Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
i
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ii
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
LAPORAN KINERJA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN 2016
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2017 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
iii
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
iv
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
KATA PENGANTAR Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Tanaman Pangan merupakan instansi pemerintah di bawah Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Sebagai salah satu unit kerja yang mandiri, Puslitbang Tanaman Pangan wajib membuat dan menyampaikan laporan kinerja (LAKIN) di bidang penelitian dan pengembangan pertanian khususnya tanaman pangan. Laporan kinerja Puslitbang Tanaman Pangan 2016 ini merupakan tahun kedua Renstra 2015-2019 yang disusun menurut acuan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu Atas laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Pencapaian sasaran strategis yang didukung oleh pelaksanaan berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan tanaman pangan merupakan wujud pertanggung-jawaban atas amanah yang diemban Puslitbang Tanaman Pangan sesuai tugas pokok dan fungsinya. Laporan ini menyajikan hasil penelitian seperti varietas unggul baru, teknologi budi daya, benih sumber, dan kegiatan penunjang dalam pencapaian tujuan dan sasaran strategis Puslitbang Tanaman Pangan. Semoga laporan ini dapat memenuhi harapan masyarakat dan dalam rangka membangun kinerja khususnya dalam penelitian dan pengembangan tanaman pangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pengembangan IPTEK tanaman pangan.
Bogor, 10 Januari 2017 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan,
Dr. Ali Jamil
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
v
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
vi
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
IKHTISAR EKSEKUTIF Kinerja pembangunan pertanian selama periode 2016 relatif berhasil dalam mencapai empat target sukses Kementerian Pertanian yang patut disyukuri. Produksi pertanian 2016 secara umum meningkat dibandingkan tahun 2015, bahkan tidak ada impor beras selama tahun 2016. Ditjen. Tanaman Pangan melaporkan bahwa tahun 2016 prakiraan produksi padi sebanyak 79,14 juta ton GKG atau meningkat 3,74 juta ton (4,97%) dibandingkan produksi tahun 2015. Produksi jagung sebanyak 23,16 juta ton pipilan kering atau meningkat 3,55 juta ton (18,11%). Namun, kedelai belum mampu swasembada karena produksi tahun 2016 hanya 885,58 ribu ton biji kering atau mengalami penurunan 77,61 ribu ton (8,06%) dibandingkan tahun 2015. Hal ini merupakan suatu tantangan untuk mengupayakan terus peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Puslitbang Tanaman Pangan merupakan salah satu unit kerja di bawah Badan Litbang Pertanian dengan mandat melakukan litbang padi dan palawija. Visi Puslitbang Tanaman Pangan adalah ‖Menjadi lembaga penelitian dan
pengembangan tanaman pangan terkemuka di dunia dalam mewujudkan sistem pertanian bioindustri berkelanjutan‖. Mandat tersebut dilaksanakan bersama dengan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Sukamandi, Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi di Malang, Balai Penelitian Tanaman Serealia di Maros, dan Loka Penelitian Penyakit Tungro di Lanrang, Sulsel. Kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) tanaman pangan pada periode 2015-2019 diarahkan untuk menghasilkan inovasi teknologi perbaikan kuantitas dan kualitas produksi bahan baku bioindustri berbasis tanaman pangan yang ramah lingkungan dan minimum eskternal input. Output yang akan dicapai dituangkan dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) litbang tanaman pangan yaitu: 1) Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan, 2) Jumlah teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan, 3) Jumlah produksi benih sumber tanaman pangan, 4) Jumlah rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan, 5) Jumlah sekolah lapang produksi dan distribusi benih terintegrasi dengan 1000 desa mandiri benih, dan 6) Jumlah Taman Sains Pertanian (TSP). Dilaporkan pula kegiatan pengelolaan sumber daya genetik tanaman pangan, diseminasi, realisasi keuangan, dan sumber daya penelitian.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
vii
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Kriteria ukuran keberhasilan pencapaian sasaran tahun 2016 ditetapkan berdasarkan laporan capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) satker lingkup Puslitbang Tanaman Pangan yang dipantau setiap triwulan dan kunjungan ke lapangan setiap semester. Kriteria penilaian terbagi 4 (empat) kategori berdasarkan skoring, yaitu: Sangat berhasil, jika capaian sasaran >100%, Berhasil, jika capaian sasaran 80-100%, Cukup berhasil, jika capaian sasaran 60<80%, dan Kurang berhasil, jika capaian sasaran <60%. Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan tahun 2016 secara umum tercapai bahkan sebagian melebihi target. Telah dilepas dan disidangkan 21 VUB, yaitu 6 VUB padi (varietas Inpari 42 Agritan GSR, Inpari 43 Agritan GSR, Inpari 44 Agritan, Inpago 12 Agritan, Inpago IPB 9G, dan Unsoed Parimas), 8 VUB aneka kacang dan ubi (kedelai Deja1, Deja2, Detap1, Devon2, kacang hijau varietas Vima 4 dan Vima 5, ubi jalar varietas Patting 1 dan Patting 2), 7 VUB tanaman serealia (jagung HJ28 Agritan, JH35, JH47, Srikandi Kuning 2, gandum Guri 6, dan sorgum Soper 6 Agritan). Telah dirakit 20 paket teknologi budi daya tanaman pangan. Produksi benih sumber 232,5 ton dari target 218 ton. Di samping itu, telah dihasilkan 9 paket rekomendasi kebijakan tanaman pangan, Sekolah Lapang Kedaulatan Pangan Mendukung Swasembada Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
viii
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
terintegrasi Desa Mandiri Benih di 15 propinsi, pembangunan Taman Sains Pertanian (TSP) di Sukamandi (BBPadi), sedangkan di Balitsereal Maros dimulai sejak 2015, serta pengelolaan sumber daya genetik, dan diseminasi hasil penelitian tanaman pangan. Kinerja anggaran berdasarkan pagu tanpa diblokir sebesar 96,72%, sedangkan berdasarkan pagu dikurangi pemblokiran 98,83%. Total anggaran lingkup Puslitbang Tanaman Pangan TA 2016 sebesar Rp. 163.825.271.000, namun ada pemblokiran anggaran Rp.3.500.000.000. Realisasi anggaran sampai dengan 31 Desember 2016 sebesar 158.450.684.647,- (96,72%), terdiri dari Belanja Pegawai Rp. 56.549.605.749 (98,73%), Belanja Barang Operasional Rp.17.009.244.763 (98,28%), Belanja Barang Non-Operasional Rp.46.059.702.685 (94,27%), dan Belanja Modal Rp. 38.832.131.147 (96,16%). Adapun Realisasi Penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai dengan 31 Desember 2016 antara lain Penerimaan Umum sebesar Rp. 491.764.690,- (356,58%) dan Penerimaan Fungsional Rp. 4.612.990.250,(120,11%). Total penerimaan PNBP lingkup Puslitbang Tanaman Pangan sebesar Rp. 5.104.754.940,- (128,31%) dari target. Sumber daya manusia di lingkup Puslitbang Tanaman Pangan sampai dengan 31 Desember 2016 berjumlah 768 orang, berkurang daripada tahun 2015 sebanyak 814 orang, karena adanya pegawai yang purna tugas. Kualitas SDM terus ditingkatkan melalui pendidikan jangka pendek dan jangka panjang. Ketersediaan sarana dan prasarana telah dimanfaatkan secara optimal untuk penelitian dan laboratorium telah terakreditasi. Tahun 2015 Balitkabi dan BBPadi mendapat penghargaan sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI) oleh Kemenristek Dikti, dan Balitsereal tahun 2016 menjadi Pusat Unggulan Iptek Binaan. Kerja sama penelitian telah terjalin dengan lembaga penelitian internasional (IRRI, CYMMIT, dll) dan dalam negeri (perguruan tinggi, BATAN, LIPI), serta swasta. Beberapa produk Puslitbang Tanaman Pangan telah diminati swasta dan dilisensikan tahun 2016, antara lain jagung hibrida varietas Bima 16 oleh PT Tunas Widji Inti Nayottama, jagung hibrida varietas JH 27 oleh PT Pertani, jagung hibrida varietas JH 234 oleh PT Green Grow Indonesia, dan Biopestisida Metarian 10 WP oleh PT Biosindo Mitra Jaya. Ini merupakan suatu bentuk scientific dan impact recognition terhadap kinerja Puslitbang Tanaman Pangan. Kinerja 2016 telah menjadi acuan penyusunan rencana kegiatan tahun mendatang dan bahan reviu Renstra Puslitbang Tanaman Pangan 2015-2019.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ix
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
x
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................
v
Ikhtisar Eksekutif ..............................................................
vii
Daftar Isi ..........................................................................
xi
I. Pendahuluan ................................................................
1
II. Perencanaan dan Perjanjian Kinerja .…………..………...
9
2.1. Rencana Strategis 2015 - 2019..........….……...........
11
2.2. Rencana Kinerja Tahunan 2016....…………..............
15
2.3. Perjanjian Kinerja 2016.........................................
16
III. Akuntabilitas Kinerja ……………………...........................
23
3.1. Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Kinerja.....
25
3.2. Pencapaian Kinerja ...............................................
25
3.3. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan .................................................
27
3.4. Capaian Kinerja Lainnya .......................................
126
3.5. Akuntabilitas Keuangan ……………………………..........
127
3.6. Analisis Akuntabilitas Keuangan ...........................
130
IV. Penutup .......................................................................
133
Lampiran: 1. Rencana Strategis (RS) Puslitbang Tanmaan Pangan 2015 - 2019 2. Penetapan Kinerja (PK) tahun 2016
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
xi
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
xii
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
1
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
2
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
I. 1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kinerja pembangunan pertanian selama periode 2016 relatif berhasil dalam mencapai empat target sukses Kementerian Pertanian yang patut disyukuri. Produksi pertanian 2016 secara umum meningkat dibandingkan tahun 2015, bahkan tidak ada impor beras selama tahun 2016. Ditjen. Tanaman Pangan melaporkan bahwa tahun 2016 prakiraan produksi padi sebanyak 79,14 juta ton GKG atau meningkat 3,74 juta ton (4,97%) dibandingkan produksi tahun 2015. Produksi jagung sebanyak 23,16 juta ton pipilan kering atau meningkat 3,55 juta ton (18,11%). Namun, kedelai belum mampu swasembada karena produksi tahun 2016 hanya 885,58 ribu ton biji kering atau mengalami penurunan 77,61 ribu ton (8,06%) dibandingkan tahun 2015. Hal ini merupakan suatu tantangan untuk mengupayakan terus peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Pembangunan pertanian di Indonesia masih akan menghadapi tantangan yang terkait dengan penambahan jumlah penduduk, perubahan iklim, dan perubahan pasar global yang mempengaruhi lingkungan strategis sektor pertanian Indonesia. Terkait dengan dinamika perubahan lingkungan strategis domestik dan global tersebut, maka perlu mencermati potensi (kekuatan dan peluang) maupun permasalahan/kelemahan dan implikasinya yang dihadapi subsektor pertanian tanaman pangan. Pembangunan pertanian dalam lima tahun ke depan berlandaskan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke tiga (2015-2019), di mana RPJMN sebagai penjabaran dari Visi, Program Aksi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Visi pembangunan dalam RPJM 2015-2019 adalah ―Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong‖. Visi tersebut dijabarkan menjadi Tujuh Misi serta Sembilan Agenda Prioritas (NAWA CITA). Kesembilan Agenda Prioritas lima tahun ke depan adalah 1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, 2) Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, 3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, 4) Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya, 5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, 6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, 7) Mewujudkan kemandirian
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, 8) Melakukan revolusi karakter bangsa, dan 9) Memperteguh ke- bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Berdasarkan rincian dari Sembilan Agenda Prioritas, maka agenda prioritas di bidang pertanian terdiri dari dua hal, yaitu Peningkatan Agroindustri dan Peningkatan Kedaulatan Pangan. Teknologi pertanian yang dibutuhkan ke depan harus sejalan dengan era revolusi bioekonomi ( Modern Agriculture) sesuai konsep Ekonomi Biru yang digerakkan oleh revolusi bioteknologi dan bioenjinering untuk menghasilkan biomasa sebesar-besarnya yang akan diolah menjadi bahan pangan, pakan, energi, obat-obatan, dan beragam bioproduk lain secara berkelanjutan. Puslitbang Tanaman Pangan akan berperan semakin strategis guna mendukung pengembangan Modern Agriculture yang ditandai dengan pengembangan 1) Bio-Science (Genom Research), 2) Teknologi Inovasi menjawab Perubahan Iklim, dan 3) Aplikasi IT (Bioinformatika, Agrimap Info, dan Diseminasi). Puslitbang Tanaman Pangan, sebagai lembaga pendukung Sektor Pertanian perlu merumuskan perencanaan strategis lima tahun ke depan secara lebih kontekstual dalam merespon perubahan lingkungan strategis. 1.2.
Kedudukan Tugas Dan Fungsi
Puslitbang Tanaman Pangan merupakan salah satu unit kerja di bawah Badan Litbang Pertanian yang memperoleh mandat melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman padi dan palawija. Tugas yang diemban Puslitbang Tanaman Pangan menyiapkan perumusan kebijakan dan program serta melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Penelitian yang dilakukan bersifat mendasar dan strategis untuk mendapatkan teknologi tinggi dan inovatif yang berlaku bagi agroekologi dominan di beberapa wilayah. Penelitian yang bersifat hulu (upstream) ditujukan untuk mengembangkan teknologi dasar dan teknologi generik yang akan diuji daya adaptasi oleh BPTP sebelum disebarluaskan kepada petani. Dalam melaksanakan tugasnya, Puslitbang Tanaman Pangan menyelenggarakan fungsi yaitu: a) penyiapan rumusan dan kebijakan penelitian dan pengembangan, b) perumusan program penelitian dan pengembangan, c) pelaksanaan kerja sama dan pendayagunaan hasil penelitian dan pengembangan, d) pelaksanaan penelitian dan pengembangan, e) evaluasi serta pelaporan pelaksanaan penelitian dan pengembangan tanaman pangan, dan f) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga di tingkat pusat.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
4
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Struktur Organisasi Puslitbang Tanaman Pangan Puslitbang Tanaman Pangan dipimpin oleh Kepala Pusat dibantu: 1) Bidang Program dan Evaluasi membawahi Subbidang Program dan Subbidang Evaluasi, 2) Bidang Kerja Sama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian membawahi Subbidang Kerja Sama Penelitian dan Subbidang Pendayagunaan Hasil Penelitian, dan 3) Bagian Tata Usaha membawahi Subbagian Kepegawaian dan Rumah Tangga, dan Subbagian Keuangan dan Perlengkapan. Kegiatan operasional penelitian dilaksanakan oleh satu Balai Besar, dua Balai, dan satu Loka Penelitian, sebagai berikut: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi, Jawa Barat, bertugas melakukan penelitian tanaman padi. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi), Malang, Jawa Timur, bertugas melakukan penelitian tanaman aneka kacang dan umbi. Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal), Maros, Sulawesi Selatan, bertugas melakukan penelitian tanaman jagung dan serealia lain. Loka Penelitian Penyakit Tungro (Lolit Tungro), di Lanrang, Sulawesi Selatan, bertugas melakukan penelitian penyakit tungro tanaman padi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
5
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
1.3. Sumber Daya Manusia Untuk melaksanakan mandat, tugas, dan fungsinya, Puslitbang Tanaman Pangan didukung sarana kebun percobaan dan laboratorium yang terakreditasi, serta tenaga fungsional peneliti dan administrasi. Jumlah pegawai di lingkup Puslitbang Tanaman Pangan setiap tahun berkurang secara alamiah karena purna tugas. Jumlah SDM tahun 2016 berjumlah 768 orang, tahun 2015 berjumlah 814 orang, dan tahun 2010 berjumlah 901 orang. Pengurangan pegawai terjadi di seluruh satker lingkup Puslitbang Tanaman Pangan. Saat ini SDM lingkup Puslitbang Tanaman Pangan didukung oleh 63 orang S3, 100 orang S2, 174 S1, serta 9 orang profesor riset (Tabel 1). Tabel 1.
Distribusi SDM di lingkup Puslitbang Tanaman Pangan berdasarkan pendidikan, 31 Desember 2016.
Satker
SDM berdasarkan tingkat pendidikan S3
S2
S1
D3
D2
SLTA
SLTP
SD
Total
Puslitbangtan
10
9
18
6
0
41
5
4
93
BBPadi
17
25
57
9
1
95
5
22
231
Balitkabi
20
32
53
7
0
60
19
17
208
Balitsereal
15
29
35
13
0
65
16
29
202
1
5
11
2
0
11
0
4
34
63
100
174
37
1
262
45
76
768
Lolit Tungro Jumlah
1.4. Dukungan Anggaran Dukungan anggaran sangat diperlukan untuk merakit teknologi menjawab berbagai tantangan pembangunan pertanian, seperti pengelolaan lahan suboptimal yang sangat luas guna meningkatkan produktivitas lahan dan produksi padi, jagung, dan kedelai, serta tanaman pangan lainnya. Puslitbang Tanaman Pangan memperoleh anggaran guna menunjang kegiatan manajemen dan pelaksanaan penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Alokasi anggaran bervariasi dari tahun 2010 – 2016, pada tahun 2016
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
6
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Puslitbang Tanaman Pangan memperoleh anggaran sebesar Rp. 163,82 miliar yang lebih rendah dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp. 164,48 miliar (Tabel 2). Namun, hal ini tidak menyurutkan kinerja lembaga sesuai dengan sasaran yang akan dicapai dan diamanatkan guna mendukung peningkatan agroindustri dan kedaulatan pangan. Tabel 2. Pagu anggaran lingkup Puslitbang Tanaman Pangan 2010-2016 . Satker
Jumlah anggaran per tahun (x Rp.juta) 2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Puslitbangtan
11.024
12.384
19.979
56.148
20.976
22.909
17.606
BBPadi
42.994
80.348
53.740
55.109
44.349
52.800
59.805
Balitkabi
18.989
20.830
29.478
31.854
31.995
37.491
44.200
Balitsereal
43.048
23.090
28.597
31.634
26.363
45.527
37.229
2.516
2.999
4.376
6.792
4.786
5.750
4.982
118.523
139.652
136.172
181.539
128.472
164.480
163.825
Lolit Tungro Jumlah
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
7
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
8
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
9
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
10
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
II.
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
2.1. RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019 Visi Visi dan Misi Puslitbang Tanaman Pangan 2015-2019 mengacu pada visi dan misi Badan Litbang Pertanian dan merupakan bagian integral dari visi dan misi Kementerian Pertanian, dengan memperhatikan dinamika lingkungan strategis, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi yang diharapkan pada tahun 2019. Visi Badan Litbang Pertanian adalah: ―Menjadi lembaga
penelitian dan pengembangan pertanian terkemuka di dunia dalam mewujudkan sistem pertanian bioindustri tropika berkelanjutan‖ Sejalan dengan visi Badan Litbang Pertanian, maka Puslitbang Tanaman Pangan merumuskan visi yaitu: ‖Menjadi lembaga penelitian dan pengembangan
tanaman pangan terkemuka di dunia dalam mewujudkan sistem pertanian bioindustri berkelanjutan‖. Misi Misi yang diemban Puslitbang Tanaman Pangan adalah: 1.
Mewujudkan inovasi pertanian bioindustri tropika unggul berdaya saing berbasis advanced technology dan bioscience, bioengineering, teknologi responsif terhadap dinamika perubahan iklim, dan aplikasi Teknologi Informasi serta peningkatan scientific recognition.
2.
Mewujudkan spektrum diseminasi multi channel (SDMC) untuk mengoptimalkan pemanfaatan inovasi pertanian bioindustri tropika unggul serta peningkatan impact recognition.
Tujuan Dan Sasaran Tujuan kegiatan Puslitbang Tanaman Pangan tahun 2015 – 2019 antara lain: 1.
Menghasilkan varietas unggul baru, benih dasar bermutu, teknologi budi daya, produksi, pascapanen primer, model pengembangan pertanian, dengan memanfaatkan biosains dan bioenjinering.
2.
Menghasilkan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian yang aplikatif, baik bersifat antisipatif maupun responsif yang berdampak pada meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
11
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
3.
Meningkatkan kualitas dan pengelolaan sumber daya penelitian dan pengembangan pertanian.
4.
Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan pertanian, mendiseminasikan iptek, serta membangun jejaring kerja sama nasional dan internasional.
5.
Mengembangkan jejaring kerja sama nasional dan internasional dalam rangka penguasaan sains dan teknologi (scientific recognition ), serta pemanfaatannya dalam pembangunan pertanian (impact recognition). Sasaran kegiatan Puslitbang Tanaman Pangan antara lain:
1.
Tersedianya varietas unggul baru berdaya saing dengan memanfaatkan advance techonology (genomic, bioinformatika dan iradiasi).
2.
Tersedia dan terdistribusinya benih sumber padi, serealia, serta kacang dan umbi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008.
3.
Tersedianya teknologi budi daya panen dan pascapanen primer tanaman.
4.
Tersedianya model pengembangan agribisnis tanaman pangan terpadu dan berkelanjutan.
5.
Tersedianya rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian tanaman pangan mendukung sistem agribisnis terpadu dan berkelanjutan.
Arah Kebijakan Litbang Pertanian Arah kebijakan dan strategi penelitian dan pengembangan ke depan disusun dengan mempertimbangkan sasaran pembangunan pertanian 2015–2019 melalui peningkatan penguasaan dan pengembangan IPTEK yang inovatif, efisien, dan efektif dengan mengedepankan kaidah ilmiah dan berkontribusi terhadap perkembangan IPTEK dalam mewujudkan sistem pertanian bioindustri berkelanjutan. Kebijakan tersebut diimplementasikan melalui pemanfaatan sumber daya penelitian secara optimal dan meningkatkan jejaring kerja sama dengan institusi lain, baik nasional maupun internasional. Arah kebijakan pengembangan Badan Litbang Pertanian adalah: 1.
Mengembangkan kegiatan penelitian yang menunjang peningkatan produksi pertanian melalui peningkatan produktivitas, perluasan area pertanian, terutama di lahan suboptimal, serta mendukung penyediaan sumber bahan pangan yang beragam.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
12
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
2.
Mendorong pengembangan dan penerapan advance technology untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya pertanian.
3.
Mendorong terciptanya suasana keilmuan dan kehidupan ilmiah yang kondusif untuk mengoptimalkan sumber daya manusia dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta diseminasi hasil penelitian.
4.
Meningkatkan kerja sama dan sinergi yang saling menguatkan antarUK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian dan dengan berbagai lembaga penelitian terkait di dalam dan luar negeri.
Program Program Badan Litbang Pertanian periode 2015-2019 diarahkan untuk menghasilkan teknologi dan inovasi pertanian bioindustri berkelanjutan. Tanaman pangan merupakan merupakan komoditas strategis. Hal ini telah selaras dengan kebijakan Kementerian Pertanian yang menetapkan litbang menurut fokus komoditas dalam 8 (delapan) kelompok produk, yaitu: 1) Bahan makanan pokok nasional: padi, jagung, kedelai, gula, daging unggas, daging sapi-kerbau, 2) Bahan makanan pokok lokal: sagu, jagung, umbi-umbian (ubikayu, ubijalar), 3) Produk pertanian penting pengendali inflasi: cabai, bawang merah, bawang putih, 4) Bahan baku industri: sawit, karet, kakao, kopi, lada, pala, teh, susu, ubikayu, 5) Bahan baku industri: sorgum, gandum, tanaman obat dan atsiri, 6) Produk industri pertanian: aneka tepung dan jamu, 7) Produk energi pertanian: biodiesel, bioetanol, biogas, dan 8) Produk pertanian berorientasi ekspor dan substitusi impor: nanas, manggis, salak, jeruk, mangga, kambing/ domba, florikultura. Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) tanaman pangan pada periode 2015-2019 diarahkan untuk menghasilkan inovasi teknologi perbaikan kuantitas dan kualitas produksi bahan baku bioindustri berbasis tanaman pangan yang ramah lingkungan dan minimum eskternal input. Kegiatan difokuskan pada perakitan varietas unggul tanaman pangan, terutama padi, jagung, dan kedelai, dengan keunggulan satu atau lebih seperti potensi hasil tinggi, umur sangat pendek (sangat genjah), dan toleran terhadap cekaman biotik dan abiotik, adaptif dikembangkan di lahan suboptimal dan lahan terdampak perubahan iklim akibat fenomena pemanasan global. Perakitan varietas unggul dirancang sejak awal dengan melibatkan konsumen dan stakeholder agar sesuai preferensi konsumen.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
13
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Sumber daya genetik untuk perakitan varietas antisipatif dampak perubahan iklim tidak selalu tersedia, maka perakitan varietas unggul tidak hanya menggunakan pendekatan pemuliaan konvensional, tetapi juga pendekatan biologi molekuler atau genomik untuk gen discovery dan pemanfaatan teknologi informasi. Oleh karena itu, identifikasi sumber-sumber gen peningkatan produktivitas, toleransi terhadap cekaman biotik/abiotik menjadi sangat penting untuk dilakukan bersama-sama oleh litbang tanaman pangan bersama dengan litbang bioteknologi. Penelitian dalam bentuk konsorsium ke depan dijadikan wadah kegiatan perakitan varietas unggul dimulai dari merancang target pemuliaan. Peran sumber daya genetik tanaman pangan menjadi sangat penting karena keberhasilan identifikasi, karakterisasi morfologik dan genetik akan digunakan sebagai sumber tetua unggul dalam perakitan varietas unggul baru yang disesuaikan dengan tujuan perakitan. Kegiatan diseminasi varietas unggul baru perlu dipercepat agar dapat dimanfaatkan oleh petani dan stakeholder dengan system diseminasi multichannel di antaranya melalui Model Desa Mandiri Benih, Taman Sains Pertanian (TSP), Taman Tekno Pertanian (TTP), dan Laboratorium Lapang Inovasi Pertanian (LL-IP). Berdasarkan jargon ―Benih adalah UPBS‖, maka ke depan litbang tanaman pangan akan lebih fokus pada peningkatan peran dan fungsi UPBS tanaman padi, jagung, dan kedelai untuk dapat memenuhi kebutuhan benih sumber nasional mendukung penyebaran varietas spesifik lokasi. Tingkat adopsi varietas unggul oleh petani dalam bentuk riil di lapangan melalui kegiatan diseminasi varietas unggul yang baru dilepas. Kinerja UPBS dicirikan oleh kemampuannya menjaga kemurnian genetik varietas yang telah diadopsi melalui penyediaan benih sumber (BS dan FS) inbrida dan F1 hibrida padi dan jagung yang dihasilkan dengan terus menerapkan sistem manajemen mutu (SMM) ISO 9001-2008. Balit lingkup Puslitbang Tanaman Pangan akan dikembangkan secara bertahap menjadi TSP dan bersama dengan BPTP mengembangkan TTP dan LL-IP. Sejalan dengan hal tersebut, untuk aktualisasi potensi hasil varietas unggul perlu disiapkan logistik benih sumber bermutu dan penelitian perakitan dan atau perbaikan teknologi budi daya ramah lingkungan dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), yang disiapkan secara paralel dengan proses perakitan varietas unggul. Perakitan dan atau perbaikan teknologi budi daya pendukung yang meliputi teknologi pemupukan; cara tanam; pengelolaan air; pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti hama, penyakit, dan gulma; panen dan pascapanen primer sejak awal lebih diarahkan untuk agroekosistem lahan suboptimal dengan mempertimbangkan kondisi spesifik
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
14
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
lokasi dan antisipatif terhadap dinamika perubahan iklim. Integrasi teknologi budi daya pendukung dalam PTT diarahkan untuk mampu meningkatkan produktivitas aktual dan indeks panen, serta dapat menjadi bagian dari keseluruhan model pengembangan pertanian tanaman pangan bioindustri berkelanjutan, yakni kemandirian pangan dan kecukupan energi. Target Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan Sesuai dengan sasaran strategis, target kinerja Puslitbang Tanaman Pangan antara lain: 1.
Penciptaan varietas dan galur/klon unggul baru, adaptif dan berdaya saing dengan memanfaatkan advanced technology dan bioscience.
2.
Penciptaan teknologi dan inovasi budi daya, pascapanen, dan prototipe alsintan berbasis bioscience dan bioenjinering dengan memanfaatkan advanced techonology, seperti teknologi nano, bioteknologi, iradiasi, bioinformatika, dan bioprosesing yang adaptif.
3.
Penyediaan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian.
4.
Penyediaan dan pendistribusian produk inovasi pertanian (benih sumber) dan materi alih teknologi.
5.
Pengembangan Taman Sains Pertanian (Agro Science Park) dan Taman Teknologi Pertanian (Agro Techno Park)
6.
Pengembangan Model sekolah lapang (SL)-Kedaulatan Pangan mendukung 1.000 Desa Mandiri Benih.
7.
Penguatan dan perluasan jejaring kerja mendukung terwujudnya lembaga litbang pertanian yang andal dan terkemuka, serta meningkatkan HKI.
2.2. RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) 2016 Penyusunan rencana kinerja kegiatan penelitian diselaraskan dengan sasaran Renstra Puslitbang Tanaman Pangan 2015-2019. Sejalan dengan hal tersebut Puslitbang Tanaman Pangan setiap tahun telah menyusun Rencana Kinerja Tahunan (RKT) 2016 yang berisi: 1) Sasaran strategis kegiatan yang akan dilaksanakan, 2) Indikator kinerja berupa hasil yang akan dicapai secara terukur, efektif, efisien, dan akuntabel, dan 3) Target yang akan dihasilkan. Rencana kegiatan penelitian dan pengembangan tanaman pangan telah dituangkan dalam RKT tahun 2016 yang disajikan pada Tabel 3.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
15
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan Puslitbang Tanaman Pangan 2016. Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
1.
Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan
Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan
17 varietas
2.
Terciptanya teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan
Jumlah teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan
20 teknologi
3.
Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, serealia, serta kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
Jumlah produksi benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi
218 ton
4.
Tersedianya rekomendasi dan saran kebijakan litbang tanaman pangan
Jumlah rekomendasi saran kebijakan tanaman pangan
9 rekomendasi
5.
Sekolah Lapang (SL) produksi dan distribusi benih terintegrasi dengan 1000 desa mandiri benih
Jumlah Sekolah Lapang Produksi dan Distribusi Benih terintegrasi dengan 1.000 Desa Mandiri Benih
15 propinsi
6.
Pembangunan Taman Sains Pertanian (Agro
Jumlah Taman Sains Pertanian (TSP) di KP Sukamandi, BBPadi.
1 propinsi
Science Park)
2.3. PERJANJIAN KINERJA (PK) 2016 Perjanjian Kinerja 2016 ditetapkan setelah disetujui dan diterbitkannya DIPA tahun 2016. Perjanjian kinerja ini merupakan wujud komitmen antara Kepala Puslitbang Tanaman Pangan dengan Kepala Badan Litbang Pertanian sebagai tolok ukur keberhasilan dan dasar evaluasi akuntabilitas kinerja Puslitbang Tanaman Pangan pada akhir tahun anggaran.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
16
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Perjanjian kinerja tahun 2016 disajikan pada Tabel 4 setelah mengalami revisi menyesuaikan revisi anggaran APBN. Tabel 4. Perjanjian Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan 2016. Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
1.
Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan
Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan
17 varietas
2.
Terciptanya teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan
Jumlah teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan
20 teknologi
3.
Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, serealia, serta kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
Jumlah produksi benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi
218 ton
4.
Tersedianya rekomendasi dan saran kebijakan litbang tanaman pangan
Jumlah rekomendasi saran kebijakan tanaman pangan
9 rekomendasi
5.
Sekolah Lapang (SL) produksi dan distribusi benih terintegrasi dengan 1000 desa mandiri benih
Jumlah Sekolah Lapang Produksi dan Distribusi Benih terintegrasi dengan 1.000 Desa Mandiri Benih
15 propinsi
6.
Pembangunan Taman Sains Pertanian (Agro
Jumlah Taman Sains Pertanian (TSP) di KP Sukamandi, BBPadi.
1 propinsi
Science Park)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
17
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Indikator Kinerja Utama Output yang dituangkan dalam IKU litbang tanaman pangan meliputi: 1) Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan, 2) Jumlah teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan, 3) Jumlah produksi benih sumber padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi, 4) Jumlah rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan, 5) Jumlah sekolah lapang produksi dan distribusi benih terintegrasi dengan 1.000 desa mandiri Benih, dan 6) Jumlah Taman Sains Pertanian (TSP). Dalam laporan Kinerja (LAKIN) Puslitbang Tanaman Pangan ini dilaporkan juga perkembangan berbagai kegiatan lain, yaitu: a) Pengelolaan sumber daya genetik tanaman pangan, b) Kegiatan diseminasi hasil penelitian tanaman pangan, c) Laporan keuangan, dan d) Sumber daya penelitian. Pencapaian target Indikator Kinerja Utama dilaksanakan melalui serangkaian penelitian di Puslitbang Tanaman Pangan, BBPadi, Balitkabi, Balitsereal, dan Lolit Tungro, dengan judul perakitan varietas unggul baru, teknologi budi daya panen dan pascapanen primer, produksi benih sumber, rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan, sekolah lapang produksi dan distribusi benih terintegrasi dengan 1.000 desa mandiri benih, dan pembangunan Taman Sains Pertanian (Agro Science Park) dengan rincian sebagai berikut: 2.3.1. Penelitian pemuliaan dan perakitan varietas unggul baru tanaman pangan, terdiri dari:
a.
Perakitan varietas unggul baru padi
Perakitan varietas unggul padi dilaksanakan melalui 3 (tiga) kegiatan setingkat RPTP yaitu: 1) Konsorsium Padi Nasional: perakitan varietas unggul padi lahan suboptimal, 2) Perakitan varietas unggul padi sawah inbrida, dan 3) Perakitan varietas unggul padi sawah hibrida. Penelitian ini telah melibatkan 70 orang peneliti dengan pagu anggaran Rp. 4.719.550.000,-.
b.
Perakitan varietas unggul baru aneka kacang dan ubi
Perakitan varietas unggul aneka kacang dan umbi dilaksanakan melalui serangkaian penelitian setingkat RPTP dengan judul, yaitu: a) Konsorsium Perakitan Varietas Kedelai Lahan Suboptimal, b) Perakitan Varietas Kedelai untuk Lahan Optimal, c) Perakitan Varietas Kacang tanah dan Kacang hijau Berdaya Hasil Tinggi, Toleran Cekaman Biotik dan Adaftif Lahan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
18
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Suboptimal, dan d) Perakitan Varietas Ubikayu dan Ubijalar Produksi Tinggi, Agak Tahan Cekaman Biotik dan Toleran Cekaman Abiotik Mendukung Bioindustri. Penelitian ini telah melibatkan 80 orang peneliti dengan pagu anggaran sebesar Rp.1.810.000.000,-.
c.
Perakitan varietas unggul baru jagung dan serealia lainnya
Perakitan varietas unggul jagung dan serealia lainnya dilaksanakan melalui serangkaian penelitian setingkat RPTP dengan judul, yaitu: a) Perakitan varietas jagung toleran lahan sub optimal mendukung swasembada pangan berkelanjutan, b) Perakitan varietas jagung mendukung ketahanan pangan nasional untuk lahan optmilal, c) Perakitan varietas dan teknologi produksi gandum tropis mendukung pertanian bioindustri berkelanjutan, dan d) Perakitan varietas dan teknologi pengelolaan sorgum pada lahan sub optimal untuk ketahanan pangan dan pertanian bioindustri. Penelitian ini telah melibatkan sekitar 35 orang peneliti dengan pagu anggaran sebesar Rp.2.010.051.000,-. 2.3.2. Perakitan teknologi budi daya, panen, dan pascpanen primer tanaman pangan
a. Teknologi budi daya tanaman padi Kegiatan perakitan teknologi budi daya dan panen tanaman padi dilaksanakan oleh BBPadi di Sukamandi dengan target dihasilkannya 5 (lima) teknologi yaitu : (1) Teknologi Jajar Legowo Super, (2) Teknologi pengelolaan hara fosfor lahan sawah irigasi, (3) Teknologi penambahan pupuk organik dan pupuk hayati pada padi gogo, (4) Teknologi pengendalian hama lundi atau uret pada pertanaman padi gogo dengan teknik seed treatment; (5) Potensi penggunaan beras merah dalam produk pangan basah, (6) Teknologi pengendalian terpadu bio-intensif penyakit tungro dan (7) Teknologi pengelolaan pestisida dalam pengendalian tungro dengan pagu anggaran sebesar Rp. 2.502.150.000,- didukung 45 orang peneliti. Kegiatan perakitan 2 (dua) paket teknologi yang dilaksanakan oleh Lolit Tungro di Lanrang, Sulawesi Selatan, dengan dukungan 5 orang peneliti dan pagu anggaran sebesar Rp. 730.000.000,-.
b. Teknologi budi daya tanaman aneka kacang dan ubi Kegiatan perakitan teknologi budi daya tanaman aneka kacang dam umbi dilaksanakan di Balitkabi Malang melalui penelitian setingkat RPTP yaitu 1) Budi daya Kedelai di Lahan Pasang Surut di Bawah Kelapa Sawit, 2)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
19
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Integrasi serbuk biji mimba dan nuclear polyhedrosis virus untuk pengendalian hama pada tanaman kedelai di lahan pasang surut , 3) Teknologi pemupukan dan aplikasi fitohormon pada ubikayu di lahan pasang surut Kalimantan Selatan, 4) Teknologi Budi daya Kacang Tanah Pada Lahan Salin, 5) Teknologi pemupukan pada kacang hijau di lahan kering dan 6) Be-Bas: Formulaasi biopestisida dari konidia cendawan entomopatogen Beauveria bassiana untuk mengendalikan berbagai jenis hama tanaman. Jumlah pagu anggaran kegiatan penelitian ini sebesar Rp.1.185.000.000,- melibatkan 81 orang peneliti.
c. Teknologi budi daya tanaman serealia Kegiatan perakitan teknologi budi daya tanaman serealia dilaksanakan di Balitsereal Maros melalui kegiatan penelitian: 1) Teknologi metode penentuan rekomendasi pemupukan P pada tanaman jagung berdasarkan ketersedian hara tanah dan potensi hasil tanaman, 2) Rekomendasi pemupukan jagung spesifik lokasi pada lahan kering di Kabupaten Bantaeng, 3) Pemanfaatan dekomposer yang efektif untuk pembuatan pupuk organik, 4) Formulasi kombinasi biopestisida dan pestisida nabati dalam pengendalian hawar upih (Rhizoctania solani), 5) Peta sebaran spesies penyebab penyakit bulai, 6) Budi daya gandum yang beradaptasi pada dataran menengah dan 7) Penentuan populasi optimum untuk budi daya sorgum manis. Jumlah pagu anggaran kegiatan penelitian ini sebesar Rp.935.002.000,-. 2.3.3.Produksi benih sumber tanaman pangan sesuai SMM ISO 90012008, terdiri dari:
a. Penyediaan benih sumber padi. Kegiatan penyediaan benih sumber ini dilaksanakan oleh BBPadi di Sukamandi dan Lolit Tungro di Lanrang, Sulawesi Selatan dengan target diproduksinya 100 ton benih sumber kelas BS, FS, dan SS. Pagu anggaran di BBPadi Rp. 1.832.000.000,- untuk memproduksi 100 ton benih sumber (kelas BS, FS, dan SS) dengan dukungan 30 orang peneliti, sedangkan pagu anggaran di Lolit Tungro Rp. 295.000.000,- untuk memproduksi benih sumber kelas SS 30 ton dan didukung oleh 3 orang peneliti. Total biaya produksi benih sumber sebesar Rp. 2.127.000.000,- dengan dukungan 33 orang peneliti.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
20
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
b. Penyediaan benih sumber kacang dan umbi. Kegiatan penyediaan benih sumber aneka kacang dan umbi dilaksanakan di Balitkabi Malang dengan target produksi 53 ton kelas NS, BS, dan FS. Pagu anggaran produksi benih sumber sebesar Rp. 1.871.000.000,melibatkan 38 Peneliti.
c. Penyediaan benih sumber jagung dan serealia lain. Kegiatan penyediaan benih sumber jagung dan serealia lainnya dilaksanakan di Balitsereal Maros melalui kegiatan pengembangan sistem produksi dan distribusi benih sumber jagung VUB dan serealia dengan penerapan manajemen mutu dengan target produksi benih sumber 35 ton kelas BS dan FS. Pagu anggaran produksi benih sebesar Rp.870.000.000,-. 2.3.4.Analisis Kebijakan Pengembangan Tanaman Pangan Target output penelitian ini, yaitu: 1) Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Nasional, 2) Upaya Peningkatan Produktivitas Kedelai Nasional, 3) Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Padi Inpari, 4) Upaya Percepatan Adopsi Varietas Jagung Hibrida Balitbangtan, 5) Budi Daya Kedelai Antisipasi Kekeringan di Lahan Sawah Tadah Hujan, 6) Potensi Pengembangan Beras Khusus untuk Substitusi impor, 7) Pengembangan Pupuk Hayati Agrimeth Mendukung Pengembangan Jarwo Super, 8) Pengembangan Bioindustri Tanaman Pangan di Lahan Suboptimal dan 9) Peningkatan Indeks Pertanaman di Lahan Rawa. Jumlah pagu anggaran kegiatan penelitian ini sebesar Rp. 2.768.148.000-. 2.3.5. Sekolah Lapang (SL) Mandiri Benih Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran produksi padi, jagung, dan kedelai diperlukan penyediaan benih bermutu varietas unggul spesifik lokasi agar sampai di tingkat petani. Untuk itu telah dibangun Model penyediaan benih secara mandiri untuk hamparan unit desa dengan melibatkan Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) Balai Penelitian Komoditas dengan UPBS Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dengan menyediakan benih sumber bagi calon produsen benih. Dengan Model Desa Mandiri Benih diharapkan apabila petani telah menyenangi varietas baru, benihnya dapat disediakan secara mandiri. Jumlah total pagu anggaran kegiatan penelitian ini sebesar Rp. 3.812.550.000,- yang tersebar di Puslitbangtan Rp. 479.450.000,- BBPadi Rp. 1.748.100.000,- Balitkabi Rp. 880.000.000.- dan Balitsereal Rp. 705.000.000,-
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
21
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
2.3.6.Pembangunan Taman Sains Pertanian di KP Sukamandi, BBPadi, Jawa Barat Kegiatan Pembangunan Taman Sains Pertanian (TSP) tahun 2016 dilaksanakan di KP Sukamandi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPadi), Sukamandi Jawa Barat sebagai TSP Bioindustri Padi. TSP BBPadi Sukamandi dimulai tahun 2016 sudah disusun Site plan di kawasan seluas 20 ha serta pembangunan sarana dan prasarana, antara lain Gedung/bangsal dryer sebagai tempat unit proses pengering gabah dan tempat stock sementara, serta tempat pelaksanaan bimbingan teknis atau tamu peninjau, Gedung Alsintan sebagai tempat unit proses persemaian dengan mesin Dapog, dan selasar/jalan menuju kawasan TSP dengan pagu anggaran Rp. 5.000.000.000. Pembangunan Taman Sains Pertanian (TSP) tahun 2016 di Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan merupakan kelanjutan dari kegiatan pembangunan TSP tahun 2015. TSP Balitsereal dengan ruang lingkup padi, jagung, hortikultura, perikanan, dan peternakan yang berorientasi kepada pertanian terpadu, ilmiah, estetika, dan ekonomi. Pagu anggaran untuk kegiatan ini sebesar Rp. 3.640.496.000,-. 2.3.7.Pengelolaan dan Pengkayaan Sumber Daya Genetik Tanaman Pangan Target kegiatan ini adalah diperolehnya informasi hasil karakterisasi dan rejuvinasi sumber daya genetik tanaman padi, jagung, kacang-kacangan, umbi-umbian, dan serealia lainnya dengan target sebesar 4.145 aksesi. Pagu anggaran untuk kegiatan ini sebesar Rp. 1.166.221.000,-. 2.3.8.Diseminasi Inovasi Teknologi Tanaman Pangan Kegiatan penunjang penelitian dan pengembangan tanaman pangan adalah menyebarluaskan inovasi teknologi tanaman pangan. Adapun kegiatan yang dilaksanakan antara lain: a) Publikasi hasil-hasil penelitian, b) Seminar dan pertemuan ilmiah lainnya, c) Ekspose/pameran skala nasional dan regional, d) Gelar teknologi di lapang, dan e) Penyebarluasan inovasi teknologi melalui internet (website). Jumlah pagu anggaran untuk kegiatan ini sebesar Rp. 10.033.263.000,- yang dilaksanakan oleh Puslitbangtan, BBPadi, Balitkabi dan Balitsereal.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
22
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
23
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
24
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
III. AKUNTABILITAS KINERJA Hasil-hasil penelitian tanaman pangan baik secara langsung maupun tidak langsung turut memberikan kontribusi pencapaian 4 (empat) target sukses Kementerian Pertanian, seperti meningkatnya produksi padi, jagung, dan kedelai, serta tersebarnya benih unggul dan teknologi tanaman pangan. Inovasi yang dihasilkan meliputi perakitan varietas unggul baru, benih sumber, dan teknologi budi daya. Hasil-hasil penelitian disebarluaskan melalui berbagai pertemuan ilmiah, ekspose dan gelar teknologi, serta menerbitkan publikasi ilmiah tercetak dalam bentuk jurnal, prosiding, buletin, dan website yang telah terbangun di seluruh satker lingkup Puslitbang Tanaman Pangan. Keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan tidak terlepas dari telah diterapkannya melalui monitoring dan evaluasi serta Sistem Pengendalian Intern (SPI) di lingkup Puslitbang Tanaman Pangan. Mekanisme monitoring dan evaluasi penelitian dilakukan setiap Triwulan melalui pelaporan dari masing-masing satker, serta setiap semester melakukan kunjungan ke Satker untuk pemeriksaan dokumen dan peninjauan lapang. Realisasi keuangan dipantau melalui aplikasi iMonev berbasis web yang diupdate setiap hari Jumat oleh masing-masing satker, serta penerapan Permenkeu No. 249 tahun 2011 setiap bulan serta SPAN. 3.1. KRITERIA UKURAN KEBERHASILAN PENCAPAIAN KINERJA Kriteria ukuran keberhasilan pencapaian sasaran tahun 2016 ditetapkan berdasarkan dokumen laporan capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) satker lingkup Puslitbang Tanaman Pangan kemudian dihitung menggunakan rumus: Capaian sasaran = Realisasi IKU dibagi Target IKU x 100%. Kriteria penilaian terbagi 4 (empat) kategori berdasarkan skoring, yaitu: Sangat berhasil, jika capaian sasaran >100%, Berhasil, jika capaian sasaran 80100%, Cukup berhasil, jika capaian sasaran 60-<80%, dan Kurang berhasil, jika capaian sasaran <60%. 3.2. PENCAPAIAN KINERJA Capaian kinerja Puslitbang Tanaman Pangan berdasarkan IKU yang ditetapkan tahun 2016 disajikan pada Tabel 5 berikut ini.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
25
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Tabel 5. Pengukuran Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan 2016. No
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Capaian kinerja
1.
Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan
Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan
17 Varietas
21 VUB
123,53
2.
Tersedianya teknologi budi daya, panen dan pascapanen primer tanaman pangan
Jumlah teknologi budi daya, panen dan pascapanen primer tanaman pangan
20 Teknologi
20 Teknologi
100,00
3
Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, serealia, serta kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
Jumlah produksi benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, serta kacang dan ubi berdasarkan SMM ISO 9001-2008.
218 Ton
232,47 Ton
106,64
4
Tersedianya rekomendasi dan saran kebijakan litbang tanaman pangan
Jumlah rekomendasi saran kebijakan tanaman pangan
9 Rekomendasi
5
Sekolah Lapang (SL) produksi dan distribusi benih terintegrasi dengan 1000 desa mandiri benih
Jumlah Sekolah Lapang Produksi dan Distribusi Benih terintegrasi dengan 1.000 Desa Mandiri Benih
15 Propinsi
15 Propinsi
100,00
6
Pembangunan Taman Sains Pertanian (TSP) di KP Sukamandi, Jawa Barat
Jumlah Taman Sains Pertanian (TSP)
1 Propinsi
1 Propinsi
100,00
Rata-rata
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
9 Rekomendasi
100,00
105,03
26
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
3.3. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA PUSLITBANG TANAMAN PANGAN Evaluasi dan analisis capaian kinerja Pulitbang Tanaman Pangan tahun 2016 disajikan sebagai berikut:
Sasaran Strategis 1 : Terciptanya Varietas Unggul Baru Tanaman Pangan Kegiatan ini dapat dicapai melalui penelitian pemuliaan dan perakitan varietas unggul baru tanaman pangan. Adapun target IKU tahun 2016 yaitu dilepasnya 17 varietas unggul baru tanaman pangan, sedangkan capaian realisasi perakitan VUB tanaman pangan sebanyak 21 VUB atau 123,53%, yaitu telah dilepas 6 varietas unggul baru padi, 8 VUB aneka kacang dan umbi, dan 7 VUB serealia (Tabel 6). Tabel 6. Indikator tingkat capaian kinerja kegiatan tahun 2016. Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
Varietas unggul baru padi
6
6
100,00
Varietas unggul baru aneka kacang dan umbi
6
8
133,33
Varietas unggul baru serealia
5
7
140,00
Secara umum, kinerja Puslitbang Tanaman Pangan dalam perakitan varietas unggul baru dapat tercapai sesuai target berdasarkan Renstra yang telah ditetapkan (Tabel 7). Tabel 7. Perbandingan capaian kinerja tahun 2015 – 2016. Indikator Kinerja
Target/Realisasi
Varietas unggul baru padi
Target
Varietas unggul baru aneka kacang dan umbi
Target
Varietas unggul baru serealia
Target
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
2015
2016
5
6
5 (100%)
6 (100%)
4
6
4 (100%)
8 (133,33%)
7
5
7 (100%)
7 (140,00%)
27
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Perkembangan kinerja perakitan varietas unggul baru (VUB) tanaman pangan selama tahun 2010-2016 lebih tinggi dari target yang telah ditetapkan. Meskipun jika dilihat dari perkembangan anggaran penelitian menurun diperbandingkan dengan tahun 2011-2013. Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana Strategis yang disusun untuk 2015 – 2019. Perkembangan realisasi kinerja dan anggaran penelitian perakitan VUB dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Perkembangan kinerja perakitan varietas unggul baru tanaman pangan serta anggaran penelitian 2010-2016 Adapun keluaran (output) dan outcome yang telah dicapai dari VUB yang dilepas 2016 diuraikan sebagai berikut: Padi Tahun 2016 telah dilepas sebanyak 6 varietas unggul baru padi untuk padi sawah dan padi gogo. Varietas unggul baru yang dihasilkan oleh BB Padi pada 2016 adalah 3 (tiga) VUB padi sawah dan 3 (tiga) VUB padi gogo antara lain: 1) Inpari 42 Agritan GSR, 2) Inpari 43 Agritan GSR, 3) Inpari 44 Agritan, 4) Inpago 12 Agritan, 5) Inpago IPB 9G, dan 6) Unsoed Parimas. Varietas padi Inpari 42 Agritan GSR merupakan asal persilangan Huangxinyhan dengan Fenghuazhan. Potensi hasil 10,58 t/ha dengan rata-rata hasil mencapai 7,11 t/ha. Sifat keunggulannya yaitu memiliki ketahanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
28
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
terhadap hama pada fase generatif dan agak tahan terhadap HDB patotipe III, rentan strain IV, dan agak tahan strain VIII, tahan penyakit blas daun ras 033 dan rentan ras 133 dan 173, agak tahan WBC biotipe 1 dan agak rentan WBC biotipe 2 dan 3, rentan virus tungro varian 033 dan 073. Anjuran tanam di lahan sawah dengan ketinggian 600 dpl.
Gambar 2. Keragaan padi varietas Inpari 42 Agritan GSR. Varietas Inpari 43 Agritan GSR merupakan asal persilangan WuFengZhan, IRBB5 dan WuFengZhan. Potensi hasil 9,02 t/ha dengan rata-rata hasil 6,96 t/ha dengan sifat keunggulan Pada fase generatif tahan terhadap HDB patotipe III, agak tahan HDB patotipe IV dan VIII, tahan terhadap penyakit blas daun ras 073 dan 133, agak tahan ras 033, dan rentan ras 173. dan rentan terhadap ras 133 dan 173, agak rentan terhadap WBC biotipe 1, 2 dan 3. Anjuran tanam pada lahan sawah subur dan kurang subur dengan ketinggian 600 m dpl, termasuk sawah endemik HDB dan blas.
Gambar 3. Keragaan VUB Inpari 43 Agritan GSR
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
29
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Varietas Inpari 44 Agritan merupakan hasil persilangan Kebo x Ciherang dengan potensi hasil 9,25 t/ha dengan rata-rata hasil mencapai 6,53 t/ha. Keunggulan dari VUB ini adalah Tahan terhadap HDB pada fase generatif untuk strain III, agak rentan terhadap strain IV dan agak tahan terhadap strain VIII, rentan terhadap penyakit blas daun ras 073 dan 133, agak tahan ras 033, 133, 073 dan 173, agak rentan terhadap WBC biotipe 1, 2 dan 3. Anjuran tanam pada lahan sawah irigasi dengan ketinggian 600 m dpl.
Gambar 4. Keragaan VUB Inpari 44 Agritan Varietas Inpago 12 Agritan merupakan hasil persilangan dari Selegreng/Ciherang//Kencana Bali dengan potensi hasil 10,2 t/ha dengan ratarata hasil 6,7 t/ha. Keunggulan varietas ini di antaranya tahan rebah dengan kerontokan sedang, berespon moderat terhadap keracunan Al dan kekeringan, tahan terhadap penyakit blas ras 033 dan 073, agak tahan terhadap ras 133, 001, 013, 023, 051 dan 101, rentan blas ras 173 dan 041. Anjuran tanam lahan kering subur dan lahan kering masam dataran rendah sampai 700 m dpl.
Gambar 5. Keragaan VUB Inpago 12 Agritan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
30
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Varietas Inpago IPB 9G merupakan asal persilangan IPB98-F-5-1-1/IR 64, potensi hasil 9,09 t/ha dan rata-rata hasil 6,05 t/ha. Keunggulan VUB ini di antaranya berespon moderat terhadap keracunan Al 40 ppm dan agak peka terhadap kekeringan, agak rentan wereng batang coklat biotipe 1, agak tahan wereng batang coklat biotipe 2 dan 3. Tahan terhadap penyakit blas ras 073, dan agak tahan terhadap blas ras 033, 001 dan 051, rentan blas ras 133, 173, 013, 041 dan 023. Anjuran tanam lahan kering subur dan lahan kering masam sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut.
Gambar 6. Keragaan VUB Inpago IPB 9 G Varietas Unsoed Parimas merupakan asal persilangan antara Cimelati dan galur G10, potensi hasil 9,40 t/ha dengan rata-rata hasil 6,19 t/ha. Sifat keunggulan dari VUB ini berespon moderat terhadap keracunan Al 40 ppm dan kekeringan, agak rentan wereng batang coklat biotipe 1, 2 dan 3. Namun, Rentan penyakit blas ras 033, tahan blas ras 073, agak tahan blas ras 133, rentan blas ras 173. Anjuran tanam lahan kering subur dan lahan kering masam sampai ketinggian 700 m dpl.
Gambar 7. Keragaan VUB Unsoed Parimas
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
31
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Kedelai Tahun 2016 telah dilepas sebanyak 4 varietas unggul baru kedelai, antara lain 1) varietas Deja 1, 2) Varietas Deja 2, 3) Detap 1, dan 4) Devon 2. Adapun rincian dan keunggulan masing-masing varietas kedelai disajikan sebagai berikut: Kedelai varietas Deja 1 merupakan hasil seleksi persilangan varietas Kawi dengan galur IAC 100. Umur 78 hari (genjah) dengan potensi hasil 2,6 t/ha dan rata-rata hasil 2,18 t/ha. Sifat keunggulan toleran terhadap jenuh air, ukuran biji besar 16,0 g/100 butir, agak tahan terhadap penyakit karat daun, agak tahan hama penghisap polong dan peka hama ulat grayak.
Gambar 8. Keragaan kedelai Deja 1. Varietas Deja 2 ini berumur genjah (79 hari) dengan potensi hasil 2,87 t/ha dan rata-rata hasil mencapai 2,39 t/ha. Sifat keunggulan yaitu toleran jenuh air, berumur genjah, biji sedang 12,9 g/100 butir, agak tahan terhadap penyakit karat daun, agak tahan hama penghisap polong dan hama ulat grayak.
Gambar 9. Keragaan VUB kedelai Deja 2.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
32
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Varietas Detap 1 berumur genjah (79 hari), potensi hasil 3,39 t/ha, dengan rata-rata hasil 2,74 t/ha, dan berbiji besar. Keunggulan lain tahan pecah polong, agak tahan pengisap polong, penggerek polong dan pemakan daun.
Gambar 10. Keragaan tanaman dan biji VUB kedelai Detap 1.
Varietas Devon 2 berumur genjah 78 hari dan berbiji besar 17,03 g/100 butir. Potensi hasil 2,90 t/ha, rata-rata hasil 2,67 t/ha, mengandung isoflavon tinggi 1.097,9 μg sangat sesuai untuk bahan pembuatan tempe, agak tahan pengisap polong dan penggerek polong, rentan terhadap penyakit pemakan daun.
Gambar 11. Keragaan tanaman dan biji kedelai varietas Devon 2.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
33
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Kacang hijau Tahun 2016 telah dilepas 2 varietas unggul kacang hijau, yaitu Varietas Vima 4 dan Vima 5. Kedua varietas tersebut berumur genjah 56 hari. Varietas Vima 4 memiliki keunggulan yaitu kandungan protein 22,11% basis kering dan lemak 0,72% basis kering, polong tidak mudah pecah, agak tahan embun tepung dan hama thrips, serta potensi produksi 2,32 ton/ha. Sedangkan varietas Vima 5 memiliki keunggulan yaitu kandungan protein 23,36% basis kering dan lemak 0,68% basis kering, polong tidak mudah pecah, agak tahan embun tepung dan hama thrips, serta potensi produksi 2,34 ton/ha.
Gambar 12. Keragaan kacang hijau varietas Vima 4 (kiri) dan Vima 5 (kanan)
Ubi Jalar Telah dilepas 2 (dua) varietas unggul ubijalar dengan nama Patting 1 dan Patting 2, yang memiliki rasa enak. Varietas Patting 1 memiliki keunggulan potensi hasil 29,9 ton/ha, umur tanaman 4 – 4,5 bulan, warna daging umbi putih, agak tahan penyakit kudis dan hama boleng, kadar pati dan bahan kering tinggi 24,83%, serta sesuai ditanam di lahan tegalan dan lahan sawah sesudah tanam padi. Sedangkan varietas Patting 2 memiliki keunggulan potensi hasil 31,8 ton/ha, umur tanaman 4 – 4,5 bulan, warna daging umbi kuning, agak tahan penyakit kudis dan hama boleng, kadar pati dan bahan kering tinggi 23,33%, serta sesuai ditanam di lahan tegalan dan lahan sawah sesudah tanam padi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
34
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Gambar 13. Keragaan ubijalar varietas Patting 1 (kiri) dan Patting 2 (kanan)
Jagung Tahun 2016 telah dilepas 5 (lima) varietas unggul baru jagung, yaitu jagung hibrida varietas HJ 28 Agritan, JH 35, JH 37, dan JH 47, serta jagung komposit Srikandi Kuning 2. Rincian dan keunggulan masing-masing varietas disajikan berikut ini. Jagung hibrida varietas HJ 28 Agritan berumur genjah (80 hari), potensi hasil 12,9 t/ha dengan provitas rata-rata 11,8 t/ha, tahan terhadap penyakit bulai (Peronosclerospora philipinensis L.), hawar dan karat daun dataran rendah, stay green, umur genjah, adaptif pada lahan ketinggian 5 – 650 m dpl.
Gambar 14. Keragaan vub jagung hibrida HJ 28 Agritan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
35
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Jagung hibrida JH 35 berumur sedang (99 hari) dengan potensi hasil 12,9 ton/ha, agak tahan terhadap penyakit bulai ( Peronosclerospora maydis dan Peronosclerospora philippinensis), tahan penyakit karat daun (Puccinia sorghi) dan hawar daun dataran rendah (Helminthosporium maydis), agak toleran kekeringan dan nitrogen rendah serta beradaptasi luas di dataran rendah.
Gambar 15. Keragaan jagung hibrida varietas JH 35 Jagung hibrida JH 37 berumur sedang (99 hari) dengan potensi hasil 12,5 t/ha. Agak tahan terhadap penyakit bulai jenis Peronosclerospora maydis dan sangat tahan terhadap Peronosclerospora philippinensis), serta tahan penyakit karat daun (Puccinia sorghi) dan hawar daun dataran rendah (Helminthosporium maydis). Potensi hasil tinggi, tahan rebah akar dan batang, agak toleran kekeringan dan nitrogen rendah serta beradaptasi luas di dataran rendah.
Gambar 16. Keragaan jagung hibrida varietas JH 37
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
36
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Jagung hibrida JH 47 berumur sedang (99 hari) dengan potensi hasil 12,5 ton/ha. Tahan terhadap penyakit bulai jenis Peronosclerospora maydis dan Peronosclerospora philippinensis, serta tahan penyakit karat daun (Puccinia sorghi) dan hawar daun dataran rendah (Helminthosporium maydis). Potensi hasil tinggi, tahan rebah akar dan batang, toleran kekeringan dan nitrogen rendah serta beradaptasi luas di dataran rendah.
