Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
LAPORAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI KEGIATAN KONSULTAN PROYEK CCDP-IFAD
NAMA KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK: ANDI MUHAMMAD IBRAHIM MOETASIM
KABUPATEN/KOTA : PAREPARE
5 DESEMBER 2013
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 1 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
1. ANALISIS SITUASI
CCDP SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN DAN PEMBANGUNAN BERBASIS MASYARAKAT DI WILAYAH PESISIR Mafhum diketahui wilayah pesisir laut dan pulau-pulau kecil adalah bagian dari Indonesia yang berpotensi dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat yang bermukim di sekitarnya dan memiliki ketergantungan terhadap sumber daya pesisir khususnya kelautan dan perikanan tersebut. Sudah barang tentu agar dapat bermanfaat nyata bagi masyarakat, perlu direncanakan pemanfaatan pengelolaannya dengan baik. Pemerintah Indonesia dan IFAD telah dan sementara melaksanakan Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (Coastal Community Development Project) dimana dilaksanakan di 13 kabupaten/kota termasuk Parepare. Tujuan utama proyek CCDP-IFAD adalah mengurangi kemiskinan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi rumah tangga masyarakat miskin pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal ini akan dapat dicapai melalui peningkatan pendapatan rumah tangga keluarga nelayan yang terlibat dalam kegiatan usaha ekonomi produktif berbasis kelautan dan perikanan. Untuk itulah proyek CCD telah menetapkan tiga outcome, yang mana saling terkait dengan salah satu dari komponen investasi yang dikelola proyek ini, yaitu : (i) rumah tangga sasaran mampu melakukan kegiatan ekonomi produktif berbasis kelautan perikanan yang profitable tanpa berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya ; (ii) perluasan beragam peluang ekonomi skala kecil di lokasi proyek yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat ; (iii) efisien dan transparannya pengelolaan proyek bagi kepentingan rumah tangga nelayan pada lokasi sasaran proyek. CCDP (Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir) sebagai kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan International Fund for Agricultural Development (IFAD) adalah bentuk tanggap pemerintah terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengentaskan kemiskinan, menyerap tenaga kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan (pro-poor, pro-job, pro-growth, pro-sustainability). Elemen-elemen terpenting dalam implementasi CCDP IFAD ini adalah : (1) Pemberdayaan masyarakat (Community Empowerment); (2) Pendekatan berfokus pada pasar (Marketbased/market-driven approach); (3) Fokus pada kelompok termiskin yang aktif berusaha
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 2 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
(Focused on productive marginal coastal community groups) ; (4) Pelaksanaan dengan perluasan dan kegiatan yang lebih baik (Replication & Scaling up). Pemanfaatan berbagai sumber daya pesisir yang ada diharapkan akan memungkinkan CCDP-IFAD menerapkan beragam proses pengelolaan sumber daya yang dikombinasikan dengan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan untuk penangkapan ikan, budidaya ikan, pengolahan, dan pemasaran kegiatan kelautan perikanan lainnya. Salah satu isu terpenting berkenaan dengan pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir adalah mengatasi kemiskinan masyarakatnya, mengurangi kerusakan ekosistem dan mengelola sumber dayanya secara lestari dan berkelanjutan. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan menyadari bahwasanya pengentasan kemiskinan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sangat penting. Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat, di mana arah kebijakan yang terkait dengan pembangunan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil antara lain adalah menanggulangi kemiskinan dan menjamin ketahanan pangan. Untuk itulah kegiatan yang diprioritaskan adalah pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil melalui pengembangan
usaha
produktif
berbasis
masyarakat
yang
menguntungkan
dan
berkelanjutan. Demikianlah Pemerintah Indonesia telah merintis Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP) atau Coastal Community Development Project (CCDP) melalui kerjasama antara Kementerian Kelautan Perikanan dan The International Fund for Agricultural Development (IFAD) FAO sebagai wujud komitmen pemerintah dalam pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan yang berkelanjutan dengan melibatkan peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan stakeholders lainnya. Merujuk Country Strategic Opportunities Program (COSOP) – IFAD yang memfokuskan kegiatan proyek di daerah yang sangat miskin penduduk pesisirnya dan memiliki tingkat kemiskinan tinggi, dari total 180 desa yang akan terlibat diperkirakan, sekitar 70.000 rumah tangga akan dapat menjadi target langsung / tidak langsung dari Proyek PMP ini. Kriteria pemilihan lokasi adalah (i) tingkat kemiskinan tiap lokasi minimal 20% ; (ii) motivasi dan kesuksesan berpartisipasi dalam program sebelumnya ; (iii) potensi untuk produksi dan pertambahan nilai ; (iv) dimasukkannya pulau-pulau kecil di setiap lokasi kabupaten/kota yang memiliki pulau.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 3 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Melalui proyek PMP ini diharapkan akan mampu mencapai kondisi meningkatnya kualitas dan daya saing masyarakat yang berusaha di sektor kelautan dan perikanan, adanya peningkatan daya tahan masyarakat pesisir dalam menghadapi masalah perekonomian dan kemampuan menghadapi pengaruh akibat dampak perubahan iklim melalui penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat, peningkatan pendapatan rumah tangga nelayan, pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat, dukungan pemasaran serta pengembangan infrastruktur skala kecil yang akan meningkatkan standar kehidupan masyarakat pesisir. Tujuan umum dari CCD IFAD ini adalah meningkatkan pendapatan rumah tangga masyarakat
pesisir
melalui
pemberdayaan
dan
pembangunan
masyarakat,
pengembangan usaha ekonomi produktif dan pengelolaan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan. Sedangkan secara khusus proyek CCDP IFAD ini bertujuan untuk : (i) memberdayakan masyarakat pesisir dalam membangun wilayah dan mengelola sumberdayanya secara partisipatif dan berkelanjutan; (ii) meningkatkan pendapatan rumah tangga masyarakat pesisir melalui penguatan kelompok-kelompok usaha bersama dalam berbagai kegiatan ekonomi produktif perikanan kelautan di wilayah pesisir; (iii) meningkatkan dan mengembangkan berbagai kegiatan perekonomian masyarakat pesisir berbasis perikanan kelautan, antara lain melalui peningkatan kapasitas (misalnya
dukungan
pengetahuan,
akses
informasi,
keterampilan
dan
kepemimpinan) bagi kelompok-kelompok usaha, dukungan sarana dan prasarana, dukungan
dana,
inovasi
teknologi,
peningkatan
mutu,
standardisasi
dan
pengendalian kualitas produk-produk perikanan kelautan, serta dukungan pemasaran tata niaga dan pengembangan rantai pasok (supply chain) sehingga dapat meningkatkan nilai tambah (added value) produk-produk perikanan kelautan. Sasaran dari proyek CCDP-IFAD ini adalah terfasilitasinya pembangunan masyarakat pesisir melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat, meningkatnya pendapatan rumah tangga masyarakat pesisir melalui kegiatan ekonomi produktif dan dukungan pemasaran dan rantai pasok, serta terkelolanya sumber daya pesisir secara berkelanjutan . Hasil-hasil utama yang diharapkan tercapai dari proyek CCD- IFAD ini setidaknya antara lain adalah mencakup hal-hal sebagai berikut :
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 4 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
(i)
meningkatnya keuntungan kegiatan usaha ekonomi produktif perikanan kelautan berskala kecil berbasis masyarakat di wilayah pesisir pada lokasi proyek;
(ii)
menguatnya kelembagaan ekonomi produktif masyarakat pesisir berskala kecil dalam mengelola sumberdaya perikanan kelautan di wilayah pesisir lokasi proyek;
(iii)
lestari dan terpeliharanya lingkungan sumber daya dan ekosistem pesisir di sekitar wilayah lokasi proyek;
(iv)
adanya model-model pengelolaan kegiatan pembangunan masyarakat pesisir dalam mengelola sumberdaya pesisir sebagai hasil dari berbagai pengalaman lapangan
sehingga
dapat
menjadi
pembelajaran
dalam
mereplikasi
dan
mengembangkannya dengan lebih baik di lokasi-lokasi lain. Proyek ini berkonsentrasi pada sejumlah kabupaten/kota pesisir di mana dengan beragam latar konteks sosial dan budayanya, pada komunitas yang termiskin dan sangat perlu diperhatikan kesejahteraannya, terlebih pada aspek peningkatan kemampuan pengelolaan usaha ekonomi produktif, pemasaran sumber daya yang potensial, serta peningkatan infrastruktur perekonomian pesisir secara berkelanjutan. Dari sejumlah lokasi proyek PMP (CCDP-IFAD) yang ditetapkan, tersebar di 10 provinsi dan 13 kabupaten/kota, salah satunya adalah di wilayah pesisir Kota Parepare, berdasarkan komitmen dan partisipasi daerah ini dalam mengelola sumberdaya kelautan perikanan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir melalui optimalisasi pendayagunaan potensi dan meningkatkan nilai tambah hasil-hasil produk perikanan kelautannya. SEKILAS KOTA PAREPARE Kota Parepare merupakan salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang strategis karena terletak pada jalur perlintasan transportasi darat maupun laut, baik arah Utara – Selatan 2 maupun Timur – Barat, dengan luas 99,33 km , secara geografis terletak antara 3o57’39” -
4o04’49” Lintang Selatan dan
119o36’24”-119o43’40” Bujur Timur, terdiri atas 4
kecamatan, 22 kelurahan. Administratifnya berbatasan sebelah Utara Kabupaten Pinrang, Timur berbatasan Kabupaten Sidenreng Rappang, Selatan berbatasan Kabupaten Barru, dan sebelah Barat berbatasan dengan perairan Teluk Parepare - Selat Makassar.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 5 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Gambar 1. Peta Administrasi Kota Parepare
Kelurahan Soreang
Kelurahan Labukkang
Kelurahan Sumpang Minangae
Gambar 2. Peta Lokasi Sasaran Proyek CCDP IFAD Kota Parepare tahun 2013
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 6 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Berdasarkan luas
wilayah dari masing-masing kecamatan Kota
Parepare,
wilayah kecamatan terluas adalah Kecamatan Bacukiki dengan luas 66,70km2 ( +67,15% dari luas
Kota
Parepare), sedangkan
yang
terkecil
adalah
Kecamatan Soreang seluas 8,33km2. Jumlah penduduk Kota Parepare setiap tahun mengalami peningkatan, baik yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan penduduk Kota Parepare sendiri maupun migrasi dari daerah sekitar Parepare. Data jumlah penduduk Parepare dalam 5 tahun terakhir, menunjukkan jumlah penduduk sebanyak 115.169 jiwa, yaitu 56.883 jiwa
laki-laki dan 58.286 jiwa
perempuan, dengan 27.464 kepala keluarga (KK), mengalami peningkatan menjadi 129.013 jiwa yang terdiri dari 63.241 jiwa laki-laki serta 65.772 jiwa perempuan, dengan 28.879
kepala keluarga
(KK). Rerata tiap keluarga
beranggotakan 4-5 orang. Perkembangan penduduk selama 5 tahun terakhir memiliki rerata pertumbuhan tahunan 2,88%. Sementara itu rasio seks di Parepare adalah 96 yang berarti terdapat sekitar 96 laki-laki di antara 100 perempuan. Mayoritas penduduk di Kota Parepare beragama Islam yaitu sekitar 86,70% dari total jumlah penduduk. Sedangkan pemeluk agama lainnya terdiri atas pemeluk a g a m a Kristen Protestan, Katolik Hindu dan Budha.
