LAPORAN PERKEMBANGAN BROP – KEBUN ENERGI Istiyarto Ismu – Manager Kampanye Bali Barat
Pengantar Strategi penyingkir halangan yang diterapkan oleh Yayasan Seka dalam rangka penyelamatan habitat Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) akibat pengambilan kayu bakar di dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) oleh petani dan pencari kayu bakar di 9 desa sekitar kawasan TNBB, khususnya Desa Sumberklampok dan Dusun Klatakan, Desa Melaya adalah dengan membuat demplot kebun energi. Kebun energi ini memadukan antara tanaman penghasil kayu bakar, tanaman pakan ternak dan tanaman pangan dengan hasil utama adalah kayu bakar. Penentuan lokasi pembuatan demplot dipusatkan di 2 desa yaitu Desa Sumberklampok, Kabupaten Buleleng dan Dusun Klatakan, Desa Melaya Kabupaten Jembrana. Kedua desa tersebut dipilih karena secara administrasi memiliki wilayah yang berada di dalam kawasan TNBB, serta didasarkan pada hasil survey kuantitatif yang menyatakan bahwa masyarakat di 2 desa tersebut yang paling banyak melakukan pengambilan kayu bakar.
Tahapan Kegiatan Pembibitan Langkah pertama yang dilakukan oleh Yayasan Seka adalah melakukan kerjasama dengan mitra di Banyubiru dalam pengadaan bibit Sengon laut sebanyak 11.080 bibit untuk lahan demplot seluas 10 hektar (5 hektar untuk Sumberklampok dan 5 hektar untuk Klatakan). Persemaian mulai dilakukan pada bulan September 2009. Pemilihan lokasi pembibitan di Banyubiru karena ketersediaan air dan daerahnya sejuk. Sedangkan di Sumberklampok kondisi daerahnya sangat kering, dan di musim kemarau air menjadi masalah utama sehingga perawatan yang dilakukan akan lebih banyak dan lebih rumit.
Pertemuan Kelompok I Pertemuan kelompok calon penerima demplot dilakukan di Desa Sumberklampok pada Minggu I Oktober 2009. Untuk Klatakan belum dilakukan dengan alasan kodisi sosial masyarakat petani dan pencari kayu bakar belum siap untuk diajak berbicara tentang permasalahan yang terkait dengan pengambilan kayu bakar di dalam kawasan TNBB, sehingga diperlukan pendekatan yang ekstra hati-hati dan dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan di Sumberklampok. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh 8 orang perwakilan dari
6 kelompok tani Desa Sumberklampok tersebut membahas tentang rencana pembuatan demplot kebun energi sebagai salah satu alternatif solusi sumber kayu bakar untuk mengurangi tekanan terhadap kawasan TNBB. Kesepakatan yang dihasilkan dari pertemuan tersebut adalah: 1. Lokasi demplot adalah di lahan milik masyarakat yang terlantar, 2. Komposisi tanaman didalam kebun energi adalah tanaman penghasil kayu bakar, tanaman pakan ternak dan tanaman pangan, 3. Untuk jenis tanaman penghasil kayu bakar adalah Sengon Laut, Gamal, Lamtoro, Kaliandra dan Turi. Tanaman pakan ternak adalah Rumput Gajah, dan tanaman pangan adalah Jagung, cabe dan Kacang tanah, 4. Pengelola demplot adalah individu pencari kayu bakar yang menjadi anggota kelompok tani
Lokakarya Petani Pada hari Sabtu, 17 Oktober 2009 dilaksanakan kegiatan Lokakarya Petani dengan tema Kebun energi sebagai alternatif lokasi sumber kayu bakar dan lumbung pangan dalam penyelamatan hutan di Bali Barat. Lokakarya ini bekerjasama dengan Aliansi Petani Indonesia Bali (API) dan Balai Taman Nasional Bali Barat. Tujuan dari Lokakarya petani adalah (1) mendorong keterlibatan petani dan pencari kayu bakar di 9 desa sasaran untuk terlibat dalam kegiatan konservasi, dengan memanfaatkan kebun dan lahan pekarangan rumah yang terlantar sebagai kebun energi. (2) Mendorong petani (peserta lokakarya) untuk mulai merancang pemanfaatan lahan terlantar sebagai kebun energi. Salah satu hasil evaluasi dari lokakarya petani adalah rencana pengelolaan lahan pekarangan rumah yang tidak dimanfaatkan dengan memadukan antara kebun energi dan pengelolaan ternak untuk menghasilkan kayu bakar keluarga, pakan ternak, tanaman pangan, pupuk organik dan biogas.