Gambar 17. Keragaan jagung hibrida varietas JH 47 Jagung komposit Sikandi Kuning 2 berumur sedang (98 hst), potensi hasil 8,9 t/ha dengan produktivitas rata-rata 7,5 t/ha, batang kokoh sehingga tahan rebah, tahan terhadap penyakit bulai (Peronosclerospora philipinensis L.), hawar dan karat daun dataran rendah, adaptif pada lingkungan optimal dataran rendah (≤ 400 dpl), baik pada musim hujan maupun musim kering.
Gambar 18. Keragaan jagung komposit varietas Srikandi Kuning 2.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
37
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Gandum GURI 6 Gandum varietas GURI 6 berumur 100 hari dengan potensi hasil 3,5 t/ha dan produktivitas hasil rata-rata 2,3 t/ha. Gandum ini memiliki umur berbunga, umur panen lebih genjah, tinggi tanaman lebih pendek dibanding varietas existing, memiliki tingkat ketahanan terhadap penyakit hawar daun (Helminthosporium sativum) yang tergolong agak resisten. Hasil yang adaptif pada lingkungan optimal.
Gambar 19. Keragaan gandum varietas GURI 6 Sorgum SOPER 6 Agritan Sorgum varietas SOPER 6 Agritan berumur 110 hari dengan potensi hasil 6,19 t/ha. Tahan terhadap hama aphis, agak tahan terhadap penyakit bercak daun dan rentan terhadap bercak daun. Beradaptasi baik pada lingkungan optimal, berpotensi untuk pangan dan bahan baku energi.
Gambar 20. Keragaan sorgum varietas SOPER 6 Agritan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
38
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Outcome dari varietas unggul baru tanaman pangan yang dilepas dapat dilaporkan sebagai berikut: Padi Green Super Rice Varietas unggul padi Inpari 42, 43, dan 44 Agritan GSR merupakan produk program Green Super Rice (GSR). Paradigma teraktual perakitan varietas padi melalui teknologi Green Super Rice, yaitu memadukan keragaman genetik tanaman padi dari berbagai penjuru dunia, sehingga dapat muncul karakterkarakter daya hasil yang tinggi dengan asupan bahan kimia buatan relatif rendah. Varietas yang dihasilkan dirancang untuk toleran terhadap cekaman abiotik, sehingga durable di lapang dan mampu berproduksi tinggi pada kondisi pemupukan yang tidak berlebih dan tetap relatif tinggi hasilnya jika menghadapi kondisi pemupukan yang terbatas pada taraf tertentu. Upaya perakitan material genetik GSR diawali di IRRI tahun 1990-an dan dilanjutkan di China tahun 2000an. Bill and Melinda Gates Foundation telah mendorong pengujian material GSR di Asia dan Afrika tahun 2010-an. Beberapa galur telah dilepas di Afrika dan Asia. Sedangkan Indonesia melepas Inpari 42 Agritan GSR, Inpari 43 Agritan GSR, dan Inpari 44 Agritan GSR. Varietas ini memiliki potensi hasil 10 ton/ha dan tahan terhadap blas dan HDB. Varietas tersebut diminati petani di beberapa daerah seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Tengah. Keunggulan varietas ini antara lain produksi tetap tinggi dengan penurunan takaran pupuk hingga 25% dibandingkan varietas unggul lain. Kedelai Kedelai varietas Deja 1 dan Deja 2 toleran terhadap genangan atau jenuh air sehingga dapat ditanam di lahan-lahan yag memiliki curah hujan tinggi dan sarana saluran irigasi kurang baik. Devon 2 yaitu kedelai yang memiliki kandungan isoflavon tinggi sebagai functional food antara lain penghambat radikal bebas, menghambat fase regeneratif dan menekan terjadinya penyakit kanker. Kacang hijau varietas Vima 4 dan Vima 5 memiliki karakter biji kecil sangat diminati industri kecambah dan industri olahan lain. Gandum Hasil tanam gandum varietas Guri 6 Agritan di Malino (Sulsel), Salatiga (Jateng), Malang (Jatim), dan Bogor (Jabar), tertinggi mencapai 3,3 t/ha atau rata-rata hasil 2,4 t/ha, lebih unggul dibandingkan varietas GURI 3, GURI 5, dan Dewata. Di samping itu, memiliki umur berbunga dan umur panen lebih genjah, yang direncanakan untuk dikembangkan di Tosari, Jawa Timur.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
39
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Jagung Jagung hibrida JH 37 dan JH 47 telah ditanam di Babel, Probolinggo (Jatim), Konawe (Sultra), dan Lombok Barat mampu menghasilkan 10,71 dan 10,77 t/ha lebih tinggi daripada pembanding varietas Bima 16 dan Pertiwi 3. Ke depan varietas ini menjadi alternatif pilihan petani guna mendukung swasembada jagung nasional. Produksi Jagung Indonesia 2016 Terbesar se ASEAN Kementerian Pertanian memperkirakan produksi jagung Indonesia pada 2016 yang diperkirakan akan mencapai 20,22 juta ton pipilan kering. Jumlah tersebut akan melampaui enam negara anggota ASEAN, seperti dilansir oleh Asean Food Security Information System (AFSIS) pada Sabtu (9/1). AFSIS melansir bahwa produksi jagung Indonesia tahun ini diproyeksikan mencapai 20,22 juta ton melampaui Filipina yang diperkirakan hanya 8,04 juta ton, Vietnam 5,23 juta ton, Thailand 4,77 juta ton, Myanmar 1,86 juta ton, Laos 1,11 juta ton, dan Kamboja 0,56 juta ton. Brunei, Malaysia, dan Singapura tidak menghasilkan jagung. Untuk pertambahan luas tanam dan luas panen, luas panen di kawasan Asia Tenggara tahun 2016 diperkirakan mencapai 9,75 juta ha meningkat 1% dari tahun lalu seluas 9,65 juta ha. Luas panen jagung Indonesia tahun ini diprediksi hanya 3,99 juta ha atau hampir sama dengan 2015. Pada 2014, luas panen jagung Indonesia mencapai 7,67 juta ha. Pada 2016, luas panen Filipina 2,64 juta ha, Vietnam 1,17 juta ha, Thailand 1,12 juta ha, Myanmar 0,48 juta ha, Laos 0,21 juta ha, dan Kamboja 0,14 juta ha. Produksi jagung Indonesia pada 2015 mencapai 20,67 juta ton pipilan kering, Filipina 7,64 juta ton, Vietnam 5,19 juta ton, Thailand 4,70 juta ton, Myanmar 1,72 juta ton, Laos 1,11 juta ton, dan Kamboja 0,55 juta ton.Total produksi jagung di kawasan Asean pada 2015 mencapai 41,59 juta ton. Sedangkan pada 2014, produksi jagung Indonesia masih mencapai 23,52 juta ton pipilan kering, Filipina 7,77 juta ton, Vietnam 5,19 juta ton, Thailand 4,81 juta ton, Myanmar 1,63 juta ton, Laos 1,14 juta ton, dan Kamboja 0,93 juta ton. Total produksi jagung Asean pada 2014 sebanyak 44,98 juta ton. Produktivitas tanaman jagung di Indonesia sudah cukup baik sekitar 5,07 ton/ha pada tahun ini dari rata-rata di kawasan Asean hanya 4,29 ton/ha. Produktivitas di Laos mencapai 5,30 ton/ha, di Kamboja 4,08 ton/ha, dan di Myanmar 3,86 ton/ha.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
40
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Sasaran Strategis 2 : Tersedianya Teknologi Budi Daya, Panen, dan Pascapanen Primer Tanaman Pangan Untuk mencapai sasaran tersebut diukur melalui pencapaian indikator kinerja utama dengan target yang telah ditetapkan dalam PK 2016, yaitu dihasilkannya 17 paket teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan dalam rangka mendukung upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Indikator kinerja sasaran yang telah ditargetkan dalam tahun 2016 telah tercapai seluruhnya dengan rata-rata 100,00%. Perakitan teknologi budi daya panen tanaman pangan pada tahun 2016 telah dirakit sebanyak 20 paket teknologi (Tabel 8). Tabel 8. Indikator tingkat capaian kinerja kegiatan tahun 2016 Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
Teknologi budi daya padi
7
7
100
Teknologi budi daya aneka kacang dan ubi
6
6
100
Teknologi budi daya tanaman serealia
7
7
100
Secara umum paket teknologi yang dihasilkan pada tahun kedua renstra 2015-2019 dapat terpenuhi sesuai dengan target. Jumlah teknologi yang dihasilkan bergantung pada sifat teknologi dan lama/waktu penelitian yang diperlukan (Tabel 9). Tabel 9. Perbandingan capaian kinerja tahun 2015 - 2016. Indikator Kinerja
Target/Realisasi Target
Teknologi budi daya padi
Teknologi budi daya aneka kacang dan ubi Teknologi budi daya tanaman serealia
Realisasi
2015
2016
9
7
9
7
(100%)
(100%)
Target
8
6
Realisasi
8
6
(100%)
(100%)
Target
4
7
Realisasi
4
7
(100%)
(100%)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
41
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Gambar 21. Perkembangan realisasi kinerja dan anggaran penelitian perakitan teknologi tanaman pangan 2010-2016. Perkembangan kinerja paket teknologi tanaman pangan selama tahun 2010-2016 lebih tinggi dari target yang telah ditetapkan. Pagu anggaran penelitian relatif tetap, tertinggi tahun 2012, sedangkan realisasi anggaran setiap tahun cukup baik mendekati pagu anggaran (Gambar 21). Keluaran (output) dan outcome yang telah dicapai dari perakitan teknologi budi daya dan panen tanaman pangan diuraikan sebagai berikut: 1. Teknologi Jajar Legowo Super Teknologi padi jajar legowo (jarwo) super merupakan teknologi budi daya padi secara terpadu berbasis cara tanam jajar legowo 2:1, suatu sistem tanam pindah antara dua barisan tanaman terdapat lorong kosong memanjang sejajar dengan barisan tanaman dan dalam barisan menjadi setengah jarak tanam antar-baris. Sistem tanam ini bertujuan meningkatkan populasi tanaman per satuan luas, perluasan pengaruh tanaman pinggir, dan mempermudah pemeliharaan tanaman. Teknologi yang dirakit dalam sistem Jajar Legowo Super yaitu: 1) Varietas unggul baru padi potensi hasil tinggi, 2) Aplikasi biodekomposer, 3) Penggunaan Pupuk hayati, 4) Penggunaan pestisida nabati dan pestisida anorganik berdasarkan ambang kendali, dan 5) Alat dan mesin pertanian untuk tanam (jarwo transplanter) dan panen (combine harvester).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
42
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Varietas unggul merupakan salah satu komponen utama teknologi yang terbukti mampu meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani. Varietas unggul yang digunakan dan memiliki potensi hasil tinggi, seperti: Inpari 30 Ciherang Sub-1, Inpari 32 HDB, Inpari 33, dan Inpari 43 Agritan GSR. Biodekomposer M-Dec merupakan perombak bahan organik yang diaplikasikan sebelum pengolahan tanah dengan dosis 2 kg/ha. Biodekomposer M-Dec mampu mempercepat pengomposan jerami secara insitu dari 2 bulan menjadi 3-4 minggu. Pengomposan jerami dengan aplikasi biodekomposer mempercepat residu organik menjadi bahan organik tanah dan meningkatkan ketersediaan hara NPK di tanah, sehingga pemupukan lebih efisien dan menekan perkembangan penyakit tular tanah. Pupuk hayati adalah pupuk berbasis mikroba non-patogenik yang dapat menghasilkan fitohormon (zat pemacu tumbuh tanaman), penambat nitrogen dan pelarut fosfat yang berfungsi meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah. Pupuk hayati Agrimeth memiliki aktivitas enzimatik dan fitohormon yang berpengaruh positif terhadap pengambilan hara makro dan mikro tanah, memacu pertumbuhan, pembungaan, pemasakan biji, pematahan dormansi, meningkatkan vigor dan viabilitas benih, efisiensi penggunaan pupuk NPK anorganik dan produktivitas tanaman. Pupuk hayati hanya diaplikasikan sekali pada saat benih akan disemai dengan cara perlakuan benih. Sisa pupuk hayati disebarkan di lahan persemaian. Penetapan status hara tanah hara P dan K diukur dengan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Daerah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan budi daya jajar legowo super yang memiliki status hara P (fosfat) dan K (kalium) sedang sampai tinggi di sentra produksi padi. Pemupukan dilakukan tiga kali yaitu 1/3 pada umur 7-10 HST, 1/3 bagian pada umur 25-30 HST, dan 1/3 bagian pada umur 40-45 HST. Kecukupan N dikawal dengan bagan warna daun (BWD) setiap 10 hari hingga menjelang berbunga. Untuk meningkatkan kesuburan lahan, selain dengan pupuk kimia juga dapat diaplikasikan pupuk kandang 2 t/ha yang telah matang sempurna. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) menggunakan pestisida nabati dan pestisida anorganik berdasarkan ambang kendali. Hama utama tanaman padi adalah wereng batang cokelat, penggerek batang, dan tikus. Sedangkan penyakit penting adalah blas, hawar daun bakteri, dan tungro.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
43
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Pengendalian hama dan penyakit diutamakan dengan tanam serempak, penggunaan varietas tahan, pengendalian hayati, biopestisida, fisik dan mekanis, feromon, dan mempertahankan populasi musuh alami. Penggunaan insektisida kimia selektif adalah cara terakhir jika komponen pengendalian lain tidak mampu mengendalikan hama penyakit. Alat dan mesin pertanian untuk tanam (jarwo transplanter) dan panen (combine harvester). Penanaman dapat menggunakan mesin tanam Indojarwo transplanter. Panen menggunakan combine harvester. Combine harvester merupakan alat pemanen produk Balitbangtan yang didesain khusus untuk kondisi sawah di Indonesia. Kapasitas kerja mesin ini 5 jam per hektar dan ground pressure 0,13 kg/cm2, dioperasikan oleh 1 orang operator dan 2 asisten operator, sehingga mampu menggantikan tenaga kerja panen sekitar 50 HOK/ha. Alsin ini menggabungkan kegiatan pemotongan, pengangkutan, perontokan, pembersihan, sortasi, dan pengantongan gabah menjadi satu rangkaian yang terkontrol. Penggunaan combine harvester menekan kehilangan hasil gabah kurang dari 2%, sementara kehilangan hasil jika dipanen secara manual 10%. Teknologi Jajar Legowo Super telah diuji keunggulannya melalui Demarea seluas 50 ha pada lahan sawah irigasi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, musim tanam 2016. Hasil pengujian varietas Inpari-30 Ciherang Sub-1 ternyata mempunyai potensi produksi 13,9 ton GKP/ha, varietas Inpari-32 HDB 14,4 ton GKP/ha, varietas Inpari-33 12,4 ton GKP/ha dan varietas Inpari 43 Agritan GSR 13,31 ton GKP/ha, sedangkan produktivitas varietas Ciherang yang diusahakan petani di luar Demarea hanya 7,0 ton GKP/ha (Tabel 10). Tabel 10. Hasil Panen Jajar Legowo Super, Indramayu, 2016. Kadar Air (%) Varietas
III
Rata rata
GKP (ton/ha) I
II
III
Rata rata
GKG (ton/ha) I
II
III
Ratarata
I
II
Inpari 30 Ciherang Sub-1
25,5
22,7
26,3 24,83 13,50 14,40 13,82 13,90 11,69 12,94 11,84 12,16
Inpari 32 HDB
24,6
26,0
22,8 24,47 14,32 14,03 14,74 14,36 12,55 12,07 13,23 12,62
Inpari 33
21,0
21,9
23,0 21,97 12,32 12,96 12,89 12,39 11,32 11,77 11,54 11,54
Inpari 43 Agritan GSR
21,7
22,1
23,0
22,3 15,12 14,22 13,31 14,22 13,77 12,88 12,33 12,96
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
44
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa pendapatan bersih usahatani padi teknologi Jajar Legowo Super mencapai Rp 42.487.222/ha dan nilai B/C ratio 2,66 lebih tinggi dibanding cara petani dengan B/C ratio 1,48. Penerapan Teknologi Jajar Legowo Super secara utuh oleh petani mampu memberikan hasil minimal 10 ton GKG/ha per musim, sementara hasil padi yang diusahakan dengan sistem jajar legowo hanya 6 ton GKG/ha. Dengan demikian terdapat penambahan produktivitas padi sebesar 4 ton GKG/ha per musim. Luas lahan sawah irigasi di Indonesia dewasa ini sekitar 4,8 juta ha. Bila diasumsikan teknologi Jajar Legowo Super diimplementasikan secara utuh pada 20% lahan sawah irigasi, maka akan diperoleh tambahan produksi padi sekitar 3,8 juta ton GKG per musim atau 7,6 juta ton GKG per tahun. Oleh karena itu teknologi Jajar Legowo Super dapat menjadi pendongkrak produksi padi nasional. 2. Teknologi Pengelolaan Hara Fosfor Lahan Sawah Irigasi Fosfor (P) merupakan unsur penting penyusun adenosin triphosphate (ATP) yang secara langsung berperan dalam proses penyimpanan dan transfer energi maupun kegiatan yang terkait dalam proses metabolisme tanaman. Hara P sangat diperlukan tanaman padi, terutama pada awal pertumbuhan, berfungsi memacu pembentukan akar dan penambahan jumlah anakan, serta mempercepat pembungaan dan pemasakan gabah Gambar 22. Gejala kekurangan hara P ditandai terhambatnya pertumbuhan vegetatif tanaman, daun terlihat menyempit, kecil, sangat kaku, dan berwama hijau gelap. Batang kurus dan sering timbul warna keunguan, sehingga tanaman menjadi kerdil. Kahat P dapat meningkatkan jumlah gabah hampa, menurunkan bobot dan kualitas gabah, serta menghambat pemasakan. Keadaan kahat P yang parah, tanaman padi tidak dapat berbunga, menurunkan tanggap tanaman terhadap pemupukan N. Selain itu, kahat P seringkali berasosiasi dengan meningkatnya kadar Fe hingga meracuni tanaman dan kekurangan Zn, terutama pada tanah ber-pH rendah. Tanaman hanya mampu menyerap 10-15% dari pupuk P yang ditambahkan, pemberian pupuk ini dalam takaran tinggi setiap musim tanam akan menyebabkan terjadinya timbunan hara P yang sebagian dapat dimanfaatkan oleh tanaman musim berikutnya. Hasil penelitian pemupukan jangka panjang menunjukkan bahwa pemberian 25 kg P/ha/musim meningkatkan ketersediaan hara dari 26,9 mg menjadi 31,1 mg/kg P 205. Timbunan P sebesar ini dapat dimanfaatkan selama 4-7 kali musim tanam. Dengan demikian tanaman tidak selalu membutuhkan pupuk P setiap musim tanam, sebab dalam tanah sudah tersedia cukup P. Pengambilan P oleh tanaman dari dalam tanah termasuk rendah hanya 2,6 kg untuk setiap ton hasil padi. Jika
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
45
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
hasil padi 7 t/ha, maka P yang diambil tanaman 18,2 kg/ha setara dengan 41,7 kg P205/musim atau 116 kg SP36/musim. Jumlah ini minimal sama dengan jumlah P yang harus ditambahkan melalui pemberian pupuk agar produktivitas tanah tidak menurun.
Gambar 22. Gejala kekurangan hara P pada tanaman padi (a) pertumbuhan terhambat, (b) batang kurus, (c) dan (d) daun menyempit.
Pengelolaan hara P memerlukan strategi jangka panjang, karena sifat P yang tidak mobil, sehingga P tidak mudah tersedia bagi tanaman dan tidak mudah hilang dari tanah. Pengelolaannya perlu mempertimbangkan beberapa hal yaitu 1) Perubahan ketersediaan hara P alami di tanah. Hal ini terkait dengan penentuan takaran pupuk P yang perlu ditambahkan untuk mencapai keseimbangan hara dalam tanah, 2) Pengaruh penimbunan hara P di tanah sebagai akibat dari pemberian pupuk P secara intensif dan terus-menerus, dan 3) Pemeliharaan tingkat kesuburan dan status hara P tanah pada level optimal, sehingga mampu mencukupi kebutuhan dan tidak menimbulkan kahat hara lain seperti Zn dan N pada tanaman padi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
46
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Sebagian besar P dalam tanah maupun P yang ditambahkan sering tidak tersedia bagi tanaman, sekalipun keadaan tanahnya sangat baik. Metode yang sering digunakan menduga besarnya potensi cadangan hara dalam tanah antara lain melalui: (1) analisis kimia tanah di laboratorium, (2) hasil uji perangkat sederhana Uji Tanah Sawah (Soil Test Kit), dan (3) penilaian tanggapan tanaman terhadap pupuk berdasarkan metode petak omisi. Atas dasar hasil-hasil uji tersebut, potensi penyediaan hara dan jumlah pupuk P yang perlu ditambahkan dapat diperkirakan. Ekstraksi tanah menggunakan larutan HCI 25% merupakan cara yang paling tepat untuk menetapkan status hara P tanah. Tiga kategori batas kritis yang dapat digunakan sebagai acuan pengelompokan hasil uji tanah yang menggambarkan besarnya cadangan P tanah dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Status hara P tanah sawah intensifikasi (terekstrak HCl 25%) dan anjuran pemupukan P. Kadar P tanah (mg P2O5)
Kriteria akumulasi P
Luas sawah (juta ha)
Takaran Anjuran (Kg TSP/ha)
< 20
Rendah
0,54
100 – 125
20 – 40
Sedang
1,66
75
Setiap 2 musim
Tinggi
1,45
50
Setiap 4 musim
>40
Interval pemupukan TSP Setiap musim
Dalam implementasinya, telah tersedia peta status hara berdasarkan hasil uji tanah menggunakan ekstrak HCI 25%, skala 1:250.000, berarti setiap sampel tanah yang diambil untuk keperluan penetapan status P mewakili wilayah seluas 625 ha, atau setara dengan satu WKPP (Gambar 23).
Gambar 23. Contoh peta status P propinsi Jawa Tengah
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
47
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Gambar 24.Penetapan kebutuhan P dengan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) adalah alat bantu analisis kimia yang cepat, mudah, relatif akurat dan sederhana. Penggunaan alat ini lebih diarahkan untuk penetapan kandungan P dan K tanah. Penetapan kebutuhan P dengan menggunakan PUTS melalui beberapa tahapan (Gambar 24). Penetapan cadangan hara tanah dan kebutuhan hara tanaman padi dapat ditetapkan berdasarkan penilaian respon tanaman terhadap pemupukan (metode petak omisi). Hasil panen pada petak omisi digunakan sebagai penduga besarnya cadangan hara di tanah sawah tanpa melakukan analisis tanah. Rekomendasi pemupukan berdasarkan metode ini mengikut prinsip hara yang diberikan untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman dengan pasokan hara alami di tanah. 3. Teknologi Penambahan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati pada Padi Gogo Upaya peningkatan produksi padi dilakukan di lahan suboptimal yang tersedia cukup luas. Lahan kering yang sesuai untuk lahan pertanian mencapai sekitar 76,22 juta ha (52%) dari total luas 148 juta ha. Kendala pengembangan lahan kering karena kandungan bahan organik tergolong rendah. Salah satu cara memperbaiki hara tanah dengan menggunakan dosis pupuk yang tepat serta penambahan pupuk hayati dan pupuk organik. Pupuk organik merupakan pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sedangkan pupuk hayati merupakan suatu pupuk yang tersusun dari bahan-bahan yang mengandung mikroorganisme bermanfaat untuk
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
48
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil tanaman, melalui aktivitas biologi akhirnya dapat berinteraksi dengan sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Dosis pupuk anorganik yang digunakan pada pengujian ini yaitu dosis pupuk berdasar Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) dan dosis pupuk berdasar petani Cikeusal Banten sedangkan dosis pupuk organik yang digunakan masingmasing sama yaitu 2 ton/ha. Berdasar PUTK dosis urea yang digunakan 200 kg/ha sedangkan untuk dosis berdasar petani, urea yang digunakan sebanyak 250 kg/ha, lebih tinggi 50 kg/ha. Untuk dosis pupuk P dan K berdasar PUTK dan petani sama jumlahnya secara berurut yaitu P 50 kg/ha dan K 100 kg/ha. Dosis pupuk anorganik yang digunakan dibagi menjadi dua, yaitu 100% dosis PUTK dan Petani serta 75% PUTK dan Petani. Penggunaan pupuk anorganik dosis 75% terdapat kombinasi dengan penambahan pupuk organik dan pupuk hayati. Pupuk Agrimeth yang digunakan merupakan pupuk hayati mengandung bakteri penambat nitrogen simbiotik, nonsimbiotik, bakteri pelarut P, dan bakteri penghasil fitohormon. Pupuk agrimeth menghasilkan fitohormon Asam Indola Asetat (AIA), Giberellin dan Trans-Zeatin yang dapat meningkatkan jumlah akar rambut tanaman Graminae, memacu pertumbuhan, pembungaan, pemasakan buah, serta meningkatkan produksi padi di lahan masam dan nonmasam. Aplikasi pupuk organik dilakukan setelah pengolahan tanah pertama. Pupuk hayati yang diperkaya mikrob diaplikasikan bersamaan dengan aplikasi pupuk anorganik. Pupuk anorganik diberikan tiga kali, 1/3 dosis N diberikan sebagai pupuk dasar (0-14 HST) bersama seluruh pupuk P dan 1/2 dosis pupuk K; 1/3 dosis N diberikan sebagai pupuk susulan pada saat anakan produktif (28 – 35 HST) dan 1/3 dosis N bersama 1/2 dosis K sisanya diberikan saat primordia bunga, sedangkan pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah. Pertumbuhan tanaman dengan kombinasi pupuk anorganik, organik, dan hayati pada 30 HSTb hingga menjelang panen menunjukkan keragaan tanaman lebih baik dibandingkan hanya menggunakan pupuk anorganik atau hanya pupuk organik dan pupuk hayati saja. Dengan dosis pupuk anorganik lebih rendah dan penambahan pupuk organik dan pupuk hayati menunjukkan tinggi tanaman dan banyaknya jumlah anakan yang lebih baik. Penambahan pupuk organik dan hayati mampu meningkatkan parameter pertumbuhan dan produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan isolat bakteri pada pupuk hayati dan bahan organik secara nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman. Nitrogen yang terdapat di dalam pupuk organik tersedia secara perlahan bagi tanaman
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
49
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Gambar 25. Pertanaman Padi Gogo dengan Pupuk Organik dan Hayati.
karena sifat bahan organik merupakan slow released fertilizer. Unsur N berperan penting pada fase pertumbuhan vegetatif tanaman. Ketersediaan unsur N yang cukup memberikan pertumbuhan vegetatif tanaman lebih baik (Gambar 25). Hasil padi gogo tidak berbeda nyata pada aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati. Dosis pupuk anorganik berdasar PUTK ditambah pupuk organik dan pupuk hayati memberikan hasil gabah 5,38 t/ha sedikit lebih tinggi daripada hanya menggunakan dosis pupuk berdasar PUTK tanpa tambahan pupuk organik dan pupuk hayati 5,14 t/ha. Sama halnya dengan penggunaan dosis pupuk berdasar petani setempat dengan adanya tambahan pupuk organik dan pupuk hayati hasilnya 5,05 t/ha. Penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati saja menunjukkan hasil 4,99 t/ha lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yang tidak mendapat aplikasi pupuk 4,42 t/ha. Berdasarkan hasil tersebut, penggunaan atau penambahan pupuk organik dan pupuk hayati pada pertanaman padi gogo dapat menambah hasil gabah sehingga dapat dianjurkan ke petani. 4. Pengendalian Hama Uret dengan Teknik Seed Treatment atau lundi adalah fase larva kumbang Scarabaeidae atau Cerambycidae dengan ciri larva berukuran besar, gemuk, putih, badan tembus cahaya, kepala warna coklat dan taring besar. Kaki berwarna coklat terdapat pada rongga dada dan larva membentuk huruf C (Gambar 26). Hama ini menyerang padi gogo, jagung, ubikayu, tebu, dan tanaman lain. Larva memiliki 3 instar, namun perkembangannya sangat lambat, untuk mencapai fase pupa 5 bulan. Kumbang dewasa mulai terbang sore hari dan puncak penerbangan pukul 21.00. Kumbang betina dewasa menghasilkan feromon seks untuk menarik Uret
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
50
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
kumbang jantan untuk kawin. Setelah kumbang jantan menemukan betina, perkawinan berlangsung sampai dua minggu. Setelah kawin, kumbang betina menggali lubang di tanah dan meletakan hanya satu telur per lubang. Untuk meletakkan telur, kumbang betina mencari kondisi kelembaban tanah yang kondusif untuk pematangan telur. Kumbang betina meletakan 3-5 telur per malam. Telur menetas 7-10 hari, bergantung suhu dan kelembaban tanah.
