Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2012
DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH
LPPS 2012
Bismillahirrahmaanirrahiim, Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang
| ii
LPPS 2012
VISI :
“ Terwujudnya sistem perbankan syariah yang sehat, kuat dan istiqamah terhadap prinsip syariah dalam kerangka keadilan, kemaslahatan dan keseimbangan, guna mencapai masyarakat yang sejahtera secara material dan spiritual (falah)”
MISI :
“Mewujudkan iklim yang kondusif untuk pengembangan perbankan syariah yang kompetitif, efisien dan memenuhi prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian, yang mampu mendukung sektor riil melalui kegiatan berbasis bagi hasil dan transaksi riil dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional ”
| iii
LPPS 2012
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, petunjuk dan hidayah-Nya sehingga dengan izin dan kasih-sayang-Nya kita dapat melalui berbagai tantangan dan dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing selama tahun 2012. Hingga tahun 2012 perkembangan dan kinerja usaha perbankan Syariah Indonesia masih mengalami pertumbuhan yang relatif cukup tinggi ditengah melambatnya perekonomian global. Hal ini merupakan indikasi nyata dari masih besarnya keinginan masyarakat Indonesia untuk mencapai sebuah kehidupan yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur seperti nilai keadilan, keseimbangan dan kemanfaatan bagi semua yang ditawarkan oleh keuangan dan perbankan syariah, yang tidak hanya menjunjung tinggi keuntungan dan nilai duniawi semata. Pertumbuhan aset perbankan syariah pada akhir tahun 2012 yang mencapai ±34% (yoy), dan pertumbuhan pembiayaan yang tetap tinggi yang mencapai ±44% (yoy) dengan NPF gross perbankan syariah (BUS+UUS) yang terkendali, merupakan beberapa contoh masih tetap terjaganya kinerja perbankan syariah Indonesia. Walaupun sepanjang tahun 2012 dampak krisis keuangan global cenderung melambatkan laju pertumbuhan ekonomi di berbagai negara, namun memiliki pengaruh yang relatif minimal terhadap industri perbankan syariah nasional, yang terlihat antara lain dari pertumbuhan volume usaha perbankan syariah yang relatif masih cukup tinggi. Pencapaian ini tidak terlepas dari besarnya ekspansi jaringan kantor dan layanan perbankan syariah yang ditunjang antara lain oleh infrastruktur grup perbankan syariah, strategi promosi dan edukasi masyarakat di bidang perbankan syariah yang ditempuh melalui koordinasi/sinergi Bank Indonesia dengan pelaku industri maupun stakeholders lainnya. Uraian berbagai kondisi dan perkembangan yang dihadapi industri perbankan syariah dan sektor terkait, dilengkapi dengan pelaksanaan kebijakan di bidang penelitian, pengaturan, pengawasan, perizinan dan pengembangan perbankan syariah oleh Bank Indonesia, serta perkiraan mengenai perkembangan dan arah kebijakan ke depan dicakup dalam laporan ini. Dengan adanya laporan ini diharapkan dapat mendokumentasikan perkembangan yang dihadapi oleh industri perbankan syariah nasional selama tahun 2012, serta sebagai salah satu bentuk dari akuntabilitas publik agar seluruh stakeholders Bank Indonesia dapat memperoleh informasi yang lengkap dan jelas tentang perkembangan industri perbankan syariah dengan berbagai macam tantangan dan peluang serta arah kebijakan Bank Indonesia maupun perkembangan sektor terkait seperti keuangan syariah non perbankan. Atas nama Bank Indonesia, saya menyampaikan perhargaan kepada seluruh stakeholders atas usaha dan kerjasama yang baik dalam rangka menumbuhkembangkan perbankan syariah. Semoga Allah SWT memberikan hidayah dan kekuatan bagi kita untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Billaahittaufiq Walhidayah, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Jakarta, 29 April 2013 DEPUTI GUBERNUR BANK INDONESIA
|i
LPPS 2012
RINGKASAN EKSEKUTIF Proses pemulihan perekonomian global sudah mulai dirasakan pada akhir tahun 2012, walaupun di beberapa bagian dunia masih ada yang justru baru memasuki krisis keuangan dan perekonomian. Namun secara umum arah perkembangan perekonomian pada tahun 2013 diprakirakan akan lebih baik dari pada tahun 2012. Terlebih untuk kinerja perekonomian Indonesia dengan tingkat konsumsi domestik relatif tinggi dan kelas menengah yang meningkat serta ditunjang oleh kondisi makro ekonomi yang relatif terjaga dengan baik, merupakan beberapa faktor penyebab perekonomian nasional tidak terlalu terpengaruh oleh krisis perekonomian global. Begitu pula dengan perbankan syariah nasional, relatif tidak begitu signfikan mengalami dampak krisis ekonomi global pada awal tahun 2012 sejalan dengan fokus perbankan Indonesia yang lebih tertuju kepada pasar domestik yang masih besar, serta potensi pangsa perbankan syariah yang masih tinggi di Indonesia, dengan pangsa pasar sampai dengan akhir tahun 2012 telah mendekati 5%. Sepanjang tahun 2012, kinerja industri perbankan syariah nasional yang masih didominasi struktur asetnya sekitar ± 98% oleh Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) relatif cukup baik, tercermin dari : (i) fungsi intermediasi berada pada tingkat yang optimal dengan ratarata FDR sebesar 97,16%; (ii) tingkat kecukupan modal (CAR) masih jauh di atas minimum 8% dengan rata-rata CAR sebesar ±15,17%; dan (iii) tingkat pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) masih di bawah 5% dengan rata-rata sebesar 2,72% dan bahkan untuk posisi Desember 2012 mencapai 2,22%. Walaupun begitu, dari sisi pertumbuhan aset, terjadi perlambatan aset industri yang relatif signifikan pada bulan Maret sampai dengan bulan September 2012, lebih karena penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang cukup tajam. Penurunan ini disebabkan antara lain karena penarikan dana simpanan milik pemerintah (Kementerian Agama) dari bank syariah yang cukup besar, dimana dialihkan ke Sukuk Dana Haji Indonesia guna memenuhi target pendanaan pembangunan. Namun pada bulan-berikutnya, DPK dan aset bank syariah mengalami peningkatan kembali. Dengan demikian, pelambatan pertumbuhan industri perbankan syariah lebih akibat kondisi domestik. Perkembangan perbankan syariah selama satu tahun terakhir cukup menggembirakan, dimana total asetnya meningkat menjadi Rp. 199,72 triliun dan melebihi proyeksi moderat tahun sebelumnya sebesar Rp.187,2 triliun Sementara itu, dalam rangka untuk terus meningkatkan dan mengembangkan industri perbankan syariah, Bank Indonesia juga terus melakukan penelitian dan pengembangan baik secara internal bekerja sama dengan lembaga lain maupun melalui berbagai forum, seminar dan workshop dengan melibatkan pihak di dalam negeri maupun di luar negeri. Selain itu, pengawasan dan pemeriksaan perbankan syariah tahun 2012 diarahkan untuk memastikan ketahanan perbankan syariah terhadap risiko dan difokuskan kepada area-area yang cenderung berisiko dan menjadi perhatian masyarakat, termasuk diantaranya dengan melakukan pemeriksaan
secara khusus
terhadap teknologi informasi (TI), pemeriksaan khusus atas pembiayaan beragun emas, dan pemeriksaan atas produk baru yang diajukan bank (pembiayaan mikro). Pada tahun 2012, Bank Indonesia juga menerbitkan sejumlah Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan surat edaran, antara lain mengenai penyempurnaan pedoman pengawasan terkait GWM dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi BUS, Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah bagi BPRS, dan Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan UUS. Bank Indonesia juga melihat semakin berkembangnya produk dan jasa perbankan syariah pada tahun 2012, yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan
| ii
LPPS 2012
permohonan produk dan jasa baru, baik yang dikategorikan sebagai permohonan produk/jasa baru maupun sebagai laporan atas produk/jasa baru yaitu meningkat sebesar 30% dibanding tahun 2011, dimana permohonan produk di sisi pembiayaan lebih besar dibandingkan sisi pendanaan. Dalam rangka proses pengembangan perbankan syariah, Bank Indonesia melakukan program edukasi dan promosi perbankan syariah kepada berbagai kalangan dalam berbagai even, baik atas inisiatif Bank Indonesia sendiri maupun bekerjasama dengan stakeholders lain. Kegiatan dimaksud, tidak hanya dilakukan di dalam negeri namun juga dilaksanakan di luar negeri seperti pelaksanaan training of trainers, seminar internasional maupun pengiriman narasumber ke luar negeri untuk lebih mengenalkan framework pengembangan perbankan dan keuangan
syariah
Indonesia. Kerjasama dengan berbagai institusi di dalam negeri maupun di luar negeri akan tetap dipelihara dan ditingkatkan, seperti dengan Dewan Syariah Nasional – MUI, IAI, Kementerian Keuangan, industri perbankan syariah domestik maupun dengan institusi keuangan syariah internasional seperti IDB, IFSB, IIFM dan IILM. Kerjasaman dan kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka semakin mengukuhkan keberadaan Indonesia di kancah perkembangan keuangan syariah global. Atas kegiatan promosi perbankan syariah pada tahun 2012 tersebut ternyata diapresiasi oleh kalangan internasional, dimana Bank Indonesia memperoleh penghargaan dari Islamic Finance News (IFN) Malaysia sebagai “The Best Central Bank in Promoting Islamic Finance”. Berkenaan dengan prospek dan arah kebijakan perekonomian ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 relatif lebih baik dibandingkan tahun 2012 dan berkisar 6,2 – 6,6%. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat bauran kebijakan antara lain melalui kebijakan nilai tukar yang diarahkan untuk stabilisasi nilai tukar agar pergerakan nilai tukar rupiah tersebut sesuai dengan kondisi fundamentalnya dan kebijakan makroprudensial yang diarahkan untuk menjaga kestabilan sistem keuangan serta memperkuat koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah, khususnya dalam memperkuat struktur perekonomian dan memperluas sumber pembiayaan ekonomi. Kebijakan tersebut akan dilengkapi oleh kebijakan di bidang perbankan yang difokuskan pada tiga koridor utama yaitu : (i) pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, (ii) penguatan ketahanan dan daya saing perbankan, dan (iii) penguatan fungsi intermediasi. Sementara untuk perbankan syariah, prospek ekonomi dan kebijakan tersebut diharapkan akan semakin mendorong pertumbuhan industri ke depan khususnya melalui potensi pasar yang masih besar yang belum tergarap sepenuhnya seiring dengan membaiknya pendapatan per kapita masyarakat, koordinasi yang lebih baik antar stakeholders dalam pengembangan keuangan syariah dan kuatnya sektor konsumsi domestik serta keberhasilan program promosi dan edukasi publik perbankan syariah.
| iii
LPPS 2012
DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................................................................................... i Ringkasan Eksekutif ............................................................................................................................... ii Daftar Isi…………………………………………………………………………………………… ............................................... iv Daftar Grafik .................................................................................................................................. vi Daftar Tabel ................................................................................................................................ viii BAB I. PERKEMBANGAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH 1.1. Kondisi Umum .................................................................................................................. 1 1.2. Kelembagaan ..................................................................................................................... 3 1.3. Penghimpunan Dana ......................................................................................................... 4 1.4. Penyaluran Dana ............................................................................................................... 6 1.5. Profitabilitas dan Permodalan .........................................................................................11 1.6. Pelaksanaan Fungsi Sosial dan Linkage Program ............................................................13 BAB II. PELAKSANAAN KEBIJAKAN 2.1. Penelitian, Pengembangan dan Pengaturan Bank Syariah .............................................15 2.1.1. Kegiatan Bidang Penelitan...................................................................................16 2.1.2. Kegiatan Bidang Pengaturan ..............................................................................22 2.1.3. Kegiatan Bidang Review Kebijakan dan Standar Internasional ...........................24 2.1.4. Kegiatan Bidang Pengembangan Pengawasan ...................................................28 2.1.5. Kegiatan Bidang Pengembangan Produk dan Edukasi ........................................32 Boks. Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah ............................................................ 17 Boks. Working Group Produk Perbankan Syariah ...................................................... 34 2.2. Pengawasan Bank Syariah ...............................................................................................40 2.2.1. Peningkatan Kualitas Pengawasan Melalui Forum Panel dan Pelatihan .............40 2.2.2. Pelaksanaan Pengawasan ...................................................................................40 2.3. Perizinan Bank Syariah ....................................................................................................45 2.3.1. Perizinan Kelembagaan ........................................................................................45 2.3.2. Fit and Proper Test ..............................................................................................46 2.3.3. Perkembangan Produk dan Jasa .........................................................................47 BAB III. HUBUNGAN KERJASAMA DOMESTIK DAN INTERNASIONAL 3.1. Kerjasama Dengan Lembaga Domestik .........................................................................49 3.1.1. Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) ...........................50 3.1.2. Working Group Perbankan Syariah………………………………………............................ 51 3.1.3. Komite Perbankan Syariah..................................................................................52 3.2. Kerjasama dengan Lembaga Internasional ...................................................................54 3.2.1. Islamic Development Bank (IDB) ..........................................................................54
| iv
LPPS 2012
3.2.2. Islamic Financial Services Board (IFSB).................................................................55 3.2.3. International Islamic Financial Market (IIFM) ......................................................56 3.2.4. Accounting and Auditing for Islamic Financial Institution (AAOIFI).................... 57 3.2.5. International Islamic Liquidity Management (IILM) ............................................ 57 Boks. Standar IFSB Tahun 2012 ...................................................................................60 BAB IV. PERKEMBANGAN OPERASI MONETER, PASAR KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK 4.1. Operasi Moneter Syariah ................................................................................................64 4.1.1. Pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka (OPT) Syariah..............................................65 4.1.2. Perkembangan Aset Likuid Perbankan Syariah .................................................... 67 4.2. Perkembangan Pasar Uang Syariah (PUAS) ....................................................................68 4.2.1. Volume dan Frekuensi Transaksi PUAS ................................................................68 4.2.2. Tingkat Imbalan di PUAS ......................................................................................70 4.2.3. Pelaku Transaksi di PUAS .....................................................................................70 4.3. Perkembangan Surat Berharga Syariah Negara ………………………………………………………….72 4.4. Perkembangan Pasar Modal Syariah ...............................................................................76 4. 4.1.Kebijakan Pengembangan Pasar Modal Syariah ……………..………………………..…… 76 4.4.2. Perkembangan Produk Syariah di Pasar Modal ................................................... 79 4.5. Perkembangan Perasuransian Syariah ...........................................................................85 4.5.1. Kebijakan Pengembangan di Bidang Usaha Asuransi Syariah .............................85 4.5.2. Perkembangan Usaha Asuransi Syariah dan Usaha Reasuransi Syariah ……………87 4.6. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Syariah ...........................................................91 BAB V. PROSPEK DAN ARAH KEBIJAKAN 5.1. Prospek Kondisi Perekonomian 2013..............................................................................96 5.2. Dampak Makroekonomi Terhadap Perbankan Syariah ................................................100 5.3. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah 2013 .........................................................102 5.4. Arah Kebijakan ..............................................................................................................104 DAFTAR SINGKATAN ................................................................................................................... 112 DAFTAR ISTILAH .......................................................................................................................... 114 LAMPIRAN L1. Ikhtisar Ringkas Hasil Kajian Perbankan Syariah Tahun 2012 ........................................116 L2. Ikhtisar Ketentuan Perbankan Syariah Tahun 2012 .......................................................125 L3. Daftar Kegiatan Edukasi Publik di Bidang Perbankan Syariah Tahun 2012 ....................134 L4. Indikator Perkembangan Perbankan Syariah .................................................................143
|v
LPPS 2012
DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Perkembangan Aset Perbankan Syariah ............................................................................ 2 Grafik 1.2. Perkembangan Kegiatan Usaha Perbankan Syariah per Propinsi ...................................... 3 Grafik 1.3. Komposisi Sumber Dana .................................................................................................... 5 Grafik 1.4. Jangka Waktu DPK BUS & UUS .......................................................................................... 5 Grafik 1.5. Deposito BUS & UUS dan Tingkat Imbalan Nasabah ......................................................... 6 Grafik 1.6. DPK BUS & UUS Menurut Golongan Nasabah ................................................................... 6 Grafik 1.7. Komposisi Aset Perbankan Syariah 2012 ........................................................................... 7 Grafik 1.8. Perkembangan Pembiayaan .............................................................................................. 8 Grafik 1.9. Pembiayaan BUS & UUS per Sektor Usaha 2012 ............................................................... 9 Grafik 1.10. Pembiayaan Properti......................................................................................................10 Grafik 1.11. Perkembangan NPF BUS & UUS .....................................................................................10 Grafik 1.12. Pendapatan, Biaya dan Efisiensi BUS & UUS..................................................................12 Grafik 1.13. Profitabilitas Perbankan Syariah ....................................................................................12 Grafik 1.14. Perkembangan Dana Sosial/Linkage Program BUS dan UUS.........................................14 Grafik 1.15. Rata-rata Pertumbuhan Dana Sosial/Linkage Program BUS dan UUS...........................14 Grafik.2.1. Profil Risiko BUS 2011 ....................................................................................................42 Grafik.2.2 . Profil Risiko BUS 20112 ..................................................................................................42 Grafik.2.3. Tingkat Kesehatan BUS 2011 ..........................................................................................43 Grafik.2.4. Tingkat Kesehatan BUS 2012 ...........................................................................................43 Grafik.2.5. Tingkat Kesehatan BPRS 2011 ..........................................................................................44 Grafik.2.6. Tingkat Kesehatan BPRS 2012 ..........................................................................................44 Grafik.2.7. Permohonan Produk ........................................................................................................47 Grafik.2.8. Produk Pembiayaan .........................................................................................................47 Grafik.4.1. Komposisi Instrumen Operasi Moneter (Kontraksi) Syariah vs Konvensional .................65 Grafik.4.2. Perkembangan Posisi FASBIS dan Excess Reserve............................................................67 Grafik.4.3. Perkembangan Rasio Aset Likuid ....................................................................................68 Grafik.4.4. Rata-rata Harian Volume dan Frekuensi Transaksi PUAS ................................................69 Grafik.4.5. Pembiayaan dan DPK .......................................................................................................69 Grafik.4.6. Likuiditas Perbankan Syariah ...........................................................................................70 Grafik 4.7. Pergerakan Tingkat Imbalan PUAS ...................................................................................70 Grafik 4.8. Komposisi Kepemilikan SBSN ...........................................................................................74 Grafik 4.9. Komposisi Kepemilikan SBSN per BUS dan UUS ..............................................................74 Grafik 4.10. Perkembangan Sukuk .....................................................................................................79 Grafik 4.11. Proporsi Sukuk terhadap Obligasi ..................................................................................80 Grafik 4.12. Perkembangan Outstanding SBSN .................................................................................80 Grafik 4.13. Proporsi Outstanding SBSN terhadap SUN ....................................................................80 Grafik 4.14. Perkembangan Reksadana Syariah ................................................................................81 Grafik 4.15. Komposisi Reksadana Syariah ........................................................................................81
| vi
LPPS 2012
Grafik 4.16. Kontribusi Reksadana Syariah .......................................................................................82 Grafik 4.17. Perkembangan Saham Syariah .......................................................................................82 Grafik 4.18. Bidang Industri Saham Syariah.......................................................................................83 Grafik 4.19. Perkembangan dan Kapitalisasi Pasar Indeks Saham Syariah Indonesia .......................83 Grafik 4.20. Perkembangan dan Kapitalisasi Pasar Jakarta Islamic Index ........................................84 Grafik 4.21. Perkembangan Total Aset dan Piutang Perusahaan Pembiayaan Syariah ....................92 Grafik 4.22. Perbandingan Porsi Aset Perusahaan Pembiayaan Syariah dengan Konvensional ......92 Grafik 4.23. Perbandingan Porsi Piutang Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Konvensional .......93 Grafik 4.24. Komposisi Jenis Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah ........94 Grafik 4.25. Sumber Pendanaan Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Syariah .................................94 Grafik 5.1. FDR, CAR dan NPF Perbankan Syariah (BUS dan UUS) .................................................101 Grafik 5.2. Break Down Pembiayaan Perbankan Syariah .............................................................101 Grafik 5.3. Proyeksi dan Realisasi Total Aset Perbankan Syariah ..................................................103 Grafik 5.4. Proyeksi Market Share Perbankan Syariah ..................................................................103 Grafik 5.5. Proyeksi dan Realisasi Total DPK Perbankan Syariah ..................................................103 Grafik 5.6. Proyeksi dan Realisasi Total Pembiayaan Perbankan Syariah ......................................104 Grafik 5.7. Perkembangan Share Aset BUS dan UUS Terhadap 10 BUK Induk terbesar ................109 Bagan 1. Struktur Organisasi IILM (2012) .........................................................................................59 Bagan 2. Layanan Syariah Industri Pasar Modal .............................................................................84
| vii
LPPS 2012
DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Syariah .................................................................... 4 Tabel.1.2. Perkembangan DPK 2012.................................................................................................... 5 Tabel 3.1. Lembaga/Organisasi Terkait Perbankan Syariah 2012 .....................................................49 Tabel 4.1. Indikator Perbankan..........................................................................................................64 Tabel 4.2. Volume dan Frekuensi Transaksi PUAS ...........................................................................69 Tabel 4.3. Perkembangan Pelaku Transaksi PUAS .............................................................................71 Tabel 4.4. Komposisi Pelaku Transaksi PUAS .................................................................................... 71 Tabel 4.5. Rasio PUAS ........................................................................................................................72 Tabel 4.6. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)……………………………………..……...………………………….72 Tabel 4.7.10. SBSN yang aktif diperdagangkan ..………………………………………..……..………………………….75 Tabel 4.8. Perkembangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah ................88 Tabel 4.9. Kekayaan Usaha Asuransi dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah ..................................88 Tabel 4.10. Investasi Usaha Asuransi dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah..................................89 Tabel 4.11. Portofolio Investasi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Syariah .............................. 89 Tabel 4.12. Kontribusi Bruto Usaha Asuransi dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah ................... 90 Tabel 4.13. Penetrasi dan Densitas Usaha Asuransi dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah ...........90 Tabel 4.14. Manfaat Bruto Asuransi dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah ..................................91 Tabel 4.15. Perusahaan Pembiayaan Syariah (2008 – 2012) ............................................................91 Tabel 4.16. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Syariah (2008 – 2012)...................................93 Tabel 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi (%) ................................................................................97 Tabel 5.2. Proyeksi dan Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan tahun 2013 .............................104
| viii
LPPS 2012
Halaman ini sengaja dikosongkan ..
| ix
LPPS 2012
Halaman ini sengaja dikosongkan ..
|i
LPPS 2012
BAB I. PERKEMBANGAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH 1.1. KONDISI UMUM Kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2012 cukup menggembirakan di tengah perekonomian dunia yang melemah dan diliputi ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan pada tingkat yang cukup tinggi, yaitu 6,2%, dengan inflasi yang terkendali pada tingkat yang rendah (4,3%) sehingga berada pada kisaran sasaran inflasi 4,5±1%. Di tengah menurunnya kinerja ekspor, pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditopang oleh permintaan domestik yang tetap kuat, terutama yang berasal dari konsumsi rumah tangga yang mencapai pertumbuhan tertinggi sejak krisis keuangan global tahun 2008/2009, didukung oleh terjaganya daya beli dan keyakinan konsumen yang meningkat. Selain itu secara sektoral, pertumbuhan ekonomi domestik masih ditopang oleh tiga sektor utama, yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Perkembangan tersebut didukung oleh kondisi ekonomi makro dan sistem keuangan yang kondusif yang memungkinkan rumah tangga dan sektor usaha melakukan kegiatan ekonominya dengan baik. Kondusifnya kondisi makro dan sistem keuangan dimaksud tidak terlepas dari bauran kebijakan moneter, nilai tukar dan makroprudensial serta penguatan koordinasi dengan pemerintah yang ditempuh Bank Indonesia. Sejalan dengan kinerja perekonomian yang baik, stabilitas sistem keuangan di tahun 2012 tetap terjaga, dan sektor perbankan secara umum juga masih mampu mempertahankan kinerja positif yang tercermin pada peningkatan fungsi intermediasi, perbaikan efisiensi, dan ketahanan dalam menghadapi krisis. Sepanjang tahun 2012 total aset bank umum tumbuh sebesar 16,7% (yoy) menjadi Rp4.262,6 triliun, salah satunya didorong oleh ekspansi kredit bank umum konvensional (BUK) yang mencapai Rp507,8 triliun atau 23,1% (yoy). Meskipun sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan kredit tahun 2011 sebesar 24,6%, secara umum fungsi intermediasi perbankan masih menunjukkan peningkatan seiring makin besarnya kontribusi kredit pada sektor-sektor produktif dalam bentuk kredit investasi dan modal kerja (70,5%, dari tahun sebelumnya 69,7%), bunga kredit yang makin terjangkau (rata-rata menurun 68 bps dari tahun lalu), dan rasio LDR yang terus membaik menjadi 83,6%, dari tahun sebelumnya sebesar 78,8%. Efisiensi perbankan dalam periode laporan juga semakin membaik, ditandai oleh penurunan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional pada BUK dari 85,4% menjadi 74,1%. Penurunan rasio tersebut didukung oleh peningkatan pendapatan seiring berlanjutnya ekspansi kredit, dan peningkatan efisiensi operasional diantaranya dalam bentuk penurunan biaya overhead. Sementara dari sisi ketahanan menghadapi krisis, sekalipun terjadi ekspansi kredit yang cukup tinggi, permodalan bank secara umum tergolong memadai. Hal ini diindikasikan oleh modal BUK yang pada tahun laporan tercatat sebesar Rp500,1 triliun atau meningkat 22,5% dari tahun lalu, dengan rata-rata Capital Adequacy Ratio (CAR) meningkat dari 16,0% menjadi sebesar 17,4%. Selain itu, kondisi likuiditas perbankan masih memadai dalam mengantisipasi penarikan dana nasabah, tercermin dari rasio alat likuid terhadap non-core deposit sebesar 113,7%, masih diatas threshold 100%. Kondisi perekonomian yang kondusif juga berdampak positif terhadap perkembangan perbankan syariah. Secara nasional, volume usaha perbankan syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) meningkat 34,0% (yoy) dari posisi Rp149,0 triliun pada tahun 2011, menjadi Rp199,7 triliun pada tahun 2012 (Grafik 1
LPPS 2012 1.1). Laju pertumbuhan volume usaha tersebut lebih rendah dibandingkan tahun lalu (48,6%, yoy) dan terutama dialami oleh kelompok BUS. Penurunan laju pertumbuhan usaha yang dihadapi perbankan terkait perlambatan pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi ketidakpastian pemulihan ekonomi global dan penurunan harga komoditas, secara umum tidak mempengaruhi pertumbuhan perbankan syariah. Hal ini mengingat, masih terbatasnya eksposur perbankan syariah pada sektor-sektor tradable dan berbasis komoditas seperti sektor manufaktur, pertanian dan pertambangan. Namun demikian, pertumbuhan perbankan syariah tampaknya cukup terpengaruh oleh meningkatnya intensitas kompetisi di sektor perbankan sejalan dengan tren penurunan suku bunga. Meningginya intensitas persaingan tersebut mendorong terkonsentrasinya likuiditas pada sekelompok kecil BUK sehingga sebagian besar BUK lainnya dan juga bank-bank umum syariah harus berkompetisi secara kurang sehat yang berujung pada tingginya return dan harga produk yang ditawarkan serta relatif rendahnya efisiensi operasional, yang selanjutnya mempengaruhi kinerja bank-bank tersebut. Meskipun mengalami perlambatan, laju pertumbuhan aset perbankan syariah tersebut tetap lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset perbankan secara nasional, sehingga pangsa perbankan syariah terhadap industri perbankan nasional meningkat dari 4,0% menjadi 4,6%. Selain itu, pertumbuhan aset tersebut tetap diikuti pelaksanaan intermediasi dana pihak ketiga yang dihimpun yang mencapai Rp150,5 triliun, ke berbagai segmen pembiayaan secara optimal. Hal ini tercermin dari besarnya pembiayaan yang mencapai Rp151,1 triliun yang mendorong kenaikan financing to deposit ratio perbankan syariah, diantaranya pada kelompok BUS dari 86,7% pada 2011 menjadi 95,4% pada akhir periode laporan. Grafik 1.1. Perkembangan Aset Perbankan Syariah 100.0%
200.0
90.0%
180.0
80.0%
160.0
70.0%
140.0
Aset (Rp)
60.0%
120.0
Aset (%)
50.0%
100.0
BUS (%)
40.0%
80.0
UUS (%)
30.0%
60.0
BPRS (%)
20.0%
40.0
10.0%
20.0
0.0%
0.0
2009
2010
2011
2012
Secara regional, perkembangan perbankan syariah yang cukup pesat terjadi di sejumlah daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan atau penyaluran pembiayaan yang cukup tinggi antara lain di beberapa propinsi di kawasan Kalimantan dan kawasan Sulawesi, Maluku dan Papua yang melebihi laju pertumbuhan secara nasional. Selain itu, beberapa daerah di kawasan Jawa-Bali juga menunjukkan pertumbuhan yang 2
LPPS 2012 cukup tinggi (Grafik 1.2). Perkembangan tersebut menunjukkan peluang pengembangan perbankan syariah yang cukup besar di luar ibukota negara, meskipun DKI Jakarta dengan skala aktivitas ekonominya, tetap menjadi target utama pengembangan usaha perbankan syariah dengan pangsa DPK dan pembiayaan terhadap industri masing-masing mencapai 45,6% dan 39,9%. Grafik 1.2. Perkembangan Kegiatan Usaha Perbankan Syariah Per Propinsi NTB
Nanggroe Aceh … NTT120% Sumatera Utara Sumatera Barat
Bali
Sumatera Selatan
Jawa Timur
Bangka Belitung 80%
DI Yogyakarta
Jambi
Jawa Tengah
Bengkulu 40%
Banten
Riau
Jawa Barat
GPYD GDPK
Kepulauan Riau 0%
DKI Jakarta
Lampung
Papua
Kalimantan Barat
Papua Barat
Kalimantan Tengah
Maluku Utara Maluku Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah
1.2.
Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Barat
KELEMBAGAAN
Jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pada tahun 2012 bertambah seiring dengan beroperasinya sejumlah bank syariah baru. Jumlah BUS dan UUS tidak bertambah dari tahun sebelumnya yaitu tetap sebanyak 11 BUS dan 24 UUS. Sementara itu jumlah BPRS bertambah dari 155 BPRS menjadi 158 BPRS. Penambahan jumlah BPRS tersebut bersumber dari 3 izin pendirian usaha baru dan 1 izin konversi dari BPR konvensional. Selain itu pada tahun 2012 juga terjadi pencabutan izin usaha 1 BPRS. Wilayah lokasi usaha 155 BPRS tersebut tersebar pada 22 propinsi di Indonesia, dengan jumlah terbanyak terdapat di Jawa Timur sebanyak 30 BPRS, diikuti Jawa Barat sebanyak 29 BPRS. Penyebaran BPRS yang belum merata dengan sebaran terbanyak berada di pulau Jawa membuka peluang bagi para investor yang ingin membuka BPRS baru terutama di 12 propinsi lainnya yang belum memiliki BPRS. Bertambahnya jumlah bank syariah juga diikuti dengan penambahan jaringan kantor bank syariah, yang pada periode laporan bertambah sebanyak 565 kantor. Dari jumlah itu, 525 kantor merupakan jaringan kantor baru dari BUS dan UUS, dan 40 kantor lainnya merupakan jaringan kantor baru BPRS (Tabel 1.1). Peningkatan jumlah kantor tersebut pada sebagian besar dalam bentuk Kantor Cabang Pembantu (458 kantor), adapun penambahan Kantor Cabang tercatat sebanyak 68 kantor.
3
LPPS 2012 Tabel 1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Syariah Kelompok Bank
2010
2011
2012
Bank Umum Syariah
11
11
11
Unit Usaha Syariah
23
24
24
1477
1737
2262
150
155
158
286
364
401
-
Jumlah Kantor BUS dan UUS
BPRS -
Jumlah Kantor BPRS
1.3. PENGHIMPUNAN DANA Sumber-sumber penghimpunan dana (tidak termasuk modal) perbankan syariah secara umum didominasi oleh dana pihak ketiga (DPK). Pada kelompok BUS kontribusi DPK mencapai 87,2%, sedangkan pada UUS dan BPRS kontribusi DPK masing-masing sebesar 77,3% dan 73,7%. Kontribusi DPK pada BUS secara umum sedikit menurun dari tahun 2012 yang mencapai 90,6%. Penurunan tersebut dikompensasi oleh peningkatan dana antar bank, diantaranya dalam bentuk sertifikat investasi mudharabah antar bank (SIMA), yang meningkat hingga 84,4% (yoy) pada BUS, seiring meningkatnya preferensi terhadap instrumen likuid. Sementara pada UUS, pendanaan selain DPK utamanya berasal dari dana bank induk dengan porsi tetap sebesar 15,4%. Pada BPRS, selain DPK yang menjadi sumber utama, BPRS juga memanfaatkan pendanaan dari bank-bank umum syariah dengan pangsa 21,5% (Grafik 1.3). Secara umum pemanfaatan sumber dana dari bank lain menunjukkan peningkatan, hal mana mengindikasikan semakin meningkatnya keterkaitan antar bank yang perlu dicermati dalam antisipasi tekanan likuditas yang berpotensi sistemik. Selain itu, sumber pendanaan alternatif dalam bentuk secured/unsecured financing dari pasar keuangan dan atau kreditor lainnya juga mulai menjadi pilihan. Pada tahun 2012 tercatat penerbitan sukuk subordinasi oleh BUS meningkat Rp1,3 triliun. Meski demikian, pangsa sumber dana tersebut masih relatif rendah yaitu 2,3% pada BUS dan kurang dari 2% pada UUS. Sementara itu sumber dana dalam bentuk valas juga masih terbatas dengan porsi sebesar 4,9%. Kondisi tersebut merefleksikan preferensi layanan keuangan syariah yang masih relatif sederhana dan belum menuntut pemanfaatan instrumen pasar keuangan dan valas, hal mana menyebabkan kewajiban bank syariah relatif tidak terpengaruh bila terjadi volatilitas harga di pasar keuangan dan valas. Dari sisi jangka waktu, sumber dana perbankan syariah masih sangat didominasi oleh instrumen pendanaan jangka pendek sehingga mempengaruhi fleksibilitas bank dalam mengoptimalkan pengelolaan dana misalnya untuk segmen pembiayaan proyek infrastruktur dan korporasi yang berjangka panjang, dengan tetap menjaga kecukupan likuiditas. Hal ini terutama tercermin dari komposisi DPK BUS dan UUS yang sebagian besar terdiri atas instrumen giro dan tabungan yang sifatnya dapat ditarik sewaktu-waktu, dengan pangsa 42,6%, serta deposito berjangka kurang atau sama dengan 1 bulan dengan pangsa 36,4% dari total DPK (Grafik 1.4).
4
LPPS 2012
BPRS
Grafik 1.3. Komposisi Sumber Dana
Grafik 1.4 Jangka Waktu DPK BUS & UUS (2012)
2012
4% 2011
DPK
UUS
2012
5%
Giro
12%
Kew. pd bank
Tabungan
Surat Berharga
Deposito ≤1 bln
Pinj. Diterima
2011
12%
31%
Kew. pd Induk
BUS
2012
Deposito ≤3 bln Deposito ≤6 bln
Lainnya
Deposito >6 bln
36%
2011 0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
Dana pihak ketiga yang dihimpun BUS dan UUS sepanjang tahun 2012 tercatat tumbuh sebesar 27,8% (yoy), sedangkan pada BPRS mencapai 40,2% (Tabel 1.2). Dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 51,8%, pertumbuhan DPK BUS dan UUS tersebut melambat meskipun masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK perbankan nasional sebesar 15,8% (yoy). Berdasarkan jenis instrumen, pertumbuhan terendah dialami deposito (19,7%, yoy) yang terjadi pada kelompok BUS. Sementara pertumbuhan tabungan sedikit menurun dari dari 42,3% menjadi 38,2%, sedangkan pertumbuhan giro justru meningkat dari 32,6% menjadi 47,5% dalam periode yang sama. Secara umum perkembangan tersebut sejalan dengan tren penurunan suku bunga perbankan. Perbankan syariah memanfaatkan tren tersebut untuk meningkatkan porsi tabungan dan giro, sekaligus mengurangi ketergantungan struktur dana pada pemilik dana yang memiliki target return tinggi. Kontribusi tabungan dan giro pada DPK perbankan syariah meningkat dari 38,7% pada tahun 2011 menjadi 42,6%. Sejalan dengan hal tersebut, sejak pertengahan 2013 return differential deposito rupiah perbankan syariah dibandingkan deposito BUK cenderung turun menjadi kurang dari 60 bps (Grafik 1.5). Langkah penyesuaian struktur DPK tersebut positif bagi ekspansi lebih lanjut bank-bank syariah, khususnya pada segmen retail, untuk melayani kebutuhan transaksi masyarakat. Meskipun demikian, tantangan memperbesar porsi dana tabungan dan giro tergolong berat, mengingat dominasi sejumlah kecil BUK atas sumber dana tersebut. Porsi dana ‘murah’ pada DPK BUS dan UUS tersebut masih jauh lebih rendah dari porsi yang dimiliki 5 BUK terbesar yang mencapai 66,2%, namun sudah mendekati porsi dana tersebut pada BUK lainnya yang rata-rata sebesar 47,9%. Tabel 1.2. Perkembangan DPK (2012) Kelompok Bank Bank Umum Nominal (Rp, triliun) - BUS - UUS Pertumbuhan (yoy) BPRS Nominal (Rp, triliun) Pertumbuhan (yoy)
Giro
Tabungan
17.7 15.4 2.3 47.5% -
Deposito
DPK
45.1 35.8 9.3 38.2%
84.7 66.6 18.1 19.7%
147.5 117.8 29.7 27.8%
1.1 27.1%
1.8 46.2%
2.9 40.2%
5
LPPS 2012
Selain dipengaruhi penyesuaian struktur DPK yang dilakukan dalam merespon penurunan tingkat bunga, pelambatan pertumbuhan DPK perbankan syariah juga dipengaruhi oleh penarikan dana haji oleh Kementerian Agama yang mencapai Rp4,2 triliun. Pengaruh kedua faktor tersebut terlihat pada kepemilikan DPK oleh nasabah institusi. Pertumbuhan DPK institusi pada periode laporan sebesar 26,4% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan keseluruhan DPK BUS dan UUS. Hal ini menyebabkan pangsa DPK institusi menurun dari 50,7% pada tahun 2011 menjadi 50,1% pada periode laporan (Grafik 1.6). Grafik 1.5. Deposito BUS & UUS dan Tingkat Imbalan
Grafik 1.6. DPK BUS & UUS Menurut Golongan Nasabah
100
10.0%
80
80%
90
9.0%
70
70%
80
8.0%
70
7.0%
60
60%
60
6.0%
50
50%
50
5.0%
40
40%
40
4.0%
30
3.0%
30
30% 20% 10%
20
2.0%
20
10
1.0%
10
0
0.0% 2009 dep iB >1bln
2010 dep iB ≤1bln
2011 tk.imbalan dep 1bln
2012 bunga dep 1bln
0
0% 2009 Individu (triliun)
2010 Institusi (triliun)
2011 Individu (%, yoy)
2012 Institusi (%, yoy)
Meskipun secara nominal pertumbuhan DPK mengalami pelambatan, namun dari sisi jumlah rekening terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah rekening DPK yang dikelola BUS dan UUS per Desember 2012 mencapai 10,9 juta rekening, atau sekitar 9,2% dari total rekening simpanan yang dikelola bank umum secara nasional. Peningkatan jumlah rekening DPK juga terjadi pada BPRS yang pada 2011 mengelola 0,8 juta rekening, sehingga total rekening DPK perbankan syariah mencapai 11,7 juta, meningkat sebanyak 2,8 juta rekening, atau lebih tinggi dari penambahan rekening pada 2011 sebanyak 2,2 juta rekening. Perkembangan tersebut menunjukkan dukungan kuat perbankan syariah dalam meningkatkan akses keuangan masyarakat. Peningkatan akses dan preferensi nasabah atas produk dan layanan perbankan syariah senantiasa menjadi sasaran yang terus diupayakan pencapaiannya oleh Bank Indonesia antara lain melalui program iB campaign bersama industri perbankan syariah, edukasi masyarakat dan pengaturan serta perizinan perluasan jaringan.
1.4. PENYALURAN DANA Pembiayaan merupakan pilihan utama penempatan dana perbankan syariah dibandingkan penempatan lainnya seperti penempatan pada bank lain ataupun surat-surat berharga. Hal itu terlihat dari pangsa pembiayaan yang mencapai 75,6% dari total aset BUS dan UUS (Grafik 1.7). Pangsa pembiayaan tersebut meningkat dari posisi tahun 2011 sebesar 70,6% pada BUS dan UUS. Sedangkan pangsa pembiayaan pada BPRS sedikit menurun dari 76,0% pada tahun 2011 menjadi 75,6%. 6
LPPS 2012 Peningkatan pangsa pembiayaan tersebut sejalan dengan pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah yang mencapai 43,7% (yoy). Ditengah perlambatan pertumbuhan DPK, pertumbuhan pembiayaan yang tergolong signifikan tersebut menegaskan bahwa fungsi intermediasi perbankan syariah berjalan dengan baik dan tetap fokus kepada sektor riil. Penempatan dana lainnya yang cukup signifikan pada kelompok BUS dan UUS adalah penempatan pada BI yaitu sebesar Rp26,7 triliun atau 13,7% dari total aset. Selain giro untuk pemenuhan GWM, bank syariah menempatkan dana pada instrumen operasi moneter syariah (OMS) berupa FASBIS, SBIS & Reverse Repo SBSN sebagai bagian dari strategi pengelolaan likuiditas. Dibandingkan tahun sebelumnya, penempatan bank syariah pada instrumen OMS mengalami penurunan hingga Rp1,9 triliun, antara lain untuk menutup kebutuhan penarikan dana haji dan tingginya ekspansi pembiayaan. Namun demikian, secara keseluruhan alat likuid BUS dan UUS yang terdiri atas primary reserve (kas dan giro pada BI) dan secondary reserve (instrumen OMS dan SBSN) masih mengalami peningkatan sebesar 10,0% (yoy) menjadi Rp34,0 triliun. Pertumbuhan alat likuid tersebut masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan DPK. Meski demikian kemampuan BUS dan UUS mengantisipasi risiko likuiditas yang bersumber dari penarikan DPK masih tergolong memadai. Hal ini tercermin dari rasio alat likuid terhadap non core deposit (setelah dikurangi GWM) sebesar 105,1%, sedikit lebih rendah dibandingkan rata-rata BUK (113,7%), namun masih diatas normal threshold 100%. Grafik 1.7. Komposisi Aset Perbankan Syariah (2012)
BPRS Kas Penempatan pd BI Penempatan pd Bank Lain
UUS
Surat Berharga Dimiliki Pembiayaan Aset Produktif lain Lainnya
BUS
0%
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Penyaluran dana dalam bentuk valas yang dilakukan bank-bank syariah secara umum masih relatif rendah, meskipun sedikit meningkat dari tahun sebelumnya. Per posisi akhir tahun 2012, nilai penempatan dana dalam valas pada BUS dan UUS sebesar Rp9,3 triliun, atau 4,8% dari total aset, sedikit meningkat dari porsi tahun sebelumnya sebesar 4,3%. Rendahnya eksposur valas tersebut mempermudah upaya bank-bank syariah mengendalikan risiko pasar yang bersumber dari fluktuasi nilai tukar. Selain eksposur risiko nilai tukar yang rendah, eksposur bank-bank syariah terhadap risiko pasar berupa penurunan nilai portfolio aset keuangan juga masih relatif rendah seiring jumlah surat berharga yang dikategorikan selain hold to maturity yang baru sebesar Rp0,8 triliun atau 0,4 % dari total aset.
7
LPPS 2012 Pembiayaan dan Risiko Kredit (credit risk) Pertumbuhan pembiayaan (yoy) pada bank-bank umum syariah tercatat sebesar 34,2%, melambat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 50,2%. Sebaliknya, pembiayaan pada kelompok UUS meningkat 85,3%, jauh melebihi pertumbuhan tahun 2011 sebesar 52,4%. Demikian pula halnya pembiayaan BPRS yang tumbuh 32,8%, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2011 sebesar 29,9% (Grafik 1.8). Grafik 1.8. Perkembangan Pembiayaan 120
90% 80%
100 80
70%
BUS (Rp, triliun)
60%
UUS (Rp, triliun)
50%
BPRS (Rp, triliun)
60 40% 30%
40
BUS (yoy) UUS (yoy) BPRS (yoy)
20% 20
PYD (yoy)
10% -
0% 2009
2010
2011
2012
Dilihat dari jenis akadnya, secara umum penyaluran pembiayaan perbankan syariah masih didominasi oleh akad murabahah. Pada periode laporan pembiayaan murabahah tumbuh 56,1% (yoy), sehingga menempati pangsa 59,7% dari total pembiayaan BUS dan UUS. Sementara pada pembiayaan BPRS pangsa akad murabahah mencapai 80,3%. Pemanfaatan akad-akad lain dalam pembiayaan berubah secara dinamis, khususnya pada kelompok BUS dan UUS. Pada periode laporan, penggunaan akad ijarah dalam pembiayaan BUS dan UUS tercatat tumbuh 91,3% (yoy) sehingga pangsa pembiayaan ijarah meningkat dari 3,7% pada tahun 2011 menjadi 5,0% pada tahun 2012. Sebaliknya pembiayaan berbasis qardh yang tahun lalu berkembang pesat, pada periode laporan mengalami perlambatan -6,5% (yoy) yang dipengaruhi oleh kebijakan perbankan syariah memperkuat kehatihatian dalam penjualan produk rahn emas. Perlambatan tersebut menurunkan pangsa pembiayaan berbasis qard dari 12,6% menjadi 8,2% dalam periode yang sama. Pembiayaan lain yang pangsanya tercatat mengalami penurunan dalam periode laporan adalah pembiayaan bagi hasil, yaitu dari 28,4% menjadi 26,9%. Alokasi penyaluran pembiayaan terjadi baik dalam bentuk pembiayaan kepada sektor-sektor produksi yang diindikasikan oleh pembiayaan modal kerja dan investasi, maupun dalam bentuk pembiayaan bagi rumah tangga (household) yang diindikasikan oleh pembiayaan konsumsi. Sebagaimana pada perbankan konvensional, penguatan fokus bank syariah pada pembiayaan sektor produktif mendorong kenaikan pembiayaan modal kerja dan investasi BUS dan UUS sebesar Rp23,1 triliun, atau 38,7% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun 2011 dengan laju pertumbuhan 31,7% 9 8
LPPS 2012 (yoy). Peningkatan tersebut juga didukung oleh stance penguatan kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan konsumsi, antara lain melalui penetapan maksimal plafon per nasabah dan frekuensi perpanjangan pembiayaan qardh beragun emas, yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan pembiayaan konsumsi. Dalam periode laporan, kenaikan pembiayaan konsumsi BUS dan UUS tercatat sebesar Rp21,8 triliun atau 50,6% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan 2011 sebesar 87,9% (yoy). Berdasarkan sektor usaha (diluar sektor lainnya), pembiayaan bank-bank syariah masih terkonsentrasi pada sektor jasa dunia usaha, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), masing-masing dengan pangsa sebesar 25,2% dan 8,6% (Grafik 1.9). Kinerja kedua sektor tersebut relatif baik sepanjang 2012 yang diindikasikan oleh pertama, pertumbuhan yang diperkirakan mencapai 8,1% (yoy, pdb harga konstan) untuk sektor PHR dan 7,1% (yoy) untuk jasa dunia usaha. Kedua, risiko yang relatif rendah tercermin dari rendahnya rasio NPL (gross) perbankan nasional ke masing-masing sektor yaitu 2,4% untuk sektor PHR dan 0,9% untuk sektor jasa dunia usaha. Sementara itu, seiring perlambatan pertumbuhan pembiayaan bank syariah, alokasi pembiayaan ke beberapa sektor menurun, diantaranya sektor industri pengolahan dan konstruksi. Pertumbuhan pembiayaan BUS dan UUS pada kedua sektor tersebut selama periode laporan lebih rendah dari pertumbuhan pembiayaan secara keseluruhan yaitu masing-masing sebesar 22,9% (yoy) untuk sektor industri pengolahan dan 21,9% (yoy) untuk sektor konstruksi. Grafik 1.9. Pembiayaan BUS & UUS per Sektor Usaha (2012) Pertanian Pertambangan 44%
2% 2% 3% 2% 5%
Industri Listrik Konstruksi
9% 3%
5%
PHR Pengangkutan Jasa usaha
25%
Jasa sosial Lainnya
Pembiayaan ke sektor properti pada periode laporan tercatat meningkat Rp8,1 triliun atau 70,2% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah (Grafik 1.10). Pertumbuhan signifikan tersebut terutama ditopang oleh ekspansi pembiayaan kepemilikan rumah yang mencapai Rp6,8 triliun dan pembiayaan kepada developer real estat sebesar Rp1,1 triliun. Kebijakan pembatasan loan to value kredit kepemilikan rumah diperkirakan turut mendukung pertumbuhan tersebut, mengingat ekspansi pembiayaan properti BUS dan UUS yang dalam periode laporan banyak dialokasikan pada tipe rumah di atas 70 m2 dan atau pengembang rumah non sederhana. Sejalan dengan pertumbuhan tersebut, pangsa pembiayaan properti perbankan syariah mencapai 13,3%, atau menjadi salah satu sektor pembiayaan terbesar perbankan syariah. Pembiayaan berdasarkan klasifikasi pembiayaan mikro, kecil dan menengah (MKM) sebagaimana pada laporan periode-periode sebelumnya, masih menjadi prioritas penyaluran dana 9
LPPS 2012 perbankan syariah. Pola pembiayaan yang digunakan antara lain melalui linkage antara bank umum dengan BPRS atau lembaga keuangan, melalui jaringan/unit mikro yang berdiri sendiri atau melekat pada kantor cabang bank, dan partisipasi dalam penyaluran KUR dan fasilitas pembiayaan kepemilikan rumah yang menjadi program pemerintah. Mengacu pada UU No. 20 tahun 2008 mengenai Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pembiayaan yang disalurkan BUS dan UUS dalam bentuk pembiayaan modal kerja dan investasi untuk UMKM tercatat meningkat Rp12,4 triliun menjadi Rp59,7 triliun, atau tumbuh sebesar 26,1% (yoy). Sementara pada BPRS pembiayaan untuk UMKM sebesar Rp2,1 triliun, sehingga total pembiayaan UMKM yang disalurkan perbankan syariah per posisi akhir tahun 2012 mencapai Rp61,8 triliun, atau 40,9% dari total Pembiayaan. Sementara pembiayaan MKM untuk kepentingan selain usaha (konsumsi) mencapai Rp31,2 triliun atau 20,6% dari total pembiayaan perbankan syariah, sehingga total pembiayaan MKM mencapai Rp92,9 triliun atau 61,5% dari total pembiayaan. Pada BPRS, perkembangan pembiayaan dalam periode laporan didukung oleh ekspansi usaha kepada segmen pembiayaan baru dan ekspansi pembiayaan yang didanai oleh dana pinjaman dari BUS (kewajiban pada bank lain/executing). Salah satu segmen pembiayaan baru yang tumbuh cukup baik adalah pembiayaan multijasa, yang pada akhir 2012 mencapai Rp162,2 milyar. Perkembangan segmen pembiayaan tersebut mencerminkan BPRS mulai mendapat kepercayaan masyarakat untuk mendanai kebutuhan yang bersifat penggunaan jasa seperti kesehatan, pendidikan dan keagamaan. Adapun secara sektoral, pembiayaan BPRS terutama disalurkan ke sektor PHR dengan pangsa 34,4% dan sektor lainnya (termasuk segmen pembiayaan konsumsi) dengan pangsa 35,3%. Grafik 1.10. Pembiayaan Properti
Grafik 1.11. Perkembangan NPF BUS & UUS
20
100%
4.0
18
90%
3.5
16
80%
14
70%
12
60%
10
50%
8
KPR
40%
konstruksi
1.5
6
30%
4
20%
Properti (%, yoy) PYD (%, yoy)
10% 0% 2010
2011
2012
40%
2.5 2.0
0
50%
3.0
real estat
2
60%
30% 20%
1.0 10%
0.5 0.0
0% 2009 Macet
2010 Diragukan
2011 Kurang Lancar
PYD (%, yoy)
2012 NPF (%, yoy)
Dari segi pengelolaan risiko, risiko kredit yang dihadapi perbankan syariah diperkirakan relatif meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun masih dalam taraf yang terkendali. Kondisi tersebut tercermin dari kecenderungan migrasi kualitas pembiayaan menjadi non performing yang sedikit meningkat 26,3% (yoy), lebih tinggi dari tahun sebelumnya (25,6%, yoy). Namun demikian dengan pengelolaan risiko yang mengedepankan prinsip kehati-hatian, risiko dimaksud masih terkendali yang diindikasikan rasio non performing financing (NPF) sebesar 2,2% (gross) atau 1,3% (net), sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 2,5% (gross) (Grafik 1.11).
10
LPPS 2012 Perbandingan secara sektoral memperlihatkan pengelolaan risiko pembiayaan yang lebih optimal telah menurunkan NPF bank syariah pada beberapa sektor yang semula cukup tinggi, diantaranya sektor konstruksi yang turun dari 7,8% menjadi 3,9% dan sektor PHR dari 5,8% menjadi 4,3%. Sedangkan NPF pada sektor transportasi tercatat masih cukup tinggi yaitu 7,9%. Sementara itu, kualitas pembiayaan properti relatif masih terjaga dengan rasio NPF (gross) sebesar 2,3%. Meskipun penerapan pembatasan FTV bagi pembiayaan bank syariah segera diberlakukan, dalam kondisi supply properti yang terus meningkat dan persaingan harga yang semakin ketat, konsisten dalam penerapan standar kehati-hatian dalam proses screening nasabah tetap diperlukan, agar kualitas pembiayaan ke depan tetap terkendali. Pada BPRS, pertumbuhan pembiayaan yang relatif tinggi sepanjang tahun 2012 diikuti dengan penurunan NPF dari 5,1% tahun 2011 menjadi 5,0% tahun 2012. Rasio NPF BPRS tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan rasio NPL industri BPR secara nasional pada periode yang sama (4,8%), akan tetapi masih berada pada posisi yang relatif baik bila dibandingkan kriteria kualitas aset maksimal 7% pada penilaian tingkat kesehatan BPRS yang tergolong sehat. Namun sebagaimana pada kelompok BUS dan UUS, secara nominal pembiayaan bermasalah BPRS juga menunjukkan peningkatan (33,6%, yoy), yang ditengarai banyak dipengaruhi kondisi persaingan usaha nasabah yang semakin ketat. Sementara itu, pembiayaan MKM termasuk didalamnya pembiayaan berskala mikro dengan intensitas transaksi yang tinggi, memiliki risiko kredit yang relatif tinggi jika tidak dikelola dengan sistem pengendalian risiko yang memadai. Kondisi ini tercermin pada kualitas portfolio pembiayaan MKM bank-bank syariah, yang meskipun masih terkendali dengan baik, namun secara umum menunjukkan kualitas yang sedikit lebih rendah dibandingkan keseluruhan pembiayaan. Pada BUS dan UUS rasio NPF pembiayaan MKM per akhir 2012 tercatat sebesar 2.3% (gross), sedangkan pada BPRS sebesar 7,1% (gross).