Pertemuan Kelompok II Sebagai tindak lanjut dari pertemuan kelompok I dan hasil dari Lokakarya Petani, diadakan pertemuan kelompok II pada tanggal 3 Nopember 2009 di Desa Sumberklampok untuk membahas tentang rencana teknis pelaksanaan demplot kebun energi, baik yang akan dilakukan di lahan milik petani maupun di lahan pekarangan rumah. Dalam pertemuan tersebut dihasilkan 2 kesepakatan, yaitu (1) Persiapan pelaksanaan kebun energi di lahan milik petani yang diterlantarkan, dan (2) Penentuan realisasi pembuatan kebun energi dan penataan ternak di lahan pekarangan. 1. Persiapan pelaksanaan kebun energi di lahan milik petani yang diterlantarkan Poin-poin penting hasil pertemuan antara lain mengenai kelompok penerima demplot, lokasi demplot dan aturan pengelolaannya. Kesepakatan yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
a. Individu penerima demplot adalah petani dan pencari kayu bakar yang menjadi anggota kelompok tani, b. Lokasi demplot adalah di kebun milik petani dan pencari kayu bakar yang selama ini diterlantarkan, c. Luas total demplot adalah 5 hektar yang terbagi menjadi 10 plot, masing-masing plot seluas 0,5 hektar, d. Aturan pengelolaan demplot diserahkan kepada masing-masing kelompok 2. Penentuan realisasi pembuatan kebun energi dan penataan ternak di lahan pekarangan Untuk realisasi pembuatan kebun energi dan penataan ternak di lahan pekarangan diambil kesepakatan dilaksanakan oleh Yayasan Seka di lahan pekarangan yang menjadi secretariat lapangan Yayasan Seka. Hal tersebut diputuskan dengan pertimbangan bahwa untuk lahan kebun sudah dilakukan oleh masyarakat, sedangkan untuk lahan pekarangan dimulai dari percontohan oleh Yayasan Seka.
Pelatihan Teknis Kebun Energi Untuk membekali petani dan pencari kayu bakar didalam mengelola demplot, maka pada hari Minggu, 22 Nopember 2009 dilaksanakan pelatihan Teknis Kebun Energi. Dalam pelatihan tersebut disampaikan mengenai tata cara pembuatan kebun energi dengan mengadopsi sistem tiga strata (STS) yang disampaikan oleh narasumber dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng. Selain itu juga peserta dibekali dengan informasi tentang budidaya secara umum dan melakukan praktek perkawinan silang tanaman jagung. Salah satu hasil yang menjadi kesepakatan peserta adalah tahapan pelaksanaan demplot. Untuk pengolahan lahan akan dilakukan pada bulan Desember dengan dasar perkiraan bahwa saat ini (Nopember) belum ada hujan. Untuk Penanaman akan dilaksanakan pada akhir Desember atau awal Januari 2010 tergantung kondisi musim. Menurut peserta diperkirakan musim hujan untuk tahun ini mengalami perpanjangan (mundur) dari kebiasaan tahun sebelumnya. Seharusnya pertengahan Nopember hujan sudah turun, tetapi sampai saat ini hujan belum turun, sehingga akan mengalami kesulitan pada saat melakukan pengolahan lahan (pembajakan) karena keadaan tanahnya kering dan keras.
Pengelolaan Lahan 1. Pengelolaan Lahan Demplot Pengelolaan lahan dimulai dengan kegiatan Pembajakan yang dilaksanakan pada awal Desember 2009. Pertimbangan tersebut didasarkan pada kondisi musim yang telah beberapa kali turun hujan sehingga petani dan pencari kayu bakar berani untuk mulai melakukan pembajakan lahan. Sebelum dibajak, masing-masing melakukan pembersihan lahan dari semak-semak dan tanaman liar yang menutupi seluruh lahan. Selanjutnya dilakukan pembajakan dengan
menggunakan traktor. Proses pembajakan lahan cukup sulit karena lahan sudah puluhan tahun tidak pernah diolah sehingga kondisi tanahnya menjadi sangat padat. Setelah selesai melakukan pembajakan, maka tanah dibiarkan selama 10 hari supaya “matang” dan siap untuk ditanami. 2. Pengelolaan Lahan Pekarangan dan Penataan Ternak Pengolahan lahan pekarangan seluas 1000 m2 (10 are) dilakukan dengan cara dicangkul karena luasnya lebih kecil dibanding dengan lahan demplot 2 (5000 m ). Sedangkan penataan ternak dimulai dari rehab kandang Sapi yang ditata sedemikian rupa sehingga dalam pengumpulan kotoran baik padat maupun cair sangat mudah dilakukan, dan kebersihan kandang terjaga. Lokasi lahan pekarangan sangat strategis, yaitu di pinggir jalan raya yang setiap hari dilalui oleh petani dan pencari kayu bakar sehingga sangat mudah dijangkau dan mudah dipantau. Kondisi kandang penduduk pada umumnya tidak tertata dengan baik, dalam arti hanya sebagai tempat tidur ternak saat malam, sedangkan pada pagi hari ternak dilepas liar sehingga sering menimbulkan masalah dengan petani pemilik lahan karena ternak masuk ke lahan dan merusak tanaman. Disamping itu, kotoran ternak tidak terkumpul sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk pupuk. Penataan kandang memperhatikan beberapa aspek, antara lain kebersihan dan kesehatan lingkungan kandang. Konstruksi kandang dibuat semi permanen dengan lantai semen, sehingga kotoran mudah untuk dipindahkan. Limbah berupa kotoran ternak, baik padat maupun cair dibuatkan tempat tersendiri sehingga bisa diolah menjadi biogas untuk keperluan bahan bakar rumah tangga, serta kotorannya bisa dijadikan pupuk untuk memupuk tanaman di lahan pekarangan.