Gambar 26. Ciri morfologi uret atau lundi
Gambar 27.Gejala serangan uret pada tanaman padi gogo fase vegetatif. Uret atau lundi yang hidup di dalam tanah memakan akar tanaman muda, sehingga tanaman menjadi layu dan mati (Gambar 27). Pada daerah yang endemik intensitas serangan lundi dapat mencapai 50%. Pengendalian hama uret telah dilakukan melalui berbagai cara seperti kultur teknis (tanam serempak, rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang, sanitasi lahan, pengolahan lahan yang dalam), pengendalian biologis dengan jamur Metarhizium anisopliae, pengendalian secara mekanik (mengumpulkan uret pada saat pengolahan tanah, menangkap imago dengan memasang lampu perangkap), dan pengendalian secara kimia dengan aplikasi karbofuran 20 kg/ha secara tugal pada saat tanam.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
51
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Pengendalian secara kimia, selain dengan aplikasi karbofuran 20 kg/ha, saat ini telah diperoleh teknik pengendalian yang efektif yang mampu menekan serangan hama uret atau lundi pada pertanaman padi gogo dengan teknik seed treatment. Berdasarkan hasil penelitian di Subang menunjukkan bahwa seed treatment dengan insektisida fipronil dosis 25 ml/kg benih paling efektif dalam menekan serangan hama uret atau lundi di pertanaman padi gogo. Penampilan pertanaman padi gogo yang mendapat perlakuan seed treatment terlihat lebih bagus dibandingkan dengan kontrol yang tanpa perlakuan seed treatment. 5. Potensi Penggunaan Beras Merah dalam Produk Pangan Basah Tepung beras yang tersedia di pasar biasanya adalah tepung beras atau ketan putih. Tepung beras ketan merah atau hitam pada umumnya merupakan produk industri rumah tangga yang ketersediaanya dipasar masih terbatas. Tepung beras merah belum tersedia di pasaran dan ini merupakan peluang untuk meningkatkan nilai tambah beras merah. Substitusi tepung beras putih atau tepung terigu dengan tepung beras merah dipandang sebagai cara yang tepat untuk memperluas penggunaan beras merah dalam pembuatan berbagai produk pangan tradisional maupun pangan modern. Varietas unggul padi yang telah dilepas beberapa di antaranya padi merah seperti Aek Sibundong, Inpari 24 Gabusan, Inpara 7, dan Inpago 7. Berbeda dengan beras putih seperti Ciherang, beras merah biasanya dipasarkan berupa beras pecah kulit atau beras sosoh untuk mempertahankan pigmen merahnya yang berada di lapisan kulit ari. Mutu dan sifat tepung beras bergantung pada mutu bahan bakunya. Secara umum proses penggilingan padi terutama lama penyosohan mempengaruhi komposisi proksimat. Semakin lama penyosohan suhu awal gelatinisasi cenderung turun, sedangkan pengaruhnya terhadap viskositas saat granula pati pecah dan viskositas balik berbeda (Tabel 12). Kadar total fenolik (TPC) tepung beras merah disajikan pada Tabel 13. Total fenolik mencakup semua senyawa yang mempunyai gugus fenolik mencakup asam-asam fenolik, flavonoids, dan antosianin dan proantosianidin. Kadar total fenolik menunjukkan dengan jelas bahwa lama penyosohan menurunkan kadar total fenolik dalam keempat jenis butir beras merah. Disamping beras merah ternyata beras putih Ciherang dan tepung beras Rose brand mengandung total fenolik meskipun nilainya relatif lebih rendah dibandingkan dengan beras merah.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
52
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Tabel 12. Pengaruh lama penyosohan terhadap sifat amilografi beras. Varietas padi
Aek Sibundong Beras pecah kulit Sosoh 30 detik Sosoh 60 detik Inpari 24 Beras pecah kulit Sosoh 30 detik Sosoh 60 detik Inpara 7 Beras pecah kulit Sosoh 30 detik Sosoh 60 detik Inpago 7 Beras pecah kulit Sosoh 30 detik Sosoh 60 detik Ciherang Beras pecah kulit Sosoh 30 detik Sosoh 60 detik
Awal Gelatinisasi Waktu Suhu o (menit) ( C)
Granular pati pecah Waktu Suhu o (menit) ( C)
Viscositas Viscositas (cP)
50 C (cP)
o
Balik (cP)
16,3 18,3 16,7
85,5 89,5 84,2
19,3 20,3 20,7
93,5 93,6 93,7
1.145,0 1.096,7 1.766,7
1.653,3 1.826,7 2.478,3
508,3 730,0 711,7
18,7 17,7 18,0
89,0 83,7 85,1
21,7 22,3 22,0
93,7 93,6 93,6
2.285,0 3.391,7 3.201,7
3.528,3 4.525,0 4.403,3
1.243,3 1.133,3 1.201,7
19,3 20,3 19,0
90,1 90,0 85,6
22,0 22,7 23,3
93,8 93,6 93,7
1.880,0 1.780,0 2.543,3
4.235,0 3.426,7 4.330,0
2.355,0 1.646,7 1.786,7
17,0 18,7 16,3
84,7 87,8 80,5
20,3 21,0 21,0
93,2 93,0 93,1
2.270,0 1.631,7 2.525,0
4.111,7 3.180,0 3.788,3
1.841,7 1.548,3 1.263,3
20,0 19,3 20,0
91,3 91,6 91,6
23,0 22,0 22,3
94,0 93,9 93,8
1.910,0 2.026,7 1.731,7
4.373,3 3.703,3 4.621,7
2.463,3 2.676,7 2.890,0
Produk pangan basah yang dibuat adalah kue Nagasari, Apem dan Talam, yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi ketahanan senyawa-senyawa fenolik dan antosianin di dalam sampel beras/tepung merah selama pengolahan/ pemasakan. Pembuatan kue Nagasari dan Talam melibatkan proses pengukusan, sedangkan pembuatan kue Apem melibatkan proses pemanggangan. Pembuatan kue Nagasari (tanpa pisang) menggunakan 250 g tepung beras merah, 1 sdm tapioka, 100 g gula pasir, 500 ml air santan, gula, garam. Air santan, separuh dicampur dengan tepung beras+ tapioka+garam+gula, separuh lagi direbus kemudian adonan santan dan tepung dimasukkan (api dikecilkan). Adonan diaduk sampai kalis lalu diangkat dan diambil sedikit/ sesendok makan dan dibungkus daun pisan lalu dikukus sampai matang (1 jam). Kue Apem (panggang) menggunakan 125 g tepung beras merah, 125 g terigu, 175 g gula pasir, 4 butir telur, 250 ml santan kental dan 5 g fermipan (natrium bisulfat). Santan direbus hingga mendidih, kemudian didinginkan. Telur dan gula pasir dikocok hingga mengembang, fermipan, tepung beras, terigu dan santan ditambahkan. Adonan diaduk hingga rata dan kalis, kemudian dibiarkan 1 jam.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
53
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Cetakan apem dipanaskan, lalu adonan dituangkan secukupnya sampai matang. Pembuatan kue Talam (asin) menggunakan 200 g tepung beras merah, 2 sdm tapioka, garam dan 700 ml air santan. Semua bahan dicampur menjadi satu dengan santan, lalu dikukus sampai matang. Pengaruh pengolahan terhadap kandungan fenolik, kadar antosianin (TAC) dan total fenolik (TPC) dalam kue Nagasari, Apem dan Talam. Nilai TPC tepung beras merah 148-211 mg/100g, menurun menjadi seperempatnya akibat proses pembuatan kue Nagasari (33-55 mg/100g), pembuatan kue Talam (30-45 mg/100mg). Proses pembuatan kue Apem yang melibatkan pemanggangan (suhu tinggi waktu singkat) menurunkan TPC pada Aek Sibundong, Inpago 7, Inpara 7, dan Inpari 24 menjadi 124, 85, 73 dan 52 mg/100g (Tabel 13). Tabel 13. Kadar total senyawa fenolik tepung beras merah yang disosoh 30 detik dan produk pangan basah Varietas padi
Tepung beras (mg/100 g)
Nagasari (mg/100 g)
Apem (mg/100 g)
Talam (mg/100 g)
Aek Sibundong
211,4
48,1
123,6
44,9
Inpari 24
148,7
47,4
51,6
44,9
Inpara 7
201,8
33,3
72,6
41,8
Inpago 7
190,8
50,3
84,7
29,8
6. Pengendalian Terpadu Bio-Intensif Penyakit Tungro Hasil pengamatan pada petak pengendalian terpadu bio-intensif dan petak pengendalian konvensional ditemukan populasi wereng hijau. Penggunaan andrometa (campuran cendawan entomopatogen Metharizium anisopliae dan ekstrak sambiloto) memiliki populasi wereng hijau (11.30 ekor, 62.00 ekor, 28.00 ekor, dan 26.00 ekor) tidak berbeda nyata jika dibandingkan populasi wereng hijau di petak pengendalian konvensional sesuai kebiasaan petani menggunakan pestisida (4 ekor, 56,30 ekor, 34 ekor, dan 22,33 ekor). Kepadatan populasi wereng hijau cenderung lebih tinggi pada varietas TN1 daripada kedua varietas lainnya baik di petak pengendalian bio-intensif maupun di petak konvensional. Semua varietas memperlihatkan perkembangan populasi wereng hijau sejak 2 MST, nimfa mencapai puncak kepadatan populasinya pada 4 MST, kemudian berangsur-angsur 6 MST dan 8 MST. Sementara wereng hijau dewasa mencapai puncak populasinya pada 6 MST dan menurun pada 8 MST.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
54
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Musuh alami yang ditemukan pada semua varietas di petak pengendalian terpadu bio-intensif dan petak konvensional adalah 12 spesies predator antara yaitu Synharmonia octomaculata, Ophionea nigrofasciata, Paederus fuscipes,
Conocephalus longipennis, Agriocnemis spp., Araneus inustus, Lycosa pseudoannulata, Oxyopes javanus, Phiddupas sp., Tetragnatha maxillosa, Anaxipha longipennis, dan Solepnopsis geminate namun tidak ditemukan pada setiap minggu pengamatan. Berdasarkan jumlah individu yang ditemukan pada setiap minggu pengamatan, terlihat adanya variasi fluktuasi kepadatan populasi masing-masing predator. Synharmonia octomaculata, Araneus inustus, dan Tetragnatha maxillosa mendominasi pada semua varietas di petak pengendalian bio-intensif dan konvensional. Secara umum, fluktuasi kepadatan populasi predator mengikuti pola fluktuasi kepadatan populasi wereng hijau. Insiden tungro relatif rendah hanya pada 2 MST dan 6 MST (0,67 – 3,33), sedangkan pada 8 MST tidak ditemukan gejala tungro. Insiden tungro yang terjadi merupakan bawaan dari wereng hijau yang ditemukan di pertanaman pada awal vegetatif (2 MST dan 4 MST) dengan kepadatan populasi tinggi. Pada 6 MST dan 8 MST terjadi puncak infeksi tungro karena sudah tersedia sumber inokulum dan populasi wereng hijau di pertanaman sehingga serangan tungro tinggi. Terjadi peningkatan insidensi tungro menunjukkan adanya penularan sekunder oleh wereng hijau dari tanaman terinfeksi sebelumnya. Aplikasi andrometa tidak berpengaruh secara langsung terhadap keberadaan jenis dan kepadatan populasi predator. Demikian juga terhadap pola fluktuasi kepadatan populasi wereng hijau mengikuti pola yang terjadi di wilayah lokasi percobaan. Tidak ditemukan wereng hijau yang mati akibat terparasit jamur M.anisopliae. Perlakuan andrometa berpengaruh terhadap penghambatan infeksi virus tungro. Pemangkasan gulma di pematang pada 2 dan 4 MST mempengaruhi eliminasi sumber inokulum sekunder dan meningkatkan proses predasi terhadap wereng hijau pada saat fase kritis infeksi tungro sehingga insiden tungro relatif rendah. Hasil pada petak pengendalian terpadu bio-intensif penyakit tungro pada semua varietas (4,83 – 6,23 t/ha) tidak berbeda nyata dengan yang dipetak pengendalian konvensional (5,43 – 7,63 t/ha). Aplikasi andrometa tidak berpengaruh terhadap hasil, karena hasil pada petak pengendalian terpadu biointensif dan pengendalian konvensional, tidak berbeda nyata (Gambar 28).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
55
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Gambar 28. Perkembangan insidensi tungro pada 2, 4, 6 MST petak perlakuan
Gambar 29. Pertanaman padi dengan aplikasi andrometa di KP Lolittungro 7. Pengelolaan Pestisida dalam Pengendalian Tungro Kepadatan populasi wereng hijau dan insidensi tungro selama musim tanam dimonitoring. Kepadatan populasi wereng hijau dan insidensi tungro diamati pada tahapan budi daya mulai dari persiapan tanam (singgang/ratun, persemaian dan olah lahan), masa kritis dan pasca kritis penularan tungro (2, 4, 6, 8 MST), demikian pula keadaan di pertanaman sekitar petak percobaan. Hasil sementara monitoring terhadap wereng hijau dan insidensi tungro menunjukkan kepadatan populasi wereng hijau relatif tinggi pada singgang dan kondisi lahan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
56
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
masih belum diolah (10 ekor dalam 10 ayunan ganda jaring serangga), kemudian pada masa persemaian dan 2 MST justru kepadatan populasi wereng hijau rendah. Hal ini menunjukkan bahwa wereng hijau belum membentuk generasi populasi, dan sifatnya hanya berpindah-pindah. Insidensi tungro muncul pada 2 MST, meskipun dengan persentase rendah (0,08%). Hal ini mengindikasikan bahwa penularan tungro telah terjadi pada saat dipersemaian. Insidensi tungro dipengaruhi oleh tingkat kepadatan populasi vektor wereng hijau. Rendahnya tingkat populasi wereng hijau di persemaian, namun telah mendapatkan atau mengandung sumber virus tungro (viruliferous vector) mampu menularkan virus tungro pada tanaman sehat menyebabkan insidensi tungro yang muncul pada 2 MST meskipun dengan persentase rendah pula.
Gambar 30. Penelitian "Pengelolaan Pestisida dalam Pengendalian Tungro" : a. cabut bibit; b. plotting; c. persiapan label ; d. lahan sebelum ditanami; e. lahan telah ditanami. Perlakuan pengendalian wereng hijau pada masa kritis penularan (persemaian) mempengaruhi kepadatan populasi dan insidensi tungro. Beberapa perlakuan teknik aplikasi pestisida di persemaian cenderung mempengaruhi keberadaan populasi wereng hijau pada 2 MST. Perlakuan aplikasi tiometoxam (C dan E) tidak didapatkan individu wereng hijau, namun dibandingkan pada perlakuan aplikasi karbofuran (A, B, D, F) keberadaan populasi wereng hijau bervariasi di setiap petak perlakuan, meskipun rata-rata kepadatan populasi rendah secara keseluruhan (1 ekor per petak). Demikian juga pada perlakuan sambiloto (G), dan tanpa aplikasi pestisida (H) masih terdapat keberadaan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
57
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
wereng hijau (Tabel 14.). Perlakuan aplikasi pestisida di persemaian secara tidak langsung menunjukkan dampak terhadap penularan tungro. Aplikasi petisida baik sintetis maupun nabati di persemaian cenderung menekan persentase kejadian tungro. Petak tanpa aplikasi (H) pada 2 MST menunjukkan rumpun yang gejala tungro lebih tinggi (0,008%) dibandingkan dengan petak dengan aplikasi pestisida (A, B, C, D, E, F, G). Munculnya gejala tungro pada 2 MST akan mendorong perkembangan insidensi tungro pada minggu-minggu berikutnya. Tabel 14. Rata-rata kepadatan populasi wereng hijau dan insidensi tungro pada beberapa perlakuan teknik aplikasi pestisida pada 2 MST. Parameter Wereng hijau (ekor) % tungro
Perlakuan teknik aplikasi pestisida A
B
C
D
E
F
G
H
0
0,67
0
0,33
0
0
0,67
0,33
0,005
0
0
0,005
0,005
0,000
0,006
0,008
8. Metode Penentuan Pemupukan P Pada Jagung Ketersediaan Hara Tanah dan Potensi Hasil Tanaman.
Berdasarkan
Menentukan rekomendasi pemupukan N,P, dan K secara cepat dengan menggunakan analisis tanah PUTK, meskipun rekomedasi pemupukannya masih sangat umum dan tidak didasari atas target hasil. Untuk menentukan rekomendasi pemupukan N pada tanaman jagung hibrida seperti pada Tabel 15. Setiap kenaikan target hasil sebesar 1 t/ha dari target hasil minimal 6 t/ha diperlukan tambahan pupuk N 25 kg/ha. Standar pemupukan untuk hasil minimal 6 t/ha adalah 60 kg N/ha pada kandungan C-organik tanah yang tergolong rendah, 33 kg N/ha pada kandungan C-organik tanah tergolong sedang, dan 5 kg N/ha pada kandungan C-organik tanah tergolong tinggi. Untuk menentukan rekomendasi pemupukan P seperti pada Tabel 16, dengan target hasil 6 t/ha dengan ketersediaan hara P rendah adalah 40 kg P2O5/ha, kadar hara P sedang diperlukan 31 kg P2O5/ha, sedangkan pada kadar P tinggi tidak diperlukan P sampai pada target hasil 8 t/ha, takaran P dibutuhkan pada kadar P tinggi jika target hasil 9 t/ha dengan takaran 5 kg P 2O5/ha. Setiap kenaikan hasil 1 t/ha diperlukan tambahan rata-rata 10 kg P2O5/ha untuk P
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
58
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
rendah, dan 5 kg P2O5/ha untuk P sedang dan tinggi (Tabel 16). Rekomedasi pemupukan K akan dilakukan penelitian pada tahun 2017. Tabel 15. Rekomendasi pupuk N pada tanaman jagung berdasarkan target hasil dan kandungan bahan organik tanah Target hasil (t/ha)
Kandungan C- organik (%) Rendah (< 1,5)
Sedang (1,5 – 3)
Tinggi (> 3)
Takaran pupuk N (kg/ha) 6
85
58
30
7
110
83
55
8
135
108
80
9
160
133
105
10
185
158
130
11
210
183
155
12
235
208
180
13
260
233
205
Tabel 16. Rekomendasi pupuk P pada tanaman jagung berdasarkan target hasil dan kandungan P tanah Kandungan P
Target hasil (t/ha)
Rendah
6
40
31
0
7
50
36
0
8
60
41
0
9
70
46
5
10
80
51
10
11
90
56
15
12
100
61
20
13
100
66
25
Sedang
Tinggi
Takaran pupuk P2O5 (kg/ha)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
59
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
9. Pemupukan Jagung Spesifik Lokasi Pada Lahan Kering Di Kabupaten Bantaeng Untuk memperoleh hasil jagung yang tinggi di Kabupaten Bantaeng diperlukan pemupukan N, P, dan K. Takaran pupuk yang digunakan berbeda untuk masing-masing kondisi tanah karena memiliki karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda. Berdasarkan analisis tanah menggunakan PUTK, sifat fisik dan kimia tanah beragam antar-lokasi. Peluang hasil jagung di Kabupaten Bantaeng 9 - 11 t/ha, di lahan kering 9 t/ha dan di lahan sawah 10 - 11 t/ha. Tingginya peluang hasil lahan sawah di Kecamatan Bissapu dan Gantarangkeke (11 t/ha) karena ketersediaan air yang cukup dan pengelolaan tanaman baik. Berdasarkan hasil sifat fisik dan kimia tanah dan dengan hasil jagung yang dapat diperoleh 9 - 11 t/ha, maka rekomendasi pemupukan pada tanaman jagung adalah 170 – 190 kg N/ha, 66 – 73 kg P2O5/ha, dan 33 – 55 kg K2O/ha. Umumnya pupuk yang tesedia pada tingkat petani di Kabupaten Bantaeng urea, ZA, dan pupuk majemuk (Phonska dan NPK-pelangi). Petani umumnya memupuk S menggunakan ZA, sementara sifat kimia tanah kekurangan P dan K, maka jenis pupuk yang tepat direkomendasikan digunakan di Kabupaten Bantaeng urea dan Phonska. Pupuk Phonska mengandung 15 N,15 P2O5,15 K2O, dan 10 S. Adanya kandungan S pada Phonska, maka tidak diperlukan pupuk ZA. Rekomendasi pupuk P dan K setiap lokasi menggunakan Phonska diperhitungkan berdasarkan takaran K2O yang dibutuhkan setiap lokasi (Tabel 17). Hal ini berarti sebagian N diperoleh dari pupuk majemuk, sisa N ditambahkan melalui pupuk Urea, sedangkan kekurangan P tidak diperhitungkan mengingat SP36 tidak tersedia di kios tani atau pedagang pupuk terdekat di lokasi. Jika berdasarkan kandungan P2O5 pada Phonska, maka akan kelebihan pemupukan K. Berdasarkan perhitungan ini, maka takaran pupuk yang digunakan di Bantaeng adalah 293 337 kg urea dan 220 + 367 kg pupuk majemuk Phonska per hektar. Aplikasi pupuk dilakukan 2 kali, yaitu untuk N masing-masing separuh takaran pada pemupukan umur 10-15 HST dan sisanya ada umur 40-45HST, sedangkan P2O dan K2O(Phonska) semuanya diberikan pada umur 40-45 HST. Analisis usahatani berdasarkan rekomendasi pemupukan hasil program NE mempunyai rata-rata pengeluaran biaya saprodi Rp. 2.432.000, biaya tenaga kerja Rp. 4.721.000, dan rata-rata pendapatan kotor Rp. 25.714.000 dengan tingkat keuntungan Rp. 18.561.000 dan R/C rasio 3,59). Meskipun rekomendasi pemupukan biaya usahatani lebih tinggi dibanding pemupukan eksisting, tetapi peluang hasil tinggi (9–10 t/ha) juga mempunyai pendapatan kotor, keuntungan, dan R/C ratio lebih tinggi dibanding pemupukan yang eksisting di tingkat petani.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
60
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Berdasarkan marginal rate return (MRR) >100% (CIMMYT 1988). Nilai MRR rekomendasi pemupukan di semua lokasi >100, ini menunjukkan bahwa semua takaran pemupukan layak pada setiap lokasi. Nilai MRR 614%. Karena itu untuk memperoleh hasil dan keuntungan yang lebih tinggi, petani jagung dapat menerapkan teknologi yang direkomendasikan. Tabel 17. Rekomendasi jenis, dosis, dan waktu pemberian pupuk pada tanaman jagung di Kabupaten Bantaeng Rekomendasi dosis dan waktu pemberian pupuk Kecamatan
≤ 10 HST (kg /ha)
40 – 45HST (kg/ha)
Urea
Pupuk majemuk*
Urea
Bissapu
87
367
207
Uluere
96
340
207
Sinoa
96
340
207
Bantaeng
113
220
185
Eremerasa
109
367
228
Pa‘jukukang
96
340
207
Gantarangkeke
109
367
228
Rata-rata
101
334
210
keterangan : *= Pupuk majemuk yang banyak beredar ditingkat petani adalah Phonska dengan kandungan 15:15:15:10 (N,P2O5, K2O, dan S) 10. Pemanfaatan Dekomposer Yang Efektif Untuk Pembuatan Pupuk Organik Pemanfaatan lahan secara intensif dengan penanaman secara berkelanjutan dapat memperburuk kesuburan dan tekstur tanah. Penambahan bahan organik, selain berfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman dalam jangka panjang, juga berfungsi memperbaiki tekstur tanah. Pemanfaatan limbah tanaman jagung sebagai mulsa, selain bermanfaat langsung, dalam jangka panjang berfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman insitu, meski masih memerlukan proses perombakan limbah tersebut cukup lama. Oleh karena itu, diperlukan mikroorganisme dekomposer yang dapat merombak limbah batang tanaman jagung secara cepat, sehingga limbah tanaman dapat diproses insitu dan tidak perlu lagi mengangkut limbah keluar lahan. Dengan demikian usahatani jagung dapat berkelanjutan dan efisien.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
61
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Untuk mempercepat pengomposan jagung, ditemukan bakteri dan cendawan untuk dijadikan dekomposer. Kombinasi bakteri isolate Bacillus cereus strain ATCC 14579 dikombinasikan dengan cendawan Aspergillus fumigatud dan bakteri Bravundimonas diminuta strain NBRC 12967 dapat membuat kompos yang lebih cepat dibanding menggunakan EM4 yang banyak beredar di tingkat petani. Untuk memperbanyak dekomposer tersebut dilakuan dengan menggunakan molases 11. Formulasi Kombinasi Biopestisida Dan Pestisida Nabati Dalam Pengendalian Hawar Upih (Rhizoctania Solani) Penyakit hawar daun (B. maydis) dan hawar upih daun (R. solani) ditemukan menginfeksi luas pada pertanaman jagung di Indonesia dan pada beberapa wilayah terdapat tingkat virulensi yang tinggi, dan kehilangan hasil yang disebabkan oleh penyakit tersebut dapat mencapai 50%. Pengendalian selama ini masih mengandalkan pada penggunaan pestisida kimiawi. Untuk penggunaan varietas tahan, dalam menekan keberadaan hawar daun dan hawar upih daun sangat terbatas. Karena itu, diperlukan kombinasi biopestisida dan nabati dalam menekan hawar daun dan hawar upih (B. maydis dan R. solani) di samping ramah lingkungan juga dapat menekan biaya produksi dalam pengelolaan tanaman jagung. Teknologi pengendalian serangan hawar daun B. maydis adalah kombinasi formula B. subtilis 1 kg/ha yang dikombinasikan dengan daun cengkeh 4 l/ha diaplikasikan pada 2 dan 4 minggu setelah tanam dapat menekan 13% serangan hawar daun. 12. Peta Sebaran Spesies Penyebab Penyakit Bulai Penyakit bulai adalah salah satu penyakit utama tanaman jagung. Dalam pengendalian terpadu penyakit bulai, memerlukan data base yang komprehensif, seperti pemetaan wilayah-wilayah endemik dan spesies penyebabnya. Perbedaan tingkat serangan dan spesiesnya menyebabkan strategi pengendaliannya juga berbeda. Sebanyak tiga spesies patogen penyakit bulai ditemukan di Indonesia, yaitu Peranosclerospora. maydis, P. philippinensis, dan P. sorghi. P.maydis ditemukan di Kalimantan Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, dan sebagian Sulawesi Selatan. P. philippinensis ditemukan di Sulawesi Utara, Gorontalo, dan sebagian besar Sulawesi Selatan. Sedangkan P. sorghi ditemukan di Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta dan Sulawesi Tenggara. spesies P. maydis dan P.phlipinensis umumnya ditemukan pada lahan-lahan dataran rendah, sedangkan P. sorghi umumnya ditemukan pada lahan-lahan dataran tinggi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
62
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Gambar 31. Peta penyebaran Peronosclerospora spp. di Indonesia
13. Budi Daya Gandum Yang Beradaptasi Pada Dataran Menengah Pengaturan populasi tanaman akan mempengaruhi lingkungan fisik secara langsung maupun tidak langsung melalui kompetisi tanaman dalam memanfaatkan air, cahaya, dan unsur hara dalam tanah. Populasi optimum perlu diperhatikan untuk memanfaatkan sumber daya alam daerah tropik dengan sinar surya melimpah. Untuk dapat memanfaatkannya secara optimal dalam proses fotosintesis adalah dengan memodifikasi populasi tanaman sehingga memberikan peluang tanaman gandum membentuk peranakan yang optimal. Begitupula pemberian boron dapat membantu tanaman gandum beradaptasi pada dataran menengah – rendah dengan menghasilkan produksi yang maksimal. Pemberian boron dapat membantu tanaman gandum beradaptasi pada dataran menengah – rendah dengan menghasilkan produksi yang maksimal. Pemberian boron 75 g H3BO3/ha dengan jarak larikan 20 cm dan jumlah benih 60 kg/ha memberikan hasil biji tertinggi pada tanaman gandum varietas Guri-2 di KP. Bontobili. Hasil tertinggi yang diperoleh sebesar 0,36 t/ha, telah memberikan indikasi bahwa gandum dapat tumbuh pada kondisi yang relatif panas pada ketinggian + 100 m dpl.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
63
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
14. Penentuan Populasi Optimum Untuk Budi Daya Sorgum Manis Tanaman sorgum merupakan tanaman alternatif yang populer sebagai bahan baku industri bioethanol. Penggunaan teknik budi daya yang tepat pada pertanaman sorgum dapat meningkatkan hasil batang dan biji sorgum. Pengaturan jarak tanam yang tepat akan meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dengan hasil panen yang optimal. Budi daya sorgum manis di lahan suboptimal dengan populasi 166.668 tanaman per hektar dengan jarak tanam 60 cm x 10 cm meningkatkan bobot panen batang. Populasi tinggi juga tidak menurunkan hasil panen biji. 15. Budi daya Kedelai di Lahan Pasang Surut di Bawah Kelapa Sawit Kendala yang dihadapi tanaman kedelai agar mampu tumbuh optimal di lahan tersebut adalah kejenuhan Al tanah tergolong tinggi (26-41%), ketersediaan hara K, Ca, Na, dan KTK efektifnya rendah. Agar tanaman kedelai mampu tumbuh dan memberikan hasil memadai, di lahan tersebut kejenuhan Al nya perlu diturunkan dengan pemberian dolomit hingga mencapai 20%, dipupuk urea 50 kg + 75 kg SP36 + 50 kg KCl + pupuk kandang 1,25 t/ha + Pupuk hayati Rhizobium Agrisoy 0,3 kg/ha + Mikorhiza Biovam 5 kg/ha. Paket teknologi ini mampu memberikan hasil 1,58-1,88 t/ha di Sidomulyo dan 1,35-1,78 t/ha di Kolamakmur, lebih tinggi daripada penerapan paket teknologi budi daya anjuran dolomit 1.000 kg/ha + Phonska 150 kg/ha + Urea 50 kg/ha + 100 kg SP36/ha+ pupuk kandang 1500 kg/ha, dan paket teknologi yang diterapkan petani. Tingkat kejenuhan Al tersebut dapat diturunkan hingga 30%, bila ditanam varietas toleran masam seperti Tanggamus. Hasil varietas Tanggamus, Anjasmoro, dan Burangrang pada tingkat kejenuhan Al 30% dengan input urea 50 kg + 75 kg SP36 + 50 kg KCl + pupuk kandang 1,25 t/ha + Pupuk hayati Agrisoy 0,3 kg/ha + Mikorhiza Biovam 5 kg/ha dapat meningkat (Tabel 18). Tabel 18. Jumlah polong dan hasil kedelai pada tiga macam teknik budi daya di Barito Kuala, Kalimantan Selatan 2016. Kejenuhan Al (%)
Hasil (t/ha) Anjasmoro
Panderman
Tanggamus
Kontrol (41)
0,13 e
0,11 e
0,19 e
20
1,48 c
0,95 d
1,74 a
30
1,68 abc
1,51 bc
1,69 ab
Nilai yang didampingi oleh huruf sama tidak berbeda menurut DMRT 5%
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
64
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
16. Integrasi Serbuk Biji Mimba Dan Nuclear Polyhedrosis Virus Untuk Pengendalian Hama Pada Tanaman Kedelai Di Lahan Pasang Surut.
Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (SlNPV) dan Serbuk biji mimba (SBM) adalah dua insektisida nabati yang diketahui efektif untuk mengendalikan beberapa hama penting pada tanaman kedelai. Serbuk biji mimba (SBM) adalah ramuan alami dengan bahan dasar biji tumbuhan mimba (Azadirachta indica). SBM dengan senyawa utama Azadiractin efektif menekan hama lalat kacang, Thrips, kutu cabuk (Aphis), dan kutu kebul B. tabaci, serta berbagai jenis hama polong kedelai. SBM mengandung senyawa metabolit sekunder di antaranya azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin yang memiliki pengaruh menghambat proses ganti kulit serangga, penurun nafsu makan (anti-feedant) yang mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun, penghalau (repellent) yang mengakibatkan serangga enggan mendekati dan berfungsi sebagi anti-virus, bakterisida, dan fungisida sehingga selain hama juga sangat bermanfaat untuk mengendalikan penyakit tanaman (Gambar 32).
