga berpihak kepada kepentingan
publik,
kepada
kepentingan
masyarakat
miskin,
kepada
kepentingan kota yang kita cintai ini. Itupun saya akan lakukan dengan dukungan dari DPRD dimana hampir seluruh partai politik memberikan dukungan kepada kami. Kemudian daripada itu, yang perlu saya tambahkan, saya akan segera menindak lanjuti konsekwensi daripada kebutuhan pemikiran bersama mengenai Jabodetabek atau konsep megapolitan. Ini merupakan satu keharusan yang diawali dari prinsip kebersamaan. Mari kita bangun wilayah ini untuk kita semua. Untuk itu diperlukan pemahaman yang sama, pemahaman yang sama mengenai, mengenai, mengenai win-win solusi yang kita butuhkan. Kemudian, partisipasi yang kita butuhkan dari seluruh daerah otonom yang terkait. Untuk itulah kami menawarkan prinsip pendekatan yang partisipatoris.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
(12) Presenter : Waktu anda sudah habis. Ya, ya, terimakasih, terimakasih. Jangan lupa tata tertib nomor lima. Jangan lupa tata tertib nomor lima, tepuk tangan hanya boleh setelah pasangan calon selesai memberi jawaban. Silahkan Pak Adang Darajatun, dua menit. (13) Adang Darajatun : Terimakasih. Seperti yang ada di dalam buku Bapak tentang bagaimana eh..menangani masalah kemiskinan adalah pembangunan character buiding. Nah, oleh karena itu kita di pemerintah daerah nanti akan membangun tata kelola pemerintahan yang baik. Yaitu merubah paradigma dari yang terbiasa dilayani menjadi seorang pelayan. Itu dalam bentuk bagaimana kita membawa perubahan paradigma itu bersama staf untuk membangun Jakarta yang lebih baik. Itu yang pertama. Dan yang kedua bahwa dengan APBD yang diperkirakan akan naik terus di 2008 bahwa SMA kita akan gratiskan sampai dengan eh..SMA. sehingga SD, SMA, eh..SMP, SMA itu tidak bayar. Dan juga kita mengharapkan, kita tahu persis banyak masyarakat miskin yang tidak mampu ke rumah sakit, kita akan naungi dengan asuransi kesehatan sehingga setiap masyarakat miskin yang datang ke rumah sakit tidak akan ditolak. Terimakasih. (14) Dani Anwar : Saya ingin menambahkan, tentunya seratus hari pertama adalah waktu yang sangat ditentukan oleh seluruh warga Ibukota Jakarta. Oleh karena itu pada saat
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
tersebut kami akan membuat semacam fakta integritas kepada seluruh kepala unit yang ada di Pemda DKI, terutama bagian pelayanan, agar mereka mau merubah paradigma, agar mereka mau terikat, tidak lagi melakukan korupsi, melakukan kolusi, melakukan nepotisme, dan itu tentunya dengan ketauladan seorang gubernur dan wakil gubernurnya, dan kita berharap dengan hal itu semua masyarakat DKI Jakarta tentunya akan terlayani dengan baik. Yang kedua yang akan kami lakukan adalah langsung turun ke lapangan, menggerakkan seluruh potensi masyarakat untuk membangun Jakarta lebih baik lagi. Sebagaimana yang telah tercantum dalam visi dan misi kami yaitu bagaimana kita menjadikan Jakarta kota yang modern, aman, dan sejahtera. (15) Presenter : Baik, waktu anda sudah habis. Baik, pada bagian ini, pada bagian ini saya akan mempersilahkan kepada masing-masing pasangan calon untuk bertanya satu sama lain. Kesempatan pertama saya berikan kepada pasangan nomor urut satu, Pak Adang, silahkan bertanya kepada Pak Fauzi Bowo. Waktunya satu menit. (16) Adang Darajatun : Bung Fauzi, saya dengar di radio, di televisi bahwa kalau memilih adalah, dan menusuk adalah kumisnya Pak Fauzi. Ah…saya ingin, apa kelebihan kumisnya Bung Fauzi? Karena saya tahu sepanjang ada Gubernur DKI tidak ada gubernur yang berkumis. Terimakasih. Presenter : Silahkan Pak Fauzi..
