LEMBAR PENGESAHAN JURNAL
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (SuatuPenelitian Di SMP Negeri 1 Atinggola)
Jurnal
Oleh :Fitrianingsi Patilima
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Hj. Evie Hulukati, M.Pd Nip : 19600530 198604 2 001
Dr. Tedy Machmud, S.Pd, M.Pd Nip : 19690825 199403 1 002
Mengetahui, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
1 FITRIANINGSI PATILIMA, MAHASISWA JURUSAN PEND. MATEMATIKA, UNG, EVI HULUKATI, TEDY MACHMUD
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (SuatuPenelitian Di SMP Negeri 1 Atinggola) Email:
[email protected] Fitrianingsi Patilima, Evie Hulukati, Tedy Machmud ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran kontekstual (CTL) lebih tinggi dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional, pada pokok bahasan luas permukaan dan volume kubus dan balok.Penelitian eksperimen ini dilakukan di SMP Negeri 1 Atinggola pada semester pertama untuk tahun pelajaran 2013/2014 dengan rancangan post test only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIIISMP Negeri 1 Atinggola. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Teknik Cluster Simple Random Sampling. Pengukuran kemampuan pemecahan masalah matematika dilakukan dengan menggunakan instrumen tes kemampuan pemecahan masalah berbentuk tes essay. Instrumen ini telah memenuhi syarat validitas butir dan reliabilitas instrumen. Berdasarkan hasil penelitian, model pembelajaran kontekstual (CTL) lebih baik dari model pembelajaran konvensional, ini dapat dilipat pada perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen (̅̅̅̅) = 71,05 dan kelas kontrol (̅̅̅̅) = 61,63. Hal ini juga dapat dibuktikan melalui test dengan taraf nyata 0,05 dan df = 35 menunjukkan thitung>ttabel. Diperolehthitung= 2,72untuk α = 0,05 diperolehttabel = 2,03, thitungberada diluar daerah penerimaan H0, sehingga H0ditolakdan H1diterima. Dengan demikian, adanya perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara kelas eksperimen dan kontrol menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Kata Kunci : Model pembelajaran kooperatif kontektual (CTL), Luas Permukaan dan Volume Kubus dan Balok, Kemampuan pemecahan masalah.
2 FITRIANINGSI PATILIMA, MAHASISWA JURUSAN PEND. MATEMATIKA, UNG, EVI HULUKATI, TEDY MACHMUD
Pendidikan merupakan hal utama dalam menghadapi apa yang kita lakukan hari ini dan akan datang, oleh karena itu perlu adanya sebuah media sarana pendidikan baik yang bersifat formal yang dapat mendukung proses pembelajaran yang baik, sehingga dapat dipastikan terarah pada hal-hal yang dapat memungkinkan terjadinya pengembangan pemikiran dan terbentuknya akhlak yang baik. Matematika adalah ilmu yang mengkaji tentang logika, bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep serta aturan-aturan yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Matematika juga merupakan ilmu dasar dari pengkaijan ilmu-ilmu yang lain seperti dalam bidang ekonomi, geografi, astronomi, rekayasa, kedokteran dan lain-lain. Adapun tujuan belajar matematika yaitu untuk membentuk pola pikir yang logis, kritis, sistematis, konsisten dan bersifat jujur dan bertanggung jawab. Dengan terbentuknya pola pikir seperti itu akan memudahkan kita dalam memecahkan masalah-masalah yang sering timbul dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya, mengapa matematika selalu diajarkan di semua jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMA dan sampai pada perguruan tinggi. Oleh karena itu, berbagai usaha seperti pemenuhan sarana dan prasarana pembelajaran, peningkatan kesejahteraan guru (pangajar), peningkatan kemampuan mengajar guru, perancangan kurikulum dan masih banyak lagi upaya lain yang telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Namun kenyataan yang terjadi secara umum adalah hasil belajar matematika siswa belum mencapai tingkat yang memuanskan. Hal ini ditunjukan oleh hasil evaluasi mata pelajaran matematika yang dilihat dari nilai rata-rata hasil UN mata pelajaran matematika di SMP Negeri 1 Atinggola pada tahun ajaran 2010-2011 dan 2011-2012 yakni masing-masing 7,87 dan 7,79. Rendahnya hasil belajar matematika siswa dipengaruhi oleh rendahnya pemahaman dan pengaplikasian konsep dalam memecahan