Gambar 32. Hasil panen kedelai Argomulyo pada perlakuan tanpa pengendalian, biopestisida pemantauan, biopestisida mingguan, dan kimia pemantauan pada areal kelapa sawit muda di Desa Sidomulyo, Kec. Wanaraya, Kab. Barito Kuala, Kalimantan Selatan. MK 2016.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
65
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
17. Teknologi Pemupukan Dan Aplikasi Fitohormon Pada Ubikayu Di Lahan Pasang Surut Kalimantan Selatan Lahan pasang surut sangat potensial untuk pengembangan ubikayu namun ada beberapa kendala yaitu fisiko-kimia lahan berupa genangan air, kondisi fisik lahan, tingginya kemasaman tanah, adanya Al, Fe dan H2S, intrusi air garam dan rendahnya kesuburan tanah. Di Kalimantan Selatan, lahan pasang surut tipe C dan D banyak diusahakan usahatani ubikayu. Varietas unggul ubikayu Kristal yang memiliki tekstur lunak, keset, agak halus, sedikit punel (lekat) dan warna umbi putih, disukai konsumen di lahan pasang surut Kalimantan Selatan. Pupuk organik yang diperlukan antara 2,5 – 10 t/ha (pupuk kandang kotoran ternak, kompos atau campuran di antara keduanya). Takaran pupuk yang diperlukan untuk memperoleh hasil optimal adalah: 135 kg N + 108 kg P2O5 + 150 kg K2O + 300 kg Dolomit. Tanah dengan kemasaman agak tinggi perlu ditambahkan dolomit untuk meningkatkan ketersediaan hara Ca dan Mg dan meningkatkan pH tanah. Hormon Auksin untuk merangsang pertumbuhan akar, hormon sitokinin untuk merangsang pertumbuhan batang dan daun, dan hormon giberelin untuk merangsang perkembangan umbi.Hasil tertinggi dengan pemupukan tanpa fitohormon di Desa Sidomulyo mampu mencapai 30,66 ton/ha setara dengan perlakuan pemupukan ditambah fitohormon auxin dan cytokinin yaitu 30,22 ton/ha (Tabel 19). Tabel 19. Produksi ubikayu di lahan pasang surut Kecamatan Wanaraya menggunakan pemupukan dan fitohormon. Produksi (ton/ha) Perlakuan
Desa Kolam Makmur
Desa Sidomulyo
a. 90 + 54 + 90
25,98
25,40
b. 112,5 + 72 + 120 + 300 dolomit
27,83
27,49
c. 135 + 108 + 150 + 300 dolomit
22,68
30,66
1. Tanpa hormon
23,08
27,94
2. Giberilin
23,24
27,34
3. Auxin + cytokinin
30,26
29,16
4. Auxin + cytokinin + giberilin
25,40
26,92
Pupuk Kg (N, P, K)
Hormon
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
66
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
18. Teknologi Budi Daya Kacang Tanah di Lahan Salin Tanah salin umumnya mempunyai pH <8,5 dan kejenuhan Na tinggi (ESP)<15%. Tanah sodik adalah tanah salin dengan pH>8,5 dan ESP>15%. Tanah salin-sodik adalah tanah salin dengan pH<8,5 dan ESP>15%. Tanah salin umumnya bertekstur liat dan struktur masiv. Petani umumnya hanya menanam padi pada musim hujan karena salinitas tanah lebih rendah (4-6 dS/m) dan cukup air non-salin. Pada musim kemarau salinitas cukup tinggi (mencapai 14-19 dS/m) dan tidak tersedia air irigasi nonsalin. Kacang tanah varietas Hypoma 2 dan Domba sangat toleran salin dan toleran kekeringan. Dengan alternatif budi daya tersebut maka petani dapat meningkatkan intensitas penggunaan lahan dari IP100 (padi-bero) menjadi IP200 (padi-kacang tanah), dan juga petani akan mendapatkan tambahan penghasilan dari kacang tanah. Produksi yang diperoleh rata-rata 1,43 t/ha. Teknologi budi daya ini disusun berdasarkan hasil penelitian di lahan salin di Brondong (Lamongan) dengan DHL 8-14 dS/m dan di Palang (Tuban) dengan DHL 13-19 dS/m. Paket teknologi budi daya menggunakan mulsa jerami; (1) Tanah diolah dengan rotari; (2) Varietas toleran salin seperti Hypoma 2 dan Domba; (3) Jarak tanam 40 cm x 15 cm, 1-2 tanaman/rumpun; (4) Pupuk Urea 75 kg + 100 kg SP36 + 50 KCl/ha; (5) Mulsa jerami 3,5 t/ha; (6) Ameliorasi 750 kg S/ha disebar bersamaan/setelah pengolahan tanah. Hasil penelitian tidak menggunakan mulsa jerami; (1) Tanah diolah dengan rotari; (2) Varietas toleran salin seperti Hypoma 2 dan Domba; (3) Jarak tanam 40 cm x 15 cm, 1-2 tanaman/rumpun; (4) Pupuk Urea 75 kg + 100 kg SP36 + 50 KCl/ha; (5) Mulsa jerami 3,5 t/ha; (5) Ameliorasi 5 ton pupuk kandang atau 1,5 t/ha gipsum disebar bersamaan/setelah pengolahan tanah. 19. Teknologi Pemupukan Kacang Hijau Di Lahan Kering Umumnya kacang hijau dibudi dayakan pada lahan sawah setelah panen padi pada musim kemarau, atau pada lahan kering pada awal atau akhir musim hujan. Pada lahan kering petani menanam kacang hijau secara tumpangsari dengan jagung atau kedelai, tanpa jarak tanam, tanpa pupuk, tanpa penyiangan dan pengendalian hama/penyakit. Tanaman kacang hijau memanfaatkan pupuk yang diberikan pada tanaman utamanya, jagung atau kedelai. Paket teknologi budi daya pemupukan pada kacang hijau di lahan kering mampu meningkatkan hasil dan memperbaiki status hara tanah setelah panen kacang hijau terutama di lahan-lahan kering. Paket teknologi yang dikembangkan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
67
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
sebagai berikut; varietas unggul (Sriti, Kutilang, Perkutu, Murai) dapat dianjurkan terutama yang toleran penyakit embun tepung ( Erysiphe polygoni). Pada tanah kurang subur kacang hijau perlu dipupuk 50 kg Urea atau ZA + 50-100 kg SP-36 + 50-100 kg KCl/ha. Apabila pupuk tunggal sulit diperoleh atau tidak tersedia, maka kacang hijau dapat dipupuk 150 kg Phonska/ha. Pupuk organik berupa pupuk kandang sapi atau ayam dengan takaran 2,5–5,0 t/ha dapat dianjurkan pada paket teknologi ini. Pemupukan dilakukan pada saat tanam dengan cara dilarik atau ditugal di samping baris tanaman. Paket teknologi pemupukan pada kacang hijau di lahan kering mampu meningkatkan hasil dari 1,64 t/ha menjadi 1,74 t/ha atau meningkat sebesar 6,7%. Paket teknologi pemupukan terhadap kacang hijau dan status hara tanah setelah panen kacang hijau pada lahan kering di Probolinggo disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Paket teknologi pemupukan pada kacang hijau di lahan kering Takaran Pupuk (kg/ha)
Hasil biji (t/ha)
Biomas (t/ha)
C-organik
P2O5 -total
K2O-total
(%)
(mg/100 g)
(mg/100 g)
Tanpa pupuk
1,63
2,68
0,55
162
595
50 ZA + 50 SP36 + 100 KCl
1,74
3,01
0,56
187
548
150 Phonska
1,79
3,06
0,81
184
571
5.000 pupuk
1,62
2,87
0,94
178
554
1,74
3,19
0,38
183
612
kandang 75 Phonska + 2.500 Pupuk kandang
20. Be-Bas: Formulasi Biopestisida dari Konidia Cendawan Entomopatogen Beauveria Bassiana untuk Mengendalikan Berbagai Jenis Hama Tanaman
Be-Bas merupakan formulasi biopestisida yang mengandung bahan aktif dari konidia cendawan entomopatogen Beauveria bassiana. Be-Bas sangat efektif untuk mengendalikan hama dari berbagai jenis ordo terutama Coleoptera. Efikasi dapat diketahui dari keampuhan dalam membunuh seluruh stadia serangga, baik nimfa/larva maupun imago.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
68
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Kelebihan formulasi Be-Bas adalah bersifat ovisidal yaitu mampu menggagalkan penetasan telur hama dari ordo Coleoptera, Lepidoptera, Homoptera, Isoptera, Hemiptera, dan Diptera. Oleh karena itu, biopestisida BeBas dapat menekan peledakan hama lebih awal. Biopestisida Be-Bas diformulasikan dalam bentuk tepung (powder) yang dikemas ke dalam botol (Gambar 10). Volume semprot untuk hama daun dan polong sebanyak 500-600 l/ha. Cara aplikasi biopestisida Be-Bas disesuaikan dengan bioekologi hama, jika hama pemakan daun atau hama pemakan polong maka harus diaplikasikan pada daun atau polong. Namun untuk hama yang menyerang di dalam tanah seperti hama penggerek ubijalar ( Cylas formicarius) maka biopestisida ini harus diaplikasikan melalui tanah pada waktu pengolahan tanah atau lewat pengairan. Untuk pengendalian hama daun dan polong harus diapikasikan berulang kali minimal tiga kali aplikasi setiap dua hari terutama untuk pengendalian ulat pemakan daun (Spodoptera litura), pengisap polong R. linearis maupun kutu kebul B. tabaci. Aplikasi disarankan dengan menambahkan bahan perekat dan diaplikasikan pada sore hari untuk menghindari sinar ultra violet, angin dan air hujan. Efikasi biopestisida Be-Bas dalam mengendalikan hama penggerek ubilajar mampu menekan kerusakan hasil hingga mencapai 100% jika disbanding keampuhan insektisida kimia. Kondisi ini terjadi karena larva dan stadia telur mati terbunuh oleh biopestisida tersebut, sementara itu senyawa insektisida kimia tidak mampu membunuh stadia larva C. formicarius karena stadia serangga tersebut berada di dalam umbi.
Gambar 33. Produk biopestisida Be-Bas dalam kemasan botol yang prospektif untuk mengendalikan berbagai jenis hama.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
69
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Outcome teknologi yang dihasilkan Puslitbang Tanaman Pangan telah diplikaikan di beberapa daerah, sebagai berikut : Pertanian di Desa Tanjungsari, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali menerapkan teknologi jarwo super. Penggunaan sistem tanam jajar legowo (Jarwo) Super dan varietas unggul baru (VUB) padi terus dikampanyekan oleh Badan Litbang Pertanian, karena dengan teknologi tersebut, dapat meningkatkan produktivitas padi, hingga 30%. Lahan padi seluas 100 hektar yang dipersiapkan untuk salah satu rangkaian peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) itu sebagai contoh nyata kepada petani penggunaan sistem teknologi tanam terbarukan. Dengan sistem Jarwo Super tersebut sangat menguntungkan para petani. Penerapan Teknologi Jarwo Super ini tergolong mudah yaitu hanya dengan penggunaan pupuk hayati yang diuraikan, lalu pola tanam dengan 3:1 serta menggunakan varietas unggul baru (VUB) yakni Inpari 30, 32 dan 33. Selain itu, melalui teknologi pertanian ini, padi juga lebih tahan terhadap hama penyakit yang biasa menyerang padi. Keberhasilan Jarwo Super Jadi Inspirasi Petani Di Kabupaten Tuban Wilayah Kecamatan Plumpang merupakan salah satu lumbung padi di Kabupaten Tuban. Saat ini merupakan masa tanam dan hampir seluruh wilayah sudah tanam padi. Berbeda di Desa Plandirejo, Kecamatan Plumpang, sawah 4 hektar sudah panen. Demplot Padi sistem Jajar Legowo Super (Jarwo Super) yang ditanam bulan Agustus lalu dipanen oleh Muspika Plumpang dengan hasil maksimal. Kondisi ini menambah optimisme petani untuk terus meningkatkan hasil panenya. ―Denplot Jarwo Super harus kita dukung sebagai percontohan agar masyarakat nantinya bisa mengikuti tehnologi ini. Dikarenakan sistem ini sangat menguntungkan‖,tegas Danramil Plumpang, Kapten Inf Istoha. Jarwo Super merupakan teknologi dibidang pertanian yang dapat meningkatkan hasil produksifitas padi dan mengurangi biaya produksi. Sehingga petani sangat diuntungkan, karena modal lebih sedikit namun memperoleh banyak keuntungan yang berdampak pada kesejahreaan petani meningkat. Teknologi Jarwo Super merupakan teknologi budi daya padi terpadu dari Balitbangtan yang berbasis cara tanam jajar legowo. Komponen teknologi di dalamnya meliputi Varietas Unggul Baru (VUB) potensi hasil tinggi, dekomposer jerami, pupuk hayati, pemupukan berimbang berdasarkan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
70
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
dengan pestisida nabati dan kimia berdasarkan ambang kendali, serta alsintan (transplanter dan combine harvester). Melalui teknologi Jarwo Super, produktivitas padi dapat ditingkatkan hingga 30%. Implementasi pengembangan model ini dilakukan dalam bentuk demarea dengan tujuan selain untuk memverifikasi keunggulan inovasi yang diterapkan, juga sebagai wahana diseminasi kepada pengguna khususnya petani. Diharapkan keberhasilan demplot sistem Jarwo Super ini mampu memberikan dorongan kepada petani agar mengikuti sistem tanam ini. Sesuai hasil tehnologi Jarwo Super yang dilaksanakan ini menghasilkan 8,3 ton/ha. Sedangkan sebelumnya memakai pola tanam tradisional hanya menghasilkan 7 ton/ha. Selain peningkatan produksi hasil panen hingga 10%, juga biaya produksi lebih efisien. Be-Bas: Biopestisida efektif mengendalikan hama penggerek pada ubijalar Be-Bas, merupakan biopestisida yang dikemas dalam bentuk tepung. Produk ini mengandung bahan aktif cendawan entomopatogen Beauveria bassiana yang berfungsi sebagai pembasmi hama tanaman. Biopestisida ini dapat membunuh stadia telur serangga yang tidak dimiliki oleh insektisida kimia, karena membunuh stadia nimfa/larva dan imago, sementara stadia telur masih tetap bertahan. Be-Bas mengandung toksin atau metabolit yang menyebabkan kematian pada berbagai jenis serangga hama. Jenis toksin yang dihasilkan dari produk BeBas yaitu Beauvericin, Bassionalide, Bassiacridin, Beauverolide, Bassianin, Oosporein, dan Tenellin. Masing-masing jenis toksin mempunyai kemampuan dalam membunuh tiap jenis serangga inang. Pengujian aplikasi produk Be-Bas dengan berbagai metode aplikasi untuk mengendalikan hama penggerek umbi di lapangan dapat menekan kerusakan umbi hingga 90%. Uji coba dilakukan melalui lubang tanam, ditambah perendaman stek ubijalar selama 30 menit sebelum ditanam dan dilanjutkan aplikasi semprot mulai umur tanaman 2 minggu sampai 12 minggu dengan interval penyemprotan dua minggu dapat menekan kerusakan umbi hingga 90%.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
71
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Sasaran Strategis 3 : Tersedianya Benih Sumber Varietas Unggul Baru Tanaman Pangan Berdasarkan SMM ISO 9001-2008 Indikator kinerja jumlah benih sumber padi, jagung, dan kedelai dengan SMM ISO 9001-2008, dicapai melalui kegiatan perbenihan tanaman pangan. Adapun target yang telah ditetapkan sesuai dengan PK 2016, yaitu dihasilkannya benih sumber sebanyak 218 ton kelas BS, FS dan SS. Capaian produksi benih sumber tanaman pangan TA 2016 sebanyak 232,47 ton (106,64%) (Tabel 21). Tabel 21. Indikator tingkat capaian kinerja produksi benih sumber tahun 2016. Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
Benih padi (ton)
140
143,73
102,66
Benih aneka kacang dan ubi (ton)
53
53,72
101,36
Benih jagung dan serealia (ton)
35
35,02
100,06
Secara umum, target produksi benih sumber tanaman pangan tercapai setiap tahunnya, keragaman jumlah produksi benih sangat bergantung pada permintaan dari BPTP, serta penugasan dari Kementerian Pertanian dalam mendukung 4 target sukses Kementerian Pertanian. Tabel 22. Perbandingan capaian kinerja produksi benih sumber tahun 2015-2016 Indikator Kinerja
Target/ Realisasi
2015
2016
Benih padi (ton)
Target
143,50
140,00
156,49 (109,05%)
143,73 (102,66%)
53,30
53,00
62,73 (117,69%)
53,72 (101,36%)
35,00
35,00
35,63 (101,80%)
35,02 (100,06%)
Realisasi Benih aneka kacang dan ubi (ton)
Target
Benih jagung dan serealia lainnya (ton)
Target
Realisasi
Realisasi
Perkembangan kinerja produksi benih sumber VUB padi, serealia serta kacang dan ubi selama tahun 2010-2016 lebih tinggi dari target yang telah ditetapkan. Sedangkan alokasi anggaran relatif meningkat, meskipun lebih rendah daripada tahun 2012. Hal ini disesuaikan dengan target yang ditugaskan. Realisasi anggaran relatif mendekati pagu anggaran (Gambar 34).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
72
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Gambar 34. Perkembangan realisasi kinerja dan anggaran produksi benih sumber tanaman pangan 2010-2016. Adapun produksi benih sumber tanaman pangan yang telah dihasilkan secara rinci sebagai berikut: Benih sumber padi Benih sumber padi diproduksi oleh Unit Produksi Benih Sumber (UPBS) di BBPadi dan Lolit Tungro. Sampai saat ini benih sumber yang telah dihasilkan sebanyak 143,73 ton terdiri dari beberapa varietas dan kelas benih (NS, BS, BD, dan BP) serta sebagian benih masih dalam prosesing. Benih sumber beberapa varietas unggul padi yang dihasilkan telah tersebar di beberapa daerah melalui BPTP, untuk menunjang kegiatan diseminasi, program bantuan kepada kelompok tani, serta sebagian dibeli oleh swasta/individu. Benih varietas Inpari 7 Lanrang, Inpari 36 Lanrang, dan Inpari 37 Lanrang telah tersebar di Propinsi Sulawesi Selatan (Kab. Sidrap, Wajo, Pinrang, Soppeng, Bone, Maros, Gowa, Luwu Timur), Sulawesi Barat (Kab. Polman), BPTP Papua, Kab. Kediri (Jawa Timur), BPTP Sulteng, dan BPTP NTT. Benih Sumber Jagung dan Serealia Telah dihasilkan benih sumber serealia dari UPBS Balitsereal, Maros sebanyak 35,02 ton terdiri dari berbagai varietas dan kelas benih. Adapun rincian produksi benih sumber antara lain jagung kelas BS sebanyak 9,55 ton terdiri dari
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
73
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
varietas Srikandi Kuning, Pulut URI, Lamuru, Sukmarga, dan Bisma. Jagung kelas BD sebanyak 19,28 ton terdiri dari varietas Srikandi Kuning, Pulut URI, Lamuru, Sukmarga, Provit A1, dan Bisma. Tetua Betina jagung hibrida Bima 19 URI sebanyak 0,25 ton. Jagung hibrida sebanyak 5,23 ton terdiri dari varietas Bima 19 URI dan Bima 20 URI. Sorgum kelas BS sebanyak 0,67 ton terdiri dari varietas Super 1 dan Numbu. Gandum kelas BS sebanyak 0,04 ton terdiri dari varietas GURI 1 sampai GURI 6. Benih Sumber Kedelai, Kacang-kacangan, dan Umbi-umbian Telah diproduksi benih sumber tanaman kedelai, kacang-kacangan dan umbi-umbian oleh UPBS Balitkabi, Malang sebanyak 53,72 ton terdiri dari berbagai varietas dan kelas benih. Benih sumber kedelai kelas NS sebanyak 2,72 ton, BS 15,08 ton, dan FS 28,25 ton. Kacang tanah kelas NS sebanyak 0,76 ton, BS 1,63 ton, FS 3,0 ton. Kacang hijau kelas NS sebanyak 0,53 ton, BS 0,50 ton, FS 1,25 ton. Diproduksi pula benih sumber ubikayu kelas BS sebanyak 150.000 stek dan ubijalar 32.000 stek. Outcome kegiatan UPBS yang memproduksi benih sumber dan telah tersebar ke berbagai daerah, di mana beberapa varietas unggul telah diadopsi dan ditanam petani. Inpari 32 Tetap Berkibar di Cipeucang, Pandeglang, Banten Cipeucang adalah nama satu kecamatan di Kabupaten Pandeglang, di daerah ini telah dilakukan display padi sawah seluas 1 hektar dengan menampilkan 6 varietas yaitu Inpari 4, Inpari 20, Inpari 23, Inpari 31, Inpari 32, dan Inpari 33. Fasilitas lainnya berupa demplot padi sawah seluas 4 hektar dengan menampilkan 2 varietas padi yaitu Inpari 10 dan Inpari 32. Berdasarkan respon masyarakat tani di daerah tersebut menilai tanaman display menetapkan Inpari 20 sebagai varietas pilihan atas dasar penampilan dan kesehatan tanaman. Sedangkan penilaian tanaman demplot menetapkan varietas Inpari 32 sebagai varietas pilihan. Setelah melihat penampilan VUB tersebut, petani dengan sukarela melanjutkan pengembangan padi Inpari 32 menggunakan benih hasil panen. Tercatat pengeluaran benih Inpari 32 sebanyak 185 kg yang cukup untuk 7 hektar pertanaman dengan cakupan di dalam maupun luar Kecamatan Cipeucang, belum lagi bila ditambah pengeluaran benih Inpari 32 yang tidak tercatat. Tidak kalah seru, benih Inpari 10 hasil panen tercatat 230 kg sudah diambil petani dan 2 ton lainnya dijual di kios benih.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
74
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Bupati Konawe Utara Persiapkan Swasembada Beras Bupati Konawe Utara, Ruksamin mengatakan akan mempersiapkan tenaga ahli khusus tanaman padi sebagai tenaga pendamping penyuluh, sehingga ke depan produksi padi di Konawe Utara meningkat yang akhirnya Swasembada beras. Hal ini disampaikan saat melakukan panen raya hasil Demonstrasi Farming BPTP Sulawesi Tenggara padi sawah varietas Inpari 30 Ciherang Sub 1, Inpari 6 Jete, dan Inpari 15 Parahyangan yang ditanam di areal seluas 5 ha. Dengan perlakuan pemupukan berdasarkan analisis tanah, sistem tanam legowo 2 dan pengendalian hama terpadu, di Kecamatan Lasolo, Kamis 21/07/2016. Hasil panen yang diperoleh sangat memuaskan yaitu Inpari 30 Ciherang Sub 1 sebesar 7,3 ton/ha GKG, Inpari 15 Parahyangan 6,3 ton/ha GKG, dan Inpari 6 Jete belum panen. Bupati minta agar Lasolo menjadi salah satu Varietas VUB Badan Litbang Pertanian, seperti varietas Konawe, Mekongga, dan Inpari 10 Laeya yang sudah banyak dikenal masyarakat di luar Sulawesi Tenggara. Gerakan Tanam Jagung Bima 19 URI di Kabupaten Sigi Lokasi Pengembangan Kawasan Nasional Tanaman Pangan dilaksanakan oleh Kelompok Tani Mpera Indah Desa Bobo Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Pelaksanaan penanaman jagung dimulai 4 Juni 2016. Penanaman dilaksanakan bersamaan dengan gerakan tanam jagung yang di inisiasi oleh Dinas Pertanian (Distan) Tingkat I Sulawesi Tengah di lokasi demfarm. Gerakan tanam jagung tersebut dihadiri Distan Propinsi Sulawesi Tengah, Distan Kabupaten Sigi, TNI, BPTP Sulawesi Tengah, BP3K Bahagia, Kelompok Tani sekecamatan Palolo, Penyuluh Swadaya, serta petani sekitar desa Bobo. Jagung hibrida BIMA 19 URI seluas 1 ha dengan jarak tanam 75 x 40 cm dengan dua biji perlubang atau 75 x 20 cm dengan satu biji per lubang tanam, mampu berproduksi di atas 12,5 ton, baik dengan tanpa olah tanah maupun olah tanah sempurna. Saat ini petani sudah sangat mudah mendapatkan benih jagung hibrida dengan harga terjangkau. Benih BIMA 19 URI dapat diperoleh pada penangkar desa mandiri benih dalam kawasan nasional tanaman jagung, seperti di desa Bunga, desa Sungku dan desa Pulu. Penangkar tersebut dibina oleh BPTP untuk menghasilkan benih hibrida Bima 19 URI dan Bima 20 URI dengan harga jauhlebih murah. Benih yang ditanam didemfarm ini adalah Bima 19 URI yang dihasilkan Desa Mandiri Benih yang didampingi oleh BPTP. Dengan adanya gerakan tanam tersebut diharapkan para peserta utamanya ketua Gapoktan dan penyuluh kembali memotivasi petani yang ada diwilayahnya untuk menanam jagung hibrida yang berdaya hasil tinggi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
75
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Sasaran Strategis 4 : Tersedianya Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Tanaman Pangan Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur melalui capaian indikator kinerja utama dengan target yang ditetapkan dalam PK 2016 yaitu tersedianya 9 rekomendasi kebijakan tanaman pangan. Sasaran tersebut dicapai melalui kegiatan ―analisis kebijakan pengembangan tanaman pangan.‖ Indikator kinerja sasaran yang ditargetkan dalam tahun 2016 telah tercapai seluruhnya 100%, yaitu dirakitnya 9 rekomendasi kebijakan tanaman pangan. Sebagai perbandingan atas kemajuan yang telah diperoleh dari tahun sebelumnya 2015-16 disajikan pada Tabel 23. Sedangkan perkembangan kinerja dan dukungan anggaran 2010 – 2016 disajikan pada Gambar 37. Tabel 23. Capaian kinerja Rekomendasi kebijakan tanaman pangan 2016 dan perbandingan dengan tahun 2015. Indikator Kinerja
Target/Realisasi
2015
2016
Rekomendasi kebijakan tanaman pangan
Target
9
9
Realisasi
9
9
(100%)
(100%)
Gambar 37. Perkembangan rekomendasi kebijakan dan anggaran 2010-2016
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
76
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Rekomendasi kebijakan tanaman pangan yang telah dihasilkan secara rinci diuraikan di bawah ini: 1.
Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Nasional
Pendahuluan Beras sampai saat ini masih menjadi komoditas strategis dan utama di Indonesia sehingga pemerintah telah menetapkan program untuk mencapai swasembada beras berkelanjutan bahkan harus surplus beras untuk diekspor. Menurut BPS (2016), produksi padi nasional tahun 2015 yaitu 75,40 juta ton, selama sepuluh tahun (2006-2015) terjadi peningkatan produksi padi nasional 20,95 juta ton (38,48%) atau per tahun meningkat 2,09 juta ton (3,84%/tahun). Sasaran produksi padi meningkat dari 79,51 juta ton GKG tahun 2016 menjadi 83,59 juta ton GKG pada tahun 2019, luas tanam padi meningkat 15,46 juta ha pada tahun 2016 menjadi 16,21 ha pada tahun 2019. Produktivitas meningkat dari 5,29 ton/ha pada tahun 2016 menjadi 5,39 ton/ha pada tahun 2019. Untuk terus meningkatkan produksi padi nasional, Kementerian Pertanian sejak tahun 2015 telah merancang program swasembada beras berkelanjutan melalui program terobosan dalam percepatan peningkatan produksi padi yang dikenal dengan Upaya Khusus (UPSUS) Percepatan Peningkatan Produksi Padi Nasional. Perluasan areal tanam terutama melalui peningkatan indeks panen (IP) dan peningkatan produktivitas padi melalui program perbaikan intensifikasi. Luas baku lahan sawah untuk padi di Indonesia tahun 2016 yaitu sawah irigasi seluas 4.760.730 ha, sawah non irigasi (sawah tadah hujan dan rawa) seluas 3.355.911 ha. Luas lahan sawah baku seluruh wilayah Indonesia saat ini adalah 8,1 juta ha, yang beririgasi teknis (42,4%), semi teknis (33,4%) dan tadah hujan (24,2%). Selain ancaman alih fungsi lahan sawah yang tidak terkendali, tidak semua lahan beririgasi teknis dan semi teknis beroperasi optimal karena disebabkan kerusakan waduk, kerusakan jaringan irigasi, ketidak-cukupan sumber air akibat penggundulan hutan dan diskontinuitas saluran karena pembangunan jalan, perumahan dan industri. Peningkatan produksi padi nasional dapat dicapai melalui program intensifikasi (peningkatan produktivitas) dan ekstensifikasi (penambahan luas areal panen). Peningkatan produktivitas dipengaruhi oleh faktor genetik (Varietas) dan lingkungan (iklim, jenis tanah, dan input). Kombinasi pengaruh iklim dan jenis tanah menyebabkan terjadinya senjang hasil gabah antar sentrasentra produksi padi antar Provinsi. Menurut BPS (2016), rata-rata produktivitas padi nasional pada tahun 2006 yaitu 4,98 ton/ha dengan kisaran 2,43 ton/ha di
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
77
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Kalimantan Tengah hingga 5,59 ton/ha di Bali. Pada tahun 2015, rata-rata produktivitas padi nasional menjadi 5,34 ton/ha dengan kisaran 2,29 ton/ha di Bangka Belitung hingga 6,21 ton/ha di Bali. Ini berarti bahwa selama sepuluh tahun (2006-2015) terjadi peningkatan rata-rata produktivitas padi nasional sebesar 0,72 ton/ha (15,6%) atau per tahun meningkat sebesar 0,072 ton/ha atau 72 kg/ha/tahun (1,56% per tahun). Salah satu penyebab rendahnya peningkatan produktivitas padi nasional adalah pemakaian varietas lama yang masih mendominasi antara lain varietas Ciherang yang dilepas tahun 2000. Data sebaran varietas padi sawah menunjukkan hingga tahun 2014, adopsi varietas padi masih didominasi varietas Ciherang (dilepas tahun 2000) dan varietas IR 64 (dilepas tahun 1989) masingmasing dengan tingkat adopsi 39,8% dan 11,8%. Sisanya yaitu varietas Ciliwung, Cigeulis, Mekongga, dan Cibogo yang dilepas sebelum tahun 2005, dengan tingkat adopsi sekitar 2%. Untuk meningkatkan produktivitas padi nasional perlu adanya penggantian varietas-varietas lama dengan varietas-varietas baru yang lebih unggul diikuti dengan perbaikan teknologi budi daya pendukungnya. Hingga tahun 2015, Pemerintah Indonesia telah melepas 364 varietas padi (dimulai Varietas Bengawan tahun 1943). Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian dalam kurun waktu 37 tahun (1978-2015) telah melepas 122 varietas padi yang terdiri dari 83 varietas padi inbrida untuk lahan sawah, 11 varietas padi inbrida untuk lahan kering (gogo), 9 varietas padi inbrida untuk lahan rawa, dan 19 varietas hibrida padi untuk lahan sawah. Untuk sawah irigasi terdiri dari padi inbrida (sejak tahun 2008 diberi nama varietas Inpari) dan padi hibrida (sejak tahun 2004 diberi nama varietas Hipa). Untuk padi inbrida varietas Inpari, Badan Litbang Pertanian telah melepas 41 varietas yaitu Inpari 1 (dilepas tahun 2008) hingga Inpari 41 Tadah Hujan Agritan (dilepas tahun 2015), sedangkan untuk padi hibrida, telah dilepas 19 Varietas yaitu varietas Maro (dilepas tahun 2002) hingga varietas Hipa 19 (dilepas tahun 2013). Permasalahan/Pokok Pemikiran Program pemerintah agar Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada tahun 2045 diperlukan peningkatan produksi padi sebesar 20 juta ton gabah kering giling (GKG) yaitu dari 79,51 juta ton GKG pada tahun 2016 menjadi 100,03 juta ton GKG pada tahun 2045. Untuk mencapai sasaran ini didukung dengan luas panen 16,96 juta ha dan produktivitas 5,89 ton/ha. Surplus beras yang dihasilkan akan diekspor dengan target ekspor 10,38 juta ton beras pada tahun 2045. Ini berarti, program swasembada beras yang
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
78
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
dicanangkan oleh Pemerintah diharapkan selalu mampu menaikkan luas panen dan produktivitas. Sasaran luas panen meningkat sekitar 2 juta Ha selama 30 tahun yaitu dari 15,04 juta ha pada tahun 2016 menjadi 16,96 juta ha pada tahun 2045 atau meningkat 70.000 ha/tahun). Sasaran produktivitas meningkat sekitar 0,60 ton/ha selama 30 tahun yaitu dari dari 5,29 ton/ha pada tahun 2016 menjadi 5,90 ton/ha pada tahun 2045 atau meningkat 20 kg/ha/tahun). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat perbedaan antara produktivitas padi di tingkat petani dengan potensi hasil varietas yang ada. Hal ini antara lain disebabkan oleh penerapan teknologi oleh petani belum optimal, seperti masih tingginya penggunaan varietas-varietas lama antara lain Ciherang dan IR64 yang dilepas masing-masing tahun 2000 dan 1986. Temuan Pokok Berbagai komponen teknologi spesifik lokasi untuk peningkatan produktivitas padi nasional telah dihasilkan dan dikaji adaptasinya terutama varietas unggul Inpari. Hingga tahun 2015, beberapa varietas Inpari telah ditanam/diadopsi petani dalam skala luasan terbatas. Rekomendasi kesesuaian VUB padi sawah pada tingkat Kabupaten di berbagai sentra produksi ditentukan berdasarkan peta sebaran dan delta produktivitas yang mengacu pada hasil pengkajian display varietas yang dilakukan BPTP di 31 Provinsi sentra padi tahun 2013-2015; hasil pengkajian BPTP yang berkaitan dengan varietas, dan SLPTT padi; hasil uji multi lokasi berbagai calon varietas unggul baru oleh BB-Padi; hasil identifikasi wilayah kekeringan, banjir dan OPT utama dari BBSDLP; dan e xpert judgement dari beberapa peneliti senior di Puslitbang Tanaman Pangan, BB-Padi dan BB-SDLP. Besaran delta produktivitas (ton/ha) dihitung dengan asumsi Varietas pembanding umumnya adalah IR-64, Ciherang, Mekongga, atau di beberapa Kabupaten menggunakan varietas lokal setempat. Teknologi budi daya untuk varietas pembanding dan varietas unggul baru yang digunakan merupakan teknologi budi daya standar (bukan cara petani). Varietas yang direkomendasikan yaitu Inpari 1 sampai Inpari 33 (hasil Badan Litbang Pertanian) yang benih sumbernya tersedia di BPTP atau di BB Padi. Hasil uji adaptasi atau demfarm yang dilakukan oleh BPTP sejak 2013 hingga 2015 menunjukkan bahwa beberapa varietas Inpari lebih tinggi produktivitasnya dibandingkan dengan varietas yang telah biasa ditanam oleh petani (Ciherang, dll) di areal uji adaptasi atau demfarm tersebut. Tabel 1 menunjukkan hasil pengujian varietas Inpari oleh BPTP di tiap Provinsi terjadi
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
79
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
peningkatan produktivitas rata-rata 0,99 ton/ha (16,99%) dengan kisaran 0,45 ton/ha di Aceh hingga 2,38 ton/ha di Bali. Oleh karena itu rekomendasi penggunaan beberapa varietas Inpari yang lebih tinggi produktivitasnya dibandingkan dengan varietas yang telah biasa ditanam oleh petani (Ciherang, dll) sangat diperlukan. Bila peningkatan produktivitas rata-rata 0,99 ton/ha ini dikalikan dengan luas tanam padi di lahan sawah irigasi 4,76 juta Ha (luas pada tahun 2016) maka akan diperoleh peningkatan produksi GKG sebesar 4,5 juta ton (sekitar 5% dari target produksi padi 2017 sebesar 80,8 juta ton GKG). Oleh karena itu penggunaan beberapa varietas Inpari yang lebih tinggi produktivitasnya dibandingkan dengan varietas yang telah biasa ditanam oleh petani (Ciherang, dll) sangat diperlukan. Saran Kebijakan Saran kebijakan yang diajukan untuk peningkatan produktivitas padi nasional melalui penggantian varietas lama sebagai berikut: a. Menggunakan rekomendasi atau peta kesesuaian Varietas Unggul Baru (VUB) padi inbrida lahan sawah khususnya varietas Inpari spesifik lokasi yang sudah diuji adaptasi oleh BPTP di tiap Provinsi dan terbukti lebih unggul (lebih tinggi produktivitasnya dibandingkan varietas lama yang biasa ditanam petani, antara lain: Ciherang, IR64, Mekongga, Situbagendit, dll). b. Ditjen Tanaman Pangan agar menugaskan Diperta Provinsi/Kabupaten untuk bekerjasama dengan BPTP di tiap Provinsi menentukan lokasi pengembangan varietas Inpari berdasarkan kondisi lahan dengan kesesuaian karakter dari varietas Inpari yang mendekati kondisi lahan yang pernah dulu dilakukan uji adaptasi oleh BPTP. c. Lokasi pengembangan varietas Inpari sebaiknya dipilih wilayah yang produktivitasnya masih rendah yaitu di bawah rata-rata produktivitas nasional sehingga penggunaan varietas Inpari dapat meningkatkan produktivitas di wilayah tersebut. d. Penyiapan/produksi benih bersertifikat varietas Inpari melalui program benih bersubsidi sebaiknya dilakukan pada t-1 yaitu satu musim sebelum varietas Inpari akan ditanam oleh petani. Benih sumber (FS/SS) varietas Inpari dapat diperoleh di BPTP melalui Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) agar kemurnian da nasal benih terjamin.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
80
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
e. Penanaman varietas Inpari perlu didukung oleh prinsip Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) antara lain tanam secara serentak pada hamparan minimal 500 hektar untuk mencegah serangan hama/penyakit tanaman, yang didukung ketersediaan air, pupuk, mekanisasi, terutama pengolahan lahan dan panen. 2.
Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Padi Inpari
Pendahuluan Jumlah dan pertambahan penduduk Indonesia yang tergolong tinggi merupakan prioritas utama dalam meningkatkan produksi tanaman pangan khususnya padi. Untuk tahun 2017, sasaran produksi padi sebesar 80,76 juta ton GKG dengan luas panen 15,19 juta ha dan produktivitas 5,32 ton/ha. Program pemerintah agar Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada tahun 2045 diperlukan peningkatan produksi padi sebesar 20 juta ton gabah kering giling (GKG) yaitu dari 79,51 juta ton GKG pada tahun 2016 menjadi 100,03 juta ton GKG pada tahun 2045. Untuk mencapai sasaran ini didukung dengan luas panen 16,96 juta ha dan produktivitas 5,89 ton/ha. Surplus beras yang dihasilkan akan diekspor dengan target ekspor 10,38 juta ton beras pada tahun 2045. Ini berarti, program swasembada beras yang dicanangkan oleh Pemerintah diharapkan selalu mampu menaikkan luas panen dan produktivitas. Sasaran luas panen meningkat sekitar 2 juta Ha selama 30 tahun yaitu dari 15,04 juta ha pada tahun 2016 menjadi 16,96 juta ha pada tahun 2045 atau meningkat 70.000 ha/tahun). Sasaran produktivitas meningkat sekitar 0,60 ton/ha selama 30 tahun yaitu dari dari 5,29 ton/ha pada tahun 2016 menjadi 5,90 ton/ha pada tahun 2045 atau meningkat 20 kg/ha/tahun). Hingga tahun 2015, Pemerintah Indonesia telah melepas 364 varietas padi (dimulai Varietas Bengawan tahun 1943). Badan Litbang Pertanian dalam kurun waktu 1978-2015 telah melepas 122 varietas padi yang terdiri dari 83 varietas padi inbrida untuk lahan sawah, 11 varietas padi inbrida untuk lahan kering (gogo), 9 varietas padi inbrida untuk lahan rawa, dan 19 varietas padi hibrida untuk lahan sawah. Untuk sawah, sejak tahun 2008 padi inbrida diberi nama varietas Inpari dan sejak tahun 2004 padi hibrida diberi nama varietas Hipa. Untuk padi inbrida varietas Inpari, Badan Litbang Pertanian telah melepas 41 varietas yaitu Inpari 1 (dilepas tahun 2008) hingga Inpari 41 Tadah Hujan Agritan (2015), sedangkan untuk padi hibrida, telah dilepas 19 Varietas yaitu varietas Maro (2002) hingga varietas Hipa 19 (2013). Hingga tahun 2015,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
81
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
beberapa varietas Inpari telah ditanam/diadopsi petani tetapi dalam skala luasan terbatas atau adopsinya oleh petani tergolong lambat. Badan Litbang Pertanian melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang ada di setiap Provinsi dan melalui UPT lingkup Puslitbang Tanaman Pangan terus berupaya melakukan diseminasi VUB dan teknologi pendukung yang dihasilkan ke wilayah operasional dilapang melalui kerjasama dengan berbagai pihak antara lain DIPERTA dan Penyuluh Pertanian di Provinsi dan di Kabupaten/Kota. VUB dan teknologi pendukung yang dihasilkan telah diuji dalam pengembangan skala yang luas di lahan petani melalui uji adaptasi berupa display atau demfarm. Bila VUB tersebut lebih baik dan lebih menguntungkan daripada varietas yang telah biasa ditanam oleh petani, maka petani diharapkan akan menanam (mengadopsi) VUB tersebut. Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan tingkat adopsi VUB padi Inpari tersebut masih sangat rendah (gabungan beberapa Inpari luas tanam baru sekitar 2% pada tahun 2015 yaitu masuk dalam peringkat ke-10 dari varietas yang diadopsi petani, padahal hasil uji adaptasi atau demfarm yang dilakukan oleh BPTP menunjukkan bahwa beberapa varietas Inpari lebih tinggi produktivitasnya dibandingkan dengan varietas yang telah biasa ditanam oleh petani di areal uji adaptasi atau demfarm tersebut (antara lain varietas Ciherang, IR64, Mekongga, dll). Data sebaran varietas padi tahun 2011-2015, bahwa hingga tahun 2015, peringkat lima besar adopsi varietas padi berupa sebaran luas tanam masih didominasi oleh varietas Ciherang (dilepas tahun 2000) 30,31%, IR64 (1986) 11,94%, Mekongga (2004) 10,69%, Situbagendit (2004) 6,58%, dan Cigeulis (2003) 4,36%. Sisanya gabungan varietas unggul lain (termasuk Inpari) 26,56% dan varietas lokal 9,56%. Dibandingkan dengan sebaran varietas padi tahun 2011, terjadi penurunan persentase sebaran varietas Ciherang dari 41,05% tahun 2011 menjadi 30,31% tahun 2015, demikian juga varietas lokal dari 14,98% tahun 2011 menjadi 9,56% tahun 2015. Akan tetapi, terjadi peningkatan persentase sebaran varietas IR 64 dari 7,81% tahun 2011 menjadi 11,94% tahun 2015, demikian juga varietas Mekongga dari 5,55% tahun 2011 menjadi 10,69% tahun 2015. Varietas Cigeulis yang menempati peringkat ke-4 tetap stabil sekitar 4,30%. Sedangkan varietas Ciliwung yang tahun 2011 menempati peringkat ke5, pada tahun 2015 digantikan oleh varietas Situbagendit (yang dilepas sebagai padi gogo). Persentase penanaman terbesar varietas Situbagendit terjadi di Jawa (11,15%), hal ini disebabkan karena adanya serangan penyakit blast di lahan sawah, sedangkan Situbagendit tahan terhadap blas.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
82
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Dari data ini dapat disimpulkan bahwa luas sebaran tiap varietas Inpari masih rendah (di bawah 4%). Oleh karena itu, telah dilakukan survey untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat adopsi varietas Inpari tersebut sehingga dapat disusun perbaikan strategi dalam melakukan diseminasi dan dalam kegiatan pemuliaan untuk merakit VUB yang lebih baik dibandingkan varietas yang telah diadopsi petani. Permasalahan/Pokok Pemikiran Hasil uji adaptasi (display atau demfarm) yang dilakukan oleh BPTP sejak 2011 hingga 2015 menunjukkan bahwa beberapa varietas Inpari lebih tinggi produktivitasnya dibandingkan dengan varietas yang telah biasa ditanam oleh petani (Ciherang, dll) di areal uji adaptasi atau demfarm di lahan petani. Pengujian dengan varietas Inpari diperoleh peningkatan produktivitas rata-rata 0,99 ton/ha (16,99%) dengan kisaran 0,45 ton/ha di Aceh hingga 2,38 ton/ha di Bali. Bila peningkatan produktivitas rata-rata 0,99 ton/ha ini dikalikan dengan luas tanam padi di lahan sawah irigasi 4,76 juta Ha (luas pada tahun 2016) maka akan diperoleh peningkatan produksi GKG sebesar 4,5 juta ton (sekitar 5% dari target produksi padi 2017 sebesar 80,8 juta ton GKG). Akan tetapi tingkat adopsi/penggunaan beberapa varietas Inpari masih rendah yaitu belum masuk peringkat 10 besar adopsi varietas padi nasional. Oleh karena itu percepatan adopsi/penggunaan beberapa varietas Inpari yang lebih tinggi produktivitasnya dibandingkan dengan varietas yang telah biasa ditanam oleh petani (Ciherang, dll) sangat diperlukan. Temuan Pokok Hasil survey menunjukkan rendahnya tingkat adopsi varietas Inpari di lokasi yang pernah dilakukan diseminasi (pengenalan uji lapang) varietas Inpari oleh BPTP dan BB Padi tahun 2011-2015 (Lampiran 1). Dari 77 lokasi yang disurvey (di 73 Kecamatan, 37 Kabupaten, dan di tiga Provinsi), hanya 28 lokasi (36%) yang mengadopsi varietas Inpari. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat adopsi varietas Inpari antara lain: a. Tidak tersedianya benih sebar varietas Inpari pasca diseminasi (display/demfarm) di sebagian besar lokasi/Desa yang pernah dilakukan diseminasi varietas Inpari. BPTP tidak melakukan pendampingan kepada poktan di semua lokasi diseminasi untuk memproduksi benih sebar varietas Inpari pasca diseminasi (display/demfarm) di lokasi/Desa yang pernah dilakukan diseminasi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
83
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
b. Pengurus Kelompok Tani (Poktan) kesulitan menghubungi petugas dari BPTP yang dulu pernah melakukan diseminasi di lokasi tersebut, sedangkan di Desa/Kecamatan terdekat belum ada yang menjual benih varietas Inpari tersebut sehingga Poktan kembali menanam varietasvarietas lama yang mereka tanam sebelum ada diseminasi antara lain varietas Ciherang, Mekongga, Situbagendit, IR64, dan IR42. c.
Karena tidak tersedianya benih sebar bersertifikat varietas Inpari pascadiseminasi di lokasi/Desa/Kecamatan tersebut, petani menggunakan kembali benih hasil panenan varietas Inpari mereka selama 2-3 musim.
d. Ada pertanaman Inpari yang terserang OPT (terutama wereng coklat dan hawar daun bakteri/kresek, sehingga terjadi penurunan produktivitas varietas Inpari tersebut pasca-diseminasi di lokasi/Desa yang pernah dilakukan diseminasi. Hai ini menyebabkan Poktan kembali menanam varietas lama yang ditanam sebelum ada diseminasi seperti Ciherang, Mekongga, Situbagendit, IR64, dan IR42, karena benihnya tersedia di kios-kios di Kecamatan atau adanya bantuan benih dari pemerintah lewat Diperta Kabupaten. e. Beberapa varietas Inpari mudah rebah terutama pada MH karena tanamannya tinggi, batangnya kecil, dan malainya lebat. Inpari 13 gabahnya susah dirontok dengan gebot yang terbuat dari bambu, rendemennya rendah (lebih rendah dari Ciherang), serta rasa nasi kurang enak dibandingkan varietas-varietas lama yang sudah populer (Ciherang, Mekongga, Situbagendit, IR64, dan IR42). Tanaman mudah rebah pada MH disebabkan dosis pemupukan N (Urea) lebih tinggi pada musim penghujan karena petani khawatir urea banyak hanyut air hujan. f.
Di beberapa lokasi diseminasi, penebas membeli gabah Inpari dengan harga lebih rendah dibandingkan varietas lama yang sudah berkembang di lokasi diseminasi (Ciherang, Mekongga, Situbagendit, IR64, dan IR42), dengan alasan varietas Inpari belum ada pasarnya/konsumennya, sehingga petani merasa rugi terutama bila kenaikan hasil GKG/ha Inpari tidak signifikan (petani berharap minimal kenaikan hasil Inpari 1 ton GKG/ha dibandingkan varietas lama Ciherang).
g. Para penyuluh di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) di tiap Kecamatan kurang dilibatkan oleh BPTP atau BB Padi dalam pelaksanaan diseminasi (demfarm) VUB di lokasi (Desa/ Kecamatan) tetangga yang bukan menjadi binaannya. Sesuai dengan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
84
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
motto mereka, penyuluh lebih yakin untuk menyampaikan ke petani apabila dapat mencoba dan mengamati sendiri keragaan VUB tersebut yang akan dibandingkan dengan varietas yang sudah biasa ditanam petani. Penyuluh merasa tidak ada kewajiban untuk menyampaikan teknologi dari Balitbangtan karena tidak ada sanksi yang mengikat, padahal penyuluh adalah ujung tombak untuk menyampaikan informasi teknologi pertanian ke pada petani di lapangan. h. Penangkar benih tidak tertarik memproduksi benih sebar VUB Inpari karena tidak mendapat keuntungan dari peningkatan hasil per hektar VUB tersebut (hanya petani yang menikmati keuntungan kenaikan hasil gabah VUB tersebut), sehingga Penangkar tidak mau mengganti varietas yang diproduksi benihnya dengan VUB Inpari yang belum ada pasarnya. Hal ini diperkuat dengan adanya program bantuan benih bersubsidi dari Pemerintah (melalui BUMN PT SHS dan PT Pertani) yang didominasi oleh varietas-varietas populer (Ciherang, dll). i. Nama Inpari yang menggunakan nomor seri susah diingat oleh petani dan petani menganggap semua Inpari sama mutunya terutama apabila suatu Inpari tertentu kurang bagus di suatu lokasi/wilayah, dan berita tersebut cepat menyebar ke petani di sekitarnya. Petani yang tingkat pendidikannya tergolong rendah menyatakan mereka bingung dengan penamaan Inpari yang menggunakan nomor seri (Inpari 1 hingga Inpari terbaru yang sudah mereka dengar yaitu Inpari 33). Nama Inpari yang menggunakan nomor seri susah mereka ingat dibandingkan dengan menghafal satu nama yang berbeda, contoh hanya ada satu nama varietas Ciherang atau Mekongga. Di beberapa wilayah, petani memberi/mengganti nama Inpari dengan nama yang lebih populer saat itu (contoh Inpari 10 diberi nama varietas Inul/Manohara, varietas Inpari 30 diberi nama varietas Ciherang Super, dll). Saran Kebijakan Saran kebijakan yang diajukan untuk percepatan adopsi varietas unggul baru padi Inpari guna peningkatan produktivitas padi nasional sebagai berikut: a. Menugaskan kepada BPTP dan BB Padi untuk memberikan pendampingan Kelompok Tani (Poktan) untuk memproduksi benih sebar varietas Inpari pasca diseminasi (display/demfarm) di lokasi/Desa yang dilakukan diseminasi apabila ada varietas Inpari yang disukai oleh Poktan/Gapoktan. Pengembangan konsep ―Satu Penangkar Satu
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
85
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Kecamatan‖ mendukung program 1000 Desa Mandiri Benih (DMB) padi untuk menyediakan benih bermutu di setiap Desa, karena hingga saat ini sekitar 8 juta Ha (60%) benih bersertifikat yang digunakan dari 14 juta Ha luas tanam padi. Dari 8 juta Ha benih bersertifikat yang digunakan, 50% berasal dari program pemerintah berupa bantuan benih bersubsidi. Konsep Satu Penangkar Satu Kecamatan perlu dikembangkan sebagai program Pemerintah dengan skema pembiayaan sebagai insentif bagi petani untuk meningkatkan penggunaan benih bersertifikat demi peningkatan produktivitas dan produksi padi nasional. Konsep satu penangkar satu kecamatan dalam pengembangan budi daya padi spesifik lokasi secara berkelanjutan akan menjamin benih dari VUB yang direkomendasikan tersedia di lapang, dengan memperbanyak jumlah DMB untuk lokasi yang terpencil, terutama diluar Jawa. b. BPTP bekerjasama dengan BP3K setempat agar mengadakan pendampingan untuk memonitor perkembangan adopsi VUB Inpari pasca diseminasi (demfarm) di lokasi/Desa tersebut, dan juga untuk memonitor kemungkinan adanya OPT yang tidak muncul saat diseminasi. Meningkatkan pemahaman kepada Poktan tentang pentingnya tanam padi secara serentak pada satu hamparan seluas minimal 500 Ha dan rekayasa ekologi (menanam aneka kembang untuk pakan predator hama dan pemasangan alat perangkap hama dengan rancangan sederhana), serta pergiliran varietas (diuji juga saat diseminasi VUB yang memiliki keunggulan sesuai dengan permasalahan OPT di lokasi tersebut). Hal ini untuk mencegah serangan hama/penyakit padi (terutama wereng batang coklat dan hawar daun bakteri) yang tidak muncul saat diseminasi. Dengan diterapkannya PHT serangan OPT dapat ditekan sehingga tidak terjadi penurunan produktivitas varietas Inpari pasca diseminasi. BPTP agar melakukan uji adaptasi pada musim hujan dan kemarau pada lokasi yang sama agar diperoleh data kesesuaian varietas Inpari pada musim yang berbeda terutama ketahanan terhadap OPT dan toleran terhadap kekeringan yang berkorelasi langsung terhadap hasil gabah. c.
Perakitan VUB padi BB Padi agar difokuskan untuk perbaikan karakter varietas lama yang sudah populer (Ciherang, Mekongga, Situbagendit, IR64), seperti karakter hasil tinggi, tahan terhadap OPT utama, toleran genangan, dan umur genjah yang merupakan karakter utama yang diharapkan petani. Oleh karena itu, peran data karakterisasi aksesi plasma nutfah yang ada sangat penting sebagai donor karakter yang
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
86
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
diinginkan. Pemuliaan partisipatif (melibatkan kelompok tani) di beberapa sentra padi yang mengutamakan perbaikan karakter varietas yang menjadi permasalahan di lapangan (biotik dan abiotik) sangat penting dilakukan. Perakitan varietas dengan postur tanaman ideal yang mampu menyediakan energi untuk tumbuh dan beranak lebih banyak yang dicirikan tanaman pendek dan batang kokoh (agar tahan rebah), posisi daun tegak (sehingga mampu menangkap cahaya matahari yang lebih besar untuk meningkatkan laju fotosintesis), ukuran malai sedang, responsif terhadap pemupukan, dan rasa nasi enak/harum). d. BPTP/BB Padi dan BP3K agar melibatkan para penebas di lokasi diseminasi sebelum panen dan menginformasikan bahwa karakter gabah (rendemen) dan rasa nasi Inpari sama/lebih baik dibandingkan varietasvarietas lama yang sudah berkembang di lokasi tersebut (varietas Ciherang, Mekongga, Situbagendit, IR64, dan IR42), sehingga para penebas mau membeli gabah Inpari dengan harga yang sama dengan varietas yang sudah populer. Disamping itu kenaikan hasil GKG/ha Inpari harus signifikan yaitu minimal kenaikan hasil Inpari 1 ton GKG/ha dibandingkan varietas lama Ciherang, agar petani untung dan bersemangat untuk menanam Inpari lagi pada musim berikutnya. e. BPTP agar lebih intensif melibatkan para penyuluh di BP3K di tiap Kecamatan melalui pelaksanaan diseminasi yang terprogram melalui pelatihan/sosialisasi teknologi baru, kegiatan lapang ( display/demfarm) VUB di lokasi (Desa/Kecamatan) dengan mengundang para penyuluh dari BP3K tetangga/terdekat di lingkup Kabupaten dengan permasalahan lapang yang sama. BPTP dapat memberikan benih contoh untuk VUB yang baru dilepas kepada Penyuluh (sekitar 5-10 kg per VUB) untuk mereka diperkenalkan di wilayah kerja mereka dengan menanam varietas tersebut di beberapa Gapoktan/di beberapa Desa di Kecamatan mereka agar mereka merasa lebih yakin untuk menyampaikan ke petani karena mereka sudah mencoba/menguji dan mengamati sendiri keragaan dari VUB tersebut dbandingkan dengan varietas yang sudah biasa ditanam oleh petani di masing-masing gapoktan. f.
BPTP/BB Padi dan BP3K agar melibatkan para Penangkar benih yang ada di sekitar lokasi diseminasi agar mereka tertarik memproduksi benih sebar VUB Inpari yang hasilnya lebih tinggi dibandingkan varietas lama (Ciherang, Mekongga, Situbagendit, IR64, dan IR42). Penangkar merupakan bagian dari proses diseminasi untuk mempercepat adopsi
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
87
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
VUB karena bila benih tersedia maka petani di sekitar lokasi diseminasi akan tertarik untuk menanam Inpari pada musim berikutnya. Ketersediaan benih sebar di lokasi tempat diseminasi sangat penting untuk meningkatkan adopsi varietas unggul baru Inpari tersebut guna meningkatkan produktivitas di wilayah sekitar lokasi pengembangan. Apabila petani di lokasi diseminasi telah menerima varietas Inpari tersebut, maka diharapkan informasi ini akan menyebar ke petani di sekitarnya dan berkembang ke luar wilayah lokasi diseminasi. g. BB Padi agar mengurangi secara bertahap produksi benih kelas Benih Penjenis (BS) varietas-varietas lama (Ciherang, Mekongga, Situbagendit, IR64, dan IR42) untuk mempercepat berkembangnya varietas-varietas unggul Inpari spesifik lokasi. h. Badanlitbang Pertanian (melalui BB Padi) agar mengusulkan penggantian nama Inpari dengan nama lain yang lebih mudah diingat sesuai dengan keunggulan dari VUB tersebut, karena nomor seri Inpari yang ada saat ini sudah terlalu banyak (Inpari 1 hingga Inpari terbaru yaitu Inpari 41). Contoh pemberian nama VUB yang memiliki sifat toleran ―kekeringan‖ bisa diberi nama varietas ―Paring-1‖, yang toleran ―masam‖ bisa diberi nama varietas ―Pasam-1‖, dsb. Untuk sifat yang sama, cukup dilepas setiap dua tahun sekali, sehingga setelah dua tahun baru dilepas ―Paring-2) dengan perbaikan tingkat toleran kekeringannya. BPTP/BP3K dapat memperkenalkan VUB dengan karakter yang sama (nomor seri berbeda) kepada petani di wilayah (Kabupaten) yang baru mengadopsi VUB dengan karakter yang sama (nomor seri berbeda), minimal dua tahun, agar petani tidak bingung. 3.