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
(17) Fauzi Bowo : Saya akan memberikan kehor…saya akan memberikan kehormatan kepada warga Jakarta untuk menusuk dan mencoblos kumis saya tahun 2007 ini. Kita buktikan bahwa Jakarta akan punya gubernur yang amanah, gubernur yang cerdas, gubernur yang insyaallah dekat dengan rakyatnya, dan gubernur yang tahu apa yang harus dikerjakan. Yang merelakan kumisnya untuk dicoblos oleh seluruh warganya. (18) Presenter : Baik, terimakasih. Terimakasih. Kini kesempatan yang sama akan saya berikan. Kesempatan yang sama akan saya berikan kepada Pak Fauzi Bowo untuk bertanya kepada Pak Adang. Waktunya satu menit. (19) Fauzi Bowo : Pak Adang dan Bang Dani yang saya hormati. Saya sebetulnya tidak ingin bertanya. Saya hanya ingin mengajukan himbauan. Ini salah satu di antara kita pasti tidak akan menang. Ya… kira-kira kalau eh..satu diantara kita akan menang, apakah tawaran Anda kepada yang menang, dan apakah tawaran Anda kepada yang kalah? (20) Adang Darajatun : Yang pasti kalau nanti… Presenter : Ya..kita dengarkan Pak Adang.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Adang Darajatun : Yang pasti kalau nanti Bung Fauzi menang, karena saya adalah teman Anda, pasti saya akan dukung Anda, gitu ya.. Pasti akan saya dukung dan untuk yang kalah itu biasa. Tempat permainan manapun ada kalah ada menang. Jadi untuk saya tidak ada masalah. (21) Presenter : Baik, baik, nanti kita akan lanjutkan. Kita akan break sesaat. Setelah ini saya akan persilahkan kepada panelis berikutnya, Apiliani, ekonom dari INDEF untuk mengajukan pertanyaan. Tetaplah bersama kami di Metro TV dan Jak TV. (Iklan) (22) Presenter : Ya, terimakasih, anda terus di depan publik pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah DKI Jakarta. Kini saya persilahkan kepada panelis kita yang ketiga, ekonom dari INDEF, Apiliani. (23) Panelis III, Aviliani : Selamat malam kedua pasangan calon. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Iya, kalau kita lihat Jakarta sama dengan masalah nasional kita adalah masalah pengangguran dan kemiskinan. Kita lihat angka pengangguran dan kemiskinan terutama di Jakarta itu mulai juga ada peningkatan. Karena banyak perusahaan yang tutup, ya…
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Oleh karena itu, kalau kita melihat eh…harusnya bagaimana Jakarta ini bisa meningkatkan investasi, sehingga para penganggur ini bisa eh..dioptimalkan. Yang kedua juga kalau kita melihat ternyata inflasi di Indonesia eh..di Jakarta itu sangat tinggi. Nah, bagaimana stabilitas harga itu terutama adalah sembilan bahan pokok bagi masyarakat Jakarta, terutama masyarakat miskin, itu bagaimana bisa eh…distabilkan. Apa yang akan dilakukan? Dan berikutnya adalah yang paling penting, kalau mengatakan APBD untuk kemiskinan, sekarang saja, kalau kita melihat eh..kenyataan di berbagai daerah, penyerapan APBD itu sangat rendah. Bagaimana keberanian dari para calon ini untuk menyerap APBD dengan lebih cepat supaya ekonomi dapat berjalan lebih baik? Itu masalah besar. Silahkan…. Presenter: Ya, yang pertama menjawab Pak Adang. (24) Adang Darajatun : Makasih, kita tahu bahwa Jakarta ke depan, kita akan membangun satu kota jasa, ya.. Kota jasa berarti kita mengharapkan bahwa seperti di visi kita, salah satunya adalah aman. Aman apa artinya? Dalam konteks ekonomi, berarti aman bagaimana investasi itu datang. Jadi, yang jelas masalah keamanan harus segera diselesaikan. Lalu kedua yang paling penting, orang selalu kalau datang ke Jakarta mau membuat izin sulit. Nah, oleh karena itu kita ingin ada one-stop system yang dibuat dalam satu gedung dan diharapkan bahwa setiap investor yang datang dia