masalah matematika. Salah satu pemyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah kurangnya keterampilan dan kreatifitas guru dalam mengaitkan materi matematika dengan lingkungan dan masalah yang lebih kontekstual sehingga belajar menjadi lebih bermakna dan siswa dapat langsung merasakan manfaat dari belajar. Untuk itu, perlu adanya perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang menyenangkan dan dapat menarik minat belajar matematika siswa dengan mengaitkan materi matematika dengan lingkungan dan masalah yang lebih kontekstual. Karena lingkungan siswa sangat 3 FITRIANINGSI PATILIMA, MAHASISWA JURUSAN PEND. MATEMATIKA, UNG, EVI HULUKATI, TEDY MACHMUD
berpengaruh pada penyajian materi matematika, dimana pembelajaran yang materinya dikaitkan dengan keadaan lingkungan dan masalah-masalah yang terjadi pada saat itu, akan mempermudah siswa untuk memahami materi berupa konsep-konsep dan aturan-aturan serta simbol-simbol matematika dan memecahkan masalah-masalah matematika yang berkaitan dengan materi tersebut. Seharusnya pembelajaran tidak hanya difokuskan pada pemberian pengetahuan yang bersifat teori, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki siswa senantiasa dikaitkan dengan kehidupan nyata berupa permasalahan-permasalahan aktual yang terjadi di lingkungannya. Salah satu model pembelajaran yang mengaitkan antara materi pelajaran dengan kehidupan nyata adalah model pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan dan masalah-masalah yang dialami dan dipahami oleh siswa. Yang dimaksud dengan masalah kontekstual yaitu hal-hal yang nyata atau kongkrit yang dapat diamati melalui pengalaman dan dengan membayangkan oleh siswa, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah tempat siswa berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Adapun pendapat yang sejalan dengan penjelasan pada paragraf sebelumnya bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi pembelajaran yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggora keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (US. Departement of Education the National School-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard, 2001) dalam Trianto (2007: 101). Berdasarkan uraian di atas, untuk menyelediki hal tersebut peneliti mencoba mengajukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa”.
Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual Menurut Johnson dalam Rusman (2012 : 187) pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem
pembelajaran
yang
cocok
dengan
otak
yang menghasilkan
makna
dengan
menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi,
4 FITRIANINGSI PATILIMA, MAHASISWA JURUSAN PEND. MATEMATIKA, UNG, EVI HULUKATI, TEDY MACHMUD
pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkan dengan dunia nyata. Sementara itu, Howey R, Keneth, (2001) dalam Rusman (2012; 189) mendefinisikan CTL sebagai berikut.“Contextual teaching is teaching that enables learning in wich student employ their academic understanding and abilities in a variety of in-and out of school context to solve simulated or real world problems, both alone and with others. (CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar dimana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama)”. Sementara, Rusman (2012: 190) mrnjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Sedangkan menurut Sanjaya (2012: 255), contextual teaching and learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses krterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkanya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan mereka. Sedangkan menurut Suprijono (2010: 82) pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengembangkan level kognitif tingkat tinggi. Pembelajaran ini melatih peserta didik untuk berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, dan memecahkan masalah. Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa CTL adalah suatu pembelajaran yang dirancang untuk menjadikan pengalaman belajar siswa menjadi lebih bermakna karena adanya pengaitan antara meteri pelajaran dengan apa yang ada dalam kehidupan nyata yang dapat melatih kreatifitas siswa dalam mengumpulkan data, memahami suatu masalah dan memecahkannya.