1.5. PROFITABILITAS DAN PERMODALAN Pendapatan operasional perbankan syariah dalam periode laporan menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada BUS dan UUS, pendapatan operasional per Desember 2012 tercatat sebesar Rp20,0 triliun atau meningkat sebesar 33,8% (yoy). Kenaikan pendapatan operasional tersebut terutama ditopang oleh pendapatan dari aset produktif (penyaluran dana) yang tumbuh sebesar 36,0% (yoy). Pendapatan dari pembiayaan yang mencapai Rp15,1 triliun masih mendominasi sumber pendapatan dari penyaluran dana (88,9%), hal mana mencerminkan konsistensi preferensi dan keseriusan bank-bank syariah melakukan intermediasi langsung ke sektor riil. Selain itu, pertumbuhan pendapatan dari penyaluran dana yang melebihi pertumbuhan aset produktif sebesar 33,8% (yoy) juga mencerminkan peningkatan produktivitas aset. Adapun sumber pendapatan lain seperti pendapatan dari jasa layanan (fee based income) tumbuh sebesar 22,8% (yoy), tidak sepesat pendapatan dari pembiayaan, seiring peningkatan kehati-hatian bank mengelola transaksi beragunan emas. Sementara itu, nilai bagi hasil yang didistribusikan dari pendapatan operasional tersebut mencapai Rp6,1 triliun, meningkat sebesar 22,7% (yoy). Namun dibandingkan tahun lalu, rasio pendapatan yang dibagi-hasilkan (terhadap pendapatan operasional) turun dari 33,4% menjadi 30,6%. Hal ini dipengaruhi baik oleh menurunnya pertumbuhan sumber dana investasi, maupun penyesuaian 11
LPPS 2012 (penurunan) nisbah bagi hasil untuk nasabah, yang dilakukan dalam merespon tren penurunan suku bunga. Sepanjang 2012 biaya operasional BUS dan UUS juga mengalami peningkatan, namun dengan laju pertumbuhan sedikit lebih rendah dibandingkan pendapatan operasional, yaitu sebesar 33,3% (yoy). Penurunan laju pertumbuhan biaya operasional terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan biaya overhead (diluar biaya penyisihan/penyusutan aset produktif) seperti biaya tenaga kerja, sewa dan promosi yang hanya mencapai 28,9% (yoy). Rasio biaya overhead dimaksud terhadap pendapatan operasional BUS dan UUS juga menurun dari 37,6% pada tahun 2011, menjadi 36,2% pada tahun 2012 (grafik 1.12). Hal ini mencerminkan adanya peningkatan efisiensi operasi pada bank-bank syariah dalam periode laporan. Peningkatan efisiensi juga tercermin dari rasio BOPO (disesuaikan dengan memasukkan distribusi bagi hasil pada BO) sebesar 82,6%, lebih rendah dari tahun 2011 sebesar 85,6%. Dalam periode yang sama, pendapatan operasional BPRS tumbuh sebesar 31,4% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga diikuti kenaikan biaya operasional yang mencapai 35,7% (yoy), terutama biaya terkait penyusutan dan penyisihan aset produktif, serta biaya tenaga kerja. Namun demikian, efisiensi operasi BPRS pada tahun 2011 diperkirakan tetap membaik tercermin dari penurunan rasio biaya overhead (diluar penyisihan/penyusutan aset produktif) terhadap pendapatan operasional yaitu dari 44,5% pada akhir 2011, menjadi 43,8% pada akhir periode laporan. Grafik 1.12. Pendapatan, Biaya dan Efisiensi BUS & UUS 25
20
45%
80.0%
27.0%
40%
70.0%
24.0%
35%
Pendptn. Operasional
30% Bagi Hasil
15
Grafik 1.13. Profitabilitas Perbankan Syariah
21.0%
60.0%
20%
50.0%
15.0% Biaya Overhead
Bg.Hsl./Pendptn.Op.
10%
5
5% 0
0% 2010
2011
2012
Overhead/Pendptn.Op.
ROE BUS
40.0% 12.0% 30.0%
15%
Laba BPRS (%, yoy)
18.0%
25%
10
Laba BUS & UUS (%, yoy)
ROE BPRS
9.0%
20.0%
6.0%
10.0%
ROA BUS & UUS
3.0%
0.0%
0.0% 2010
2011
ROA BPRS
2012
Pencapaian (kenaikan) produktivitas aset, penyesuaian distribusi return kepada nasabah dan peningkatan efisiensi operasi tersebut telah meningkatkan net operational margin BUS dan UUS dari 1,9% pada tahun lalu menjadi 2,2% pada akhir periode laporan. Sejalan dengan hal itu, profitabilitas BUS dan UUS mengalami peningkatan. Selama tahun 2012 laba BUS dan UUS tumbuh 72,3% menjadi Rp2,5 triliun. Dari sisi tingkat pengembalian aset, peningkatan laba tersebut berdampak pada kenaikan ROA dari 1,8% pada tahun 2011 menjadi 2,1% pada tahun 2012. Dibandingkan dengan perbankan secara nasional yang memiliki ROA 3,1%, tingkat profitabilitas bank-bank syariah sebenarnya masih cukup bersaing jika tidak memperhitungkan kemampuan menghasilkan pendapatan selain dari kegiatan penyaluran dana dimana BUK memiliki kapasitas yang melebihi bank-bank syariah. 12
LPPS 2012 Adapun pada BPRS, kenaikan laba selama tahun 2012 tercatat mencapai 22,9% (yoy) menjadi Rp106,5 Milyar, dengan tingkat pengembalian aset (ROA) sebesar 2,6% (grafik 1.13). Pada periode laporan permodalan bank-bank umum syariah secara umum cenderung menurun, meskipun masih cukup memadai dalam mengantisipasi risiko usaha. Kapasitas permodalan bank dalam mengantisipasi risiko (risk bearing capacity) yang tercermin dari jumlah modal inti dan modal pelengkap masih menunjukkan peningkatan, masing-masing sebesar Rp1,8 triliun atau 19,3% (yoy), dan Rp0,7 triliun atau 39,5% (yoy). Namun demikian pertumbuhan ATMR bank-bank umum syariah mencapai 44,4% (yoy), sehingga CAR bank-bank umum syariah menurun dari 16,6% pada tahun 2011 menjadi 14,1% pada akhir 2012. CAR tersebut mengindikasikan tingkat ketahanan risiko yang masih cukup memadai mengingat masih melebihi standar sebesar 8%, terlebih lagi rasio modal inti terhadap ATMR tergolong sangat memadai yaitu mencapai 11,5%. Sementara itu, kondisi permodalan BPRS juga tergolong memadai dengan rasio kecukupan modal mencapai 25,2%.
1.6. PELAKSANAAN FUNGSI SOSIAL DAN LINKAGE PROGRAM Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Selain itu juga dapat menghimpun dana yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif). Pelaksanaan fungsi sosial ini, juga dapat merefleksikan peranan perbankan syariah dalam pemerataan kesejahteraan ekonomi umat. Dari data perbankan syariah (8 BUS dan 6 UUS) tentang pelaksanaan fungsi sosial beserta linkage program-nya, jumlah dana yang telah dikumpulkan dan/atau disalurkan perbankan syariah pada tahun 2012 adalah sebagai berikut : (i) dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar Rp.42,64 milyar, (ii) dana Zakat, Infaq, Shodaqah dan Waqaf (ZISW) sebesar Rp. 60,53 milyar, (iii) dana linkage program BPRS sebesar Rp.432,97 milyar dan (iv) linkage program BMT sebesar Rp.829,67 milyar. Sementara berkenaan dengan pertumbuhan dana sosial dan linkage program perbankan syariah selama tahun 2008 – 2012, terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan periode tersebut yang tertinggi adalah pertumbuhan dana CSR (97,97%) dan pertumbuhan dana linkage ke BMT (80,68%) baru dana linkage ke BPRS (75,27%) serta dana ZISW (71,15%). Sedangkan rata-rata pertumbuhan jumlah BMT dan jumlah BPRS penerima dana linkage program periode 2008 – 2012 masing-masing sebesar 15,30% dan 30,69%, dengan jumlah BMT penerima dana linkage di tahun 2012 mencapai 704 atau meningkat dari 474 BMT (2008) dan BPRS penerima linkage mencapai 138 atau meningkat dari 49 BPRS (2008). Informasi perkembangan dan rata-rata pertumbuhan dana sosial dan linkage program dapat dilihat dalam Grafik 1.14 dan Grafik 1.15.
13
LPPS 2012 Grafik 1.14 Perkembangan Dana Sosial/Linkage BUS+UUS (Rp. Juta)
Grafik 1.15 Rata2 Pertumbuhan Dana Sosial dan Linkage Program BUS+UUS (2008 – 2012)
14
LPPS 2012
BAB II. PELAKSANAAN KEBIJAKAN Bank Indonesia selaku pengemban amanah Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah sebagai otoritas pembinaan dan pengawasan perbankan syariah, memiliki tugas untuk melakukan pengaturan, pembinaan dan pengawasan perbankan syariah agar perbankan syariah Indonesia dapat memenuhi fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan yang tetap memenuhi prinsip syariah maupun prudential regulation serta turut berkontribusi terhadap pembangunan dan perekonomian nasional. Pelaksanaan pembangunan perekonomian nasional diarahkan pada perekonomian yang berpihak kepada ekonomi kerakyatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, handal dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional. Arah perekonomian nasional sejalan dengan karakteristik khas ekonomi dan keuangan syariah yaitu pemerataan kesejahteraan ekonomi. Aktivitas dan kegiatan perbankan syariah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, seperti melakukan fungsi untuk mendukung sektor riil melalui pembiayaan sesuai prinsip syariah dan transaksi riil barang dan jasa yang pada akhirnya dapat menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat. Selain itu perbankan syariah juga dapat melakukan fungsi sosial antara lain dengan menerima dana zakat, infak, sedekah, hibah dan lainnya untuk disalurkan ke organisasi pengelola zakat, serta sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang. Berbagai aktivitas dan fungsi yang dilakukan oleh perbankan syariah berupa mendorong aktivitas riil barang dan jasa serta pelaksanaan fungsi sosial, diharapkan dapat lebih meningkatkan peran perbankan syariah dalam pemerataan kesejahteraan ekonomi pada masyarakat, selain tentunya dengan karakteristik keuangan syariah seperti menghindari spekulasi, riba dan berkeadilan dapat membuat perbankan syariah lebih sustainable ke depannya. Undang Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menegaskan bahwa tujuan pengembangan perbankan syariah adalah terwujudnya sistem perbankan syariah nasional yang dapat menunjang pelaksanaan pembangunan dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Undang-Undang tersebut yang memberikan penekanan pada kemaslahatan bagi perekonomian nasional haruslah menjadi muara dari berbagai kebijakan pengembangan perbankan syariah. Untuk menjamin agar kemaslahatan bagi perekonomian tersebut bisa dapat tumbuh dan dipertahankan secara berkesinambungan diperlukan kebijakan dan pelaksanaannya yang mencakup pengaturan dan pengawasan yang efektif, penelitian dan pengembangan perbankan syariah yang terfokus dan kontinyu serta berbagai upaya lain seperti koordinasi diantara stakeholders perbankan syariah. Dalam rangka melaksanakan amanah Undang-Undang sebagai otoritas perbankan syariah, Bank Indonesia telah melaksanakan berbagai kebijakan perbankan syariah di berbagai bidang. Pelaksanaan berbagai kebijakan ini utamanya berdasarkan kepada 7 (tujuh) pilar dalam Cetak Biru (Blue Print) perbankan syariah yang meliputi: (i) sumber daya insani berkualitas tinggi, (ii) regulasi dan supervisi yang efektif, (iii) infrastruktur yangg mendukung, (iv) struktur perbankan yang efektif, (v) aliansi strategis yang sinergis, (vi) pemberdayaan nasabah yang efektif, dan (vii) pengembangan produk dan pasar. Atas dasar Blue Print perbankan syariah tersebut, Bank Indonesia dalam tahun 2012 telah mengimplementasikan berbagai kebijakan perbankan syariah ke dalam berbagai kegiatan. Kegiatan tersebut dapat di kelompokkan ke dalam kegiatan bidang penelitian, pengembangan, pengaturan, pengawasan dan perizinan bank syariah.
15
LPPS 2012 2.1. PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN PENGATURAN BANK SYARIAH 2.1.1. Kegiatan Bidang Penelitian Berbagai kebijakan pengaturan dan pengembangan perbankan syariah termasuk penyusunan regulasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia ditetapkan berdasarkan penelitian (research based policy). Utamanya, Bank Indonesia melakukan penelitian yang intensif dan melibatkan stakeholder perbankan syariah untuk mendukung setiap perumusan kebijakan yang akan diambil termasuk yang telah ditetapkan. Hal ini akan mendukung setiap keputusan yang akan diambil, mengevaluasi efektifitas kebijakan dan mengkomunikasikan keputusan yang akan ditetapkan kepada stakeholder. Sebagaimana yang telah dilakukan selama ini, fokus penelitian Departemen Perbankan Syariah (DPbS) setiap tahunnya mengacu kepada Blueprint pengembangan perbankan syariah, kebutuhan industri dan kebijakan Bank Indonesia dalam merespon perkembangan terkini industri perbankan syariah. Dengan mempertimbangkan ketiga hal tersebut serta melihat kemanfaatannya, kegiatan penelitian tahun 2012 difokuskan kepada penguatan infrastruktur, pengembangan kelembagaan bank syariah dan operasional serta manajemen perbankan syariah. Kajian yang dilakukan tersebut adalah: 1. Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah: kajian ini disusun untuk menyamakan persepsi antara regulator dan stakeholder (pelaku/praktisi perbankan syariah, akademisi, nasabah bank syariah, supplier, pemerintah dll) mengenai manfaat dan kontribusi dan nilai-nilai (value) bank syariah dalam perekonomian. Utamanya, kajian ini memetakan model-model bisnis bank syariah yang ada dan potensi pengembangan model-model bisnis perbankan syariah ke depannya. Hasil akhir penelitian ini menemukan dan merekomendasikan beberapa alternatif model bisnis bank syariah Indonesia yang: (i) disepakati semua stakeholders (acceptable) dan workable, (ii) sesuai dengan karakter bisnis perekonomian Indonesia, (iii) sesuai dengan mainstream perbankan syariah Indonesia dan, (iv) sesuai dengan karakter sosial budaya masyarakat Indonesia. Model-model tersebut juga berpotensi memperluas segmen operasi industri perbankan syariah dan meningkatkan pangsa pasar industri perbankan syariah nasional. Akhirnya, hasil kajian tersebut diharapkan dapat menjadi acuan utama (benchmark) bagi regulator (BI, DSN, OJK), dan pelaku bisnis perbankan dan pihak terkait dalam: (i) memandang dan mengevaluasi operasional perbankan syariah selama ini, (ii) melihat potensi pengembangan model-model bisnis masa depan agar perbankan syariah lebih berkontribusi bagi perekonomian dan masyarakat dan, (iii) meningkatkan daya tahan bank syariah terhadap berbagai perubahan lingkungan bisnis, sosial dan persaingan usaha di masa datang. Kajian model bisnis perbankan syariah dielaborasi lebih jauh sebagaimana Boks berikut ini.
16
LPPS 2012
KAJIAN MODEL BISNIS PERBANKAN INDONESIA Dalam penetapan arah kebijakan pengembangan perbankan syariah, misalnya kebijakan terkait pengembangan produk, kelembagaan, SDM dan pengaturan perbankan syariah, diperlukan pemahaman yang baik tentang bentuk operasional bank syariah ideal yang ingin diwujudkan. Penggambaran yang lebih konkrit tentang bentuk operasional yang ingin diwujudakan ini dapat dijelaskan dengan mengembangkan model bisnis (business model) perbankan syariah yang dapat menjadi komplemen dari masterplan/cetak biru pengembangan perbankan syariah. Pengembangan model bisnis yang ideal bagi industri perbankan syariah dirumuskan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan (concern), keinginan, kebutuhan, mimpi-mimpi (dreams) stakeholder utama perbankan syariah. Sehingga pengembangan model bisnis bank syariah Indonesia ke depan, merupakan model bisnis yang disepakati semua stakeholders (acceptable), workable yang mencakup beberapa hal diantaranya: (i) karakter budaya dan sosial masyarakat indonesia, (ii) praktek perbankan syariah saat ini, (iii) mainstream perbankan syariah Indonesia, (iv) potensi pengembangan industri perbankan syariah ke depan dan, (v) literatur terkait model-model bisnis bank. Sejatinya, tidak ada yang salah dengan model bisnis yang dijalankan oleh perbankan syariah maupun konvensional saat ini. Masing-masing model bisnis yang dijalankan oleh perbankan, baik perbankan syariah mempunyai keunggulan dan tantangan tersendiri. Oleh karena itu, hasil kajian ini merekomendasikan beberapa alternatif model bisnis kepada bank-bank syariah untuk dapat mengembangkan sesuai dengan value proposition, customer segment (termasuk channel &customer relationship), infrastruktur (key resources, key activity & key partners) yang dimiliki serta aspek keuangan (cost structure & revenue streams) yang mendukung untuk pengembangan model bisnis tersebut. Faktor penentu utama pengembangan model bisnis perbankan syariah dimulai dari merumuskan nilai-nilai utama (Value Proposition) yang menjadi “Shared Value” yang diamini dan diamalkan oleh semua stakeholder perbankan syariah. “Share Value” dirumuskan dari kesamaan mimpi-mimpi dan berbagai harapan para stakeholders (regulator, akademisi, bank, dan customer) perbankan syariah yang antara lain menginginkan (a) adanya bank syariah yang beroperasi benar-benar sesuai sharia compliance; (b) adanya sustainable growth yang dapat meningkatkan taraf hidup, dan mengentaskan kemiskinan serta peningkatan akses masyarakat ke sektor keuangan (financial inclusion); dan (c) menginginkan keberpihakan bank syariah kepada kegiatan sektor riil yang produktif.
Nilai-nilai bersama tersebut diharapkan tercermin dalam visi dan misi pengembangan perbankan syariah Indonesia yang selanjutnya menjadi landasan utama penawaran (offering) produk-produk dan layanan syariah kepada masyarakat sebagai pelanggan utama (customer) yang akan merasakan manfaat langsung dari value proposition yang ditawarkan oleh perbankan syariah. Operasional perbankan syariah saat ini masih terfokus kepada 3 segmen nasabah utama yaitu : segmen korporasi (non perseorangan), segmen retail produktif dan segmen retail konsumtif, dimana model bisnis yang dijalankan perbankan syariah lebih banyak fokus melayani retail banking.
2. 3.
17
LPPS 2012
Ke depan segmen nasabah perbankan syariah dapat diperluas dan difokuskan ke dalam 5 (lima) kelompok segmen utama yaitu: segmen pemerintah, segmen korporasi, segmen Retail Produktif (SMEs), Segmen Retail Konsumtif dan Segmen Unbankable yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan.
Namun demikian, untuk mendukung penerapan model bisnis bank syariah ke depan, diperlukan pengembangan infrastruktur pendukung operasional perbankan dan lembaga keuangan syariah seperti pengembangan pasar keuangan syariah (Islamic Financial Market) yang dapat menyediakan dana-dana murah berdurasi jangka panjang, pengembangan pasar modal didominasi oleh sukuk jangka panjang berakad investasi (Mudarabah, musyarakah) dan dana-dana jangka pendek dengan skema akad tabaru (qardh, wadiah, dll). Selain itu, diperlukan pula adanya lembaga pendukung seperti lembaga asuransi dan takaful, lembaga pemeringkat (credit rating), otoritas pasar modal syariah, dan lain sebagainya. Koordinasi dan sinergy dengan lembaga terkait untuk mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat. Selanjutnya sebagai lembaga intermediary, perbankan syariah yang selama ini dominan menggunakan produk-produk jual beli (murabahah) diharapkan dapat melakukan inovasi pengembangan produk-produk kerjasama berbasis proyek (Project Based Finance) dan Asset/Investment based Finance mudharabah/musyarakah) terutama untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur berskala besar dan berjangka waktu panjang menggunakan akad Profit Loss Sharing yang berlaku baik di sisi liability maupun aset. Skema-skema kerjasama berbasis proyek riil (aset) diharapkan menjadi dominan, meskipun tidak harus meninggalkan sama sekali transaksi berbasis debt based finance, karena deferred sales adalah merupakan salah satu alternatif modes of financing untuk menghindari riba. Untuk meningkatkan minat bank mendanai asetnya dengan dana-dana PLS diperlukan kebijakan pemberian insentif kepada industri yang menjalankannya. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor pendorong utama dan Value Proposition (nilai lebih) yang dapat ditawarkan perbankan syariah ke depan, kajian ini merekomendasikan pengembangan model bisnis perbankan syariah ke depan ke dalam 4 (empat) tahapan (roadmap) sebagai berikut: •
Stage 1 (tahun tahun 20132013- 2015) 2015 yang ditujukan untuk membangun Sinergi lembaga keuangan
• •
2015-- 2017 2017) yang ditujukan untuk Pemerataan akses finansial Stage 2 (tahun tahun 2015 2017-- 2020 2020) yang ditujukan untuk Memperkuat Sinergi Perbankan dan Lembaga Stage 3 (tahun tahun 2017
•
2020--2023 2023) yang ditujukan untuk Pemerataan akses investasi nasional ke sektor Stage 4 (tahun tahun 2020
menuju target finansial inklusif
Non Bank riil Implementasi model bisnis bank syariah ke depan
18
LPPS 2012 2. Kajian Islamic Banking Behaviour: kajian ini bertujuan untuk memahami dan menganalisa perilaku likuiditas setiap pelaku industri perbankan syariah khususnya bank syariah (BUS dan UUS), nasabah, pengusaha (sektor riil) dan regulator. Utamanya, kajian ini menganalisa empat sektor di industri perbankan syariah yaitu: (i) sektor nasabah yang diwakili oleh model liabiliti yang menjelaskan hubungan antara bank syariah dan nasabah, (ii) sektor riil yang diwakili oleh model aset yang menjelaskan hubungan antara bank syariah dan pengusaha, (iii) sektor keuangan syariah yang diwakili oleh model manajemen likuiditas yang menjelaskan perilaku likuiditas antara perbankan syariah dan, (iv) regulator perbankan syariah yang diwakili oleh model moneter syariah yang menjelaskan kebijakan moneter syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Penelitian ini menemukan dan menganalisa beberapa perilaku likuiditas di industri perbankan syariah seperti: (i) orientasi penempatan dana jangka pendek nasabah bank syariah dan sangat sensitif dengan perilaku bunga di perbankan konvensional, (ii) kebijakan pembiayaan bank syariah yang berjangka pendek dan kegiatan bisnis yang juga bertenor pendek, (iii) perbedaan tenor penilaian kinerja sisi pendanaan dan pembiayaan bank syariah oleh nasabah, (iv) perbedaan tenor penilaian kinerja pengusaha oleh bank syariah, (v) kebijakan manajemen likuiditas antara bank syariah yang dipengaruhi oleh cadangan likuiditas internal dan pembiayaan yang dilakukan serta, (vi) kebijakan moneter syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia masih merupakan pelengkap dari kebijakan moneter konvensional dan bukan merupakan alternatif penempatan utama dana-dana idle di perbankan syariah. Kajian ini memberikan informasi yang berharga terkait perilaku likuiditas di industri perbankan syariah yang menunjang upaya Bank Indonesia dan seluruh stakeholder perbankan syariah untuk memahami perilaku investasi dan operasi industri perbankan syariah. Selain itu, kajian ini juga menyajikan pola dan tenor penempatan dana di sisi pembiayaan dan pendanaan dan mengantisipasi perilaku likuiditas yang berpotensi mengganggu stabilitas industri. 3. Kajian Regulatory Incentives dalam Rangka Mengakselerasi Pertumbuhan dan Peningkatan Kualitas Industri Perbankan Syariah: Kajian ini bertujuan utama untuk menganalisa dan menentukan parameter insentif untuk meningkatkan upaya pengembangan dan arah perbankan syariah Indonesia ke depan. Utamanya, kajian ini menganalisa aktifitas pembiayaan dan operasional perbankan syariah, mengindentifikasi dan memformulasikan instrumen regulasi yang potensial seperti rasio-rasio keuangan bank syariah untuk menjadi parameter/variabel/indikator ketentuan insentif perbankan syariah. Selain itu, kajian ini juga menganalisa tingkat efektifitas atau pengaruh instrumen regulasi yang potensial (rasio-rasio keuangan tertentu) kepada perilaku atau aktifitas operasional bank syariah dan merekomendasikan instrumen regulasi tertentu sebagai parameter dalam ketentuan mekanisme insentif. Kajian ini mempertimbangkan instrumen-instrumen alternatif yang tidak berada dalam wilayah regulasi sektor perbankan tetapi memiliki implikasi signifikan dalam mencapai tujuan akselerasi pertumbuhan perbankan syariah khususnya pada upaya optimalisasi fungsi intermediasi perbankan syariah. Instrumen-instrumen tersebut seperti ketentuan perpajakan, kebijakan penempatan dana haji oleh pemerintah, kebijakan bank syariah yang dimiliki bank 19
LPPS 2012 BUMN, dan lain sebagainya. Prioritas solusi yang direkomendasikan sebagai bentuk insentif kebijakan dalam wewenang Bank Indonesia adalah: (i) Co-location layanan bank syariah dengan kantor bank induk konvensional; (ii) Bobot risiko pada pembiayaan UMKM pada perhitungan ATMR menjadi 75%; (iii) Hak eksklusif produk tabungan dan pembiayaan haji dan umroh kepada bank syariah; dan (iv) Beban pajak produk bagi hasil DPK bank syariah sama dengan pajak atas return obligasi. Hasil kajian tersebut berpotensi meningkatkan aktifitas perbankan syariah khususnya sisi pendanaan dan pembiayaan. Kendala-kendala operasional yang selama ini terjadi seperti sisi pendanaan yang kurang mendukung sisi pembiayaan dapat teratasi dengan kebijakan peningkatan penempatan dana pemerintah di bank syariah. 4. Kajian Tindak Lanjut Indeksasi Return Sektor Riil Sebagai Acuan Pricing Produk Perbankan Syariah: Kajian ini merupakan kajian multiyears yang dibuat dalam rangka menjawab kebutuhan publik akan benchmark pricing perbankan syariah yang berdasarkan pada kegiatan sektor riil. Konsep awal kajian telah dilakukan tahun 2009 dan di tahun 2012 telah dihasilkan indeks seluruh sektor ekonomi beserta subsektornya dan aplikasi sistem perhitungan index yang computerized termasuk kerangka updating index dan proyeksi model. Secara teknis, kajian ini menggunakan alat ukur cash recovery rate (CRR) yang menitikberatkan pada kemampuan perusahaan (sektor riil) dalam menghasilkan cash inflow (arus kas) dari investasi yang dilakukan dengan mengabaikan variabel suku bunga dan variable lain yang tidak sesuai dengan konsep syariah. Selain CRR, dilakukan pula penghitungan bank gross recovery rate (BGCRR) untuk melihat imbal hasil yang ditetapkan bank kepada sektor riil. Kajian ini menggabungkan hasil perhitungan CRR dan BGCRR dengan bobot tertentu untuk menghasilkan angka index sektor riil yang mencerminkan hasil dari sektor riil dan industri perbankan syariah. Hasil akhir kajian ini adalah index sektor riil per sektor ekonomi dan sub sektor ekonomi termasuk aplikasi sistem perhitungan index yang memudahkan pengguna menentukan dan mencari index sektor riil dari sektor dan sub sektor ekonomi tertentu. Dengan hasil ini, kajian indeksasi sektor riil diharapkan telah rampung dan dapat ditindaklanjuti oleh berbagai pihak terkait sehingga dapat membantu pricing produk perbankan syariah dan operasi perbankan syariah secara umum. Selain penelitian-penelitian yang telah direncanakan di atas, penelitian-penelitian lain yang bersifat adhoc juga dilakukan seperti: (i) penelitian yang mendukung kebijakan loan to value ratio industri perbankan syariah, (ii) penelitian yang mendukung ketentuan Murabahah emas, (iii) penelitian yang mendukung ketentuan pembatasan gadai emas, (iv) penelitian yang mendukung kebijakan terkait praktek pola pembiayaan anuitas dan proporsional di sisi pembiayaan perbankan syariah, (v) penelitian yang mendukung PBI manajemen risiko perbankan syariah dan, (vi) penelitian peer group industri perbankan syariah yang melihat efisiensi dan aspek-aspek operasional lain industri perbankan syariah. Disamping menyusun kajian-kajian tersebut di atas, dalam upaya untuk mensosialisasikan hasil penelitian perbankan syariah, dilakukan pula publikasi 4 (empat) kajian pada jurnal domestik dan 20
LPPS 2012 internasional. Keempat kajian tersebut adalah: (i) model stress testing pada Australian Journal of Islamic Banking and Finance (Australia), (ii) pemetaan potensi lembaga keuangan mikro syariah dalam rangka perluasan pasar perbankan syariah pada Journal of Islamic Finance and Business Review LPPMSTEI Tazkia (Indonesia), (iii) indeksasi return sektor riil sebagai benchmark pricing produk perbankan syariah pada Journal of Islamic Finance and Business Review LPPM-STEI Tazkia (Indonesia) dan, (iv) model Islamic banking behavior pada Journal of Islamic Finance (International Islamic University of Malaysia/IIUM). Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Bank Indonesia melakukan proyeksi perkembangan perbankan syariah. Dimana untuk tahun 2012, saat awal tahun aset diperkirakan mencapai Rp178 triliun (baseline), Rp187 triliun (moderat) dan Rp206 triliun (optimis). Sementara total DPK diperkirakan sebesar Rp137 triliun (baseline), Rp144 triliun (moderat) dan Rp151 triliun (optimis) serta total pembiayaan sebesar Rp140 triliun (baseline), Rp147 triliun (moderat) dan Rp155 triliun (optimis). Di akhir tahun 2012, total aset, DPK dan pembiayaan aktual tercatat Rp193 triliun, Rp148 triliun dan Rp147 triliun. Artinya, total aset dan DPK masih berada pada estimasi skenario moderat – optimis yang ditetapkan di awal tahun 2012 sedangkan total pembiayaan aktual tepat sesuai estimasi skenario moderat. Untuk tahun 2013, Bank Indonesia memperkirakan aset industri perbankan syariah mencapai Rp255 triliun (baseline), Rp269 triliun (moderat) dan Rp296 triliun (optimis). Sementara total DPK diperkirakan sebesar Rp168 triliun (baseline), Rp177 triliun (moderat) dan Rp186 triliun (optimis) dan total pembiayaan sebesar Rp200 triliun (baseline), Rp211 triliun (moderat) dan Rp222 triliun (optimis). Selain itu, untuk mendapatkan kajian-kajian yang relevan dan berkualitas bagi pengembangan industri perbankan syariah nasional yang berasal dari kalangan akademisi di perguruan tinggi, Forum Riset Perbankan Syariah (FRPS) tetap dilakukan seperti tahun-tahun sebelumnya. Selain untuk memfasilitasi peneliti/akademisi memaparkan hasil kajian terbaik di bidang keuangan dan perbankan syariah, penyelenggaraan forum ini secara reguler diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan minat dan keahlian akademisi dan praktisi di bidang perbankan dan keuangan syariah. Pada gilirannya, hal ini akan turut mendukung pertumbuhan industri keuangan dan perbankan syariah di Indonesia. Selain penyelenggaraan FRPS di Universitas Muslim Indonesia (Makassar) pada bulan Juni 2012, tahun 2012 ditandai dengan penyelenggaraan Forum Riset Ekonomi Syariah (FREKS) pertama di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (Riau) pada bulan November 2012. Berbeda dengan FRPS, FREKS memperluas cakupan riset tidak hanya perbankan syariah namun juga lembaga keuangan non bank syariah, pasar keuangan syariah, kebijakan fiskal dan moneter syariah. Penyelenggaraan kedua forum riset tersebut berhasil menarik minat lebih dari 500 praktisi dan akademisi untuk menghadiri forum tersebut. Terakhir, Bank Indonesia juga melakukan knowledge sharing kepada publik tentang materi keuangan dan perbankan syariah yang disampaikan oleh pemateri internasional. Knowledge sharing pertama disampaikan oleh Dr. Seyyed Abbas Mousavian, peneliti senior dan dosen di Islamic Research Institute for Culture and Thought (Iran), pada tanggal 30 Januari 2012 dengan topik Contemporary Issues on Islamic Banking and Recent Development in Islamic Republic of Iran. Acara knowledge sharing yang kedua dilakukan bekerjasama dengan IRTI-IDB sebagai bagian dari rangkaian program IDB Regional Lecture Series, yang dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2012 dengan menampilkan pembicara pemenang IDB Prize on Islamic Banking and Finance year 2012 yaitu Dr. Zeti Akhtar Aziz, 21
LPPS 2012 Gubernur Bank Negara Malaysia (BNM), dengan topik yang disampaikan tentang Finance and the Real Economy: Fostering Sustainability. Kedua acara tersebut dihadiri oleh praktisi perbankan syariah, anggota Dewan Syariah Nasional (DSN), regulator keuangan syariah dan akademisi. Selain menjadi forum knowledge sharing, diskusi interaktif juga terjadi di kedua acara tersebut sehingga manfaat dirasakan tidak hanya oleh peserta tapi juga pemateri.
2.1.2. Kegiatan Bidang Pengaturan Kegiatan Divisi Pengaturan pada tahun 2012 dilaksanakan sebagai kegiatan penyusunan dan/ atau penyempurnaan ketentuan secara berkelanjutan yang telah menjadi amanat Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Penyusunan dan penyempurnaan ketentuan Perbankan Syariah yang dilaksanakan selama tahun 2012 adalah sebagai berikut : a) Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/6/PBI/2012 tanggal 18 Juni 2012 perihal Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dengan aturan teknisnya berupa Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/25/DPbS tanggal 12 September 2012: Dengan diberlakukannya ketentuan ini maka, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/31/PBI/2009 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. b) Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/20/PBI/2012 tanggal 17 Desember perihal Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah: Perubahan ketentuan terkait dengan persyaratan Bank yang dapat mengajukan permohonan dan persyaratan tentang agunan. Dengan diberlakukannya ketentuan ini, peraturan pelaksanaan dari PBI ini, dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PBI. c) Surat Edaran Nomor 14/7/DPbS tanggal 29 Februari 2012 tentang Produk Qardh Beragun Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah: Penerbitan SE ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi perbankan syariah dalam menjalankan produk Qardh Beragun Emas, yang merupakan pedoman teknis dari Peraturan Bank Indonesia No.10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. d) Surat Edaran Nomor 14/16/DPbS tanggal 31 Mei 2012 tentang Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah: Penerbitan SE ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi perbankan syariah dalam menjalankan produk Pembiayaan Kepemilikan Emas, yang merupakan pedoman teknis dari Peraturan Bank Indonesia No.10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. e) Surat Edaran Nomor 14/33/DPbS tanggal 27 November 2012 tentang Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah: Penerbitan SE ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi BUS dan UUS dalam menyalurkan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor dalam rangka meningkatkan kehati-hatian, yang merupakan pelaksanaan 22
LPPS 2012 dari Peraturan Bank Indonesia No.10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Beberapa ketentuan dikeluarkan terkait dengan arah kebijakan perbankan syariah yaitu untuk meningkatkan kualitas pengaturan secara berkesinambungan yang disesuaikan dengan perkembangan-perkembangan terkini. Hal tersebut dapat berasal dari komitmen pemenuhan prinsip syariah sebagaimana yang difatwakan oleh DSN–MUI sebagai tindak lanjut rekomendasi Working Group Perbankan Syariah (WGPS) antara BI, DSN-MUI dan IAI, dan implementasi kebijakan macroprudential BI maupun dalam rangka melengkapi sistem pengawasan yang mengacu pada prinsip kehati-hatian dan kualitas manajemen risiko yang baik. Penyempurnaan dan peningkatan kualitas pengaturan di atas, menyebabkan pertumbuhan industri yang relatif tinggi perlu diikuti oleh kualitas sistem pengawasan yang semakin baik. Sesuai dengan arah pengembangan secara umum, sistem pengawasan perbankan syariah diarahkan untuk memenuhi standar pengawasan yang didukung oleh regulasi yang semakin compatible dan efektif maupun ditunjang oleh mekanisme dan infrastruktur pengawasan yang semakin lengkap dan efisien. Dengan demikian pada tahun 2012 Bank Indonesia telah pula melakukan penyempurnaan pedoman pengawasan terkait GWM dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi BUS, Penilaian Tingkat Kesehatan BPRS, Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dan Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Pada tahun 2012 juga telah dilakukan review terhadap ketentuan-ketentuan untuk mengakomodasi perkembangan yang terjadi sesuai dengan kondisi perbankan syariah. Review tersebut dilakukan dengan tujuan sinkronisasi dan harmonisasi dengan ketentuan perbankan yang berlaku secara umum. Hasil dari review yang dilakukan merekomendasikan penyusunan dan/atau penyempurnaan atas ketentuan-ketentuan yang telah berlaku yaitu: a) Kelembagaan BUS dan UUS; b) Kelembagaan BPRS; c) Jaringan kantor BUS dan UUS berdasarkan modal inti; d) Produk dan aktivitas baru perbankan syariah; e) Tingkat Kesehatan Bank Syariah; dan f) Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah. Ketentuan–ketentuan tersebut direkomendasikan untuk dapat dikeluarkan pada tahun 2013. Untuk memberikan pemahaman kepada stakeholder, Bank Indonesia pada tahun 2012 juga melakukan sosialisasi mengenai ketentuan perbankan syariah 2012 yang dilaksanakan sebagai berikut: 1. Sosialisasi kepada BPRS di wilayah Jayapura, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara dan Jawa Timur dilaksanakan pada tanggal 18 September 2012 di Surabaya; 2. Sosialisasi kepada BPRS di wilayah Jawa tengah dan DIY dilaksanakan pada tanggal 20 September 2012 di Yogyakarta; 3. Sosialisasi kepada BPRS di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat dan Sumatera dilaksanakan pada tanggal 26 September 2012 di Jakarta; 4. Sosialisasi kepada BUS dan UUS seluruh Indonesia dilaksanakan pada tanggal 27 September 2012 di Jakarta; dan 23
LPPS 2012 5. Sosialisasi kepada pengawas perbankan BI dari seluruh Indonesia dilaksanakan pada tanggal 21 September 2012 di Yogyakarta. Disamping melakukan penyusunan ketentuan dalam rangka mengakomodasi perkembangan sesuai kondisi perbankan syariah dan/atau dalam rangka memberikan petunjuk pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia, terdapat pula beberapa ketentuan yang disusun oleh satuan kerja lainnya di Bank Indonesia. Ketentuan yang disusun oleh satuan kerja lain dimaksud telah mendapatkan masukan dan pertimbangan dari perbankan syariah, sehingga selain berlaku bagi perbankan konvensional, ketentuan dimaksud berlaku pula bagi perbankan syariah. Ikhtisar ketentuan yang disusun oleh Departemen Perbankan Syariah adalah sebagaimana Lampiran Ikhtisar Ketentuan.
2.1.3. Kegiatan Bidang Review Kebijakan dan Standar Internasional Bidang kegiatan mengenai evaluasi kebijakan dan standar internasional termasuk yang cukup intens dilakukan pada tahun 2012, dimana di dalamnya juga mencakup pelaksanaan kerjasama dengan berbagai institusi domestik maupun institusi keuangan syariah internasional. Pelaksanaan evaluasi kebijakan yang dilakukan secara komprehensif, antara lain mencakup review terhadap kebijakan yang memiliki dampak luas, termasuk kesesuaian dan penerapan terhadap standar internasional, serta review terhadap pengaturan yang telah diterapkan maupun praktek yang terjadi dalam industri. Selain itu, peningkatan intensitas keikutsertaan Bank Indonesia pada lembaga dan forum internasional di bidang keuangan syariah juga memerlukan refocusing. Hasil dari review tersebut diharapkan menjadi rekomendasi guna terlaksananya fungsi penelitian, pengembangan, pengaturan dan pengawasan perbankan syariah yang lebih optimal dan sesuai dengan arah kebijakan yang telah digariskan. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain : •
Melakukan review mengenai penerapan standar IFSB No.12 tahun 2012 tentang Guiding Principles on Liquidity Risk Management for Institutions Offering Islamic Financial Services (IIFS). Review ini dilakukan dalam rangka rekomendasi penyusunan pengaturan manajemen risiko likuiditas bagi perbankan syariah di Indonesia, karena masih bervariasinya panduan dan praktek manajemen risiko likuiditas perbankan syariah di berbagai jurisdiksi. Selain itu penerapan manajemen risiko likuiditas bagi BUS/UUS di Indonesia saat ini masih berdasarkan ketentuan yang sama dengan Bank Umum Konvensional (BUK) yaitu SE No. 11/16/DPNP tahun 2009. Evaluasi dilakukan terhadap 15 prinsip yang hanya berlaku untuk lembaga keuangan syariah saja dari total 23 prinsip, serta berdasarkan kriteria : (i) kesesuaian dengan karakteristik perbankan syariah Indonesia, (ii) signifikansi hal yang diatur dengan kondisi perbankan syariah Indonesia dan (iii) ketercakupan dalam ketentuan BI. Beberapa materi standar yang direkomendasikan untuk diakomodasi, antara lain : (i) pengawasan aktif Dewan Pengawas Syariah seperti mengevaluasi pertanggung jawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko likuiditas terkait pemenuhan Prinsip Syariah dan menyetujui mekanisme & produk manajemen risiko likuiditas sesuai Prinsip Syariah, (ii) Konsolidasi manajemen risiko likuiditas untuk BUS bagian dari BUK/UUS, agar pengurus dan 24
LPPS 2012 manajemen senior di induk mempersiapkan strategi, kebijakan dan prosedur untuk aktivitas perbankan syariah secara keseluruhan grupnya dan mempertimbangkan fasilitas likuiditas sesuai Prinsip Syariah dalam grupnya, (iii) identifikasi sumber risiko likuiditas seperti adanya implikasi/interaksi kontrak keuangan syariah a.l. dalam Mudarabah and Musharakah, risiko likuditas dapat timbul karena terjadinya keterlambatan atau tidak dibayarnya pembayaran bagi hasil selama kontrak dan tidak dibayarnya pokok oleh nasabah saat akhir kontrak dan (iv) dalam pengendalian internal, manajemen senior harus memastikan mekanisme internal control dan audit internal yang layak untuk menjaga integritas proses manajemen risiko likuiditas dengan menunjuk orang berkemampuan yang mengerti karakteristik kontrak dan aktivitas sesuai Prinsip Syariah. Di lain pihak terdapat juga materi dalam IFSB standard dimaksud yang belum diakomodasi tersendiri, karena karakteristik perbankan syariah Indonesia yang spesifik dan ketercakupan dalam ketentuan yang sudah ada. Pengaturan tersebut antara lain : (i) Identifikasi risiko likuiditas menyangkut penghimpunan dana berdasarkan Commodity Murabaha Transaction (CMT) dan (ii) Foreign Exchange Liquidity Risk, karena secara substansi sudah ada dalam pengaturan yang berlaku, selain portofolio perbankan syariah dalam international banking dan valuta asing masih kecil. •
Melakukan kajian terkait income smoothing (PER dan IRR) di perbankan syariah. Latar belakang dilakukannya kajian ini antara lain karena karakteristik return bagi hasil (mudharabah) dari dana pihak ketiga perbankan syariah bersifat tidak tetap, sehingga dapat memunculkan timbulnya kekhawatiran antara lain risiko beralihnya nasabah kepada sistem perbankan yang dapat menetapkan return pasti kepada nasabah (Displacement Commercial Risk/DCR). Dalam pada itu, perbankan syariah berupaya untuk memelihara loyalitas nasabah dengan cara memberikan hak atas imbalan hasilnya atau bagian keuntungannya kepada nasabah pada saat terjadi imbal hasil secara equivalent rate lebih rendah dibandingkan dengan bank lain. Berdasarkan standar IFSB terkait, mitigasi DCR oleh bank syariah dapat dilakukan melalui 2 (dua) metode yaitu income smoothing dengan mitigasi dan income smoothing tanpa mitigasi. Metode income smoothing dengan mitigasi yaitu dengan menggunakan model Profit Equalization Reserve (PER), di mana bank syariah hanya boleh membentuk cadangan (reserve) secara intern yang diambil dari bagian keuntungan bank syariah yang melebihi tingkat imbalan yang kompetitif. Sementara metode income smoothing tanpa mitigasi adalah metode di mana bank syariah dapat mengurangi bagian keuntungannya untuk diberikan kepada nasabah sebagai hibah/hadiah agar tingkat imbalannya kompetitif. Sementara berdasarkan kepada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) terkait, income smoothing diperbolehkan dengan memenuhi beberapa syarat tertentu antara lain : (i) dilakukan secara terbatas, yaitu hanya dalam kondisi di mana loyalitas nasabah harus dijaga yang disebabkan rendahnya daya saing tingkat imbalan yang diperoleh nasabah, (ii) kebijakan income smoothing boleh dilakukan apabila dalam praktiknya tidak menimbulkan kecenderungan praktik ribawi terselubung dan tidak menghilangkan karakteristik bagi hasil yang didasarkan pada hasil nyata dengan memastikan tingkat imbalan tertentu, dan (iii) kebijakan income smoothing yang dilakukan tidak boleh mengurangi bagi hasil yang merupakan hak nasabah kecuali disepakati lain dalam akad. Pada prakteknya, walaupun belum diatur secara tersendiri oleh Bank Indonesia namun terdapat bank Syariah di Indonesia yang telah melakukan Income Smoothing. Pelaksanaannya dilakukan pada saat tertentu yaitu saat imbal hasil produk Mudharabah secara equivalent rate-nya sangat 25
LPPS 2012 jauh di bawah bank lain yang memberikan return pasti, dan hanya diberikan terbatas kepada nasabah yang ‘sensitif’ serta atas persetujuan direksi maupun adanya opini DPS. •
Melakukan penyusunan Outlook Perbankan Syariah 2013, yang berisi pemaparan mengenai pelaksanaan kebijakan yang telah digariskan pada tahun sebelumnya dan kondisi perekonomian serta proyeksi pertumbuhan perbankan syariah di tahun 2013, termasuk juga arah kebijakan perbankan syariah pada tahun 2013. Hasil outlook ini kemudian dipresentasikan di hadapan stakeholders perbankan syariah dalam Seminar Akhir Tahun Perbankan Syariah, dan sebagai salah satu bahan arahan Gubernur Bank Indonesia dalam acara Bankers’ Dinner 2012.
•
Melaksanakan kegiatan Working Group Perbankan Syariah WGPS bersama Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) dan Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS IAI) antara lain berupa penyiapan materi dan pembahasan usulan rekomendasi terkait fatwa perbankan syariah, untuk kemudian disampaikan kepada Badan Pelaksana Harian DSN untuk diproses lebih lanjut sampai dengan terbitnya fatwa jika diperlukan fatwa atau sebatas opini syariah DSN-MUI. Selanjutnya keputusan yang dikeluarkan DSN-MUI tersebut ditindaklanjuti oleh Bank Indonesia dengan penyusunan ketentuan perbankan syariah jika diperlukan serta standar akuntansinya oleh DSAS IAI. Rekomendasi yang telah dikeluarkan WGPS sepanjang tahun 2012 mencakup topik : (i) Hedging Bank Syariah (Tahawuth), (ii) Murabahah dan Investasi Emas, (iii) Wa’ad dalam Kontrak Multi Akad, (iv). Wadi’ah atau Qardh dalam Funding, dan (v) Hadiah dalam Produk Perbankan Syariah.
•
Melaksanakan kegiatan Komite Perbankan Syariah (KPS), antara lain berupa penyiapan materi dan perumusan rekomendasi kepada Bank Indonesia dalam rangka implementasi Prinsip Syariah yang diatur dalam fatwa DSN MUI ke dalam Peraturan Bank Indonesia sebagaimana amanah Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Selain itu, diharapkan berbagai rekomendasi KPS tersebut dapat mencakup dan turut serta berperan dalam pengembangan perbankan syariah secara umum.
•
Melaksanakan kerjasama strategis bilateral dengan DSN-MUI berdasarkan Perjanjian Kerjasama antara Bank indonesia dan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia dalam Mengembangkan Perbankan Syariah di Indonesia Nomor 14/PK/DPbS tanggal 12 Maret 2012 yang merupakan tindak lanjut Nota Kesepahaman antara Bank lndonesia dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama lndonesia No.12/1/BI/DPbS/NK - No.B-031/DSN-MUI/ll/2010, tanggal 3 Februari 2010. (Perkembangan WGPS, KPS dan Kerjasama Bilateral dengan DSN MUI lebih jauh dapat dilihat di Bab Kerjasama Domestik dan Internasional).
•
Melakukan penyusunan stance dan posisi Bank Indonesia dalam forum kerjasama organisasi kerjasama keuangan syariah internasional seperti dalam Governing Board Meeting IILM, Council Meeting IFSB maupun Board of Directors IIFM. Serta penyusunan tanggapan posisi Indonesia (Bank Indonesia) terhadap program kegiatan non rutin dari institusi keuangan syariah Internasional seperti IDB, yaitu dalam pembahasan dan penyusunan : (i) Risk Management on Islamic Finance (kerjasama IDB dengan GARP) dan (ii) Financial Sector Assessment Program (FSAP) on Islamic Finance (kerjasama IDB dengan IMF-World Bank).
26
LPPS 2012 •
Kegiatan pengembangan perbankan dan keuangan syariah Indonesia supaya lebih dapat dikenal di dunia internasional, melalui penyelenggaraan seminar internasional keuangan syariah Bank Indonesia yang ke-2, yang dilaksanakan pada bulan Mei 2012 di Bandung. Seminar dihadiri oleh Presiden Islamic Development Bank (IDB) Group dari Arab Saudi, dan perwakilan dari lebih 11 negara di dunia dengan jumlah peserta lebih dari 250 orang yang berasal dari regulator, praktisi, akademisi dan stakeholders keuangan syariah lainnya. Lebih jauh, Bank Indonesia juga turut aktif dalam mengkomunikasikan framework kebijakan perbankan syariah Indonesia maupun perkembangan perbankan dan keuangan syariah Indonesia di dunia internasional, bekerjasama dengan berbagai pihak seperti SESRIC-OIC, IFSB dan Kedutaan Besar Republik Indonesia melalui berbagai aktivitas seperti pengiriman narasumber/pembicara seminar dan pelatihan maupun penyelenggaraan seminar perbankan/keuangan syariah di berbagai belahan dunia antara lain di Bahrain, Malaysia, Mesir, Singapura, Mauritius, Tajikistan, Turki dan London-UK. Kegiatan promosi perbankan dan keuangan syariah Indonesia di dunia internasional ini intens dilakukan, agar dapat lebih menunjukkan kiprah dan posisi Indonesia dalam keuangan syariah dunia, sehingga diharapkan dapat membuat Indonesia menjadi salah satu referensi dan pusat keuangan syariah dunia. Hal ini rupanya telah diapresiasi oleh dunia internasional, dimana Bank Indonesia atas kiprahnya mempromosikan keuangan syariah selama tahun 2012 telah memperoleh penghargaan dari Islamic Finance News (IFN) Malaysia sebagai “The Best Central Bank in Promoting Islamic Finance”.
•
Melakukan penyusunan Product Development Strategic Plan (PDSP), sebagai salah satu arah kebijakan pengembangan produk perbankan syariah kedepan. Perkembangan produk perbankan syariah dalam beberapa tahun terakhir, mulai menunjukkan inovasi yang disesuaikan kebutuhan dan karenanya mendapatkan sambutan luas masyarakat. Namun demikian, sejumlah kendala dan kritik dialamatkan kepada perbankan syariah terkait produk dan layanan yang ditawarkan. Diantara kritik dimaksud antara lain, produk yang dinilai menyerupai atau meniru produk bank konvensional, variasi produk yang terbatas karena didominasi produk berbasis utang-piutang, dan kurang mengedepankan produk bagi hasil, dan baru melayani sebagian segmen yaitu segmen ritel, dan produk yang mahal dan kurang memihak pada upaya pengentasan kemiskinan. Di sisi lain, kendala yang dihadapi bank-bank syariah seperti keterbatasan SDM dan kemampuan R&D, landasan hukum yang kurang memadai, dan tingginya konsentrasi industri pada beberapa bank konvensional yang menyebabkan inefisiensi pada sebagian besar bank termasuk bank syariah, umumnya belum dipahami oleh masyarakat sebagai hal yang mempengaruhi pengembangan dan kualitas produk bank syariah. Dalam konteks ini, penyusunan PDSP ditujukan untuk mengevaluasi perkembangan, mengidentifikasi tantangan dan peluang pengembangan, serta menentukan arah dan strategi pengembangan produk perbankan syariah ke depan. Sesuai tujuan tersebut, secara garis besar lingkup materi PDSP meliputi identifikasi aspek-aspek strategis pengembangan produk termasuk proses pengembangan produk dan sharia governance, mapping posisi dan arah pengembangan produk bank-bank syariah dikaitkan dengan pengembangan model bisnis, serta perumusan arah dan strategi pengembangan produk. Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah berkembangnya variasi produk perbankan syariah yang dapat bersaing dan diterima oleh pasar, dan sesuai dengan kebutuhan beragam segmen jasa keuangan yang berkembang di Indonesia.
27
LPPS 2012 Dari sisi proses, penyusunan PDSP yang dimulai pasca perumusan model bisnis perbankan syariah sebagai referensi utama, telah melewati beberapa tahap yaitu survey proses pengembangan produk bank syariah, diskusi dan penyusunan opinion papers, serta Focus Group Discussion (FGD) dengan perbankan syariah. Sedangkan dari sisi materi, PDSP disusun dengan mempertimbangkan (i) gap antara produk perbankan syariah dengan kebutuhan masyarakat (produk bank konvensional lokal dan bank syariah internasional sebagai proxy), (ii) proses pengembangan produk perbankan syariah, termasuk aspek sharia governance dan aspek perizinan, (iii) isu penerapan prinsip syariah dalam fungsi dan produk perbankan syariah, serta (iv) perkembangan ekonomi, demografi, regulasi dan persaingan pada industri perbankan. Berdasarkan evaluasi berbagai aspek tersebut, kebijakan pengembangan produk perbankan syariah akan diarahkan untuk membangun positioning bank syariah sebagai lembaga intermediasi bagi kegiatan investasi yang memiliki keterkaitan dan berdampak langsung pada aktivitas ekonomi riil. Dalam rangka membangun positioning dimaksud, dalam jangka menengah hingga tahun 2020, diperlukan strategi yang secara garis besar meliputi: i.
mengembangkan produk dan layanan investasi dalam rangka mengakomodasi minat dan kebutuhan investasi masyarakat;
ii.
memperkuat keterkaitan produk dan aktivitas perbankan syariah dengan aktivitas dan risiko sektor riil yang menjadi karakteristik utama perbankan syariah Indonesia;
iii.
meningkatkan kapasitas perbankan syariah dalam memenuhi perkembangan kebutuhan jasa keuangan masyarakat guna mendukung pertumbuhan aset;
iv.
mengembangkan peran perbankan syariah sebagai agen pemerataan ekonomi;
v.
menciptakan lingkungan yang lebih kondusif dalam rangka mendorong inovasi dan aplikasi variasi fitur produk perbankan syariah; dan
vi.
memperkuat governance dan meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum bagi bank dan nasabah.
Penjabaran dan implementasi strategi dimaksud tidak hanya menjadi tugas dan tanggungjawab bersama regulator dan perbankan syariah, namun juga sangat memerlukan dukungan stakeholder terkait termasuk didalamnya pemerintah, lembaga legislatif/yudikatif, pakar hukum dan keuangan syariah.