PROFIL SINGKAT LOKASI SASARAN PROYEK CCDP-IFAD PAREPARE TAHUN 2013
Kelurahan Sumpang Minangae, Kecamatan Bacukiki Barat Berikut adalah profil singkat Kelurahan Sumpang Minangae. Batas-batas administratifnya di Utara adalah Kelurahan Cappa Galung, di sebelah Barat Perairan Teluk Parepare-Selat Makassar, di sisi Selatan Kelurahan Lumpue, di sisi Timur Kelurahan Bumi Harapan. Luas wilayahnya mencapai 3,31 km2. Jumlah penduduk 5268, dimana 22% berada di bawah garis kemiskinan, dengan jumlah kepala keluarga 1617 KK dan tercatat 25 keluarga miskin. Kelurahan dengan 4 RW dan 13 RT ini tercatat hanya ada sedikit nelayan yaitu 161 orang, selebihnya jauh didominasi oleh aparat kepolisian dan tentara dan pensiunan, karyawan pegawai negeri sipil, dan sedikit karyawan swasta. Sarana pendidikan yang ada terdapat 2 Playgroup, 3 Taman Kanakkanak, 5 Sekolah Dasar , 3 Sekolah Lanjutan Atas/sederajat, 1 Perguruan Tinggi Swasta. Sarana kesehatan terdapat Posyandu 4 unit.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 7 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Kelurahan Labukkang, Kecamatan Ujung Selanjutnya di Kelurahan Labukkang, memiliki batas-batas administratif di sebelah Utara Kelurahan Mallusetassi, di sisi Barat perairan pesisir Parepare - Selat Makassar, di sebelah Selatan Kelurahan Kampung Baru, di sisi Timur Kelurahan Ujung Bulu. Luas wilayahnya adalah 36 ha. Jumlah penduduk 7239 orang, di mana 20,17% penduduk berada di bawah garis kemiskinan, dengan jumlah kepala keluarga tercatat 1598 KK dan 209
keluarga
miskin. Kelurahan dengan 8 RW dan 22 RT ini tidak didominasi oleh nelayan, karena hanya ada 13 orang nelayan penangkap, 37 orang penjual ikan dan 25 orang pengolah ikan, selebihnya jauh didominasi oleh pegawai negeri sipil, karyawan swasta, wirausahawan, buruh tukang dan pensiunan. Sarana pendidikan yang ada berupa 1 Taman Kanak-kanak. Sarana kesehatan adalah 1 Puskesmas, MCK umum 4 unit.
Gambar 3. Salah satu lokasi proyek CCD IFAD tahun 2013 di Kelurahan Watan Soreang, Parepare
Kelurahan Watan Soreang, Kecamatan Soreang Sedangkan di Kelurahan Watan Soreang, batas-batas administratifnya di sisi Utara adalah Kabupaten Pinrang, di sebelah Barat adalah perairan pesisir Parepare - Selat Makassar, di sisi Selatan : Kelurahan Lakessi, di bagian Timur adalah Kelurahan Bukit Indah. Luas
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 8 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
wilayah mencapai 54,37 ha. Jumlah penduduknya 6098, di mana 20,17% berada di bawah garis kemiskinan, dengan jumlah kepala keluarga 2134 KK dan 875 keluarga miskin pra sejahtera, kelurahan dengan 6 RW dan
20 RT ini
tercatat ada 289 orang nelayan
sedangkan jauh lebih dominan adalah pegawai negeri sipil, karyawan swasta dan lain-lain. Sarana pendidikan terdapat 5 SD. Sarana kesehatan adalah 1 Puskesmas, Posyandu 4 unit, 1 pos penyuluhan. Terdapat 1 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cempae kondisinya baik, namun tidak optimal untuk kegiatan bongkar muat dan transaksi ikan di Parepare.
Gambar 4. Sarana Prasarana Pangkalan Pendaratan Ikan PPI Cempae, Soreang, Parepare
ISU DAN PERMASALAHAN MASYARAKAT PESISIR PAREPARE DALAM MENGELOLA USAHA : PELUANG DAN TANTANGAN Dengan panjang garis pantainya 8,38 km dan dikelilingi Teluk Parepare, Parepare lebih berfungsi sebagai kota pelabuhan yang menjadi poros penghubung aktivitas pelayaran laut dan perdagangan antar pulau khususnya antara Sulawesi bagian Selatan, Kalimantan bagian Timur dan Pulau Jawa.
Kota Parepare dan pelabuhan-pelabuhannya yang ada
sangat mendukung aktivitas perdagangan/niaga serta pelayanan jasa lainnya yang menaungi baik dalam lingkup sekitar Kota Parepare sendiri, maupun lintas kabupaten/kota
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 9 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
sekitarnya seperti Pangkajene dan Kepulauan, Pinrang, Barru, serta Sidenreng Rappang dan Enrekang (“Ajattapareng”), hingga Makassar dalam lingkup provinsi Sulawesi Selatan, antar provinsi yaitu dengan Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, bahkan antar negara yaitu Malaysia di bagian Utara Kalimantan. Pembangunan pesisir Kota Parepare ditujukan untuk menjaga keserasian aktivitas ekonomis dan ekologis dalam menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berwawasan lingkungan. Hal ini dijabarkan lebih lanjut untuk mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat nelayan, pembudidaya ikan dan pelaku usaha di wilayah pesisir; meningkatkan daya dukung dan kualitas lingkungan sumber daya wilayah pesisir agar tetap lestari; meningkatkan peran antar sektor dan stakeholders dalam pembangunan wilayah pesisir sebagai sumber pertumbuhan ekonomi Kota Parepare; serta meningkatkan peran wilayah pesisir dalam mendukung wisata bahari.
Bagi Kota Parepare, saat ini perikanan bukanlah sektor yang sangat diunggulkan. Ini karena tidak dominannya perikanan mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi budaya keseluruhan masyarakat di kota ini. Hal ini dilihat dari jumlah nelayan yang tidak banyak dan tidak mendominasinya tenaga kerja nelayan di kota ini. Di samping itu tidak dominannya peran sektor perikanan bagi pembangunan di Kota Parepare terlihat dari ragam jenis alat tangkap yang dipakai nelayan Parepare pada umumnya relatif masih tradisional seperti pancing, pancing rawai, jala, jaring, bagan tancap. Teknologi untuk mendukung operasional penangkapan ikan juga sangat terbatas, hanya sebatas pembuatan dan pemasangan rumpon, dan penggunaan lampu untuk menarik perhatian ikan. Ukuran armada kapal nelayannya tidak berskala besar, pada umumnya berukuran di bawah 30 GT. Demikian juga halnya dengan kontribusi perikanan terhadap pendapatan Kota Parepare. Secara umum saat ini pola patron client secara tradisional yang turun-temurun diwariskan dalam hubungan sosial ekonomi punggawa-sawi di kalangan masyarakat nelayan sudah tidak lagi kuat membudaya. Hal ini nampaknya telah menjadi fenomena yang mulai terjadi di pesisir Parepare. Beberapa isu dan permasalahan kenelayanan yang terdapat di wilayah pesisir Parepare, antara lain adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia nelayan (umumnya hanya berpendidikan dasar, sedikit yang lanjut ke sekolah menengah umum maupun kejuruan, dan sangat sedikit yang menyelesaikan perguruan tinggi hingga sarjana). Kondisi ini menyebabkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat setempat untuk berwirausaha dan mengembangkannya tidak dianggap penting. Rendahnya kesadaran akan pentingnya berusaha secara terencana, belum membudayanya kebiasaan menabung di kalangan
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 10 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
masyarakat pesisir, di samping kelembagaan masyarakat nelayan yang belum kuat untuk membangun potensi masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam adalah beberapa situasi yang umum dijumpai di Parepare. Permasalahan menyangkut lingkungan hidup di perairan pesisir Parepare antara lain adalah masih adanya kegiatan Penangkapan Ikan Tidak Ramah Lingkungan (Destructive Fishing Practices) seperti pemboman dan pembiusan ikan, yang merusak terumbu karang. Namun demikian kegiatan penangkapan ikan merusak dengan pemboman dan pembiusan ini dilakukan oleh nelayan lain dari luar Parepare. Di samping itu karena Parepare adalah kota pelabuhan yang ramai, sering terjadi polusi buangan limbah dari kapal laut ke perairan pesisir laut. Hal ini perlu diatasi dengan upaya menghentikan perusakan ekosistem sumberdaya pesisir tersebut melalui kampanye penyadaran pelestarian lingkungan pesisir laut, sosialisasi dan penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran laut, serta mendorong adanya mata pencaharian alternatif bagi masyarakat misalnya budidaya laut dan pengolahan hasil-hasil perikanan laut agar dapat mengurangi penangkapan ikan yang merusak ekosistem terumbu karang, Nelayan pesisir di Parepare menyatakan pada beberapa areal fishing ground setempat telah mengalami lebih tangkap (overfishing) sehingga hasil perikanan tangkap cenderung mengalami penurunan. Hal ini perlu diatasi dengan kampanye penyadaran masyarakat mengenai penangkapan ikan ramah lingkungan, sosialisasi dan penegakan hukum terhadap perusak ekosistem, serta mengelola usaha perikanan tangkap yang ramah lingkungan secara tercatat dan terpantau berkala sehingga dapat secara mudah diketahui statusnya dari waktu ke waktu. Bentuk lain intervensi yang dapat dilakukan adalah mengalihkan mata pencaharian nelayan penangkap menjadi pembudidaya dan pengolah. Juga menyangkut aspek kenelayanan sebagai mata pencaharian, keterbatasan armada kapal nelayan dan terbatasnya sarana alat bantu penangkapan ikan yang dimiliki nelayan Parepare, menyebabkan kuantitas hasil tangkapan perikanannya terbatas dan berfluktuasi secara musiman mengikuti kondisi cuaca, sehingga ketersediaan ikan-ikan segar sebagai bahan baku produk olahan, seperti misalnya menjadi abon ikan tidak kontinyu, seringkali mengalami ketidakpastian. Hal lain yang terjadi saat ini adalah belum diterapkannya teknologi penangkapan untuk menunjang aktivitas perikanan, yang menyebabkan terbatasnya hasil tangkapan nelayan, serta biaya yang dibutuhkan untuk operasi kapal ikan hingga berminggu-minggu. Selain itu kelemahan seperti keterbatasan kemampuan nelayan pesisir Parepare untuk mengakses pasar yang ada, atau memanfaatkan peluang potensi pasar yang ada, menyebabkan pemasaran hasil-hasil perikanan laut / produk olahan hasil
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 11 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
perikanan laut pemasarannya kebanyakan masih di sekitar Parepare saja. Masih sedikit yang mampu menjual ke luar Parepare apalagi diekspor.