Penanaman Penanaman dilakukan pada Minggu I Januari 2010. Hal ini dilakukan karena kondisi musim hujan yang mundur dari tahun-tahun sebelumnya. Pada proses pengangkutan bibit Sengon mengalami hambatan disebabkan jalan menuju lokasi penanaman sangat buruk, yaitu berlumpur sehingga mobil pengangkut bibit tidak bisa menjangkau sampai ke lahan, namun akhirnya diambil kesepakatan untuk menurunkan bibit di tempat yang paling dekat dan masih bisa dijangkau oleh mobil pengangkut bibit.
Klatakan Proses yang dilakukan di Klatakan sangat berbeda dengan di Sumberklampok. Beberapa penyebabnya antara lain: 1. Kurang harmonisnya hubungan masyarakat dengan TNBB Dari hasil wawancara di lapangan dan pendekatan ke tokoh, didapatkan informasi bahwa selama ini masyarakat sangat takut dengan petugas TNBB karena mereka melakukan pengambilan kayu bakar didalam kawasan TNBB. Pendekatan yang dilakukan oleh petugas
adalah pendekatan hukum dan bukan pada pendekatan sosial. Hal ini mengakibatkan kakunya komunikasi yang terjalin antara masyarakat dengan TNBB. 2. Masih tinggi tingkat kecurigaan terhadap LSM Kehadiran pihak luar ke Klatakan, khususnya LSM masih dicurigai sebagai kepanjangan tangan (mata-mata) dari TNBB, sehingga ketika Yayasan Seka mulai masuk ke Klatakan, hambatan terbesar adalah di komunikasi untuk menyampaikan program. Pada umumnya masyarakat lebih banyak diam dan sangat pasif ketika diajak berbicara tentang lingkungan hutan Bali Barat. Strategi pendekatan yang dilakukan oleh Yayasan Seka untuk mengatasi persoalan tersebut diatas adalah dengan mulai melakukan kunjungan pada bulan September 2009 ke tokoh dan mencari kontak person serta mengundang perwakilan tokoh dan petani untuk menghadiri acara Lokakarya petani. Dari Lokakarya petani (Oktober 2009), perwakilan dari Klatakan mulai mendapatkan gambaran yang jelas tentang program yang sedang dijalankan oleh Yayasan Seka. Keberagaman peserta (petani dan pencari kayu bakar dari 9 desa, TNBB, Seka) mampu mencairkan kecurigaan terhadap program yang dilakukan oleh Seka. Bahkan mereka mulai antusias dengan Demplot Kebun Energi. Pada bulan Nopember dilakukan pertemuan kelompok dengan kelompok tani Klatakan yang melibatkan unsur pemerintah Desa Melaya dan tokoh masyarakat. Dalam pertemuan tersebut mulai dilakukan sosialisasi kepada anggota kelompok tentang maksud dan tujuan program Seka. Pertemuan Kelompok selanjutnya adalah Minggu II Desember 2009. Dalam pertemuan ini, komponen masyarakat Klatakan dari unsure Guru juga ikut hadir untuk mensosialisasikan rencana mengadakan kegiatan Bondres, yaitu semacam Ludruk untuk menyampaikan pesan-pesan konservasi kepada khalayak sasaran. Ternyata sambutan peserta pertemuan sangat antusias. Mereka tidak menyangka bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Seka juga menjangkau dunia seni budaya. Selama ini mereka hanya berfikir bahwa kehadiran LSM adalah untuk melarang masyarakat pergi ke hutan, sama dengan TNBB. Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk membuat demplot kebun energi seperti yang telah mulai dilakukan di Sumberklampok. Rencananya akan dilakukan pertemuan kelompok pada hari Minggu tanggal 31 Januari 2010 untuk membahas secara rinci tentang berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan demplot kebun energi. Dalam kesempatan tersebut juga dibagikan poster dan brosur tentang kebun energi.