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
senang. Datang kesini, senyum orang yang menerimanya sehingga dia senang untuk menanamkan investasinya. Lalu bagaimana stabilitas bahan pokok, karena bahan pokok berbicara tingkat nasional, jadi saya pikir lebih banyak gubernur hadir dan datang ke menterimenteri yang berhubungan dengan sembilan bahan pokok untuk bisa menyelesaikan. Lebih memberikan suatu data tentang kemiskinan yang diakibatkan oleh sembilan bahan pokok. Sehingga pemerintah pusat bisa bekerja sama dengan DKI untuk menyelesaikan masalah sembilan bahan pokok tersebut. Yang seperti ini yang kita rasakan, minyak misalnya. Bagaimana proses merubah gas eh…minyak jadi gas. Itu perlu suatu koordinasi yang baik. Lalu APBD kembali, saya yakin dengan 21 trilyun, apabila tidak ada korupsi, kolusi, dan nepotisme, saya yakin bahwa uang itu bisa dipergunakan secara efektif dan efisien. (25) Dani Anwar : Kaitannya dengan menciptakan iklim investasi yang baik, saya kira memang diperlukan satu keberanian. Dari seorang kepala daerah di DKI Jakarta ini yang bisa melakukan terobosan-terobosan dan pembenahan-pembenahan terhadap iklim investasi yang ada di Jakarta ini. Seluruh faktor penghambat terhadap iklim investasi itu harus dilakukan evaluasi dan dirubah, sehingga orang mau dengan senang hati melakukan investasi di DKI Jakarta. Dan kemudian kaitannya dengan bagaimana kita menggerakkan…
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
Presenter : Waktu anda sudah habis…ya….Terimakasih. Silahkan yang berikutnya pasangan dengan nomor urut dua. (26) Priyanto : Baik, terimakasih ibu… Untuk meningkatkan investasi ada beberapa langkah. Satu, kita harus memperbaiki sistem tenaga kerja kita sehingga meyakinkan investor. Kedua, kita harus meyakinkan investor di Jakarta khususnya dan di Indonesia umumnya adalah aman. Selanjutnya, kita juga harus membuat suatu kepastian hukum terhadap para investor yang akan melakukan investasi di Indonesia. Antara lain itu saja yang bisa kita ketengahkan. Semoga para investor akan datang ke Indonesia. (27) Fauzi Bowo : Saya
ingin
tambahkan,
bahwa
Jakarta
perlu
menonjolkan
segi-segi
competitivenessnya. Ya…apakah itu? Banyak hal yang perlu kita tingkatkan efisiensinya. Rat thieves harus kita basmi, kemudian perizinan harus kita permudah, dan bench marking yang harus kita gunakan adalah bench marking internasional. Kalau tidak Jakarta tidak akan bisa compete dengan kota-kota internasional lain di Asia Tenggara, di Asia, dan di dunia khususnya. Kemudian, saya ingin tekankan kembali bahwa segi-segi competitiveness itu harus diawali dari upaya pemerintah daerah menciptakan iklim usaha yang
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
kondusif untuk itu. Ya…sehingga dengan demikian, sekali lagi tanpa bench marking kita tidak akan berhasil. Ya…bukan hanya dengan menggerakkan APBD, tapi kita harus punya political will yang kuat dan harus punya program yang jelas untuk mengundang investasi yang sebagian juga ditentukan oleh iklim investasi nasional yang ada di negara kita ini. Insentif yang kita bisa tawarkan adalah insentif yang menjadi kewenangan daerah. Diluar daripada itu kita harus berjuang untuk mendapatkan preveileges, misalnya dari pemerintah pusat seperti special investment soul untuk Jakarta. Dan dengan demikian kita akan bisa mengcreate begitu banyak lapangan kerja baru untuk mereka yang membutuhkan di Jakarta. Barangkali itu jawaban saya, ya… (28) Presenter : Baik. Terimakasih Pak Fauzi Bowo. Baik, terimakasih para pendukung. Kita masih akan mendengarkan pertanyaan dari satu panelis. Panelis yang terakhir, Konsultan Hukum Kemitraan untuk Reformasi Tata Pemerintahan, Bambang Wijayanto. Silahkan Mas Bambang. (29) Panelis IV, Bambang Wijayanto: Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh. Saya ingin mempersoalkan isu soal korupsi tadi sudah dikemukakan. Bicara soal korupsi, itu adalah poinnya penyalahgunaan kewenangan. Jawaban dari