Gambar 5. Perahu dan kapal yang dipakai nelayan Parepare untuk menangkap ikan
Sebagai contoh misalnya nelayan skala kecil penangkap ikan layang dan ikan kembung dengan alat tangkap jaring yang tergabung dalam Kelompok Nelayan “Siparennu” di Kelurahan Watan Soreang, RT 1 RW 1 di Kecamatan Soreang yang terbentuk dan dikukuhkan Lurah Soreang pada tahun 2011 atas dukungan Kantor Ketahanan Pangan Penyuluhan Parepare. Kelompok ini belum bermodal yang kuat. Selama ini masih bermodalkan secara sendiri-sendiri dalam jumlah terbatas, karenanya diperlukan dukungan modal usaha peningkatan hasil tangkapan ikannya yang selama ini masih tradisional. Selain itu kekurangan sarana penunjang penangkapan ikan juga merupakan kendala dialami nelayan. Salah satunya dihadapi oleh Kelompok Nelayan “Sumber Agung” di Labukkang, Kelompok “Mawar” di Sumpang Minangae, Bacukiki Barat, Kelompok Nelayan “Bujung Pitue” RT 3 RW 6 Watan Soreang. Kelompok lainnya seperti kelompok nelayan “45” di RT 3 RW 2 Kelurahan Sumpang Minangae Kecamatan Bacukiki Barat, Kelompok “Sipadecengi II” dan “Sipadecengi III” di RT 3 RW 5 Watan Soreang, juga para anggotanya mengalami ketiadaan perahu atau kerusakan perahu dan mesin, serta keterbatasan sarana pendukung alat tangkap ikan. Kerusakan perahu tersebut menghambat operasional kenelayanannya. Pada beberapa kelompok nelayan telah ada kemampuan dasar-dasar pencatatan produksi melalui pembukuan (buku produksi) dan administrasi kelompok, namun karena rendahnya hasil tangkapan nelayan anggotanya menyebabkan kas simpanan kelompok nelayan ini sangat minim.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 12 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Gambar 6. Aktivitas nelayan di Parepare
Untuk jenis-jenis komoditas produk olahan hasil perikanan laut belumlah dapat dilihat sebagai industri pengolahan yang berkembang. Pada umumnya masyarakat pesisir masih sebatas mengolah secara tradisional dan seadanya. Belum optimalnya pengelolaan usaha pengolahan hasil perikanan laut yang dikelola masyarakat pesisir Parepare, perlu diatasi dengan adanya peningkatan kapasitas (capacity building) misalnya dalam bentuk pelatihan/workshop dan pendampingan mengenai manajemen usaha bagi kelompok nelayan secara intensif. Aspek-aspek manajemen usaha ini antara lain mencakup peningkatan motivasi kewirausahaan, penanganan pasca panen, aspek teknis produksi, aspek mutu, perencanaan usaha, termasuk perencanaan pemasaran dalam kaitannya dengan meningkatkan nilai tambah produk hasil perikanan yang akan dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Kualitas dan kontinuitas penyediaan produk-produk perikanan laut yang diolah masyarakat pesisir seperti rumput laut keringan, abon ikan tuna dan ikan kering (ikan asin) masih belum maksimal, sehingga kurang diminati pasar atau masih belum mampu memenuhi permintaan pasar dalam jumlah besar dan kontinyu. Masalah yang dihadapi seperti ketidakstabilan kuantitas produksi rumput laut, fluktuasi volume produksi akibat keterbatasan bibit rumput laut, kegagalan panen akibat penyakit “ais ais” (memutih) yang menyerang rumput laut dan menurunnya kualitas perairan akibat pencemaran dan perubahan cuaca yang menyebabkan suhu sekitar perairan laut memanas secara ekstrim.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 13 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Gambar 7. Tali bentangan budidaya rumput laut yang tidak digunakan karena ketiadaan bibit di Watan Soreang
Selain itu hasil panen yang tidak ditangani secara bersih, kekeringan yang tidak merata dan tidak dikemas dengan baik juga masalah yang dihadapi nelayan pembudidaya rumput laut. Hal ini dialami misalnya oleh Kelompok Usaha Bersama budidaya rumput laut jenis Euchema cottonii “Sipadecengi I” di Cempae-Watansoreang, Kecamatan Soreang. Demikian juga pada usaha olahan abon ikan tuna yang dilakukan kelompok perempuan pesisir “Putri Duyung” di Watan Soreang, Kecamatan Soreang dan kelompok perempuan pesisir “Bersahaja” di Labukkang.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 14 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Gambar 8. Suasana pembuatan abon ikan tuna di Parepare
Contoh produk abon ikan tuna yang dilbuat oleh “Usaha Lela Mandiri”, masalah yang dihadapi selain ketidakstabilan jumlah bahan baku berupa ikan tuna, fluktuatifnya volume produksi karena keterbatasan bahan baku ikan tuna, juga pada penanganan pasca panen ikan tuna dan pengolahannya yang kadang belum memenuhi standard hygienis, dan hasil akhir berupa abon ikan tuna kemasannya kurang menarik. Rantai pemasaran (market chain) yang ada berasal dari aktivitas penjualan abon ikan tuna, yaitu dari Parepare ke Makassar, Parepare ke Samarinda dan Parepare ke Surabaya. Namun demikian tidak semua dapat dipenuhi, karena keterbatasan kuantitas volume produksi.
Sehingga karenanya hanya sedikit keuntungan yang diperoleh masyarakat
pesisir, dan relatif kurang memberikan nilai tambah (added value) secara ekonomis. Hal ini dialami misalnya oleh sebagian anggota Kelompok “Putri Duyung” di Watan Soreang. Sedangkan pada pengeringan ikan (ikan asin) yang dialami Kelompok nelayan “Bersahaja” di Sumpang Minangae, Kecamatan Bacukiki Barat permasalahannya adalah kurangnya sarana produksi dan kekurangan modal usaha.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 15 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
2. HASIL / PERKEMBANGAN YANG DICAPAI DAN IMPLEMENTASI KEGIATAN KONSULTANSI 2.1.
KEGIATAN YANG TELAH DILAKUKAN, PERKEMBANGAN, DAN STATUSNYA
Untuk wilayah Parepare, CCDP IFAD pada tahun 2013 ini telah melakukan : -
Pembentukan tim pengelola proyek (Project Implementation Unit) di bawah Dinas Pertanian,
Kehutanan,
Perikanan
Kelautan
(PKPK)
Parepare,
Komite
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (District Oversight Board) Parepare. -
Sinkronisasi perencanaan dan koordinasi pengelolaan proyek di bawah PIU (Project Implementation Unit) Dinas PKPK (Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan) Kota Parepare di Hotel Grand Star.
-
Rekruitmen 3 orang Tenaga Pendamping Desa (TPD) dan 3 orang Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang telah bertugas di Kelurahan Sumpang Minangae, Kelurahan Watansoreang dan Kelurahan Labukkang.
-
Identifikasi beberapa lokasi kelurahan pesisir sebagai sasaran proyek yang prioritas untuk diintervensi. Kemudian dilanjutkan dengan sosialisasi proyek CCD pada lokasi kelurahan tersebut, yaitu Kelurahan Sumpang Minangae di Kecamatan Bacukiki Barat, Kelurahan Watan Soreang di Kecamatan Soreang, Kelurahan Labukkang di Kecamatan Ujung.
-
Tahapan selanjutnya adalah pengumpulan data dan informasi yang diperlukan dalam menyusun profil masing-masing lokasi dan menganalisis permasalahannya secara partisipatif (Participatory Rural Assessment). Dari hasil penilaian awal ini telah dilanjutkan dengan identifikasi kemungkinan beberapa kelompok pemanfaat (benericiaries) yang dapat dikembangkan yaitu di masing-masing kelurahan tersebut.
-
Dalam kegiatan pertemuan di kelurahan pesisir (perencanaan kegiatan), hasil dari identifikasi lokasi sebelumnya termasuk penilaian kebutuhan secara partisipatif (participatory need assessment) yang telah difasilitasi oleh Tenaga Pendamping Desa (TPD), Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) maka Project Implementation Unit (PIU) Kota Parepare telah menetapkan setidaknya di tiap-tiap kecamatan yang telah ditetapkan, telah ada 1 Kelompok Kerja Desa (Village Working Group) dan 6 Kelompok Usaha (termasuk di dalamnya kelompok perempuan) dan 1 Kelompok Infrastruktur serta 1 Kelompok Pengelola Sumber Daya Alam (PSDA).
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 16 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
-
Berikutnya telah dilakukan beberapa kali pertemuan di kelurahan-kelurahan pesisir tersebut menyangkut sosialisasi proyek CCD dan pembahasan perencanaan kegiatan pemberdayaan dan pembangunan masyarakat pesisir di kelurahan tersebut.
-
Kegiatan
lainnya
yang
telah
dilaksanakan
antara
lain
adalah
pelatihan
peningkatan kapasitas pokmas yaitu khususnya membekali para anggota dan pengurus kelompok dengan pengetahuan dan wawasan dengan topik-topik dinamika kelompok, pengetahuan dan motivasi kewirausahaan, penyusunan proposal usaha, pengelolaan usaha, pengelolaan keuangan skala kecil dan, aspek pemasaran. -
Fasilitasi P3MP (Pusat Pemberdayaan dan Pelayanan Masyarakat Pesisir), Pelatihan Co-management group, Persiapan Detail Village Coastal Marine CoManagement Plan, dan Workshop Coastal Marine Resources Co-management. Dalam kegiatan-kegiatan ini peserta dari kelompok masyarakat nelayan juga mendiskusikan mengenai pentingnya aspek usaha yang dilakukan oleh masyarakat secara skala kecil, di mana masalah utamanya adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan aspek produksi dan aspek pemasaran.
-
Market awareness telah dilakukan ke salah satu lokasi pengolah ikan bandeng (bandeng tanpa duri) di kelompok usaha Bulu Siapae, Mattiro Bulu, Kabupaten Pinrang. Kegiatan ini diikuti terutama oleh kelompok usaha perempuan dari ke 9 kelurahan yang menjadi lokasi sasaran proyek CCD ini. Dari kegiatan ini para peserta dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai potensi alternative income berupa olahan ikan bandeng tanpa duri yang dapat dilakukan oleh ibu-ibu nelayan, dan potensi pemasarannya di sekitar Kota Parepare dan Makassar.
-
Temu usaha Pengembangan Alternative Income Generating Activities dan Jaringan Pemasaran dilaksanakan di Kenari Bukit Indah, Parepare. Pada pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari kelompok usaha nelayan, kelompok usaha bersama, kelompok usaha perempuan, utusan dari KADIN Parepare, pedagang pengumpul dan penjual, serta pengolah hasil perikanan. Narasumber yang hadir adalah dari Bank BRI Parepare yang menjelaskan bagaimana mengakses sumber-sumber pembiayaan kredit skala mikro dan kecil khususnya bagi UMKM. Selain itu dari Dinas Perindagkop UMKM Parepare menyampaikan tentang bagaimana upaya sinergi antara stakeholders yang dapat dioptimalkan
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 17 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
untuk mendukung pengembangan usaha di mikro, kecil dan menengah. Proses terpenting dari pertemuan ini adalah bagaimana memahami kondisi riil pasar yang ada, serta kemampuan memanfaatkan potensi pemasaran yang ada. Dari pertemuan
ini
direkomendasikan
pentingnya
membangun
linkage
antara
produsen, pengumpul, pengolah, penjual dan pemasar hasil-hasil perikanan dengan konsumen end-user misalnya pasar lokal/tradisional atau pasar kota dan provinsi yang ada, hingga tingkat nasional.