2.1.4. Kegiatan Bidang Pengembangan Pengawasan Sejalan dengan arah kebijakan penguatan tata kelola dan manajemen risiko Perbankan Syariah, Bank Indonesia secara berkelanjutan terus meningkatkan efektivitas pengawasan bank, terutama melalui penyempurnaan metode dan infrastruktur pengawasan. Pengembangan Aplikasi Pengawasan dan Penyempurnaan Laporan Beberapa penyempurnaan laporan dan aplikasi pengawasan yang dikembangkan dalam rangka menunjang kegiatan pengawasan terhadap perbankan syariah, antara lain: 1. Penyempurnaan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI) BUS dan UUS 28
LPPS 2012 Penyempurnaan PAPSI 2003 didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain keluarnya Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) Syariah dan PSAK 101-107 pada 2007 yang merevisi PSAK 59 yang merupakan acuan PAPSI 2003 serta perubahan ketentuanketentuan terkait. Selain itu, kebutuhan penyempurnaan PAPSI 2003 juga didorong adanya penerbitan PSAK 101 (revisi) dan PSAK 110 pada 2011 serta adanya perubahan signifikan SAK Umum sebagai dampak konvergensi IFRS antara prudential dengan akuntansi. Selanjutnya, PAPSI 2012 untuk bank syariah terbagi atas dua yaitu PAPSI untuk BUS-UUS dan PAPSI untuk BPRS. Pembagian PAPSI tersebut dilakukan dengan pertimbangan kompleksitas usaha antara BUS-UUS yang lebih tinggi dibandingkan BPRS dan adanya SAK ETAP pada 2009 dan sudah diterapkan pada BPR sejak 2010. Sementara itu dari sistematika penyusunan, PAPSI 2012 memiliki pendekatan asas dan karakteristik dari transaksi yang terjadi dalam Perbankan Syariah. Kondisi ini berbeda dengan PAPSI 2003 yang sistematikanya didasarkan pada counterpart dari transaksi yang terjadi dengan bank syariah. Dengan adanya perubahan pendekatan tersebut, diharapkan memudahkan stakeholder untuk memahami pencatatan transaksi di Perbankan Syariah. Draft final PAPSI BUS-UUS telah disosialisasikan kepada BUS-UUS dalam kegiatan limited hearing pada bulan Desember 2012 di Bank Indonesia. Berdasarkan masukan tersebut, maka PAPSI BUSUUS akan direncanakan diterbitkan pada triwulan I tahun 2013. Sementara itu untuk PAPSI BPRS direncanakan akan terbit pada triwulan IV tahun 2013. 2. Penyusunan Pedoman Forum Panel Pengawasan BPRS Untuk mendukung kegiatan pengawasan bank berbasis risiko, Bank Indonesia telah mengembangkan proses quality assurance (QA) terhadap kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh satuan kerja pengawasan di Bank Indonesia. Proses QA pertama kali diterapkan untuk bank umum baik konvensional maupun syariah. Kegiatan Forum Panel Pengawasan BPRS sebagaimana diatur dalam Pedoman Forum Panel Pengawasan BPRS dilaksanakan dalam rangka penilaian terhadap kegiatan pengawasan yang dilakukan di BPRS. Penilaian tersebut menekankan pada Know Your Bank (KYB), Risk Profile, penilaian Tingkat Kesehatan (TKS) BPRS, kesesuaian rencana dan strategi pengawasan serta tindaklanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas di satuan kerja pengawasan yang membawahi pengawasan BPRS. Forum panel dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun untuk BPRS yang dinilai bermasalah, sedangkan forum panel untuk BPRS yang tidak termasuk dalam kategori bermasalah dilakukan sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Dengan adanya Forum Panel Pengawasan BPRS tersebut diharapkan kualitas hasil pengawasan yang dilaksanakan Bank Indonesia semakin meningkat dan akurat. Draft final pedoman panel dimaksud telah diselesaikan pada bulan Desember 2012. Lebih lanjut, Pedoman Forum Panel Pengawasan BPRS direncanakan akan diterbitkan pada semester I tahun 2013. 3. Pengembangan Aplikasi Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (LBUS) Sebagaimana telah dilaporkan dalam Laporan Perkembangan Perbankan Syariah (LPPS) Tahun 2011, Bank Indonesia telah melakukan penyempurnaan Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (LBUS) 2003. Kelanjutan penyempurnaan pedoman tersebut adalah penyempurnaan dalam sistem pelaporan LBUS dimaksud yang berbeda dengan sistem pelaporan LBUS sebelumnya. Titik penting 29
LPPS 2012 sistem pelaporan adalah bank syariah dalam pelaporan LBU-nya akan menyampaikan data dalam bentuk metadata atau data individu tiap transaksi dengan mengacu kepada kamus data LBUS penyempurnaan 2003 yang terstandarisasi di dalam platform XBRL. Kondisi ini sangat berbeda dengan sistem pelaporan sebelumnya (LBUS 2003) yang berdasarkan form laporan (form based). Sistem pelaporan tersebut direncanakan akan dimulai pada bulan Juli 2013 dengan pelaporan data bulan Juni 2013. Terkait dengan perubahan format dan mekanisme pelaporan tersebut, Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi perubahan sistem dengan format LBUS penyempurnaan 2003 tersebut kepada seluruh BUS/UUS beserta proses pendampingan (coaching clinic) terhadap bank syariah untuk mendukung kesiapan bank syariah didalam implementasi sistem pelaporan tersebut. Seiring dengan perubahan sistem pelaporan tersebut, diharapkan akan memberikan efisiensi dan fleksibilitas pelaporan, sekaligus menjadi pioner didalam industri perbankan nasional. Kegiatan terkait pengembangan sistem pelaporan Bank Umum Syariah ini merupakan bagian dari integrasi sistem pelaporan Bank Indonesia dalam kerangka Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan (LSMK). 4. Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi Perbankan (SIP) Untuk Bank Syariah Bank Indonesia melakukan penyempurnaan dalam konsep pengawasan berbasis risiko dengan menerapkan penilaian tingkat kesehatan bank dengan prinsip Risk Based Bank Rating (RBBR). Adanya penilaian TKS bank secara RBBR, menekankan pada kedalaman pemahaman KYB (Know Your Bank) yang dimiliki pengawas sehingga diharapkan pengawas mampu mengidentifikasi dan menilai profil risiko bank yang diawasi secara baik dan akurat. Pada akhirnya pengawas mampu memberikan penilaian TKS bank secara tepat dengan mempertimbangkan profil risiko, pelaksanaan GCG, kemampuan rentabilitas serta ketahanan modal bank. Terkait dengan rencana implementasi RBBR tersebut Bank Indonesia telah menyiapkan infrastruktur pengawasan berupa Aplikasi Sistem Informasi Perbankan (SIP) untuk Bank Syariah yang memfasilitasi pengawas didalam mendapatkan informasi bank yang diawasi. 5. Pengembangan Aplikasi Rencana Bisnis Bank (RBB) untuk BPRS Salah satu alat/tools yang dikembangkan oleh Bank Indonesia agar pengawasan BPRS menjadi lebih baik dan efektif adalah dengan melakukan pengembangan aplikasi RBB BPRS secara online. Pengembangan tools tersebut adalah untuk memperkuat kegiatan pengawasan dengan penyajian informasi RBB BPRS secara akurat dan tepat waktu. Tahapan pengembangan aplikasi ini telah dimulai sejak tahun 2012, yaitu dengan telah dilakukannya terlebih dahulu kajian atas RBB untuk BPRS yang menghasilkan cakupan informasi dalam pelaporan RBB BPRS dan menyusun user requirement aplikasi pelaporan RBB BPRS. Selanjutnya, pengembangan aplikasi RBB BPRS tersebut dilakukan tahun 2013. Diharapkan aplikasi tersebut dapat menjadi media dokumentasi pengawas terhadap pelaporan RBB BPRS sekaligus monitoring pencapaian atas RBB BPRS tersebut. Pelatihan Beberapa kegiatan pelatihan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kompetensi pengawas bank syariah antara lain : 30
LPPS 2012 1. Pelatihan Pengawas Perbankan Syariah Pelatihan Pengawas Perbankan Syariah merupakan program pelatihan yang dilakukan secara reguler oleh Bank Indonesia dalam rangka pembekalan dan peningkatan kompentensi pengawas bank syariah. Pelatihan ini terbagi atas tiga jenjang yaitu : a. Pendidikan Dasar Pengawasan Bank Syariah Jenjang pendidikan ini diperuntukkan bagi pembekalan bagi para pengawas yang belum memiliki dasar teori dan pengawasan bank syariah. Sebagian besar peserta pelatihan ini merupakan pegawai atau pengawas Bank Indonesia yang baru berkiprah di pengawasan bank syariah. Sementara itu selama tahun 2012, pelaksanaan Pendidikan Dasar Perbankan Syariah diikuti oleh 28 peserta yang berlangsung di Surabaya, Jawa Timur. b. Pendidikan Menengah/Intermediate Pengawasan Bank Syariah Bentuk dari pelatihan yang dilakukan pada level intermediate kepada pengawas Perbankan Syariah ini adalah dalam bentuk klasikal dan on the job training. Penekanan materi dalam klasikal adalah adanya perubahan ketentuan dan aplikasi yang berpengaruh dalam proses pengawasan. Sementara dalam on the job training, pengawas akan diberikan kesempatan melakukan pemeriksaan BPRS secara langsung sehingga pengawas dapat mempratekkan beberapa teknik pemeriksaan sebagaimana telah diberikan pada saat klasikal dan pendidikan dasar sebelumnya diantaranya adalah melakukan interview dengan pejabat BPRS untuk memperoleh data maupun bagaimana mengurai serta menyimpulkan suatu informasi yang telah didapat menjadi temuan. Pengawas dapat juga melakukan sharing pengalaman dalam melakukan pemeriksaan yang selama ini pernah ditemukan sehingga dapat diperoleh perlakuan yang sama apabila mendapatkan kondisi temuan yang sama. Pelatihan dimaksud diikuti sekitar 50 peserta yang diselenggarakan di Makassar dan Yogyakarta. 2. Pelatihan Modul Aplikasi Early Warning System (EWS), EDW dan Simwas BPRS Sejalan dengan peningkatan pemanfaatan dan sosialisasi aplikasi pengawasan BPRS kepada pengawas, Bank Indonesia pada tahun 2012 telah menyelenggarakan sosialisasi/pelatihan untuk aplikasi EWS, EDW dan Simwas BPRS. Pelatihan EWS BPRS diarahkan pada peningkatan pemahaman pengawas dalam membaca indikator pada aplikasi EWS BPRS, yaitu meliputi confident indicator, general information dan leading indicator. Selanjutnya, pelatihan aplikasi Simwas BPRS ditujukan sebagai sosialisasi kepada pengawas terkait dengan tugas dan tanggung jawab didalam penggunaan aplikasi Simwas BPRS khususnya modul penilaian TKS BPRS. Sementara itu untuk pelatihan EDW BPRS dimaksudkan sebagai pengenalan sekaligus sosialisasi aplikasi EDW BPRS tersebut. 3. Pelatihan RBBR untuk Pengawas Bank Syariah Sejalan dengan adanya perubahan konsep pengawasan berbasis risiko dari penilaian TKS berdasarkan indikator keuangan (Capital, Asset, Earning, Liquidity dan Sensitivity to Market Risk) serta penilaian Manajemen (Manajemen Umum, Manajemen Risiko, Manajemen Kepatuhan) menjadi konsep pengawasan berbasis RBBR, Bank Indonesia melaksanakan pelatihan RBBR kepada pengawas bank syariah. Pelatihan tersebut diharapkan mampu membekali pengawas bank 31
LPPS 2012 syariah dengan pemahaman dan pengetahuan penilaian TKS berbasis RBBR. Pelatihan dilaksanakan pada bulan Desember 2012 di Jakarta. 4. Pelatihan Gadai Emas Dalam rangka peningkatan kompetensi pengawas bank syariah khususnya untuk produk gadai emas, Bank Indonesia melakukan pelatihan gadai emas kepada pengawas bank syariah. Pelatihan tersebut diselenggarakan Bank Indonesia dengan bekerjasama dengan salah satu bank penyelenggara gadai emas, yaitu PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk – Unit Usaha Syariah. Hingga tahun 2012 telah dilakukan pelatihan Gadai emas sebanyak 3 (tiga) kali dan selanjutnya Bank Indonesia akan berkomitmen untuk terus dan berkelanjutan mengadakan pelatihan tersebut kepada seluruh pengawas Bank Syariah.
2.1.5. Kegiatan Bidang Pengembangan Produk dan Edukasi Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Produk dan Pasar • Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Produk Seiring semakin berkembangnya perbankan syariah dan semakin dikenalnya perbankan syariah oleh masyarakat, perbankan syariah dituntut untuk lebih meningkatkan kualitas layanan untuk memenuhi kebutuhan nasabah. Pemenuhan kebutuhan nasabah tersebut antara lain dilakukan melalui peningkatan service excellent dan inovasi produk. Perbankan syariah diharapkan dapat meluncurkan produk baru yang inovatif,unik dan beragam sehingga dapat dirasakan kemanfaatannya oleh setiap segmen sesuai dengan segmentasi baru nasabah. Dalam rangka mengakomodasi perkembangan terkini dari inovasi produk yang telah dilakukan oleh perbankan syariah, perlu upaya-upaya untuk lebih mendukung kebijakan pengembangan perbankan syariah. Salah satu upaya yang dilakukan Bank Indonesia untuk mendukung pengembangan produk antara lain penyempurnaan kodifikasi produk perbankan syariah melalui updating produk yang telah memperoleh perizinan dari Bank Indonesia serta review kembali kodifikasi dari semula lebih berfokus kepada akad menjadi lebih berfokus kepada produknya. Penyempurnaan kodifikasi produk telah dilakukan sejak tahun 2011 dengan memprioritaskan pada penyempurnaan kodifikasi produk-produk perbankan syariah yang telah diluncurkan sejak 2008 dan yang telah dikeluarkan ketentuannya pada tahun 2009. Pada tahun 2012, penyempurnaan kodifikasi produk terus dilakukan agar dapat mengakomodir inovasi produk baru yang diluncurkan oleh perbankan syariah. Kodifikasi ini menjadi panduan bagi bank syariah dalam menerbitkan produk baru sehingga produk yang dikeluarkan bersifat standar meskipun memiliki perbedaan dalam beberapa fitur layanan, tergantung dari kemampuan dan kreatifitas bank masing-masing. Dengan demikian proses perizinan maupun pelaporan produk yang merupakan ketentuan turunan dari Undang-undang Perbankan Syariah, dapat dilakukan secara lebih efisien. Pada tahun 2012 juga, telah dibentuk working group pengembangan produk unggulan perbankan syariah dalam rangka melakukan evaluasi dan menyusun rekomendasi bersama terkait produk unggulan yang dapat disediakan oleh industri perbankan syariah, dengan keanggotaan dari
32
LPPS 2012 Bank Indonesia dan Industri perbankan syariah. Lebih lanjut mengenai working group produk ini, dapat dilihat dalam Boks berikut ini.
WORKING GROUP PRODUK PERBANKAN SYARIAH Salah satu tantangan dalam pengembangan perbankan syariah Indonesia adalah relatif kurangnya keragaman produk dimana jumlah produk bank syariah di Indonesia hanya sekitar 16 dibandingkan sekitar 27 produk bank konvensional. Sementara diketahui secara global produk bank syariah cukup banyak, dimana di Malaysia saja terdapat sekitar 46 produk bank syariah (investasi penghimpunan dana, pembiayaan, dan jasa). Dampak dari relatifnya kurang bervariasinya produk bank syariah adalah menjadikan pilihan masyarakat akan layanan syariah yang relatif terbatas, sehingga tidak mendorong pembentukan pendalaman finansial yang optimal. Hasil penelitian terhadap Persepsi Perbankan Syariah pada periode Desember 2011-Januari 2012 yang berkaitan dengan produk diketahui dua hal yang mendasar bahwa: pertama; produk perbankan syariah Indonesia tidak menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah (termasuk usaha mikro kecil) sehingga fungsi sosial bank syariah dipandang masih kurang; kedua; produk perbankan syariah Indonesia masih bersifat ekslusif dan kurang bervariasi, yang seharusnya bersifat terbuka (inklusif), dan lebih beragam yang dapat menjangkau seluruh lapiran masyarakat. Padahal sebagaimana nilai-nilai utama (Value Proposition) yang menjadi faktor penentu utama dari pengembangan model bisnis perbankan syariah antara lain menginginkan adanya bank syariah yang beroperasi benar-benar sesuai sharia compliance, dan sustainable growth yang dapat meningkatkan taraf hidup serta mengentaskan kemiskinan maupun peningkatan akses masyarakat ke sektor keuangan (financial inclusion). Pada tanggal 25 April 2012 dibentuk Working Group Produk Unggulan Perbankan Syariah dan kemudian setelah melalui beberapa pertemuan intensif selama bulan Mei s.d. September 2012 diperoleh masukan bahwa produk unggulan perbankan syariah perlu memperhatikan; segmen masyarakat yang rasional dalam aspek pelayanan dan kelebihan finansial yang ditawarkan; memiliki diferensiasi, menarik dan mudah diterima masyarakat luas; menggunakan pendekatan produk bukan akad, karena dalam satu produk dapat digunakan beragam akad tergantung kebutuhan nasabah; mengakomodir nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang ada di masyarakat Indonesia dan tentu saja penting sekali agar produk senantiasa sesuai dengan aspek syariah. Berdasarkan pemetaan terhadap daya saing secara segmentasi penyaluran pembiayaan perbankan syariah maka diketahui pemetaan persaingan usaha sekaligus penunjukan daya saing bank syariah sebagai berikut:
33
LPPS 2012 Berdasarkan kepada hasil pemetaan dan masukan dari WG perbankan syariah, Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia, Komite Perbankan Syariah dan Dewan Syariah Nasional maka terdapat tiga rekomendasi produk unggulan perbankan syariah yaitu: Tabungan Syariah, Pembiayaan Kepemilikan Aset Secara Bertahap (Musyaraqah Mutanaqisah) dan Pembiayaan Mikro Syariah, dengan skim dan fitur sebagai berikut: 1.
Tabungan-ku Syariah Definisi produk
• Tabungan syariah dalam mata uang rupiah yang sangat terjangkau bagi dan semua kalangan masyarakat serta bebas biaya administrasi. • Berdasarkan prinsip syariah dengan akad mudharabah (bagi hasil) atau wadiah (titipan).
Fitur produk
• • • • • • •
Persyaratan
• • • •
Identitas Nasabah WNI : KTP/SIM/Paspor yang masih berlaku Identitas Pelajar : Menggunakan KTP/SIM/Paspor orang tua /kartu pelajar Masyarakat atau pelajar dibawah 17 tahun dapat membuka rekening Setoran pembukaan minimum kisaran : Rp 20.000 – Rp.50.000.
Pengaturan
• •
Menggunakan jaringan switching ATM yang luas: ATM Bersama, Prima, Link. TabunganKu iB untuk menampung pembayaran gaji karyawan, pembayaran SPP sekolah Islam, tabungan haji, tabungan umrah, transaksi KUA, dana masjid, dana lembaga Islam.
Segmen
•
Mass market
Faktor penting
• • •
Insentif (a.l. pajak, biaya interkoneksi ATM) Pelajar dibawah 17 tahun dapat langsung buka rekening dengan ID Kartu Pelajar. Ada Key Performance Indicator (KPI) untuk office chanelling.
Prosedur sederhana dan cepat. Setoran awal minimum yang rendah dan dapat disetor di semua outlet Bank Syariah,. Akses penyetoran dan penarikan yang mudah (interkoneksi seluruh ATM dengan iB Net). Jumlah saldo tidak berkurang Bebas biaya dan Gratis biaya administrasi untuk semua saldo Dapat memberikan hadiyah Saldo minimum : Rp 20.000, biaya seluruh jenis transaksi ATM maks Rp.1000/transaksi. biaya kartu ATM maksimal Rp.20.000,-. • Minimum penarikan : Rp 20.000, Biaya rekening tidak aktif : Rp 1.000/bulan, Bebas biaya penutupan
2. Pembiayaan Mikro Syariah Definisi produk
Pembiayaan untuk modal usaha berdasarkan prinsip syariah (mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, qardh) kepada nasabah usaha mikro untuk semua sektor industri yang tidak bertentangan dengan syariah, baik secara langsung maupun melalui llembaga atau koperasi yang tidak sedang menerima pembiayaan atau kredit dari Perbankan dan/atau kredit program, lainnya
Fitur pembiayaan
• • • • •
Fleksibel untuk berbagai bentuk usaha produktif nasabah mikro. Tidak mengutamakan agunan selain objek yang dibiayai, jaminan kelompok dan agunan tambahan kebendaan. Prosedur yang sederhana dan cepat. Asuransi mikro untuk perlindungan terhadap ahli waris dan santunan jika pasangan meninggal dunia Jaringan kantor sendiri atau kerjasama dengan lembaga lain.
Skema pembiayaan
• • • •
Pembiayaan modal usaha Usia minimal 18 tahun dan maksimal 65 tahun. Nasabah WNRI mempunyai fotocopy KTP/KK dan sejenisnya atau surat keterangan dari RT/RW/Kelurahan. Mempunyai tempat usaha milik sendiri atau milik pihak lain atau sewa dan sejenisnya diwilayah domisili nasabah. Mempunyai pembukuan atau catatan usaha atau sarana lainnya untuk pemisahan dan pemantauan angsuran dana pembiayaan , kebutuhan sehari-hari dan dana tabungan. Maksimum bagi hasil atau margin atau sewa ijarah 1.5%/periode waktu perputaran usaha (mingguan, bulanan). Jangka Waktu maks.imum 3 tahun.
• • •
34
LPPS 2012
Pola pembiayaan
3.
Grup/Kelompok • Membentuk grup atau kelompok nasabah sebagai bentuk saling rekomendasi nasabah perorangan dalam grup.
Inti-Plasma Kemitraan • Terdapat keterikatan • Terdapat pola kemitraan terpadu antara produksi antara perusahaan kelompok/perusahaan/koperasi dengan inti nasabah • Perusahaan Inti sebagai • Terdapat hak dan kewajiban yang jelas penjamin pembelian atas antara kelompok/perusahaan/koperasi hasil usaha plasma dengan nasabah • Jaminan pembiayaan dari • Jaminan pembiayaan dari perusahaan inti dan/atau kelompok/perusahaan/koperasi dan/atau nasabah nasabah.
Sistem dan Pedoman Pembiayaan
•
Segmen yang dituju
• Lower mass dan mass market • 52 jt nsb, Paling potensial: Jabodetabek, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Bali Sumsel, dan Lampung. Potensial: Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Kalsel, Sulawesi.
Lainnya
• • •
Bank memiliki sistem dan pedoman pembiayaan yang sekurangnya mencakup: seleksi nasabah, pembentukan grup nasabah, pelatihan dasar nasabah, kelayakan pembiayaan, administrasi dan dokumentasi, verrifikasi nasabah, penyaluran pembiayaan, pemantauan pembiayaan, struktur organisasi internal , dan mitigasi resiko.
Agunan tetap diperlukan Jumlah pembiayaan dinaikan menjadi maksimum Rp200 juta. Proteksi BPRS dalam pembiayaan mikro.
Pembiayaan Kepemilikan Aset Bertahap (MMQ) Definisi produk
• Pembiayaan Kepemiilikan Aset Bertahap (MMQ) adalah pembiayaan kepada perorangan atau lembaga dengan menggunakan skema musyarakah mutanaqisah untuk kepemilikan aset • Dalam MMQ bank dan nasabah bersama-sama melakukan pembiayaan untuk pengadaan aset dan aset tersebut disewakan kepada nasabah. Hasil sewa dibagihasilkan antara bank dan nasabah secara proporsional. • Selain membayar biaya sewa, nasabah juga mengambil alih porsi pembiayaan bank secara bertahap, sehingga pada akhir aset tersebut dimiliki oleh nasabah secara penuh.
Fitur
• • • • •
Jenis aset
Rumah tinggal, rumah susun, rumah toko, rumah kantor, apartemen, kendaraan bermotor, aset tetap atau benda bergerak lain.
Skema pembiayaan
• • • • • •
Bentuk transaksi
• Transaksi langsung pembiayaan dari bank kepada nasabah end user/pemohon. • Transaksi tidak langsung pembiayaan PKAB kepada end user dengan melibatkan pihak ketiga sebagai mitra kerjasama pembiayaan baik channeling maupun executing seperti dengan lembaga pembiayaan, koperasi atau lembaga lainnya.
Perusahaan mitra pembiayaan
• Perusahaan pembiayaan atau koperasi milik pemerintah, BUMN, swasta yang tidak tercantum dalam DKM, track record baik. • Telah berpengalaman minimal 3 tahun • Memiliki standar operasional penyaluran pembiayaan yang layak. • Untuk pengembang direkomendasikan oleh Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) serta tidak memiliki pembiayaan dengan status non lancar. • Untuk Dealer Kendaraan Bermotor memiliki outlet yang tersebar di Jabodetabek dan ibukota propinsi serta tidak memiliki pembiayaan dengan status non lancar.
Segmen dituju
• Mass market dan Affluent Market
Lainnya
• Pembiayaan untuk properti yang ready stock dan non-ready stock sepanjang memiliki perencanaan/perizinan yang jelas. • Pembiayaan atas nama nasabah yang dilengkapi dengan perjanjian tambahan bahwa kepemilikan akan beralih sepenuhnya setelah pembiayaan dilunasi nasabah. • Waad dalam akad pembiayaan (MM) harus bersifat mengikat (binding). • ATMR untuk pembiayaan MM sama seperti Murabahah.
Fleksibel untuk berbagai bentuk pembiayaan aset nasabah termasuk untuk usaha kecil. Prosedur yang sederhana dan cepat serta mudah diakses. DP yang rendah min.10%. Jk Waktu maks.10-15 tahun. Penyaluran pembiayaan bank atau kerjasama dengan perush.pembiayaan.
Mempunyai legalitas dan perijinan usaha sesuai ketentuan yang berlaku atau telah memiliki sumber pendapatan yang layak. Usaha memenuhi ketentuan dan persyaratan Pembiayaan yang berlaku serta dinyatakan layak oleh bank. Tidak termasuk dalam daftar kredit macet atau kredit bermasalah. Kondisi Keuangan 2 tahun terakhir & rencana usaha 2 tahun ke depan Bukti kepemilikan agunan. Aset pembiayaan berbentuk properti wajib di APHT-kan.
35
LPPS 2012 • Strategi Pengembangan Pasar Di tengah terjadinya perlambatan perekonomian, perbankan syariah masih mengalami kenaikan jumlah rekening pembiayaan yang relatif cukup tinggi (74%) selama setahun terakhir (Desember 2012, yoy) serta jumlah rekening Dana Pihak Ketiga yang meningkat (31%). Hal ini menunjukkan masih tumbuhnya minat dan permintaan terhadap produk perbankan syariah, serta masyarakat telah semakin mengenal dan merasakan kemanfaatan dari kehadiran bank syariah. Pertumbuhan industri yang pesat ini, tidak terlepas dari kegiatan sosialisasi dan edukasi (iB campaign) yang telah dilaksanakan oleh Bank Indonesia bersama perbankan syariah, baik yang diselenggarakan di bawah koordinasi Departemen Perbankan Syariah (DPbS) maupun oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Strategi pengembangan pasar perbankan syariah atau lebih sering disebut Program iB Campaign telah dilakukan dengan mengacu kepada rekomendasi dari Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah 2008 dan Market Development Strategic Plan 2010 secara berkesinambungan. Adapun berbagai program edukasi dan komunikasi perbankan syariah yang dilakukan selama tahun 2012, lebih difokuskan pada komunikasi kesetaraan “parity” dan keunikan “distinctiveness” produk perbankan syariah, dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap produk perbankan syariah (iB financial literacy). Sebagaimana yang dilakukan pada tahun 2011, Program iB Campaign 2012 juga difokuskan untuk mendekatkan masyarakat langsung dengan produk-produk perbankan syariah dengan strategi program Refocusing Festival Ekonomi Syariah (FES), yaitu partisipasi perbankan syariah di beberapa event terkemuka di tingkat nasional dan terutama di daerah-daerah dalam bentuk iB Paviliun. Konsep iB Paviliun merupakan penyediaan area khusus untuk standstand perbankan syariah sebagai salah satu bentuk kegiatan iB Campaign, dengan melibatkan seluruh bank-bank syariah termasuk yang mempunyai budget yang terbatas untuk kegiatan promosi dan komunikasi. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan mendorong budget sharing dari bank-bank syariah yang akan ikut serta dalam iB Paviliun tersebut. Kegiatan iB Paviliun juga memiliki tujuan khusus untuk mendorong terjadinya transaksi riil (activation) dan mengajak masyarakat untuk memanfaatkan produk perbankan syariah dengan pola pendekatan segmen/komunitas masyarakat tertentu antara lain, segmen wanita dan keluarga, segmen profesional muda dan pengusaha, segmen kaum muda, segmen akademisi dan ulama, serta segmen pengguna internet atau netizen. Dalam upaya untuk terus mendorong pertumbuhan perbankan syariah, pada 2012, strategi edukasi dan komunikasi yang dilakukan Bank Indonesia meliputi: a. Melanjutkan komunikasi & pencitraan baru perbankan syariah yang lebih inklusif, universal, dengan message “Lebih dari Sekedar Bank”. b. Melanjutkan kehadiran “iB Paviliun” dalam berbagai expo/event populer di kota-kota besar, sebagai strategi “menjemput bola” dalam memperkenalkan produk bank syariah secara konkrit. c. Melanjutkan strategi “Business Matching” dan “Business Gathering” untuk mempertemukan antara kebutuhan pengusaha dengan produk perbankan syariah.
36
LPPS 2012 d. Mensosialisasikan secara lebih intensif tentang “parity in technology” (kesetaraan layanan) bank syariah dengan bank umum konvensional dalam hal teknologi dan jaringan layanan/ ATM bank syariah yang sama modern, sama lengkap, dan sama luas. e. Meluruskan salah persepsi (bahasa baku) dari key opinion leaders tentang kesyariahan aspek konseptual dan operasional perbankan syariah (menghapus stigma “bank syariah tidak syariah”). f. Menampilkan “distinctiveness” perbankan syariah, sekaligus membangun karakter dari iB (brand character): “menghargai kerja keras” dan “kemitraan”. Beberapa kegiatan komunikasi, sosialisasi dan edukasi yang dilakukan Bank Indonesia pada tahun 2012 melalui iB Campaign antara lain: dukungan terhadap film Negeri 5 Menara sebagai ambassador iB Perbankan Syariah, menyelenggarakan Blogshop dan Lomba Menulis Blog bekerjasama dengan Kompasiana (di Bandung, Surabaya dan Makasar), serta exposure media terkait dukungan BI dan iB pada berbagai media. Adapun dalam upaya mendorong pengembangan perbankan syariah, telah dilakukan kegiatan Expo dan Bazaar baik bekerjasama dengan EO / Vendor maupun dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah. Beberapa kegiatan tersebut antara lain, kegiatan Bobo Fair 2012 di Jakarta dan Surabaya (bekerjasama dengan perbankan syariah), dengan tujuan lebih mendekatkan perbankan syariah dengan segmen keluarga yang memiliki anak-anak usia baru lahir sampai usia sekolah menengah pertama. Selain itu, perbankan syariah juga turut berpartisipasi dalam acara IFRA (International Franchise License & Business Concept Expo & Conference) yang merupakan pameran waralaba terbesar di Indonesia bekerjasama dengan pihak Asosiasi Franchise Indonesia, serta Focus Grup Discussion (FGD) mengenai Peluang Pembiayaan Syariah untuk Kelompok Pengusaha di Bidang Properti dan Pertambangan kerjasama dengan Investor Daily. Tujuan dari keikutsertaan dalam kegiatan tersebut adalah sebagai sarana sosialisasi brand image Perbankan Syariah (iB) untuk meningkatkan awareness masyarakat / pengunjung terhadap perbankan syariah serta untuk meningkatkan nilai transaksi terutama dukungan pembiayaan dan DPK bagi perusahaan baik skala kecil maupun menengah. Untuk meluruskan salah persepsi mengenai kesyariahan aspek konseptual dan operasional perbankan syariah, Bank Indonesia melakukan berbagai sosialisasi dan edukasi dengan mengundang para tokoh terkemuka (key opinion leaders), seperti KH. Ma’ruf Amin (Ketua MUI), Halim Alamsyah (Deputi Gubernur BI), Anggito Abimanyu (Dirjen Haji dan Umroh Kemenag) dan lain-lain. Menjelang berakhirnya tahun 2012, dilaksanakan program “Bulan Ekonomi dan Keuangan Syariah” pada bulan November-Desember 2012 yang diawali dengan kegiatan seminar Forum Riset Ekonomi Syariah (bekerjasama dengan IAEI) di Pekanbaru serta diakhiri oleh Seminar Akhir Tahun Perbankan Syariah, Bazar Perbankan Syariah dan Lecture Series Tokoh Keuangan Syariah International bekerjasama dengan IDB di bulan Desember 2012. Beberapa Expo telah diselenggarakan dalam rangka “Bulan Ekonomi dan Keuangan Syariah” di berbagai daerah antara lain :Padang, Bandung, Banjarmasin, Lampung, Jambi dan lain-lain dengan nilai transaksi keseluruhan mencapai ± Rp 96,5 Milyar. Bank Indonesia juga mendukung kegiatan yang bersifat sosialisasi dan edukasi Perbankan Syariah yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi dan media massa antara lain seperti Seminar Umum Ekonomi Syariah-UNJ; Diskusi Jakarta Foreign Correspondence Club; Bincang-Bincang 37
LPPS 2012 Ramadhan dengan Jurnalis Ekonomi Syariah; The 3rd Muslim World Biz; dan Workshop ASBANDA. Di samping itu, telah dilaksanakan kegiatan wawancara dengan berbagai media antara lain Majalah Kontan, Majalah Investor, Bloomberg, Komunitas Jurnalis Radio, Jurnalis Ekonomi Syariah, Jurnalis Kementerian Agama dan MQ TV. Pelaksanaan Pengembangan Sumber Daya Insani Sumber Daya Insani (SDI) merupakan faktor pendukung utama dalam pengembangan perbankan syariah. Pertumbuhan industri yang tinggi dari tahun ke tahun, baik dari sisi total aset, peningkatan penghimpunan dan penyaluran dana, serta penambahan jaringan kantor membutuhkan sumber daya insani yang tangguh dan kompeten. Pemenuhan SDI perbankan syariah sangat strategis untuk mendukung perluasan jaringan perbankan syariah yang telah menjangkau seluruh propinsi di Indonesia. Dengan bertambahnya jaringan perbankan syariah, baik Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), menuntut SDI yang memahami aspek perbankan sekaligus aspek syariah. SDI industri perbankan syariah, pada bulan Desember 2012, berjumlah 31.578 naik sekitar 14% dari jumlah pada tahun 2011 yaitu 27.660. Pertumbuhan ini seiring dengan tumbuhnya aset perbankan syariah. Untuk meningkatkan kompetensi SDI perbankan syariah, Bank Indonesia bekerjasama dengan industri dan lembaga-lembaga terkait telah melakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kompetensi para pelaku perbankan syariah di semua level serta kepada calon-calon pegawai bank syariah. Terkait dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah melakukan kerjasama dengan ICDIF-LPPI melakukan Pelatihan Analisa Pembiayaan Perbankan Syariah, dan Pelatihan Dasar Perbankan Syariah bagi BUS, UUS dan BPRS. Selama tahun 2012, program pelatihan bekerjasama dengan ICDIF-LPPI dimaksud telah dilaksanakan sebanyak 6 (enam) kali. Selain itu, dilakukan pula program TOT (Training of Trainers) bekerjasama dengan universitas-universitas di berbagai wilayah Indonesia yang melibatkan stakeholders terkait, seperti dosen, guru SMA dan mahasiswa S2. Dalam tahun 2012 telah dilakukan sebanyak 6 (enam) kali ToT serta program bantuan dalam rangka edukasi Perbankan Syariah. Program-program tersebut yaitu: a) Program Pelatihan Analisa Pembiayaan Bank Syariah bekerjasama dengan International Center for Development in Islamic Finance – Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (ICDIF-LPPI). Program ini merupakan kerjasama antara Bank Indonesia dengan ICDIF-LPPI dalam bentuk Pelatihan Financing Analysis of Islamic Bank case study : Micro Banking bagi pegawai analisis pembiayaan atau account officer BUS, UUS dan BPRS; Financing Analysis of Islamic Bank case study: Commercial Banking bagi pegawai analisis pembiayaan atau account officer BUS dan UUS; Financing Analysis of Islamic Bank case study: Small and Medium Enterprises Syariah bagi pegawai analis pembiayaan atau account officer BUS, UUS dan BPRS; serta Pelatihan Dasar Perbankan Syariah bagi pegawai / pejabat BUS, UUS, BPRS dan Bank Konvensional. Pelatihan ini dilakukan secara komprehensif agar SDI perbankan syariah memahami produk pembiayaan bank syariah dan mampu melakukan analisa pembiayaan sehingga dapat menyalurkan pembiayaan yang terjaga kualitasnya dan mempertahankan mutu pelayanan kepada nasabah. Sedangkan, program Pelatihan Dasar Perbankan Syariah bertujuan untuk memberikan pembekalan pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan, sehingga mampu memahami prinsip dasar perbankan syariah dan memperoleh gambaran mengenai operasional bank syariah. 38
LPPS 2012 Melalui pelatihan-pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan keahlian SDI Perbankan Syariah dan mampu berperan sebagai SDI yang berkualitas, berkompeten dan profesional. Materi yang diberikan dalam Pelatihan Financing Analysis of Islamic Bank case study : Micro Banking terdiri dari materi prospek bisnis mikro di Indonesia, pengenalan usaha mikro, analisa risiko per jenis usaha mikro, akad produk pembiayaan mikro, analisa kelayakan usaha nasabah, analisa kebutuhan nasabah, analisa sumber pengembalian, scoring system & linkage program, jaminan dan pengikatan pembiayaan, penyelesaian pembiayaan bermasalah, strategi marketing produk micro banking, banking to the poor dan program pendampingan usaha. Sedangkan, materi yang diberikan dalam Pelatihan Financing Analysis of Islamic Bank case study: Commercial Banking terdiri dari materi pengumpulan data dan verifikasi, analisa aspek pembiayaan kualitatif (yuridis, manajemen, pemasaran, produksi), analisa aspek jaminan, pengikatan struktur fasilitas & persetujuan pembiayaan, analisa rasio-rasio keuangan, analisa perhitungan kebutuhan, project cost, perputaran modal kerja, cash flow, kelayakan investasi, penyusunan studi kasus, monitoring & penyelesaian pembiayaan bermasalah, serta kajian ketentuan Bank Indonesia tentang pembiayaan. Adapun materi dalam Pelatihan Financing Analysis of Islamic Bank case study: SMEs terdiri dari materi overview dan prospek bisnis SME di Indonesia, SME Business Model, Mapping Market dan analisa per sektor usaha, pembiayaan SME dengan skema pembiayaan syariah, analisa kelayakan usaha, jaminan dan pengikatan pembiayaan, penyelesaian pembiayaan bermasalah serta studi kasus. Sementara itu, materi yang diberikan dalam Pelatihan Dasar Perbankan Syariah terdiri dari materi konsep dasar sistem ekonomi islam, konsep riba, interest dan uang menurut Islam, Fikih Muamalah Maliyah, pengenalan perbankan syariah, prinsip penghimpunan dana dan jasa bank syariah, penghitungan bagi hasil, prinsip investasi dan pembiayaan bank syariah, prinsip dan pengelolaan likuiditas bank syariah, dasar-dasar akuntansi bank syariah serta kebijakan Bank Indonesia dalam pengembangan perbankan syariah. Jumlah keseluruhan peserta mencapai 201 orang yang terdiri dari BUS, UUS dan BPRS. b) Training of Trainers (TOT) bekerjasama dengan perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia TOT Perbankan Syariah merupakan program terus menerus dilakukan oleh Bank Indonesia di daerah-daerah yang berbeda dalam rangka sosialisasi dan peningkatan kompetensi serta pemahaman tenaga trainers perbankan syariah kepada para dosen dan guru-guru yang menangani pengajaran ekonomi dan keuangan syariah. Kegiatan ini terus dilaksanakan dari tahun ke tahun. Sepanjang tahun 2012 telah dilaksanakan ToT di 6 (enam) kota bekerjasama dengan STAIN Bengkulu, Politeknik Swadharma Tangerang, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, Universitas Diponegoro Semarang, STAI Solok Nan Indah dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III (Bali & Nusa Tenggara). Kegiatan TOT telah mencapai target pemahaman peserta yang diharapkan, dan mendapat animo yang sangat baik dari peserta serta universitas/perguruan tinggi penyelenggara. Diharapkan alumni TOT sepanjang tahun 2012 yang berjumlah lebih dari 330 orang dapat lebih memahami perbankan syariah dan dapat menjadi trainer perbankan syariah 39
LPPS 2012 yang handal. c) Program Bantuan untuk mendukung Kegiatan Sosialisasi dan Edukasi Perbankan Syariah oleh Perguruan Tinggi Bank Indonesia juga mendukung kegiatan sosialisasi dan edukasi Perbankan Syariah yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi dan pihak media massa dalam berbagai bentuk, antara lain seminar, diskusi panel, pelatihan, dan penerbitan literatur/media cetak sejenis. Sepanjang tahun 2012 terdapat 288 pengajuan permohonan program , yang sebagian dipenuhi oleh Bank Indonesia sepanjang sesuai dengan program kerja Bank Indonesia.
2.2. PENGAWASAN BANK SYARIAH 2.2.1. Peningkatan Kualitas Pengawasan Melalui Forum Panel Sejak tahun 2011 pelaksanaan supervisory quality assurance di perbankan syariah dilakukan melalui Forum Panel Pengawasan Bank berdasarkan risiko. Tujuan Forum Panel tersebut adalah dalam rangka meningkatkan kualitas pengawasan. Dalam forum Panel, terdapat panelis yang terdiri dari pejabat pengawasan bank dari berbagai Departemen Pengawasan Bank di Bank Indonesia dan keanggotaannya ditetapkan oleh Gubernur Bank Indonesia, yang akan menilai tindakan pengawasan bank baik yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan oleh pengawas. Pelaksanaan Forum Panel itu sendiri dilakukan melalui 2 tahap yang disebut Fase Pertama dan Fase Kedua. Pada fase pertama, panelis melakukan penilaian atas pemahaman pengawas atas bank yang diawasi (know your bank), hasil penilaian risiko dan tingkat kesehatan bank oleh pengawas. Selanjutnya, panelis memberikan rekomendasi kepada pengawas baik berupa supervisory action atau pemeriksaan. Sedangkan pada Forum Panel fase kedua, panelis akan menilai hasil pelaksanaan rekomendasi yang telah ditindaklanjuti pengawas bank. Hasil penilaian Forum Panel untuk fase pertama dan fase kedua berada dalam kisaran penilaian mulai dari Cukup Baik, Baik dan Sangat Baik. Dengan Forum Panel ini diharapkan pengawas bank dapat melihat permasalahan bank dari sisi yang lain yaitu dari sisi panelis, sehingga akan memperkaya analisa dan memperluas view pengawasan. Pada tahun 2012, Forum Panel dilakukan pada seluruh bank umum syariah. 2.2.2. Pelaksanaan Pengawasan Bank Syariah Pelaksanaan pengawasan bank syariah dilakukan berdasarkan risk based supervision yang dilakukan secara off site supervision dan on site supervision. Tahapan-tahapan pengawasan bank berdasarkan risiko melalui siklus sebagai berikut: (a) pemahaman terhadap bank (know your bank), (b) penilaian risiko dan tingkat kesehatan (c) perencanaan pengawasan (supervisory plan), (d) pemeriksaan berdasarkan risiko (risk based examination), (e) pengkinian profil risiko dan tingkat kesehatan bank dan (f) tindakan pengawasan dan pemantauan (supervisory action and monitoring). Off Site Supervision Sebagaimana dimaklumi bahwa pengawasan berbasis risiko sangat tergantung kepada pemahaman yang baik atas hal-hal antara lain: faktor-faktor yang dapat mempengaruhi profil risiko dan kinerja 40
LPPS 2012 bank (Know Your Bank), kemampuan analisis pengawas, penilaian yang cermat dan akurat (judgement), serta didukung pula oleh fungsi kontrol dan penajaman kualitas pengawasan (check and balance dan quality assurance). Penilaian tingkat kesehatan (rating bank) dan profil risiko bank dilakukan setiap triwulan. Penetapan tingkat kesehatan tersebut kemudian dievaluasi setiap triwulannya dan strategi pengawasan dilakukan secara dinamis berdasarkan permasalahan dan kinerja bank.
Selanjutnya, berdasarkan tingkat kesehatan dan penilaian risiko masing-masing bank, disusun rencana strategis pengawasan yang terdiri dari kegiatan pengawasan tidak langsung (off site) maupun pengawasan langsung (on site). Sementara pemeriksaan terhadap bank syariah difokuskan pada risiko yang dinilai signifikan mempengaruhi profil risiko secara keseluruhan, namun tetap memperhatikan pemeriksaan terhadap aspek kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku termasuk kepatuhan terhadap penerapan prinsip syariah. Penilaian atas rating dan profil risiko bank dilakukan berdasarkan hasil penilaian pengawas atas kondisi bank baik melalui laporan analisa keuangan maupun dari hasil pemeriksaan terhadap bank. Penilaian terhadap bank tersebut menjadi dasar untuk melakukan tindak lanjut pembinaan kepada bank untuk melakukan perbaikan dalam hal diperlukan. Pengawas dapat melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan perbaikan (komitmen) yang harus dipenuhi oleh bank sesuai dengan target waktu yang ditetapkan. Hal lain juga dapat dilakukan oleh pengawas yaitu berupa pemberian sanksi baik berupa surat teguran tertulis dan/atau sanksi berupa denda yang dikenakan karena bank melakukan pelanggaran terhadap ketentuan. Selain surat pembinaan dan denda, untuk pengawasan bank syariah, perlu memperhatikan atas penerapan prinsip syariah dalam kegiatan usahanya. Selama tahun 2012, status pengawasan bank syariah seluruhnya berada dalam kategori Pengawasan Normal (100%). Hasil pengawasan tersebut dapat dipertahankan relatif sama dengan tahun sebelumnya (2011). On Site Supervision Sebagai regulator perbankan, Bank Indonesia wajib melindungi kepentingan nasabah yang telah menempatkan dananya dalam Dana Pihak Ketiga di perbankan. Bentuk perlindungan terhadap dana nasabah dilakukan melalui pemeriksaan atas kondisi keuangan dan praktek perbankan. Sebagaimana amanah Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, pasal 29 ayat (1) yang berbunyi bahwa “Bank Indonesia melakukan pemeriksaan Bank baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan”. Selama kurun waktu 2012, untuk menjalankan amanah tersebut, pengawas telah melaksanakan pemeriksaan umum terhadap 10 Bank Umum Syariah yang berada di bawah pengawasan Departemen Perbankan Syariah dan 1 bank di bawah pengawasan Kantor Perwakilan Bank Indonesia.
Selain pemeriksaan umum, pengawas juga telah melakukan pemeriksaan pada aktivitas bank tertentu. Berbeda dengan tahun 2011 dimana pemeriksaan dengan aktivitas tertentu ini dilakukan pada seluruh bank syariah yaitu pemeriksaan Gadai, pemeriksaan aktivitas Wealth Management, dan pemeriksaan ke 41
LPPS 2012 kantor perwakilan bank syariah di luar negeri. Pada tahun 2012, pemeriksaan khusus dilakukan berdasarkan risk assessment dan karakteristik usaha masing-masing bank. Pemeriksaan tersebut adalah pemeriksaan terhadap teknologi informasi (TI), pemeriksaan khusus atas pembiayaan beragun emas, dan pemeriksaan atas produk baru yang diajukan bank (pembiayaan mikro). Pemeriksan khusus TI dilakukan pada bank yang melakukan migrasi sistem TI sehingga memunculkan beberapa permasalahan baru seperti tidak sinkronnya data-data yang disampaikan bank ke Bank Indonesia. Pemeriksaan pembiayaan beragun emas dilakukan agar bank senantiasa dapat menjaga pembiayaan beragun emas ini sesuai dengan maksud diijinkannya pembiayaan ini yaitu untuk kebutuhan mendesak dan untuk sektor mikro. Bank diharapkan dapat menjauhi maksud pengajuan pembiayaan nasabah untuk spekulasi mengingat emas dapat dijadikan sebagai komoditas spekulatif. Sedangkan pemeriksaan terhadap pembiayaan mikro dilakukan kepada bank yang mengajukan jenis pembiayaan produk mikro baru melalui jaringan outlet-outlet bank. Pada pembiayaan beragun emas, beberapa temuan pengawas diantaranya adalah bank harus memperbaiki standar operasional prosedur (SOP) dan fungsi internal control. Agar segmen pembiayaan ini tidak berpotensi dimanfaatkan untuk tujuan spekulasi. Sementara itu, Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai pembiayaan beragun emas melalui Surat Edaran No. 14/7/DPbS tanggal 29 Februari 2012 tentang Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Dengan dikeluarkannya ketentuan tersebut, maka tujuan pembiayaan untuk tujuan sosial dan bukan untuk mendapatkan keuntungan dari spekulasi harga emas yang meningkat cukup tajam khususnya di akhir tahun 2011 sampai dengan awal tahun 2012. Selain itu, pembiayaan beragun emas hanya dapat diberikan paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) per nasabah dengan jangka waktu pembiayaan paling lama 4 bulan dan dapat diperpanjang paling banyak 2 kali. Sedangkan Financing To Value (FTV) paling banyak adalah sebesar 80% dari rata-rata harga jual emas 100 gram dan harga beli kembali emas PT Antam (Persero) Tbk. Penyesuaian terhadap ketentuan ini paling lama 1 tahun sejak berlakunya Surat Edaran tersebut.
Profil Risiko Hasil penilaian profil risiko terhadap seluruh BUS selama tahun 2012 menunjukkan bahwa persentase jumlah BUS yang memiliki profil risiko Moderate to High mencapai sebesar 9,1%, sedangkan BUS lainnya memiliki profil risiko Moderate (90,9%). Penyebab dari meningkatnya profil risiko bank ini berasal dari faktor manajemen. Pengawas telah meminta komitmen bank untuk memperbaiki sisi manajemen bank.
Profil Risiko 2011
Profil Risiko 2012 9.1 Moderate
100
Moderate
Grafik 2.1 Profil Risiko BUS 2011
90.9
Moderate to High
Grafik 2.2 Profil Risiko BUS 2012
Risiko yang secara signifikan mempengaruhi profil risiko bank syariah secara keseluruhan adalah risiko kredit dan risiko operasional. Potensi risiko kredit pada bank syariah tersebut dapat dimitigasi antara 42
LPPS 2012 lain melalui peningkatan fungsi pengendalian dan pemantauan pembiayaan, pengurangan konsentrasi penyaluran dana pada debitur inti atau sektor ekonomi tertentu, penyempurnaan kebijakan dan prosedur, penguatan teknologi sistem informasi dan pemenuhan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang memadai. Selain itu bank syariah juga perlu meningkatkan pemahaman mengenai akad syariah. Tingkat Kesehatan (TKS) Berdasarkan hasil penilaian TKS BUS selama tahun 2012, jumlah BUS yang tergolong Baik sebesar 72,7% dan Cukup Baik sebesar 27,3%. Hal tersebut menunjukkan perbaikan dibanding hasil penilaian tahun sebelumnya (2011) dimana bank dengan peringkat Baik sebesar 54.6% dan Cukup Baik sebesar 45,4% (lihat Grafik 2.3 dan Grafik 2.4). Membaiknya BUS dari Cukup Baik menjadi Baik sebesar 18,2% dari keseluruhan jumlah bank disebabkan karena membaiknya faktor Manajemen. Perbaikan itu dari sisi strategi bank, pembenahan internal melalui konsolidasi internal antara direksi dan PSP, penggantian Grup Head bank, dan pemenuhan komitmen perbaikan sebagai sebagaimana yang diminta Bank Indonesia. Tidak terdapat BUS yang tergolong dalam predikat Sangat Baik maupun Tidak Baik. Pada tahun-tahun berikutnya peringkat kesehatan bank dapat dipertahankan dan lebih ditingkatkan agar dana masyarakat semakin aman diinvestasikan ke sistem perbankan. Grafik 2.3. Tingkat Kesehatan BUS 2011
Grafik. 2.4. Tingkat Kesehatan BUS 2012
TKS 2011 45.45
TKS 2012 Baik
54.55
Cukup Baik
27.28 72.72
Baik Cukup Baik
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) Bank wajib menyampaikan laporan Self Assesment atas penerapan GCG kepada Bank Indonesia setiap 3 bulan setelah berakhirnya tahun penilaian (akhir Maret). Penilaian faktor Laporan Pelaksanaan GCG meliputi: pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris, Direksi, Dewan Pengawas Syariah, melaporkan kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite, pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa, penanganan benturan kepentingan, penerapan fungsi kepatuhan Bank, fungsi audit intern dan audit ekstern, melaporkan Batas Maksimum Penyaluran dana dan transparansi atas kondisi keuangan dan non keuangan, pelaksanaan GCG dan pelaporan internal. Dari 11 aspek penilaian GCG, hal-hal yang menjadi perhatian pengawas bank dalam penerapan GCG selama tahun 2012 adalah peningkatan atas pengawasan terhadap direksi, komite-komite, kepatuhan, audit internal, dan manajemen risiko. Selain itu, pada laporan GCG perbankan syariah terdapat pelaporan atas peranan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam menjalankan fungsi pengawasan atas
43
LPPS 2012 prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank, sehingga pemahaman DPS terhadap sistem operasional bank dan kegiatan usaha bank yang memakai prinsip syariah sangat dibutuhkan. Pelaksanaan Ketentuan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) pada Bank Syariah Penerapan APU dan PPT pada bank syariah melibatkan pengawasan aktif dari para pengurus bank untuk menetapkan kebijakan dan prosedur bank. Optimalisasi atas pengendalian internal dan fungsi audit internal memegang peranan penting dalam penerapan APU dan PPT yang baik. Dalam rangka meningkatkan pemahaman sumber daya manusia terhadap APU dan PPT maka perlu didukung dengan pelatihan yang memadai. Sementara itu, selama tahun 2012 penilaian atas penerapan APU dan PPT pada bank syariah relatif Baik yang meningkat dibanding tahun sebelumnya yang relative Cukup Baik. Hal tersebut karena sebagian besar bank telah memperbaiki prosedur, mengisi data nasabah dengan komplit, dan menjalankan review audit internal pada praktek penerapan APU dan PPT.
Tingkat Kesehatan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Penilaian Tingkat Kesehatan BPRS dipengaruhi oleh faktor-faktor kinerja keuangan dan manajemen (CAEL+M; Capital, Asset Quality, Earning/ Rentability, Liquidity + Management), serta hasil penilaian profil risiko oleh pengawas atas pemeriksaan BPRS selama tahun berjalan. Hasil rumusan faktor pendukung tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2012 peringkat Tingkat Kesehatan BPRS secara umum relatif tidak jauh berbeda secara signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, dengan adanya beberapa kenaikan maupun adanya penurunan tingkat kesehatan dari BPRS yang ada. Hal ini menunjukkan dinamika yang terjadi dalam praktek dan operasional usaha BPRS dalam menyikapi lingkungan dan kondisi persaingan. Persentase bank yang tergolong Kurang baik telah menurun dari 11% pada tahun 2011 menjadi 10% di tahun 2012, sementara persentase bank yang tergolong Cukup Baik telah meningkat dari sebelumnya 11% pada tahun 2011 menjadi sebesar 19% pada tahun 2012. Dilain pihak telah terjadi pula penurunan persentase bank yang tergolong Baik turun dari 41% pada tahun 2011 menjadi 34% pada tahun 2012, serta penurunan sedikit persentase BPRS yang tergolong Sangat Baik dari 33% pada tahun 2011 menjadi 32% di tahun 2012. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Grafik 2.5 dan Grafik 2.6.. Permasalahan yang dihadapi BPRS adalah semakin meningkatnya persaingan dengan lembaga pembiayaan sejenis baik perbankan maupun nonbank, yang berpengaruh terhadap penyaluran pembiayaan maupun pendanaan BPRS yang juga berdampak terhadap kualitas pembiayaan sehingga dapat meningkatkan pembentukan PPA maupun pembentukan permodalan pada akhirnya. Grafik 2.5. Tingkat Kesehatan BPRS 2011
Grafik 2.6. Tingkat Kesehatan BPRS 2012 5%
4%
10%
1 (Sangat Baik) 11% 33% 11%
32%
2 (Baik) 3 (Cukup Baik)
2 (Baik) 19%
3 (Cukup Baik) 4 (Kurang Baik)
4 (Kurang Baik)
5 (Tidak baik)
5 (Tidak Baik) 41%
1 (Sangat Baik)
34%
44
LPPS 2012 Bagi BPRS dengan peringkat tingkat kesehatan Cukup Baik, Kurang Baik dan Tidak Baik telah dimintakan action plan oleh Bank Indonesia antara lain berupa upaya penguatan permodalan dengan menambah modal disetor minimal menjadi sesuai ketentuan kelembagaan BPRS dan atau tingkat kesehatan BPRS , lalu upaya-upaya aktif dalam mengurangi pembiayaan bermasalah, dan melakukan efisiensi biaya operasional serta meningkatkan ekspansi pembiayaan secara terukur dan hati-hati dalam rangka meningkatkan rentabilitas bank.