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
kandidat selalu normatif dengan mengatakan perlu peningkatan insentif. Itu bukan masalah yang bisa diselesaikan. Nah, sekarang pertanyaannya adalah ketika akan melakukan pemberantasan korupsi perlu dilakukan kontrol terhadap kekuasaan. Bagaimana sebenarnya kontrol itu bisa dilakukan? Apa sektor-sektor strategis yang mesti dikendalikan supaya korupsi di sektor revenue dan di sektor expendijer - expendijer bisa dikendalikan? Presenter : Baik. Yang akan menjawab terlebih dahulu adalah pasangan Fauzi BowoPriyanto. (30) Fauzi Bowo : Dalam visi dan misi yang kami eh…tawarkan dan kami sampaikan kepada rakyat Jakarta, jelas tercantum keinginan kuat dari Priyanto dan Fauzi Bowo untuk membangun suatu, mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik,
good
governance.
Diantara
ciri-ciri
good
governance
tersebut
transparansi, accountabilitiy, partisipasi dan profesionalisme, ini akan kami jalankan secara konsekwen. Mulai hari pertama di setiap jajaran dan jenjang yang mengambil keputusan. Kemudian kami akan ikuti dengan keteladanan, ya…keteladanan dan kami akan laksanakan juga kiat-kiat yang diperlukan seperti electronic government, governance. Itu akan kami laksanakan. Sudah kami jalankan dalam bentuk eprobhuman, e-announcement. E-probhuman akan dilaksanakan dalam tiga
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
bulan terakhir ini, dan kemudian e-government akan kita jadikan aturan main baru di DKI Jakarta ke depan. Dengan demikian Pak Bambang Wijayanto dengan segala hormat bisa memeriksa apa yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah DKI Jakarta ini secara publik dan terbuka. Ini merupakan jaminan yang lebih pasti untuk melaksanakan satu tata pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Terimakasih. (31) Priyanto : Ada tambahan dari saya Pak…ada tambahan dari saya. Dalam menanggulangi korupsi itu perlu adanya pengawasan yang ketat oleh semua pihak. Kedua, penegakan hukum, dan ketiga, pembinaan mental terhadap semua pejabat maupun hal yang terkait. Kita harus ingatkan kepada mereka bahwa sesungguhnya apa yang kita kerjakan itu akan ada balasannya karena dilihat Tuhan. Itu yang penting. Presenter : Terimakasih. Yang berikutnya silahkan Adang Darajatun dan Dani Anwar. (32) Adang Darajatun : Kalau berbicara korupsi tidak akan lepas empat hal yang paling mendasar. Satu,
bagaimana
membangun
moral,
bagaimana
kita
melakukan
eh…kesejahteraan yang baik, pengawasan melekat dan penegakan hukum. Kalau tadi ditanyakan tentang sektor-sektor strategis, saya lebih melihat
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