-
Proses pencairan BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) secara bertahap sebagai Dana Community Enterprise Group yang diperuntukkan bagi 3 kelurahan di Watansoreang, Labukkang dan Sumpang Minangae, masing-masing kelurahan terdapat 6 kelompok usaha, baik dari nelayan penangkap, pembudidaya dan pengolah/pemasar ikan.
2.2.
JENIS PRODUK USAHA KELOMPOK MASYARAKAT DAN POTENSI KOMODITAS UNGGULAN
Dari hasil pengamatan lapangan yang sementara masih dilakukan, kebanyakan di Parepare adalah pedagang pengumpul dan penjual ikan, sebagian kecil adalah nelayan penangkap. Kebanyakan para nelayan pedagang mengumpulkan ikan-ikan segar yang di es, seperti ikan cakalang, ikan tuna, ikan layang, ikan kembung, ikan banyara, ikan sarden. Selain itu juga kan teri (‘losa-losa’) dan cumi-cumi. Sebagian terkecil adalah pembudidaya rumput laut (Euchema cottonii), namun jumlahnya dan produksinya tidak signifikan. Para pedagang pengumpul ikan ini mengumpulkan ikan dari kapan penangkap yang menjual di PPI Cempae, kemudian menjual hasil-hasilnya di Pasar Lakessi, atau langsung membeli dari kapal-kapal kecil yang membongkar ikannya di dekat Pasar Lakessi. Pembeli terbesar adalah konsumen lokal ibu-ibu rumah tangga di Parepare melalui perantara pedagang keliling di seputar Kota Parepare. Hasil pengamatan di lapangan dan dukungan kajian market study yang dilakukan oleh Universitas Hasanuddin di mana sementara masih terus berlangsung, serta pendampingan dari konsultan pemasaran, TPD dan Petugas Penyuluh Lapangan mengungkapkan bahwa produk komoditas perikanan yang dapat dikembangkan adalah abon ikan tuna/abon ikan cakalang, dan ikan teri olahan (‘losa-losa’). Beberapa kemungkinan komoditas lain yang dapat dikembangkan adalah bandeng tanpa duri, dan pemanfaatan cangkang kerang untuk dibuat kerajinan (souvenir/handycraft) berupa tempat tissue, serta pengembangan sentra wisata kuliner sea food. Lebih jauh jenis-jenis produk usaha kelompok masyarakat dan potensi komoditas unggulan masih akan dianalisis oleh konsultan pemasaran bekerjasama dengan tim peneliti market study dari Universitas Hasanuddin.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 18 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
2.3. GAMBARAN RANTAI PASOK DAN PEMASARAN PRODUK USAHA DAN KOMODITAS UNGGULAN Selama ini hasil tangkapan dan pengumpulan hasil perikanan yang diperoleh belum dikelola secara optimal atau hanya dipasarkan secara tradisional dan belum dijual dengan menciptakan nilai tambah sesuai ketersediaan pasar yang ada. Secara sederhana alur penjualan/pemasaran hasil-hasil perikanan laut di sekitar Kota Parepare hal tersebut dapat diilustrasikan pada beberapa gambar seperti di bawah ini.
Gambar 9.a Diagram Generik : Mata rantai pemasaran sederhana hasil perikanan nelayan di Parepare
Gambar 9.b Diagram dengan variasi (1) : Mata rantai pemasaran hasil perikanan nelayan di Parepare
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 19 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Gambar 9.c. Diagram dengan variasi (2) : Mata rantai pemasaran hasil perikanan nelayan di Parepare Permintaan, Kebutuhan, Keinginan
Produk Hidup Mati
Pengusaha
Hasil Tangkapan (Produk)
Pelelangan
Pabalolang
Transaksi
Ekspor
Pemasaran/Pa sar
Transaksi Punggawa Darat
Konsumsi Sendiri Pasar antar Kab
Pasar Lokasl
Kumpulan Penjual
Kumpulan Barang/jasa
Kumpulan Pembeli
Papalele
(Pengecer dan Pengguna) Palalele/penjaja pulau
Transaksi
Transaksi
Diolah
Gambar 9.d. Diagram dengan variasi (3) : Mata rantai pemasaran hasil perikanan nelayan di Parepare
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 20 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Gambar 9.e. Diagram dengan variasi (4) : Mata rantai pemasaran hasil perikanan nelayan di Parepare
2.4.
STATUS, POTENSI, DAN RENCANA PEMASARAN PRODUK/KOMODITAS
Hingga saat akhir tahun 2013, komoditas unggulan / produk unggulan dari CCDP-IFAD Parepare yang akan ditetapkan dan akan didorong untuk selanjutnya dikembangkan, masih sementara dikaji dan didiskusikan dengan tim market study dari Universitas Hasanuddin. Setidaknya ada beberapa potensi komoditas yang dapat didorong dikembangkan lebih lanjut antara lain adalah abon ikan dan ikan teri olahan. Yang lain adalah bandeng tanpa duri, souvenir handycraft tempat tisue dari cangkang kerang, dan yang mungkin dikembangkan adalah sentra wisata kuliner makanan laut (sea food). Status dari potensi komoditas / produk yang akan ditetapkan sebagai unggulan Parepare masih memerlukan pengkajian lebih intensif baik dari PIU Parepare yang dibantu konsultan pemasaran dan pemberdayaan masyarakat bekerjasama dengan tim peneliti market study dari Universitas Hasanuddin. Visi yang diusulkan untuk pengelolaan hasil-hasil perikanan laut yang dapat diwujudkan adalah Parepare sebagai outlet abon ikan dan ikan teri olahan sehat yang terkemuka di Sulawesi Selatan. Untuk menuju kesana maka langkah-langkah strategis perlu dilakukan dengan menyusun dan menetapkan roadmap pengembangan usaha perikanan laut berbasis masyarakat di Parepare. Langkah strategis termasuk penyusunan dan pengembangan Rencana Pemasaran Produk/Komoditas ini masih memerlukan kajian lebih
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 21 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
mendalam, pertemuan intensif dan sosialisasi intensif dengan segenap pemangku kepentingan di Parepare dan sekitarnya. Terkait dengan hal ini maka akan difollow up dengan pertemuan-pertemuan intensif dengan PIU dan Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (District Oversight Board) Parepare. Strategi pengembangan dan pemasaran yang dapat dilakukan adalah “panen - olah - jual”, yaitu setelah hasil-hasil perikanan laut dipanen, maka dilanjutkan dengan pengolahan melalui serangkaian kegiatan yang akan diintervensi berikutnya, misalnya teknik pengumpulan, penanganan pasca pengumpulan, pemilihan dan penyortiran, pembersihan, dan pengolahan menjadi produk lanjutan, sertifikasi, pengemasan, pelabelan, penetapan harga penjualan, hingga akhirnya penjualan/pemasaran. Strategi yang dapat dilakukan antara lain bauran pemasaran (mix marketing), penjualan/pemasaran sistem titip dan bayar (konsinyasi) melalui outlet toko supermarket lokal Parepare, dan kabupaten sekitarnya seperti Pinrang, Barru, Pangkep, hingga Kota Makassar. Sedangkan untuk pasar yang lebih luas, bisa menjangkau Kalimantan Timur, seperti Samarinda, Balikpapan, Pasir, Nunukan dan Tarakan. Bentuk spesifik infrastruktur penunjang usaha yang diusulkan untuk dapat menunjang aspek pemasaran ini adalah rumah kemasan, rumah produksi atau rumah niaga. Hal ini terutama karena kemasan yang dari produk olahan seperti abon ikan dan ikan teri di Parepare masih sangat terbatas. Di rumah kemasan atau rumah produksi ini akan dapat dilengkapi dan ditingkatkan kualitasnya. Lebih detail terkait rencana penjualan dan pemasaran akan dibahas lebih lanjut dengan tim peneliti dari Universitas Hasanuddin dan konsultan pemasaran PMO.