2.3. PERIZINAN BANK SYARIAH 2.3.1. Perizinan Kelembagaan Tahun 2012 masih tetap diwarnai dengan tingginya minat investor terhadap industri perbankan syariah. Hal tersebut tercermin dengan banyaknya permohonan pendirian BPRS baru yaitu sebanyak 11 bank termasuk 3 diantaranya adalah permohonan konversi dari BPR menjadi BPRS. Selain itu terdapat pula beberapa bank konvensional yang menyatakan ketertarikannya untuk membuka Unit Usaha Syariah (UUS), meskipun belum secara resmi mengajukan permohonan pembukaan UUS tersebut. Selama tahun 2012, Bank Indonesia telah memberikan izin operasional kepada 4 BPRS baru yang salah satu diantaranya adalah izin konversi BPR menjadi BPRS. Ketiga BPRS yang telah mendapatkan izin operasional di tahun 2012 yaitu PT BPRS Bahari Berkesan, PT BPRS Magetan, dan PT BPRS Saka Dana Mulia. Ketiga BPRS baru tersebut masing-masing berlokasi di propinsi Ternate, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sementara pada akhir tahun 2012, Bank Indonesia juga memberikan izin perubahan kegiatan usaha BPR menjadi BPRS yaitu kepada PT BPRS Bakti Artha Sejahtera Sampang yang berlokasi di Sampang, Jawa Timur. Selain memberikan izin operasional berupa izin usaha berdirinya BPRS baru maupun izin konversi BPRS, Bank Indonesia juga melakukan pencabutan izin usaha terhadap 1 BPRS di wilayah Propinsi Sumatera Utara yaitu PT BPRS Kafalatul Ummah. Dengan adanya pemberian izin operasional kepada 4 BPRS dan pencabutan izin usaha 1 BPRS, secara keseluruhan jumlah BPRS di Indonesia sampai dengan akhir tahun 2012 tercatat sebanyak 158 BPRS, meningkat 3 dari tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 155 BPRS. Kegiatan perizinan kelembagaan BPRS yang lain yang dilakukan pada tahun 2012 adalah diterbitkannya izin akuisisi untuk 2 BPRS yang ada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia yaitu PT BPRS Attaqwa Garuda Utama dan PT BPRS Berkah Ramadhan. Akuisisi tersebut bertujuan untuk memperkuat struktur permodalan BPRS agar dapat beroperasi secara sehat dan sustainable. Sementara itu, dari sisi perizinan UUS dan BUS, selama tahun 2012 tidak terdapat permohonan untuk pembukaan UUS, BUS maupun konversi BUK menjadi BUS. Namun, terdapat 1 permohonan penutupan UUS yaitu UUS HSBC yang sampai dengan akhir tahun 2012 masih dalam proses perizinan, dimana penutupan tersebut terkait dengan kebijakan induk HSBC yang melakukan penutupan beberapa unit usahanya di berbagai negara. Dengan demikian, jumlah Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS sampai dengan akhir tahun 2012 masih tercatat sebanyak 24 bank, dimana 9 diantaranya merupakan UUS yang dimiliki oleh bank yang berkantor pusat di wilayah Propinsi DKI Jakarta, sedangkan lima belas lainnya tersebar di Propinsi Riau, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
45
LPPS 2012 Jaringan kantor perbankan syariah baik Bank Umum Syariah (BUS), UUS, maupun BPRS pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu satu tahun, jaringan kantor BUS meningkat pesat sebanyak 344 kantor dari semula berjumlah 1.401 kantor di akhir tahun 2011 menjadi 1.745 kantor di akhir tahun 2012. Sementara itu, jaringan kantor BPRS juga mengalami peningkatan sebanyak 37 kantor dari 364 kantor menjadi 401 kantor pada akhir tahun 2012. Jaringan kantor UUS juga mengalami peningkatan sejumlah 181 kantor dari semula 336 kantor menjadi 517 kantor pada akhir tahun 2012. Peningkatan jumlah kantor yang cukup signifikan terslebut selain karena adanya beberapa bank yang melakukan ekspansi cukup besar dengan pembukaan KC, juga disebabkan oleh adanya perubahan status kantor bank yaitu dari kantor cabang pembantu menjadi kantor cabang. Peningkatan status kantor bank tersebut dilakukan antara lain dalam rangka efisiensi biaya operasional sekaligus dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan kepada nasabah. Selain pelayanan melalui jaringan kantor baik berupa Kantor Cabang dan Kantor di bawah Kantor Cabang (Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas), beberapa BUS juga memberikan pelayanan kepada nasabah melalui delivery channel di kantor BUK yang memiliki hubungan kepemilikan dengan BUS tersebut. BUK yang memiliki hubungan kepemilikan dengan BUS berfungsi sebagai agen dari BUS dalam pelayanan produk atau jasa perbankan syariah, dengan menggunakan sarana serta SDM BUK. Kesempatan untuk memanfaatkan jaringan kantor bank konvensional juga dapat dilakukan oleh UUS, dimana UUS tidak hanya dapat memberikan pelayanan kepada nasabah melalui Kantor Cabang Syariah (KCS) dan Kantor Cabang Pembantu Syariah (KCPS)/Kantor Kas Syariah (KKS), namun juga dapat memiliki layanan syariah (office channeling) pada bank kantor bank konvensional induknya. 2.3.2. Fit and Proper test Dalam rangka meyakini bahwa Bank Syariah dan UUS dikelola oleh pihak-pihak yang amanah, memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi, Bank Indonesia melakukan proses uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon Pemegang Saham Pengendali, calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah. Selain itu, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PBI No.11/10/PBI/2009 tentang UUS, seluruh bank umum konvensional yang memiliki UUS diminta untuk menunjuk salah satu anggota Direksinya sebagai Direktur yang bertanggungjawab penuh terhadap UUS, maka Bank Indonesia juga melakukan wawancara terhadap Direktur UUS dimaksud. Wawancara tersebut bertujuan untuk meyakini bahwa Direktur UUS yang ditunjuk memiliki kompetensi dan komitmen yang tinggi dalam pengembangan UUS bank. Selain itu untuk meningkatkan efektifitas peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan bank agar selalu sesuai dengan prinsip syariah, maka Bank Indonesia melakukan proses penilaian administratif dan wawancara terhadap calon anggota DPS Bank Syariah maupun Unit Usaha Syariah. Selama tahun 2012, Bank Indonesia telah melakukan Fit and Proper Test terhadap 36 calon pemegang saham pengendali, anggota dewan komisaris atau anggota direksi Bank Syariah dan unit usaha syariah, termasuk pula kepala Kantor Perwakilan Bank Asing. Dari 36 calon tersebut, 19 orang merupakan calon pengurus BUS, 13 orang calon pengurus BPRS, 1 orang calon pemegang saham pengendali BPRS, 1 orang calon pemimpin kantor perwakilan, dan 2 orang calon Direktur UUS. Diantara 36 calon yang di-fit and proper, 3 orang yang merupakan calon pengurus Bank Syariah/BPRS dinyatakan tidak lulus. Sedangkan untuk calon pemegang saham pengendali BPRS, pemimpin KPw dan direktur UUS, seluruhnya dinyatakan lulus.
46
LPPS 2012 Bank Indonesia juga telah melakukan penilaian melalui proses wawancara terhadap 3 calon DPS, dengan hasil seluruhnya dinyatakan layak. Disamping itu, terdapat 2 peralihan jabatan tanpa melalui wawancara fit and proper test, dan terdapat 7 permohonan fit and proper test yang batal atau tidak diproses lebih lanjut karena tidak sesuai dengan ketentuan. 2.3.3. Perkembangan Produk dan Jasa Pada tahun 2012 produk dan jasa perbankan syariah semakin berkembang yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan permohonan produk dan jasa baru, baik yang dikategorikan sebagai permohonan produk/jasa baru maupun sebagai laporan atas produk/jasa baru yaitu sebesar 30% dibanding tahun 2011. Selama tahun 2012, permohonan produk/jasa baru di sisi pembiayaan lebih besar dibandingkan dengan produk/jasa baru di sisi pendanaan. Permohonan produk/jasa baru di sisi pembiayaan masih didominasi oleh produk konsumtif yaitu sebesar 68% dari total permobonan produk/jasa di sisi pembiayaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Grafik 2.7 dan Grafik 2.8. Grafik 2.7. Permohonan Produk
Grafik 2.8. Produk Pembiayaan
Sepanjang tahun 2012, Bank Indonesia telah memberikan penegasan atas 26 laporan produk baru bank syariah dan UUS serta memberikan 8 izin atas permohonan produk baru. Produk-produk bank syariah dan UUS yang telah diberikan penegasan atas pelaporan rencana penerbitannya seluruhnya merupakan produk yang telah ada di Buku Kodifikasi Perbankan Syariah yang tidak disertai maupun yang disertai dengan tambahan fitur misalnya tabungan rencana dengan akad mudharabah, bank garansi iB dengan akad kafalah, pembiayaan murabahah iB yang dilakukan dengan joint financing dengan perantaraan multifinance menggunakan akad wakalah wal murabahah, anjak piutang, dan pembiayaan perumahan dengan menggunakan multifinance. Sedangkan produk yang diberikan izin adalah produk bank syariah dan UUS yang menggunakan akad yang belum tercantum dalam Kodifikasi Produk Bank Syariah antara lain adalah produk dengan kepemilikan aset dengan akad musyarakah mutanaqisah, pembiayaan modal kerja dengan akad musyarakah mutanaqisah, transaksi mata uang asing untuk keperluan lindung nilai menggunakan akad sharf disertai dengan waad untuk forward agreementnya, dan pembiayaan kepemilikan emas dengan akad murabahah yang mengacu pada fatwa mengenai murabahah emas. Proses pemberian izin bagi bank syariah dan UUS dilaksanakan dengan pertimbangan pemenuhan persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku dan pemenuhan terhadap batas waktu 47
LPPS 2012 penyelesaian proses perizinan. Dalam rangka menjaga kepentingan stakeholder dan menjaga kualitas perizinan bank syariah dan UUS, Bank Indonesia senantiasa melakukan pemantauan terhadap proses perizinan dengan mengukur lamanya proses perizinan kelembagaan maupun perizinan produk bank Syariah dan UUS dilihat dari lamanya respon terhadap tiap permohonan. Pengukuran respon perizinan dimaksud menggunakan rata-rata respon yang diberikan yaitu paling lambat selama 15 hari, namun sepanjang tahun 2012 respon atas proses perizinan kelembagaan maupun perizinan produk bank syariah dan UUS telah tercapai lebih cepat dari batas waktu yang ditetapkan.
48
LPPS 2012
BAB III. HUBUNGAN KERJASAMA DOMESTIK DAN INTERNASIONAL 3.1. KERJASAMA DENGAN LEMBAGA DOMESTIK Dalam rangka promosi dan pengembangan perbankan syariah, Bank Indonesia senantiasa berupaya mempertahankan dan meningkatkan kerjasama dengan lembaga-lembaga domestik untuk mendukung pengembangan industri perbankan syariah nasional secara komprehensif. Beberapa lembaga yang selama ini telah melakukan kerjasama dengan Bank Indonesia adalah : instansi pemerintah, lembaga pendidikan, asosiasi industri dan profesi, lembaga yang memiliki peran khusus di bidang perbankan syariah dan lembaga atau institusi yang memiliki perhatian dalam pengembangan perbankan syariah nasional. Sampai dengan akhir tahun 2012 terdapat lebih dari 10 organisasi, lembaga atau asosiasi yang memiliki keterkaitan dengan keuangan dan perbankan syariah sebagaimana diuraikan dalam Tabel 3.1. Lembaga-lembaga tersebut ada yang terkait secara langsung dengan perbankan Syariah namun terdapat juga lembaga lain yang secara tidak langsung menjadi mitra dalam pengembangan perbankan dan keuangan syariah secara umum, seperti lembaga pengawasan jasa keuangan (Bapepam-LK sekarang menjadi Otoritas Jasa Keuangan), Lembaga Penjamin Simpanan, Badan Amil Zakat, Badan Wakaf Indonesia, dan Kementerian terkait yang memiliki program pengembangan keuangan syariah. Tabel 3.1.Lembaga/Organisasi yang Terkait dengan Perbankan Syariah 2012 NamaLembaga/Organisasi
FungsiPokokKelembagaan/Organisasi
A. Lembaga Khusus Terkait Keuangan dan Perbankan Syariah 1. Dewan Syariah Nasional – MUI
Otoritas fatwa produk/jasa keuangan syariah 2. Badan Arbitrase Syariah Nasional Badan penyelesaian perselisihan hukum di luar peradilan 3. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Penetapan standar akuntasi keuangan (Syariah) – IAI syariah 4. Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah Forum koordinasi untuk edukasi dan promosi ekonomi dan keuangan syariah nasional B. Asosiasi Industri 1. Asosiasi Bank (ASBISINDO)
Syariah
2. Kompartemen Perbankan Perbanas 3. Indonesia Islamic Global Association (IIGMA) C. Asosiasi Profesi
Indonesia Asosiasi industri perbankan syariah
Syariah Sub organisasi Perbanas yang menangani isu perbankan syariah Market Forum komunikasi pelaku pasar keuangan syariah
1. Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)
Komunitas pegiat ekonomi syariah tingkat nasional 49
LPPS 2012 2. Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI)
Asosiasi akademisi dan ahli di bidang ekonomi syariah 3. Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Komunitas kelompok-kelompok studi Islam (FoSSEI) mahasiswa bidang ekonomi syariah 4. Asosiasi Akuntansi & Keuangan Kelompok akuntan dan ahli keuangan Syariah Indonesia (AKSI) syariah 5. Asosiasi Wartawan Ekonomi Syariah Perhimpunan wartawan bidang ekonomi syariah D. Lembaga Terkait Lainnya 1. International Center for Development Lembaga pengembangan program training / pendidikan keuangan dan of Islamic Finance (ICDIF) LPPI perbankan syariah 2. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Lembaga pengelola dana sosial (ZIS) yang mengkoordinasi program iB Peduli Perbankan Syariah 3. Lembaga Sertifikasi Profesi Lembaga Lembaga sertifikasi termasuk Keuangan Mikro (LSP LKM) CERTIF sertifikasi Direksi BPRS Beberapa bentuk kerjasama dan hasil kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga mitra strategis dalam pengembangan perbankan syariah selama tahun 2012 dibahas pada bagian berikut ini. 3.1.1. Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Sebagai salah-satu lembaga utama yang menopang perkembangan industri perbankan syariah nasional, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI terus melakukan upaya-upaya yang secara signifikan mampu mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah nasional. Bank Indonesia sebagai otoritas terus menjalin kerjasama dengan DSN-MUI dalam rangka mencapai tujuan tersebut, khususnya dalam pelaksanaan penerbitan fatwa produk dan jasa perbankan syariah dan pelaksanaan pemilihan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) bank. Selain itu, kerjasama juga berupa permintaan opini terkait dengan aspek-aspek yang memerlukan pertimbangan aspek pemenuhan prinsip syariah dari berbagai peraturan perbankan syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Kerjasama erat Bank Indonesia dengan DSN-MUI juga diwujudkan dalam bentuk program peningkatan kompetensi dan program sosialisasi perbankan syariah. Program peningkatan kompetensi dilakukan dengan mengikutsertakan anggota DSN-MUI dalam seminar atau konferensi internasional dan kegiatan study visit ke lembaga-lembaga keuangan syariah di luar negeri. Sementara itu program sosialisasi dilakukan dengan mengikutsertakan angota DSN-MUI sebagai narasumber dalam berbagai kegiatan training dan program peningkatan pemahaman masyarakat khususnya kalangan ulama dan perguruan tinggi agama dalam bentuk seminar/halaqah di berbagai kota. Kerjasama Bank Indonesia dengan DSN-MUI telah dilakukan dari tahun ke tahun. Kerjasama ini bertujuan dalam rangka mengembangkan perbankan syariah melalui kegiatan pengkajian, peningkatan kapasitas dan DPS, saling tukar-menukar informasi dan jasa konsultasi serta kordinasi dalam rangka penetapan fatwa yang akan dijadikan landasan bagi implementasi produk, jasa dan transaksi serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan perbankan syariah. Pada tahun 2012, kerjasama sebagaimana tahun sebelumnya dilakukan dalam bentuk program kerja Peningkatan Kapasitas dan 50
LPPS 2012 Sertifikasi DPS Perbankan, program kerja Penyusunan dan Pembahasan Fatwa terkait perbankan syariah dan pelaksanaan kegiatan Ijtima’ Sanawi (Annual Meeting) Dewan Pengawas Syariah untuk pembinaan DPS dalam bentuk workshop. Program kerjasama yang dilaksanakan sepanjang tahun 2012, antara lain: a) Penerbitan Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI dalam versi Tiga Bahasa (Arab, Inggris dan Indonesia) pada Januari 2012. Ketiga versi terbitan tersebut telah didistribuskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan di dalam maupun luar negeri. b) Sertifikasi Dewan Pengawas Syariah (DPS) Level I untuk DPS Perbankan Syariah Angkatan VII tahun 2012 telah dilaksanakan pada tanggal 14-16 Mei 2012 di Jakarta. Kegiatan tersebut dilanjutkan lagi dengan pelaksanaan Sertifikasi Dewan Pengawas Syariah (DPS) Level I untuk DPS Perbankan Syariah Anggkatan VIII pada tanggal 15 - 17 Oktober 2012. Kedua sertifikasi tersebut telah diikuti oleh peserta yang berasal dari DPS BPD dan DPS BPRS. Cakupan materi yang disampaikan dalam kegiatan ini antara lain mencakup Kebijakan Pengembangan Pengawasan Bank Syariah, Fatwa-fatwa DSN-MUI yang terkait dengan perbankan syariah, Kelembagaan DSN, DPS serta Kode Etik DPS dan GCG, Peraturan Bank Indonesia mengenai ke-DPS-an, Produk dan Simulasi, Simulasi Pemeriksaan dan Teknik Pelaporan DPS. c) Kegiatan Ijtima’ Sanawi (annual meeting) ke-8 tahun 2012 telah dilaksanakan pada tanggal 2-5 Desember 2012 di Jakarta. Kegiatan ini dilaksanakan mengingat peranan DPS menjadi semakin strategis dalam menunjang pengembangan produk dan pengawasan aspek syariah dalam kegiatan operasional perbankan/lembaga keuangan syariah, serta mengkinikan wawasan pengetahuan para DPS dan menyampaikan isu-isu aktual dan fatwa-fatwa terbaru. Kegiatan ini dihadiri oleh lebih dari 125 orang peserta dari DPS berbagai lembaga keuangan dan bisnis syarah, serta dihadiri oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, Menko Perekonomian RI Hatta Rajasa, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad, serta perwakilan dari instansi terkait. Fatwa terkait keuangan dan bisnis syariah yang telah diterbitkan oleh DSN-MUI dalam tahun 2012 sejumlah lima fatwa yaitu; (1) Fatwa No. 83/DSN-MUI/VI/2012 Tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah Jasa Perjalanan Umrah, (2) Fatwa No.84/DSN-MUI/XII/2012 Tentang Metode Pengakuan Keuntungan Attamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah, (3) Fatwa No. 85/DSN-MUI/XII/2012 Tentang Janji (Wa’ad) dalam Transaksi Keuangan dan Bisnis Syariah, (4) Fatwa No.86/DSN-MUI/XII/2012 Tentang Hadiah dalam Penghimpunan Dana Lembaga Keuangan Syariah, (5) Fatwa No.87/DSN-MUI/XII/2012 Tentang Metode Pemerataan Keuntungan (Income Smoothing) dan Cadangan Pemerataan Keuntungan (Profit Equalization Reserve) dalam Bagi Hasil Dana Pihak Ketiga. Keempat fatwa terakhir merupakan tindak lanjut Rekomendasi Working Group Perbankan Syariah (WGPS). Dengan demikian keseluruhan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI sampai dengan akhir 2012 berjumlah 87 fatwa. 3.1.2. Working Group Perbankan Syariah (WGPS) Pembentukan WGPS ini dilatarbelakangi oleh hasil penelitian DPbS di tahun sebelumnya yang mencermati adanya fatwa yang belum atau tidak dapat diimplementasikan, sementara di sisi lain terdapat fatwa yang diperlukan oleh pasar namun belum diterbitkan. Penyebab hal tersebut antara lain karena belum optimalnya koordinasi antara otoritas pengawas Bank (BI), otoritas fatwa (DSN) dan standard setter akuntansi (IAI). Untuk mengatasi hal tersebut maka telah dibentuk working group 51
LPPS 2012 yang keanggotaannya terdiri dari tiga institusi tersebut dengan tujuan untuk mengoptimalkan fatwa dalam rangka mendorong inovasi produk dan meningkatkan daya saing perbankan syariah. Setelah dibentuk secara resmi pada akhir tahun 2010, sepanjang tahun 2012 WGPS sudah mulai menjalankan aktivitasnya. Selama tahun 2012, WGPS yang dikukuhkan resmi pada akhir tahun 2010 sebagaimana tahun sebelumnya telah menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi mengenai topik-topik permasalahan yang berkaitan dengan operasional perbankan syariah sebanyak lima topik yaitu; (1) Hedging Bank Syariah (Tahawuth), (2). Murabahah dan Investasi Emas, (3) Wa’ad dalam Kontrak Multi Akad, (4) Wadi’ah atau Qardh dalam Funding, dan (5) Hadiah dalam Penghimpunan Dana Lembaga Keuangan Syariah. Sementara untuk tahun 2013, WGPS telah mengagendakan pembahasan setidaknya mencakup empat topik yang meliputi: (1) Refinancing dan Sekuritisasi Aset Bank Syariah, (2) Islamic Commercial Deposit (Sertifikat Deposito Mudharabah Muqayyadah), (3) KPR iB Non-Ready Stock (Pembiayaan Syariah KPR Indent), dan (4) Pembiayaan Sindikasi Musyarakah/Syirkah. 3.1.3. Komite Perbankan Syariah (KPS) Komite Perbankan Syariah (KPS) yang pertama kalinya dibentuk di Bank Indonesia pada tahun 2011 merupakan implementasi amanat Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan beranggotakan 11 orang yang berasal dari unsur Bank Indonesia, Kementerian Agama, dan unsur masyarakat yang berasal dari Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, DSN-MUI, PBNU, PP. Muhammadiyah, DSAS IAI, Akademisi serta representasi pelaku pasar. Selama tahun 2012, Bank Indonesia telah menyelenggarakan pertemuan KPS sebanyak 8 kali. Topik utama yang dibahas dan direkomendasikan serta telah ditindaklanjuti antara lain mencakup: (1) Pengembangan Produk. Pembahasan topik meliputi gadai emas, murabahah emas, Islamic Hedging (Lindung Nilai Syariah), Model Pengembangan Produk Perbankan Syariah, dan Rancangan Produk Perbankan Syariah. Pembahasan tersebut telah ditindaklanjuti antara lain dengan penerbitan SE BI, dimasukkan sebagai bahan Rekomendasi Working Group Perbankan Syariah (WGPS) yang selanjutnya menjadi bahan penyusunan Fatwa DSN-MUI, Standar Akuntansi DSAS-IAI dan Regulasi. Selain itu juga telah ditindaklanjuti secara bersama oleh individu bank syariah dan masing-masing pengawas bank yang bersangkutan untuk mendorong pencapaian RBB. (2) Peningkatan Funding Bank Syariah. Pembahasan mencakup Pengelolaan Dana Haji di Bank Syariah yang mendiskusikan Rancangan Undang-undang Keuangan Haji, Penempatan Dana Penyelenggaraan Haji Di Bank Syariah, dan Pengelolaan Sukuk Negara terkait Penyerapan Dana Haji, disamping pembahasan mengenai Pengelolaan Dana Sosial di Bank Syariah. Hasil pembahasan telah ditindaklanjuti dengan menyampaikan rekomendasi KPS terkait RUU dimaksud untuk diteruskan ke Panja RUU DPR RI, Penyampaian surat dari DG BI kepada Kemenag RI mengenai optimalisasi pengelolaan dana haji di bank syariah. Selain itu juga ditindaklanjuti sebagai bahan rekomendasi KPS dalam agenda fatwa MUI dalam forum Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se Indonesia di Cipasung Tasikmalaya pada 28 Juni -2 Juli 2012 terkait dana haji dan pengelolaannya yang harus dilakukan secara syariah. Hasil Presentasi Direktur Pembiayaan Syariah DJPU Kemenkeu dan hasil diskusi telah dijadikan pertimbangan jika diperlukan untuk dijadikan bahan diskusi lebih lanjut dengan Dirjen 52
LPPS 2012 Perbendaharaan Negara dan Dirjen Haji Kemenag. Hasil pembahasan Review Harmonisasi Amandemen Undang-Undang Zakat No.23 Tahun 2011 terkait Aktivitas Sosial Bank Syariah telah dijadikan bahan masukan untuk penyesuaian bilamana diperlukan terhadap pengembangan system pengawasan dan laporan publikasi serta transparansi bank terkait pelaporan Zakat Infaq dan Sedekah (ZIS) . (3) Pengelolaan Likuiditas Syariah. Pembahasan yang dilakukan mencakup Prinsip Dan Mekanisme Jual Beli Komoditi Syariah yang mendiskusikan fatwa DSN MUI No. 82/DSN-MUI/VIII/2011 Tentang Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah Di Bursa Komoditi, dan Pengembangan Instrumen Syariah untuk peningkatan Pengelolaan Likuiditas Berdasarkan Prinsip Syariah. Hasil pembahasan telah ditindaklanjuti dengan diterbitkannya SE tentang SIKA dalam PBI PUAS yang dikeluarkan oleh DPM. (4) Standar Akuntansi Syariah. Pembahasan topik meliputi Pengakuan Pendapatan Dari Murabahah yang mendiskusikan penggunaan tingkat bunga efektif untuk pengakuan laba Murabahah dan Profit Equalization Reserve dalam Rangka income smoothing Bagi Hasil. Hasil pembahasan telah disampaikan kepada IAI berupa Usulan Perlakuan Akuntansi Atas Pengakuan Keuntungan Murabahah di samping sebagai bahan penyusunan PAPSI. Demikian juga telah ditindaklanjuti dengan review kebijakan secara lebih lanjut sebagai dasar pengaturannya oleh BI yang mendorong keluarnya fatwa DSN MUI mengenai hal ini pada akhir tahun 2012 yaitu Fatwa No. 84/DSN-MUI/XII/2012 Tentang Metode Pengakuan Keuntungan Attamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah. (5) Pengembangan SDM. Pembahasan topik ini mencakup bahasan mengenai Penyiapan SDM Berkualitas Tinggi dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Perbankan Syariah. Hasil pembahasan telah ditindaklanjuti dalam pembahasan diskusi di Forum Komunikasi Perbankan Syariah (FKPS) dengan mengundang pimpinan bank induk BUS/UUS dan dijadikan bahan seminar yang diselenggarakan oleh Jurnalis Keuangan Syariah (JKS). (6) Perpajakan Bank Syariah. Topik ini telah mengangkat pembahasan mengenai Insentif dan Netralitas Pajak Bagi Perbankan Syariah. Hasil pembahasan telah ditindaklanjuti BI dengan menyampaikan surat kepada BKF Kemenkeu mengenai hal tersebut. (7) Rancangan Produk Unggulan Perbankan Syariah. Topik ini telah mengangkat presentasi dan diskusi mengenai hasil FGD Bank Indonesia dengan pelaku industri perbankan syariah dengan tindak lanjut hasil diskusi telah dijadikan bahan pengembangan berbagai produk dan program dalam rangka meningkatkan DPK bank syariah. (8) Produk Dana Talangan Haji di Perbankan Syariah. Masukan hasil diskusi telah dijadikan bahan pembahasan lebih lanjut dengan Kemenag dan dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait. (9) Permasalahan Pengaturan DP dan FTV pembiayaan KPR dan KKB Syariah. Topik ini mengangkat usulan perlakuan khusus yang lebih longgar untuk Produk Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) dan Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT). Hasil diskusi telah ijadikan bahan review ketentuan terkait FTV dan DP yaitu sebesar 30% untuk MMQ dan IMBT yang diberlakukan pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
53
LPPS 2012 3.2. KERJASAMA DENGAN LEMBAGA INTERNASIONAL Kondisi dan perkembangan perekonomian maupun keuangan di dunia internasional sedikit banyak akan mempengaruhi situasi dan perkembangan keuangan maupun perbankan di Indonesia, termasuk di dalamnya perbankan syariah. Terlebih dengan semakin terintegrasinya perekonomian Indonesia kedalam perekonomian regional maupun global, maupun tren semakin membesarnya pangsa perbankan dan keuangan syariah di berbagai jurisdiksi. Oleh karena itu menjadi bermanfaat bagi sistem keuangan dan perbankan syariah Indonesia untuk dapat melakukan kerjasama dengan berbagai institusi keuangan syariah internasional, dalam rangka mengikuti dan turut berpartisipasi dalam pengembangan keuangan syariah internasional. Selain itu juga, dalam pilar kelima Blue Print Pengembangan Perbankan Syariah memberi penekanan pada membangun aliansi strategis baik dengan lembaga domestik maupun lembaga internasional. Aliansi strategis dalam lingkup internasional yang diikuti oleh Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka turut terlibat dalam perumusan kebijakan keuangan syariah internasional, harmonisasi pengaturan dan standarisasi berbagai aspek kegiatan perbankan syariah internasional dalam menghadapi tantangan perekonomian dunia yang mengarah kepada integrasi sistem keuangan global. Peran serta Bank Indonesia dalam berbagai kegiatan institusi internasional bidang keuangan dan perbankan syariah, diharapkan dapat memberikan kemanfaatan antara lain yaitu: (i) berkontribusi dalam mendorong harmonisasi regulasi, pengembangan infrastruktur pendukung dan perumusan standar best practices bagi operasional perbankan syariah internasional, (ii) memperoleh akses informasi mengenai perkembangan terkini, kecederungan arah harmonisasi regulasi dan standar best practices keuangan syariah global, (iii) mengukuhkan eksistensi Indonesia sebagai salah satu pemain penting dalam keuangan dan perbankan syariah internasional, dan (iv) memanfaatkan keterlibatan dalam lembaga internasional untuk peningkatan kompetensi dan pengetahuan regulator dan pelaku pasar domestik agar dapat mengambil kemanfaatan dari berbagai kemajuan dalam perkembangan keuangan syariah global. Implementasi kerjasama berbagai kegiatan tersebut selama tahun 2012 antara lain dilakukan Bank Indonesia dengan lembaga-lembaga terkait keuangan dan perbankan syariah seperti Islamic Development Bank (IDB), Islamic Financial Services Board (IFSB), Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI), International Islamic Financial Market (IIFM) dan International Islamic Liquidity management (IILM).
3.2.1. Islamic Development Bank (IDB) IDB didirikan pada tahun 1975, dengan tujuan “to foster the economic development and social progress of member countries and Muslim communities individually as well as jointly in accordance with the principles of Shari'ah” dengan memiliki salah satu strategic thrust-nya adalah mempromosikan “Expansion of the Islamic financial industry”. Selama ini IDB telah terlibat dalam berbagai aktivitas mempromosikan perbankan dan keuangan syariah di dunia internasional, seperti turut aktif dalam pembentukan Islamic Financial Services Board (IFSB), International Islamic Centre for Reconciliation & Arbitration (IICRA) dan General Council of Islamic Banks & Financial Institutions (CIBAFI). Selain itu, juga melakukan penyusunan berbagai masterplan/report perbankan dan keuangan syariah internasional bekerjasama dengan institusi keuangan syariah internasional lain 54
LPPS 2012 seperti Islamic Financial Services Industry Development Ten-Year Framemork and Strategies (IDB-IFSB, 2006) dan Islamic Finance & Global Finance Stability Report, IDB-IRTI-IFSB, April 2010. Dalam kaitannya dengan Indonesia, kerangka acuan yang menjadi referensi utama dalam hubungan kerjasama dan keterlibatan IDB Group di Indonesia saat ini adalah dokumen Member Country Partnership Strategy (MCPS) Indonesia 2011-2014. MCPS disusun dan disahkan bersama antara IDB dan Pemerintah Republik Indonesia. Dengan cakupan isi MCPS antara lain : (i) komitmen financing IDB baik untuk sektor pemerintah maupun sektor swasta, (ii) bantuan teknis (TA) dalam bentuk hibah, fungsi advisory, promosi investasi dan fungsi fasilitasi oleh IDB Group. MCPS mengarisbawahi pilar penting kerjasama IDB dengan Indonesia yaitu: (i) Islamic finance, (ii) Partnership, (iii) Capacity development, dan (iv) Reverse linkage. Dengan cakupan kerjasama antara lain seperti untuk Islamic finance, IDB akan pro-aktif dalam membantu Indonesia mengembangkan Islamic finance seperti bantuan pengembangan medium term vision (arsitektur sistem keuangan syariah) dimana Bank Indonesia menjadi salah satu narasumber, memfasiltasi dan membawa partners dari luar Indonesia untuk transfer best practices, skill and resource. Selain itu juga seperti untuk Reverse linkage, IDB akan mendorong peran center of excellent di Indonesia untuk melakukan partnership dalam rangka berbagi pengetahuan dan pengalaman serta best practices yang dimiliki dan dicapai Indonesia kepada negara anggota IDB yang lain. Untuk tahun 2012, beberapa kegiatan yang dilakukan IDB dalam rangka mempromosikan pengembangan perbankan dan keuangan syariah, dimana Bank Indonesia juga turut serta terlibat sebagai narasumber antara lain adalah pembahasan : (i) Host Country Agreement (HCA) IDB dengan Indonesia, (ii) pembukaan Gateway Office IDB di Indonesia, (iii) penyusunan risk management tools for the Islamic financial industry bekerjasama dengan Global Association of Risk Professionals (GARP) dan (iv) Financial Sector Assessment Program For Islamic Financial Industry (iFSAP). Selain itu juga, Bank Indonesia menyelenggarakan IDB Regional Lecture Series di Indonesia dengan menampilkan pemenang IDB Prize on Islamic Banking and Finance. 3.2.2. Islamic Financial Services Board (IFSB) IFSB sebagai lembaga internasional yang memformulasikan dan menerbitkan standar regulasi untuk industri keuangan syariah, per akhir tahun 2012 telah memiliki anggota berjumlah 184 organisasi, terdiri atas 55 regulatory and supervisory authorities, 8 international inter-governmental organizations, serta 121 market players, professional firms and industry associations dari 42 yurisdiksi / negara. Dalam tahun 2012, IFSB telah menerbitkan 2 (dua) standar baru yaitu (i) Guiding Principles on Liquidity Risk Management for Institutions offering Islamic Financial Services (IFSB-12), dan (ii) Guiding Principles on Stress Testing for Institutions offering Islamic Financial Services (IFSB-13). Selain kedua standar tersebut, IFSB juga tengah menyusun standar mengenai revisi standar capital adequacy bagi perbankan syariah, standar manajemen risiko bagi takaful dan revisi standar supervisory review process bagi perbankan syariah serta proposal penyusunan Guidance note on disclosure requirement for Islamic capital market products. Penyusunan standar dan pedoman tersebut merupakan bagian dari rencana IFSB dalam rangka menjaga relevansi perubahan standar perbankan dan keuangan internasional, khususnya pasca krisis keuangan internasional yang dampaknya masih berlanjut hingga periode laporan. Lebih jauh, IFSB juga telah mulai melakukan pembahasan untuk melakukan Review 55
LPPS 2012 of the Islamic Financial Services Industry Development: Ten-Year Framework and Strategies yang dikeluarkan pada tahun 2006, selain berbagai research and survey yang dilakukan seperti terkait dengan BCBS/IAIS revised core principles, review of Global Islamic Financial Services Industry Stability report. Standar IFSB yang dikeluarkan pada tahun 2012 terkait perbankan syariah, dapat dilihat lebih jauh dalam Boks pada akhir Bab ini. Sementara terkait dengan kerjasama antar institusi internasional, dalam tahun 2012 juga IFSB telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan Asian Development Bank (ADB) dan SESRIC-OIC terkait dengan promosi dan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Serta dengan BIBF Bahrain dan INCEIF Malaysia dalam kerjasama Islamic finance’s research and training collaboration. Salah satu tujuan pendirian IFSB adalah secara aktif melaksanakan program diseminasi dan edukasi perbankan dan keuangan syariah termasuk standar IFSB yang telah dihasilkan melalui rangkaian workshop dan seminar ke berbagai Negara dalam rangka antara lain untuk memperoleh masukan dari otoritas dan industri mengenai best practices serta kemungkinan penyempurnaan program dan standar IFSB dimaksud. Program mempromosikan keuangan syariah dan fasilitasi standar oleh IFSB tersebut, antara lain dilakukan bekerjasama dengan European Central Bank (ECB) menyelenggarakan workshop on Islamic Finance di Frankfurt, Jerman tanggal 3 Februari 2012 lalu di benua Afrika seperti di Mauritius dan Mesir (bekerjasama dengan World Bank) kemudian di UAE dan Malaysia. Selain itu, sejak tahun 2012 IFSB juga menyelenggarakan workshop regional programmes, dimana programnya disesuaikan dengan kebutuhan regional dari host country. Pada periode laporan, IFSB telah menyelenggarakan 28 workshop/seminar termasuk didalamnya 3 workshop yang khusus bagi otoritas. Kedepan, IFSB akan melanjutkan program workshop dan seminar tersebut yang diperkuat dengan beberapa inisiatif baru antara lain train the trainers program dan e-learning modules. 3.2.3. International Islamic Financial Market (IIFM) IIFM sebagai organisasi penyusun standar internasional untuk pasar keuangan syariah khususnya Islamic Capital and Money Market segment of Islamic Financial Services Industry (IFSI) memiliki peran utama dalam menyusun standarisasi produk dan dokumentasi, sekaligus mendorong harmonisasi proses-proses terkait dengan pasar modal dan pasar uang syariah. Oleh karena itu, organisasi yang pada tahun 2012 memiliki ± 53 anggota yang terdiri dari otoritas keuangan dan pasar modal, lembaga-lembaga keuangan syariah dan lembaga terkait lainnya, selama periode laporan telah menerbitkan standarisasi Interbank wakalah agreement, Use of sukuk as collateral dan Three Party Arrangement for Islamic Securities - I’aadat Al Shira’a (Repo Alternative). Hal ini merupakan tidak lanjut program standarisasi dokumentasi dan produk pasar keuangan syariah, dokumentasi atau kontrak/akad yang telah dimulai dalam tahun-tahun sebelumnya. Dalam rangka mendorong penerapan standar yang telah diterbitkan, IIFM secara aktif melakukan sosialisasi melalui berbagai forum seminar, sekaligus melakukan review proses adaptasi dan implementasi standar yang dilakukan di berbagai yurisdiksi. Pada periode laporan, sejumlah kegiatan sosialisasi dilakukan antara lain melalui Briefing on Islamic Hedging and Liquidity Management Instruments di Singapura pada bulan Juni 2012, lalu seminar di Turkey pada bulan September 2012 yaitu Seminar on Collateralization and Tri-Party Arrangement for Islamic Securities dan di Bahrain pada bulan Desember 2012 yaitu IIFM Industry Seminar on Islamic Capital Market, 56
LPPS 2012 Liquidity Management and Risk Mitigation Instruments. Bank Indonesia selaku founding member IIFM juga senantiasa aktif dalam setiap pertemuan Board of Directors IIFM untuk membahas standar yang diterbitkan IIFM. 3.2.4. Accounting and Auditing for Islamic Financial Institution (AAOIFI) AAOIFI yang berkedudukan di Manama, Bahrain dan didirikan sejak tahun 1990 adalah organisasi yang menyusun dan menerbitkan standar akuntansi, audit, governance & ethic serta sharia standard untuk lembaga keuangan syariah yang beranggotakan sekitar 200 institusi dari 45 negara. Hingga akhir periode laporan AAOIFI telah menerbitkan ± 82 standar yang terdiri atas paling kurang 41 standar accounting, auditing, ethics, dan governance bagi lembaga keuangan syariah, serta paling kurang 41 sharia standards. Dalam periode laporan, telah dikeluarkan standar baru yaitu Financial Accounting Standar No.26 – Investment in Real Estate yang efektif berlaku untuk periode keuangan mulai 1 Januari 2013. Disamping penerbitan standar, AAOIFI setiap tahun menyelenggarakan Annual Sharia Conference, yang pada periode laporan diselenggarakan pada tanggal 7 - 8 Mei 2012 di Bahrain. Selain berpartisipasi dalam berbagai seminar/ conference bekerjasama dengan institusi lain seperti World Bank. Selain itu, sejak 2007 AAOIFI juga melakukan sertifikasi di bidang akuntansi, audit dan Islamic banking. Terdapat 2 jenis sertifikasi yang telah ditawarkan yaitu CIPA (certified Islamic professional accountant) dan CSAA (certified sharia auditor and adviser). Sejak tahun 2010 AAOIFI juga merintis contract certification program bagi lembaga keuangan yang menawarkan produk keuangan syariah (AAOIFI sebagai independen reviewer atas sharia compliance). 3.2.5. International Islamic Liquidity Management (IILM) Sepanjang tahun 2012, IILM masih dalam proses melakukan konsolidasi internal diantara para anggotanya dalam rangka mencari struktur program yang tepat untuk sukuk IILM yang akan diterbitkan. Tujuan utama IILM yaitu untuk menambah ketersediaan instrumen keuangan syariah jangka pendek yang berkualitas tinggi, likuid dan dapat diperdagangkan secara internasional dengan rating tinggi (A-1/P-1) untuk memenuhi kebutuhan investor yang ingin berinvestasi di produk keuangan syariah. Struktur program Sukuk IILM yang baru serupa dengan Asset Backed Commercial Paper (ABCP) dengan melibatkan 3 kontrak yaitu: (i) kontrak antara asset provider dengan asset poolling SPV, (ii) antara asset poolling SPV dengan issuer SPV, dan (iii) antara issuer SPV dengan investor. Hal baru yang terdapat dalam struktur program IILM yaitu pada pendukung utama liquidity provider yang menggunakan jalur Primary Dealers (PDs) untuk menjamin pembelian seluruh outstanding sukuk IILM di primary market dan tersedianya kuotasi harga jual dan beli yang wajar di secondary market. Struktur program tersebut telah mendapat preliminary rating A-1 dari Standard and Poors (S & P) pada 2 Juli 2012. IILM berencana akan menerbitkan sukuk sepanjang tahun 2013 sejumlah USD1.5 milyar dengan penerbitan pertama di kuartal I-2013. Sepanjang tahun 2012, IILM telah mengoptimalkan perangkat organisasinya yang terdiri atas General Assembly (GA), Governing Board (GB), Board of Executive Committee (BEC), Board Risk
57
LPPS 2012 Management Committee (BRMC), Board Audit Committee (BAC), Shari’ah Committee (SC), dan Senior Management Executives. Penjelasan fungsi dan kegiatan organ-organ IILM tersebut sebagai berikut : 1. General Assembly (GA) : General Assembly (GA) adalah organ tertinggi pengambil keputusan dalam IILM antara lain terkait: (i) review dan menyetujui proposal penambahan modal IILM, (ii) persetujuan perjanjian dengan auditor eksternal, (iii) penyetujuan suspensi dan pembekuan operasi IILM dan distribusi asetnya, (iv) persetujuan distribusi pendapatan dan surplus IILM yang diajukan Governing Board, serta (v) amandemen AoA sesuai yang diajukan Governing Board. Pada tahun 2012, IILM telah menyelenggarakan 2 (dua) kali GA meeting yaitu GA ke-2 di Bahrain dan ke-3 di Istanbul, Turki, untuk menyetujui external auditor IILM untuk tahun 2012 dan hasil Final Audited Account dari external auditor tahun 2011. 2. Governing Board (GB) : Governing Board (GB) adalah organ tertinggi setelah GA yang memiliki kewenangan antara lain (i) pembuat kebijakan dan strategi dalam IILM, (ii) menyetujui general rules dan by-laws IILM, (iii) menerima anggota baru dan men-suspend anggota, (iv) menunjuk dan memberhentikan anggota Board of Executive Committee, CEO, dan Shariah Committee, serta (v) pengajuan amandemen AoA kepada General Assembly. Tanggung jawab anggota GB dilakukan secara kolegial yang salah satunya tercermin dari mekanisme pengambilan keputusan secara voting dengan 1 man 1 vote. Sepanjang tahun 2012, IILM telah menyelenggarakan 2 (dua) kali GB meeting dengan hasil antara lain: menyetujui perubahan anggota komite BAC dan BEC IILM yang baru, mereview corporate plan FY 2012-2014 dan mereview Board Comittee dan manajemen IILM. 3. Board of Executive Committee (BEC) : Board of Executive Committee (BEC) adalah organ yang bertanggung jawab terhadap operasional IILM, yang terdiri dari ketua dan enam anggota lain, serta memiliki kewenangan antara lain: (i) mengusulkan kepada Governing Board kebijakan IILM dan general rules serta by-laws , (ii) mengusulkan strategi operasional IILM, (iii) mengusulkan anggaran administrative tahunan, serta (iv) mengusulkan amandemen AoA kepada Governing Board dan General Assembly. Chairman yang sekarang dijabat oleh gubernur Bank Negara Malaysia. Pada tahun 2012, IILM telah menyelenggarakan 1 (satu) kali BEC meeting dengan hasil antara lain: mempresentasikan Business Model IILM yang baru. 4. Board Risk Management Committee (BRMC) : Board Risk Management Committee (BRMC) adalah organ yang bertugas untuk : (i) mengawasi risiko yang dihadapi IILM, dan (ii) memastikan berfungsinya proses manajemen risiko (termasuk perangkat kebijakan, limit dan struktur governance), termasuk (iii) mengawasi manajemen IILM dalam mengelola risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, reputasi dan risiko relevan lainnya, maupun risiko IILM secara agregat. Ketua BRMC saat ini dijabat oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia. Dalam tahun 2012, IILM menyelenggarakan satu kali pertemuan BRMC untuk membahas mandat dari GB meeting ke-6 antara lain mengenai perlu tidaknya IILM menerbitkan unrated sukuk. 5. Board Audit Committee (BAC) : Board Audit Committee (BAC) adalah organ yang bertugas untuk membantu GB dalam (i) pengawasan pengelolaan dan pelaporan keuangan IILM, (ii) meng-assess efektivitas sistem pengawasan internal (iii) pelaksanaan fungsi audit internal, dan (iv) review rekomendasi auditor eksternal. Bank Indonesia juga menempatkan wakilnya di komite ini, dengan ketua BAC dijabat perwakilan dari Turki. Sepanjang tahun 2012, IILM telah menyelenggarakan 3 kali pertemuan 58
LPPS 2012 BAC dengan agenda antara lain menyeleksi internal auditor, mengevaluasi hasil audit external auditor, dan membahas kondisi keuangan IILM. 6. Shari’ah Committee (SC) : Shari’ah Committee (SC) adalah organ yang bertugas untuk melakukan pengawasan penerapan prinsip syariah dalam kegiatan IILM. Dimana keanggotaan minimum terdiri dari 3 orang, dengan ketua diputuskan diantara anggota. Anggota SC saat ini terdiri dari 6 orang, termasuk 1 wakil dari Bank Indonesia, dengan Ketua SC dijabat oleh perwakilan dari bank sentral Arab Saudi. Sepanjang tahun 2012, IILM telah menyelenggarakan 3 kali SC meeting dengan agenda pokok menyetujui akad yang akan digunakan dalam penerbitan sukuk IILM. 7. Senior Management Executives : Senior Management Executives adalah legal representative dari IILM yang melakukan operasional sehari-hari IILM di bawah arahan Governing Board/BEC, serta memiliki kewenangan dan bertanggung jawab atas organisasi, pengangkatan/pemberhentian pegawai. Secara garis besar organ dibawah senior management executives meliputi divisi keuangan, divisi kepatuhan & audit internal, divisi manajemen risiko, divisi hukum dan divisi treasury. Struktur organisasi dan governance IILM setelah lebih dari 1 (tahun) beroperasinya institusi ini atau pada tahun 2012, dapat dilihat sebagaimana bagan berikut ini. Bagan 1 - Struktur organisasi IILM (2012) : General Assembly The representative body of all members IILM
Board Audit& Compliance Committee Governing Board
Board Risk
•
The policy-making body of the IILM
•
Sets the strategies and policies of the IILM
Management Committee
Other Board
Board Executive Committee
Committees Delegated by Governing Board to have oversight on the operations of the IILM
Sharī`ah Senior Management Executives
Finance division led by Chief Financial Officer
Committee
CEO In charge of day-to-day operations of IILM
Internal audit & compliance division led by Chief Internal Auditor
Risk management division led by Chief Risk Officer
Legal division led by Chief Legal Officer
Treasury division led by Chief Treasury & Asset Management Officer
59
LPPS 2012
STANDAR ISLAMIC FINANCIAL SERVICES BOARD (IFSB) TERKAIT PERBANKAN SYARIAH TAHUN 2012 : (i) Stress Testing, dan (ii) Liquidity Risk Management
1. Guiding Principles on Stress Testing for Institutions offering Islamic Financial Services IFSB sebagai International Standard Setting Body untuk keuangan syariah telah mengeluarkan IFSB-13: Guiding Principles on Stress Testing for Institutions offering Islamic Financial Services pada bulan Maret 2012. Stress testing didefinisikan sebagai alat manajemen risiko di lembaga keuangan yang: (i) menyajikan forward looking assessment terhadap risiko, (ii) merupakan solusi atas keterbatasan model dan data historis dalam menangkap data-data yang low frequency tetapi berdampak luas, (iii) memberikan input bagi prosedur perencanaan modal khususnya internal capital adequacy assessment process (ICAAP) dan perencanaan likuiditas, (iv) memfasilitasi mitigasi risiko dan, (v) membantu pelaksanaan tata kelola perusahaan (corporate governance). Selama ini, perhitungan stress testing masih terbatas kepada pasar lokal dan belum mencakup pengaruh internasional termasuk dampak contagion effect dan cross border systemic risk. Selain itu, walaupun lembaga keuangan syariah mungkin tidak terkena dampak langsung (pertama) tekanan ekonomi namun terkena dampak kedua yaitu apabila kualitas aset menurun yang menyebabkan terjadinya risiko kredit, risiko operasional, risiko imbal hasil, risiko pelarian dana ke lembaga keuangan konvensional dan risiko likuiditas. Acuan ini tidak dimaksudkan untuk menyajikan bentuk perhitungan yang baru namun untuk menyesuaikan dan melengkapi perhitungan stress testing yang ada agar lembaga keuangan syariah kompetitif dan memiliki standar stress testing yang komprehensif (lihat gambar 1 dan 2). Gambar 1. Stress Testing untuk LKS
Gambar 2. Stress Testing untuk Pengawas
Analisa Rutin dan Komprehensif terhadap Stress Testing Lembaga Keuangan Syariah
Aspek Tata Kelola Stress Testing Identifikasi Faktor-Faktor Risiko dan Cakupan Skenario Acuan Stress Testing bagi Lembaga Keuangan Syariah
Elemen Spesifik Lembaga Keuangan Syariah di Stress Metodologi Stress Testing Frekuensi Stress Testing
Existing Stress Testing
Islamic Stress Testing
Acuan Stress Testing bagi Otoritas Pengawas
Disain dan Implementasi Stress Testing yang Menyeluruh, Skenario Spesifik dan Frekuensi Stress Testing
Existing Stress Testing
Langkah Penyesuaian Berdasarkan Hasil Stress Testing
Islamic Stress Testing
Diskusi Rutin Pengawas dengan Lembaga Keuangan Syariah dan Isu Lintas Negara dan Koordinasi Internal Keterbukaan dan Format Laporan Stress Testing
Oleh karena itu, stress testing ini: (i) mempertimbangkan spesifikasi lembaga keuangan syariah termasuk pelajaran dari krisis keuangan, (ii) membimbing lembaga keuangan syariah untuk menganalisa tekanan/guncangan ekonomi dengan berbagai skenario stress testing, (iii) digunakan oleh regulator untuk alat surveillance, identifikasi kerapuhan sistem keuangan dan pengawas kebijakan makro prudensial.
60
LPPS 2012
Secara detail, isu acuan stress testing bagi lembaga keuangan syariah dan otoritas pengawas sebagai berikut:
Bagi Lembaga Keuangan Syariah Aspek Tata Kelola dari Kerangka Stress Testing Stress testing merupakan bagian tak terpisahkan dari keseluruhan tata kelola lembaga keuangan syariah dan merupakan tanggung jawab dewan direksi dan manajer senior. Hasil stress testing dapat mempengaruhi pengambilan keputusan di semua level manajemen di lembaga keuangan syariah Stress testing merupakan bagian dari kerangka manajemen risiko lembaga keuangan syariah dan didukung oleh infrastruktur yang memadai Penerapan stress testing harus dapat mengidentifikasi risiko dan melengkapi alat manajemen risiko lainnya Lembaga keuangan syariah harus mempunyai: (i) kebijakan dan prosedur tertulis, (ii) tanggung jawab yang jelas dan, (iii) alokasi sumber daya untuk memfasilitasi penerapan program stress testing. Lembaga keuangan syariah harus selalu mengevaluasi (review) kerangka stress testing dan menilai efektifitasnya secara rutin dan independen Identifikasi Faktor-Faktor Risiko dan Cakupan Skenario Stress testing yang dilakukan mencakup risiko-risiko yang relevan dan berpotensi mempengaruhi lembaga keuangan syariah Stress testing yang dilakukan mencakup berbagai skenario termasuk skenario forward-looking dan mempertimbangkan interaksi menyeluruh, efek umpan balik (feed back) dan dinamis. Stress testing menganalisa event yang terkecualikan namun berpotensi terjadi atau frekuensinya rendah namun dampaknya besar yang umumnya tidak ditangkap di dalam data historis. Elemen Spesifik Lembaga Keuangan Syariah di Stress Testing
Stress testing yang dilakukan mencakup berbagai skenario untuk mencakup beragam perspektif rekening berbasis bagi hasil Stress testing yang dilakukan mencakup elemen-elemen tertentu dari analisa modal (capital assessment) termasuk perspektif unik di semua waktu dari skenario yang ditentukan. Lembaga keuangan syariah harus mempertimbangkan risiko kredit seperti non performing financing dan highly leveraged counterparties termasuk melakukan analisa potensi tekanan kredit di masa datang dan perubahan kebutuhan modal. Lembaga keuangan syariah harus mempertimbangkan berbagai posisi instrumen keuangan syariah di dalam portofolio perdagangan khususnya terhadap risiko pasar yang sistemik, tekanan likuiditas dan risiko legal Lembaga keuangan syariah harus menganalisa kepada portfolio yang spesifik seperti portofolio kredit konsumsi, kredit kepemilikan rumah, real estate, transaksi commodity Murabahah dan equity investment. Lembaga keuangan syariah harus menganalisa beragam faktor penyebab risiko likuiditas dan perspektif unik terkait agar dapat: (i) memenuhi kewajiban keuangannya dan, (ii) mengidentifikasi potensi tekanan likuiditas. Stress testing yang dilakukan mencakup berbagai aspek risiko ketidaksesuaian kepada syariah (Sharia non-compliance risk) dan dampak keuangan dari kerusakan reputasi. Stress testing yang dilakukan mencakup tekanan off balance sheet. Metodologi Stress Testing Lembaga keuangan syariah harus menerapkan metodologi stress testing yang komprehensif yang mencakup: (i) analisa sensitifitas (sensitivity) dan, (ii) analisa skenario. Lembaga keuangan syariah harus menerapkan stress testing kebalikan (reverse) sebagai salah satu alat manajemen risiko untuk melengkapi stress testing yang dilakukan. Lembaga keuangan syariah harus selalu mengevaluasi metodologi stress testing yang diterapkan dengan mempertimbangkan: (i) perubahan kondisi pasar, (ii) perubahan model bisnis dan aktifitas bisnis seperti ukuran dan kompleksitasnya. Frekuensi Stress Testing Lembaga keuangan syariah harus melakukan stress testing secara rutin dan frekuensi yang sesuai di semua tingkatan sejalan dengan risiko-risiko yang melingkupi portofolio perbankan. Stress testing harus digunakan untuk mendukung beragam pengambilan keputusan dan lembaga keuangan syariah harus menentukan langkah manajemen yang merespon hasil stress testing. Lembaga keuangan syariah harus dapat menyediakan informasi utama baik kuantitatif maupun kualitatif dengan metodologi yang sesuai.
61
LPPS 2012 Bagi Otoritas Pengawas Lembaga Keuangan Syariah Analisa Rutin dan Komprehensif terhadap Stress Testing Lembaga Keuangan Syariah Otoritas pengawas harus melakukan analisa rutin yang komprehensif terhadap program stress testing lembaga keuangan syariah dan mengevaluasi hasil stress testing lembaga keuangan syariah. Otoritas pengawas harus mempunyai kapasitas dan skill yang memadai untuk menganalisa stress testing lembaga keuangan syariah. Disain dan Implementasi Stress Testing yang Menyeluruh, Skenario Spesifik dan Frekuensi Stress Testing Otoritas pengawas harus mempertimbangkan kinerja keuangan individual maupun keseluruhan lembaga keuangan syariah termasuk mengevaluasi dampak tekanan ekonomi pada sektor perbankan Langkah Penyesuaian Berdasarkan Hasil Stress Testing Otoritas pengawas harus mempertimbangkan kinerja keuangan individual maupun keseluruhan lembaga keuangan syariah termasuk mengevaluasi dampak tekanan ekonomi pada sektor perbankan Diskusi Rutin Pengawas dengan Lembaga Keuangan Syariah dan Industri Otoritas pengawas harus secara rutin terlibat diskusi dengan lembaga keuangan syariah maupun industri untuk mengidentifikasi kerapuhan sistemik di lembaga keuangan syariah. Isu Lintas Negara dan Koordinasi Internal Otoritas pengawas harus mempertimbangkan dampak lintas negara dari progam stress testing untuk menjamin koordinasi aktifitas pengawasan. Keterbukaan dan Format Laporan Stress Testing Otoritas pengawas harus menentukan keterbukaan kualitatif dan kuantitatif dari hasil stress testing yang dilaporkan oleh lembaga keuangan syariah di wilayah kewenangannya.
2. Guiding Principles on Liquidity Risk Management for Institutions offering Islamic Financial Services Penyusunan standar internasional manajemen risiko likuiditas untuk lembaga keuangan syariah oleh IFSB, dilatarbelakangi perkembangan perekonomian dan keuangan global, khususnya dengan terjadinya krisis keuangan global yang kemudian berpengaruh kepada krisis ekonomi yang lebih luas, yang menyebabkan ketatnya likuiditas dan kredit dalam pasar keuangan global. Sementara dengan semakin berkembang dan terintegrasinya perbankan dan keuangan syariah didunia, sedikit banyak akan terpengaruh pula oleh kondisi dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Kondisi perekonomian dan keuangan global dimaksud, telah membuat BIS sebagai International Standard Setting Body perbankan mengeluarkan panduan manajemen risiko likuiditas perbankan konvensional sejak tahun 2009. Sejalan dengan hal tersebut dan dalam rangka pengelolaan manajemen risiko likuiditas bagi lembaga keuangan syariah, IFSB mengeluarkan IFSB-12, Guiding Principles on Liquidity Risk Management for Institutions Offering Islamic Financial Services (IIFS) di bulan Maret 2012. Prinsip penyusunan IFSB Guiding Principles, sebagaimana sebelumnya tidak melakukan proses “reinventing the wheel” sehingga tetap mengakomodasi prinsip manajemen risiko likuiditas yang berlaku secara umum di lembaga keuangan, namun ditambah dengan penyesuaian keunikan keuangan syariah didalamnya. Selain itu juga, IFSB menyadari bahwa praktek dan panduan pengelolaan manajemen risiko likuiditas perbankan syariah di berbagai negara bervariasi, baik dalam karakteristik, cakupan dan infrastruktur maupun instrumen/produk. Sehingga diharapkan otoritas masing-masing negara melakukan evaluasi dan review terhadap praktek dan panduan pengelolaan manajemen risiko likuiditas maupun ketentuan yang ada dengan standar IFSB ini menjadi referensi-nya. Standar IFSB ini juga menjelaskan komponen yang diperlukan untuk pengelolaan manajemen risiko likuiditas yang baik, dimana keberadaan infrastruktur terkait yang relevan dipandang sebagai komponen yang penting, baik untuk pengembangan pasar keuangan syariah maupun stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan
62
LPPS 2012 Pengertian infrastruktur likuiditas merujuk kepada pengaturan kelembagaan dan operasional yang ada, dan dapat menyediakan lingkungan yang membantu pengelolaan likuiditas lembaga keuangan, baik dalam kondisi normal maupun krisis.