Upaya Percepatan Adopsi Varietas Jagung Hibrida Balitbangtan
Pendahuluan Kebutuhan jagung dalam negeri meningkat setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan sehingga dari sisi ketahanan pangan nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis. Kebutuhan jagung domestik meningkat 3,77 % setiap tahun dan diperkirakan tahun 2045 kebutuhan jagung mencapai 45,628 juta ton. Saat ini Indonesia sudah bisa mengurangi impor jagung dari biasanya diatas 3 juta ton menjadi 0,88 juta ton. Dari tahun 2005 hingga 2015, setiap tahun ratarata luas panen jagung meningkat 0,49%, produksi meningkat 5,02% dan produktivitas meningkat 4,38%. Tahun 2015, produksi jagung 19,61 juta ton
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
88
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
dengan luas panen 3,79 juta ha dan produktivitas 5,18 ton/ha. Tahun 2045 Indonesia mentargetkan untuk dapat mengisi 25% pangsa pasar jagung ASEAN, sehingga target produktivitas yang harus dicapai minimal 7,01 ton/ha dengan sasaran produksi 63,16 juta ton. Indonesia mempunyai potensi sangat besar dalam meningkatkan produksi maupun produktivitas jagung. Saat ini pemanfaatan lahan kering baru 19% dari 17.033.906 ha (total lahan kering), pemanfaatan lahan sawah abaru 30% dari 4.760.580 ha (total lahan sawah), pemanfaatan lahan sawah non irigasi 31% dari 3.354.244 ha (Total lahan non sawah) (BPS, ATAP 2015). Produktivitas jagung nasional masih 5,18 ton/ha sementara produktivitas jagung negara eksportir besar seperti Amerika Serikat 9,5 ton/ha, Agentina 7,5 ton/ha dan negara Uni Eropa 6,2 ton/ha. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas adalah dengan menggunakan jagung hibrida. Hingga tahun 2015, Pemerintah Indonesia telah melepas 203 varietas jagung baik jagung non-hibrida (bersari bebas/komposit) maupun jagung hibrida yang dihasilkan oleh Kementerian Pertanian (melalui Badan Litbang Pertanian), Perguruan Tinggi, dan perusahaan sawasta. Jagung komposit pertama dilepas varietas Manado Kuning tahun 1945. Badan Litbang Pertanian hingga tahun 2015 telah melepas sekitar 20 varietas jagung komposit dan 30 varietas jagung hibrida (hibrida Semar 1 dilepas tahun 1992 hingga hibrida JH 45 dilepas tahun 2015). Hingga tahun 2015, Bisma dan Lamuru, jagung komposit yang masih ditanam petani dalam skala luas. Jagung hibrida Bima 2 Bantimurung (dengan nama dagang jagung hibrida Pak Tani 2) telah dilisensi dan dikembangkan oleh PT Benih Saprotan Utama tahun 2009. Jagung Pak Tani 2 diminati petani khususnya di sentra pengembangan jagung di Indonesia, seperti Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Varietas jagung hibrida Balitbangtan juga dilisensi/diproduksi benihnya oleh beberapa perusahaan benih nasional yaitu PT Parisonna Alam Sejahtera dan PT Golden Indonesian Seeds untuk varietas Bima 3 Bantimurung (dengan nama dagang RK789), PT Bintang Timur Pasifik untuk varietas Bima 4 (dengan nama dagang Gemilang 1), PT SAS untuk varietas Bima 5, PT Makmur Sejahtera Nusantara untuk varietas Bima 6, PT Biogene Plantation untuk Bima 7 dan Bima 8, serta PT Tossa Agro untuk Bima 9, Bima 10 dan Bima 11. Dari sejumlah varietas jagung hibrida yang telah dirilis, dua varietas tergolong berumur genjah (≤ 90 hst) yaitu Bima 7 dan Bima 8. Data sebaran varietas jagung tahun 2012-2015, bahwa hingga tahun 2015 pada luasan panen total 3,71 juta Ha, peringkat lima besar adopsi varietas jagung berupa sebaran luas tanam pada urutan ke-1 hingga ke-3 didominasi
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
89
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
oleh jagung hibrida: varietas Bisi 2 (dilepas 1995) kontribusi luasan 16,72% , Pioneer 21 (dilepas 2001) 5,57%, Bisi 816 (dilepas 2004) 4,20%, sedangkan urutan ke-4 dan ke-5 ditempati jagung komposit: varietas Bisma (dilepas 1995) 4,20% dan Lamuru (dilepas 2000) 3,32%. Sisanya gabungan varietas unggul lain (sekitar 110 varietas termasuk hibrida dan komposit) sebesar 45,21% dan varietas lokal sebesar 20,78%. Pulau Jawa menyumbang 50,67% luas panen (1,88 juta Ha). Jagung hibrida Balitbangtan belum masuk dalam peringkat lima besar (di bawah 3%) dan masih di bawah varitas hibrida perusahaan benih multinasional dan jagung komposit varietas Bisma dan Lamuru. Dibandingkan dengan sebaran varietas jagung tahun 2011, hibrida Bisi 2 tidak mengalami perubahan yaitu 16,61% tahun 2011 dan 16,72% tahun 2015, ini menunjukkan bahwa petani menyukai varietas yang memiliki dua tongkol (prolifik). Hibrida Pioneer 1 peringkatnya digantikan oleh Pioneer 21 tahun 2015. Jagung komposit varietas Bisma mengalami penurunan dari 6,33% tahun 2011 menjadi 4,20% tahun 2015 dan digantikan oleh jagung komposit varietas Lamuru sebesar 3,32% terutama untuk wilayah Nusa Tenggara menyukai varietas Lamuru yang toleran kekeringan. Luas sebaran jagung hibrida produksi Balitbangtan yaitu Bima 10 pada tahun 2013 pernah mencapai luas 40.663 Ha (1,84%). Dari data ini dapat disimpulkan bahwa luas sebaran tiap varietas jagung hibrida produksi Balitbangtan masih rendah (di bawah 3%). Oleh karena itu makalah ini berisi saran upaya untuk mempercepat dan meningkatkan adopsi varietas jagung hibrida Balitbangtan. Permasalahan/Pokok Pemikiran Data sebaran varietas jagung tahun 2012-2015, bahwa tahun 2015 pada kontribusi luas jagung lokal yaitu 0,77 juta ha (20,78% dari total luas panen nasional 3,71 juta ha) meningkat dibandingkan tahun 2012 yang luasnya 0,26 juta ha (6,33%). Peningkatan luas panen jagung lokal ini tentu memprihatinkan ditengah upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas nasional dengan menanam varietas hibrida melalui bantuan subsidi benih. Kemungkinan penyebab meningkatnya luas panen jagung lokal ini karena petani tidak mampu membeli benih varietas unggul atau benih varietas unggul tidak tersedia di lokasi tersebut, atau karena tahun 2015 mengalami kekeringan di sebagian wilayah Indonesia sehingga petani khawatir akan gagal panen bila menanam varietas unggul yang kurang toleran kekeringan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
90
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Temuan Pokok Berikut hasil survey yang dilakukan terhadap lisensor yang telah memproduksi benih jagung varietas hibrida Balitbangtan: a. Sebagian besar Lisensor (produsen benih yang melisensi jagung hibrida Balitbangtan) tergolong perusahaan yang relatif baru berdiri atau baru mulai melisensi untuk memproduksi benih jagung hibrida (melisensi mulai tahun 2010 hingga tahun 2015 yaitu oleh PT GIS , PT Srijaya, PT Duta Niaga, CV Putra Pertiwi, dll) sehingga mereka masih mencari pasar terutama di luar Jawa karena di Jawa sebagian besar pasar sudah dikuasai oleh produsen benih jagung hibrida swasta multinasional (PT BISI, PT Pioneer, dll). b. Kurangnya diseminasi (display/demfarm) jagung hibrida Balitbangtan yang dilakukan oleh BPTP dan Lisensor melalui pendampingan kepada poktan yang diikuti kegiatan monitoring pasca diseminasi. c.
Produktivitas dan keseragaman keragaan varietas jagung hibrida Balitbangtan sudah menyamai jagung hibrida swasta multinasional, sehingga petani yang masih menanam jagung komposit akan mengganti dengan menanam varietas jagung hibrida Balitbangtan dengan harga yang lebih murah.
d. Lisensor tidak memiliki program untuk mendampingi budi daya jagung hibrida Balitbangtan termasuk untuk membeli jagung pipilan hasil panennya. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh swasta multinasional yaitu dengan membeli jagung pipilan hasil panen dari varietasnya dan menjual ke pabrik pakan ternak. e. Para penyuluh di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) di tiap Kecamatan kurang dilibatkan oleh Lisensor dalam pelaksanaan diseminasi (display/demfarm) VUB di lokasi (Desa/ Kecamatan) yang menjadi binaannya. Sesuai dengan motto mereka, penyuluh merasa lebih yakin untuk menyampaikan ke petani apabila mereka dapat mencoba/menguji dan mengamati sendiri keragaan dari VUB tersebut yang akan dibandingkan dengan varietas yang sudah biasa ditanam oleh petani di masing-masing gapoktan dengan perlakuan yang sama.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
91
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Saran Kebijakan Saran kebijakan yang diajukan untuk percepatan adopsi varietas unggul baru jagung hibrida Balitbangtan guna peningkatan produktivitas jagung nasional sebagai berikut: a. Pemerintah agar meningkatkan porsi kontribusi bantuan benih bersubsidi varietas jagung hibrida Balitbangtan pada tahun 2018 dan ke depan (tahun 2017 Pemerintah memberikan porsi kontribusi bantuan benih bersubsidi jagung hibrida Balitbangtan seluas 0,6 juta ha dan jagung komposit 0,4 juta ha) terutama untuk pengembangan di luar Jawa yang sebagian besar jagung ditanam pada lahan suboptimal. Harga jual benih jagung hibrida Balitbangtan mestinya bisa lebih murah dibandingkan hibrida swasta multinasional karena perakitan varietas Balitbangtan dibiayai dari dana APBN sehingga lisensor tidak butuh dana besar untuk investasi perakitan VUB. b. Menugaskan BPTP agar meningkatkan demfarm jagung hibrida Balitbangtan yang dilakukan bersama Lisensor melalui pendampingan kepada poktan yang diikuti kegiatan monitoring pasca diseminasi. c. Balitbangtan (melalui Balitsereal) agar mengurangi produksi benih kelas Benih Penjenis (BS) jagung komposit untuk mengurangi penggunaan jagung komposit di lahan suboptimal dan digantikan jagung hibrida Silang Tiga Jalur (STJ) dengan harga benih lebih murah (50% dari harga benih hibrida Silang Tunggal). d. Balitbangtan (melalui Balitsereal) agar meningkatkan produktivitas dan keseragaman keragaan varietas jagung hibrida sehingga lebih bagus dibandingkan produktivitas jagung hibrida swasta multinasional. Produksi benih tetua galur jantan dan betina agar dijaga kemurniannya dengan isolasi waktu, isolasi jarak agar terhindar dari tepung sari varietas lain yang tidak diinginkan. Kebersihan alat prosesing benih perlu dijaga agar tidak ada bekas benih galur lain yang tertinggal di dalam alat prosesing. e. Perakitan VUB dengan peningkatan produktivitas ke lahan suboptimal, seperti lahan sawah tadah hujan, lahan kering, lahan rawa pasang surut, dan lahan bekas tambang. Penyediaan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan toleran kekeringan dengan karakteristik: umur super genjah (< 85 hari) atau lebih genjah 30 hari dibandingkan varietas yang ada di pasaran sebagai upaya meminimalkan kegagalan panen akibat periode hujan yang pendek. Varietas unggul jagung berumur genjah diperlukan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
92
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
petani terutama untuk menyesuaikan pola tanam dan ketersediaan air. Varietas jagung berumur genjah umumnya cukup tenggang terhadap kekeringan. Jagung umur genjah merupakan salah satu program strategis Badan Litbang Pertanian untuk menghadapi perubahan iklim global dan menjadi tugas Balitsereal untuk mewujudkannya. Hal ini penting karena pertanaman jagung di Indonesia sekitar 79% terdapat di lahan tegal dan 10% di lahan sawah tadah hujan yang memerlukan varietas umur genjah (<90 hari) dan toleran kekeringan. Jagung hibrida harus memiliki penampilan tanaman yang kokoh, perakaran yang kuat sehingga tahan rebah. Penampilan tongkol seragam dan besar (dengan janggel yang kecil), kelobot menutup rapat, tahan terhadap penyakit utama (bulai, karat, bercak daun), stay green ( warna batang dan daun masih hijau saat jagung sudah siap untuk panen) untuk dintegrasikan dengan ternak sapi, dan tipe bijinya semi mutiara berwarna oranye (untuk pakan ternak ayam). 4.
Upaya Peningkatan Produktivitas Kedelai Nasional
Pendahuluan Konsumsi kedelai di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, dengan rata-rata kebutuhan 2,3 juta ton biji kering per tahun, sedangkan produksi rata rata 5 tahun terakhir hanya mampu mencapai 0,98 juta ton biji kering atau 43% dari kebutuhan sehingga sisanya sebesar 57% harus impor. Luas panen kedelai tertinggi 1,6 juta hektar pernah dicapai pada tahun 1992 dan pada tahun 2015 luasnya hanya 614 ribu hektar. Selama 20 tahun terakhir terjadi penurunan luas panen sebesar 61,62% atau rata-rata 4,05% per tahun. Penurunan luas panen terbesar terjadi di Pulau Sumatera sebesar 85% (dari 480.714 ha menjadi 68.619 ha), Pulau Jawa 59% (dari 879.650 ha menjadi 358.070 ha), Pulau Sulawesi 48% (dari 124.551 ha menjadi 64.616 ha), Pulau Kalimantan 40,42% (dari 23.148 ha menjadi 13.791 ha), Bali dan Nustra (NTB, NTT) 31,98% (dari 152.388 ha menjadi 103.657 ha), sedangkan Maluku, Papua relative stabil (dari 5.255 ha menjadi 5.342 ha). Luas panen kedelai terbesar tahun 2015 berada di Pulau Jawa seluas 358.070 ha atau 58,31% dari total luas panen, diikuti pulau Nusa Tenggara 16,88%, Sumatera 11,17%, Sulawesi 10,52%, Kalimantan 2,25%, Maluku dan Papua 0,87%. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan kedelai luar pulau jawa masih lamban dan tidak sebanding dengan potensi lahan yang ada di bandingkan lahan di Jawa yang semakin berkurang.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
93
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Untuk merealisasikan target swasembada kedelai tahun 2025, maka pemerintah telah menyusun rencana pencapaian sasaran yang dituangkan dalam grand strategi percepatan peningkatan produksi kedelai tahun 2015 - 2045. Sasaran jangka pendek (2015 - 2019) yaitu tercapainya peningkatan produksi kedelai sebesar 2.453.851 ton dan berkurangnya impor (hanya 200.000 ton); sasaran jangka menengah (2020 – 2025) yaitu tercapainya swasembada kedelai tahun 2020, dengan jumlah produksi sebesar 2.960.993 ton; dan sasaran jangka panjang (2021 – 2045) tercapainya surplus kedelai dan tercapainya produksi tahun 2045 sebesar 7.695.000 ton, dengan surplus sebesar 2.908.360 ton. Pertumbuhan produksi kedelai nasional tahun 2014 sebesar 12,18% dan tahun 2015 sebesar 0,89 %. Produksi kedelai tertinggi terjadi di Jawa Timur sebesar 35,81 % dari produksi Nasional, diikuti Jawa Tengah dan NTB. Ratarata produktivitas kedelai per hektar secara nasional pada tahun 2015 sebesar 1,57 ton/ha sedangkan tahun 1992 sebesar 1,12 ton/ha (meningkat rata-rata 2,16% per tahun). Pada tahun 2015 di beberapa daerah sudah mencapai produktivitas diatas 2 ton/ha yaitu di Jawa Tengah dan sebagian di Provinsi Sulawesi Tengah, dan perlu ditingkatkan lagi agar tercapai potensi hasil 3 ton/ha. Rendahnya produktivitas kedelai di tingkat petani karena penerapan teknologi spesifik lokasi belum optimal dibandingkan potensi produktivitas varietas unggul kedelai yang mencapai 3,50 ton/ha dengan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) termasuk penggunaan varietas unggul sebagai salah satu komponen PTT. Hingga tahun 2015, Pemerintah Indonesia telah melepas 87 varietas kedelai yang sebagian besar dihasilkan oleh Kementerian Pertanian (melalui Badan Litbang Pertanian). Varietas kedelai pertama yang dilepas yaitu Varietas Otau tahun 1918 hingga varietas Devon 1 yang dilepas tahun 2015 yang masingmasing memiliki keunggulan spesifik lokasi. Data sebaran varietas kedelai tahun 2014-2015, bahwa hingga tahun 2015 pada luasan panen total kedelai 532.818 Ha, peringkat lima besar adopsi varietas kedelai berupa sebaran luas tanam pada urutan ke-1 hingga ke-5 adalah varietas Anjasmoro (dilepas 2001) kontribusi luasan 40,20%, varietas Wilis (dilepas 1983) kontribusi luasan 23,54%, Grobogan (dilepas 2008) kontribusi luasan 8,36%, varietas Baluran (dilepas 2002) kontribusi luasan 5,06% dan varietas Burangrang (dilepas 1999) kontribusi luasan 4,57%. Sisanya gabungan varietas unggul lain 9,61% dan varietas lokal sebesar 8,65%. Varietas unggul baru kedelai Balitbangtan yang dilepas setelah tahun 2000 sebanyak 30 varietas tetapi hanya varietas Anjasmoro yang masuk dalam peringkat lima besar tahun 2015, sedangkan lainnya di bawah 4,57%). Dari data ini dapat disimpulkan bahwa luas sebaran tiap varietas unggul
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
94
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
baru kedelai produksi Balitbangtan (yang dilepas 16 tahun yang lalu atau setelah tahun 2000) masih rendah yaitu di bawah 4,57% (kecuali Anjasmoro). Oleh karena itu makalah ini berisi saran upaya untuk meningkatkan produktivitas kedelai nasional antara lain dengan penggunaan varietas unggul baru. Permasalahan/Pokok Pemikiran Produksi kedelai di Indonesia sampai saat ini mayoritas masih di Pulau Jawa yang pengelolaannya hanya sebagai tanaman sela/sampingan sehingga kurang serius dalam penanganan budi dayanya selain itu masih banyak dibudi dayakan secara tumpangsari dan untuk merotasi/pergiliran tanaman berikutnya. Masih rendahnya produktivitas tanaman kedelai nasional menyebabkan semakin menurunnya minat petani mengembangkan kedelai. Budi daya kedelai sangat rentan serangan OPT dan cekaman abiotik. Produktivitas kedelai sangat dipengaruhi oleh iklim, jika kondisi iklimnya terlalu basah atau terlalu kering bisa dipastikan capaiannya dibawah atau akan menurun bila dibandingkan dengan panenan musim sebelumnya yang iklimnya lebih mendukung. Untuk mempercepat peningkatan produktivitas diperlukan benih varietas unggul yang berpotensi tinggi lebih dari 3 ton/ha. Temuan Pokok Berikut faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat produktivitas kedelai: a. Pengembangan kedelai di areal baru menghadapi kendala antara lain tenaga kerja, ketersediaan benih, dan pengetahuan budi daya kedelai spesifik lokasi. Kelangkaan tenaga kerja belum diimbangi pengembangan dan penerapan alat mekanisasi di daerah pengembangan baru. Ketersediaan benih perlu menumbuh kembangkan dan membangun kawasan mandiri benih di daerah sasaran. Keterampilan budi daya kedelai di perlukan pelatihan dan pendampingan. b. Kekurangan benih kedelai yang bermutu dan siap di lapang. Penanaman kedelai sawah di MK II sangat luas dan membutuhkan banyak benih, karena tidak ada benih petani memberokan lahannya. Hal ini diantispasi dengan menumbuhkan wilayah mandiri benih sistem jabalsim dengan pengaturan pola tanam antara lahan kering dan sawah. Sulitnya memperoleh benih unggul menyebabkan petani menggunakan benih asalan yang dibeli dari pasar atau sortiran dari hasil panen sendiri musim sebelumnya. Minimnya benih di lapangan disebabkan rendahnya daya
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
95
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
c.
d.
e.
f.
g.
simpan (sekitar 3 bulan) sehingga produsen atau penangkar benih kurang berminat karena jika tidak segera laku dari pasar tidak pasti, maka akan rugi karena sudah menjadi kedelai konsumsi Varietas yang tergolong lama yaitu Wilis (dilepas 1983) masih ditanam petani di Jawa (sebesar 32,28%) dan di Bali dan Nusra Jawa (sebesar 20,66%), padahal Wilis produktivitasnya hanya 1,6 ton/ha dan umur panennya di atas 80 hari. Sedangkan beberapa VUB produktivitasnya ada yang di atas 2 ton/ha dengan potensi hasil di atas 3,00 ton/ha dan umur panen sangat genjah (contoh: varietas Gema produktivitasnya 2,47 ton/ha dengan potensi hasil 3,06 ton/ha dan umurnya 73 hari). Keterbatasan modal untuk berusahatani kedelai. Seringkali petani ‗kecil‘ yang berusahatani kedelai lebih memilih memberokan tanahnya karena tidak mempunyai uang untuk membeli saprotan. Karena dengan adanya bantuan sarana produksi yang diberikan oleh pemerintah, maka petani mengusahakan kedelai. Daya saing kedelai rendah. Pengembangan kedelai terhambat oleh rendahnya daya saing kedelai. Seringkali harga kedelai fluktuatif, sehingga bila dibandingkan dengan usaha tanaman kompetitornya (jagung, kacang tanah, tembakau, bawang) pada saat musim yang sama keuntungannya di bawah tanaman kompetitor tersebut. Kekurangan air selama proses produksi. Pada musim kemarau, air menjadi faktor penghambat dalam proses produksi. Kedelai tidak banyak membutuhkan air dibanding tanaman kompetitornya, hanya pada satu bulan pertumbuhan (saat vegetatif) butuh air dan ini bisa diantisipasi dengan teknologi atau varietas umur pendek atau tahan kekeringan. Tingkat harga yang kurang kondusif dan fluktuatif. Penanaman kedelai yang hanya musim-musim tertentu seperti puncak tanam pada MK II berpengaruh kepada kontinuitas suplai (produk). Seringkali terjadi kelebihan produksi di satu sisi dan kelangkaan produksi di sisi lain ditambah adanya kedelai impor di pasaran. Produksi kedelai di Indonesia dihasilkan berdasarkan musim tanam sehingga ketersediaan di pasaran tidak bisa kontinyu/rutin setiap bulan. Hal ini yang dijadikan alasan untuk melakukan impor walaupun sebenarnya ini bisa di antisipasi selama permintaaan dan harga pasar yang terjamin. Dengan adanya pembebasan impor ini menimbulkan dampak yang sangat serius terhadap minat petani untuk mengembangkan kedelai, dan para produsen tahu tempe lebih tertarik kedelai impor karena alasan mutu dan harga yang relatif lebih murah, serta kedelainya tersedia di pasaran.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
96
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
h. Adanya impor kedelai yang masih cukup besar dengan harga yang lebih murah yang bersamaan dengan panen raya di dalam negeri, menyebabkan harga kedelai di dalam negeri menjadi terpuruk. Saran Kebijakan Saran kebijakan yang diajukan untuk peningkatan produktivitas kedelai nasional sebagai berikut: a. Pengembangan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan penerapan varietas unggul baru (hasilnya tinggi) melalui bantuan benih bersubsidi terutama pada wilayah yang masih menggunakan varietas lokal dan varietas lama. VUB yang sudah terbukti lebih tinggi hasilnya melalui uji coba di suatu wilayah perlu dibantu subsidi benihnya untuk pengembangan pada skala luas. Pada tahun 2007 dan 2008 telah dilakukan pengujian teknologi budi daya kedelai di lahan pasang surut di Desa Bandar Jaya, Kecamatan Rantau Rasau, Kab. Tanjung Jabung Timur, Jambi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa teknik budi daya kedelai melalui pendekatan PTT produktivitas mencapai 2,11 t/ha atau meningkat 26,3% dibandingkan rata-rata hasil dengan cara petani. b. Mempercepat alih teknologi dan peningkatan produktivitas benih sumber, serta distribusi benih kedelai kepada pengguna melaui pengembangan program Desa Mandiri Benih Kedelai melalui system Jabalsim pada sentra kedelai dan areal bukaan baru. Fasilitasi pelatihan bagi penangkar benih kedelai, peningkatan peran UPBS di Balitkabi dan BPTP, BBI, dan BBU, serta bantuan alat mesin untuk pengembangan produksi benih kedelai c. Perbaikan teknologi budi daya menekan kesenjangan hasil antara tingkat penelitian dengan tingkat petani. Pengembangan teknologi budi daya kedelai jenuh air, melalui penerapan varietas unggul, pemupukan berimbang pesifik lokasi, dan perbaikan tata air d.
Perbaikan pengelolaan panen dan pascapanen, dalam rangka peningkatan mutu dan pengurangan kehilangan hasil. Mutu produksi kedelai di pasaran saat ini masih dianggap rendah, hal ini disebabkan kurangnya penanganan pasca panen yang benar sehingga kedelai banyak mengalami kerusakan atau penurunan kualitas mutu pada fase setelah panen sampai penyimpanan digudang. Faktor utama penyebab turunnya mutu hasil panen kedelai adalah masih tingginya kadar air, banyakanya kotoran dan campuran produk yang rusak sehingga kelihatan sekali dari fisiknya tidak seragam.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
97
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
e.
5.
Peningkatan stabilitas hasil dalam upaya peringatan dini terhadap serangan OPT dan anomali Iklim. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan potensi genetik tanaman melalui penguatan inovasi teknik budi daya dan perakitan varietas unggul dengan potensi hasil 10-20% lebih tinggi daripada varietas terbaik yang ada sekarang, umur sangat genjah, mampu beradaptasi pada lahan-lahan terkena dampak perubahan iklim seperti kekeringan, genangan, dan salinitas tinggi dengan memanfaatkan biosains dan bio-enjinering.
Solusi Peningkatan Indeks Pertanaman Padi di Lahan Rawa
Pendahuluan Padi telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sehingga komoditas ini telah turut mempengaruhi tatanan politik dan stabilitas nasional. Selain sebagai makanan pokok lebih dari 95% penduduk, padi juga menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar petani di perdesaan. Produksi padi perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang terus bertambah. Dari sisi pasokan, tantangan bagi Indonesia adalah fragmentasi lahan, alih fungsi lahan yang belum dapat dikendalikan, dan penurunan jumlah petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian dalam sepuluh tahun terakhir. Sumber pertumbuhan tanaman padi dapat dicapai melalui program intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi. Program intensifikasi telah dilakukan melalui GP-PTT sejak tahun 2008. Program ini meningkatkan produktivitas padi dari 4,894 t/ha tahun 2008 menjadi 5,135 t/ha tahun 2014. Tingkat produktivitas padi di Jawa telah mencapai 5,729 t/ha, sedangkan di luar Jawa 4,621 t/ha. Dibanding target produksi padi 2014 sebesar 70 juta ton, produksi padi tahun 2015 meningkat 4 juta ton melalui perluasan areal tanam (ekstensifikasi). Target produksi padi tahun 2019 telah ditetapkan 84,1 juta ton, berarti diperlukan peningkatan produksi padi 2015-2019 sebesar 3%/tahun. Peningkatan perluasan areal tanam melalui pencetakan sawah baru menghadapi banyak kendala terutama aspek pembebasan lahan dan pencetakan sawah yang relatif mahal. Upaya yang paling memungkinkan peningkatan indeks pertanaman terutama di wilayah yang indeks pertanamannya masih rendah terutama di luar Jawa. Di Indonesia disepakati istilah rawa dalam 2 (dua) pengertian, yakni rawa pasang surut dan rawa lebak. Rawa pasang surut diartikan sebagai daerah rawa yang mendapatkan pengaruh langsung atau tidak langsung ayunan pasang surut air laut, atau sungai di sekitarnya, sedangkan rawa lebak adalah daerah rawa
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
98
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
yang mengalami genangan selama lebih dari 3 (tiga) bulan, dengan tingkat genangan terendah berkisar antara 25-50 cm. Menurut BBSDLP (2014) berdasarkan hasil perhitungan secara spasial menggunakan peta tanah tinjau, lahan rawa di Indonesia tercatat 34,93 juta ha atau 18,28% dari luas daratan Indonesia, tersebar di Sumatera ±12,93 juta ha, Jawa ±0,90 juta ha, Kalimantan ±10,02 juta ha, Sulawesi ±1,05 juta ha, Maluku dan Maluku Utara ±0,16 juta ha. Dari total lahan rawa tersebut, yang tergolong lahan masam (pH < 5,5) mencakup areal 33,42 juta ha, lahan pasang surut sebesar 7,37 juta ha, lahan rawa lebak 11,19 juta ha, lahan rawa gambut 14,87 ha, dan lahan tidak masam (pH > 5,5) hanya sekitar 1,51 juta ha (4,32%). Dari total 8,16 juta ha lahan sawah, sekitar 3,25 juta ha (40%) lahan sub optimal berupa lahan tadah hujan 2,10 juta ha, rawa pasang surut 0,60 juta ha dan lebak sekitar 0,55 juta ha. Indeks pertanaman padi di lahan rawa pasang surut dan lebak antara 0,8 - 1,2 sehingga berpeluang untuk ditingkatkan. Permasalahan Indeks pertanaman padi dapat dihitung dengan cara membagi angka luas panen dengan jumlah luas lahan sawah irigasi dan non irigasi. Luas lahan sawah irigasi terdiri dari lahan sawah irigasi teknis, lahan sawah irigasi semi teknis, lahan sawah irigasi sederhana, dan lahan sawah irigasi desa. Sedangkan lahan sawah non irigasi terdiri dari lahan sawah tadah hujan, lahan sawah pasang surut, dan lahan sawah lebak. Indeks pertanaman padi sawah di Kalimantan berkisar antara 0,64 di Kalimantan Utara sampai 1,24 di Kalimantan Timur. Rendahnya nilai indeks pertanaman padi karena sebagian besar lahan usahataninya didominasi oleh lahan rawa pasang surut dan rawa lebak. Peningkatan produksi pangan nasional selama ini bertumpu pada lahan irigasi yang lebih banyak dikembangkan di Pulau Jawa, sementara di luar Pulau Jawa seperti lahan rawa pasang surut dan rawa lebak, belum sepenuhnya tergarap dengan baik. Pengembangan potensi kawasan lahan rawa dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi agroekosistem lahan, pemanfaatan inovasi teknologi dan sumber daya manusia serta tidak merusak lingkungan. Permasalahan peningkatan indeks pertanaman padi di lahan rawa pasang surut dan rawa lebak adalah : (a) kekurangan tenaga kerja dan alsintan, (b) luas lahan garapan per Kepala Keluarga terlalu luas sehingga banyak lahan tidur, (c) pengelolaan infrastruktur seperti saluaran drainase dan pintu air belum memadai, (d) frekuensi banjir dan kekekeringan serta OPT sukar diprediksi, (e) teknologi usahatani padi eksisting tidak menguntungkan petani, (f) teknologi baru
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
99
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
terutama penggunaan varietas unggul spesifik lokasi masih belum berkembang, dan (g) kebijakan pembakaran lahan oleh Pemda perlu diantisipasi dengan ketersediaan teknologi. Saran Kebijakan a.
Meningkatkan kembali program transmigrasi. Indeks pertanaman padi di lahan rawa pasang surut dan lebak dapat ditingkatkan dengan kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, melalui program transmigrasi. Pencetakan sawah baru yang tidak diikuti dengan penyediaan sumber daya manusia, hanya akan meningkatkan luasan lahan sawah terlantar.
b.
Dukungan infra struktur dan inovasi teknologi. Penyediaan tenaga kerja, dukungan alsintan terutama traktor roda 2 dan mesin pemanen, perbaikan jalan usahatani dan pintu air saluran irigasi/drainase, penyediaan benih varietas unggul spesifik lokasi yang dikombinasikan dengan penggunaan mikro organisme perombak (biodecomposer) untuk mempercepat proses pelapukan gulma dan tunggul jerami (tidak perlu dibakar), sehingga pengolahan lahan dapat dipercepat akan berdampak terhadap percepatan tanam, peningkatan indeks pertanaman dan peningkatan produsi padi sawah.
c.
Percepatan pemutihan varietas padi lokal. Untuk mendukung program UPSUS, varietas padi lokal yang terbukti lebih toleran keracunan besi dengan harga gabah kering panen lebih tinggi dibandingkan varietas unggul setempat akan sangat bermanfaat bagi petani bila dapat diputihkan; kelompok tani bisa terdaftar di Dinas Pertanian setempat dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dapat membantu program bersubsidi untuk varietas padi unggul lokal yang sudah diputihkan.
d.
Perakitan varietas padi unggul baru umur panjang. Pada lahan sawah yang indeks pertanamannya tetap di bawah satu karena luasnya lahan garapan dan keterbatasan tenaga kerja, perlu dirakit teknologi varietas unggul padi umur panjang (5 bulan) dengan tingkat produktivitas di atas 10 ton/ha, toleran keracunan besi serta tahan hama/penyakit utama sehingga dapat meningkatkan efisiensi input dan pendapatan petani. Kegiatan perakitan varietas ini dapat dilakukan melalui kerjasama nasional maupun internasional.
e.
Peningkatan aktivitas penyuluhan. Pergeseran dari "berproduksi untuk konsumsi sendiri" menjadi "berproduksi untuk pasar", harus
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
100
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
mengubah struktur sosial ekonomi dan budaya petani di sektor pertanian secara dramatis di Kalimantan. Merangsang berkembangnya kelompok kolektif merupakan unsur penting menuju sektor pertanian yang lebih inovatif. Kelompok kolektif tidak hanya berkontribusi terhadap inovasi, mereka juga dapat menggunakan daya tawarnya terhadap peningkatan nilai tambah dan harga jual produknya. Kelompok kolektif dapat berupa kelompok tani, gabungan kelompok tani, maupun sistem inti-plasma. 6.