5 FITRIANINGSI PATILIMA, MAHASISWA JURUSAN PEND. MATEMATIKA, UNG, EVI HULUKATI, TEDY MACHMUD
Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menurut (Gagne, 1989) dalam Wena (2006 : 52) pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Apabila seseoarang telah mendapatkan suatu kombinasi perangkat aturan yang terbukti dapat dioperasikan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi maka ia tidak saja dapat memecahkan suatu masalah, melainkan juga telah berhasil menemukan sesuatu yang baru. Kemampuan pemecahan masalah sangat penting artinya bagi siswa dan masa depannya. Para ahli pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan (suharsono, 1991) dalam Wena (2006: 53). Sumarmo (1994) dalam (Damopolii, 2010: 10) mengartikan pemecahan masalah sebagai kegiatan menyelesaikan soal penemuan, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan. Sementara menurut Ruseffendi (2006 : 169), pemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan intelektual yang lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks dari pada pembentukan aturan. Sesuatu itu merupakan masalah bagi seseorang bila sesuatu itu baru, sesuai dengan kondisi yang memecahkan masalah (tahap perkembangan mentalnya) dan ia memiliki pengetahuan prasyarat. Mahmudi (2008: 2) pemecahan masalah mengindikasikan bahwa diperolehnya solusi suatu masalah menjadi syarat bagi proses pemecahan masalah dikatakan berhasil. Hal ini berbeda dengan pendapat Brownell (McIntosh et al, 2000) yang menyatakan bahwa suatu masalah belum dikatakan telah diselesaikan hanya karena telah diperolehnya solusi dari masalah itu. Menurutnya, suatu masalah baru benar-benar dikatakan telah diselesaikan apabila siswa telah memahami apa yang ia kerjakan, yakni memahami proses pemecahan masalah dan mengetahui mengapa solusi yang telah diperoleh tersebut sesuai. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kesanggupan untuk meyelesaiakan soal/masalah yang baru, yaitu pembuktian, penemuan, dan pengaplikasian soal matematika dalam kehidupan sehari-hari atau ke dalam lingkungan.
6 FITRIANINGSI PATILIMA, MAHASISWA JURUSAN PEND. MATEMATIKA, UNG, EVI HULUKATI, TEDY MACHMUD
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu. Terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi tes akhir (post test) untuk mengetahui keadaan kemampuan siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Jadi desain penelitian ini adalah The Posttest-Only Control Group Design (Emzir, 2012: 99). Tabel 1 Desain Penelitian Perlakuan
Post Test
Kelas Eksperimen
X1
O
Kelas Kontrol
X2
O
Keterangan : X1: Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual. X2:Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. O : Tes akhir (post test) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Populasi Target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Atinggola, dan populasi terjangkau seluruh siswa kelas VIII yang tersebar di 5 kelas dengan jumlah rata – rata setiap kelas terdiri atas 18-21 orang. Total populasi berjumlah 99 orang. Berikut sebaran jumlah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Atinggola. Tabel 2 Sebaran Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Atinggola. Kelas
VIII1
VIII2
VIII3
VIII4
VIII5
Tolal
Jumlah Siswa
20
20
21
18
19
98
Sumber Data: Daftar Hadir Kelas VIII SMP Negeri 1 Atinggola tahun ajaran 2013/2014.
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara Cluster Simple Random Sampling dengan nama rancangan adalah kuasi eksperimen. Kuasi ekperimen adalah pengacaakan dalam bentuk kelompok.
7 FITRIANINGSI PATILIMA, MAHASISWA JURUSAN PEND. MATEMATIKA, UNG, EVI HULUKATI, TEDY MACHMUD
HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang dikemukakan pada bab I, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran kontekstual (CTL) lebih tinggi dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional, pada pokok bahasan luas permukaan dan volume kubus dan balok. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan diperoleh Dengan demikian
ditolak dan
dan
.
diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan
pemecahan matematis masalah siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kontekstual (CTL) lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional, pada pokok bahasan luas permukaan dan volume kubus dan balok. Dimana nilai rata-rata siswa pada kelas eksperimen 71,05 lebih tinggi jika dibandingkan nilai rata-rata siswa pada kelas kontrol 61,63. Salah satu yang menyebabkan nilai rata-rata kedua kelas berbeda adalah model pembelajaran yang digunakan. Pada kelas eksperimen nilai rata-rata lebih tinggisebab adanya penggunaan model pembelajaran kontekstual (CTL)yang mana siswa diberikan kesempatan untuk memahami materi/masalah yang berbeda yang diberikan oleh guru pada kelompoknya dan mencari solusi/cara menyelesaikan masalah tersebut. Guru memberikan LKS kepada setiap kelompok, LKS tersebut berisikan petunjuk kegiatan untuk didiskusikan oleh siswa untuk memahami suatumateri. Kemudian setiap kelompok menjelaskan/mempresentasikan hasil penemuan terhadap masalah/materi yang telah diberikan oleh guru kepada teman-temannya sehingga siswa termotivasi untuk belajar karena mereka akan mempresentasikan hasil diskusi terhadap masalah/materi yang telah diberikan oleh guru di depan kelas. Berbeda halnya dengan kelas kontrol yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Pada pembelajaranini, gurulebihbanyakmenempatkansiswasebagaiobyek dan bukansebagaisubjekdidik. Dalamhalini, gurukurangmemberikankesempatan, objektif, dan logis sehinggamenyebabkansiswacenderungpasif, proses
danjugainteraksiantarsiswakurangterjadiselama pembelajaran.
Dengandemikiandalampelaksanaanakanterdapatkecenderunganperbedaankemampuanpemecahan masalah. Berdasarkanhasilpenelitiandiperolehbahwakemampuan pemecahan masalah siswa yang
8 FITRIANINGSI PATILIMA, MAHASISWA JURUSAN PEND. MATEMATIKA, UNG, EVI HULUKATI, TEDY MACHMUD
diajar menggunakan model pembelajaran kontekstual (CTL) lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kontekstual (CTL) lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional, pada pokok bahasan luas permukaan dan volume kubus dan balok. Hal ini sesuai dengan kriteria pengujian terima H0jika diperoleh
dan
dimana
hitung
. Selanjutnya
, sehingga
jatuh pada daerah
penolakan. Berdasarkansimpulan di atas, makadapatdiajukanbeberapa saran sebagaiberikut : a. Diharapkan kepada guru, agar kiranya model pembelajaran kontekstual (CTL)
dapat
digunakan sebagai salah satu model dalam menyajikan materi-materi yang dipandang bersesuaian. b. Diharapkan kepada pihak sekolah, hendaknya dapat memediasi atau memfasilitasi sehingga penggunaan model pembelajaran pada setiap proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. c. Perlu adanya penelitian selanjutnya mengenai model pembelajaran kontekstual (CTL) untuk materi-materi lain, khususnya materi yang memiliki karakteristik yang sama dengan materi luas permukaan dan volume kubus dan balok.
DAFTAR PUSTAKA Damopolii, Astuti Nuri. 2010. Analisis Kemampuan Siswa terhadap Pemecahan Masalah Matematika pada Materi SPLDV (Suatu Penelitian di SMA Negeri 1 Kotabunan). Skripsi, Gorontalo. UNG. Diakses pada 7 April 2013. http://www.scribd.com/doc/76550751/Pembelajaran-Konvensional. Mahmudi, Ali. 2008. Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Makalah Disajikan Pada Seminar Nasional Matematika. Diselenggarakan oleh Jurusan Matematika FMIPA UNPAD Bekerjasama 9 FITRIANINGSI PATILIMA, MAHASISWA JURUSAN PEND. MATEMATIKA, UNG, EVI HULUKATI, TEDY MACHMUD
dengan
Departemen
Matematika
UI
Sabtu,
13
Desember.
(online),
(http://staff.uny.ac.id) Diakses 01 April 2013) Ruseffendi, H.E.T. 2006. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran (Edisi Kedua). Bandung : RajaGrafindo Persada. Sanjaya, Wina. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana. Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Wena, Made. 2010. Strategi Pembelajaran Inovasi Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara
10 FITRIANINGSI PATILIMA, MAHASISWA JURUSAN PEND. MATEMATIKA, UNG, EVI HULUKATI, TEDY MACHMUD