Infrastruktur likuiditas : Sistem hukum bisnis, mencakup pasar modal, trust, hutang publik, kontrak, kebangkrutan dan penyelesaian aset (recovery asset). Pengawasan makroprudensial yang memadai. Sistem kliring dan pembayaran yang efisien dan aman. Transparansi informasi dan disiplin pasar yang tepat dan relevan. Kerangka governance yang luas (termasuk sharia governance) atas transaksi keuangan syariah. Pasar uang syariah yang berfungsi baik dan jumlah memadai pemain dan instrumen yang sesuai syariah. Ketersediaan Jaring pengaman sistem keuangan, termasuk keuangan syariah. Ketersediaan mekanisme dan kebijakan moneter sesuai syariah. Pengelolaan yang baik atas pasar modal syariah termasuk didalamnya instrumen pemerintah/korporat yang sesuai syariah. Kerangka pengaturan mengatasi insolvency lembaga keuangan syariah. Ketersediaan benchmark yang sesuai syariah untuk transaksi dan pricing produk/aktivitas lembaga keuangan syariah. Ketersediaan standar internasional akuntansi dan audit lembaga keuangan syariah. Ketersediaan pemeringkat kredit/rating/kelembagaan keuangan syariah dalam rangka keterbukaan dan disiplin pasar.
Sementara prinsip-prinsip yang diatur dalam standar IFSB ini terbagi kedalam 2 bagian yaitu yang berlaku untuk : (i) lembaga keuangan syariah dan (ii) otoritas pengawasan lembaga keuangan syariah. Dengan prinsip-prinsip dimaksud adalah sebagai berikut :
Lembaga Keuangan Syariah : 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Prinsip Umum (bank harus memiliki kerangka manajemen risiko likuditas yang komprehensif dan baik/sound) Peranan Dewan Direksi (Board of Directors) Struktur Governance dan Peranan Manajemen Senior (didalamnya termasuk DPS) Identifikasi Risiko Likuiditas Interaksi Risiko Likuditas dan Implikasi dengan Kontrak Keuangan Syariah Pengukuran Risiko Likuiditas Sumber Pendanaan yang Terdiversifikasi Manajemen Risiko Likuiditas yang terkonsolidasi (BUS anak perusahaan BUK/UUS) Pengelolaan cadangan Aset Likuiditas yang tinggi Penyiapan Rencana Pendanaan Darurat (Contingency Funding Plan/CFP) Pengelolaan agunan Sesuai Syariah (Managing Shari`ah-Compliant Collateral) Kerjasama/Kolaborasi Perbankan Syariah Pemenuhan Kewajiban Sistem Pembayaran dan Settlement Risiko Likuiditas Valuta Asing Pelaporan dan Transparansi Risiko Likuiditas
Otoritas Pengawasan : 1. Tanggung Jawab atas Pengawasan dan Risiko Likuiditas Lembaga Keuangan Syariah. 2. Pengaturan Pengawasan Manajemen Risiko Likuiditas Lembaga Keuangan Syariah. 3. Peranan Otoritas sebagai Lender of the Last Resort. 4. Pengawasan Konsolidasi Risiko Likuditas. 5. Pengumpulan Informasi Likuiditas dan Tindakan Perbaikan. 6. Pengawasan Risiko Likuiditas yang crosssector dan melibatkan Home-Host authorities. 7. Rencana Kontinjensi Otoritas untuk Lembaga Keuangan Syariah.
63
LPPS 2012
BAB IV. PERKEMBANGAN OPERASI MONETER, PASAR KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK SYARIAH 4.1. OPERASI MONETER SYARIAH (OMS) Secara umum strategi Operasi Moneter Syariah (OMS) yang dilakukan BI selama tahun 2012 tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu dengan aktif melakukan penyerapan likuiditas perbankan syariah. Diversifikasi instrumen penyerapan Reverse Repo SBSN yang mulai dilakukan sejak tahun 2011 terus dilanjutkan pada tahun 2012, meskipun perkembangannya relatif lambat. BI tetap berkomitmen untuk menyediakan instrument OMS dengan tenor diantara FASBIS overnight dan SBIS 9 bulan untuk mendukung optimalisasi pengelolaan likuiditas perbankan syariah. Pengaruh likuiditas yang signifikan terjadi pada tahun 2012 dengan adanya penarikan dana haji oleh pemerintah yang selama ini ditempatkan pada perbankan syariah untuk dikonversikan penempatannya dalam bentuk penerbitan Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI). Pada mulanya penarikan ini menimbulkan shocking likuiditas terutama pada BUS sehingga sekitar bulan April 2012 kondisi likuiditas cenderung mengalami penurunan. Namun demikian, penyesuaian terus dilakukan oleh BUS, bahkan situasi ini berdampak positif dengan meningkatnya aktivitas PUAS selama tahun 2012. Selain itu, kondisi ini juga tidak mempengaruhi pertumbuhan bisnis perbankan syariah yang terus mengalami kenaikan yang tercermin dari meningkatnya DPK dan pembiayaan di tahun 2012. Perkembangan posisi rata-rata OMS selama tahun 2012 mengalami peningkatan, terutama pada instrumen Deposit Facility Syariah (FASBIS) dan SBIS masing-masing meningkat 45% dan 5%. Namun demikian, apabila dilihat dari posisi OMS akhir Desember 2012 dibandingkan posisi yang sama pada tahun sebelumnya, terlihat penurunan sekitar -9,5%. Penurunan likuiditas selama tahun 2012 dialami oleh industri perbankan secara keseluruhan yang tercermin pada posisi instumen operasi moneter bank konvensional yang mengalami penurunan signifikan sekitar -15% pada semua instrumen utama SBI, Tem Deposit (TD) dan Deposit Facility (FASBI). Tabel 4.1. Indikator Perbankan (Rp. Miliar) I ndi kator As et
Bank K onv ens i onal 2011 Grow th (%) 2012* 3.652.832 4.262.587 16,69%
2011 145.466
Bank Sy ari ah 2012*
195.018 26.575,17 7.479,47 6.794,80 5.931,45 684,67 408,06
Grow th (%) 34,06%
L i kui di tas (Gi ro & Pos i si OM) Gi ro di BI GWM (Akhir Periode) GWM (Rata-Rata) Excess Reserve (Akhir Periode) Excess Reserve (Rata-Rata)
679.459,03 194.908,43 192.759,34 176.156,76 2.149,09 2.330,46
642.520,50 232.477,13 216.782,59 207.267,56 15.694,53 2.854,66
-5,44% 19,28% 12,46% 17,66% 630,29% 22,49%
26.866,72 5.777,62 5.338,04 4.296,87 439,58 344,72
-1,09% 29,46% 27,29% 38,04% 55,75% 18,37%
Posi si Operasi Moneter Posi si Operasi Moneter Sy ari ah (R ata-Rata) SBI/SBIS (Akhir Periode) SBI/SBIS (Rata-Rata) FASBI/S (Akhir Periode) FASBI/S (Rata-Rata) Term Deposit (Akhir Periode) Term Deposit (Rata-Rata) Reverse Repo (Akhir Periode) Reverse Repo (Rata-Rata)
484.550,60
410.043,37
-15,38%
21.089,10
19.095,70
-9,45%
446.734,40 119.777,00 180.021,06 152.512,40 46.686,66 154.381,10 193.240,04 57.880,10 26.786,63
377.821,02 78.872,50 86.930,85 69.039,60 103.060,96 180.797,50 120.094,16 81.333,77 67.735,04
-15,43% -34,15% -51,71% -54,73% 120,75% 17,11% -37,85% 40,52% 152,87%
9.377,90 3.476,00 2.883,45 17.403,10 6.494,46 210,00 -
12.488,76 3.455,00 3.025,96 15.582,20 9.420,68 58,50 42,12
33,17% -0,60% 4,94% -10,46% 45,06% -72,14% -
Pada tahun 2012 total OMS secara rata-rata mengalami peningkatan dari Rp 9,4 triliun menjadi Rp 12,5 triliun atau meningkat sekitar 33%. Komposisi OMS didominasi oleh penempatan BUS/UUS pada instrumen jangka pendek (FASBIS) sebesar rata-rata Rp 9,4 triliun atau sekitar 75% dari total 64
LPPS 2012 OMS. Secara historis rata-rata penempatan BUS/UUS pada instrument SBIS 9 bulan sebesar Rp 3 triliun, dan Reverse Repo SBSN sebesar Rp 42 miliar. Pada periode laporan, kecenderungan perbankan syariah menempatkan likuiditas masih pada penempatan instrumen berjangka pendek yaitu FASBIS 1 hari (overnight). Penambahan instrumen Reverse Repo SBSN sebagai alternatif outlet baru dengan tenor jangka pendek sekitar 1 bulan, belum terlalu menarik minat perbankan syariah, dengan posisi masih relatif kecil rata-rata sekitar Rp 42 miliar. Adapun gambaran perkembangan komposisi OMS dan OM Konvensional per posisi tanggal 31 Desember 2012 dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun 2011, dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Grafik 4.1. Komposisi Instrumen Operasi Moneter (kontraksi)-Syariah vs Konvensional Instrumen OM Konvensional
Instrumen OMS 2011
Reverse Repo; 11,97%
Rev Repo SBSN; 1,00% SBIS; 16,48%
SBI; 24,71% TD; 31,85% Deposit Fac; 31,46%
FASBIS; 82,52%
2012 Reverse Repo; 19,84%
SBI; 19,24%
Rev Repo SBSN; 0,31% SBIS; 18,09%
Deposit Fac; 16,84% TD; 44,09%
FASBIS; 81,60%
Sumber : BI, data diolah
4.1.1. Pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka Syariah Pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka (OPT) syariah dilakukan oleh BI dengan melakukan lelang SBIS tenor 9 bulan secara reguler bulanan dan lelang Reverse Repo SBSN tenor 1 bulan secara sewaktu-waktu (non-reguler). 1. SBIS Berdasarkan pelaku, dari 35 BUS dan UUS terdapat 13 BUS dan UUS yang menempatkan dananya pada instrumen SBIS selama 2012. Pada beberapa BUS terjadi penurunan siginifikan jumlah penempatan pada SBIS antara lain karena penarikan dana haji oleh Pemerintah sebagaimana telah dijelaskan di atas. Secara umum posisi rata-rata SBIS selama tahun 2012 sekitar Rp. 3 triliun.
65
LPPS 2012 2. Reverse Repo SBSN Dalam rangka meningkatkan volume Reverse Repo SBSN untuk optimalisasi penggunaan SUN dan SBSN dalam pengelolaan moneter, Bank Indonesia menempuh langkah dengan menambah portofolio SPN Syariah dalam jumlah besar melalui lelang perdana SPN Syariah dan lelang Greemshoe. Selama 2012, BI telah melakukan 3 kali pembelian SPN Syariah dengan total sebesar Rp858.5 miliar. Namun demikian kecukupan pasokan SBSN tersebut belum dapat mendorong minat perbankan syariah pada lelang Reverse Repo SBSN. Sepanjang tahun 2012, BI secara berkesinambungan meningkatkan pelaksanaan lelang Reverse Repo SBSN menjadi 10 kali dengan tenor 21, 27 dan 28 hari. Tercatat dari 35 BUS dan UUS hanya 4 BUS sebagai peserta lelang Reverse Repo SBSN. Secara umum terdapat beberapa faktor yang masih menjadi kendala sehingga mempengaruhi rendahnya minat perbankan syariah pada lelang Reverse Repo SBSN. Faktor-faktor tersebut antara lain pemahaman transaksi repo/reverse repo yang relatif masih rendah sehingga menganggap instrumen ini lebih tinggi resikonya, preferensi penempatan/pengelolaan dana pada instrumen lain (seperti FASBIS, deposito antar bank) yang lebih sederhana dengan tingkat imbalan yang lebih menarik, kendala ketentuan internal (SOP) bank yang belum tersedia, dan pelaksanaan lelang Reverse Repo SBSN yang tidak regular. Selain kendala dari sisi peserta, permasalahan juga dihadapi BI yaitu kendala untuk melakukan pelaksanaan lelang Reverse Repo SBSN secara regular yang disebabkan keterbatasan stock kepemilikan SBSN. Meskipun upaya pembelian SBSN jangka pendek (SPNS) telah dilakukan secara aktif melalui keikutsertaan BI dalam lelang di pasar perdana yang diadakan DJPU-Kemenkeu selama tahun 2012, namun dari rencana lelang SPNS sebanyak 13 kali DJPU hanya memenangkan lelang sebanyak 4 kali, sehingga upaya penambahan stock kepemilikan SBSN oleh BI menjadi terbatas. Demikian pula upaya pembelian SBSN di pasar sekunder juga mengalami kendala karena umumnya investor SBSN mengklasifikasikan kepemilikan SBSN dalam portofolio investasi. Meskipun terdapat kendala tersebut di atas, pada tahun 2013 ke depan BI tetap berkomitmen dalam meningkatkan lelang Reverse Repo SBSN, karena strategi ini diyakini dapat menjadi benchmark instrumen bagi pelaku pasar terutama BUS dan UUS, serta mendorong pendalaman dan likuiditas pasar SBSN serta diversifikasi instrumen OMS. 3. Standing Facilities Syariah (SFS) a. Deposit Facility - FASBIS Volume FASBIS cenderung menurun pada periode Januari-Juli 2012 dibandingkan volume akhir tahun 2011 dalam rangka antisipasi perbankan syariah untuk ekspansi pembiayaan. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi penurunan volume FASBIS pada periode tersebut adalah penarikan dana haji dari perbankan syariah ke Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) di bulan April 2012. Volume FASBIS kembali meningkat pada periode bulan Juli-Desember 2012. Peningkatan pada periode tersebut dipengaruhi oleh transaksi-transaksi Pemerintah seperti penyetoran dan pembayaran biaya haji (ONH), melambatnya ekspansi pembiayaan perbankan syariah setelah mencapai posisi tertinggi pada bulan September 2012 yaitu sebesar 102,10%. Kenaikan volume FASBIS secara signifikan pada bulan Desember disebabkan oleh posisi pembiayaan perbankan syariah yang menurun (pada bulan Desember FDR sebesar 100%), tidak adanya penempatan/perpanjangan SDHI, dan peningkatan belanja Pemerintah.
66
LPPS 2012 Grafik 4.2. Perkembangan Posisi FASBIS dan Excess Reserve FASBIS
Rp T
SBIS
ER Syariah
20
16
12
8
4
10-Dec-12
8-Nov-12
1-Sep-12
10-Oct-12
12-Aug-12
1-Jul-12
6-Jun-12
1-May-12
12-Apr-12
1-Mar-12
1-Jan-12
1-Feb-12
21-Dec-11
23-Nov-11
26-Oct-11
28-Sep-11
24-Aug-11
26-Jul-11
27-Jun-11
27-May-11
28-Apr-11
30-Mar-11
2-Mar-11
31-Jan-11
3-Jan-11
0
Sumber : BI, data diolah
b. Financing Facility - Repo Dengan Bank Indonesia Meskipun selama tahun 2012 perbankan syariah mengalami kondisi ekses likuiditas, namun beberapa saat pasca penarikan dana haji oleh pemerintah dari perbankan syariah menyebabkan beberapa BUS kekurangan likuiditas. Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas tersebut, terdapat pengajuan fasilitas repo overnight, dengan total pengajuan fasilitas repo sebesar Rp71 miliar selama periode 2012.
4.1.2. Perkembangan Aset Likuid Perbankan Syariah Secara umum, perkembangan posisi aset likuid perbankan syariah selama tahun 2012 menunjukkan tren yang menurun dibanding posisi pada tahun 2011. Dalam hal ini, komponen utama aset likuid perbankan syariah yang dilihat adalah penempatan pada BI yaitu ekses reserve pada giro, instrumen OMS (SBIS, FASBIS dan Reverse Repo SBSN), dan penempatan pada pemerintah dalam bentuk aset SBSN. Secara total posisi aset likuid BUS dan UUS posisi per Desember 2012 mengalami sedikit penurunan 4,07% dibandingkan tahun sebelumnya dari Rp.24,6 triliun menjadi 23,6 triliun, dimana titik terendah posisi aset likuid terjadi pada bulan Juli 2012 sebesar Rp.14,2 triliun. Penurunan posisi aset likuid ini dipengaruhi oleh penurunan signifikan penempatan pada FASBIS khususnya pada periode semester I, penurunan jumlah penempatan dana pada SBIS, jatuh temponya beberapa seri SBIS dan tidak ditempatkan kembali pada instrumen operasi moneter dan seiring dengan meningkatnya ekspansi pembiayaan. Penurunan pemeliharaan kelebihan likuiditas di Bank Indonesia ini sejalan dengan fokus perbankan syariah untuk melakukan ekspansi pembiayaan. Sementara kebijakan Loan to Value pada perbankan konvensional, menyebabkan ekspansi pembiayaan bank syariah lebih besar daripada ekspansi kredit bank konvensional, turut mempengaruhi penurunan posisi aset likuid perbankan syariah. Untuk melihat gambaran kemampuan perbankan syariah dalam memenuhi kewajiban segera apabila terjadi penarikan dana secara besar-besaran oleh nasabah atau faktor lainnya terkait kebutuhan likuiditas, dapat digunakan indikator rasio aset likuid yaitu perbandingan posisi aset likuid sebagaimana dijelaskan di atas terhadap posisi GWM yang harus dijaga oleh perbankan syariah. 67
LPPS 2012 Grafik 4.3. Perkembangan Rasio Aset Likuid Rp. Triliun
Sumber: BI, diolah
Secara total rata-rata rasio aset likuid BUS dan UUS pada akhir tahun 2012 juga mengalami penurunan menjadi 352,45% dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2011 sebesar 460,12%. Penurunan rasio aset likuid ini, terutama dipengaruhi oleh peningkatan DPK yang cukup tinggi pada tahun 2012 sehingga kewajiban bank untuk memelihara GWM turut meningkat. Meskipun demikian, perbankan syariah masih dalam posisi aman, mengingat rata-rata rasio aset likuid masih jauh di atas angka psikologis (100%).
4.2. PERKEMBANGAN PASAR UANG SYARIAH Pasar uang antar bank merupakan sarana yang penting bagi perbankan dalam pengelolaan likuiditas untuk menghadapi berbagai risiko yang mungkin muncul akibat terjadinya liquidity mismatch. Demikian halnya dengan pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS) bagi perbankan syariah. Aset, DPK, dan pembiayaan bank syariah yang terus bertambah membuat PUAS dibutuhkan sebagai sarana pendukung pengelolaan likuiditas jangka pendek oleh bank syariah. 4.2.1. Volume dan Frekuensi Transaksi PUAS Aktivitas PUAS kembali meningkat signifikan setelah menurun cukup tajam pada tahun 2011. Secara keseluruhan, volume transaksi PUAS pada tahun 2012 naik sebesar 188,12% (yoy) dari Rp13,9 triliun menjadi Rp40,2 triliun, hampir 3 kali lipat dari tahun 2011. Demikian juga dengan rata-rata harian (RRH) volume PUAS yang naik sebesar 168,33% dari Rp64,2 miliar menjadi Rp172,5 miliar. Sedangkan dari segi frekuensi transaksi, peningkatan yang terjadi lebih kecil yaitu sebesar 53,73%. (Tabel 4.2).
68
LPPS 2012 Tabel. 4. 2. Volume dan Frekuensi Transaksi PUAS (Rp miliar) Keseluruhan (Rp miliar) Overnight (Rp miliar) Frek. Tanam
Indikator Volume Rata-rata harian Volume Rata-rata harian Total Rata-rata
2010 33.622,10 152,83 12.330,70 85,27 1.083 5
2011 13.950,40 64,29 5.011,40 35,63 858 4
2012 40.193,30 172,50 15.417,20 93,44 1.319 6
Sumber: Bank Indonesia, data diolah
Peningkatan aktivitas PUAS pada tahun 2012, baik volume maupun frekuensi transaksi, mengindikasikan berkurangnya kelonggaran likuiditas perbankan syariah yang dialami tahun 2011. Peningkatan tersebut sudah mulai terlihat pada triwulan I, namun aktivitas PUAS baru meningkat signifikan pada triwulan II yang berlanjut hingga triwulan III, dan kemudian sedikit menurun di triwulan IV (Grafik 4.4).
Grafik. 4. 4. Rata-rata Harian Volume dan Frekuensi Transaksi PUAS Rp miliar
RRH Volume (LHS)
Grafik. 4. 5. Pembiayaan dan DPK
Rp triliun
Total Frekuensi (RHS) 250
400,0
Pembiayaan
DPK
FDR (rhs)
160
105%
140
350,0 200
300,0 250,0
150
200,0
100%
120 95%
100 80
100
150,0 100,0
50
50,0
90%
60
85%
40 80%
Sumber: BI, data diolah kembali
Des-12
Okt-12
Nop-12
75% Sep-12
Jul-12
Jun-12
Apr-12
Mei-12
2012
Mar-12
2011
Jan-12
2010
Feb-12
Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul Sep Nop
0
Agust-…
20
0,0
Sumber: BI, data diolah kembali
Peningkatan transaksi PUAS yang signifikan terjadi pada triwulan II dipengaruhi oleh pemindahan dana haji dari perbankan ke Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan pada bulan Maret, April, Mei, dan Juni. Di samping itu, siklus penyaluran pembiayaan yang biasanya meningkat di pertengahan tahun juga mempengaruhi berkurangnya kelonggaran likuiditas bank syariah terutama di jangka pendek. Hal ini terlihat dari FDR yang meningkat cukup tinggi pada triwulan II (Grafik 4.5). Kedua hal inilah yang dianggap menjadi faktor utama yang mendorong peningkatan aktivitas PUAS. Argumen mengenai berkurangnya kelonggaran likuiditas jangka pendek yang dialami oleh bank syariah tidak hanya tercermin dari peningkatan aktivitas transaksi PUAS. Argumen tersebut juga didukung oleh perkembangan kondisi likuiditas perbankan syariah yang digambarkan oleh Grafik 4.6. Penempatan dana bank syariah pada BI terlihat menurun semenjak awal tahun, terutama pada FASBIS yang menurun drastis. Penurunan signifikan pada volume FASBIS yang berjangka waktu overnight 69
LPPS 2012 mengonfirmasi berkurangnya kelonggaran likuiditas jangka pendek bank syariah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Grafik. 4.6. Likuiditas Perbankan Syariah Rp miliar 20.000 18.000
Vol FASBIS
16.000
SBIS
14.000
ER
12.000
Vol PUAS Total
10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 Jan-10
Jul-10
Jan-11
Jul-11
Jan-12
Jul-12
4.2.2. Tingkat Imbalan di PUAS Grafik 4.7. Pergerakan Tingkat Imbalan PUAS % 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 RRT PUAS Keseluruhan BI Rate Repo FASBIS SBIS RRT PUAB Keseluruhan
4,00 3,00 2,00 Jan-10
Jun-10
Des-10
Jun-11
Des-11
Jul-12
Des-12
Sumber: BI, data diolah kembali
Bila dibandingkan dengan RRT suku bunga PUAB, tingkat imbalan PUAS terlihat lebih berfluktuasi meskipun dengan trend yang sama (Grafik 4.7). Meskipun selama semester pertama tahun 2012 RRT PUAS terlihat tidak berfluktuasi terlalu besar, namun RRT PUAS keseluruhan kembali berfluktuasi pada awal semester kedua. Pada awal tahun 2012 pula RRT PUAS masih berada di sekitar koridor bawah BI Rate atau tingkat imbalan FASBIS. Peningkatan RRT PUAS mulai terjadi di sekitar triwulan II. Harga yang meningkat menunjukkan bahwa likuiditas jangka pendek semakin dibutuhkan oleh bank syariah. Hal ini mengonfirmasi terjadinya penurunan kelonggaran likuiditas jangka pendek yang dialami oleh bank syariah. 4.2.3. Pelaku Transaksi di PUAS Adanya pembentukan 1 UUS baru membuat jumlah pelaku transaksi bank syariah bertambah pada tahun 2012 menjadi 35 (11 BUS dan 24 UUS). Jika dilihat dari sisi pelaku transaksi PUAS, terjadi sedikit peningkatan jumlah pelaku PUAS dari 34 bank pada tahun 2011 menjadi 35 bank (terdiri dari 70
LPPS 2012 18 bank syariah dan 17 bank konvensional) pada tahun 2012. Hal ini lebih disebabkan oleh bertambahnya jumlah bank konvensional yang menanamkan dananya di PUAS sebagaimana terlihat dari Tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4. 3. Perkembangan Pelaku Transaksi PUAS Indikator Jumlah Bank Syariah Jumlah Pelaku Transaksi - Penanam dana - Pengelola dana
2010 Syariah Konv 34 20 12 17 12 13 -
Rata-rata Volume Rata-rata Frekuensi
152,83 5
2011 Syariah Konv 34 19 15 18 15 12 64,29 4
2012 Syariah Konv 35 18 17 17 17 12 172,50 6
Sumber: Bank Indonesia, data diolah
Jika dilihat dari komposisi pelaku secara keseluruhan (Tabel 4.4), bank konvensional kembali memiliki share yang cukup besar pada transaksi PUAS. Setelah mengalami penurunan pada tahun 2011, share perbankan konvensional pada PUAS meningkat di tahun 2012 menjadi 48,49%. Demikian pula dengan sisi frekuensi, share perbankan konvensional meningkat menjadi 28,35%. Meningkatnya kontribusi bank konvensional dalam transaksi PUAS sebagai penanam dana, menunjukkan kondisi perbankan syariah yang kurang likuid, terutama untuk jangka pendek, sehingga peminjaman dana kepada bank konvensional meningkat. Tabel 4. 4. Komposisi Pelaku Transaksi PUAS
Tahun
Share Volume Bank Bank Syariah Konvensional
Share Frekuensi Bank Bank Syariah Konvensional
2010
35,40%
64,60%
62,50%
37,50%
2011
83,27%
16,73%
85,08%
14,92%
2012
51,51%
48,49%
71,65%
28,35%
Sumber: Bank Indonesia, data diolah
Apabila membandingkan PUAS dengan instrumen penempatan dana bank syariah pada BI, perkembangan menunjukkan bahwa meskipun penempatan pada BI relatif stabil, namun komposisi PUAS meningkat. Terjadi peningkatan pada indikator perbandingan PUAS terhadap instrumen moneter, baik secara keseluruhan maupun per jenis instrumen. Hal ini menunjukkan kelebihan dana yang ada banyak digunakan untuk sesama pelaku pasar sehingga memiliki efek lebih dekat dengan sektor riil, dibandingkan dengan hanya ditempatkan pada BI sebagai dana idle.
71
LPPS 2012 Tabel 4.5. Rasio PUAS (triliun Rp) 2010
Indikator
Syariah
Total Asset
97,5
a. Rasio Aset (Syariah : Konvens'l)
2012
2011
Konvens'l 3.008,85
Syariah 145,5
3,24%
Konvens'l 3.652,83
3,98%
Syariah 195,0
Konvens'l 4.262,59
4,58%
Rata-rata harian PUAS & PUAB
0,154
8,97
0,065
10,61
0,173
9,34
b. Rasio PUAS & PUAB thd Aset
0,16%
0,30%
0,04%
0,29%
0,09%
0,22%
Instrumen Moneter - Total
12,17
473,75
21,09
484,50
19,10
410,04
c. Rasio PUAS/PUAB to Inst Moneter
1,27%
1,89%
0,31%
2,19%
0,90%
2,28%
3,00
200,11
3,48
119,78
3,46
78,87
5,14%
4,48%
1,87%
8,85%
4,99%
11,85%
SBIS & SBI d. Rasio PUAS/PUAB thd SBIS/SBI Rrh FASBI/S e. Rasio PUAS/PUAB thd FASBIS/FASBI Rata-rata harian Excess Reserve (ER)
3,91
27,52
6,49
46,69
9,42
103,07
3,95%
32,58%
1,00%
22,72%
1,83%
9,07%
0,231
1,94
0,345
2,64
0,408
2,80
f. Rasio PUAS/PUAB thd ER
66,67%
461,53%
18,86%
401,41%
42,28%
333,44%
Rata-rata bulanan FDR
94,37%
75,45%
94,33%
79,18%
97,16%
81,98%
4.3. PERKEMBANGAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA Sejak kelahiran UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Pemerintah mulai menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebagai alternatif pembiayaan belanja negara. Sebagai instrumen yang diterbitkan oleh Pemerintah cq Kementerian Keuangan (Kemenkeu), SBSN merupakan salah satu instrumen keuangan syariah yang mendominasi pasar keuangan syariah di Indonesia hingga saat ini.
Seri
IFR0001 IFR0002 IFR0003 IFR0004 IFR0005 IFR0006 IFR0007 IFR0008 IFR0010 PBS001 PBS002 PBS003
Tabel 4.6. Surat Berharga Syariah Negara Imbalan/ Tgl. Tgl. Jatuh Outstanding Kupon Penerbitan Tempo (Rp miliar) (%) Tradable 26/08/2008 15/08/2015 11,80 2.714,70 26/08/2008 15/08/2018 11,95 1.985,00 29/10/2009 15/09/2015 9,25 2.632,00 12/11/2009 15/10/2013 9,00 550,00 21/01/2010 15/01/2017 9,00 1.171,00 01/04/2010 15/03/2030 10,25 2.175,00 21/01/2010 15/01/2025 10,25 1.547,00 15/04/2010 15/03/2020 8,80 252,00 03/03/2011 15/02/2036 10,00 4.110,00 16/02/2012 15/02/2018 4,45 5.920,00 02/02/2012 15/01/2022 5,45 1.208,00 02/02/2012 15/01/2027 6,00 2.847,00 72
LPPS 2012
Seri PBS004 SR-002 SR-003 SR-004 SPN-S 03042013 SPN-S 17042013
SDHI2013A SDHI2014A SDHI2014B SDHI2014C SDHI2014D SDHI2021A SDHI2021B SDHI2017A SDHI2019A SDHI2022A SDHI2016A SDHI2020A SDHI2018A SDHI2015A SDHI2020B
Imbalan/ Outstanding Kupon (Rp miliar) (%) 6,10 6.739,00 8,70 8.033,86 8,15 7.341,41 6,25 13.613,81
Tgl. Penerbitan
Tgl. Jatuh Tempo
16/02/2012 10/02/2010 23/02/2011 21/03/2012
15/02/2037 10/02/2013 23/02/2014 21/09/2015
04/10/2012
03/04/2013
-
90,00
18/10/2012
17/04/2013
-
105,00
Total SBSN Tradable Non - Tradable 17/05/2010 17/05/2013 7,55 09/08/2010 09/08/2014 7,36 25/08/2010 25/08/2014 7,30 07/10/2010 07/10/2014 7,13 11/02/2011 11/02/2014 7,85 11/04/2011 11/04/2021 8,00 17/10/2011 17/10/2021 7,16 21/03/2012 21/03/2017 5,16 21/03/2012 21/03/2019 5,46 21/03/2012 21/03/2022 5,91 27/04/2012 27/04/2016 5,03 27/042012 27/04/2020 5,79 30/05/2012 30/05/2018 6,06 28/06/2012 28/06/2015 5,21 28/06/2012 28/06/2020 6,20 Total SBSN Non - Tradable Total SBSN Domestik SBSN Valas
63.034,78
SNI14 (USD)
23/04/2009
23/04/2014
8,80
SNI18 (USD)
21/11/2011
21/11/2018
4,00
SNI22 (USD)
21/11/2012
21/11/2022
3,30
Grand Total
Total SBSN Valas (equivalen) 124.443,28
4.250,00 2.855,00 336,00 2.000,00 6.000,00 2.000,00 3.000,00 2.000,00 3.000,00 3.342,00 1.000,00 1.500,00 2.500,00 1.000,00 1.000,00 35.783,00 98.817,78 USD 650 juta USD 1000 juta USD 1000 juta 25.625,50
Sumber: Kemenkeu, data diolah
Volume outstanding SBSN kembali meningkat di tahun 2012 setelah sebelumnya mengalami peningkatan yang cukup drastis di tahun 2011. Pada akhir tahun 2012, volume outstanding SBSN domestik adalah sebesar Rp98,82 triliun (Tabel 4.6), meningkat 27,13% dari posisi akhir tahun 2011. Dari segi issuance, pada tahun 2012 Pemerintah menerbitkan SBSN sebesar Rp57,12 triliun. SBSN yang diterbitkan pada tahun 2012 terdiri dari re-opening seri IFR 0010 sebesar Rp 400 miliar, penerbitan jenis SBSN baru yaitu Project Based Sukuk (PBS) sebesar Rp16,7 triliun, seri SR baru sebesar Rp 13,6 73
LPPS 2012 triliun, penerbitan SPN-S sebesar Rp 1,38 triliun, penerbitan SDHI baru sebesar Rp 15,3 triliun, dan penerbitan Sukuk Global (SBSN valas) sebesar Rp 9,7 triliun. Jika dilihat dari jumlah hasil lelang IFR, PBS dan SPN-S sepanjang 2012, absorpsi oleh perbankan syariah di pasar perdana hanya 4,97%, atau sebesar Rp0,92 triliun, yaitu dimenangkan oleh Muamalat, BNI Syariah, Victoria Syariah, dan UUS Sinarmas. Selebihnya, lelang SBSN dimenangkan oleh bank konvensional dan lembaga keuangan nonbank lainnya. Dilihat dari segi kepemilikan berdasarkan outstanding SBSN (Grafik 4.8), SBSN domestik tradable terbanyak dimiliki oleh Bank Konvensional sebesar 20,7%, diikuti oleh Asuransi sebesar 12,43%, dan Perorangan sebesar 9,16%. Sedangkan kepemilikan non-residen turun dari 6,28% (2011) menjadi 5,28% (2012). Grafik 4.8. Kepemilikan SBSN Berdasarkan Outstanding Bank Konvensional; 20,7%
Kemenag; 36%
Bank Syariah; 4,89%
Asuransi; 12,43% Non Residen; Dana Lemb. 5,28% Pensiun; Korporasi; Reksadana; Perorangan; Keuangan; 5% 1% 3% 9,16% 3%
Setelah mengalami penurunan pada tahun sebelumnya, persentase kepemilikan SBSN oleh perbankan syariah meningkat dari 3,03% di tahun 2011 menjadi 4,89% di tahun 2012. Secara volume, kepemilikan perbankan syariah terhadap SBSN pun meningkat dari Rp1,9 triliun menjadi Rp4,8 triliun. Kepemilikan perbankan syariah terhadap SBSN tersebut tidak tersebar secara merata. Sekitar 75% dari total SBSN yang dimiliki oleh bank syariah tersebut hanya dimiliki oleh 3 bank syariah (BUS), sedangkan sisanya dimiliki oleh 10 bank syariah lainnya (BUS dan UUS). Ke depannya diharapkan SBSN dapat menjadi alternatif utama untuk penempatan secondary reserve bagi bank syariah. Grafik 4.9. Kepemilikan SBSN oleh Bank Syariah Mega Syariah; 9,31% Sinarmas UUS; 0,56%
OCBC NISP BCA BNI Syariah; UUS; 2,99% Syariah; 13,01%BJB Syariah; 0,31% 1,76% Syariah BRI; 1,89% Syariah Bukopin; 0,19%
Muamalat; 39,71% DKI UUS; 0,02%
CIMB Niaga UUS; 4,70%
Victoria Syariah; 2,53%
Syariah Mandiri; 23,03%
74
LPPS 2012 Semakin berkembangnya volume SBSN menandakan bahwa SBSN masih menjadi instrumen investasi yang menarik di pasar, terutama pasar keuangan syariah. Hal ini juga ditandai oleh semakin meningkatnya transaksi SBSN di pasar sekunder. Selama 2012, total volume transaksi SBSN adalah sebesar Rp98,4 triliun (RRH Rp400,1 miliar), meningkat sekitar 126,28% dari volume transaksi tahun sebelumnya yang sebesar Rp43,5 triliun. Sama halnya dengan frekuensi transaksi SBSN pada tahun 2012 sebanyak 17.050 kali (RRH 69 kali) yang meningkat sekitar 44,47% dari tahun sebelumnya yang sebanyak 11.802 kali. Perkembangan pasar SBSN juga terlihat dari turnover ratio transaksi. Turnover ratio merupakan tolak ukur likuiditas suatu obligasi yang menunjukkan tingkat perdagangan di pasar sekunder relatif terhadap jumlah obligasi yang beredar. Sehingga semakin tinggi nilai turnover ratio SBSN menandakan pasar sekunder SBSN yang semakin aktif. Turnover ratio pasar SBSN dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Turnover ratio transaksi SBSN meningkat dari 1,22 pada tahun 2011 menjadi 1,78 pada tahun 2012. Selain itu, gap antara turnover ratio SBSN dengan SUN di tahun 2012 pun mengecil. Pada tahun 2011, turnover ratio transaksi SBSN sebesar 1,22 dan untuk transaksi SUN sebesar 2,59. Sedangkan pada tahun 2012, turnover ratio transaksi SBSN sebesar 1,78 dan untuk transaksi SUN sebesar 2,41. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas pasar sekunder SBSN berkembang mendekati pasar SUN. Apabila dilihat lebih jauh per seri SBSN, SR merupakan SBSN yang paling sering ditransaksikan. Dari keempat seri SR yang sudah diterbitkan, SR004 menjadi seri SBSN yang paling menarik di pasar, tercermin baik dari frekuensi maupun turnover ratio transaksi SR004 yang tertinggi dibandingkan seri SBSN lainnya (ritel dan non-ritel). Sepanjang 2012, SR004 ditransaksikan sebanyak 10.595 kali dengan turnover ratio sebesar 3,87. Sedangkan untuk SBSN seri fixed rate yang aktif ditransaksikan di pasar sekunder adalah PBS001 dengan turnover ratio sebesar 1,47, disusul PBS004 dengan turnover ratio sebesar 1,34. Untuk sukuk negara dengan tenor di bawah 1 tahun, yang aktif ditransaksikan adalah SPNS14092012 (yang telah jatuh tempo di tahun 2012) dengan turnover ratio sebesar 1,41 (Tabel 4.7). Tabel 4.7.10 SBSN yang Aktif Ditransaksikan Seri SBSN SR004 PBS001 SPNS14092012 PBS004 PBS002 SR002 IFR0006 SR003 IFR0010 SPNS24022012
Turnover Ratio 3,87 1,47 1,41 1,34 1,21 1,16 0,82 0,80 0,61 0,50
Pada bulan November 2012, Pemerintah kembali masuk ke pasar keuangan syariah internasional dengan menerbitkan Sukuk Global (SNI22) sebesar US$1 miliar berjangka waktu 10 75
LPPS 2012 tahun dengan imbal hasil tetap. Sukuk tersebut menggunakan struktur ijarah sale and leased back dengan underlying asset berupa Barang Milik Negara (BMN). SNI22 mendapatkan rating Baa3 dari Moody’s, BB+ dari S&P dan BBB- dari Fitch. Penerbitan dilakukan setelah melalui serangkaian pertemuan dengan para investor di Timur Tengah dan Asia sebelumnya. Penerbitan Sukuk Global dilakukan oleh Pemerintah sejalan dengan rencana pembiayaan Pemerintah di tahun 2012 dan sekaligus untuk memperkokoh posisi Indonesia di pasar keuangan syariah global. Penerbitan ini mendapat respon yang sangat baik oleh para investor global dan lokal dengan penawaran yang kompetitif hingga mencapai US$5,3 miliar dari sekitar 250 investor. Tingkat imbal hasil (yield) ditetapkan sebesar 3,30%, 20 bps lebih rendah dari harga perkiraan awal yang berada di kisaran 3,50%. Yield ini juga lebih rendah dibandingkan dengan yield Sukuk Global yang diterbitkan tahun 2011 yang sebesar 4,00%. Turunnya yield menunjukkan Sukuk Global yang ditawarkan oleh Pemerintah RI semakin diminati oleh investor sehingga return yang diminta pun menurun.
4.4. PERKEMBANGAN PASAR MODAL SYARIAH 4.4.1. Kebijakan Pengembangan Pasar Modal Syariah Di tahun 2012, strategi kebijakan yang dilakukan dalam rangka pengembangan pasar modal syariah tetap mengacu pada salah satu tujuan yang tertuang pada Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank Tahun 2010–2014, yaitu menjadikan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank sebagai Sarana Investasi yang Kondusif dan Atraktif serta Pengelolaan Risiko yang Handal. Untuk mendukung tujuan tersebut, kebijakan yang dilakukan difokuskan pada 4 (empat) program berikut: 1. Pengembangan kerangka regulasi yang mendukung pengembangan pasar modal berdasarkan prinsip syariah. 2. Pengembangan produk pasar modal berdasarkan prinsip syariah. 3. Pengupayaan kesetaraan produk keuangan syariah dengan produk konvensional, dan 4. Peningkatan pengembangan sumber daya manusia di pasar modal berdasarkan prinsip syariah. 1.
Pengembangan kerangka regulasi yang mendukung pengembangan pasar modal berdasarkan prinsip syariah. Selama tahun 2012, Bapepam-LK melakukan penyempurnaan atas 2 (dua) peraturan terkait pasar modal syariah. Pertama, revisi Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah, melalui Surat Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP208/BL/2012 tanggal 24 April 2012. Penyempurnaan peraturan dilatarbelakangi oleh adanya dinamika industri dan kesesuaian dengan praktik internasional. Tujuan utama penyempurnaan tersebut adalah untuk mendukung kebutuhan industri pasar modal syariah dalam menyediakan portofolio efek syariah yang layak investasi. Salah satu pokok penyempurnaan yang dilakukan adalah penyesuaian rasio keuangan khususnya terkait rasio utang berbasis bunga. Sebelum peraturan disempurnakan, rasio utang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 82%, kemudian diubah menjadi rasio utang berbasis bunga dibandingkan dengan total asset tidak lebih dari 45%. Batasan rasio tersebut tetap mengacu kepada fatwa DSN-MUI No.20/DSN-MUI/IV/2001 dan fatwa DSN-MUI No.40/DSN-MUI/X/2003. 76
LPPS 2012 Kedua, revisi Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-Akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah Di Pasar Modal, melalui Surat Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-430/BL/2012 tanggal 1 Agustus 2012. Penyempurnaan peraturan ini dilatarbelakangi dinamika industri yang membutuhkan variasi akad yang dapat digunakan dalam penerbitan efek syariah, khususnya penerbitan sukuk. Tujuan utama penyempurnaan peraturan ini adalah untuk mendukung dan memfasilitasi industri pasar modal syariah dalam mengembangkan produk dengan pilihan basis akad yang lebih bervariasi. Salah satu pokok penyempurnaan yang dilakukan adalah terkait penambahan akad baru yaitu akad Musyarakah dan akad Istishna. Di samping itu, pada tahun 2012 Bapepam-LK juga telah menerbitkan Surat Edaran Nomor: SE-13/BL/2012 tanggal 19 September 2012 tentang Prospektus dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi dan Sukuk yang Dilakukan Secara Bersamaan. Surat Edaran tersebut menyatakan bahwa Emiten yang mengajukan Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum Obligasi dan Penawaran Umum Sukuk dalam waktu bersamaan, memiliki pilihan untuk menyampaikan informasi penawaran umum tersebut dalam satu prospektus atau dalam dua prospektus secara terpisah. Hal ini dimaksudkan agar biaya penerbitan sukuk dan obligasi yang dilakukan dalam waktu bersamaan dapat lebih efisien bagi Emiten. 2.
Pengembangan produk pasar modal berdasarkan prinsip syariah, Sebagai salah satu implementasi upaya strategi pengembangan produk berbasis syariah di Pasar Modal, Bapepam-LK pada tahun 2012 telah menerbitkan 2 kali Daftar Efek Syariah (DES) periodik yaitu melalui Surat Keputusan Ketua Bapepam-LK nomor Kep-282/BL/2012 tanggal 24 Mei 2012 dan melalui Surat Keputusan Ketua Bapepam-LK nomor Kep-635/BL/2012 tanggal 22 November 2012. Penerbitan DES periodik tersebut telah menggunakan kriteria rasio keuangan yang telah disempurnakan berdasarkan revisi Peraturan Bapepam-LK Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Efek yang termasuk dalam DES periode II tahun 2012 terdiri dari 319 saham yang termasuk dalam kategori efek syariah. Dari 319 saham syariah tersebut, 317 saham berdasarkan hasil penelaahan DES periodik per tanggal 22 November 2012 dan 2 saham dari hasil penelaahan DES insidentil bersamaan dengan efektifnya pernyataan pendaftaran Emiten yang melakukan penawaran umum perdana (IPO). Di samping itu, pada tahun 2012, Bapepam-LK juga melakukan diskusi dan pembahasan terkait rencana penerbitan Exchange Trade Fund (ETF) syariah yang diajukan oleh salah satu manajer investasi. Rencana penerbitan ETF syariah tersebut dipandang akan dapat menjadi tonggak baru pengembangan produk investasi syariah yang menarik bagi investor, mengingat keberadaan produk ini akan menjadi produk ETF syariah yang pertama kali di Indonesia. Produk investasi ini diharapkan dapat menambah keberagaman produk syariah di Pasar Modal. Selain itu rencana penerbitan ETF syariah ini akan menjadi perhatian penting bagi regulator mengingat produk ini akan menjadi benchmark dalam penerbitan ETF syariah lainnya. Selain pengembangan produk berbasis syariah, Bapepam-LK juga telah menyusun kajian mengenai pasar sekunder sukuk. Penyusunan kajian ini bertujuan untuk mencari faktor – faktor yang mempengaruhi masih rendahnya likuiditas perdagangan sukuk korporasi di pasar sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, faktor utama yang mempengaruhi likuiditas perdagangan sukuk 77
LPPS 2012 yaitu masih rendahnya penerbitan sukuk, kurang pahamnya investor dan calon issuer mengenai efek sukuk, underlying asset sukuk, market maker serta karakteristik investor sukuk yang cenderung hold to maturity. Selanjutnya, kajian tersebut juga merekomendasikan variasi sukuk korporasi melalui penerbitan sukuk korporasi ritel. Penerbitan sukuk korporasi yang bersifat ritel tersebut merupakan salah satu alternatif investasi seiring dengan meningkatnya jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia. Adanya alternatif investasi ini diharapkan dapat meningkatkan perkembangan pasar modal Indonesia secara keseluruhan. 3.
Pengupayaan kesetaraan produk keuangan syariah dengan produk konvensional Salah satu kegiatan yang telah dilakukan Bapepam-LK selama tahun 2012 guna mencapai kesetaraan produk syariah dengan produk konvensional adalah dengan menyusun kajian terkait Simplifikasi Penerbitan dan Prosedur Pengelolaan Efek Syariah. Fokus pembahasan kajian ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu simplifikasi penerbitan sukuk korporasi dan simplifikasi prosedur pengelolaan reksadana syariah. Rekomendasi dari kajian tentang simplifikasi penerbitan sukuk, antara lain adalah menyempurnakan Standard Operating Procedures (SOP) layanan proses penerbitan efek syariah yang bertujuan untuk mempersingkat waktu. Salah satu usulan dalam rekomendasi terkait waktu layanan proses penerbitan efek adalah dengan membedakan waktu layanan penerbitan efek syariah antara Emiten baru dengan Emiten yang sudah pernah menerbitkan efek dan pernah menyampaikan dokumen dalam pernyataan pendaftaran di Bapepam-LK. Selanjutnya, diusulkan pula agar Emiten yang sudah terdaftar di Bapepam-LK tidak perlu menyampaikan semua dokumen pendaftaran kepada Bepapam-LK, namun hanya dokumen yang mengalami perubahan dibandingkan dokumen sebelumnya. Di samping itu, untuk mendukung pengembangan pasar modal syariah, kajian ini juga mengusulkan untuk membentuk Sukuk Desk, yaitu jalur khusus (greenline) bagi Emiten yang hanya menerbitkan Sukuk (tidak berbarengan dengan penerbitan obligasi), sehingga waktu pemrosesan dapat menjadi lebih cepat. Sedangkan rekomendasi yang diusulkan pada kajian tentang simplifikasi prosedur pengelolaan reksadana syariah adalah menerbitkan Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT) berbasis syariah sebagai alternatif investasi produk syariah di pasar modal dan mengusulkan melakukan relaksasi persentase batasan portofolio investasi.
4.
Peningkatan pengembangan sumber daya manusia di pasar modal berdasarkan prinsip syariah. Peningkatan pengembangan sumber daya manusia di pasar modal berdasarkan prinsip syariah merupakan program berkelanjutan yang dilakukan oleh Bapepam-LK dalam rangka mendorong akselerasi pengembangan pasar modal syariah secara keseluruhan. Program tersebut diselenggarakan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait baik internal Bapepam-LK maupun pihak eksternal. Program sosialisasi dan edukasi yang telah dilaksanakan selama tahun 2012 antara lain adalah sebagai berikut : 1. Penyelenggaraan Konferensi Internasional Pasar Modal Syariah tahun 2012. Konferensi Internasional ini terselenggara atas kerjasama Bapepam-LK dengan Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank (IRTI-IDB). Bersamaan dengan kegiatan konferensi ini, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mengadakan expo tentang investasi syariah di pasar modal. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh 78
LPPS 2012 peranan pasar modal syariah dalam sistem keuangan dan menjadi salah satu sarana untuk memperkenalkan potensi pasar modal syariah di Indonesia kepada dunia internasional. Selain itu, melalui konferensi ini diharapkan terwujudnya hubungan yang erat antara Bapepam-LK sebagai regulator dengan para regulator negara lain dan para pelaku pasar dalam pengembangan pasar modal syariah. 2. Peluncuran website Pasar Modal Syariah dalam Bahasa Inggris. Peluncuran website pada tanggal 19 Juni 2012 ini bertujuan untuk memberikan informasi yang lebih luas mengenai pasar modal syariah di Indonesia, khususnya kepada stakeholders internasional. 3. Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan yang dilakukan bekerja sama dengan Perusahaan Pembiayaan pada tanggal 27 November 2012 ini bertujuan untuk mendorong perusahaan pembiayaan untuk menerbitkan sukuk korporasi sebagai sarana alternatif pendanaan melalui pasar modal. 4. Kegiatan sosialisasi dan edukasi. Kegiatan ini dilakukan bekerjasama dengan perguruan tinggi maupun PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam bentuk penyelenggaraan Sekolah Pasar Modal Syariah. Tujuan dari kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terkait pasar modal syariah. 4.4.2. Perkembangan Produk Syariah di Pasar Modal 1. Sukuk Korporasi Selama kurun waktu tahun 2012 terdapat penerbitan 6 sukuk yang telah memperoleh Pernyataan Efektif dari Bapepam-LK dengan total nilai emisi mencapai Rp 1,87 triliun. Selain itu, terdapat pelunasan 4 sukuk yang telah jatuh tempo dan 1 sukuk yang dilunasi dipercepat dengan total nilai Rp 868 milyar. Sampai dengan Desember 2012, jumlah sukuk yang beredar (outstanding) mencapai 32 sukuk dengan nominal mencapai Rp 6,83 triliun. Dilihat dari jumlah efek yang beredar, jumlah sukuk mencapai 9,7% dari total efek bersifat utang yang beredar. Sementara itu, dari sisi nilai nominal, proporsi sukuk yang beredar terhadap total efek bersifat utang yang beredar mencapai 3,8%. Secara kumulatif, sampai dengan Desember 2012 jumlah sukuk yang diterbitkan telah mencapai 54 sukuk dengan total nilai nominal mencapai Rp 9,79 triliun. Grafik 4.10. Perkembangan Sukuk
Sumber: www.bapepam.go.id
79
LPPS 2012 Grafik 4.11. Proporsi Sukuk terhadap Obligasi
2. Surat Berharga Syariah Negara Tahun 2012 merupakan tahun yang kondusif dalam penerbitan sukuk korporasi maupun sukuk negara atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Pada tahun ini, pemerintah Republik Indonesia kembali menerbitkan 16 SBSN yang terdiri atas 8 SBSN yang bersifat tradable dan 8 sukuk negara yang non tradable. Penerbitan tersebut meningkatkan nilai outstanding SBSN menjadi Rp 124,44 triliun, atau meningkat 60,1% dibanding tahun 2011 sebesar Rp 77,73 triliun. Grafik 4.12. Perkembangan Oustanding SBSN
Sumber: www.dmo.or.id
Grafik 4.13. Proporsi Outstanding SBSN terhadap SUN
80
LPPS 2012 Jika dilihat berdasarkan proporsinya, penerbitan SBSN yang cukup agresif di tahun 2012 tersebut meningkatkan proporsi outstanding jumlah dan nilai sukuk negara terhadap Surat Utang Negara (SUN). Per Desember 2012, proporsi jumlah outstanding SBSN terhadap SUN mencapai 27%, atau meningkat 8 % dibanding tahun 2011. Sedangkan proporsi nilai outstanding SBSN terhadap SUN mencapai 9%, atau meningkat 2% dibandingkan tahun 2011. 3. Reksadana Syariah Pada tahun 2012 industri reksadana syariah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini ditandai dengan adanya 18 penerbitan reksadana syariah yang telah memperoleh Pernyataan Efektif dari Bapepam-LK. Sampai dengan Desember 2012, terdapat 65 reksadana syariah yang beredar atau meningkat 30% dibanding tahun 2011 yang berjumlah 50 reksadana syariah. Peningkatan ini sudah termasuk pembubaran 3 reksadana syariah. Grafik 4.14. Perkembangan Reksa Dana Syariah
Sumber: www.bapepam.go.id
Jika dilihat berdasarkan jenisnya, mayoritas dari reksa dana syariah yang beredar tersebut merupakan reksadana terproteksi (38%), reksadana campuran (26%) serta reksadana saham (22%). Sedangkan dari sisi nilai Nilai Aktiva Bersih (NAB), total NAB reksadana syariah mencapai Rp.8,05 triliun atau meningkat 44,6% dibandingkan tahun 2011 yang hanya mencapai Rp.5,56 triliun. NAB reksadana syariah ini didominasi oleh reksadana saham (35%), reksadana campuran (33%), dan reksadana terproteksi (19%). Grafik 4.15. Komposisi Reksa Dana Syariah Reksadana Syariah Berdasarkan Nilai AktivaRDBersih Syariah Terproteksi 19%
RD Syariah Saham 35%
RD Syariah Pendapata n Tetap 9%
RD Syariah Indeks 4%
RD Syariah Campuran 33%
81
LPPS 2012 Perkembangan reksadana syariah tersebut berdampak pula pada peningkatan proporsi reksadana syariah dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, proporsi jumlah reksadana syariah terhadap total reksadana adalah menjadi sebesar 8,62%, meningkat dari tahun 2011 yang hanya 7,74%. Sedangkan dari sisi nilai NAB, proporsi reksadana syariah terhadap total reksadana meningkat menjadi 3,79% dibandingkan tahun 2011 yang hanya 3,31%. Grafik 4.16. Kontribusi Reksa Dana Syariah Kontribusi Reksadana Syariah Berdasarkan Nilai Aktiva Bersih RD Syariah 3.79% RD Konvensional
96,21%
4. Saham Syariah Untuk saham yang dikategorikan dalam saham syariah, pada akhir tahun 2012 terdapat peningkatan jumlah saham sebesar 26% menjadi 319 saham syariah jika dibandingkan pada akhir tahun 2011 (253 saham syariah). Mayoritas saham syariah bergerak dalam bidang industri Perdagangan, jasa dan investasi (25%), Properti, Real Estate & Konstruksi (16%), serta Industri Dasar dan Kimia (15%). Grafik 4.17. Perkembangan Saham Syariah
*) DES periode II tahun 2012 terdiri dari 317 saham hasil penelaahan DES periodik dan 2 saham hasil penelaahan DES insidentil bersamaan dengan penawaran umum perdana (IPO). Sumber: www.bapepam.go.id
82
LPPS 2012 Grafik 4.18. Bidang Industri Saham Syariah
Pada tanggal 28 Desember 2012, Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) ditutup pada 144,99 poin atau meningkat sebesar 15,6% dibandingkan posisi indeks ISSI pada akhir Desember 2011 (125,35 poin). Pertumbuhan indeks ISSI pada tahun 2012 ini lebih baik dibandingkan pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hanya meningkat 12,94%. Sementara itu, kapitalisasi pasar saham yang tergabung dalam ISSI per 28 Desember 2012 sebesar Rp2.451,33 triliun atau 68,35% dari total kapitalisasi pasar seluruh saham sebesar Rp4.126,99 triliun. Kapitalisasi pasar saham ISSI pada 2012 tersebut mengalami peningkatan sebesar 24,5% jika dibandingkan kapitalisasi saham ISSI pada akhir Desember 2011 sebesar Rp1.968,09 triliun. Grafik 4.19. Perkembangan dan Kapitalisasi Pasar ISSI
Pada saat yang sama, Jakarta Islamic Index (JII), ditutup pada 594,78 poin atau meningkat sebesar 10,75% dibandingkan pada akhir Desember 2011 sebesar 537,03 poin. Sedangkan kapitalisasi pasar untuk saham-saham yang tergabung dalam JII sebesar Rp 1.745 triliun atau 42,28% dari total kapitalisasi pasar seluruh saham. Kapitalisasi pasar saham yang tergabung dalam JII pada tahun 2012
83
LPPS 2012 tersebut mengalami peningkatan sebesar 23,32% jika dibandingkan kapitalisasi saham JII pada akhir Desember 2011 sebesar Rp.1.414,98 triliun. Grafik 4.20. Perkembangan dan Kapitalisasi Pasar Jakarta Islamic Index
5. Layanan Syariah Selain mengalami perkembangan dari sisi produk syariah di pasar modal, industri pasar modal syariah juga mengalami perkembangan dari aspek layanan syariah. Sampai dengan akhir tahun 2012, terdapat 6 Perusahaan Sekuritas yang memiliki sistem layanan online trading syariah, yang merupakan 8,9% dari total perusahaan sekuritas yang memiliki layanan online trading. Hal ini merupakan fasilitas yang disediakan mengingat semakin banyaknya investor yang menginginkan bertransaksi di pasar modal yang sesuai dengan prinsip – prinsip syariah. Di samping itu, terdapat 8 bank yang pernah memberikan jasa kustodi atas penerbitan efek syariah, yang merupakan 41% dari total bank kustodian. Selanjutnya, terdapat 21 perusahaan penjamin emisi efek yang pernah terlibat sebagai penjamin atas penerbitan sukuk, dimana jumlah tersebut merupakan 14,5% dari total penjamin emisi yang pernah terlibat sebagai penjamin atas penerbitan efek. Untuk manajer investasi, terdapat 21 manajer investasi yang telah memiliki produk reksadana syariah, yang merupakan 30,1% dari total manajer investasi. Selain itu, terdapat 1 pihak yang telah mendapatkan persetujuan Bapepam-LK untuk dapat menerbitkan Daftar Efek Syariah (DES) khusus untuk Efek di luar negeri, yaitu CIMB Principal Asset Management. Bagan 2. Layanan Syariah Industri Pasar Modal
84
LPPS 2012 4.5. PERKEMBANGAN PERASURANSIAN SYARIAH 4.5.1. Kebijakan Pengembangan Asuransi Syariah Pada Tahun 2012 perkembangan Industri Keuangan Non Bank Syariah adalah sebagaimana dituangkan di dalam Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank Tahun 2010-2014. Salah satu tujuan dari 5 tujuan yang telah ditetapkan Bapepam-LK untuk Tahun 2010-2014 adalah menjadikan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank sebagai Sarana Investasi Yang Kondusif dan Atraktif serta Pengelolaan Risiko Yang Handal. Tujuan ini selanjutnya dijabarkan di dalam 6 strategi, yang salah satu strateginya adalah Strategi 3 Mengembangkan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank Berbasis Syariah. Berdasarkan strategi inilah pada Tahun 2012, pengembangan kebijakan untuk Usaha Asuransi Syariah, sebagai salah satu pengembangan kebijakan untuk Industri Keuangan Non Bank Berbasis Syariah, masih akan terfokus kepada pelaksanaan program-program sebagaimana telah dilakukan pada tahun 2011. 1. Mengembangkan Kerangka Regulasi yang Mendukung Pengembangan Usaha Asuransi Berdasarkan Prinsip Syariah Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah pada tanggal 25 Januari 2010 diharapkan memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap usaha Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah. Selanjutnya, telah dilakukan amandemen PMK dimaksud pada tahun 2012 untuk diselaraskan dengan fatwa Dewan Syariah Nasional. Perubahan pengaturan diprioritaskan untuk diarahkan bagi penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi syariah yang mengedepankan penerapan prinsip-prinsip syariah secara konsisten, kinerja operasional yang sehat melalui penerapan disiplin pasar, dan penerapan tata kelola perusahaan serta manajemen risiko yang pruden. Selama Tahun 2012 telah diterbitkan 2 (dua) Peraturan Menteri Keuangan, yaitu: i.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 227/PMK.010/2012 tanggal 26 Desember 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 tentang penerapan prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah. PMK Nomor 227 dikeluarkan sebagai penyesuaian terhadap fatwa DSN no 81/DSN-MUI/III/2011 mengenai pengembalian dana tabarru bagi peserta asuransi yang berhenti sebelum masa perjanjian berakhir. PMK 18 pasal 4 ayat 1 huruf d diubah menjadi bahwa dana tabarru’ dapat dikembalikan kepada peserta meski telah melewati free look period;
ii. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.010/2012 tanggal 26 Desember 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 Tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah. PMK 228 adalah perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 yang penyusunannya dilatarbelakangi oleh diperlukannya penundaan penerapan ketentuan mengenai perhitungan penyisihan kontribusi untuk polis jangka panjang; Untuk memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah, serta untuk menetapkan arah kebijakan yang akan ditempuh 85
LPPS 2012 bagi penyelenggaraan usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah di masa yang akan datang, maka di dalam Rancangan Undang Undang tentang Usaha Perasuransian, yang akan menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, telah dirumuskan ketentuan yang antara lain: •
Definisi “Asuransi Syariah” diusulkan didefinisikan sebagai suatu mekanisme pembagian risiko (risk-sharing) diantara para peserta sesuai prinsip syariah, yang dikelola oleh pihak lain selaku operator, dan;
•
Uji Kemampuan dan Kepatutan terhadap anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) diusulkan mencakup pengetahuan mengenai tugas dan fungsi DPS dan pemahaman tentang usaha asuransi, bukan pengetahuan dan keahlian di bidang syariah (fiqih).