3. PEMBAHASAN / ANALISIS SINGKAT TERKAIT TEMUAN LAPANGAN/STATUS KEGIATAN Untuk jenis-jenis komoditas produk olahan hasil perikanan laut di sekitar Parepare, hingga saat ini belumlah mewujud menjadi industri pengolahan yang maju dan kuat. Pada umumnya masyarakat pesisir masih sebatas mengolah secara tradisional dan seadanya. Belum optimalnya pengelolaan usaha pengolahan hasil perikanan laut yang dikelola masyarakat pesisir Parepare, perlu diatasi dengan adanya peningkatan kapasitas (capacity building) misalnya dalam bentuk pelatihan/workshop dan pendampingan mengenai pengelolaan usaha bagi kelompok nelayan. Aspek-aspek manajemen usaha ini antara lain mencakup peningkatan motivasi entrepreneurship, penanganan pasca panen, peningkatan aspek teknis produksi, penerapan teknologi tepat guna mendukung produksi, pemeliharaan dan pengendalian mutu, perencanaan bisnis (business plan), termasuk perencanaan pemasaran (marketing plan) dalam kaitannya dengan meningkatkan nilai tambah (added value) produk hasil perikanan yang meningkatkan pendapatan nelayan. Kualitas dan kontinuitas penyediaan produk-produk perikanan laut yang diolah masyarakat pesisir seperti rumput laut keringan, abon ikan tuna dan ikan kering (ikan asin) masih belum maksimal, sehingga kurang diminati pasar atau masih belum mampu memenuhi permintaan pasar dalam jumlah besar dan kontinyu. Contoh produk abon ikan tuna yang dilbuat oleh “Usaha Lela Mandiri”, masalah yang dihadapi selain ketidakstabilan jumlah bahan baku berupa ikan tuna, fluktuatifnya volume produksi karena keterbatasan bahan baku ikan tuna, juga pada penanganan pasca panen
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 22 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
ikan tuna dan pengolahannya yang kadang belum memenuhi standard hygienis, dan hasil akhir berupa abon ikan tuna kemasannya kurang menarik. Rantai pemasaran (market chain) telah terbentuk dari aktivitas penjualan abon ikan tuna, yaitu dari Parepare ke Makassar, Parepare ke Samarinda dan Parepare ke Surabaya. Namun demikian tidak semua dapat dipenuhi, karena keterbatasan kuantitas volume produksi. Sehingga karenanya hanya sedikit keuntungan yang diperoleh masyarakat pesisir, dan relatif kurang memberikan nilai tambah (added value) secara ekonomis. Hal ini dialami misalnya oleh sebagian anggota Kelompok “Putri Duyung” di Watan Soreang, Kecamatan Soreang, dan Sedangkan pada pengeringan ikan (ikan asin) yang dialami Kelompok nelayan “Bersahaja” di Sumpang Minangae, Kecamatan Bacukiki Barat permasalahannya adalah kurangnya sarana produksi dan kekurangan modal usaha. Keterbatasan jangkauan pemasaran produk pengolahan hasil perikanan laut perlu diatasi dengan penyediaan informasi pasar secara luas kepada masyarakat pesisir dan kelompok usaha nelayan. Hasil studi pemasaran diperlukan untuk mengungkap potensi pasar dari komoditas perikanan laut, aksesibilitasnya, beserta jejaring dan intervensi fungsional yang diperlukan untuk membentuk atau memperkuat keterkaitan supply chain dan mendorong potensi pengembangan usaha, penyerapan tenaga kerja sektor informal di sektor perikanan. Peran dari sektor terkait lain seperti Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM, Perguruan Tinggi, Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan, serta stakeholders lain bisa dimaksimalkan untuk mendukung hal ini. Optimalisasi pemasaran dapat dimulai dari membangun kesepahaman dan kesepakatan kemitraan berusaha dengan para pelaku dunia usaha /sektor riil sehingga hasil-hasil produk olahan perikanan laut dapat terserap pasar. Keberadaan dan peran fungsional para Tenaga Pendamping Desa dan Penyuluh Perikanan sangat diperlukan dalam membangun kesadaran kritis untuk memberdayakan masyarakatnya sendiri di wilayah pesisir, terutama pada lapisan masyarakat yang paling miskin. Hal ini dapat terjadi apabila terjadi perubahan pola pikir, kesadaran dan adanya proses alih pengetahuan dan keterampilan serta sikap di antara kalangan masyarakat tersebut. Hal ini dapat dilakukan melalui pengorganisasian masyarakat. Kemudian dibangunnya pendekatan pengelolaan kelompok, intervensi bantuan usaha produktif melalui pilot project pengembangan usaha skala kecil kepada kelompok-kelompok masyarakat pesisir. Kemudian ini memerlukan penguatan dan pengembangan kelompok, hingga pada akhirnya mampu melakukan pengelolaan usaha secara mandiri dan berkelanjutan. Aspek penjualan dan pemasaran hasil-hasil produksi masyarakat pesisir perlu ditingkatkan dan dijaga mutunya sehingga dapat memberikan nilai tambah yang menguntungkan masyarakat. Dengan bekerjasama dan berkolaborasi bersama stakeholders lain, maka upaya peningkatan pendapatan rumah tangga masyarakat pesisir dapat terintegrasi dengan program-program pemerintah lainnya untuk pengentasan kemiskinan. Hal ini jika secara konsisten dan terpadu dilakukan, pada gilirannya diharapkan akan dapat mampu menggerakkan dan melakukan perubahan sosial ekonomi budaya masyarakat pesisir di lokasi-lokasi sasaran proyek sebagaimana tujuan proyek ini melakukan pembangunan masyarakat pesisir secara terpadu dan berkelanjutan.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 23 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
4. KEGIATAN PELATIHAN / WORKSHOP / KOORDINASI Bagi PIU CCDP-IFAD Parepare, setelah terbentuknya tim pengelola proyek (Project Implementation Unit) di bawah Dinas Pertanian, Kehutanan, Perikanan Kelautan (PKPK) Parepare, Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (District Oversight Board) Parepare, masih memerlukan pendampingan khususnya terkait pemahaman substansi dan bagaimana strategi implementasi kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat pesisir di Parepare agar dapat menjawab kebutuhan masyarakat penerima manfaat CCDP IFAD. Sekaitan dengan itu sinkronisasi perencanaan dan koordinasi pengelolaan proyek di bawah PIU (Project Implementation Unit) Dinas PKPK (Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan) Kota Parepare sangat diperlukan karena harus disesuaikan dengan prioritas dan agenda strategis Pemerintah Kota Parepare termasuk Dinas PKPK Parepare. Keberadaan 3 orang Tenaga Pendamping Desa (TPD) dan 3 orang Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang bertugas di Kelurahan Sumpang Minangae, Kelurahan Watansoreang dan Kelurahan Labukkang, sangat memerlukan pendampingan dan peningkatan kapasitasnya terkait dengan kemampuan memahami substansi CCDP dan bagaimana menerjemahkannya menjadi kegiatan-kegiatan yang implementable, serta mampu mengatasi konflik yang mungkin terjadi di lapangan pada waktu persiapan, penyaluran bantuan investasi usaha melalui BLM hingga pemantauan penggunaan dana bantuan usaha tersebut oleh kelompok masyarakat pesisir. Terkait dengan identifikasi dan penentuan beberapa lokasi kelurahan pesisir sebagai sasaran proyek yang prioritas untuk diintervensi, maka penetapan Kelurahan Sumpang Minangae di Kecamatan Bacukiki Barat, Kelurahan Watan Soreang di Kecamatan Soreang, Kelurahan Labukkang di Kecamatan Ujung pada tahun 2013, perlu memberikan wawasan dan pembelajaran bagi PIU (Project Implementation Unit), Komite District Oversight Board, terutama TPD (Tenaga Pendamping Desa) dan PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) dan Project Management Office agar pada tahun-tahun berikutnya dan pada tahapan selanjutnya tidak tergesa-gesa dimana seringkali akibatnya menimbulkan ketidaktepatan sasaran dan kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Di dalam pengumpulan data dan informasi yang akan digunakan untuk menyusun profil sumber daya di masing-masing lokasi sangat penting agar analisis permasalahannya dilakukan secara partisipatif, hal ini guna mendorong rasa kepemilikan dan tanggungjawab dari masyarakat agar dapat memastikan adanya keberlanjutan implementasi kegiatan. Dalam kegiatan pertemuan selanjutnya di tingkat kelurahan pesisir, hasil dari identifikasi lokasi yang dilakukan secara partisipatif (participatory need assessment) sangat perlu didampingi / difasilitasi oleh Tenaga Pendamping Desa (TPD), Petugas Penyuluh Lapangan (PPL). Untuk itu Project Implementation Unit (PIU) Kota Parepare perlu menetapkan Kelompok Kerja Desa (Village Working Group) dan Kelompok Usaha (termasuk di dalamnya kelompok perempuan) dan Kelompok Infrastruktur serta Kelompok Pengelola Sumber Daya Alam (PSDA) yang tepat. Kegiatan lainnya yang perlu diperbaiki adalah pelatihan peningkatan kapasitas POKMAS yaitu khususnya membekali para anggota dan pengurus kelompok dengan pengetahuan dan wawasan dengan topik-topik dinamika kelompok, pengetahuan kewirausahaan,
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 24 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
penyusunan proposal usaha, pengelolaan usaha, pengelolaan keuangan skala kecil dan, aspek pemasaran usaha. Keberadaan P3MP (Pusat Pemberdayaan dan Pelayanan Masyarakat Pesisir) dapat difungsionalkan untuk menjalankan fungsi supporting membahas isu-isu strategis usaha kenelayanan dan kemungkinan pengembangannya ke depan, termasuk mengenai pentingnya aspek perencanaan usaha, kurangnya pengetahuan dan keterampilan aspek produksi dan aspek pemasaran. Proses pencairan BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) sebagai Dana Community Enterprise Group untuk ke depannya sangat penting untuk dipantau dan diawasi pencairan dan penggunaannya agar tepat sasaran. Peran P3MP dapat diberdayakan untuk ini.
5. FOKUS DAN STRATEGI AKSELERASI HINGGA AKHIR DESEMBER 2013 DAN 2014 Memahami Pedoman Teknis (Pednis) dan Petunjuk Operasional Kerja (POK) Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (CCDP) tahun 2013 yang telah disusun, maka untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, sangat diperlukan penyamaan persepsi mengenai pemahaman Proyek CCDP antara konsultan dengan pihak PMO, PIU dan dinas terkait yang akan mengimplementasikannya, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) serta Tenaga Pendamping Desa (TPD), sebagai ujung tombak pelaksanaan CCDP. Sehingga tahapan yang terpenting adalah membangun komunikasi dan koordinasi di antara segenap elemen proyek CCDP ini baik di tingkat pusat (PMO), Satker Pembangunan Masyarakat Pesisir, Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha - Ditjen KP3K Kementerian Kelautan Perikanan, maupun di daerah (kabupaten/kota hingga kecamatan dan kelurahan/desa pesisir) seperti PIU pada Dinas Kelautan Perikanan kabupaten/kota (dalam hal ini di Kota Parepare adalah Dinas PKPK), Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (District Oversight Board) di kabupaten/kota, Tenaga Pendamping Desa (TPD) dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) sebagai ujung tombak pelaksanaan proyek CCDP, dan membina komunikasi yang intens dengan contact persons atau pengurus kelompok calon penerima Bantuan Langsung Mayarakat (BLM) serta pimpinan pemerintahan di tingkat desa/kelurahan dan berkoordinasi dengan pimpinan tingkat kecamatan lokasi sasaran proyek. Bekerjasama dengan TPD dan PPL, konsultan berperan dalam memberikan saran pertimbangan dan pengkayaan aspek-aspek ekonomi produktif, antara lain seperti aspek perencanaan pengelolaan usaha; penyusunan proposal; peningkatan teknis produksi; inovasi teknologi/pengenalan teknologi tepat guna dalam produksi; penanganan pasca panen produk-produk hasil perikanan laut; pengendalian mutu produksi dan pengemasan produk; pengembangan produk melalui peningkatan nilai tambah produk dan penganekaragaman produk; penjualan dan pemasaran; keorganisasian, tertib administrasi dan pembukuan; masalah perijinan dan sertifikasi; pengelolaan keuangan untuk usaha kecil; ketenagakerjaan; keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja. Selain itu, apabila kualitas produk telah meningkat dan terjaga mutunya, guna mendukung pengembangan usaha dan perluasan jaringan pemasaran usaha ekonomi masyarakat pesisir tersebut, diusulkan Fasilitasi Temu Usaha (“Business Gathering”) dengan contact persons pengusaha yang berminat dengan produk olahan masyarakat pesisir tersebut, baik dari Kota Parepare, Makassar dan tempat-tempat strategis lainnya, atau mengikutsertakan
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 25 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
kelompok usaha dalam pameran produk-produk usaha kecil menengah dan koperasi (UKMK) di kota atau provinsi. Ini dapat difasilitasi dengan kerjasama Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) setempat. Bentuk lain yang dapat dilakukan adalah bersama anggota pengurus kelompok usaha bersama (KUB) melakukan penjajakan peluang pasar secara bertahap dari pembeli skala kecil (warung, kios kaki lima, penjual keliling, pagandeng, toko-toko penjual eceran) hingga toko-toko besar (supermarket dan hypermarket). Selain itu bentuk percontohan lainnya yang memungkinkan dilakukan adalah membangun outlet tempat penjualan produk hasil olahan masyarakat pesisir tersebut seperti kios, warung atau toko cinderamata khas Parepare di tempat-tempat strategis yang ramai dikunjungi orang, misalnya pasar-pasar tradisional, pelabuhan, dan bisa juga pemasaran produk dilakukan dengan sistem titip jual (konsinyasi) di toko supermarket yang ada, pedagang warung dan pedagang lainnya. Untuk pengembangan infrastruktur penunjang usaha yang diusulkan dapat menunjang pemasaran hasil produk masyarakat nelayan adalah rumah kemasan, rumah produksi atau rumah niaga. Hal ini untuk meningkatkan kualitas kemasan produk olahan seperti abon ikan dan ikan teri yang belum kompetitif untuk dijual ke pasar terbuka. Di rumah kemasan atau rumah produksi ini akan dapat dilengkapi dan ditingkatkan kualitas hasil produksi masyarakat tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut, hal ini masih dalam tahap pengkajian dengan tim peneliti dari Universitas Hasanuddin dan konsultan pemasaran PMO.