bagaimana struktur di DKI. Kita lihat saja yang pasti kalau berbicara moral, bagaimana tentang personil-personil di bidang pembinaan personilnya. Lalu tentang perencanaan, Bappeda-nya seperti apa, waskat bagaimana Bawasda melakukannya, dan juga bagaimana pelaksanaan daripada penegakan hukum, apabila pejabat tersebut terbukti. Jadi kalau untuk saya, berbicara tentang konsep strategis, pertama, sebagai seorang pemimpin dan kebetulan saya sebagai seorang baru disana pasti akan melakukan suatu perubahan-perubahan untuk lebih memberikan suatu tata pemerintahan yang lebih baik. Tapi dengan catatan tetap masalah professional itu diperhatikan terhadap masalah-masalah sektor strategis tadi. Dan yang paling penting adalah apabila sudah terbukti eh…pejabat tersebut melakukan suatu pelanggaran perlu dilakukan penegakan hukum. Jadi masalah reward and punishment itu sangat penting. (33) Dani Anwar : Mas Bambang, kita eh..kandidat telah melakukan MoU dengan beberapa LSM yang kaitannya dengan komitmen untuk tidak melakukan korupsi. Dan itu sebagai perwujudan keseriusan kami berdua bagaimana kita bisa setidaknya mengeliminer persoalan korupsi yang ada di Jakarta. Tadi sudah dikemukakan oleh Pak Adang Darajatun yang kita banggakan bahwasanya kita berdua ini adalah orang baru yang ada di Pemda DKI. Tentunya dengan kondisi orang baru itu mudah-mudahan dengan ketauladanan yang kami bisa berikan ke depan akan mengerem setidak-tidaknya persoalan-
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
persoalan yang terjadi di Pemda DKI Jakarta dan itu sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat. Jadi insyaAllah mudah-mudahan dengan keseriusan kita berdua ini mudah-mudahan kita bisa menyelesaikan masalah ini. (34) Presenter : Waktu anda sudah habis. Terimakasih. Seluruh panelis sudah bertanya. Temanteman harap tenang. Kita masih debat. Seluruh panelis telah bertanya. Ini adalah bagian akhir. Bagian dimana saya memberikan kesempatan kepada masingmasing pasangan kandidat untuk menyampaikan kata penutup. Waktunya masing-masing satu menit. Dimulai dari pasangan kandidat dengan nomor urut satu. (35) Adang Darajatun : Bung Fauzi dan Pak Prayitno, kami dengan lapang dada, Priyanto, mendukung sepenuhnya saudara kami Fauzi Bowo dan Priyanto yang kelak warga Jakarta memilih mereka, dan jika amanah itu diberikan kepada kami, insyaAllah kami akan membuktikan komitmen kami pada tahun pertama dengan memberikan pendidikan gratis hingga SMA, serta asuransi kesehatan bagi warga yang tidak mampu. Dengan segala kerendahan hati kita berdoa semoga Allah memberikan pemimpin yang terbaik bagi kita.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009
(36) Presenter : Waktunya sudah habis. Terimakasih. Ya, kita akan berikan kesempatan terlebih dahulu pada Pak Fauzi Bowo untuk menyampaikan kata penutup. Waktunya satu menit, dimulai dari sekarang. (37) Fauzi Bowo : Kepada warga Jakarta yang saya cintai dan saya banggakan, Jakarta adalah milik kita bersama. Mari kita buktikan bahwa Jakarta adalah kota yang demokratis dalam pemilihan pilkada yang akan datang. Mari kita jaga kota ini agar tetap menjadi kota yang aman, kota yang tertib, pilkada bisa berlangsung dengan sukses, sebagaimana yang kita inginkan bersama. Seluruh mata dunia akan mengamati Jakarta. Oleh karenanya mari kita kerja keras untuk itu. Jakarta memerlukan pimpinan yang amanah, yang dekat dengan rakyatnya. (38) Presenter : Waktunya sudah habis. Iya, terimakasih. Boleh kita berikan tepuk tangan yang paling meriah untuk kedua kandidat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Terimakasih banyak kepada para panelis, terimakasih kepada para kandidat, terimakasih kepada Anda pemirsa Metro TV. Ingat tanggal 8 Agustus, gunakan hak pilih Anda. Satu suara begitu berharga. Atas nama seluruh kru kerabat kerja yang bertugas Metro TV dan Jak TV, saya Nazwa Shihab undur diri. Selamat malam, sampai jumpa.
Zuraidah Nasution : Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta, 2009