2.
Mengembangkan Produk Asuransi Berdasarkan Prinsip Syariah Berkembangnya produk asuransi syariah diyakini akan memperkuat dan melengkapi ketersediaan produk-produk syariah di sektor industri keuangan secara keseluruhan. Jika dibandingkan dengan produk asuransi konvensional, pada saat ini produk asuransi syariah tidak sebanyak produk asuransi konvensional. Sementara itu, potensi dan kebutuhan masyarakat akan produk yang berbasis syariah diperkirakan akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Salah satu kendala dalam pengembangan pasar asuransi syariah adalah keterbatasan jenis-jenis produk asuransi syariah. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan produk-produk asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah dengan cara mendorong perusahaan asuransi untuk merancang produk-produk baru yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan sesuai dengan prinsip syariah. Salah satu hal yang dilakukan Bapepam-LK untuk mendorong pengembangan produk-produk investasi jangka panjang sesuai syariah adalah dengan melalui penetapan peraturan yang mengijinkan perusahaan asuransi yang memiliki usaha syariah untuk berinvestasi pada instrumen investasi jangka panjang sebagai sarana pengelolaan dana yang bersumber dari produk asuransi syariah. Hal ini tertuang di dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tanggal 12 Januari 2011 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang Menyelenggarakan Usaha dengan Prinsip Syariah dan sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.010/2012 tanggal 26 desember 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 Tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah. 3. Mengupayakan Kesetaraan Produk Asuransi Syariah dengan Produk Konvensional Usaha asuransi syariah merupakan suatu usaha yang relatif masih baru, sehingga diperlukan upaya untuk dapat mempercepat perkembangan dan pertumbuhan usaha asuransi syariah ini. Pengaturan yang memberikan perlakuan yang setara dengan usaha asuransi konvensional diharapkan dapat menjadikan usaha asuransi syariah ini dapat berkembang dan tumbuh berdampingan dengan usaha asuransi konvensional. Arah kebijakan ini diharapkan akan mendorong kompetisi yang seimbang dan sehat antara produk asuransi syariah dengan produk asuransi konvensional. Diawali sejak tahun 2011, Bapepam-LK telah melakukan pembahasan-pembahasan dan perumusan awal tentang pengaturan mengenai Produk dan Distribusinya, sebagai upaya penyempurnaan peraturan yang dapat menunjang kesetaraan perkembangan produk-produk asuransi syariah dengan produkproduk asuransi konvensional. Selain itu, pada tahun 2012 telah dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada pelaku pasar maupun masyarakat tentang konsep dan produk dari usaha asuransi dengan 86
LPPS 2012 prinsip syariah ini. Hal ini akan dilakukan secara terus menerus berkesinambungan baik melalui program-program sosialisasi dan edukasi yang diprakarsai oleh Bapepam-LK sendiri maupun dalam bentuk dukungan keterlibatan di dalam acara-acara kampanye asuransi yang diselenggarakan oleh asosiasi-asosiasi di industri asuransi. 4.
Meningkatkan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Bidang Usaha Asuransi Syariah Percepatan perkembangan usaha asuransi syariah akan sangat bergantung kepada ketersediaan SDM yang cukup baik dari sisi kuantitas maupun dari sisi kualitas. Untuk itu diperlukan upaya yang sungguh-sungguh di dalam pengembangan SDM yang komprehensif serta didukung oleh infrastruktur yang memadai, sehingga SDM yang jumlahnya cukup dan dengan kualitas yang memadai diyakini akan meningkatkan inovasi-inovasi pengembangan produk asuransi syariah dan meningkatkan tingkat kepatuhan terhadap peraturan dan pemenuhan prinsip-prinsip syariah. Pengembangan SDM yang komprehensif diharapkan akan menciptakan keseimbangan pemahaman dan pengetahuan bagi para pelaku di industri asuransi khususnya di usaha asuransi syariah yang terdiri dari para profesional, ulama, ahli syariah dan regulator. Selain itu, pengembangan regulasi yang dapat mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas SDM di bidang asuransi syariah akan terus dilakukan. Pada tahun 2012 telah disahkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2012 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian. Konsekuensi dari penerbitan peraturan tersebut bagi industri asuransi syariah adalah diwajibkannya Dewan Pengawas Syariah untuk mengikuti ujian Penilaian Kemampuan dan Kepatutan. Tujuan dari pengaturan ini adalah untuk meingkatkan Sumber Daya Manusia di bidang Asuransi Syariah dengan melakukan diskusi dan pembahasan dengan pihak asosiasi-asosiasi di industri asuransi. Sejak tahun 2011 telah dilakukan pembahasan mengenai pentingnya standardisasi dalam ujian profesi (a.l. tenaga ahli asuransi syariah dan agen asuransi syariah). Pendidikan dan ujian profesi yang lebih baik diarahkan kepada pengembangan standar kualifikasi dan sertifikasi baik bagi para profesional, dan hal ini telah dilaksanakan mulai tahun 2012. Selanjutnya, telah dilakukan pula kerjasama penyelenggaraan pendidikan dan latihan di bidang asuransi syariah dengan beberapa lembaga pendidikan baik dalam rangka pelaksanaan program edukasi masyarakat tentang asuransi maupun dalam rangka memenuhi permintaan atas adanya kebutuhan untuk memberikan pemahaman tentang usaha dan regulasi di bidang asuransi syariah.
4.5.2. Perkembangan Usaha Asuransi Syariah dan Usaha Reasuransi Syariah Jumlah Pelaku Usaha Jumlah perusahaan asuransi dan reasuransi yang menyelenggarakan usaha dengan prinsip syariah pada akhir tahun 2012 mencapai 45 perusahaan, dengan rincian sebagaimana tabel berikut:
87
LPPS 2012 Tabel 4.8. Perkembangan Usaha Asuransi dan Reasuransi Syariah No. 1.
Keterangan / Description
2008
2009
2010
2011
2012
2
2
3
3
3
1
1
2
2
2
13
17
17
17
17
19
19
20
18
20
3
3
3
3
3
38
42
45
43
45
Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah Life Insurance Company
2.
Perusahaan Asuransi Kerugian Syariah Non Life Insurance Company
3.
Unit Syariah Perusahaan Asuransi Jiwa Sharia Unit of Life Insurance Company
4.
Unit Syariah Perusahaan Asuransi Kerugian Sharia Unit of Non Life Insurance Company
5.
Unit Syariah Perusahaan Reasuransi Sharia Unit of Reinsurance Company
TOTAL
Pada Tahun 2012 jumlah perusahaan asuransi yang menyelenggarakan usaha dengan prinsip syariah mengalami kenaikan dibandingkan dengan jumlah penyelenggara usaha di Tahun 2011. 2 Unit Syariah, dan 1 Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah telah mencatatkan diri. Selain itu, 1 Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah telah dicabut ijin usahanya. Penyebab pencabutan perusahaan syariah dimaksud adalah perusahaan tidak dapat memenuhi ketentuan mengenai kesehatan keuangan dan tidak dapat memperbaikinya sampai batas waktu yang ditentukan. Kekayaan dan Investasi Kekayaan Total kekayaan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah per 31 Desember 2012 mencapai Rp13.069 miliar. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 42,80% dibandingkan dengan posisi pada akhir tahun 2011. Total kekayaan tersebut mencapai 3,99% dari total kekayaan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi pada periode yang sama. Tabel 4.9. Kekayaan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah Dalam Miliar Rupiah / in Billion Rupiah Keterangan
2008
2009
2010
2011
2012*
Seluruh Asuransi Jiwa
102,405
141,646
188,422
228,798
259,420
Asuransi Jiwa Syariah
1,967
3,900
5,632
7,246
9,835
Share Asuransi Jiwa Syariah
1.92%
2.75%
2.99%
3.17%
3.79%
Seluruh Asuransi Kerugian & Reasuransi
34,790
40,164
48,240
57,880
67,844
Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah
702
903
1,342
1,906
3,234
Share Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah
2.02%
2.25%
2.78%
3.29%
4.77%
Seluruh Asuransi & Reasuransi
137,195
181,810
236,663
286,678
327,263
Asuransi & Reasuransi Syariah
2,669
4,803
6,974
9,152
13,069
Share Asuransi & Reasuransi Syariah
1.95%
2.64%
2.95%
3.19%
3.99%
*) Aset Tahun 2012 hanya konvensional posisi Desember 2012 (unaudited) *) 2 (dua) perusahaan konvensional belum menyampaikan laporan keuangan Triwulan IV 2012 88
LPPS 2012 Investasi Jumlah investasi usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah per 31 Desember 2012 mencapai Rp11.215 miliar. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 44,36% dibandingkan dengan posisi pada akhir tahun 2011. Total investasi tersebut mencapai 4,01% dari total investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi pada periode yang sama. Tabel 4.10. Investasi Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Rp.mio) Keterangan
2008
2009
2010
2011
2012*
Seluruh Asuransi Jiwa
90,688
128,299
167,714
203,061
230,822
Asuransi Jiwa Syariah
1,513
3,215
4,903
6,430
8,972
Share Asuransi Jiwa Syariah
1.67%
2.51%
2.92%
3.17%
3.89%
Seluruh Asuransi Kerugian & Reasuransi
65,373
28,695
35,237
42,421
48,871
Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah
449
640
895
1,339
2,243
0.69%
2.23%
2.54%
3.16%
4.59%
Share Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah Seluruh Asuransi & Reasuransi
156,061
156,994
202,951
245,482
279,693
Asuransi & Reasuransi Syariah
1,962
3,855
5,799
7,769
11,215
Share Asuransi & Reasuransi Syariah
1.26%
2.46%
2.86%
3.16%
4.01%
*) Aset Tahun 2012 hanya konvensional posisi Desember 2012 (unaudited) *) 2 (dua) perusahaan konvensional belum menyampaikan laporan keuangan Triwulan IV 2012 Portofolio Investasi Sebagian besar investasi usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah ditempatkan dalam bentuk deposito syariah, yaitu mencapai 42,1% dari total investasi. Lima jenis investasi terbesar dari usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah per 31 Desember 2012 adalah sebagai berikut: Tabel 4.11. Portofolio Investasi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Syariah (Rp. Mio)
NO.
Jenis Investasi 1 2 3 4 5 6
Deposito / Deposits Saham / Stocks Reksa dana syariah / Mutual Fund Sukuk Korporasi / Corporate Sukuk SBSN / Government Sukuk Investasi lainnya Jumlah Lima Jenis Investasi Terbesar Jumlah Seluruh Investasi
Asuransi Jiwa Syariah Jumlah Persentase 2,850 31.8% 2,685 29.9% 1,937 21.6% 625 7.0% 803 8.9% 72 0.8% 8,900 8,972
99% 100%
As. Kerugian & Total Asuransi dan Reasuransi Syariah Reasuransi Syariah Jumlah Persentase Jumlah Persentase 1,872 83.5% 4,723 42.1% 7 0.3% 2,692 24.0% 163 7.3% 2,101 18.7% 125 5.6% 751 6.7% 54 2.4% 857 7.6% 20 0.9% 92 0.8% 2,223 2,243
99% 100%
11,123 11,215
99% 100%
Kontribusi dan Manfaat Kontribusi Bruto Jumlah kontribusi bruto usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah sampai dengan akhir triwulan IV tahun 2012 adalah sebesar Rp6.452 miliar. Jumlah kontribusi bruto tersebut 89
LPPS 2012 mengalami kenaikan sebesar 26,99% dibandingan dengan kontribusi bruto yang diperoleh selama tahun 2011. Total kontribusi yang diperoleh dari usaha asuransi dan usaha reasuransi syariah selama tahun 2012 tersebut mencapai 4,41% dari total premi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi pada periode yang sama. Tabel 4.12. Kontribusi Bruto Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Rp. Mio) Keterangan
2008
2009
2010
2011
Seluruh Asuransi Jiwa
50.435
61.726
75.596
96.435
Asuransi Jiwa Syariah
2.028
2.509
3.022
4.084
Share Asuransi Jiwa Syariah Seluruh Asuransi Kerugian & Reasuransi
4,02% 26.934
Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah Share Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah
4,06% 28.985
32.047
4,23% 38.834
497
520
668
997
1,84%
1,79%
2,09%
2,57%
Seluruh Asuransi & Reasuransi
77.369
90.711
Asuransi & Reasuransi Syariah
2.525
3.029
Share Asuransi & Reasuransi Syariah
4,00%
3,26%
3,34%
107.644 3.690 3,43%
135.268 5.081 3,76%
2012* 103.513 4.816 4,65% 42.936 1.637 3,81% 146.448 6.452 4,41%
*) Aset Tahun 2012 hanya konvensional posisi Desember 2012 (unaudited) *) 2 (dua) perusahaan konvensional belum menyampaikan laporan keuangan Triwulan IV 2012
Penetrasi kontribusi usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah sampai dengan akhir triwulan IV tahun 2012 mencapai 0,08% dari total GDP nasional. Sedangkan densitas kontribusi bruto sampai dengan akhir tahun 2012 mencapai Rp26.123 per penduduk. Tabel 4.13. Penetrasi dan Densitas Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah 2008 GDP (mi liar Rupiah) Kontri busi Bruto (mil iar Rupiah) Jumlah Penduduk (juta)
Densi tas (Rupiah)
2010
2011
2012*
4.954.000 5.581.900 6.422.900 7.427.100 8.241.900 2.525
3.029
3.690
5.081
6.452
229
231
238
241
247
2008 Penetrasi
2009
2009
2010
2011
2012
0,05%
0,05%
0,06%
0,07%
0,08%
11,026
13,113
15,504
20,631
26,123
* Kontribusi bruto menggunakan data unaudited Penetrasi = Premi Bruto/GDP Densitas = Premi Bruto/Jumlah penduduk
Manfaat Bruto Jumlah manfaat bruto usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah sampai dengan akhir triwulan IV tahun 2012 adalah Rp1.762 miliar. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 23,78% dibandingkan manfaat bruto pada tahun 2011. Total manfaat bruto yang diperoleh dari usaha asuransi dan usaha reasuransi syariah tersebut mencapai 1,96% dari total klaim perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi pada periode yang sama.
90
LPPS 2012 Tabel 4.14. Manfaat Bruto Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Rp.mio) Keterangan Seluruh Asuransi Jiwa Asuransi Jiwa Syariah
2008
2009
2010
2011
31,531
38,788
52,011
59,831
70,219
1,040
1,043
1,266
676
694
Share Asuransi Jiwa Syariah
2.14%
1.79%
Seluruh Asuransi Kerugian & Reasuransi
9,915
Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah Share Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah Seluruh Asuransi & Reasuransi Asuransi & Reasuransi Syariah Share Asuransi & Reasuransi Syariah
2.00%
12,431
13,914
2012*
1.74%
1.80%
14,940
19,715
180
236
325
381
496
1.82%
1.90%
2.33%
2.55%
2.52%
41,446
51,220
856
930
2.07%
1.82%
65,925
74,771
89,934
1,365
1,424
1,762
2.07%
1.90%
1.96%
Aset Tahun 2012 hanya konvensional posisi Desember 2012 (unaudited) *) 2 (dua) perusahaan konvensional belum menyampaikan laporan keuangan Triwulan IV 2012
4.6. PERKEMBANGAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH Seiring dengan perkembangan bisnis pembiayaan, beberapa perusahaan pembiayaan mulai menjalankan kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah telah diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-03/BL/2007 tanggal 10 Desember 2007 tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan Nomor PER-04/BL/2007 tanggal 10 Desember 2007 tentang Akad-akad yang Digunakan dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dapat dilakukan oleh perusahaan pembiayaan antara lain Murabahah, Ishtisna’, Salam, Wakalah Bil Ujrah, Ijarah, dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik. Sampai dengan akhir 2012, jumlah perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibawah pengawasan Bapepam-LK adalah sebanyak 35 perusahaan, meningkat dari tahun lalu yang berjumlah 14 perusahaan. Tabel 4.15. Perusahaan Pembiayaan yang Menjalankan Kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah 2008 s.d. 2012 Keterangan Perusahaan Pembiayaan yang murni syariah Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai Unit Usaha Syariah Jumlah
2008 2009 2010 2011 2012 2 2
2 5
2 9
2 12
2 33
4
7
11
14
35
Sepanjang tahun 2012, industri perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah mengalami perkembangan yang cukup baik, dilihat dari perkembangan total aset dan piutang pembiayaan yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai pada akhir Desember 2012 nilai total aset perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah Rp22.664,34 miliar, naik 91
*)
LPPS 2012 427,68% dari tahun sebelumnya (tahun 2011) yang mencapai nilai Rp4.295,09 miliar. Salah satu penyebab kenaikan total aset ini adalah bertambahnya jumlah perusahaan pembiayaan yang menjalankan kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yaitu dari 14 perusahaan pada tahun 2011 menjadi 35 perusahaan pada tahun 2012. Penyaluran piutang pembiayaan berdasarkan prinsip syariah pun sampai dengan akhir 2012 menunjukkan kinerja yang meningkat dibanding tahun sebelumnya, yaitu mencapai Rp19.760,85 miliar atau sekitar 87,19% dari total aset. Grafik 4.21. Perkembangan Total Aset dan Piutang Pembiayaan Syariah Tahun 2008 s.d. 2012
Jika dibandingkan dengan total aset perusahaan pembiayaan konvensional, total aset perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang berjumlah Rp22,66 triliun tersebut masih memiliki porsi yang cukup kecil yaitu sebesar 6,63% dari total aset perusahaan pembiayaan konvensional yang berjumlah Rp319,11 triliun. Begitu pula dengan total piutang perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang berjumlah Rp19,76 triliun, juga masih memiliki porsi yang cukup kecil yaitu sebesar 6,54% dari total piutang pembiayaan konvensional yang berjumlah Rp282,32 triliun. Grafik 4.22. Perbandingan Porsi Aset Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dengan Perusahaan Pembiayaan Konvensional Tahun 2012
92
LPPS 2012 Grafik 4.23. Perbandingan Porsi Piutang Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dengan Perusahaan Pembiayaan Konvensional Tahun 2012
Tabel 4.16. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Syariah Tahun 2008 s.d. 2012 Keterangan Total Aktiva Kegiatan Pembiayaan Syariah (netto): - Piutang Murabahah - Piutang Istishna' - Piutang Salam - Piutang Hiwalah - Aktiva Ijarah - Aktiva Ijarah Muntahiyah Bittamlik - Aktiva Ijarah Musyarakah Muntanaqisah Penyertaan Persediaan Simpanan pada Bank Efek Syariah yang Dimiliki Sumber Pendanaan: - Pendanaan Mudharabah - Pendanaan Mudharabah Muqayyadah - Pendanaan Musyarakah - Fasilitas Pendanaan Murabahah - Ijarah Sukuk - Pendanaan Lain Berbasis Syariah Saldo Laba Laba Rugi Periode Berjalan
2008 556,05 490,23 396,39 0,00 0,00 6,85 0,00 86,99 0,00 0,00 0,00 19,65 3,75 283,90 0,00 0,00 46,71 228,62 0,00 8,57 5,55 18,95
2009 639,11 540,77 427,90 0,00 0,00 7,29 0,00 105,59 0,00 0,00 0,00 23,79 3,75 341,88 39,33 0,00 55,30 245,33 0,00 1,92 25,31 14,85
2010 2.364,65 2.148,76 2.014,92 0,00 0,00 7,29 11,61 114,94 0,00 0,00 0,19 55,56 3,75 1.815,50 399,33 0,00 322,15 1.089,29 0,00 4,72 110,57 57,88
(dalam miliar Rupiah) 2011 2012 4.295,09 22.664,34 3.944,48 19.760,85 3.726,04 18.519,55 0,00 0,00 0,00 0,00 3,10 0,00 8,86 53,57 206,48 1.187,73 0,00 0,00 0,00 0,00 0,07 4,00 112,02 599,57 3,75 8,00 3.495,87 12.148,33 689,69 5.764,96 0,00 0,00 763,71 809,10 2.021,10 4.214,31 0,00 70,68 21,36 1.289,27 173,75 366,95 151,52 489,88
Piutang Pihak Ketiga atas Penyaluran Pembiayaan Bersama: 0,00 0,00 106,40 1.820,41 6.876,39 - Chanelling 0,00 0,00 32,28 665,34 2.470,00 - Joint Financing 0,00 0,00 74,12 1.155,06 4.387,91 - Lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 18,48 Jumlah Perusahaan (satuan) 4 7 11 16 31*) *) Jumlah perusahaan yang wajib menyampaikan laporan sampai dengan tahun 2012 sebanyak 31 perusahaan
Dalam tahun 2012, terdapat 3 jenis penyaluran piutang pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan yaitu Murabahah, Ijarah, dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik. Piutang pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang disalurkan oleh industri perusahaan pembiayaan masih didominasi oleh kegiatan Murabahah, yaitu sebesar Rp18.519,55 miliar atau sekitar 93,72% dari total pembiayaan. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya ketertarikan konsumen pada jenis pembiayaan Murabahah untuk memenuhi kebutuhan barang-barang yang bersifat konsumtif, seperti kendaraan bermotor, yang juga didukung dengan persyaratan pemberian 93
LPPS 2012 kredit yang cukup mudah dan pemrosesan pemberian kredit yang cepat. Sedangkan nilai kegiatan Ijarah Muntahiyah Bittamlik dan Ijarah sampai akhir 2012 masing-masing adalah sebesar Rp1.187,37 miliar dan Rp53,57 miliar dengan persentase terhadap total piutang pembiayaan masing-masing sebesar 6,01% dan 0,27%. Grafik 4.24. Komposisi Jenis Kegiatan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah Tahun 2012
Dari sisi pendanaan dapat diketahui bahwa semua sumber-sumber pendanaan syariah dalam tahun 2012 mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan sumber pendanaan yang sama dalam tahun 2011. Sumber pendanaan yang mengalami peningkatan cukup tajam adalah pendanaan Mudharabah. Selanjutnya berturut-turut adalah fasilitas pendanaan Murabahah, pendanaan lain berbasis syariah, pendanaan Musyarakah, dan Ijarah Sukuk. Perbandingan masing-masing sumber pendanaan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 disajikan sebagai berikut. Grafik 4.25 Sumber Pendanaan Kegiatan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah (2008-2012)
94
LPPS 2012 Penyempurnaan Peraturan Industri Perusahaan Pembiayaan Untuk mendukung peningkatan kesehatan industri perusahaan pembiayaan sehubungan dengan mayoritas industri perusahaan pembiayaan konsumen khususnya untuk pembiayaan kendaraan bermotor, pada tanggal 21 Desember 2012 kebijakan tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 220/PMK.010/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.010/2012 Tentang uang Muka Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan. Kebijakan ini bertujuan agar perusahaan pembiayaan dapat memelihara kualitas aset pembiayaan yang disalurkan sekaligus juga bertujuan untuk meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan kepada konsumen khususnya untuk pembiayaan kendaraan bermotor. Dalam rangka efisiensi dan meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik, telah dilakukan penyesuaian ketentuan kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Penyesuaian ketentuan dimaksud ditetapkan dalam Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-06/BL/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.
95
LPPS 2012
BAB V . PROSPEK DAN ARAH KEBIJAKAN Kinerja perbankan syariah secara keseluruhan selama tahun 2012 tetap menunjukkan kinerja yang relatif tetap terjaga baik, tercermin dari perkembangan aset, pencapaian profitabilitas, peningkatan efisiensi dan fungsi intermediasi yang relatif tetap berjalan secara optimal. Walaupun sepanjang tahun 2012 dampak krisis keuangan global cenderung melambatkan laju pertumbuhan ekonomi di berbagai negara, namun memiliki pengaruh yang relatif minimal terhadap industri perbankan syariah nasional. Hal ini antara lain terlihat dari pertumbuhan aset perbankan syariah selama tahun 2012 yang relatif masih tinggi, walaupun sejak bulan Maret 2012 mengalami perlambatan yang relatif signifikan, yang dipengaruhi menurunnya sumber pendanaan khususnya DPK. Pada akhir tahun 2012, total aset perbankan syariah mencapai Rp199,7 triliun, meningkat sebesar Rp50,7 triliun (34,0%) dari Rp149 triliun pada tahun sebelumnya. Aset perbankan syariah tersebut merepresentasikan ±4,6% dari keseluruhan aset industri perbankan nasional, meningkat dibandingkan posisi tahun lalu yang baru mencapai ±4%. Selain itu, jangkauan pelayanan perbankan syariah juga telah semakin meluas dari sebelumnya berjumlah 2.101 kantor menjadi 2.663 jaringan kantor termasuk di dalamnya kantor di luar negeri. Sementara dari sisi komposisi industri, sebesar ±98% aset perbankan syariah masih didominasi oleh BUS dan UUS sementara sisanya oleh BPRS. Beberapa indikator keuangan lain juga menunjukkan posisi yang relatif terjaga dengan baik, seperti fungsi intermediasi perbankan syariah yang dicerminkan melalui posisi penyaluran pembiayaan BUS dan UUS sebesar Rp147,5 triliun, meningkat Rp44,8 triliun atau 43,7% (yoy) dengan kualitas pembiayaan yang terjaga, tercermin dari NPF (gross) BUS dan UUS sebesar 2,2%. Peningkatan pembiayaan tersebut mencerminkan demand yang masih cukup tinggi sesuai siklus pembiayaan yang secara historis meningkat pada akhir tahun berjalan. Sementara penghimpunan DPK BUS dan UUS pada periode yang sama mencapai Rp147,5 triliun atau meningkat sebesar Rp32,1 triliun (27,8%, yoy). Begitu pula dengan rentabilitas dan efisiensi perbankan syariah mengalami perbaikan dimana ROA BUS dan UUS telah meningkat signifikan dari 1,8% pada tahun sebelumnya menjadi 2,1%, serta lebih efisiennya perbankan syariah yang tercermin dari rasio BOPO BUS dan UUS dari tahun sebelumnya 85,6% menjadi 82,5%. Rasio-rasio keuangan tersebut mencerminkan ketahanan dan prospek industri perbankan syariah mampu berkompetisi dan dapat berkembang lebih besar dalam peta perbankan Indonesia. Dalam rangka memanfaatkan peluang dan potensi pertumbuhan serta mengantisipasi berbagai tantangan yang akan dihadapi ke depan, sejumlah kebijakan akan ditetapkan dengan tujuan agar visi pengembangan perbankan syariah yang sehat, kuat dan dapat berkontribusi dengan lebih optimal dalam mendukung tujuan pembangunan perekonomian nasional dapat dicapai secara lebih baik. Arah kebijakan umum perbankan syariah dijabarkan pada bagian terakhir dari Bab ini.
5.1.
PROSPEK KONDISI PEREKONOMIAN 2013
IMF dalam World Economic Outlook Update (January, 2013) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2012 adalah sebesar 3.2% sementara menurut World Bank dalam Global Economic Prospect (January 2013) pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2012 diprakirakan sebesar 3.0 %. Namun pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi dunia diprakirakan akan membaik 96
LPPS 2012 menjadi sekitar 3.4 – 3.5% (IMF, World Bank), dimana Bank Indonesia memprakirakan volume perdagangan dunia tumbuh sebesar 4,1% serta harga komoditas nonmigas diprakirakan juga akan mengalami peningkatan walaupun masih relatif terbatas. Prospek ekonomi negara maju di Eropa dan Amerika diprakirakan sedikit lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, walaupun masih relatif rendah dan diliputi oleh ketidakpastian yang tinggi. Konsolidasi fiskal, masih tingginya tingkat pengangguran, dan masih rendahnya keyakinan konsumen serta pelaku usaha, diperkirakan masih akan menjadi faktor penahan pertumbuhan ekonomi negara maju pada tahun 2013. Aktivitas perekonomian AS pasca krisis keuangan tahun 2008 menunjukkan tren kinerja yang membaik. Namun, laju pertumbuhan ekonomi AS masih rapuh mengingat masih ada beberapa isu penting baik dari sisi eksternal, maupun dari sisi domestik, seperti isu pemotongan belanja pemerintah (automatic spending cut) dan pagu utang (debt ceiling). Di kawasan Eropa, beberapa langkah sudah diambil untuk mengatasi dampak krisis keuangan, akan tetapi masih ada beberapa permasalahan yang perlu diselesaikan, antara lain kapasitas negaranegara terkait untuk melakukan penyesuaian fiskal dan struktur perekonomian. Selain itu, kesiapan institusi di masing-masing negara untuk mengimplementasikan kebijakan yang berlaku di kawasan Eropa serta kesiapan ECB dan European Financial Stability Facility / European Stability Mechanism (EFSF/ESM) dalam merespons risiko pemburukan ekonomi, juga masih menjadi pertanyaan. Ekonomi Asia menunjukkan ketahanannya di tengah dampak krisis global. Tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dibandingkan kawasan lain di dunia (lihat tabel 5.1), inflasi relatif rendah, sistem keuangan yang sehat, dan keseimbangan fiskal yang sehat. China diprakirakan masih menjadi lokomotif pertumbuhan. Hal itu terkait dengan rencana pembangunan proyek infrastruktur untuk keperluan publik dan reformasi jaring pengaman sosial yang dapat meningkatkan konsumsi. Selain itu, ekonomi India juga diperkirakan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan adanya perbaikan persepsi terhadap perekonomian India terkait dengan berbagai program reformasi yang akan ditempuh. Wilayah Asia diprakirakan akan tetap memainkan peran utama untuk mendukung ekonomi global. Hal ini didukung antara lain oleh : (i) keberhasilan dalam mengatasi dampak krisis 1997/98 melalui restrukturisasi kredit dan rekapitalisasi bank-bank di Asia membuat sektor keuangan Asia jauh lebih sehat dan terbukti tahan dalam menghadapi krisis 2008-2009, (ii) dasar fundamental yang kuat dalam kebijakan makroekonomi dan keuangan yang sehat, dimana kebijakan makroekonomi terwujud dalam kebijakan moneter yang diarahkan untuk mencapai stabilitas harga guna mendukung pertumbuhan ekonomi, maupun optimalisasi peran lembaga intermediasi keuangan yang menunjang perekonomian dan (iii) strategi perekonomian terbuka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tabel 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi (%) IMF – World Bank – ADB World Economic Global Economic (Asian Development Outlook Prospect Outlook, December (Januari 2013) (January 2013) 2012) 2011 2012 2013e 2011 2012 2013e 2011 2012 2013e World USA Euro Area
3.9 1.8 1.4
3.2 2.3 -0.4
3.5 2.0 -0.2
3.8 1.8 1.5
3.0 2.2 -0.4
3.4 1.9 -0.1
1.8 1.4
2.2 -0.4
2.1 0.2 97
LPPS 2012 Japan Developing Asia China India ASEAN-5 Indonesia Thailand Malaysia Philipines Vietnam Latin American Brazil Mexico Middle East and North Africa
-0.6
2.0
1.2
-0.7
1.9
0.8
-0.7
1.7
1.6
9.3 7.9 4.5 4.5 2.7 3.9 3.5
7.8 4.5 5.7 3.0 1.0 3.8 5.2
8.3 5.9 5.5 3.6 3.5 3.5 3.4
9.3 6.9 6.5 0.1 4.3 2.7 3.9 -2.4
7.9 5.1 6.1 4.7 3.0 0.9 4.0 3.8
8.4 6.1 6.3 5.0 3.5 3.4 3.3 3.4
9.3 6.5 4.5 6.5 0.1 5.1 3.7 5.9 -
7.7 5.4 5.9 6.3 5.2 4.6 5.5 5.1 -
8.1 6.5 5.8 6.6 5.0 4.8 5.0 5.7 -
Sumber : IMF, World Bank, ADB, diolah;
Asian Development Outlook, October 2012
Indonesia sebagai salah satu negara di Asia mempunyai pertumbuhan ekonomi terstabil di Asia bahkan salah satu yang terstabil dunia dalam 20 (dua puluh) triwulan terakhir. Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 tumbuh sebesar 6,2%, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata sepuluh tahun terakhir yaitu sebesar 5,5%. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa perekonomian Indonesia sanggup mempetahankan momentum pertumbuhan ditengah kinerja perekonomian global yang melambat, dimana investasi tumbuh tinggi sebesar 9,8%, melebihi rata-rata pertumbuhan pada sepuluh tahun terakhir yaitu sebesar 7,5%. Hal ini antara lain didukung oleh iklim usaha yang kondusif maupun optimisme dari para pelaku usaha. Selain itu, Indonesia sebagai pelopor dalam penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang efektif, sehingga mampu memitigasi risiko kredit dan mencegah pelarian modal, tanpa harus menaikkan suku bunga. Sejak Oktober 2011, Bank Indonesia merupakan bank sentral pertama di kawasan Asia yang menurunkan suku bunga kebijakan. Dalam tiga tahun terakhir laju inflasi menunjukkan tren menurun, nilai tukar menunjukkan fluktuasi dalam batas wajar dan selaras dengan nilai fundamentalnya. Dengan dinamika risiko makro yang menurun dan stabilitas sistem keuangan yang kuat, saving-investment menjadi berkontributif terhadap penguatan fondasi struktural perekonomian. Rasio investasi terhadap PDB melampaui levelnya sebelum krisis 1997/1998. Daya tahan perbankan yang kuat menjadi peredam guncangan (shock absorber) bagi perekonomian. Daya redam ini ditopang oleh kekuatan modal yang memadai dalam menyerap risiko dan efektifnya pengaturan dan pengawasan perbankan. Ketahanan dan sistem pengawasan perbankan yang efektif telah mendorong perbankan menjalankan fungsi intermediasi penyaluran pembiayaan secara maksimal dan disertai dengan tingkat kredit bermasalah yang masih terkendali. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang secara konsisten relatif cukup tinggi didukung oleh kelas menengah dengan tingkat konsumsi yang tinggi, dan ditunjang oleh peningkatan daya beli riil masyarakat yang bersumber dari peningkatan pendapatan serta tingkat inflasi yang stabil. Secara agregat, peningkatan penghasilan tercermin dalam pendapatan perkapita yang mencapai US$ 3.563 pada tahun 2012 atau hampir 4 (empat) kali lipat dari tahun 2002 (US$ 912), dimana dengan tingkat pendapatan perkapita tersebut, berdasarkan standar World Bank maka Indonesia semakin dekat ke batas bawah negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income). Daya beli masyarakat juga diprakirakan akan membaik terkait adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan Pendapatan 98
LPPS 2012 Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp18 juta per tahun menjadi Rp24 juta per tahun. Peningkatan pendapatan terutama dinikmati oleh kelompok kelas menengah (middle income) yang terus meningkat dalam jumlah dan porsi, dimana dalam 1 tahun (2009 – 2010) persentase kelas menengah Indonesia tumbuh dari semula 93 juta orang atau 42,7% menjadi sekitar 134 juta orang atau 56,6% penduduk. Selain itu juga, Indonesia diuntungkan oleh struktur demografi yang didominasi penduduk usia produktif yang mencapai 68% dari seluruh penduduk. Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 mencapai kisaran 6,2% - 6,6% sejalan dengan peningkatan kinerja perekonomian dunia dan harga komoditas internasional. Permintaan domestik diprakirakan tetap menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi ke depan, baik dari sisi konsumsi maupun investasi. Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi domestik lebih tinggi yaitu aktivitas persiapan dan penyelenggaraan Pemilu tahun 2014. Dari sisi eksternal, pertumbuhan perekonomian dunia yang lebih tinggi dan peningkatan harga komoditas akan meningkatkan permintaan produk ekspor, sehingga kontribusi ekspor dalam pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan lebih tinggi. Dengan kondisi permintaan dari sisi domestik dan eksternal yang membaik, investasi diprakirakan tumbuh cukup tinggi. Dari sisi lapangan usaha, sektor-sektor utama, yakni sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dan sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan tetap mendominasi perkembangan perekonomian nasional. Secara umum, perkembangan sektoral akan membaik seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian domestik dan global. Sementara dari sisi permintaan, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sejalan dengan upaya Pemerintah untuk meningkatkan kualitas penyerapan anggaran sehingga kontribusi konsumsi riil pemerintah pada tahun 2013 diprakirakan meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kebijakan belanja barang yang akan ditempuh oleh Pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, menjaga alokasi anggaran sesuai dengan kebutuhan, serta pemeliharaan rutin infrastruktur. Pemerintah juga akan melanjutkan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan anggaran dan belanja di masing-masing kementerian dan lembaga agar lebih terarah dan tepat waktu. Dengan kondisi tersebut, pertumbuhan konsumsi riil pemerintah pada tahun 2013 diprakirakan mencapai 10,0% - 10,5%. Investasi pada tahun 2013 diprakirakan tumbuh 10,2% - 10,7%. Prakiraan lebih tingginya pertumbuhan investasi dibandingkan dengan tahun sebelumnya didasarkan pada tren pertumbuhan konsumsi rumah tangga domestik yang menguat serta prospek kinerja ekspor yang membaik. Selain itu, prakiraan meningkatnya investasi pada tahun 2013 juga didukung oleh meningkatnya alokasi belanja modal pemerintah, serta membaiknya optimisme investor dan iklimusaha domestik. Dengan pertumbuhan investasi yang meningkat tersebut, tren peningkatan rasio investasi terhadap PDB diprakirakan terus berlanjut melebihi rasio tahun sebelumnya. Pada tahun 2013, inflasi di Indonesia diprakirakan dapat diarahkan pada kisaran sasarannya sebesar 4,5%±1%. Prakiraan inflasi yang tetap terkendali tersebut juga didukung oleh kondisi ekonomi makro yang kondusif dan prakiraan perbaikan produksi dan distribusi bahan makanan. Meneruskan keberhasilan pencapaian sasaran inflasi pada tahun sebelumnya, pada tahun 2013 Bank Indonesia dan Pemerintah akan terus mempererat koordinasi baik di tingkat pusat dan daerah serta melanjutkan penguatan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dengan tujuan utama untuk menjaga inflasi dalam kisaran 4,5%±1% dengan tetap memperhatikan kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia mengarahkan kebijakannya untuk mencapai sasaran inflasi dengan mengelola permintaan domestik agar sejalan dengan upaya untuk menjaga keseimbangan eksternal. 99
LPPS 2012 Sementara berkenaan dengan prospek neraca pembayaran Indonesia, tekanan atas defisit transaksi berjalan relatif terhadap PDB diperkirakan menurun seiring ekspektasi pemulihan kondisi perekonomian global dan membaiknya harga komoditas internasional. Kinerja perdagangan nonmigas diperkirakan akan lebih baik, didukung oleh meningkatnya volume perdagangan dunia dan harga komoditas ekspor. Ekspor nonmigas diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi daripada pertumbuhan impor nonmigas, seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi China dan India yang lebih baik serta prospek meningkatnya investasi di sektor publik di Jepang terkait dengan adanya stimulus. Disisi transaksi modal dan finansial, arus masuk modal investasi langsung asing (PMA) diperkirakan masih meningkat seiring dengan investasi domestik yang tetap kuat. Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan melalui lima pilar kebijakan sebagai berikut: (i) kebijakan moneter diarahkan agar suku bunga tetap mampu merespons pergerakan inflasi sesuai dengan sasaran, (ii) kebijakan nilai tukar diarahkan untuk stabilisasi nilai tukar agar pergerakan nilai tukar rupiah tersebut sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Dalam hal ini, Bank Indonesia akan melakukan intervensi apabila nilai tukar bergerak secara berlebihan, jauh dari kondisi fundamentalnya, (iii) kebijakan makroprudensial diarahkan untuk menjaga kestabilan sistem keuangan dan mendukung terjaganya keseimbangan internal maupun eksternal, (iv) penguatan strategi komunikasi kebijakan untuk mengelola ekspektasi inflasi, (v) penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah, dalam mendukung pengelolaan ekonomi makro, khususnya dalam memperkuat struktur perekonomian, memperluas sumber pembiayaan ekonomi, penguatan respons sisi penawaran, serta pemantapan Protokol Manajemen Krisis (PMK). Kebijakan tersebut akan dilengkapi oleh kebijakankebijakan lain di bidang mikroprudensial perbankan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang. Di bidang perbankan, kebijakan difokuskan pada tiga koridor utama yaitu : (i) pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, (ii) penguatan ketahanan dan daya saing perbankan, dan (iii) penguatan fungsi intermediasi.
5.2. DAMPAK MAKRO EKONOMI TERHADAP PERBANKAN DAN PERBANKAN SYARIAH Secara nasional, kondisi ekonomi makro yang positif diharapkan mampu mendorong kinerja industri perbankan nasional lebih baik pada tahun 2013. Sementara itu, sepanjang tahun 2012 stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan tetap terjaga dengan baik. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% (17,3% per Desember 2012) dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5% (1,9% per Desember 2012). Pertumbuhan kredit hingga akhir Desember 2012 mencapai 23,1% (yoy). Pertumbuhan kredit berdasarkan penggunaannya yang tertinggi adalah kredit investasi yang mencapai 27,4% (yoy), kedua adalah pada kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 23,2% (yoy) sementara kredit konsumsi tumbuh yang paling rendah yaitu sebesar 19,9% (yoy). Diharapkan pertumbuhan kredit perbankan yang relatif cukup tinggi ini dapat meningkatkan kapasitas perekonomian nasional. Perbankan ke depan masih mendominasi sistem keuangan berdasarkan total aset lembaga keuangan di Indonesia. Dari sisi ketahanan permodalan bank, sampai dengan akhir tahun 2012 perbankan terindikasi masih mampu menyerap risiko memburuknya ekonomi Eropa dan AS. Hal ini terutama dikarenakan jumlah eksposur aset perbankan yang berasal dari luar negeri tidak terlalu signifikan dibandingkan total aset perbankan dari dalam negeri.
100
LPPS 2012 Grafik 5. 1. FDR, CAR Dan NPF Perbankan Syariah (BUS+UUS) 6 Tahun Terakhir
Sepanjang tahun 2012 dampak makro ekonomi berupa krisis keuangan global yang cenderung melambatkan laju pertumbuhan ekonomi di banyak negara di dunia, diyakini memiliki pengaruh minimal terhadap industri perbankan syariah nasional. Hal ini terlihat dari pertumbuhan volume usaha dan kinerja perbankan syariah yang masih relatif baik. Pertumbuhan volume usaha perbankan syariah tahun 2012 yang mencapai 34,0% (yoy) masih relatif lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan volume usaha perbankan nasional (16,7%, yoy) dalam periode yang sama. Selain itu, kinerja industri perbankan syariah nasional, dalam hal ini BUS dan UUS, relatif cukup baik, tercermin dari : (i) fungsi intermediasi berada pada tingkat yang optimal dengan rata-rata FDR sebesar 97,2%; (ii) tingkat kecukupan modal (CAR) masih jauh di atas minimum 8% dengan rata-rata CAR sebesar ±15,2%; dan (iii) tingkat pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) dibawah 5% dengan rata-rata sebesar 2,7% (posisi per Desember 2012 mencapai 2,2%). Grafik 5.2. Break Down Pembiayaan Perbankan Syariah
Sementara itu, alokasi pembiayaan perbankan syariah secara sektoral bergerak ke arah yang relatif identik dengan alokasi kredit perbankan nasional, dimana pembiayaan di sektor konsumtif (Lain-lain), jasa dunia usaha dan perdagangan mendominasi (lihat grafik 5.2). Dengan demikian, 101
LPPS 2012 kondisi perekonomian global yang membaik dan geliat ekonomi domestik yang semakin positif diharapkan memberikan lingkungan usaha yang kondusif bagi pertumbuhan industri perbankan nasional yang lebih baik pada tahun 2013. Sehingga secara umum dapat diperkirakan bahwa perbaikan kondisi perekonomian pada tahun 2013 akan berdampak positif dan diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan industri yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi tahun 2012.
5.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN PERBANKAN SYARIAH 2013 Proyeksi pertumbuhan industri perbankan syariah pada tahun 2012 relatif terpenuhi dari sisi total aset, pembiayaan dan market share. Selanjutnya sebagaimana tahun 2012, untuk tahun 2013 proyeksi perkembangan perbankan syariah masih terdiri dari 3 skenario yaitu: (i) skenario baseline, (ii) skenario moderat dan (iii) skenario optimis. Skenario baseline terjadi apabila ekspansi perbankan syariah mengalami tekanan baik dari faktor internal maupun eksternal. Tekanan dari internal bersumber antara lain dari semakin terbatasnya funding yang berhasil dihimpun dari publik khususnya kemampuan beberapa bank tertentu dan cukup dominan, yang semakin menurun dalam meningkatkan DPK. Dengan demikian ekspansi pembiayaan yang dilakukan menjadi semakin terbatas dan dibutuhkan target funding baru untuk memperbesar operasi bank syariah seperti nasabah korporasi dan pemerintah yang lebih besar. Tekanan dari faktor eksternal bersumber dari menurunnya kinerja perekonomian nasional. Sementara kinerja pembiayaan Mudarabah dan Musyarakah sensitif terhadap stabilitas perekonomian domestik. Perekonomian Eropa yang masih dalam kondisi krisis, sedikit banyak berdampak kepada perekonomian nasional walaupun sejauh ini perekonomian Indonesia masih tumbuh positif dengan kecepatan yang melambat. Skenario moderat terjadi ketika akselerasi perbankan syariah saat ini terus berlanjut dan tidak banyak mengalami tekanan atau tetap didukung oleh faktor-faktor organik. Ekspansi pembiayaan terus berlanjut dan peningkatan DPK terus meningkat untuk mengimbangi sisi aset. Tahun 2013 Kementerian Agama disinyalir akan kembali menempatkan dana haji di perbankan syariah sebesar 30% bahkan berpotensi lebih besar dari persentase tersebut. Selain itu, penerapan ketentuan multiple license industri perbankan nasional dapat membawa konsekuensi peningkatan kewajiban modal pemilik di bank-bank umum termasuk di bank syariah. Hal ini tentunya mendukung ekspansi perbankan syariah ke depan. Adapun skenario optimis terjadi apabila faktor-faktor non organik terjadi bersamaan dengan faktor-faktor organik (skenario moderat) seperti dibukanya bank-bank syariah baru, spin off UUS menjadi BUS, konversi bank konvensional menjadi bank syariah termasuk meningkatnya penempatan dana pemerintah di bank syariah seperti dana haji dan sukuk. Dengan berbagai skenario tersebut, total aset perbankan syariah tahun 2013 diproyeksikan akan mencapai Rp255 triliun, atau tumbuh 27,7% sesuai skenario baseline, atau Rp269 triliun, tumbuh 34,7% sesuai skenario moderat, atau Rp296 triliun, tumbuh 48,2% dalam skenario optimis (lihat Grafik 5.3.). Sementara market share sebesar 5% diperkirakan akan tercapai pada semester I- 2013 dan mencapai 6,5% pada akhir tahun 2013 (lihat Grafik 5.4.).
102
LPPS 2012 Grafik 5.3. Proyeksi dan Realisasi Total Asset 4,500,000,000
330,000,000
4,000,000,000
actual 280,000,000
3,500,000,000
3,000,000,000
estimation 230,000,000
2,500,000,000
2,000,000,000 180,000,000 1,500,000,000
Asset CB (actual) Asset CB (moderate) Asset IB (actual) Asset IB (pesimist) Asset IB (moderate) Asset IB (optimist)
1,000,000,000
500,000,000
130,000,000
0
80,000,000 Dec-13
Nov-13
Oct-13
Sep-13
Aug-13
Jul-13
Jun-13
May-13
Apr-13
Mar-13
Feb-13
Jan-13
Dec-12
Nov-12
Oct-12
Sep-12
Aug-12
Jul-12
Jun-12
May-12
Apr-12
Mar-12
Feb-12
Jan-12
Dec-11
Nov-11
Oct-11
Sep-11
Aug-11
Jul-11
Jun-11
May-11
Apr-11
Mar-11
Feb-11
Jan-11
Grafik 5.4. Proyeksi Market Share 6.7
6.2
market share (aktual) market share (estimasi)
5.7
5.2
5%
4.7 4.32% 4.2 4.26 3.7
3.2 Nov-13
Sep-13
Jul-13
May-13
Mar-13
Jan-13
Nov-12
Sep-12
Jul-12
May-12
Mar-12
Jan-12
Nov-11
Sep-11
Jul-11
May-11
Mar-11
Jan-11
Sementara itu, total DPK pada akhir tahun 2013 diperkirakan menjadi sebesar Rp168 triliun (11,6%, yoy) pada skenario baseline, Rp177 triliun (17,6%, yoy) pada skenario moderat, dan Rp186 triliun (23,6%, yoy) sesuai skenario optimis (lihat grafik 5.5). Sedangkan total pembiayaan tahun 2013 diperkirakan akan mencapai Rp200 triliun (32,4%, yoy) pada skenario baseline, Rp211 triliun (39,6%, yoy) menurut skenario moderat, dan menjadi sebesar Rp222 triliun (46,9%, yoy) sesuai skenario optimis (lihat Grafik 5.6). Proyeksi tersebut dapat dilihat secara lengkap pada tabel 5.2. Grafik 5.5. Proyeksi dan Realisasi Total DPK 200,000,000 180,000,000 160,000,000 140,000,000 120,000,000 100,000,000 80,000,000
estimation actual
actual
60,000,000
DPK DPK DPK DPK
40,000,000 20,000,000
IB IB IB IB
(actual) (pesimist) (moderate) (optimist)
0 D e c-1 3
N o v-1 3
O ct-1 3
S e p -1 3
A u g -1 3
Ju l-1 3
Ju n -1 3
M a y-1 3
A p r-1 3
M a r-1 3
F e b -1 3
Ja n -1 3
D e c-1 2
N o v-1 2
O ct-1 2
S e p -1 2
A u g -1 2
Ju l-1 2
Ju n -1 2
M a y-1 2
A p r-1 2
M a r-1 2
F e b -1 2
Ja n -1 2
D e c-1 1
N o v-1 1
O ct-1 1
S e p -1 1
A u g -1 1
Ju l-1 1
Ju n -1 1
M a y-1 1
A p r-1 1
M a r-1 1
F e b -1 1
Ja n -1 1
103
LPPS 2012 Grafik 5.6. Proyeksi dan Realisasi Total Pembiayaan 250,000,000 230,000,000 210,000,000
Financing Financing Financing Financing
190,000,000
IB IB IB IB
(actual) (pesimist) (moderate) (optimist)
170,000,000 150,000,000
actual
130,000,000 estimation actual
110,000,000 90,000,000 70,000,000 50,000,000
D e c -1 3
N o v -1 3
O c t-1 3
S e p -1 3
A u g -1 3
J u l-1 3
J u n -1 3
M a y -1 3
A p r-1 3
M a r-1 3
F e b -1 3
J a n -1 3
D e c -1 2
N o v -1 2
O c t-1 2
S e p -1 2
A u g -1 2
J u l-1 2
J u n -1 2
M a y -1 2
A p r-1 2
M a r-1 2
F e b -1 2
J a n -1 2
D e c -1 1
N o v -1 1
O c t-1 1
S e p -1 1
A u g -1 1
J u l-1 1
J u n -1 1
M a y -1 1
A p r-1 1
M a r-1 1
F e b -1 1
J a n -1 1
Tabel 5.2. Proyeksi dan Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan Tahun 2013 Baseline
Moderat
Optimis
(Rp. Triliun)
(%)
(Rp. Triliun)
(%)
(Rp. Triliun)
(%)
Aset
255
27,7%
269
34,7%
296
48,2%
DPK
168
11,6%
177
17,6%
186
23,6%
Pembiayaan
200
32,4%
211
39,6%
222
46,9%
5.4. ARAH KEBIJAKAN Penetapan arah kebijakan perbankan syariah ke depan tidak dapat dilepaskan dari kebijakan perbankan nasional sebagaimana telah disampaikan Gubernur Bank Indonesia dalam pertemuan tahunan perbankan (Bankers Dinners) di akhir tahun 2012. Arah kebijakan perbankan syariah akan mengacu kepada 3 (tiga) koridor yang saling terkait yaitu: (i) pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, (ii) penguatan ketahanan dan daya saing perbankan, dan (iii) penguatan fungsi intermediasi, termasuk program keuangan inklusif, yang dapat lebih bermanfaat bagi perekonomian serta masyarakat yang lebih luas. Dalam rangka terus mendorong dan menjaga kesinambungan pengembangan perbankan syariah, terlebih pada tahun 2013 yang merupakan tahun transisi pengawasan mikroprudential perbankan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan yang mulai efektif pada tanggal 1 Januari 2014, Bank Indonesia memandang perlu dilakukannya langkah pengembangan dan kebijakan perbankan syariah yang difokuskan pada hal-hal berikut : 1. Pembiayaan Perbankan Syariah yang Lebih Mengarah kepada Sektor Ekonomi Produktif dan Masyarakat yang Lebih Luas. Potensi Indonesia di tengah optimisme Asia sebagai mesin utama penggerak perekonomian dunia dan bonus demografi Indonesia telah memberikan peluang yang besar tetap tumbuhnya perekonomian Indonesia. Arah pengembangan yang sesuai untuk memberikan multiflier effect yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah dengan turut menunjang pertumbuhan perekonomian nasional. Dukungan pembiayaan kepada sektor produktif tidak hanya akan 104
LPPS 2012 meningkatkan market share perbankan syariah namun juga akan mendukung perekonomian nasional yang lebih berdikari. Seperti halnya arah perbankan syariah pada tahun sebelumnya, di tahun 2013 perbankan syariah diarahkan untuk mengembangkan pembiayaan pada sektor-sektor produksi. Beberapa terobosan yang dapat ditempuh antara lain dengan memasuki sektor-sektor yang mendapatkan prioritas dari pemerintah seperti konstruksi, listrik dan gas, pertanian dan industri kreatif, sektor produktif untuk start up business, dan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta proyekproyek dalam skala prioritas dalam inisiatif MP3EI (Master plan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia). Pada tahun 2012, fokus pembiayaan kepada sektor produktif sudah mulai mendapatkan perhatian perbankan syariah, hal mana terlihat dari terjadinya perlambatan pertumbuhan pangsa pembiayaan jenis konsumsi dibandingkan jenis produktif (modal kerja + investasi) yaitu dari tahun sebelumnya sebesar 25,05% (2011, yoy) menjadi hanya terjadi pertumbuhan pangsa pembiayaan konsumsi sebesar 6,11% (2012, yoy) atau telah mengalami perlambatan pertumbuhan pangsa pembiayaan jenis konsumsi sebesar 19% selama setahun (yoy, Desember). Selain ke sektor produktif, pembiayaan perbankan syariah diarahkan juga agar lebih efektif dan efisien. Bank Indonesia telah mendorong hal ini kepada bank syariah melalui langkah supervisory action. Kedepan tidak menutup kemungkinan Bank Indonesia akan mengeluarkan regulasi terkait dengan hal ini. Berada pada level playing field yang sama dengan perbankan konvensional, yang telah memiliki keunggulan struktur pendanaan yang lebih efisien dan jenis pembiayaan yang lebih familiar bagi masyarakat merupakan tantangan tersendiri bagi perbankan syariah. Selain itu, dimaklumi bahwa beberapa bank konvensional merupakan ‘pemain’ yang handal dan lebih unggul dalam pembiayaan produktif yaitu dalam segi permodalan dan infrastruktur baik dalam bentuk jaringan kantor maupun teknologi informasi serta Sumber Daya Manusia. Selain membutuhkan kompetensi dari industri syariah termasuk Sumber Daya Insani (SDI), perbankan syariah juga membutuhkan akses informasi dalam mendapatkan market pembiayaan produktif. Kemampuan SDI berperan sangat strategis dalam mendukung market inteligence baik dalam menganalisa pembiayaan maupun untuk memasarkan produk-produk syariah yang tepat untuk sektor produktif dimaksud. Dalam hal ini, Bank Indonesia akan turut menjembatani knowledge and skill gap yang masih menjadi kendala industri perbankan syariah. Bentuk dukungan dari Bank Indonesia lebih lanjut antara lain berupa kajian model bisnis perbankan syariah dan finalisasi indeks sektor riil yang menghasilkan informasi untuk dapat lebih mencerminkan hasil usaha dari sektor riil yang nantinya akan dibiayai oleh perbankan syariah. Beberapa upaya untuk memperkecil gap tersebut akan ditempuh baik melalui pelatihan, workshop, seminar, maupun bentuk komunitas antar SDI perbankan syariah. Namun demikian, keberhasilan perbankan syariah untuk lebih berani melakukan terobosan melalui pembiayaan sektor produktif tentunya membutuhkan komitmen yang kuat dari industri perbankan syariah sendiri. Oleh karena itu, perbankan syariah diharapkan dapat menyiapkan rencana pengembangan bisnis ke sektorsektor produktif. Disamping itu, perbankan syariah juga perlu mempersiapkan pengendalian risiko terkait konsentrasi usahanya, antara lain melalui persiapan manajemen risiko produk.