5.1.
FOKUS KEGIATAN YANG BELUM DILAKUKAN HINGGA AKHIR 2013
Dalam implementasi CCDP IFAD terkait komponen pemasaran dan rantai pemasaran/rantai nilai, di Parepare telah dilaksanakan kegiatan market awareness, dan temu usaha pengembangan alternative income generating activities dan jaringan pemasaran. Catatan dari kegiatan tersebut adalah memerlukan follow-up, antara lain bagaimana mengoptimalisasikan peran pemasaran dan penjualan serta membangun kemitraan usaha antara nelayan lokal, nelayan pedagang/pengumpul/penjual dengan praktisi dunia usaha atau pelaku bisnis aktif di lapangan. Hasil kajian market study yang dilakukan oleh Universitas Hasanuddin akan dirujuk untuk pengembangan kegiatan khususnya komponen 1.3. dan 2.2. dari CCDP IFAD ini.
5.2.STRATEGI YANG AKAN DILAKUKAN UNTUK AKSELERASI CAPAIAN HINGGA AKHIR 2013 Sekaitan dengan kegiatan yang masih harus dilakukan pada tahun 2013 maupun yang perlu dilakukan tahun 2014, maka diagram berikut ini mengilustrasikan bahwa hasil kajian dari market study yang dilakukan Universitas Hasanuddin menjadi bagian dari tahapan marketing research yang dilakukan konsultan pemasaran dalam mengkaji supply chain dan added value. Hal ini perlu dilengkapi dengan hasil-hasil kegiatan participatory assessment guna menghasilkan usulan kegiatan terkait capacity building bagi kelompok masyarakat yang perlu dilakukan untuk masyarakat dampingan dan difasilitasi secara berkelanjutan.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 26 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Gambar 10. Diagram Skema Strategi Dukungan Konsultansi Proyek CCDP IFAD di Parepare
Sekaitan dengan rencana implementasi CCDP IFAD Kota Parepare tahun 2014, maka konsultan berpandangan bahwa beberapa pendekatan utama strategis yang penting diterapkan adalah sebagai berikut : (1) Mengubah persepsi terhadap BLM yang disalurkan melalui CCDP IFAD kepada kelompok nelayan dari “Bantuan Sosial” menjadi “Investasi Usaha”. (2) Mendorong dan memotivasi semangat kewirausahaan para kelompok nelayan pengolah, penjual, pemasar hasil-hasil perikanan. (3) Mendorong kemitraan dalam berusaha antara masyarakat nelayan dengan pihak swasta (partnership business ; public private partnership) (4) Menerapkan pengelolaan bantuan investasi usaha kepada masyarakat secara transparan dan kehati-hatian, hal ini melalui melalui pencatatan, pembukuan, pelaporan dan pendokumentasian yang dilakukan kelompok nelayan sendiri. (5) Monitoring dan Evaluasi secara partisipatif.
5.3.
BEBERAPA RENCANA KEGIATAN / PRIORITAS YANG AKAN DILAKUKAN TAHUN 2014
Sekaitan dengan rencana implementasi CCDP IFAD Kota Parepare tahun 2014, maka konsultan pemasaran masih sangat memerlukan komunikasi yang intensif dan koordinasi dengan kegiatan-kegiatan konsultan pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan sumber daya alam, khususnya dalam mendampingi PIU Kota Parepare dalam mengimplementasikan kegiatan-kegiatannya.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 27 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Adapun tabel ringkasan rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk tahun 2014 dapat dilihat pada tabel matriks usulan rencana kerja konsultan individual bidang pemasaran/value chain Kota Parepare tahun 2014 sebagaimana terlampir.
6. PERSPEKTIF GENDER Dalam kaitannya dengan peran perempuan di Parepare adalah dalam menangani pengolahan pasca panen, pemasaran dan pengelolaan keuangan rumah tangga termasuk dalam hal ini adalah mengelola keuangan usaha yang dilakukan pada skala rumah tangga. Karena potensi usaha yang berpeluang dikembangkan adalah usaha pengolahan ikan menjadi abon ikan dan ikan teri kering, maka intervensi pendampingan yang dilakukan adalah mendorong keterlibatan aktif pelaku usaha oleh perempuan, mulai dari pengadaan/pengumpulan bahan baku, pemilahan, penyortiran, pengolahan pasca panen yaitu pembuatan menjadi abon dan pengeringan ikan teri, hingga pengemasan, penjualan dan pemasarannya. Di samping itu pada bagian pengelolaan usaha, mulai dari perencanaan usaha, penyusunan proposal, analisis usaha, dan pengelolaan keuangan kelompok, justru peran perempuan yang paling besar. Untuk itulah kader-kader perempuan yang potensial dan dapat menjadi motivator bagi kelompoknya akan diiutsertakan dalam berbagai kegiatan capacity building seperti pelatihan dan workshop, serta dalam rapat-rapat penting pembuatan keputusan terkait dengan implementasi CCDP IFAD di lokasi kelurahan pesisir Parepare.
7. KENDALA DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI Pada tahap awal pelaksanaan CCDP IFAD di Parepare ini sepanjang tahun 2013 ada beberapa kendala dan tantangan yang dihadapi. Misalnya pada tahap penyiapan sosial kelompok masyarakat pemanfaat (beneficiaries) tidaklah mudah mendapat kelompok sasaran yang tepat dan sesuai untuk didorong dan diorganisir lebih lanjut. Pada umumnya kelompok-kelompok nelayan di Parepare adalah hasil bentukan dari proyek terdahulu, atau sudah pernah dibentuk melalui Kantor Badan Penyuluh dan Ketahanan Pangan di mana jumlah anggotanya cukup banyak dan bervariasi sekitar 10 sampai 30 orang. Dengan jumlah anggota yang terlalu banyak tidaklah mudah untuk didampingi, demikian juga besaran dana BLM sebagai investasi usaha kelompok yang tidak cukup signifikan menggerakkan usaha masyarakat. Sementara di satu sisi tidak semua nelayan memiliki jenis dan bentuk usaha yang sama. Misalnya ada yang bekerja sebagai nelayan penangkap, pembudidaya rumput laut maupun pengolah dan penjual/pemasar ikan. Tentunya kondisi kelompok masyarakat nelayan seperti ini memerlukan perlakuan khusus dalam mendampingi dan mengorganisirnya sebelum benar-benar siap didorong untuk melakukan bisnis yang berorientasi pasar. Bekerjasama dengan konsultan pemberdayaan masyarakat, konsultan pemasaran sangat penting menyamakan persepsi mengenai entry point yang akan dijadikan sebagai langkah awal membangun pondasi pemberdayaan masyarakat. Persiapan sosial merupakan salah satu titik kritis yang penting diperhatikan, mengingat jika terjadi kesalahan pemahaman (mispersepsi) akibat sosialisasi yang tidak tuntas, tidak tepat caranya, tidak tepat sasaran dan tidak tepat waktu akan menyebabkan bias pemahaman, yang jika tidak segera
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 28 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
diluruskan akan makin menyimpang dan berpotensi memicu kegagalan pencapaian indikator proyek secara keseluruhan. Contoh misalnya jika terjadi kesalahan dalam menyampaikan pengertian, tujuan, manfaat, bentuk, waktu dan cara penyaluran BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) maka bisa saja yang dipahami oleh calon kelompok sasaran penerima manfaat (beneficiaries) proyek dianggap sebagai bantuan hibah cuma-cuma (gratis) yang hanya dibagikan begitu saja dan harus habis terbagi ke masyarakat. Tanpa mempertimbangkan kriteria kelayakan usaha, ketepatan sasaran penerima dan kemampuan pengelolaannya, maka BLM sangat mungkin tidak berhasil menggerakkan perekonomian yang menguntungkan dan berkelanjutan. Jika ini terjadi maka tidak dapat menuju pemberdayaan masyarakat pesisir melalui peningkatan usaha ekonomi produktif sebagaimana yang ingin diharapkan. Konflik biasanya akan muncul dan kecemburuan antar anggota masyarakat atau kelompok masyarakat yang menerima dan yang tidak menerima BLM. Di sinilah sangat pentingnya kejelasan pedoman teknis dan petunjuk operasional kegiatan diterjemahkan dan disampaikan ke masyarakat calon penerima manfaat proyek secara benar. Penafsiran yang tepat berdasarkan petunjuk operasional, perlu dilakukan bersama-sama PIU, Komite DOB, TPD dan PPL, sehingga peran konsultan adalah menjembatani proses dialog di antara mereka dan memberi saran pertimbangan untuk menyepakati metode sosialisasi yang akan dijalankan di tengah masyarakat lokasi proyek. Tahapan berikutnya adalah Identifikasi Stakeholders, Lokasi, Ruang Lingkup, dan Identifikasi Kelompok Sasaran Calon Penerima Manfaat (beneficiaries) proyek. Hal ini perlu untuk memastikan bahwa desain implementasi proyek telah mempertimbangkan keberadaan dan peran pihak-pihak, baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pelaksanaan proyek ini. Karena keberhasilan pencapaian proyek tentunya berkaitan dengan peran dan keterlibatan stakeholders yang berkepentingan dengan CCDP. Mengingat pada tahapan berikutnya akan ditetapkan lokasi sasaran, kelompok sasaran, bentuk investasi produktif yang akan disalurkan kepada masyarakat pesisir dalam bentuk BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) dan infrastruktur penggerak usaha, diharapkan dikelola secara menguntungkan dan berkelanjutan oleh Kelompok Masyarakat Pesisir dalam bentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB), maka dalam hal ini “Profil Desa Pesisir” penting dirujuk dalam menentukan arah pengembangan desa pesisir, termasuk potensi sumber daya alam, infrastruktur dan kelembagaan yang ada, potensi peluang ekonomi sumber daya alam pesisir setempat yang dapat diolah dan didayagunakan, serta daftar kebutuhan mendesak prioritas masyarakat pesisir setempat, termasuk dukungan yang dibutuhkan untuk mengembangkan kapasitas masyarakat calon penerima. Peran konsultan bersama TPD dan PPL adalah meningkatkan kapasitas masyarakat lokal dalam mengidentifikasi, mengkaji, memanfaatkan dan mengembangkan peluang ekonomi dari sumberdaya lokal. Selanjutnya di dalam menyusun daftar prioritas kebutuhan masyarakat juga tidak kalah sensitif dan pentingnya untuk dicermati secara hati-hati. Karena dari daftar prioritas kebutuhan masyarakat akan difollow up dalam Perencanaan Pengembangan Desa Pesisir Partisipatif. Peran konsultan di sini memberikan saran pertimbangan dan pengkayaan materi khususnya dalam Rencana Pengembangan Desa Partisipatif dan Proposal Rencana Kerja Kelompok KUB, dari aspek perekonomian yaitu kewirausahaan ekonomi produktif di
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 29 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
wilayah pesisir, pengenalan mata pencaharian alternatif (Alternative Income Generating Activities) yang ramah lingkungan, mekanisme penyaluran bantuan usaha bagi kelompok usaha bersama (KUB), model pengelolaan dana usaha simpan pinjam, dan pentingnya aspek pemasaran (market awareness) dalam menyusun usaha, quality control dan diversifikasi produk untuk memberikan nilai tambah produk perikanan tersebut. Selain itu konsultansi menyangkut strategi peningkatan nilai tambah dari kegiatan usaha ekonomi produktif masyarakat pesisir, informasi pasar dan jejaring pemasaran yang dapat diakses oleh pengelola usaha tersebut, membangun kemitraan usaha dengan mengoptimalkan rantai pasok (supply chain) yang ada. Kajian aspek pemasaran (marketing study) yang dilakukan oleh Universitas Hasanuddin masih akan ditindaklanjuti oleh konsultan pemasaran bekerjasama dengan konsultan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk diskusi dan pendalaman terkait dengan perencanaan usaha dan pemasaran hasilhasil dari kelompok-kelompok usaha bersama. Salah satu yang berpeluang dijajaki adalah adanya “Rumah Niaga” , “Rumah Kemasan”, atau “Dapur Ikan”. Lokasi desa/kelurahan pesisir yang dipilih, demikian juga dengan calon kelompok penerima manfaat dan bentuk aktivitas ekonomi produktif yang akan diinvestasikan melalui BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) tentunya telah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria-kriteria ini, tahapannya dan proses menggunakannya perlu secara hati-hati diterapkan di tengah masyarakat, guna mencegah kecemburuan sosial yang berujung pada konflik di tengah masyarakat pesisir. Di sinilah peran dari Tenaga Pendamping Desa sangat penting bagaimana menjelaskan dan meyakinkan masyarakat pesisir. Berkenaan dengan itu, di Parepare keberadaan TPD masih sangat memerlukan peningkatan kapasitas (capacity building) dan pendampingan (asistensi). Dalam kaitannya dengan hal tersebut TPD memerlukan pelatihan keterampilan pengorganisasian masyarakat khususnya berkaitan dengan mengubah cara berpikir (changing mindset), pendekatan partisipatif (Participatory Rural Appraisal), Participatory Monitoring Evaluation, manajemen konflik , resolusi konflik, yang secara keseluruhan dapat didekati melalui metode PLSD (Participatory Local Social Development). Setidaknya di dalam PLSD terdapat 6 elemen terpenting yang saling berhubungan menjadi suatu siklus pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat, yaitu : (i) Membangun kemitraan (Partnership Building); (ii) Analisis Isu-isu Berbasis Masyarakat (Communitybased Issues Analysis); (iii) Rencana Aksi (Action Plan); (iv) Pelaksanaan (Implementation) (v) Monitoring & Evaluation (vi) Umpan Balik (Feedback) Salah satu bentuk kelembagaan yang perlu dibentuk dan diperkuat adalah kelembagaan ekonomi produktif berbasis masyarakat yang dapat mewadahi kebutuhan masyarakat pesisir dan saling menguatkan potensi sumberdaya di daerah tersebut. Kelembagaan yang mungkin dibentuk ini yang akan menjadi salah satu elemen terpenting dalam sebuah kelurahan yang mandiri. Proses pembentukannya dan membangun struktur organisasinya memerlukan waktu dan keterlibatan masyarakat setempat dan pemerintah setempat secara partisipatif. Namun ini dapat dibentuk hanya jika dibutuhkan berdasarkan kesepakatan masyarakat dan pemerintah di wilayah tersebut. Jika tidak, maka mungkin belum menjadi prioritas dan dapat ditunda atau dimodifikasi bentuknya sesuai karakteristik dan kondisi sosial budaya di lokasi tersebut.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 30 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Selain itu tidak kalah pentingnya adalah dukungan dari konsultan terhadap proses sinkronisasi perencanaan dan koordinasi antara tim teknis (PIU), TPD, PPL dan Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (DOB). Dalam hal ini konsultan berperan dalam memfasilitasi menjembatani diskusi dan komunikasi demi terlaksananya rencana kerja PIU yang mantap. Secara keseluruhan, konsultan Pemasaran dan Pengembangan Usaha bekerjasama secara erat dan berkolaborasi dengan Konsultan Pemberdayaan Masyarakat dan Pengelolaan Sumberdaya Alam dalam mendampingi khususnya memberikan asistensi teknis kepada TPD dan PIU serta memberikan saran pertimbangan kepada Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (District Oversight Board) agar proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir ini dapat mencapai tujuannya.
8. REKOMENDASI DAN FOLLOW UP Bagi pelaksanaan CCDP IFAD hingga akhir tahun 2013 dan memasuki tahun 2014 ke depan, maka sangat penting membangun kesamaan persepsi antara konsultan pemberdayaan masyarakat dan konsultan pemasaran dengan tim teknis Project Implementation Unit (PIU) dan Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (DOB) Parepare mengenai strategi, tahapan-tahapan dan teknis pelaksanaan pemberdayaan dan pembangunan masyarakat pesisir ini pada lokasi-lokasi sasaran, baik menjaga dan melanjutkan kegiatan untuk tahun 2013 maupun mulai mempersiapkan kegiatan untuk tahun 2014. Hal ini akan ditindaklanjuti dalam bentuk pertemuan koordinasi antara konsultan pemasaran, konsultan pemberdayaan masyarakat, tim teknis dan komite PMP Parepare. Sangat diperlukan kejelasan Pedoman Teknis dari PMO (Project Management Office) yang disosialisasikan kepada seluruh konsultan dan tim teknis PIU serta komite PMP yang mana hal ini akan menjadi acuan bersama dalam menjalankan kegiatan-kegiatan pemberdayaan dan pembangunan masyarakat pesisir selanjutnya. Bentuk kegiatan ke masyarakat dan intervensi pendampingan perlu memperhatikan kalender aktivitas masyarakat pesisir yang sangat dinamis dan bergantung cuaca, termasuk dalam hal pencairan dana dan sinkronisasi kegiatan di lapangan.Tindak lanjutnya adalah konsultan pemasaran dan pemberdayan masyarakat akan berkoordinasi dengan konsultan PMO, tim sekretariat PMO di pusat, dan bekerjasama secara erat dan berkolaborasi dalam mendampingi khususnya memberikan asistensi teknis kepada tim teknis PIU, komite PMP , dan mendampingi TPD dan PPL agar proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir ini dapat mencapai tujuannya.
9. PEMBELAJARAN CCDP dilaksanakan pada lokasi desa/kelurahan pesisir di mana umumnya termasuk lokasi konsentrasi kemiskinan, keterbelakangan dan ketertinggalan. Kondisi kesejahteraan ekonomi, kualitas pendidikan dan kesehatan di kebanyakan desa/kelurahan pesisir termasuk di Parepare biasanya berbeda dibandingkan kota-kota besar seperti Makassar. Umumnya kondisi masyarakat yang menjadi target pendampingan pemberdayaan masyarakat ini memiliki kendala keterbatasan pengetahuan, keterampilan, sikap yang belum berubah, kurangnya kesadaran perilaku dan belum efektifnya kemampuan mengelola sumberdayanya. Hal ini ditentukan oleh kemampuan mengorganisir individu-individu
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 31 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
nelayan anggota dan rumah tangga di dalam masyarakat pesisir melalui kesepakatan aturan yang dijalankan secara konsisten dan kelembagaan masyarakat yang kuat. Setidaknya terdapat 3 elemen dasar fungsional di tengah masyarakat termasuk masyarakat pesisir, yaitu : RON (Resources = sumberdaya ; Organization = organisasi atau kelembagaan masyarakat; dan Norms = norma atau tata aturan yang berlaku di tengah masyarakat tersebut) dalam konteks pengelolaan sumberdaya dan ekosistem wilayah pesisir, maka pengelolaan berbasis masyarakat melalui pendekatan partisipatif adalah pendekatan yang penting. Disini diperlukan strategi pengorganisasian masyarakat (CO = community organizing). Pendekatan partisipatif penting diterapkan karena dapat meningkatkan rasa kepemilikan (sense of belonging) dan tanggung jawab (sense of responsibility) dari masyarakat itu sendiri terhadap proses-proses pengorganisasian masyarakat yang ditujukan untuk membangun dan memperkuat kelembagaan masyarakat termasuk tata aturan (norms) / tata kelola (governance) di tengah masyarakat tersebut. Salah satu masalah paling mendasar yang prioritas diatasi pada suatu masyarakat adalah tersedianya kebutuhan dasar manusia (human basic needs), ketahanan pangan (food security), terpenuhinya kebutuhan ekonomi rumah tangga, penciptaan lapangan kerja (employment) dan berjalannya kegiatan ekonomi produktif yang memberikan keuntungan (profitable). Hal ini tiada lain dapat terwujud jika terdapat aktivitas perekonomian produktif yang menguntungkan. Untuk dapat memberikan keuntungan, produksi yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut haruslah berkualitas, unik/khas/spesifik, mempunyai pasar yang jelas, mudah diakses, dapat diserap pasar dan menguntungkan bagi penghasil atau produsennya. Lokasi desa/kelurahan pesisir yang dipilih, demikian juga dengan calon kelompok penerima manfaat dan bentuk aktivitas ekonomi produktif yang akan diinvestasikan melalui BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) tentunya telah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria-kriteria ini, tahapannya dan proses menggunakannya perlu secara hati-hati diterapkan di tengah masyarakat, guna mencegah kecemburuan sosial yang berujung pada konflik di tengah masyarakat pesisir. Di sinilah peran dari Tenaga Pendamping Desa sangat penting bagaimana menjelaskan dan meyakinkan masyarakat pesisir. Berkenaan dengan itu, di Parepare keberadaan TPD masih sangat memerlukan peningkatan kapasitas (capacity building) dan pendampingan (asistensi). Dalam kaitannya dengan hal tersebut TPD memerlukan pelatihan keterampilan pengorganisasian masyarakat khususnya berkaitan dengan mengubah cara berpikir (changing mindset), pendekatan partisipatif (Participatory Rural Appraisal), Participatory Monitoring Evaluation, manajemen konflik , resolusi konflik, yang secara keseluruhan dapat didekati melalui metode PLSD (Participatory Local Social Development). Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, setidaknya di dalam PLSD terdapat 6 elemen terpenting yang saling berhubungan menjadi suatu siklus pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat, yaitu : (i) Membangun kemitraan (Partnership Building); (ii) Analisis Isu-isu Berbasis Masyarakat (Community-based Issues Analysis); (iii) Rencana Aksi (Action Plan); (iv) Pelaksanaan (Implementation) (v) Monitoring & Evaluation (vi) Umpan Balik (Feedback). Salah satu bentuk kelembagaan yang perlu dibentuk dan diperkuat adalah kelembagaan ekonomi produktif berbasis masyarakat yang dapat mewadahi kebutuhan masyarakat pesisir
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 32 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