105
LPPS 2012 Arah kebijakan ke sektor produktif tersebut juga harus diimbangi dengan pemerataan layanan untuk memberikan inklusivitas perbankan syariah pada seluruh masyarakat yang melintasi batas-batas daerah dan batas kemampuan ekonomi. Merujuk keberadaan perbankan syariah yang telah meliputi 33 propinsi di seluruh Indonesia dan kedekatan psikologis dengan lembaga Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) memberikan ciri khas inklusivitas bank syariah pada seluruh daerah masyarakat di Indonesia. BMT dapat menjangkau daerah yang terpencil sekalipun. Kerjasama sinergis untuk memberikan layanan perbankan yang inklusif dapat disediakan oleh bank syariah melalui pembiayaan kepada BMT baik melalui skim channeling, executing maupun sebagai penyedia likuiditas terakhir (APEX bank) serta technical assistance. Kemudahan pembukaan loket layanan perbankan syariah di daerah-daerah baik di Jawa maupun di luar Jawa akan digalakkan sebagai dukungan pemberdayaan daerah serta implementasi financial inclusion oleh perbankan syariah. Dalam rangka memastikan fungsi intermediasi yang lebih fokus kepada sektor produktif dan pembiayaan kepada masyarakat yang lebih luas, maka sebagaimana perbankan konvensional akan ditetapkan target pembiayaan produktif termasuk pembiayaan UMKM kepada perbankan syariah sebesar minimum 20%. Diharapkan bank syariah dapat tumbuh bersama dengan tumbuhnya perekonomian masyarakat yang lebih merata di Indonesia. Untuk itu, bank syariah diharapkan dapat mengoptimalkan berbagai opsi dalam kebijakan pembukaan outlet layanan, dalam rangka perluasan jaringan dan meningkatkan market share sekaligus berperan dalam program financial inclusion. Selain itu, kawasan di luar Jawa merupakan kawasan yang menjanjikan untuk memperbesar pangsa perbankan syariah, yang terlihat dari mulai tumbuhnya sentra-sentra pertumbuhan di luar Jawa selama periode tahun 2000 – 2010. 2. Pengembangan Produk yang Lebih Memenuhi Kebutuhan Masyarakat dan Sektor Produktif Dengan berbagai pertimbangan seperti diversifikasi segmen nasabah, market share yang tumbuh lebih cepat, dan multiflier effect yang lebih besar, Bank Indonesia akan memprioritaskan dukungan bagi pengembangan produk-produk yang terkait sektor produktif dan dapat lebih memenuhi kebutuhan masyarakat yang lebih luas. Dukungan tersebut antara lain diberikan melalui penyempurnaan regulasi, proses perizinan produk, kajian produk dan diseminasi knowledge dan skill untuk analis pembiayaan/sektor produktif melalui kegiatan seperti workshop, lokakarya, dan seminar. Pertumbuhan sektor produktif yang ekspansif dan berkesinambungan membutuhkan prasyarat pengembangan infrastruktur dan struktur industri yang efisien dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang lebih luas. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia akan melakukan kajian efisiensi dan cost structure perbankan syariah dan potensi pengembangan skim pembiayaan Islamic Microfinance yang selama ini bergerak di sektor produktif dan menyasar sebagian besar penduduk Indonesia. Selain itu juga arah pembiayaan ke sektor produktif dapat melalui pengembangan sektor korporasi dan infrastruktur (termasuk untuk mendukung MP3EI), yang pada pelaksanaannya memerlukan dukungan modal, manajemen risiko dan sumber dana serta dukungan risk appetite pemilik/pengurus. Dalam hal ini, Bank Indonesia akan mendukung eksplorasi yang dilakukan bank atau asosiasi perbankan syariah untuk mendapatkan pendanaan maupun menyalurkan pembiayaan dengan produk yang lebih sophisticated termasuk, jika diperlukan, menjajaki opsi regulatory approach (seperti insentif pembiayaan produktif dan disinsentif pembiayaan konsumtif). 106
LPPS 2012 Bank Indonesia akan terus menyempurnakan regulasi terkait produk perbankan syariah. Melanjutkan kebijakan pada tahun-tahun sebelumnya, Bank Indonesia menyelenggarakan forum kerjasama tripartite dengan Dewan Syariah Nasional dan Ikatan Akuntan Indonesia dalam mempercepat pengembangan produk-produk baru atau non standard serta relevan dengan kebutuhan bank dan masyarakat. Sebagaimana tahun sebelumnya, bank syariah diarahkan untuk memperkuat unit kerja pengembangan produk guna mempercepat pengembangan aset dan mengakomodir kebutuhan masyarakat secara lebih luas. Dalam pengembangan produk tersebut, bank syariah kadang kala tidak seleluasa perbankan konvensional yang lebih bebas mengeksplorasi produk, sehingga acap kali membatasi bank syariah dalam inovasi produk. Jika keterbatasan tersebut tidak berkaitan dengan aspek kesyariahan, maka dapat dikaji bersama dengan regulator dan asosiasi. Namun jika keterbatasan pada aspek syariah selain dikaji bersama dengan Dewan syariah Nasional, juga semestinya dipahami bersama baik kalangan perbankan, regulator, maupun masyarakat bahwa perbankan syariah memberikan nilai lebih pada sistem keuangan yang diberikan dan kemaslahatan yang lebih arif. 3. Transisi Pengawasan yang Tetap Menjaga Kesinambungan Pengembangan Perbankan Syariah Paska disahkannya Undang-undang Nomor. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan termasuk perbankan syariah yang sebelumnya dilakukan oleh BI akan beralih kepada OJK pada akhir tahun 2013. Dengan demikian tahun 2013 merupakan periode yang sangat krusial dalam mempersiapkan pengalihan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari BI ke OJK. Terbentuknya OJK, telah membagi dua kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan termasuk perbankan Syariah, yaitu mikroprudential di OJK dan makroprudential di Bank Indonesia. Dalam pelaksanaannya, terdapat kemungkinan terjadinya overlapping antara kebijakan mikroprudential dengan makroprudential, sehingga diharapkan dalam masa transisi pengawasan ini tidak akan mengganggu proses pengembangan dan pertumbuhan perbankan syariah itu sendiri. Masing-masing lembaga yang memiliki kepentingan dalam pengembangan dan pertumbuhan perbankan syariah, dalam masa transisi sudah seharusnya melakukan proses review dan menyelaraskan berbagai perangkat organisasi dan infrastrukturnya serta menyiapkan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka mempersiapkan peranannya yang baru. Termasuk diantaranya adalah menyiapkan berbagai infrastruktur yang dibutuhkan selain mekanisme dan proses koordinasi yang baru antara berbagai lembaga yang ada baik nasional maupun internasional. Bank Indonesia sebagai lembaga yang diamanahkan UU OJK untuk melakukan pengaturan dan pengawasan makroprudential semestinya sudah mulai mempersiapkan segala sesuatunya terkait dengan hal tersebut. Peranan yang baru tersebut, termasuk dalam kerangka arsitektur keuangan syariah Indonesia yang saat ini sedang disusun bekerjasama dengan Islamic Development Bank (IDB), dimana masing-masing lembaga harus mengetahui dan dapat berkontribusi dalam kerangka tersebut sesuai peranannya yang baru. Beberapa kebijakan terkait makroprudential antara lain adalah penetapan kebijakan Financing to Value (FTV) dan Down Payment (DP) di perbankan syariah dan penetapan permodalan yang dapat mengakomodasi perubahan siklus bisnis dan perekonomian. Selain juga macrosurveillance dan fungsi penyedia likuiditas perbankan, termasuk fungsi Lender of the Last Resort (LOLR) bagi perbankan syariah tetap merupakan fungsi yang akan dijalankan oleh Bank Indonesia. 107
LPPS 2012 Beberapa infrastruktur yang sedang dan akan dipersiapkan Bank Indonesia, antara lain adalah mempersiapkan infrastruktur pengawasan untuk BUS dan UUS yang dilengkapi dengan Sistem Informasi Perbankan (SIP) Syariah yang menerapkan konsep baru tingkat kesehatan bank syariah (RBBR Syariah) dengan menambahkan dua risiko terkait aspek syariah (Risiko Imbal Hasil dan Risiko Investasi), dan dilengkapi pula dengan informasi statistik serta upaya melengkapi rencana sistem pelaporan LBUS dengan menggunakan XBRL. Selain itu juga penyusunan berbagai ketentuan maupun kebijakan perbankan syariah terkait dengan pengelolaan konsentrasi risiko dan governance seperti permodalan bank syariah maupun guidance produk dan aktivitas baru serta efisiensi perbankan, yang kesemuanya diharapkan dapat memperkuat ketahanan perbankan syariah selama masa transisi maupun kedepannya. Hal-hal tersebut diperlukan dalam rangka dukungan infrastruktur untuk pengawasan bank dan arus informasi pelaporan yang baik. Selain itu juga, Bank Indonesia pada tahun 2013 akan mulai melakukan proses revisited cetak biru perbankan syariah, dan turut berkontribusi dalam penyusunan arsitektur keuangan syariah Indonesia. Revisited Cetak biru perbankan syariah dan arsitektur keuangan syariah Indonesia ini, nantinya diharapkan dapat menjadi pegangan baik bagi OJK, Bank Indonesia maupun lembagalembaga lain dalam melakukan pengembangan perbankan dan keuangan syariah Indonesia. Selain itu juga, Bank Indonesia akan melakukan proses review kerjasama domestik dan internasional dengan institusi lain sesuai dengan peranan Bank Indonesia yang baru. Review tersebut antara lain berupa kerjasama dengan DSN-MUI dan Ikatan Akuntan Indonesia, serta dalam Komite Perbankan Syariah. Sementara terkait dengan kerjasama dengan institusi keuangan syariah internasional seperti dalam AAOIFI/IFSB/IILM/IIFM, Bank Indonesia akan melihat sejauh mana keanggotaan Bank Indonesia dalam organisasi-organisasi tersebut masih sejalan dengan peranan baru Bank Indonesia dan kemanfaatannya bagi perbankan dan keuangan syariah Indonesia. Namun secara umum, Bank Indonesia tetap memandang perlu untuk tetap melanjutkan kerjasama dengan institusi keuangan syariah internasional dalam rangka pengembangan keuangan syariah. Dengan demikian diharapkan pada masa transisi maupun pada saat pengalihan pengawasan nantinya, seluruh persiapan infrastruktur dan arus informasi dan koordinasi telah dipersiapkan dan berjalan dengan baik. Semua lembaga yang terkait sudah mengetahui peranannya masing-masing, dan tidak akan menimbulkan gangguan untuk kontinuitas pelaksanaan pengawasan maupun pengembangan perbankan dan keuangan syariah di Indonesia. 4. Revitalisasi Peningkatan Sinergi Dengan Bank Induk Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, strategi untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan aset perbankan syariah masih dititikberatkan pada strategi kerjasama sinergis antara bank induk konvensional dengan bank syariah. Melalui strategi tersebut diharapkan perbankan syariah bersama dengan bank induknya dapat lebih bersinergi dalam pemanfaatan fasilitas teknologi, jaringan kantor dan SDM. Pertumbuhan aset bank syariah secara umum lebih tinggi dibandingkan bank induknya. Namun demikian, karena nominal aset bank konvensional induk pada umumnya jauh lebih besar, maka meskipun pertumbuhan bank induk tidak setinggi bank syariah, pertambahan pangsa bank syariah terhadap bank induknya hanya meningkat secara moderat. Hal ini terlihat perkembangan pangsa bank syariah yang merupakan anak/unit usaha dari 10 (sepuluh) bank konvensional terbesar di 108
LPPS 2012 Indonesia, yang secara umum mengalami peningkatan pangsa terhadap induknya. Hal yang menggembirakan adalah bertambahnya jumlah bank syariah yang memiliki pangsa di atas 6%, dari semula hanya 1 bank (BSM), bertambah menjadi 3 bank yaitu BSM (9,8%), UUS Permata (8,1%) dan UUS BTN (6,8%) (lihat Grafik 5.7). Hal ini mengindikasikan pelaksanaan strategi dan kebijakan pengembangan anak/unit usaha berada pada koridor yang tepat dalam implementasi sinergi antara bank syariah dengan bank induknya. Strategi dimaksud antara lain dilakukan bank syariah dengan memanfaatkan jaringan dan SDM bank induk untuk sharing portfolio nasabah dan proses analisis yang relatif kompleks seperti analisis pembiayaan kepada korporasi dan/atau manajemen risiko, dengan tetap memperhatikan pemenuhan prinsip syariah. Grafik 5.7. Pangsa Aset BUS-UUS terhadap 10 BUK induk terbesar (2010 – 2012)
(%)
Dalam rangka lebih meningkatkan share bank syariah dari bank induknya, diperlukan berbagai langkah dan strategi baru. Strategi dan langkah dimaksud antara lain berupa peningkatan koordinasi dalam pengawasan bank konvensional dan bank syariah agar tingkat penerapan strategi sinergi bank induk dengan bank syariah sebagai salah satu upaya mendorong pertumbuhan bank syariah meningkat. Selain itu juga regulatory incentives apabila diperlukan tetap akan dipertimbangkan, seperti dalam kelembagaan maupun peningkatan penyediaan fasilitas layanan syariah dalam jaringan bank induknya. Dengan demikian, kerjasama yang dilakukan selama ini akan dilanjutkan dengan bentuk-bentuk inovasi yang lebih progresif, misalnya dalam bentuk dukungan permodalan dan ekspansi bisnis secara reguler, hingga pengembangan cross selling dan penyetaraan produk dengan dukungan infrastruktur seperti jaringan kantor dan IT, dan kebijakan SDM yang lebih integrated termasuk diantaranya penilaian kinerja (key performance indicator) aktivitas layanan syariah oleh SDM bank induk menjadi salah satu strategi yang dapat dijalankan dan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah. Upaya lain yang tetap dapat dilakukan adalah dengan melakukan sharing antara kompetensi unit BUK induk dalam mendesain dan menjual produk di satu sisi, dengan pemahaman standar/akad syariah yang dimiliki bank syariah di sisi lain, sehingga produk dan layanan syariah dapat diperluas untuk melayani segmen nasabah yang beragam, baik mikro, ritel maupun komersial/korporasi.
109
LPPS 2012 Pola pengembangan perbankan syariah di Indonesia sejak awal mengedepankan pengembangan kapasitas institusi termasuk dalam penyediaan infrastruktur jaringan, SDM dan produk yang mendukung pembentukan reputasi dalam pemenuhan prinsip syariah selain pengembangan infrastruktur kelembagaan bisnis syariah. Apabila diperlukan, akan dipertimbangkan berbagai pemikiran seperti perluasan office channeling maupun delivery channel dengan bank induk dan/atau bank satu grup. Namun hal ini tetap mesti sejalan dengan kebijakan pengembangan perbankan syariah nasional yang telah diatur dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang mendorong terwujudnya konsep perbankan syariah yang bersifat full-pledged dengan mendorong UUS untuk di-spin off dan BUS untuk mengembangkan jaringan kantornya secara luas, serta adanya semangat dalam UU dimaksud untuk menampilkan karakteristik khas perbankan syariah sebagai suatu sistem baru layanan keuangan. Penerapan kebijakan pemanfaatan dan perluasan jaringan dan layanan melalui bank induk dan/atau bank dalam satu grup, namun tetap mendorong atau tidak menciptakan disinsentif perluasan jaringan kantor bank syariah, perlu memperhatikan beberapa persyaratan dan pertimbangan seperti: (i) peningkatan produktivitas atau efisiensi biaya namun dalam batas risiko yang dapat diterima, (ii) kejelasan tanggung jawab dan terpenuhinya compliance serta akses pengawas bank, (iii) terjaganya kontinuitas layanan, reputasi dan kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, dan (iv) kewajiban pembukaan kantor cabang syariah setelah terpenuhinya persyaratan keuangan tertentu atas telah dibukanya layanan perluasan perbankan syariah di jaringan kantor bank induk/bank dalam satu grup. 5. Peningkatan Edukasi dan Komunikasi dengan Terus Mendorong Peningkatan Kapasitas Perbankan Syariah pada Sektor Produktif serta Komunikasi “parity” dan “distinctiveness” Produk Perbankan Syariah Kemanfaatan kehadiran bank syariah akan terus disosialisasikan agar masyarakat semakin mengenal dan merasakan manfaatnya. Dari jumlah rekening yang dikelola perbankan syariah dalam 4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan (rata-rata ± 31%), bahkan pertumbuhan periode 2011 – 2012 lebih tinggi dari pertumbuhan periode 2009 – 2010. Hal tersebut menunjukkan citra inclusive perbankan syariah yang terus meningkat. Untuk menjaga trend peningkatan jumlah masyarakat yang memanfaatkan produk dan layanan perbankan syariah (iB financial literacy), program sosialisasi/edukasi publik Bank Indonesia pada 2013 akan lebih difokuskan pada peningkatan kapasitas perbankan syariah di sektor produktif serta terus mengkomunikasikan manfaat (benefit) dari produk dan akad bank syariah yang lebih variatif melalui peningkatan komunikasi yang menekankan pada kesetaraan (parity) dan perbedaan khas yang menjadi keunggulan (distinctiveness) produk perbankan syariah. Program dimaksud diimplementasikan melalui berbagai media yang dinilai efektif dalam mendorong aktivasi penggunaan layanan perbankan syariah, sebagai berikut: •
Sosialisasi berbasis komunitas melalui berbagai event atau media seperti radio, micro-site dan talkshow dengan mengambil tema peningkatan kapasitas sektor produktif perbankan syariah seperti: program pelatihan kewirausahaan bagi mahasiswa dan masyarakat umum, serta sosialisasi "skim kredit bagi wirausahawan pemula/start-up credit”. Selain itu juga akan dilakukan sosialisasi berbasis komunitas melalui berbagai event atau media seperti radio, micro-site dan talkshow, yang sesuai dengan target segmen komunikasi iB yaitu komunitas muda dan 110
LPPS 2012 wanita/keluarga, pengusaha/profesional, akademisi, ulama/santri/ tokoh agama dan netizen untuk dikedepankan dalam berbagai kegiatan edukasi tersebut antara lain, kesetaraan teknologi dibalik fasilitas iB dan perencanaan keuangan melalui iB. Secara spesifik, untuk segmen akademisi dan ulama, edukasi yang dilakukan yaitu melalui pola training for trainers di berbagai daerah. • Partisipasi perbankan syariah dalam pameran/expo untuk mendekatkan masyarakat umum dengan produk bank syariah yang sesuai kebutuhannya, antara lain expo terkait sektor produktif seperti konstruksi, maritim, pertambangan, pertanian, perkebunan, elektronik, pariwisata, otomotif dan industri kreatif. Implementasi program tersebut di daerah akan difasilitasi dengan format “iB pavilliun” dengan entry point expo/pameran pada bidang yang sebelumnya telah dimasuki seperti di bidang properti, UMKM, elektronik, otomotif dan franchise. Kegiatan iB campaign tersebut diarahkan dapat dilakukan bersama-sama dengan perbankan syariah secara budget sharing untuk menumbuhkan kebersamaan dalam pengembangan industri dan juga semangat co-opetition diantara bank-bank syariah maupun antara bank syariah dengan bank induk. • Dialog dengan stakeholder perbankan syariah (pengelola bank syariah, asosiasi industri/pengusaha, pemerintah daerah, akademisi, media, pengamat ekonomi dan perbankan, organisasi masyarakat) yang dilakukan untuk mengenalkan dan menyelaraskan pandangan terhadap perbankan syariah sekaligus memfasilitasi bank syariah untuk meningkatkan pelayanan serta mendorong inovasi produk (co-creation). • Mendekatkan perbankan syariah dengan calon nasabah berskala kecil, menengah maupun besar melalui berbagai kegiatan dan strategi seperti business gathering, focus group discussion dan business matching. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk lebih mendorong pada terjadinya kerjasama (aktivasi transaksi) antara perbankan syariah dengan pengusaha. • Penguatan basic cultural perbankan syariah dengan ciri khas yang berazaskan prinsip bagi hasil dengan berbagai kegiatan ekonomi yang berpola bagi hasil yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat melalui program “reinvent the heritage”. • Pengembangan produk yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, sesuai strategi pengembangan pasar, komunikasi “above the line” melalui Iklan Layanan Masyarakat dan program/rubrik khusus di berbagai media cetak, elektronik, media online dan media luar ruang, dalam porsi lebih kecil dibandingkan program-program aktivasi tersebut diatas juga tetap akan dilakukan. Dalam upaya meningkatkan kompetensi SDM perbankan syariah, Bank Indonesia akan melanjutkan kerjasama dengan ICDIF-LPPI melalui dukungan program pelatihan dan pendidikan kepada SDM perbankan syariah yang diperlukan untuk meningkatkan ketrampilan/ kompetensi teknis operasional serta kemampuan analisis dalam pemasaran produk perbankan syariah yang berbasis prudential dan sharia compliance.
111
LPPS 2012
Daftar Singkatan AAOIFI
Accounting and Auditing for Islamic Financial Institution
ASBISINDO
Asosiasi Bank Syariah Indonesia
BASYARNAS
Badan Arbitrase Syariah Nasional
BAPEPAM-LK
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
BAZIS
Badan Amil Zakat Infaq Shadaqah
BPRS
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
BUK
Bank Umum Konvensional
BUS
Bank Umum Syariah
DPK
Dana Pihak Ketiga
DPS
Dewan Pengawas Syariah
DSN
Dewan Syariah Nasional
FDR
Financing to Deposit Ratio (analog dengan LDR pada bank konvensional)
GCG
Good Corporate Governance
GWM
Giro Wajib Minimum
IAI
Ikatan Akuntan Indonesia
IDB
Islamic Development Bank
IFSB
Islamic Financial Services Board
IIFM
International Islamic Financial Market
IILM
International Islamic Liquidity Management
LDR
Loan to Deposit Ratio
KCS
Kantor Cabang Syariah
KCK
Kantor Cabang Konvensional
KCPS
Kantor Cabang Pembantu Syariah
KK
Kantor Kas
KYC
Know Your Customer
MP3EI
Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
NPF
Non Performing Financing (Kredit bermasalah – analog dengan NPL pada perbankan konvesional)
OJK PBI
Otoritas Jasa Keuangan Peraturan Bank Indonesia
PLS
Profit and Loss Sharing (Bagi Hasil)
PKES
Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah 112
LPPS 2012 PUAS
Pasar Uang Antar-bank berdasarkan prinsip Syariah
UUS
Unit Usaha Syariah
UMKM
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
SBIS
Sertifikat Bank Indonesia Berdasarkan Prinsip Syariah
SBSN
Surat Berharga Syariah Negara
SIMA
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar-bank berdasarkan Syariah
SPN-S
Surat Perbendaharaan Negara Syariah
BOPO
rasio biaya operasional dibagi pendapatan operasional
NOM
net operational margin
113
LPPS 2012
Daftar Istilah Bank Syariah
mencakup bank umum syariah, BPR Syariah dan Unit Usaha Syariah dari bank umum konvensional
Aktiva Produktif
penanaman atau penempatan dana bank dalam rupiah berdasarkan prinsip Syariah dalam bentuk Pembiayaan, Piutang, Ijarah, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, dan penempatan Dana Pada Bank Lain
BPRS
Bank Pembiayaan Rakyat yang beroperasi berdasarkan prinsip Syariah(juga disingkat menjadi BPR Syariah)
Mudharabah
penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal)kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu,dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara keduabelah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya
Salam
jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
Ijarah
transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upahmengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewaatau imbalan jasa
Istishna
jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan
Murabahah
jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambahdengan margin keuntungan yang disepakati
Musyarakah
penanaman dana dari pernilik dana/modal untukmencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakatisebelumnya,sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik dana/modalberdasarkan bagian dana/modal masing-masing
Piutang
tagihan yang timbul dari transaksi jual beli berdasarkan akad Murabahah, Salam atau Istishna dan atau pinjam meminjam berdasarkan akad Qardh
Qardh
pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinj aman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu
Riba
secara harfiah berarti penambahan atas harta pokok pinjaman karena unsur waktu. Dalam dunia perbankan, hal tersebut dikenal dengan bunga
114
LPPS 2012 Shahibul maal
dalam kontrak mudharabah, menginvestasikan modalnya
Syariah
secara harfiah berarti jalan Allah seperti yang ditunjukkan dalam Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad. Istilah ini dipakai untuk yang berhubungan dengan hukum Islam.
Turnover ratio
Perhitungan volume surat berharga di pasar sekunder dibagi dengan rata-rata outstanding surat berharga tersebut dalam perode tertentu
Unit Usaha Syariah
unit kerja di kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah, atau unit kerja di kantor cabang bank asing konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah
Tahawwut
hedging syariah
Wadiah
penitipan dana atau barang dari pemilik dana atau barang pada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban pihak yang menerima titipan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktuwaktu
seseorang
atau
pihak
yang
115
LPPS 2012 LAMPIRAN – 1 (L.1.) IKHTISAR RINGKAS HASIL KAJIAN/ PENELITIAN
1. KAJIAN MODEL BISNIS PERBANKAN SYARIAH Perkembangan bank syariah selama hampir 20 (dua puluh) tahun kehadirannya di Indonesia menunjukkan kinerja yang semakin membaik, baik dari sisi kelembagaan maupun kinerja keuangan termasuk peningkatan jumlah nasabah bank syariah. Namun demikian, tantangan pengembangan industri perbankan syariah semakin meningkat termasuk operasional dan model-model bank syariah yang dapat dikembangkan ke depan. Untuk itu, dibutuhkan model-model bisnis bank syariah ideal, workable, dan prudent yang dapat melayani lebih banyak masyarakat, menjawab harapan berbagai pihak, sesuai dengan karakter bisnis perbankan syariah Indonesia, berorientasi masa depan dan comply dengan ketentuan syariah dan standar internasional. Model bisnis bank syariah tersebut akan menjadi acuan (benchmark) bagi regulator untuk pengembangan industri perbankan syariah ke depan, menjadi acuan bagi perbankan syariah dalam menyusun kerangka bisnis operasional, dan pelaku industri lainnya (lembaga rating, takaful, dll) dalam beraktifitas dan berhubungan dengan perbankan syariah. Selain memuat kerangka bisnis bank syariah, model bisnis ini pun mencakup upaya linkage dan sinergi antara bank syariah dengan lembaga keuangan non bank dengan mempertimbangkan aspek syariah, ekonomi dan sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Secara operasional, model bisnis bank syariah mencakup aspek bisnis dan non bisnis (seperti aspek syariah/sosial) dari beragam aktifitas ekonomi dan sosial masyarakat. Contoh aspek bisnis adalah operasional bank syariah yang menguntungkan (profitable) bagi stakeholder dan perekonomian nasional pada umumnya disamping memudahkan aktifitas bisnis masyarakat dan mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah dan perekonomian nasional. Sedangkan contoh aspek syariah adalah kesesuaian model bisnis bank syariah Indonesia dengan maqasid al syariah yang mengandung unsur keadilan, kemaslahatan dan keseimbangan guna mencapai masyarakat Indonesia yang lebih sejahtera secara material dan spiritual. Selain itu, model bisnis bank syariah diharapkan juga memberikan gambaran proses bisnis operasional perbankan syariah yang pro sektor riil dan tahan terhadap krisis untuk kemaslahatan masyarakat atau diistilahkan sebagai mainstream perbankan syariah Indonesia. Tentunya, model tersebut sejalan dengan visi dan misi pengembangan bank syariah yang telah ditetapkan pada Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, menjadi bagian dari Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan juga bagian dari kerangka besar Arsitektur Sistem Keuangan Syariah Indonesia (AKSI). Artinya, selain beroperasi dengan kontrak-kontrak bisnis Islami, industri perbankan syariah Indonesia juga tumbuh kondusif, sehat, efisien dan kompetitif dengan prinsip kehati-hatian yang sesuai dengan karakteristik bisnis masyarakat Indonesia dan sesuai dengan standar yang ditetapakan di level international. Konstruksi model bisnis dimaksud mencakup beberapa hal diantaranya: (i) karakter budaya dan sosial masyarakat indonesia, (ii) praktek perbankan syariah saat ini, (iii) mainstream perbankan syariah Indonesia, (iv) potensi pengembangan industri perbankan syariah ke depan dan, (v) literatur terkait model-model bisnis bank. Kemudian, model-model bisnis yang menjadi alternatif harus memenuhi 116
LPPS 2012 tidak saja aspek utama yaitu aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek syariah utamanya, model-model tersebut juga harus memenuhi semua keinginan (mimpi) para stakeholders perbankan syariah. Dari hasil pemetaan model-model bisnis yang ada, analisa dan diskusi yang dilakukan dengan berbagai pihak mengenai model-model bisnis perbankan yang ada, diambil kesimpulan bahwa masingmasing model bisnis yang dijalankan oleh perbankan, baik perbankan syariah maupun konvensional mempunyai keunggulan dan tantangan tersendiri bagi perusahaan yang menjalankannya. Oleh karena itu, untuk pengembangan model bisnis perbankan syariah ke depan, kajian ini merekomendasikan beberapa alternatif model bisnis masa depan kepada bank-bank syariah yang sesuai dengan value proposition, customer segment, infrastruktur yang dimiliki serta aspek keuangan (financial) yang mendukung pengembangan model-model bisnis tersebut. Untuk implementasi model bisnis bank syariah ke depan kajian ini mengusulkan 4 (empat) tahapan implementasi (roadmap) yang merupakan sinergy antara model bisnis dengan Blue print pengembangan perbankan syariah. Usulan tahapan-tahapan roadmap tersebut disusun mempertimbangkan faktor-faktor pendorong utama dan Value Proposition (nilai lebih) yang dapat ditawarkan perbankan syariah.
2. KAJIAN ISLAMIC BANKING BEHAVIOUR MODEL Kajian ini melakukan pemodelan atas empat sektor di industri perbankan syariah yaitu model liability yang mewakili perilaku nasabah bank syariah, model asset yang mewakili perilaku pengusaha (real sector), model liquidity management yang mewakili perilaku bank syariah dalam mengelola likuiditas dan model operasi moneter syariah yang mewakili kebijakan moneter syariah. Model menemukan bahwa prilaku nasabah bank syariah dalam menempatkan dana di bank syariah ditentukan oleh faktor internal bank syariah dan internal nasabah. Faktor pertama ditentukan oleh: (i) return sharing yang diberikan bank syariah kepada nasabah saat ini, (ii) efisiensi bank syariah yang tercermin dari pengelolaan biaya operasional selama 1-3 bulan terakhir dan, (iii) pendapatan operasional paruh pertama setiap tahun. Faktor kedua ditentukan oleh evaluasi nasabah terhadap simpanan yang telah ditempatkannya di bank syariah selama 1-2 bulan terakhir (jangka pendek). Sementara itu, perilaku pengusaha dalam menerima pembiayaan dari bank syariah utamanya ditentukan oleh: (i) pendapatan operasional pengusaha di jangka pendek (2-3 bulan terakhir), (ii) pendapatan non operasional di jangka menengah, (iii) biaya operasional di setiap tengah tahun dan (iv) komitmen return sharing bank syariah kepada nasabah. Selain itu, pengusaha juga melakukan evaluasi terhadap performa pembiayaan yang dibiayai dana bank syariah dalam jangka pendek (1 kuartal). Secara umum, perilaku nasabah dan pengusaha mencerminkan perilaku investasi dan likuiditas jangka pendek yang kurang mendukung kinerja bank syariah ke depan utamanya apabila bank syariah ingin melakukan ekspansi pembiayaan korporasi atau proyek berjangka menengah dan panjang. Hal ini pun diperkuat oleh hasil assessment perilaku bank syariah dalam mengelola likuiditasnya yang utamanya dipengaruhi oleh dua hal yaitu kinerjanya dalam jangka pendek dan kemungkinan penarikan dana oleh nasabah. Kinerja bank syariah yang menjadi pertimbangan dalam manajemen likuiditas bank syariah adalah: (a) pendapatan non operasional karena sifatnya yang likuid dan kontinu, (b) total pembiayaan dalam 1 tahun terakhir dan (c) kemungkinan default pembiayaan dalam jangka pendek. Sementara itu, kemungkinan penarikan dana oleh nasabah ditujukan oleh: (i) 117
LPPS 2012 return sharing yang dibayarkan bank syariah pada kuartal pertama dan, (ii) cadangan tunai (liquidity reserve) yang disiapkan bank syariah dalam jangka pendek (1 bulan terakhir). Kenyataan ini juga berdampak kepada pengelolaan moneter syariah, dimana Bank Indonesia cenderung melakukan operasi moneter syariah yang searah dengan operasi moneter konvensional. Utamanya, operasi moneter syariah mempertimbangkan: uang beredar (currency in circulation), outstanding SBI/SBIS yang jatuh tempo dan cadangan likuiditas (GWM) bank syariah. Secara umum temuan dari kajian adalah perilaku nasabah dan pengusaha belum sepenuhnya sejalan dan mendukung operasi bank syariah yang mensyaratkan orientasi penempatan dana nasabah dan investasi di proyek-proyek berjangka panjang. Sehingga, return sharing bank syariah dapat lebih baik dan memberikan dampak ekonomi yang lebih luas dan signifikan. Untuk memperbaiki hal ini, beberapa langkah dapat dilakukan utamanya: •
•
• •
Meningkatkan pemahaman nasabah bank syariah melalui sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif agar struktur sisi liability menjadi lebih baik, rasional dan mendukung operasi bank syariah, Menciptakan instrumen simpanan yang lebih berjangka panjang dengan return yang lebih menarik agar orientasi pembiayaan dan evaluasi kinterja bank syariah menjadi berjangka panjang, Menempatkan dana di proyek jangka menengah panjang untuk memperbaiki struktur financing bank syariah, Menciptakan instrument moneter syariah yang berbeda dengan konvensional dan turut mendukung operasi bak syariah di sektor riil.
3. KAJIAN REGULATORY INCENTIVES DALAM RANGKA MENGAKSELERASI PERTUMBUHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH Ditengah terpaan krisis keuangan termasuk krisis perbankan didalamnya, baik di tingkat global maupun regional, perhatian pada pengembangan industri perbankan syariah semakin hari semakin besar. Faktor yang membuat industri perbankan syariah ini layak dan diminati untuk dikembangkan adalah karakter operasional perbankan syariah yang erat kaitannya dengan aktifitas ekonomi produktif (sektor riil), sehingga perbankan syariah berperan optimal dalam meningkatkan fungsi intermediasi sektor perbankan. Karakter seperti itu tentu akan mendukung pencapaian stabilitas sistem keuangan. Selain itu, dengan size dan share industri perbankan syariah yang cukup signifikan, diyakini daya tahan perbankan syariah terhadap krisis eksternal (keuangan) akan semakin meningkat. Industri perbaknan syariah yang masih baru (infant industry) masih membutuhkan dukungan dari banyak pihak khususnya otoritas untuk menuju tahapan perkembangan yang lebih tinggi sebagai industri yang mapan (matured industry). Dalam rangka pencapaian hal-hal tersebut; optimalisasi fungsi intermediasi dalam aktifitas ekonomi produktif, peningkatan size dan share industri, serta penjagaan karakteristik unik operasional perbankan syariah, sangat diperlukan. Khususnya, diperlukan bentuk-bentuk mekanisme insentif (incentive mechanism) berupa regulasi dan kebijakan untuk mendukung pengembangan industri perbankan syariah. Mekanisme insentif tersebut dapat diberlakukan baik pada aspek operasional, produk maupun pada aspek kelembagaan dari industri perbankan syariah. Namun dalam memastikan 118
LPPS 2012 optimalisasi fungsi intermediasi dan peningkatan pertumbuhannya, mekanisme insentif relatif akan lebih dominan pada aktifitas penyaluran pembiayaan dan operasional internal bank syariah. Incentive mechanism memiliki tujuan setidaknya pada 2 aspek, yaitu memelihara kepentingan sosioekonomi/kemanfaatan ekonomi di sisi regulator dan kepentingan individual-komersial di sisi pelaku bisnis. Untuk mendorong bank syariah memberikan kemanfaatan secara maksimal bagi perekonomian, tentu dibutuhkan satu mekanisme regulasi yang mendukung maksud tersebut. Regulasi diharapkan mampu memberikan dukungan baik pada aspek kelembagaan, permodalan, pembiayaan (kredit) maupun pendanaan, agar bank dapat berperan optimal bagi kepentingan sosioekonomi. Peran optimal bagi perekonomian diantaranya; jangkauan pelayanan yang luas, tingkat harga produk yang terjangkau oleh sektor usaha, alokasi portfolio pembiayaan menyentuh semua sektor ekonomi dan segmentasi pelayanan yang lebih luas bagi sektor usaha mikro-kecil karena sektor tersebut dominan dalam perekonomian nasional. Oleh sebab itu, kajian ini bertujuan untuk; (i) menganalisa dan menentukan parameter insentif dalam pengembangan dan penentuan arah perkembangan perbankan syariah, khususnya pada aktifitas penyaluran pembiayaan dan operasional internal bank syariah; (ii) mengidentifikasi dan memformulasikan potensial instrumen regulasi seperti rasio-rasio keuangan bank syariah yang berpotensi menjadi parameter/variabel/indikator ketentuan mekanisme insentif; (iii) menganalisa tingkat efektifitas atau pengaruh potensial instrumen regulasi (rasio-rasio keuangan tertentu) terhadap perilaku atau aktifitas operasional bank syariah; (iv) merekomendasikan instrumen regulasi tertentu sebagai parameter dalam ketentuan mekanisme insentif. Disamping itu, perlu diidentifikasi instrumen-instrumen alternatif yang tidak berada dalam wilayah regulasi sektor perbankan tetapi memiliki implikasi signifikan dalam mencapai tujuan akselerasi pertumbuhan perbankan syariah khususnya pada upaya optimalisasi fungsi intermediasi perbankan syariah. instrumen tersebut seperti regulasi perpajakan, penempatan dana haji, kebijakan bank syariah milik bank BUMN dan lain sebagainya. Metode yang digunakan di dalam kajian ini adalah: (1) Desk study, teknik ini digunakan untuk (i) melakukan identifikasi masalah seperti sasaran utama pem-berlakuan mekanisme insentif melalui regulasi dan faktor terkait; (ii) kajian literatur terhadap teori insentif, konsep insentif dalam Islam, konsep insentif dalam regulasi industri dan konsep insentif dalam perbankan; (iii) inventarisasi best practices penerapan mekanisme insentif di negara lain; dan (iv) mendapatkan gambaran mekanisme insentif yang telah ada di Indonesia (current practices) baik dalam wewenang Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan terkait perbankan syariah; (2) Survei bank and in-depth interview, teknik ini digunakan untuk mendapatkan gambaran ekspektasi mekanisme insentif dari pelaku industri perbankan syariah; (3) Focus Group Discussion (FGD), teknik ini digunakan untuk mendapatkan opini pakar atau analis dalam bidang hukum perbankan, analis investasi dan strategi bisnis, keuangan dan pasar modal, pakar syariah terutama terkait dengan masalah dampak kemungkinan insentif yang diberikan oleh regulator; (4) Analisis Kuantitatif, teknik ini menggunakan Analytic Network Process (ANP) dalam rangka mengetahui skala prioritas dari setiap alternatif kebijakan menggunakan opini pakar; dan (5) Analisis deskriptif, untuk menyajikan atau mendeskripsikan hasil kajian literatur (desk study) dan temuan lapangan (Survey & FGD). Mekanisme insentif yang disusun ini berpedoman pada empat landasan pengembangan industri perbankan syariah nasional, yaitu: (i) filosofi dan semangat ekonomi syariah; (ii) blueprint pengembangan perbankan syariah; (iii) model bisnis bank syariah; (iv) perilaku bank syariah dalam industri. Keempat pedoman tersebut memberikan panduan berupa arah kebijakan, target-target yang 119
LPPS 2012 ingin dicapai, tahapan yang harus dilalui dan informasi profil industri yang ada saat ini. Sehingga rekomendasi insentif regulasi akan lebih terarah, sistematis dan terukur. Kecenderungan kondisi perekonomian Indonesia yang positif dan ketahanannya terhadap guncangan ekternal seperti krisis dan kemampuan dalam memenuhi permintaan domestik, memberikan peluang dan kesempatan besar bagi perbankan syariah untuk berkontribusi dalam kegiatan konsumsi dan perda¬gangan, maupun kegiatan investasi sektor produktif termasuk dalam rangka penyediaan infrastruktur. Dengan kontribusi pembiayaan perbankan syariah terhadap UMKM yang melebihi 60%, juga diharapkan bisa ikut berperan serta dalam mendukung percepatan pembangunan ekonomi Indonesia termasuk dalam program Masterplan Percepatan Pembangunan dan Perluasan Pembangunan Indonesia (MP3I). Sebagai upaya pengembangan perbankan syariah ke depan, arah kebijakan Bank Indonesia untuk tahun 2012 adalah sebagai berikut: (1) penguatan intermediasi perbankan syariah kepada sektor ekonomi produktif, (2) pengembangan dan pengayaan produk yang lebih terarah, (3) peningkatan sinergi dengan bank induk, (4) peningkatan edukasi dan komunikasi dengan fokus pada parity and distinctiveness, (5) peningkatan good governance dan pengelolaan risiko, dan (6) penguatan sistem pengawasan. Tahun 2012, telah disusun pula kajian Model Bisnis Perbankan Syariah yang merekomendasikan bisnis model yang sebaiknya diambil oleh bank syariah berdasarkan periode waktu tertentu (tahapan yang berjangka waktu pendek, sedang dan panjang) dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian, struktur usaha, kemampuan SDM dan dan karakter/profil perekonomian lainnya. Untuk memperkaya pengetahuan tentang alternatif bentuk insentif regulasi dipaparkan juga bentuk insentif regulasi perbankan syariah di beberapa negara seperti; Malaysia, Singapura, Inggris, Lebanon dan Pakistan. Bentuk insentif regulasi di negara-negara tersebut ternyata tidak hanya ada pada kewenangan otoritas perbankan tetapi juga otoritas lainnya seperti otoritas perpajakan. Untuk lebih komprehensif, rekomendasi insentif regulasi didukung pula dengan analisis lingkungan strategis atau lingkungan usaha perbankan syariah yang secara umum dipengaruhi oleh lima kekuatan besar, yaitu: (1) kondisi ekonomi; (2) kondisi sosio-kultural dan demografi/psikografi; (3) kondisi politik dan pemerintahan; (4) perkembangan teknologi; dan (5) kondisi faktor-faktor kompetitif. Potensi yang muncul dari tingginya pertumbuhan ekonomi dan positifnya kondisi perekonomian nasional membutuhkan serangkaian kebijakan yang memberikan ruang bagi industri perbankan syariah untuk tumbuh lebih cepat dengan tetap menjaga kualitas industri. Dalam jangka pendek, pemberian insentif berupa relaksasi terhadap berbagai aturan yang sudah dikeluarkan menjadi diperlukan untuk memperkuat positioning bank syariah dalam industri perbankan nasional. Langkah ini harus diawali dengan mengeksplorasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan yang menghambat kemampuan bank dalam berinovasi untuk menumbuhkan aset secara cepat. Untuk mencapai tujuan jangka pendek diatas, kajian ini terlebih dahulu mengidentifikasikan potensi, peluang dan alternatif kebijakan dalam empat aspek, yaitu: 1) Aspek Pendanaan; 2) Aspek Pembiayaan; 3) Aspek Kelembagaan, dan 4) Aspek Permodalan. Selanjutnya pada bagian analisis kajian ini menginformasikan pedoman pengembangan industri perbankan syariah, data kondisi industri dan ekonomi terkini, serta bentuk alternatif dari negara lain, dilengkapi dengan survey lapangan dan FGD yang mencoba mengidentifikasi bentuk-bentuk insentif yang diinginkan oleh pelaku pasar. Setelah bentuk-bentuk insentif regulasi pada semua aspek perbankan syariah; pendanaan, pembiayaan, permodalan dan kelembangaan, dilakukan analisis untuk 120
LPPS 2012 menentukan skala prioritas dari tiap bentuk insentif dengan menggunakan pendekatan Analytic Network Process (ANP). Kerangka ANP yang diperoleh dari hasil wawancara dan FGD kepada para akademisi dan pakar. Berdasarkan kajian kepada beberapa regulasi yang relevan, ditemukan beberapa regulasi yang berpotensi menjadi beban bagi perbankan syariah, yaitu beban pajak yang sama antara bagi hasil DPK dengan pendapatan bunga, tidak dimungkinkannya penggunaan akad selain wadiah dan mudharabah dalam produk DPK, pengelolaan dana haji dan pembiayaannya oleh bank konvensional, tidak diakuinya penempatan dana channeling/excecuting kepada BPRS sebagai pembiayaan dalam perhitungan Rencana Bisnis Bank, kebijakan ijin produk baru, pembukaan kantor baru setelah adanya KC di suatu wilayah kerja, bobot risiko pembiayaan kepada UMKM yang terlalu tinggi dibanding IFSB dan BASEL dan kebijakan penyertaan modal di BPRS oleh bank syariah dengan mayoritas pemegang saham asing. Temuan kajian ini menunjukkan urutan prioritas aspek dalam penentuan kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan dana peningkatan kualitas industri perbankan syariah yaitu: 1) aspek kelembagaan; 2) aspek permodalan; 3) aspek pembiayaan; dan 4) aspek pendanaan. Sedangkan prioritas solusi yang direkomendasikan sebagai bentuk insentif kebijakan dalam wewenang Bank Indonesia adalah: (i) Co-location layanan bank syariah dengan kantor bank induk konvensional; (ii) Bobot risiko pada pembiayaan UMKM pada perhitungan ATMR menjadi 75%; (iii) Hak eksklusif produk tabungan dan pembiayaan haji dan umroh kepada bank syariah; dan (iv) Beban pajak produk bagi hasil DPK bank syariah sama dengan pajak atas return obligasi.
4. PENGEMBANGAN MODEL DAN APLIKASI SISTEM PENGUKURAN INDEKS IMBAL HASIL SEKTOR RIIL SEBAGAI ACUAN PRICING PRODUK PERBANKAN SYARIAH Kebutuhan akan indeks imbal hasil acuan (reference rate) yang didasarkan pada profitabilitas sektor riil yang akan dibiayai, sangat diperlukan oleh industri keuangan syariah agar dapat menetapkan pricing pembiayaan secara lebih adil dan sejalan esensi dasar sistem keuangan syariah. Hingga saat ini belum ada kajian yang menawarkan model dan aplikasi sistem pengukuran dimaksud. Sejumlah lembaga seperti Dow Jones dan lembaga rating Standar & Poors (2011) telah menerbitkan indeks return surat berharga syariah, namun ukuran indeks return ini didasarkan pada tingkat return dari instrumen surat berharga yang diperdagangkan dipasar keuangan syariah, bukan profitabilitas dari sektor riil ekonomi. Tidak diketahuinya tingkat imbal hasil sektor riil yang sesungguhnya dapat membuat bank syariah membebani debitur dengan cost of fund yang melebihi batas kemampuan dan ditetapkan nisbah bagi hasil pembiayaan syariah yang tidak optimal. Terkait itu, Bank Indonesia sejak tahun 2009 telah memulai suatu kajian multiyears untuk mengembangkan model perngukuran tingkat kinerja - imbal hasil sektor ekonomi riil. Pengembangan konsep awal kajian (2009) menghasilkan dua alternatif model yaitu model structure conduct performance (SCP) dan model struktur biaya (cost structure) yang mencerminkan rata-rata tertimbang return perusahaan di suatu industri. Pada tahun 2010 kajian dilanjutkan dengan penyempurnaan konsep dan model yang lebih sesuai. Kajian lanjutan tersebut merekomendasikan bahwa metode pengukuran cash recovery rate (CRR) memiliki keunggulan dan lebih sesuai dalam mengukur imbal hasil riil sektor-sektor usaha yang akan dipakai sebagai reference rate pembiayaan perbankan syariah 121
LPPS 2012 di Indonesia. CRR merupakan penghitungan imbal hasil bisnis yang menitikberatkan pada kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dari investasi yang dilakukan dengan mengabaikan suku bunga (interest). CRR (yang kemudian dikembangkan pula dengan Bank Gross CRR (BGCRR)) mampu mencerminkan kinerja nyata dari sektor riil dan dapat dijadikan basis untuk pengambilan keputusan, seperti (i) acuan umum dalam pricing produk pembiayaan, dan (ii) mengukur kualitas kinerja debitur/bank melalui analisis efisiensi dan imbal hasil. CRR juga mampu digunakan untuk menangkap sensitifitas dan dinamika pasar yang didasarkan pada analisis kinerja sektor riil dan lebih bersifat independen terhadap berbagai kebijakan suku bunga. Pada kajian tahun 2010, metode CRR diuji-cobakan untuk menghasilkan indeks imbal hasil dua sektor usaha yang dipriritaskan, yaitu: sektor pertanian dan sektor pertambangan, dan hanya menggunakan data perusahaan yang telah tercatat (listed companies) di pasar modal Indonesia (go-public). Pada kajian lanjutan di tahun 2011, kajian tersebut dilanjutkan dengan memperluas cakupan pengukuran ke seluruh (sebelas) sektor ekonomi serta menggunakan data perusahaan yang dikumpulkan dari Laporan Keuangan debitur, baik bank syariah maupun bank konvensional. Data Laporan Keuangan Perusahaan Debitur dikumpulkan dari 10 debitur terbesar untuk setipa sektor ekonomi, selama 10 tahun terakhir (2001-2010) secara kuartalan. Selain itu digunakan pula data laporan bisnis debitur (terkait perusahaan non-public) baik syariah maupun konvensional. Metode stratified sampling digunakan untuk memilih sampel perusahaan non-public yang jadi debitur bank, dengan didasarkan pada sektor ekonomi, skala usaha dan kriteria lainnya. Data primer sangat sulit untuk dapat digunakan pada kajian ini, karena rentang waktu data yang panjang diperlukan untuk menangkap pola imbal hasil. Pertimbangan lain adalah karena konsistensi dan kontinutas data tidak didapatkan bila menggunakan data primer. Selain menghitung CRR, untuk melihat imbal hasil sektoral dari perspektif bank syariah dilakukan juga penghitungan Bank Gross Cash Recovery Rate (BGCRR). BGCRR dihitung untuk mengukur imbal hasil yang ditetapkan bank terhadap debitur pembiayaan sektor tertentu. Kedua nilai yaitu CRR dan BGCRR itulah yang diperbandingkan untuk melihat apakah bank menetapkan pricing atas sektor tersebut sesuai dengan kinerja riil usaha di sektor tersebut. Hasil yang didapatkan dari perhitungan CRR dan BGCRR terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai yang menunjukkan bahwa untuk sektor tertentu bank memberikan pricing tidak sesuai dengan kinerja riil sektor tersebut. Pokok-Pokok Hasil Kajian Tahun 2012 Kajian pada tahun 2012 menghasilkan: (i) Pengembangan model perhitungan CRR dan BGCRR dengan memperhitungkan variabel lokasi wilayah operasi perusahaan atau lokasi usaha debitur yang dibiayai bank. Hal ini penting karena variabilitas tingkat imbal hasil disebabkan pula oleh faktor-faktor khas kewilayahan; (ii) Rincian perhitungan tingkat imbal hasil (CRR-BGCRR) hingga sub-sektor usaha (sampai digit keempat nomenklatur klasifikasi usaha) untuk sub-sub sektor terpenting dalam pembiayaan bank syariah, dan
122
LPPS 2012 (iii) Rancang-bangun aplikasi system yang dapat digunakan untuk simulasi perhitungan indeks imbal hasil CRR-BGCRR, termasuk kerangka updating dan proyeksi model, serta user-manual yang mendokumentasikan alur kerja proto-type software aplikasi. Pada kajian tahun 2012, dilakukan penambahan data perusahaan non-listed di BEI sebanyak 370 perusahaan, sehingga total sampel yang dihitung untuk menghasilkan indeks CRR adalah 865 perusahaan (pada tahun 2011 digunakan data 495 perusahaan). Sedangkan dalam menghitung BGCRR digunakan data akumulasi nasabah pembiayaan selama 10 tahun (2000-2010) dengan jumlah nasabah secara akumulatif 15.342.218 nasabah pembiayaan dengan berbagai jenis akad. Analisis yang dilakukan meliputi: (i) perbandingan antara CRR-BGCRR-ROE-ROA per sektor usaha dan sub-sektor usaha tertentu, (ii) analisis korelasi antara CRR-BGCRR-ROA-ROE, (iii) perhitungan spread antara CRR-BGCRR 9 sektor usaha, (iv) Perhitungan spread CRR-BGCRR per wilayah geografis tertentu, (v) Perhitungan spread CRR-BGCRR per sektor usaha dan wilayah geografis tertentu. Hasil yang didapatkan dari perhitungan indeks sampai ke subsektor ekonomi memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh dominan dari subsektor terhadap sektor tertentu, sebagai contoh adalah sektor pertanian. Tingginya imbal hasil sektor pertanian dikarenakan subsektor dominan yang mempengaruhi sektor tersebut adalah subsektor perkebunan terutama komoditas kelapa sawit sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa imbal hasil yang didapatkan dari subsektor tersebut cukup tinggi. Untuk melihat pengaruh variable-variabel makroekonomi terhadap pergerakan CRR dan BGCRR dilakukan pula ujicoba model makroekonomi dengan memasukkan beberapa variable makroekonomi yang diduga memiliki pengaruh terhadap CRR dan BGCRR. Indikator-indikator makroekonomi yang dipilih untuk dimasukkan ke dalam model tersebut adalah GDP per sektor usaha, nilai tukar Rupiah terhadap USD dan tingkat suku bunga SBI 1 bulan. Ketiga indikator makroekonomi tersebut memiliki periode yang sama dengan CRR dan BGCRR. Sebelum masuk ke dalam pemodelan, terlebih dahulu sampel debitur maupun bank yang ada pada CRR-BGCRR disesuaikan agar model regresi panel data dapat diestimasi. Untuk debitur dan bank yang memiliki series CRR-BGCRR kurang dari 3 tahun tidak dimasukkan dalam sampel. Sedangkan periode estimasi yang digunakan adalah periode 2004 – 2007 mengikuti periodisasi pada BGCRR. Hasil yang didapatkan memperlihatkan bahwa indikator makroekonomi GDP memiliki pengaruh positif secara signifikan terhadap CRR, namun tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap BGCRR. Perubahan kinerja perekonomian yang lebih baik akan meningkatkan tingkat imbal hasil bagi perusahaan publik maupun non publik karena secara tidak langsung mempengaruhi kinerja bisnis mereka masing-masing. Tingkat suku bunga mempengaruhi secara signifikan pergerakan CRR maupun BGCRR. Namun khusus untuk BGCRR, tingkat suku bunga memiliki pengaruh yang berbeda dengan variable lain. Pada debitur non publik, peningkatan tingkat suku bunga membuat tingkat imbal hasil yang diperoleh menjadi lebih rendah sementara pada bank syariah, peningkatan tingkat suku bunga justru meningkatkan tingkat imbal hasil yang diperoleh. Model makroekonomi yang telah diestimasi tersebut masih memiliki beberapa keterbatasan. Jumlah sampel yang harus dikeluarkan karena tidak memiliki CRR yang tidak kontinyu jumlahnya cukup banyak sehingga jumlah sampel yang dimasukkan dalam 123
LPPS 2012 estimasi model makroekonomi menjadi jauh berkurang. Analisis model makroekonomi berdasarkan pemodelan time series belum dapat dilakukan mengingat masih terbatasnya periode observasi yang ada. Namun, jika CRR maupun BGCRR dapat diterapkan dan berjalan secara berkelanjutan, analisis time series semakin mungkin dilakukan seiring dengan semakin bertambahnya panjang data historis yang dapat dianalisis.
124
LPPS 2012 LAMPIRAN – 2 (L.2.) IKHTISAR KETENTUAN A.
Ketentuan yang disusun oleh Departemen Perbankan Syariah
1.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/6/PBI/2012 tanggal 18 Juni 2012 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit & Proper) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dan peraturan pelaksanaannya Surat Edaran Nomor 14/25/DPbS tanggal 12 September 2012 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Tujuan
: Dalam rangka meningkatkan kepercayaan dan perlindungan kepada masyarakat terhadap industri perbankan, perlu dipastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan oleh pihak yang mampu dan patut (Fit and Proper) sehingga pengelolaan bank syariah dilakukan sesuai dengan tatakelola yang baik (good governance).
Ikhtisar
:
Jenis uji kemampuan dan kepatutan fit and proper (FPT) dalam ketentuan ini meliputi 2 (dua) macam yaitu: a.
Uji kemampuan dan kepatutan (FPT New Entry) yang harus dipenuhi oleh calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi BUS dan BPRS, calon Direktur UUS yang telah ditetapkan sejak awal hanya akan menjabat sebagai Direktur UUS, dan calon pemimpin KPwBA.
b.
Uji kemampuan dan kepatutan (FPT Existing) terhadap PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif BUS dan BPRS, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS, dan pemimpin KPwBA yang terindikasi memiliki permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi. Uji kemampuan dan kepatutan (FPT Existing) dilakukan setiap saat berdasarkan bukti, data dan informasi yang diperoleh dari hasil pengawasan (off site supervision dan/atau on site supervision) maupun informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia.
Faktor yang dinilai dalam Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) adalah: a. Integritas dan Kelayakan Keuangan untuk Pemegang Saham Pengendali (PSP). b. Integritas, Kompetensi dan Reputasi Keuangan untuk anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, Direktur UUS, Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, dan Pejabat Eksekutif. Terdapat pengetatan sanksi dan konsekuensi Tidak Lulus dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya, sebagai berikut: a.
b.
Jangka waktu sanksi tidak dikaitkan dengan dampak perbuatan pihak yang dinilai terhadap kerugian yang berpengaruh pada permodalan, keuntungan dan/atau potensi kerugian bank syariah namun dikaitkan dengan jenis dan frekuensi pelanggaran yang dilakukan. Terdapat peningkatan jangka waktu sanksi bagi pihak yang Tidak Lulus yang tidak mematuhi konsekuensinya.
Dalam hal terdapat pihak-pihak yang ditetapkan predikat Tidak Lulus setelah menjalani uji kemampuan dan kepatutan (FPT) maka dilarang menjadi: a. b. c.
pemegang saham lebih dari 10% (sepuluh persen) dan/atau PSP pada seluruh Bank Syariah. pemegang saham pada Bank Umum Konvensional atau Bank Perkreditan Rakyat. anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, Direktur UUS, Pejabat Eksekutif, atau pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing pada industri perbankan dalam jangka waktu tertentu. 125
LPPS 2012 Pihak-pihak yang telah ditetapkan predikat Tidak Lulus dapat kembali menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, Direktur UUS, dan Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing apabila telah menjalani sanksi dan jangka waktu sanksi telah dilalui serta telah menjalani Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) terlebih dahulu. LPS sebagai pengendali dari bank yang diselamatkan/ditangani tidak harus melalui Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) namun calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi dan calon Direktur UUS yang akan diangkat LPS wajib mengikuti Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit And Proper Test). Perbedaan mekanisme Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) bagi calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi dan calon Direktur UUS pada bank dalam penyelamatan/penanganan LPS, yaitu persetujuan Bank Indonesia diberikan dalam 2 tahap yaitu: tahap 1 merupakan persetujuan sementara dan tahap 2 merupakan persetujuan akhir. Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku, beberapa ketentuan dibawah ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku: a. b. c.
2.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/31/PBI/2009 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; ketentuan dalam Pasal 8 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah; dan ketentuan dalam Pasal 58 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/20/PBI/2012 tanggal 17 Desember 2012 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah; Tujuan
:
Ikhtisar
:
Ketentuan ini merupakan penyempurnaan PBI tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang telah diterbitkan tahun 2009 dengan latar belakang karena kondisi makro ekonomi dan stabilitas sektor keuangan serta kepercayaan masyarakat terhadap perbankan saat ini semakin membaik, sehingga dilakukan penyesuaian persyaratan bank penerima Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS).
Penyempurnaan ketentuan terutama terkait dengan: a. persyaratan Bank yang dapat mengajukan permohonan, b. persyaratan tentang agunan, Bank yang dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh FPJPS adalah Bank Umum Syariah (BUS) yang mengalami kesulitan jangka pendek, memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling rendah 8% dan modal sesuai dengan profil risiko bank, serta memiliki agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya mencukupi. Yang dapat dijadikan agunan FPJPS adalah: a. Agunan yang berkualitas tinggi berupa surat berharga, meliputi: Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Surat Berharga yang diterbitkan badan hukum lain dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan Bank Indonesia (Obligasi Korporasi). b. Agunan aset Pembiayaan yang hanya dapat dijadikan agunan apabila Bank tidak mempunyai surat-surat berharga yang mencukupi atau Bank tidak memiliki surat-surat berharga yang 126
LPPS 2012 dapat diagunkan. Kriteria aset Pembiayaan yang berkualitas tinggi persyaratan:
yaitu memenuhi
Kualitas tergolong Lancar selama 12 (dua belas) bulan terakhir berturut-turut; Bukan merupakan Pembiayaan konsumsi kecuali pembiayaan pemilikan rumah; Pembiayaan dijamin dengan agunan tanah dan/atau bangunan dengan nilai paling rendah 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon Pembiayaan; Bukan merupakan Pembiayaan kepada pihak terkait; Pembiayaan belum pernah direstrukturisasi; Sisa jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan paling singkat 12 (dua belas) bulan dari saat persetujuan FPJPS; Baki debet (outstanding) Pembiayaan tidak melebihi batas maksimum penyaluran dana pada saat diberikan dan tidak melebihi plafon Pembiayaan; Memiliki perjanjian Pembiayaan dan pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum.
Haircut aset Pembiayaan yang dapat dijadikan agunan FPJPS paling kurang 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJPS. Bank Indonesia menghentikan pencairan FPJPS dan/atau mengakhiri perjanjian FPJPS sebelum jatuh waktu dalam hal terjadi pelanggaran persyaratan FPJPS oleh Bank. Penghentian pencairan FPJPS dan/atau pengakhiran perjanjian FPJPS yang disebabkan karena pelanggaran persyaratan agunan FPJPS dilakukan setelah Bank tidak dapat melakukan penggantian/penambahan agunan FPJPS atau Bank telah melakukan penggantian/penambahan agunan FPJPS namun tetap tidak dapat memenuhi persyaratan agunan FPJPS. Bank wajib menyampaikan laporan daftar aset Pembiayaan yang memenuhi persyaratan untuk menjadi agunan FPJPS kepada Bank Indonesia setiap 6 (enam) bulan sekali yaitu untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember, paling lambat tanggal 15 (lima belas) setelah posisi akhir bulan bersangkutan. Untuk pertama kalinya laporan daftar aset Pembiayaan disampaikan untuk posisi bulan Juni 2013. Bank dapat menyampaikan laporan nihil apabila tidak memiliki aset Pembiayaan yang memenuhi persyaratan sebagai agunan FPJPS atau tidak mengalokasikan aset Pembiayaan sebagai agunan untuk mengantisipasi kebutuhan FPJPS. Bank Indonesia (BI) akan mendebet rekening giro Rupiah Bank penerima FPJPS di BI dalam hal: a. FPJPS jatuh tempo (pendebetan sebesar nilai pokok dan imbalan FPJPS); b. FPJPS belum jatuh tempo namun saldo rekening giro Bank di Bank Indonesia melebihi kewajiban GWM (pendebetan paling tinggi sebesar nilai pokok FPJPS yang telah diterima Bank); dan/atau c. FPJPS diakhiri sebelum perjanjian jatuh tempo (pendebetan sebesar nilai pokok dan imbalan FPJPS). Dalam rangka pengawasan terhadap penggunaan FPJPS, Bank wajib menyampaikan Bank kepada Bank Indonesia berupa laporan mengenai penggunaan FPJPS, kondisi likuiditas Bank, pemantauan pemenuhan persyaratan FPJPS dan persyaratan agunan FPJPS pada setiap akhir hari kerja dan rencana tindak perbaikan (action plan) untuk mengatasi kesulitan likuiditas paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pencairan FPJPS.
127
LPPS 2012 3.
Surat Edaran Nomor 14/7/DPbS tanggal 29 Februari 2012 tentang Produk Qardh Beragun Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; Tujuan
Ikhtisar
: Penerbitan SE ini karena adanya perkembangan produk Qardh Beragun Emas yang sangat pesat sebagai dampak dari diterbitkannya Fatwa dewan Syariah Nasional No. 79/DSN-MUI/III/2011 tanggal 8 Maret 2011 perihal Qardh dengan Menggunakan Dana Nasabah, yang berpotensi meningkatkan risiko bagi perbankan syariah. Penerbitan SE ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi perbankan syariah dalam menjalankan produk Qardh Beragun Emas, yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. :
Ketentuan ini berlaku untuk Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Qardh Beragun Emas adalah salah satu jenis pembiayaan dengan menggunakan akad qardh dengan agunan berupa emas yang diikat dengan akad rahn, dimana emas yang diagunkan disimpan dan dipelihara oleh Bank Syariah atau UUS selama jangka waktu tertentu dengan membayar biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas dasar akad ijarah. Produk Qardh Beragun Emas memiliki karakteristik (fitur) sebagai berikut: a. Tujuan penggunaan adalah untuk membiayai keperluan dana jangka pendek atau tambahan modal kerja jangka pendek untuk golongan nasabah Usaha Mikro dan Kecil (UMK). b. Akad yang digunakan adalah akad qardh (untuk pengikatan pinjaman dana yang disediakan Bank Syariah atau UUS kepada nasabah), akad rahn (untuk pengikatan emas sebagai agunan atas pinjaman dana) dan akad ijarah ( untuk pengikatan pemanfaatan jasa penyimpanan dan pemeliharaan emas sebagai agunan pinjaman dana). c. Biaya yang dapat dikenakan oleh Bank Syariah atau UUS kepada nasabah antara lain biaya administrasi, biaya asuransi, dan biaya penyimpanan dan pemeliharaan. d. Sumber dana dapat berasal dari bagian modal, keuntungan yang disisihkan, dan/atau dana pihak ketiga. e. Tujuan penggunaan dana oleh nasabah wajib dicantumkan secara jelas pada formulir aplikasi produk. f. Emas yang akan diserahkan sebagai agunan Qardh Beragun Emas harus sudah dimiliki oleh nasabah pada saat permohonan pembiayaan diajukan. Bank Syariah dan UUS dalam menjalankan produk Qardh Beragun Emas wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Mengajukan permohonan izin terlebih dahulu kepada Bank Indonesia. b. Memiliki kebijakan dan prosedur (Standard Operating Procedure/SOP) tertulis secara memadai, termasuk penerapan manajemen risiko.
128
LPPS 2012 c. Jumlah portofolio Qardh Beragun Emas Bank Syariah pada setiap akhir bulan paling banyak adalah jumlah terkecil antara 20% dari jumlah seluruh pembiayaan yang diberikan atau 150% dari modal bank (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum/KPMM) dan untuk UUS, sebesar 20% dari jumlah seluruh pembiayaan yang diberikan. d. Jumlah pembiayaan paling banyak sebesar Rp250.000.000,00 untuk setiap nasabah, dengan jangka waktu paling lama 4 bulan dan dapat diperpanjang paling banyak 2 kali. Khusus untuk nasabah UMK dapat diberikan pembiayaan paling banyak sebesar Rp50.000.000,00, dengan jangka waktu paling lama 1 tahun dengan angsuran setiap bulan dan tidak dapat diperpanjang. e. Jumlah pembiayaan dibandingkan dengan nilai agunan atau Financing to Value (FTV) paling banyak 80% dari rata-rata harga jual emas 100 gram dan harga beli kembali (buyback) emas PT. ANTAM (Persero) Tbk. f. Bank Syariah atau UUS wajib menjelaskan secara lisan atau tertulis (transparan) kepada nasabah antara lain karakteristik produk (antara lain fitur, risiko, manfaat, biaya, persyaratan, dan penyelesaian apabila terdapat sengketa) dan hak dan kewajiban nasabah termasuk apabila terjadi eksekusi agunan emas. Bank Syariah dan UUS yang menjalankan produk Qardh Beragun Emas sebelum memperoleh zin dari BI dikenakan sanksi teguran tertulis dan denda uang, dan bagi Bank Syariah atau UUS yang menjalankan produk Qardh Beragun Emas yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam SE dapat dikenakan sanksi berupa penghentian produk tersebut. Bagi Bank Syariah atau UUS yang telah telah menjalankan produk Qardh Beragun Emas sebelum berlakunya SE ini wajib menyesuaikan: a. Kebijakan dan prosedur dengan mengacu pada karakteristik dan fitur produk Qardh Beragun Emas paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak berlakunya SE ini. b. Jumlah portofolio Qardh Beragun Emas, jumlah dan jangka waktu pembiayaan setiap nasabah, dan FTV paling lama 1 tahun terhitung sejak berlakunya SE ini. 4.
Surat Edaran Nomor 14/16/DPbS tanggal 31 Mei 2012 tentang Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; Tujuan
: Penerbitan SE ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan BPRS dalam menjalankan produk Kepemilikan Emas (PKE) dalam rangka meningkatkan kehati-hatian bank yang menyalurkan produk PKE.
Ikhtisar
:
Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE) adalah pembiayaan untuk kepemilikan emas dengan menggunakan akad murabahah. Objek PKE meliputi emas lantakan (batangan) dan/atau perhiasan. Agunan PKE adalah emas yang dibiayai oleh Bank Syariah atau UUS. Pokok-pokok yang diatur dalam Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE) adalah sebagai berikut : a. Bank Syariah atau UUS wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis secara memadai.
129
LPPS 2012 b. Agunan PKE adalah emas yang dibiayai oleh Bank Syariah atau UUS yang diikat secara gadai, disimpan secara fisik di Bank Syariah atau UUS, dan tidak dapat ditukar dengan agunan lain. c. Bank Syariah atau UUS dilarang mengenakan biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas emas yang digunakan sebagai agunan PKE. d. Jumlah PKE setiap nasabah ditetapkan paling banyak sebesar Rp150.000.000,00. Nasabah dimungkinkan untuk memperoleh PKE dan Qardh Beragun Emas secara bersamaan, dengan jumlah saldo secara keseluruhan paling banyak Rp250.000.000,00 dan jumlah saldo untuk PKE paling banyak Rp150.000.000,00. e. Uang muka PKE paling rendah 20% untuk emas lantakan (batangan) dan paling rendah sebesar 30% untuk emas perhiasan. f.
Jangka waktu PKE paling singkat 2 tahun dan paling lama 5 tahun.
g. Pembayaran PKE dilakukan dengan cara angsuran dalam jumlah yang sama setiap bulan. Pelunasan dipercepat dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
paling singkat 1 tahun setelah akad pembiayaan berjalan;
nasabah wajib membayar seluruh pokok dan margin (total piutang) dengan menggunakan dana yang bukan berasal dari penjualan agunan emas; dan
nasabah dapat diberikan potongan atas pelunasan dipercepat namun tidak boleh diperjanjikan dalam akad.
h. Apabila nasabah tidak dapat melunasi PKE pada saat jatuh tempo dan/atau PKE digolongkan macet maka agunan dapat dieksekusi oleh Bank Syariah atau UUS setelah melampaui 1 tahun sejak tanggal akad PKE. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan dengan sisa kewajiban nasabah sebagai berikut:
i.
apabila hasil eksekusi agunan lebih besar dari sisa kewajiban nasabah maka selisih lebih tersebut dikembalikan kepada nasabah; atau
apabila hasil eksekusi agunan lebih kecil dari sisa kewajiban nasabah maka selisih kurang tersebut tetap menjadi kewajiban nasabah.
Bank Syariah atau UUS harus menjelaskan secara lisan dan tertulis karakteristik produk PKE terkait: persyaratan calon nasabah; biaya-biaya yang akan dikenakan; besarnya uang muka yang harus dibayar nasabah; tata cara pelunasan dipercepat; tata cara penyelesaian apabila terjadi tunggakan angsuran atau nasabah tidak mampu membayar; konsekuensi apabila terjadi tunggakan angsuran atau nasabah yang tidak mampu membayar; dan hak dan kewajiban nasabah apabila terjadi eksekusi agunan emas.
Bank Syariah atau UUS yang akan menyalurkan produk PKE harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Tata cara, persyaratan, dan dokumen dalam rangka permohonan persetujuan produk PKE mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai produk Bank Syariah dan UUS. Bank Syariah atau UUS wajib melaporkan realisasi pengeluaran produk PKE paling lama 10 hari setelah dikeluarkannya produk PKE tersebut. 130
LPPS 2012 Bank Syariah dan UUS yang menjalankan produk PKE sebelum memperoleh izin dari BI dikenakan sanksi teguran tertulis dan denda uang. Bagi Bank Syariah atau UUS yang menjalankan produk PKE yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat dikenakan sanksi berupa penghentian produk PKE tersebut. Besarnya denda uang apabila bank menjalankan produk PKE sebelum memperoleh persetujuan dari BI : Untuk BUS dan UUS, paling banyak sebesar Rp 35.000.000, Untuk BPRS, paling banyak sebesar Rp 5.000.000,Bagi Bank Syariah atau UUS yang telah telah memperoleh persetujuan BI menjalankan produk PKE sebelum berlakunya SE ini, maka: Akad yang telah ada masih tetap berlaku dan tidak dapat diperpanjang; dan Bank Syariah atau UUS tidak melayani nasabah baru sampai dengan mendapatkan persetujuan produk PKE dari Bank Indonesia. 5.
Surat Edaran Nomor 14/33/DPbS tanggal 27 November 2012 tentang Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan kendaraan Bermotor bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Tujuan :
Sebagaimana pada perbankan konvensional, pertumbuhan pembiayaan KPR iB yang terlalu tinggi pada perbankan syariah dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank yang memiliki eksposur pembiayaan properti yang besar. Demikian pula untuk pembiayaan KKB iB bahwa pembiayaan KKB iB yang terlalu ekspansif dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank. Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan peningkatan peran perbankan syariah dalam mendukung pertumbuhan perekonomian nasional melalui pembiayaan yang produktif maka sebagaimana yang telah diberlakukan untuk perbankan konvensional, Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) perlu menetapkan kebijakan terkait dengan pembiayaan KPR iB dan KKB iB. Kebijakan dalam pembiayaan KPR iB dan KKB iB pada perbankan syariah dilakukan dengan tetap memperhatikan karakteristik produk perbankan syariah termasuk fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Ikhtisar
:
Ruang lingkup KPR iB meliputi pembiayaan yang diberikan kepada nasabah perorangan dan tidak berlaku untuk nasabah perusahaan. Ketentuan ini hanya berlaku untuk KPR iB berupa rumah tinggal/apartemen/rumah susun yang memiliki luas diatas 70 m2, rumah dengan luas bangunan sama atau kurang dari 70 m2 tidak termasuk dalam ketentuan ini. FTV diberlakukan terhadap KPR iB yang menggunakan akad murabahah atau akad istishna’, ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen). Nilai pembiayaan (financing) dihitung dari harga pokok pembiayaan yang diberikan kepada nasabah sebagaimana tercantum dalam
131
LPPS 2012 akad pembiayaan, sedangkan nilai agunan (value) didasarkan pada penilaian BUS dan UUS pada saat pengikatan agunan di awal pemberian pembiayaan. Penyertaan (sharing) BUS atau UUS dalam rangka kepemilikan rumah diberlakukan terhadap KPR iB dengan skema Musyarakah Mutanaqisah (MMQ). Penyertaan (sharing) BUS atau UUS ditetapkan paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen) dari harga perolehan rumah. Uang Jaminan (Deposit) dalam rangka kepemilikan rumah diberlakukan terhadap KPR iB dengan akad IMBT, ditetapkan paling rendah sebesar 20% (dua puluh persen) dari harga perolehan rumah yang disewakan kepada nasabah. Uang Jaminan (Deposit) dimaksud akan diperhitungkan sebagai uang muka pembelian rumah pada saat akad IMBT jatuh tempo dalam hal nasabah mengambil opsi untuk membeli rumah/bangunan yang dibiayai. Dalam hal nasabah tidak mengambil opsi untuk membeli rumah/bangunan yang dibiayai, maka Uang Jaminan (Deposit) tersebut dikembalikan kepada nasabah. KPR iB dengan skema MMQ dan IMBT dikenakan pengaturan yang lebih ringan dari KPR iB dengan akad murabahah atau istishna karena mengandung prinsip sharing atas risiko yang merupakan jiwa ekonomi syariah, mendorong produk MMQ dan IMBT pada perbankan syariah sehingga tidak didominasi Murabahah. Kebijakan untuk mendorong pembiayaan di luar Murabahah juga sudah dilakukan antara lain dalam ketentuan penilaian kualitas aktiva dan restrukturisasi untuk pembiayaan Musyarakah/Mudharabah. Produk MMQ dan IMBT yang memungkinkan adanya penurunan harga (repricing) pada saat pembiayaan berjalan memberikan keuntungan kepada nasabah dan bank sehingga produk tersebut menjadi lebih kompetitif. Pengambilalihan pembiayaan (take over) tidak termasuk dalam cakupan KPR iB yang diatur dalam ketentuan ini. Untuk pembelian (KPR iB) rumah susun atau apartemen, luas yang digunakan adalah luas seluruh kesatuan unit (luas kotor). Pembiayaan beragun rumah tinggal selain KPR iB, tidak termasuk yang diatur dalam ketentuan ini. Apabila nasabah telah memberikan tanda persetujuan pembiayaan secara tertulis atas Surat Persetujuan Pemberian Pembiayaan yang diberikan BUS atau UUS sebelum tanggal 1 April 2013, maka pembiayaan tersebut tidak termasuk yang diatur dalam SE ini. Yang dimaksud dengan KKB iB meliputi pembiayaan yang diberikan oleh BUS dan UUS kepada nasabah untuk pembelian kendaraan bermotor, sehingga pembiayaan dengan agunan kendaraan bermotor tidak termasuk dalam cakupan KKB iB yang diatur dalam ketentuan ini. Pembelian kendaraan bekas juga termasuk yang diatur dalam ketentuan ini. Channeling adalah pinjaman yang diberikan dari BUS atau UUS kepada nasabah melalui Perusahaan Pembiayaan yang bertindak sebagai agen. Dalam pola ini, risiko kredit menjadi risiko bank sehingga ketentuan uang muka yang diterapkan adalah ketentuan BI. Apabila pembiayaan dilakukan dengan kerjasama antara BUS atau UUS dengan Perusahaan Pembiayaan dengan pola executing, yaitu pinjaman yang diberikan dari BUS atau UUS kepada Perusahaan Pembiayaan yang kemudian diteruspinjamkan kepada nasabah, dimana dalam pola ini risiko kredit menjadi risiko Perusahaan Pembiayaan seluruhnya, maka ketentuan uang muka yang berlaku adalan ketentuan uang muka Bapepam-LK. Yang dimaksud uang muka dalam ketentuan ini tidak termasuk biaya administrasi, asuransi, fee, komisi atau biaya lain yang tidak merupakan bagian dari pembiayaan tersebut. Bank 132
LPPS 2012 diperkenankan untuk menerima cicilan nasabah memenuhi persyaratan uang muka sesuai ketentuan. Harga dalam ketentuan ini adalah harga on the road.
B. Ketentuan yang dibuat bersama dengan satuan kerja lainnya di lingkungan Bank Indonesia Disamping melakukan penyusunan ketentuan dalam rangka mengakomodasi perkembangan sesuai kondisi perbankan syariah dan/atau dalam rangka memberikan petunjuk pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia, terdapat pula beberapa ketentuan yang disusun oleh satuan kerja lainnya di Bank Indonesia yang juga berlaku bagi perbankan syariah. Ketentuan yang disusun oleh satuan kerja lain dimaksud telah mendapatkan masukan dan pertimbangan dari perbankan syariah, sehingga selain berlaku bagi perbankan konvensional, ketentuan dimaksud berlaku pula bagi perbankan syariah. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut : 1. PBI No. 14/8/PBI/2012 tanggal 13 Juli 2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum. 2. PBI No. 14/12/PBI/2012 tanggal 15 Oktober 2012 tentang Laporan Kantor Pusat Bank Umum. 3. PBI No. 14/14/PBI/2012 tanggal 18 Oktober 2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. 4. PBI No. 14/17/PBI/2012 tanggal 23 November 2012 tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan dengan Pengelolaan (Trustee). 5. PBI No. 14/22/PBI/2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 6. PBI No. 14/26/PBI/2012 tanggal 26 Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank.
133
LPPS 2012 Lampiran – 3 (L.3.)
Daftar Kegiatan Edukasi Publik di Bidang Perbankan Syariah Tahun 2012
No
Lembaga/Instansi/Ormas
Acara
1
ICDIF – LPPI
2
ICDIF – LPPI
3
ICDIF – LPPI
4 5
ICDIF-LPPI STAIN Bengkulu
6
Politeknik Swadharma
7
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
8
Universitas Diponegoro Semarang TOT Perbankan Syariah untuk Dosen dan Akademisi STAI Solok Nan Indah TOT Akuntansi Perbankan Syariah untuk Dosen dan Guru Kantor Perwakilan Bank TOT Perbankan Syariah Indonesia Wilayah III (Bali & Nusa Tenggara) ASBISINDO Sulawesi Selatan Seminar Nasional Perbankan Syariah Kerjasama dengan KPw Wilayah I “Membangun Kekuatan UMKM Sulampua Melalui Perbankan Syariah untuk Kawasan Timur Indonesia yang Lebih Baik” Universitas Islam ’45 Bekasi Seminar Temu Ilmiah Regional STAIN Pekalongan Seminar Peluang Bisnis Berbasis Investasi Syariah “Peluang, Tantangan & Prospek Masa Depan bagi Kalangan Akademisi & Praktisi” Badan Semi Otonom Kelompok Kuliah Informal Ekonomi Syariah Studi Ekonomi Islam Universitas Negeri Jakarta Kantor Perwakilan Bank Seminar Perbankan Syariah Indonesia Jember Kantor Perwakilan Bank TOT Kebanksentralan bagi Dosen, Indonesia Wilayah I (Sulawesi, Topik: Perbankan Syariah
9 10
11
12 13
14
15 16
Pelatihan: Financing Analysis of Islamic Bank, Case Study Micro Banking Pelatihan: Financing Analysis of Islamic Bank, Case Study Commercial Banking Pelatihan: Financing Analysis of Islamic Bank, Case Study SMeS Pelatihan Dasar Perbankan Syariah TOT Akuntansi Perbankan Syariah untuk Dosen dan Mahasiswa S2 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta TOT Akuntansi Perbankan Syariah untuk Dosen, Guru dan Profesi Terkait TOT Akuntansi Perbankan Syariah untuk Akademisi (Dosen, Guru SMA) dan Wartawan
Tempat Jakarta
Jakarta
Jakarta Jakarta Bengkulu
Tangerang
Pekanbaru
Semarang Solok, Sumatra Barat Denpasar
Makasar
Bekasi Pekalongan
Jakarta
Jember Makasar 134
LPPS 2012 No
17
18 19
Lembaga/Instansi/Ormas Maluku, Papua) Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Kelompok Studi Ekonomi Islam FEB Universitas Diponegoro Universitas Muhammadiyah Prof.Dr.Hamka
20
ICDIF-LPPI
21
Universitas Trisakti
22
IAEI
22
Teachers Working Group Indonesia (TWGI) FoSSEI UIN Sultan Syarif Kasim Riau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo
23 24
25
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Yogyakarta
26
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V (Jawa Tengah & Yogyakarta) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara
27
28
Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah
29
Forum Studi Islam FE Universitas Indonesia
30
Universitas Trisakti
31
Universitas Muhammadiyah Tangerang
Acara
Tempat
Pelatihan dan Seminar “Antara Dakwah dan Tantangan Masa Depan” “Sharia Economic Activity Feat Temu Ilmiah Regional” Seminar Ekonomi Islam “Memperkenalkan Mekanisme Bank Syariah” Seminar “Gadai Emas di Bank Syariah: Antara Investasi dan Spekulasi” “Islamic Economic & Finance Vaganza” Milad IAEI dan Rakernas IAEI
Cimacan, Jawa Barat
Seminar Pendidikan Nasional “Menjadi Guru Sukses Mulia” Temu Ilmiah Nasional XI FoSSEI 2012
Jakarta
Workshop Perbankan Syariah “Riba, Konsep Dasar Perbankan Syariah, Produk & Akad Bank Syariah” dalam Rangka Festival Ekonomi Syariah Seminar / Sosialisasi “Pengembangan dan Kebijakan Perbankan Syariah serta Inovasi Produk di BPRS” Sarasehan Perbankan Syariah Jawa Tengah
Gorontalo
Seminar Perbankan Syariah “Penguatan Ekonomi Nasional Melalui Peran Perbankan Syariah & Pengembangan UMKM” Seminar Internasional “Islamic Economics & Finance Prospect & Challenges” Kuliah Informal Ekonomi Islam 2012 “Purifying Economic World and Accelerating Human Welfare” Konferensi Internasional “Tahwidi Methodology Applied to Institution Market Dynamics for Development” Seminar Ekonomi Syariah “Membangun Sinergitas Industri dan Perguruan Tinggi dalam Menghasilkan SDM Integrated Guna Menumbuhkembangkan Ekonomi
Kendari
Semarang Bogor
Jakarta
Jakarta Jakarta
Riau
Jogjakarta
Pati
Yogyakarta
Jakarta
Jakarta
Tangerang
135
LPPS 2012 No
Lembaga/Instansi/Ormas
Acara
Tempat
Syariah”
32
Dewan Pimpinan Pusat Majelis Dakwah Islamiyah (DPD MDI)
Seminar “Peran Ekonomi Islam dalam Memajukan Perekonomian Nasional” Seminar “Peranan Perbankan Syariah dalam Dinamika Perkembangan Perekonomian Nasional” Sarasehan Perbankan Syariah
Bandung
33
Universitas Muhammadiyah Jember
34
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto
35
Universitas Gunadarma
Gunadarma Sharia Economic Event
Jakarta
36
LDK Al’ Arief Perbanas Institute
Islamic Economic Highlights
Jakarta
37
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Festival Ekonomi Syariah
Yogyakarta
38
ICDIF-LPPI
Pelatihan “Course on Sukuk and Islamic Capital Market”
Jakarta
39
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri
Workshop “Pemahaman & Pendalaman Prinsip Syariah”
Kediri
40
Universitas Ibnu Khaldun Bogor
Bogor
41
LPPM SEBI – Kampus STEI SEBI
42
Universitas Bandar Lampung
43
Universitas Padjajaran Bandung
44
Universitas Islam Malang
45
ASBISINDO Sulawesi Selatan
Seminar Ekonomi Islam “Optimalisasi Peran Ekonomi Islam terhadap Kesejahteraan Masyarakat” International Conference on Islamic Finance and Investment Summit “Global Update on Islamic Micro Finance and Retail Banking” Seminar Nasional “Eksistensi Perbankan Syariah Indonesia dan Penyelesaian Sengketanya di Indonesia” Seminar Ekonomi Syariah 2012 “Indonesia Goes to Islamic Macrofinance Center” Seminar Nasional “Meningkatkan Peran Akuntansi Keuangan Syariah & Hukum dalam Penguatan Pertumbuhan Ekonomi Syariah” Pendidikan Dasar Perbankan Syariah
46
Asosiasi Dana Pensiun Indonesia
Seminar “Strategi Investasi di Reksadana, Saham, dan Produk Perbankan Syariah bagi Dana
Yogyakarta
Jember
Banyumas
Bandung
Bandar Lampung
Bandung
Malang
Makasar
136
LPPS 2012 No
Lembaga/Instansi/Ormas
Acara
Tempat
Pensiun” 47
Universitas Mercubuana
48
FoSSEI Jabodetabek
47
KSEI Universitas Diponegoro
48
Universitas Islam As – Syafi’iyah
49
ASBISINDO Lampung
50
Universitas Pendidikan Indonesia
51
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah XI (Sumatera Utara & Aceh) ASBISINSO DPW Solo Raya
52
53
58
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV (Jawa Timur) Musyawarah Guru Perbankan Syariah Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Maluku Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional PIPEBI
59
Dewan Syariah Nasional – MUI
60
Sekretaris Daerah Jambi
61
Gubernur Sumatra Utara
62
Lembaga Penerbitan Trisakti
63
CIMB Niaga
64
Universitas Padjajaran Bandung
54 56 57
Seminar Ekonomi Syariah dalam Al Faruq Fair “Kebijakan Pengembangan Industri Keuangan Syariah” Workshop Ekonomi Islam dan Temu Ilmiah Regional (TEMILREG) 2012 Sharia Economic Activity Feat Temu Ilmiah Regional 2012 “Membangun Kemakmuran dengan Ekonomi Islam” Seminar Nasional “Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia” Pelatihan Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah se- Sumatra Sharia Economics Festival & Musyawarah Nasional X FoSSEI “Mengentaskan Kemiskinan dengan Ekonomi Islam” Pelatihan Wartawan Ekonomi dan Bisnis Sumatra Utara “Operasional Perbankan Syariah” Sosialisasi Perbankan Syariah dalam Muzarakah Ulama se Solo Raya “Menjadikan Bank Syariah Pilihan Umat” Sosialisasi Perbankan Syariah dan Seminar
Jakarta
Sosialisasi SMK Perbankan Syariah beserta Tamatannya Maluku Utara Expo dan Seminar
Jakarta
Penerbitan Buku Made in Indonesia Product Catalogue Penerbitan Buletin INSANI
Jakarta
Bekasi Semarang
Jakarta Bandar Lampung Bandung
Samosir
Solo
Mojokerto
Ternate
Jakarta
Penerbitan Direktori Resmi Syariah Jakarta Indonesia Penerbitan Buku “Peluang & Promosi Jambi Investasi Provinsi Jambi” Penerbitan Buku Penerbitan Buku Produk Perbankan Syariah Buku Saku Perbankan Syariah
Jakarta
Penerbitan Buku Album 5 Dekade Unpad dari Masa ke Masa
Bandung
Jakarta
137
LPPS 2012 No
Lembaga/Instansi/Ormas
65
Dewan Syariah Nasional – MUI
66
MUI – Wadah Musyawarah Ulama Suama dan Cendekiawan Muslim
No
Lembaga/Instansi/Ormas
1
ICDIF - LPPI
2
Kajian muslimah Al Jannah
3
Universitas Azzahra, Kampus Unggulan, Jakarta
4 5
HMJA FE UII STIE Riau
6 7
Universitas Hasanuddin Makassar Kunjungan - Universitas Bakrie
8
HCDC - Bank Indonesia
9
KBI Medan
10
FAK. Ekonomi - Universitas Padjadjaran (UNPAD)
11
Politeknik Negeri Bandung
12
LDK Al Arief Institut Keuangan PERBANAS
13 14
ASBISINDO - MES Makassar Forum Studi Islam (FSI) FE UI
15
Kajian muslimah Al Jannah
Acara Penerbitan Buku Kerja dan Kalender Tahun 2013 Penerbitan Buku Kerja dan Kalender Tahun 2013
Acara Pelatihan Dasar Perbankan Syariah Kajian Muslimah Pegawai/Karyawati Training of Trainers bagi dosendosen Perguruan Tinggi Fakultas Ekonomi & Guru-guru SMK Perbankan Syariah se DKI Jakarta Seminar Akuntansi Syariah Seminar internasional "Membangun Ekonomi Islam" TOT Perbankan Syariah bagi para dosen dan S2 dan S3 Sosialisasi Perbankan Syariah untuk Mahasiswa Pelatihan Dasar Perbankan Syariah bagi Pegawai BI Seminar Sehari Perbankan Syariah bagi stakeholder perbankan syariah, dalam kegiatan Gebyar Ekonomi Syariah dalam rangka Pekan Raya Sumatera Utara ke 40 TOT Akuntansi Perbankan Syariah bagi para dosen Akuntansi dan S2 dan S3 TOT Perbankan Syariah bagi para dosen dan S2 dan S3 Informal Class on Islamic Economics (ICIE) Jabodetabek 2011 PDPS Angkatan I Syariah Economic Days Kajian Muslimah Pegawai/Karyawati
Tempat Jakarta Jakarta
Tempat Jakarta Jakarta Jakarta
Yogyakarta Riau Makassar Jakarta Jakarta Medan
Bandung
Bandung Jakarta
Makassar
Jakarta 138
LPPS 2012 No
Lembaga/Instansi/Ormas
16
Politeknik Negeri Medan
17
KBI Medan
18 19
Universitas Udayana Bali STAI Haji Agus Salim, Cikarang
20
BSO KSEI Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta DPU
21 22
Direktorat Penelitian & Pengaturan Perbankan (DPNP)
23
KBI Kupang
24
KBI Malang
25
Basis Sharia Economics Campus Universitas Muhammadiyah Jakarta (Base Camp UMJ)
26
28
Kunjungan - Politeknik Negeri Bandung BEM Fakultas Syariah Institut Agama Islam Ibrahimy – Situbondo ICDIF - LPPI
29
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
30 31
Yayasan Masduqie Ali HCDC - Bank Indonesia
32
Kunjungan - IAIN Raden Intan Lampung KBI Kediri
27
33
Acara Training of Trainers Perbankan Syariah bagi para dosen Sosialisasi ketentuan Bank Syariah bagi Direksi/Komisaris BPRS Sosialisasi Perbankan Syariah Training of Trainers Perbankan Syariah bagi para dosen Sharia Economics Informal Study (SEIS) Workshop Perbankan Syariah bagi pelaku usaha Seremonial Kampanye Gerakan Indonesia Menabung TabunganKu di malang Sosialisasi Perbankan Syariah kepada pengusaha, akademisi, dll. Workshop Perbankan Syariah untuk ulama di wilayah Malang dan Sekitarnya Seminar Ekonomi Syariah Nasional 2011 (SEASON ’11) dengan tema “Optimalisasi Pembiayaan Syariah Sektor Agribisnis dalam Meningkatkan Swasembada Pangan Nasional” Sosialisasi Perbankan Syariah untuk Mahasiswa Pekan Ilmiah Syar’iyyah Tahun 2011 Seminar Nasional dengan tema “Menuju Indonesia sebagai Trend Setter Perbankan Syariah Global” Seminar & Lokakarya Nasional “Reorientasi Pembidangan Ilmu Ekonomi Islam” Halaqoh Kyai Muda Pelatihan Dasar Perbankan Syariah bagi Pegawai BI Sosialisasi Perbankan Syariah untuk Mahasiswa Workshop Perbankan Syariah
Tempat Medan Medan
Denpasar Cikarang Jakarta Sukabumi Malang
Kupang
Pasuruan
Jakarta
Jakarta Situbondo
Yogyakarta
Cirebon Jakarta Jakarta Kediri 139
LPPS 2012 No
34
35
Lembaga/Instansi/Ormas
Institut Keuangaan Perbankan dan Informatika PERBANAS Jakarta Direktorat Pengedaran uang Biro Kebijakan Pengedaran uang (DPU - BKPU)
36
Kunjungan - FE Universitas Lampung
37
Direktorat Pengedaran uang Biro Kebijakan Pengedaran uang (DPU - BKPU)
38
41
Institut Keuangaan Perbankan dan Informatika PERBANAS Jakarta Kunjungan - UIN Sunan Gunung Jati Bandung Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia DPU
42 43
KBI Gorontalo KBI Makassar
44 45 46
KBI Serang Universitas Negeri Jakarta BSO KSEI FE UNJ
47
KBI Sibolga
48
Kunjungan - SMK Kapin 2
49
Jurnalis Ekonomi Syariah
39 40
Acara bagi para ulama dan wilayah Kediri dan sekitarnya Workshop Perbankan Syariah bagi Kepala Sekolah & Guru SMA & SMK Workshop Perbankan Syariah bagi Kepala Sekolah & Guru SMA & SMK Se-Kab/Kota Sukabumi Sosialisasi Perbankan Syariah untuk Mahasiswa Workshop Perbankan Syariah bagi Kepala Sekolah & Guru SMA & SMK Se-Kab/Kota Sukabumi Workshop Perbankan Syariah bagi Kepala Sekolah & Guru SMA & SMK Sosialisasi Perbankan Syariah untuk Mahasiswa Sosialisasi Perbankan Syariah Sosialisasi Program Kerja Bank Indonesia Sosialisasi Perbankan Syariah Seminar Nasional 2011: "Isu2 terbaru Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia yang meliputi regulasi, perkembangan terkini dan tantangan kedepan Perbankan Syariah" Expo Banten 2011 ISC 2011 Seminar Nasional Ekonomi Syariah-Optimalisasi Pendidikan dalam Memajukan Ekonomi Islam di Indonesia 22-23/10/11 Sosialisasi/Seminar Perbankan Syariah bagi para mubaligh Sosialisasi Perbankan Syariah untuk Siswa SMK Seminar Economic Outlook 2012 tema Membaca Peluang dan Tantangan Industri Syariah
Tempat
Bogor
Sukabumi
Jakarta Sukabumi
Banjarmasin
Jakarta Jakarta Kudus Gorontalo Makassar
Serang Jakarta Jakarta
Sibolga Jakarta Jakarta
140
LPPS 2012 No 50 51 52 53 54 55 56
57 58
59
60 61 62 63 64
65 66
67 68
69
Lembaga/Instansi/Ormas Direktorat Pengelolaan Moneter - BI STAIN Bukittinggi UIN Ar Raniri, Banda Aceh STAIN Ponorogo Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) ASBISINDO DPW Jabodetabek Badan Pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti BSO KSEI FE UNJ Direktorat Pengedaran uang Biro Kebijakan Pengedaran uang (DPU - BKPU) Direktorat Pengedaran uang Biro Kebijakan Pengedaran uang (DPU - BKPU) DPP PER GUJI melalui Humas Jakarta Economic Sharia Training Center (ESTC) - RIAU Fossei IAIN Raden Fatah Palembang Fossei Univ Lambung Mangkurat Himpunan Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan (HIMAK FE-UNPAS) ICDIF - LPPI
Acara
Tempat
Sosialisasi Perbankan Syariah
Bandung
Training of Trainers Perbankan Syariah bagi para dosen Seminar Perbankan Syariah Sosialisasi Perbankan Syariah Munas II MES
Bukittinggi Banda Aceh Ponorogo Jakarta
Muskerwil Seminar Nasional dengan tema “Potensi Lembaga keuangan Syariah dalam Mensejahterakan Perekonomian Masyarakat”
Jakarta Jakarta
sharia economics informal study (SEIS) UNJ Peringatan Hari jadi ke-429 Kabupaten Banyumas
Jakarta Banyumas
Workshop / TOT Guru di Pasir Muncang
Sukabumi
Workshop Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Short Course
Jakarta Pekanbaru
Seminar Nasional dan Rapat Kerja Temilnas X Fossei
Palembang
Latihan Kepemimpinan Nasional & Seminar nasional SAK
Bandung
Pelatihan Akad dan Aspek Legal Syariah bagi para Notaris Ikatan Kenoktariatan Seminar Penerapan Prinsip Universitas Indonesia Andalas - Syariah Padang KBI Palangkaraya Sosialisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Penerbitan agenda kerja dan kalender MUI tahun 1432H/2012M Paramadina Islamic Jakarta Muslim Executive Forum Management Institute (PIMI) (JMEF)
Padang Padang
Palangkaraya Jakarta
Jakarta 141
LPPS 2012 No
Lembaga/Instansi/Ormas
70
Program Pascasarjana Islamic Economics and Finance, Trisakti STAI Raden Rahmat Malang STEI SEBI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (SM/IS) Universitas Diponegoro Semarang Universitas Muslim Indonesia Makassar
71 72 73 74 75
76
Dewan Syariah Nasional MUI
77
Mabes TNI
78
IPHI
Acara
Tempat
The 8th International Conference 2011
Jakarta
Seminar Nasional 5th Gebyar Ekonomi Syariah Islamic banking training
Malang Jakarta Yogyakarta
Kuliah Umum
Semarang
Pelaksana Musabaqoh Tilawatil Qur’an Mahasiswa Nasional (MTQMN) XII 2011 Penerbitan Direktori Resmi Syariah Indonesia Penerbitan Buku Agenda Kerja Puspen TNI Tahun 2011 Penerbitan Buku Informasi Haji dan Umroh
Makassar
Jakarta Jakarta Jakarta
142
LPPS 2012 Lampiran – 4 (L.4) INDIKATOR PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH Keterangan
2008
2009
2010
2011
March-12
Jun-12
Sept-11
Dec-12
JARINGAN KANTOR Jumlah Bank (KP)
163
169
190
190
190
191
191
193
5
6
11
11
11
11
11
11
27
25
24
24
24
24
24
24
131
138
155
155
155
156
156
158
1069
1258
2101
2101
2260
2377
2536
2663
581
711
1401
1401
1460
1529
1650
1745
241
287
336
336
427
470
500
517
247
260
364
364
373
378
386
401
822
1001
1477
1737
1887
1999
2150
2262
KP
32
31
34
35
35
35
35
35
KC
273
339
421
456
469
483
507
524
Bank Umum Syariah (BUS) Unit Usaha Syariah (UUS) BPRS Jaringan Kantor (KP+KC+KCP+KK) ***) Bank Umum Syariah (BUS) Unit Usaha Syariah (UUS) BPRS Rincian Jaringan Kantor (BUS + UUS)
I 143
LPPS 2012 KCP
283
344
778
976
1114
1215
1338
1434
KK
234
287
244
270
269
266
270
269
49.555.122
66.089.967
97.519.337
145.466.672
151.862.499
155.412.454
168.660.314
195.017.755
2.310.557
2.534.106
3.008.853
3.652.832
3.708.726
3.891.116
4.009.368
4.262.587
2,14%
2,72%
3,24%
3,98%
4,09%
3,99%
4,21%
4,58%
38.198.724
46.886.354
68.181.050
102.655.215
104.238.607
117.592.355
130.357.469
147.505.141
Total Kredit Perb. Nasional (Miliar) **** Share dgn total perbankan**** Jumlah Rekening
1.307.688
1.437.930
1.765.845
2.200.094
2.282.724
2.470.380
2.573.056
2.725.674
2,92%
3,26%
3,86%
4,67%
4,57%
4,76%
5,07%
5,41%
597.398
686.535
865.920
1.399.330
1.540.644
1.733.215
2.101.738
2.512.295
Mudharabah
6.208.034
6.596.864
8.630.980
10.228.868
10.039.162
10.903.609
11.359.341
12.022.575
Musyarakah
7.411.833
10.411.702
14.623.899
18.960.206
19.503.311
22.297.801
24.480.694
27.666.938
22.486.186
26.320.737
37.507.956
56.364.516
59.165.088
67.752.066
77.153.044
88.004.167
-
-
-
-
-
-
-
KEUANGAN BUS UUS
Total Aset Total Aset Perb. Nasional (Miliar) **** Share dgn total perbankan**** Pembiayaan Yang Diberikan
Piutang Murabahah Piutang Salam
I 144
LPPS 2012 Piutang Istishna
368.758
422.776
346.771
325.878
312.465
322.490
361.072
376.235
Piutang Qardh
958.515
1.829.430
4.730.878
12.936.750
11.026.055
11.097.159
10.948.823
12.090.295
Ijarah
765.398
1.304.845
2.340.566
3.838.997
4.192.526
5.219.230
6.054.495
7.344.931
36.852.148
52.271.295
76.036.387
115.414.645
114.317.691
119.279.417
127.677.684
147.512.319
Total DPK Perb. Nasional (Miliar) **** Share dgn total perbankan**** Jumlah Rekening
1.753.292
1.973.041
2.338.824
2.784.912
2.825.975
2.955.833
3.049.956
3.225.198
2,10%
2,65%
3,25%
4,14%
4,05%
4,04%
4,19%
4,57%
3.766.067
4.537.565
6.053.658
8.187.428
9.076.134
9.241.090
9.974.491
10.889.007
Giro wadiah
4.238.337
6.201.594
9.055.554
12.006.360
12.508.956
12.715.154
13.776.224
17.708.350
958.308
1.538.095
3.337.970
5.394.043
5.437.808
6.210.750
6.718.404
7.448.891
11.512.644
14.937.075
19.570.358
27.208.353
28.141.069
31.465.516
33.678.080
37.623.469
20.142.859
29.594.531
44.072.505
70.805.889
68.229.858
68.887.997
73.504.976
84.731.609
1.701.465
1.801.465
5.145.965
6.611.448
6.461.075
7.011.445
7.011.445
7.311.445
Cadangan
334.841
448.617
490.522
578.723
579.850
610.748
906.827
912.683
Laba/rugi tahun lalu
151.902
315.188
526.982
1.300.764
2.483.428
1.901.726
1.438.204
2.037.216
Dana pihak ketiga
Tabungan Wadiah Tabungan Mudharabah Deposito Mudharabah Permodalan Modal disetor **)
I 145
LPPS 2012 Laba/rugi tahun berjalan
432.496
790.332
1.051.357
2.037.216
515.360
1.295.625
2.368.015
3.408.897
12,81%
10,77%
16,25%
16,63%
15,33%
16,12%
14,98%
14,13%
1,42%
1,48%
1,67%
1,79%
1,83%
2,05%
2,07%
2,14%
38,79%
25,81%
17,58%
15,73%
20,78%
23,59%
24,94%
24,06%
NPF Gross
3,95%
4,01%
3,02%
2,52%
2,76%
2,88%
2,74%
2,22%
NPF Net
2,18%
1,84%
3,02%
1,34%
1,69%
1,86%
1,81%
1,34%
BOPO
81,75%
84,39%
80,54%
85,63%
85,27%
83,52%
83,20%
82,51%
STM (3 bulan)
52,25%
17,02%
19,65%
24,15%
22,23%
22,96%
18,66%
18,04%
FDR
103,65%
89,70%
89,67%
88,94%
91,18%
98,59%
102,10%
100,00%
CAR
16,76%
17,42%
17,18%
16,05
15,33%
17,49
17,33
17,32
ROA
2,33%
2,60%
2,86%
3,03
3,05
3,16
3,09
3,11
NPL
3,20%
3,31%
2,56%
2,17%
2,27%
2,08%
2,06
1,86
88,59%
86,63%
86,14%
85,42
76,68
74,68
83,00
82,33
Rasio Keuangan CAR **) ROA ROE**)
Rasio Keuangan perbankan nasional
BOPO****)
I 146
LPPS 2012 Aktiva thdp pasiva liquid (1 bulan) LDR
4,49%
4,03%
3,99%
3,80
20,45
18,98
18,23
18,45
74,58%
72,88%
75,50%
79,00%
80,78%
83,58%
84,36
84,51
1.694.046
2.122.187
2.738.745
3.520.417
3.788.705
4.061.428
4.370.039
4.698.952
4,95%
5,35%
5,65%
5,90%
6,21%
6,34%
6,45%
6,52%
1.256.610
1.586.919
2.009.093
2.675.930
2.910.280
3.218.420
3.404.739
3.553.520
115.047
131.200
148.997
170.098
183.013
194.780
203.304
180.295
4,70%
5,36%
5,74%
6,11%
6,26%
6,46%
6,56%
6,66%
975.815
1.250.353
1.603.778
2.095.333
2.318.437
2.480.775
2.686.937
2.937.802
439.374
517.936
558.927
656.439
684.167
717.110
756.018
787.923
Share dengan total BPR ****
4,37%
4,66%
4,87%
5,20%
5,56%
5,77%
5,95%
6,15%
CAR*****
30,3%
30,0%
27,5%
23,5%
24,9%
24,3%
25,3%
25,16%
ROA
2,8%
3,5%
3,5%
2,7%
2,7%
2,7%
2,6%
2,64%
ROE
14,5%
20,9%
22,1%
19,0%
19,7%
20,7%
20,0%
20,54%
8,4%
7,1%
6,5%
6,1%
6,42%
6,39%
6,87%
6,15%
KEUANGAN BPRS Total Asset BPRS Share dgn total BPR **** Total Pembiayaan BPRS Jumlah Rekening Share dengan total BPR **** Total DPK BPRS Jumlah Rekening
Rasio Keuangan
NPF Gross
I 147
LPPS 2012 NPF Net
6,2%
5,6%
5,4%
5,1%
5,4%
5,2%
5,6%
5,0%
80,9%
77,0%
78,1%
85,1%
85,5%
85,4%
86,4%
86,25%
128,8%
126,9%
125,3%
127,7%
125,5%
129,7%
126,7%
120,96%
NPL Nasional
9,88%
6,90%
6,12%
5,27%
5,61%
5,34%
5,45%
LDR Nasional
119,37%
109,64%
108,09%
108,7%
111,3%
115,9%
115,0%
BOPO****) FDR
**) hanya data BUS saja ***) Mulai Januari 2009, sumber data jaringan kantor dari LBUS dan LB BPRS (sebelumnya dari data bagian perizinan) ****) Data share perbankan untuk bulan Juli 2012 sesuai dengan infomrasi sementara DPIP ****) BOPO merupakan rasio beban operasional dan bagi hasil dibagi dengan pendapatan operasional
I 148
LPPS 2012
PENYUSUN MATERI: MATERI : Bank Indonesia: • • • • • • • • • • • • • • •
Dewi Astuti Muhamad Irfan Sukarna R.Eko A. Irianto Rifki Ismal Dhani Gunawan Idat Setiawan Budi Utomo Pingki Rita Dewi Siti Yayuningsih Andri Gunawan K.P Iwan Kurniawan Maulana Harris Muhajir Siti Nurfalinda Annisaa Prima Astuti Krisjanuardi Aditomo Isnah Sati
Otoritas Jasa Keuangan: • Indriani Widyastuti • Vanita Handani • Muhammad Fathoni
I 149