dan saling menguatkan potensi sumberdaya di daerah tersebut. Kelembagaan yang mungkin dibentuk ini yang akan menjadi salah satu elemen terpenting dalam sebuah kelurahan yang mandiri. Proses pembentukannya dan membangun struktur organisasinya memerlukan waktu dan keterlibatan masyarakat setempat dan pemerintah setempat secara partisipatif. Namun ini dapat dibentuk hanya jika dibutuhkan berdasarkan kesepakatan masyarakat dan pemerintah di wilayah tersebut. Jika tidak, maka mungkin belum menjadi prioritas dan dapat ditunda atau dimodifikasi bentuknya sesuai karakteristik dan kondisi sosial budaya di lokasi tersebut. Selain itu tidak kalah pentingnya adalah dukungan dari konsultan terhadap proses sinkronisasi perencanaan dan koordinasi antara tim teknis (PIU), TPD, PPL dan Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (DOB). Dalam hal ini konsultan berperan dalam memfasilitasi menjembatani diskusi dan komunikasi demi terlaksananya rencana kerja PIU yang mantap. Secara keseluruhan, konsultan Pemasaran dan Pengembangan Usaha perlu bekerjasama secara erat dan berkolaborasi dengan Konsultan Pemberdayaan Masyarakat dan Pengelolaan Sumberdaya Alam dalam mendampingi khususnya memberikan asistensi teknis kepada TPD dan PIU serta memberikan saran pertimbangan kepada Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (District Oversight Board) agar proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir ini dapat mencapai tujuannya. Tiga komponen yang saling berkaitan di dalam pelaksanaan CCDP ini adalah : Pemberdayaan Masyarakat, Pembangunan dan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dengan sub komponennya yaitu : I. (i) Fasilitasi Perencanaan dan Pemantauan Masyarakat dan (ii) Penilaian, Perencanaan dan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, serta (iii) Pembangunan Desa berorientasi pasar melalui investasi dana hibah Bantuan Langsung Masyarakat; II. Pengembangan Ekonomi Masyarakat Berbasis Kelautan Perikanan dengan sub komponen nya : (i) Dukungan Pengembangan Usaha Perikanan Skala Kecil, dan (ii) Dukungan Pemasaran Tata Niaga dan Rantai Pasok; dan III. Pengelolaan Proyek yaitu dalam kaitannya dengan koordinasi pelaksanaan menyeluruh baik dari tingkat pusat ke daerah hingga ke lokasi sasaran proyek. Ketiga komponen tersebut sangat penting saling berkomunikasi dan berkoordinasi agar di dalam pelaksanaan CCDP ini tidak saling bertentangan, ada kejelasan proses implementasi dan capaian hasil yang diharapkan antara pusat dan daerah saling menunjang dalam kerangka keseluruhan CCDP ini. Selain itu stakeholders dan lingkungan luar juga perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan intervensi ke depannya, sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 33 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Gambar 11. Diagram keterkaitan antar stakeholders dan lingkungan luar yang perlu diperhatikan dalam mengintervensi pendampingan nelayan CCDP di Parepare
Kegiatan ekonomi produktif ini di tengah masyarakat pesisir cukup banyak, namun permasalahannya adalah pada kemampuan pengelolaannya yang menguntungkan dan berkelanjutan. Di sinilah terletak tantangan terberatnya, yaitu bagaimana mengubah perilaku masyarakat dari konsumtif menjadi produktif, meningkatkan dan mengembangkan kapasitas kelola suatu usaha ekonomi produktif yang profitable di tengah masyarakat pesisir. Hal ini hanya dapat diwujudkan jika masyarakat tersebut memiliki kesadaran kritis, motivasi berusaha yang kuat, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan mendayagunakan sumber daya yang ada, kemampuan menggalang kerjasama melalui organisasi / kelembagaan yang kuat dan tata aturannya yang disepakati dan dijalankan secara konsisten. Di sinilah diperlukan upaya memberdayakan masyarakat dalam membangun wilayahnya melalui pengelolaan sumber daya. Manakala suatu komunitas masyarakat telah mengalami dan melewati siklus pengelolaan sumber daya, yaitu : perencanaan - pengorganisasian - pelaksanaan - pemantauan pengendalian – evaluasi dari suatu program secara utuh dan tuntas, maka pengalaman, baik yang berhasil maupun yang gagal, diharapkan dapat diketahui, direkam dan dipelajari dan diperbaiki ke depannya. Hal-hal yang dapat dijadikan hikmah pembelajaran (lessons learned) inilah yang kemudian dapat digunakan, diperbaiki, diterapkan dan dikembangkan di daerah-daerah lainnya (untuk direplikasi dan diperluas skala kegiatannya). Pada akhirnya pemberdayaan (empowerment) akan melahirkan kemandirian masyarakat, dan bagi sumber daya ekosistem dan kelembagaan masyarakat akan menuju keberlanjutan (sustainability). Sebuah kondisi yang belakangan ini di Indonesia sulit untuk ditemukan. Inilah esensi dari pembangunan masyarakat (community development) yang menjadi spirit dari proyek Coastal Community Development ini.
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 34 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Memperhatikan proses-proses dalam implementasi berbagai proyek pembangunan di daerah dan capaian yang telah ada sebelumnya, maka disadari bahwasanya perbedaan kemampuan daerah, kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaannya, kapasitas fiskal anggaran daerahnya, ragam karakteristik lokasi geografis dan sosial ekonomi budaya masyarakatnya, berbedanya isu dan permasalahaan yang dihadapi, perbedaan prioritizing dan stressing point masing masing daerah dalam menjabarkan arah kebijakan pembangunan daerah khususnya pada sektor perikanan kelautan, dan demikian pentingnya political will dari pimpinan di daerah bagi keberhasilan suatu program, maka sudah selayaknya hal-hal tersebut dipertimbangkan dalam menetapkan arah kebijakan strategis dan capaian-capaian antara (milestones) berikut indikator keberhasilan yang akan ditetapkan dan digunakan dalam monitoring dan evaluasi guna menilai keberhasilan proyek CCD ini. Dalam kaitannya dengan itu maka indikator-indikator yang digunakan (misalnya indikator output, indikator outcome dan indikator keberhasilan) yang telah ditetapkan pada Pedoman Teknis dan Petunjuk Operasional perlu dilihat riilnya bagaimana dapat dicapai di lapangan, karena masing-masing lokasi sasaran proyek yang berbeda, tantangannya berbeda, misalnya ada yang di terletak desa pesisir, ada yang di kelurahan pesisir, ada pula di pulaupulau kecil yang tidak mudah menjangkaunya. Karakteristik masyarakat pesisirnya juga berbeda. Sejalan dengan proses pendampingan, asistensi, fasilitasi dan konsultansi yang berjalan maka akan dapat diketahui apakah indikator tersebut masih realistis untuk dicapai. Sebagai contoh penetapan indikator rumah tangga nelayan (termasuk kepemilikan aset rumah tangga, aset produksi dan sebagainya) di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidaklah sama dengan di kota-kota besar, karena konteks sosial budaya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang berbeda. Pola relasi rumah tangga pada masyarakat nelayan pesisir dan pulau kecil juga tidak sama satu dengan yang lain, terkhusus dalam hal jumlah anggota yang berada di dalam rumah tangga dan yang menjadi tanggungan rumah tangga tersebut, jumlah orang dalam rumah tangga yang memiliki aset, dan anggota rumah tangga yang dapat melakukan kegiatan ekonomi produktif. Demikian pula peran perempuan dalam rumah tangga nelayan yang umumnya tidak dominan. Contoh lain adalah beragamnya kriteria kemiskinan dan kriteria kesejahteraan masyarakat, sehingga tidak mudah untuk menarik kesimpulan suatu masyarakat apakah masih miskin atau terkategori sejahtera pada tingkat yang mana. Tentunya jika dilakukan monitoring dan evaluasi ke lapangan, antara lokasi yang satu dengan yang lain relatif berbeda, dan karena itu perlu kehati-hatian dalam menentukan apakah intervensi proyek telah berhasil atau gagal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan mengentaskan kemiskinan masyarakat pesisir. Peran PMO, National Steering Committee, PIU dan Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (DOB) diperlukan untuk menjembatani perbedaan pemahaman/ kesenjangan persepsi mengenai pengertian dan penerapan indikator-indikator pada CCDP ini. Indikatorindikator yang secara umum dapat digunakan di seluruh lokasi sasaran proyek CCD maka dapat digunakan secara nasional,sedangkan indikator-indikator yang lebih spesifik dan mengkhusus di lokasi sasaran proyek perlu dipertimbangkan kembali dengan cermat bersama-sama Komite Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (District Oversight Board) dan PIU di masing-masing daerah sebelum secara resmi ditetapkan, didokumentasikan,
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 35 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
digunakan dan disosialisasikan secara luas. Sehingga pada waktunya dilakukan midterm review dan final review/evaluation, telah ada kesamaan persepsi mengenai indikator yang dijadikan ukuran antara pihak yang melakukan proses review / monitoring evaluasi tersebut dengan pihak pengelola proyek baik di pusat maupun daerah. Pendekatan desentralisasi dalam melaksanakan proyek CCD ini akan berhasil jika terdapat pemahaman yang benar, kesiapan, dan kemampuan sumber daya manusia, pendanaan yang memadai dan kelembagaan yang kuat serta konsistensi dalam melaksanakannya. Keberhasilan pembangunan masyarakat pesisir secara desentralistik dan digunakannya pendekatan partisipatif perlu mempertimbangkan banyak aspek, baik dari proses pemberdayaan masyarakat itu sendiri dan tantangan yang dihadapinya yang mana memerlukan waktu untuk meningkatkannya, aspek dukungan kebijakan pemerintah daerah, aspek pendanaan (budgeting), aspek kelembagaan masyarakat, terkhusus kelembagaan ekonomi di tengah masyarakat pesisir, dan dimensi perubahan sosial budaya masyarakat pesisir yang memerlukan waktu.
10. PENUTUP Demikianlah laporan ini disusun sebagai langkah awal memahami Program Pembangunan Masyarakat Pesisir dan menafsirkannya ke dalam konteks lokasi sasaran proyek di Parepare. Masih sangat banyak kekurangan dan kelemahan pada laporan ini, Beranjak dari laporan ini setidaknya konsultan sudah mulai mengetahui gambaran umum kerangka Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir yang akan diimplementasikan di Parepare. Langkah berikutnya adalah mengkomunikasikan, mengkonsultasikan, mengkoordinasikan situasi dan kondisi dari lokasi sasaran proyek di Parepare dengan Project Management Office CCDPIFAD, Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha Kementerian Kelautan Perikanan, serta PIU (Project Implementation Unit) Satuan Kerja Kelautan Perikanan Dinas PKPK (Pertanian Kehutanan Perikanan Kelautan) Parepare. Hal-hal yang masih belum jelas dari laporan ini akan masih akan dibahas bersama PIU CCDP-IFAD Parepare dan Konsultan Pemberdayaan Masyarakat /Pengelolaan sumberdaya alam Parepare pada tahapan selanjutnya dari proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir ini. Diharapkan ada tukar informasi dan berbagi pengalaman dengan konsultan-konsultan CCDP lainnya serta dari Kementerian Kelautan Perikanan. Demikian laporan ini dibuat dan apabila terdapat kekurangan dapat diberikan koreksi. Terima kasih.
KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK : KOTA PAREPARE ANDI MUHAMMAD IBRAHIM MOETASIM
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 36 of 37
Coastal Community Development Project – IFAD (CCDP-IFAD) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
LAMPIRAN Lampiran 1.Matrix laporan Bulanan Lampiran 2.Timesheet Lampiran 3. Dokumentasi Lampiran 4. dll
LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSULTAN PEMASARAN DAN RANTAI PASOK
Page 37 of 37