Pengembangan Bioindustri Tanaman Pangan di Lahan Suboptimal
Pendahuluan Wacana pengembangan kawasan pertanian bioindustri telah tertuang di dalam Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP), yang secara verbal merumuskannya sebagai visi pembangunan pertanian 2013–2045, yakni: ―Terwujudnya sistem pertanian Bioindustri berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan sehat dan produk bernilai tambah tinggi dari sumber daya hayati pertanian dan kelautan tropika‖. Semua Unit Kerja (UK) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) dituntut untuk senantiasa memahami dan mendalami dengan baik konsep dan pemikiran yang terkait dengan pengembangan pertanian bioindustri. Permasalahan Kegiatan pengembangan model pertanian bioindustri berbasis sumber daya lokal didesain untuk menghasilkan rancang bangun model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal (LSO), memfasilitasi penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem usahatani ramah lingkungan dan usaha agibisnis berbasis teknologi inovatif yang bersifat bioindustri, memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan bioindustri berbasis tanaman pangan, dan memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat-guna spesifik pengguna dan lokasi yang berkelanjutan. Pada kenyataannya hasil kegiatan masih terfokus kepada hasil pengujian pada demonstration plot dan belum memberikan penekanan pada aspek pengembangan sistem budi daya yang mengintegrasikan keseluruhan komponen inovasi litbang yang diperkenalkan kepada petani. Petani sebagai aktor utama dalam pertanian menuju pertanian bioindustri hingga saat ini masih menghadapi berbagai kendala menyangkut saranaproduksi, budi daya, pengolahan hasil, pemasaran dan perdagangan, prasarana, SDM penyuluh, inovasi, dan pengembangan kelembagaan petani.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
101
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Temuan-Temuan Pokok Pertanian bioindustri adalah sistem pertanian yang pada prinsipnya mengelola dan/atau memanfaatkan secara optimal seluruh sumber daya hayati termasuk biomasa dan/atau limbah pertanian, bagi kesejahteraan masyarakat dalam suatu ekosistem secara harmonis. Kata kunci sistem pertanian bioindustri ini terletak pada pemanfaatan seluruh sumber daya hayati, biomasa, dan limbah pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi dan bioproses, pemanfaatan dan rekayasa genetik. Di dalam pengembangannya, pertanian bioindustri tidak terlepas dari konsep pertanian berkelanjutan, meminimalisasi ketergantungan petani terhadap input eksternal dan penguasaan pasar. Mulai tahun 2015 Balitbangtan telah melaksanakan kegiatan-kegiatan pengembangan model pertanian bioindustri berbasis sumber daya lokal di sejumlah sentra produksi tanaman pangan. Secara khusus, BPTP Sumatera Selatan telah melaksanakan kegiatan ini di lahan kering (LK) di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan lahan pasang surut (LPS) di Kabupaten Banyuasin. Komponen utama dalam membangun model pertanian bioindustri terdiri dari: (1) komoditas yang akan dikembangkan, (2) teknologi inovatif yang siap digunakan, (3) dukungan lembaga penelitian pemerintah dan swasta, (4) lokasi pengembangan pada kondisi agroekologi tertentu, (3) sarana dan prasarana pendukung, (5) dukungan SDM sebagai pelaku pengembangan pertanian bioindustri, dan (6) ketersediaan pasar produk pertanian yang dihasilkan. Untuk lokasi sawah pasang surut, komoditas utamanya sama dengan yang di lahan sawah yaitu padi, namun komoditas integrasinya menggunakan sapi potong dan kerbau. Model yang dirancang awalnya adalah: (1) Komoditas utama padi, (2) Komoditas integrasi kerbau, sapi potong, itik, (3) Produk utama beras, tepung, daging, telur, (4) Produk bioindustri pangan, minyak dedak, pakan, kompos, asap cair, biogas, minyak dedak, jamur, (5) Teknologi PTT, Katam, Biokompos, diversifikasi pangan, formulasi pakan, bioproses, mekanisasi, dan (6) Luas kawasan minimal 500 ha, 500-1000 ekor sapi, 5000-10000 ekor itik. Pada agroekosistem lahan kering dataran rendah iklim kering kondisi airnya tidak mencukupi untuk usahatani padi, komoditas utama dipilih Sorgum yang tahan kekeringan. Rancangan modelnya dibangun yaitu: (1) Komoditas utama sorgum manis, (2) Komoditas integrasi sapi potong, domba, (3) Produk utama biji dan batang, daging, (4) Produk bioindustri bioetanol, gula sorgum, pakan, (5) Teknologi PTT, biokompos, formulasi pakan, bioproses, mekanisasi, (6) Luas kawasan Minimal 500 ha, 500-1000 ekor sapi, 3500 ekor domba.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
102
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Kedua rancangan di atas pada prakteknya mengalami modifikasi di lokasi kegiatan dan hasilnya masih dalam skala kecil. Di LPS sebagai berikut: (1) Komoditas utama padi, (2) Komoditas integrasi, sapi potong, (3) Produk utama beras, daging, (4) Produk bioindustri pakan, kompos, pupuk cair urine sapi, (5) Teknologi PTT, Katam, Biokompos, formulasi pakan, bioproses, mekanisasi, (6) Luas kawasan ± 200 ha, ± 70 ekor sapi. Di LK sebagai berikut: (1) Komoditas utama: jagung (panen muda, untuk pangan), (2) Komoditas integrasi, terdiri dari: sapi potong, domba, (3) Produk utama: tongkol segar, daging, (4) Produk bioindustri: pakan, kompos, biogas, (5) Teknologi: PTT, biokompos, formulasi pakan, bioproses, mekanisasi, (6) Luas kawasan ± 75 ha, ± 150 ekor sapi. Masalah yang ditemukan yang berkaitan dengan penyediaan sarana produksi pertanian, khususnya penyediaan benih/bibit, pupuk, pestisida, alsintan dan pakan ternak. Masalah yang ditemui antara lain kuantitas yang kurang, kualitas yang masih rendah, distribusi yang belum proporsional antar-wilayah, harga yang belum terjangkau petani, dan beredarnya pupuk/pestisida palsu. Dalam kegiatan budi daya pertanian, masih terdapat berbagai masalah antara lain: penguasaan lahan yang sempit, masih luasnya lahan tidur, terjadinya degradasi sumber daya lahan dan air, dan rendahnya akses petani terhadap teknologi pertanian. Pada kegiatan pengolahan hasil pertanian yang ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah, persoalan mendasar adalah belum berkembangnya industri pengolahan di sentra-sentra produksi, terbatasnya alat penyimpanan dan pengeringan serta pasokan (kuantitas dan kualitas) bahan baku yang belum memadai. Dari segi pemasaran dan perdagangan, sejumlah masalah perlu segera dipecahkan, yaitu rendahnya akses petani terhadap pasar dan informasi pasar, masih rendahnya posisi tawar petani, belum lancarnya distribusi produk pertanian, mutu produk yang belum mampu bersaing, kurangnya promosi dan usaha penetrasi pasar. Beberapa masalah yang berkaitan dengan konektivitas di pedesaan dan prasarana agribisnis antara lain, terbatasnya jumlah dan rusaknya sebagian jaringan irigasi, minimnya jumlah farm road dan jalan desa, terbatas dan belum optimalnya pemanfaatan sarana penyimpanan/gudang, terbatasnya fasilitas pengeringan, terbatasnya jumlah kendang komunal, terbatasnya fasilitas angkutan pertanian dan terbatasnya fasilitas komunikasi di perdesaan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
103
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Dari aspek sumber daya manusia, beberapa permasalahan pokok, antara lain rendahnya tingkat pendidikan petani dan rendahnya kapasitas dalam aspek kewirausahaan. Sedangkan permasalahan pokok berkaitan dengan penyuluhan pertanian adalah terbatasnya jumlah tenaga penyuluh (baik penyuluh PNS maupun swadaya), minimnya sarana penyuluhan, masih rendahnya keterkaitan penyuluhan dengan aspek penelitian sebagai sumber teknologi dan inovasi. Pada saat ini terdapat beberapa permasalahan dalam bidang inovasi penelitian pertanian, antara lain belum optimalnya diseminasi hasil-hasil penelitian, masih lemahnya sinergi penelitian antar berbagai instansi litbang dan universitas, dan belum berkembangnya penelitian oleh pihak swasta. Dari segi kelembagaan petani terdapat beberapa permasalahan, yaitu: masih lemahnya kapasitas dan belum efektifnya kinerja kelembagaan kelompok tani, belum berkembangnya kelembagaan yang berorientasi kepada aspek ekonomi petani, dan masih rendahnya minat untuk membangun dan mengembangkan kelembagaan petani. Saran Kebijakan Dari aspek penyediaan sarana produksi pertanian perlu lebih mendorong penggunaan benih/bibit unggul berpotensi hasil tinggi, adaptif terhadap perubahan iklim, ramah lingkungan dan berbasis sumber daya lokal; melakukan seleksi, pengujian, promosi dan pengawasan pupuk alternatif, termasuk pupuk yang dihasilkan dari pengolahan limbah ternak harus melalui pengujian laboratorium agar memenuhi standar jaminan mutu produk; mengembangkan pupuk dan pestisida hayati; menyusun rencana kebutuhan pupuk wilayah serta dirinci per musim tanam; memberikan insentif kepada industri sarana produksi pertanian yang berkandungan komponen lokal tinggi; dan melakukan standardisasi dan sertifikasi terhadap semua jenis sarana produksi pertanian. Dari sisi budi daya pertanian perlu meningkatkan akses lahan bagi petani kecil dan buruh tani (reforma agraria), pengaturan sistem pemilikan/penguasaan lahan dan subsidi biaya sertifikasi lahan petani secara masal; mengembangkan pembiayaan mikro di perdesaan;memperketat aturan penggunaan lahan yang beresiko menjadi lahan kritis; mengutamakan peningkatan produksi pertanian melalui akselerasi peningkatan produktivitas, sehingga mengurangi tekanan terhadap penggunaan sumber daya lahan dan air yang semakin terbatas; meningkatkan keterkaitan antara penelitian dan penyuluhan sehingga teknologi pertanian mudah diakses; dan mengembangkan sistem usahatani terpadu.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
104
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Kebijakan terkait pengolahan hasil pertanian perlu lebih mendorong pengembangan bioindustri di sentra produksi; mengembangkan bioindustri sebagai bagian dari klaster industri perdesaan yang menunjukkan keterkaitan dan saling ketergantungan semua unit usaha dari hulu sampai hilir; mendorong penumbuhan bioindustri skala kecil yang dikelola kelompok tani atau koperasi; menumbuhkan bioindustri yang memanfaatkan hasil samping secara optimal (biorefinery); menumbuhkan bioindustri untuk menghasilkan bioenergi berbasis bahan baku produk nonpangan; dan memacu tumbuhnya jasa penyimpanan dan pengeringan produk pertanian yang dihasilkan kelompok tani atau koperasi. Dalam hubungannya dengan pemasaran dan perdagangan hasil pertanian, perlu ditumbuhkan dan diperkuat berbagai organisasi pemasaran sarana produksi dan produk pertanian; melakukan kerjasama pemasaran di antara petani dan antara petani dengan pelaku lainnya; menyediakan jaringan informasi pasar, baik domestik maupun global; mendorong akses petani ke pasar modern (supermarket) disertai peningkatan daya saing produk yang dihasilkan; dan mengintensifkan promosi pasar produk pertanian. Sarana pertanian perlu terus dibenahi dengan mengembangkan sistem logistik khusus untuk produk pertanian, misalnya alat transportasi, pergudangan, pengeringan, dan pendingin (cold storage); perbaikan jaringan irigasi; memperluas pembangunan jalan usahatani di desa; membangun dan mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas penyimpanan/gudang; memfasilitasi pembangunan rumah potong hewan dan kendang komunal; membangun fasilitas pasar perdesaan; dan mendorong pengembangan prasarana dan pelayanan komunikasi di perdesaan. SDM pertanian juga harus ditingkatkan melalui peningkatan jumlah tenaga penyuluh secara bertahap, sehingga satu desa dilayani oleh satu orang penyuluh; meningkatkan kompetensi dan sertifikasi penyuluh pertanian bekerjasama dengan perguruan tinggi dan organisasi profesi penyuluh, sehingga memiliki kualifikasi lulusan pendidikan tinggi; meningkatkan fasilitas yang dibutuhkan para penyuluh; meningkatkan insentif penyuluh berbasis kinerja; dan mendorong peningkatan jumlah penyuluh swadaya. Dari sisi inovasi pertanian perlu diperkuat sinergi antara Badan Litbang Pertanian, Lembaga Penelitian Non-Kementerian (LPNK), dan universitas menuju sistem inovasi pertanian yang lebih kuat dan terpadu; meningkatkan keterkaitan penelitian dan penyuluhan untuk mengakselerasi diseminasi dan penerapan hasilhasil penelitian; mendorong partisipasi swasta dalam penelitian melalui
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
105
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
penguatan kerja sama dengan lembaga penelitian pemerintah; memprioritaskan penelitian pada bidang bioindustri; membangun infrastruktur penelitian yang memadai untuk menunjang program penelitian prioritas, terutama bidang bioindustri; membangun kelembagaan litbang yang independen namun tetap terkait erat dengan Pertanian-Bioindustri. Terakhir, aspek kelembagaan petani harus juga ditingkatkan kapasitasnya melalui pendampingan, pelatihan, magang, studi banding, dll; meningkatkan efektivitas kegiatan kelompok tani dengan memprioritaskan partisipasi petani; meningkatkan kemitraan kelompok tani dengan para pelaku ekonomi lainnya untuk mewujudkan koordinasi vertikal dalam kegiatan agribisnis; mengarahkan organisasi ekonomi petani untuk turut serta melakukan kegiatan off-farm; mendorong penumbuhan kelompok tani, koperasi atau kelembagaan petani lainnya pada wilayah-wilayah pengembangan baru; dan meningkatkan posisi tawar kelompok tani agar lebih mandiri. 7.
Budi Daya Kedelai Antisipasi Kekeringan di Lahan Sawah Tadah Hujan
Kedelai termasuk komoditas pangan yang perlu dipercepat peningkatan produksinya dan ditargetkan mencapai swasembada tahun 2018. Pada tahun 2015 produktivitas nasional kedelai rata-rata 1,4 t/ha dengan kisaran 0,8-2 t/ha di tingkat petani, sedangkan di tingkat penelitian sudah mencapai 1,7-3,2 t/ha, bergantung pada kondisi lahan dan teknologi yang diterapkan. Data tersebut menunjukkan bahwa produksi kedelai di tingkat petani masih dapat ditingkatkan melalui penerapan inovasi teknologi. Di lahan sawah tadah hujan, kedelai umumnya ditanam pada MK-2 setelah tanaman padi MK-1. Permasalahan yang dihadapi pada pertanaman kedelai MK-2 adalah ketersediaan air sangat terbatas, sehingga tanaman sering mengalami kekeringan. Oleh karena itu, diperlukan teknologi budi daya yang tepat dan varietas yang sesuai agar tanaman terhindar dari kekeringan dan produktivitas kedelai di lahan sawah tadah hujan dapat di tingkatkan. Faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas kedelai di lahan sawah tadah hujan, antara lain 1) Varietas yang ditanam petani kurang sesuai untuk agroekosistem lahan sawah tadah hujan (MK-2), yakni umur varietas lebih dalam (> 80 hari) sehingga pada fase generatif tanaman sering mengalami kekeringan, 2) Mutu benih yang digunakan petani kurang baik (benih asalan) benih yang dihasilkan dari pertanaman sebelumnya, 3) Sering terjadi cekaman abiotik (kekeringan). Pada MK-2 pertanaman kedelai kekurangan air selama proses
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
106
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
produksi dapat diantisipasi dengan teknologi budi daya, menggunakan varietas berumur sangat genjah (< 75 hari), dan varietas toleran kekeringan, 4) Tanaman kedelai rentan terhadap OPT seperti kutu kebul, hama daun dan polong yang sering muncul pada pertanaman MK-2, 5) Pengelolaan tanaman kurang tepat, yakni dosis dan jenis pupuk tidak berdasarkan pengelolaan hara spesifik lokasi dan penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati masih sangat kurang seperti yang dianjurkan dalam PTT kedelai, dan 6) Penanganan pascapanen kurang tepat. Prosesing hasil umumnya masih konvensional, setelah tanaman dipanen berangkasan ditumpuk di sawah dan tidak segera dijemur sehingga mutu biji kedelai kurang baik. Di samping itu, perontokan biji pada umumnya masih digebot tidak menggunakan Thresher, sehingga kehilangan hasil tinggi (15%). Untuk dapat mencapai swasembada tersebut strategi yang di lakukan pemerintah adalah dengan meningkatkan produktivitas dan perluasan areal tanam (PAT-PIP). Melalui kedua program tersebut diharapkan pada tahun 2018 produksi kedelai dapat mencapai 1,5 juta ton. Saran kebijakan untuk meningkatkan produktivitas dan antisipasi kekeringan pada tanaman kedelai di lahan sawah tadah hujan (MK-2) antara lain 1) Menggunakan varietas berumur genjah (< 75 hari), hasil pengujian varietas Grobogan paling sesuai untuk lahan sawah tadah hujan MK-2, 2) Pada saat pengolahan tanah untuk tanaman padi MK-1, lahan diberi pupuk kandang/ kompos sebanyak 2 t/ha, agar tanah tidak cepat kering pada saat ditanam kedelai MK-2, 3) Tanah sawah tidak diolah (TOT), tunggul jerami dibabat rata dengan permukaan tanah, 4) Sebelum tanam lahan disemprot dengan hersibida Ally Plus untuk mengendalikan gulma, 5) Untuk mempercepat pembusukan tunggul jerami, sisa tanaman padi disemprot dengan dekomposer LBF, 6) Dibuat beberapa penampungan air sekitar petak penelitian. Dengan menggunakan pompa, air dari sungai disedot kemudian ditampung di bak penampungan, 7) Dibuat parit antar bedengan dengan kedalaman 30 cm dan lebar 25 cm, ukuran bedengan 10 m x panjang petakan, 8) Sebelum tanam benih kedelai diberi Seed treatment dengan pupuk hayati Agrisoy dengan dosis 10 g/1 kg biji, 9) Dengan menggunakan pupuk hayati, pupuk kimia diberikan. sebanyak separuh dosis pupuk anjuran ditambah 50 kg SP36/ha, dan 10) Tanaman disemprot dengan pupuk organik cair (POC), diberikan pada umur 15, 25, 35, 45, dan 55 hst, dengan dosis 40 cc/l air.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
107
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
8. Potensi Pengembangan Beras Khusus untuk Substitusi impor Indonesia dalam beberapa tahun masih mengimpor beberapa jenis beras yang disukai konsumen dan pasar yang tidak tersedia dari dalam negeri, seperti beras ketan, beras kukus, dan beras aromatik (Basmati). Meskipun dalam jumlah yang tidak terlalu besar, impor beras khusus ini meningkat dalam dari tahun 2011-2013 sekitar 200 ribu ton. Kementerian Pertanian mulai 2016 tidak mengeluarkan rekomendasi impor untuk beras khusus seperti beras Ketan, Japonica, Thai Hom Mali, Basmati, dan Kukus. Hal ini suatu peluang bagi petani di Indonesia untuk mampu memproduksi beras khusus tersebut. Rekomendasi kebijakan yang dapat ditempuh untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri, antara lain:
Beras ketan dapat diproduksi oleh petani di seluruh Indonesia dengan hasil 7-8 t/ha. Benih padi ketan tersedia di dalam negeri, namun perlu dilepas varietas baru yang lebih tahan OPT dan amilosa rendah. Kebutuhan beras ketan beramilosa rendah (<5%) sekitar 120 ribu ton/tahun.
Beras Japonica sudah dapat diproduksi oleh petani dengan hasil 6-7 t/ha dengan menggunakan benih yang belum dilepas oleh Pemerintah. Total produksi 130 ton beras, sedangkan kebutuhan berkisar 1.000-2.000 ton/tahun).
Beras Basmati sudah dapat diproduksi oleh petani dengan hasil 3-4 t/ha dengan menggunakan benih Basmati 370 yang kualitasnya rendah karena sudah ditanam beberapa musim. Benih padi sejenis hasil pemuliaan dari BB Padi belum dilepas oleh Kementan. Kebutuhan beras Basmati berkisar 1.000-1.500 ton/tahun.
Beras Thai Hom Mali dapat diproduksi oleh petani dengan hasil 5-6 t/ha. Benih padi sejenis THM tersedia di dalam negeri, namun perlu dilepas varietas baru yang lebih tahan OPT. Kebutuhan beras THM sekitar 25 ribu ton/tahun.
Beras Kukus (amylosa 27%) dapat diproduksi oleh petani dengan hasil 8-9 t/ha dengan menggunakan benih yang tersedia di dalam negeri. Namun kebutuhan beras kukus terus menurun berkisar antara 400-500 ton/tahun).
Dua GH B13727 diusulkan untuk uji adaptasi untuk dapat dilepas sebagai substitusi impor beras Basmati.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
108
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
9. Pengembangan Pupuk Hayati Agrimeth Mendukung Pengembangan Jarwo Super Penggunaan pupuk kimia yang tidak bijaksana serta telah diabaikannya pupuk organik selama beberapa dekade telah berdampak sistemik terhadap pertanian yang mengakibatkan kandungan C-organik menurun drastis dan kesuburan tanah menurun. Pupuk organik dan pupuk hayati menjadi solusi alternatif untuk meningkatkan kesuburan tanah, melalui inokulasi tanah dengan mikroba pupuk hayati, meningkatkan volume bahan organik tanah, mengurangi pupuk kimia, dan menghindari pembakaran sisa panen. Produktivitas padi nasional saat ini 5,1 t/ha cenderung melandai kenaikannya, diperlukan kombinasi penggunaan pupuk kimia dengan pupuk organik dan pupuk hayati. Seperti diketahui, bahwa udara mengandung 78% N2 tetapi tidak dapat digunakan oleh tanaman sepenuhnya. Mikroba mampu menambat nitrogen yang berlimpah di udara. Hanya 20-30% P dan K di tanah yang dapat dimanfaatkan tanaman, sisanya dalam keadaan tidak tersedia. Mikroba mampu melarutkan fosfat (P) dan kalium (K) yang tidak tersedia di tanah. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat meninggalkan residu yang berbahaya bagi lingkungan dan tanaman. Penggunaan pupuk hayati mampu mereduksi senyawa aktif pestisida dan dampak negatif bagi lingkungan. Limbah panen yang berlimpah memerlukan waktu lama menjadi kompos, dengan Mikroba mampu merombak bahan organik secara cepat dan ramah lingkungan. Balitbangtan telah menghasilkan berbagai teknologi guna mewujudkan ketahanan pangan, di antaranya pupuk Agrimeth. Pupuk hayati ini memiliki keunggulan karena terkandung beberapa jenis mikroba, yaitu a) Azotobacter vinelandii sebagai penambat N2 non-simbiotik dan pelarut P tanah, b) Azospirillium sp: penambat N2 non-simbiotik dan penghasil fitohormon, c) Bacillus cereus: pelarut P tanah dan penghasil senyawa anti patogen, d) Bradyrhizobium sp: penambat N simbiotik, dan e) Methylobacterium sp: penghasil fitohormon. Aplikasi Agrimeth dapat menekan penggunakan pupuk anorganik N, P, K sebesar 50%. Hasil padi pada petak percobaan yang diaplikasi Agrimeth dengan takaran pupuk anorganik sesuai rekomendasi setempat (100%) lebih tinggi daripada petak percobaan yang diaplikasi Agrimeth dengan takaran pupuk anorganik 75% maupun 50%.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
109
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Hasil padi pada petak percobaan yang diaplikasi pupuk hayati Agrimeth dan pupuk anorganik dengan takaran 50% rekomendasi sama dengan hasil padi dari petak percobaan yang diaplikasi pupuk anorganik dengan takaran 75% dan 100% rekomendasi di tingkat petani. Rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan produksi padi dengan menggunakan pupuk hayati, anatara lain: Pupuk hayati Agrimeth memiliki aktivitas enzimatik dan fitohormon yang berpengaruh positif terhadap pengambilan hara makro dan mikro tanah, memacu pertumbuhan, pembungaan, pemasakan biji, pematahan dormansi, meningkatkan vigor dan viabilitas benih, efisiensi penggunaan pupuk NPK anorganik dan produktivitas tanaman. Pada 2012, Komisi Inovasi Nasional (KIN) merekomendasikan pupuk hayati Agrimeth bersama pupuk hayati Biovam, Probio, dan Biopeat untuk dikembangkan lebih lanjut oleh pihak swasta pada tanaman padi. Pupuk hayati agrimeth yang diaplikasikan sebagai seed treatment pada Jajar Legowo Super yang menggunakan VUB mampu menghasilkan produksi padi tinggi (13,6 t/ha) karena didukung oleh penggunaan biodekomposer, pemupukan berimbang, pengendalian OPT yang menggunakan pestisida nabati, dan penggunaan alsintan pra dan pascapanen. Berdasarkan hasil panen dari demarea seluas 50 ha diperoleh hasil rata-rata 13,6 t/ha dengan pendapatan Rp 45,7 Juta/ha. Artinya, usahatani Jajar Legowo Super dengan Agrimeth layak dikembangkan (nilai B/C rasio 2,7). Outcome rekomendasi kebijakan tanaman pangan diuraikan secara rinci sebagai berikut: Kinerja Sektor Pertanian Torehkan Prestasi Presiden RI Joko Widodo saat membuka Rakernas Pembangunan Pertanian di Jakarta, Kamis (05/01/2017) menyampaikan, ―Kinerja sektor pertanian mampu menorehkan prestasi dalam meningkatkan produksi dan menekan bahkan menghentikan impor.‖ Dalam Rakernas yang mengangkat tema ‗Bangun Lahan Tidur untuk Meningkatkan Ekspor dengan Pembangunan Infrastruktur Pertanian‘ ini, Presiden mengingatkan kembali bahwa sektor pertanian harus terus digerakkan demi kesejahteraan rakyat. ―Sektor pertanian harus dikembangkan menjadi alat rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama,‖ ujar Presiden. Prestasi kinerja Kementerian Pertanian itu dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat. ―Prestasi ini dapat dilihat dari PDB Pertanian triwulan II 2016 naik 12,04% dibandingkan dengan triwulan I 2016,‖ ujar Presiden dalam arahannya.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
110
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Tiga Kabupaten di Kaltim Andalkan Sektor Agroindustri Kabupaten Nunukan, Bulungan, dan Kabupaten Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur bersama-sama memprioritaskan sektor agroindustri sebagai penggerak perekonomian pembangunan wilayah. Adanya kesamaan kegiatan unggulan perekonomian di ketiga kabupaten tersebut semakin menunjukkan bahwa antarwilayah harus memiliki keterpaduan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)-nya. Demikian disampaikan Direktur Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah II Direktorat Jenderal Penataan ruang Kementerian Pekerjaan Umum dalam Rapat Pembahasan RTRW dengan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) di Jakarta, baru-baru ini. Di dalam perencanaannya, Kabupaten Nunukan menyebutkan alokasi luas wilayah untuk pertanian lahan basah mencapai 126.000 ha, lahan kering 264.000 ha, dan perkebunan 698.000 ha. Untuk mendukung kegiatan agroindustri, Kabupaten Nunukan akan mengembangkan Kawasan Strategis Kabupaten berupa pendirian jalan lingkar Pulau Nunukan. Sementara itu, Kabupaten Bulungan mengalokasikan lahan untuk kegiatan pertanian mencapai kurang lebih 256.222 ha dengan jenis kegiatan meliputi tanaman pangan lahan basah mencapai 22.550 ha, lahan kering 3.586 ha, buahbuahan dan hortikultura kurang lebih 12.187 ha, serta perkebunan yang didominasi oleh tanaman kelapa sawit dengan luas kurang lebih 218.775 ha. Untuk itu Pemda Kabupaten Bulungan menyediakan 50.000 ha sebagai lahan untuk pengembangan program food estate yang meliputi wilayah Kecamatan Tanjung Palas Utara, Tanjung Palas Tengah, Tanjung Selor, dan Tanjung Selor. Kabupaten Penajam Paser Utara mewujudkan kegiatan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Tanaman pangan terbagi di lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan kurang lebih 16.200 ha meliputi Kecamatan Babulu, Waru, Penajam, dan Sepaku. Perkebunan dialokasikan seluas kurang lebih 17.095 ha. Sementara itu peternakan difokuskan pada pengembangan unggas di Kecamatan Penajam dan Babulu, sapi brahma dan sapi bali di Kecamatan Sepaku, dan rusa api-api di Kecamatan Waru. Penjabaran kebijakan dan strategi yang diwujudkan dalam struktur ruang, pola ruang, kawasan strategis, arahan pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang diwujudkan berdasarkan potensi wilayah kabupaten diharapkan akan membawa keberhasilan pengembangan dan pembangunan wilayah.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
111
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Sasaran
Strategis 5 : Terselenggaranya Sekolah Lapang Produksi dan Distribusi Benih Terintegrasi dengan Seribu Desa Mandiri Benih.
Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur melalui capaian indikator kinerja utama dengan target yang ditetapkan dalam PK 2016 yaitu terselenggaranya sekolah lapang di 15 propinsi. Sasaran tersebut dicapai melalui kegiatan ―Sekolah lapang produksi dan distribusi benih terintegrasi dengan seribu desa mandiri benih.‖ Indikator kinerja sasaran yang ditargetkan dalam tahun 2016 telah tercapai seluruhnya 100%, yaitu diselenggarakannya kegiatan SL Mandiri benih benih di 15 propinsi (Sumut, Jambi, Lampung, Jabar, Jateng, DI Yogyakarta, Jatim, Bali, NTB, NTT, Kalsel, Sulsel, Sultra, Sulteng, dan Papua. Capaian kinerja disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Capaian kinerja Sekolah Lapang Mandiri Benih 2016. Indikator Kinerja Sekolah lapang produksi dan distribusi benih terintegrasi dengan seribu desa mandiri benih
Target
Realisasi
%
15
15
100
Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran produksi padi, jagung, dan kedelai diperlukan penyediaan benih bermutu varietas unggul spesifik lokasi agar sampai di tingkat petani. Untuk itu telah dibangun Model penyediaan benih secara mandiri untuk hamparan unit desa dengan melibatkan Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) Balai Penelitian Komoditas dengan UPBS Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dengan menyediakan benih sumber bagi calon produsen benih. Dengan Model Desa Mandiri Benih diharapkan apabila petani telah menyenangi varietas baru, benihnya dapat disediakan secara mandiri. Pada tahun 2016 peningkatan kemampuan produksi benih bermutu, pengenalan lembaga perbenihan pendukung dan pemasaran dilakukan melalui kegiatan SL-Desa Mandiri Benih. Integrasi model dan pengembangan dengan desa mandiri benih padi dilakukan melalui penyediaan benih sumber dari jaringan UPBS Balitbangtan, pelatihan produksi benih dengan Jarwo Super, dan sertifikasi benih dengan praktek langsung di lapangan dalam suatu sekolah lapang di lokasi pengembangan desa mandiri benih serta pendampingan dalam pemasaran/ penyaluran benih.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
112
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Pelaksanaan kegiatan SL mandiri benih padi di 11 propinsi (Sumut, Lampung, Jabar, Jateng, DI Yogyakarta, Jatim, Bali, NTB, Kalsel, Sulsel, dan Papua), SL jagung di 5 propinsi (NTB, NTT, Sulsel, Sultra, dan Sulteng), dan SL kedelai di 8 propinsi (Jambi, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel, dan Sultra). Dari hasil evaluasi, berhasil diidentifikasi desa yang telah dapat memenuhi kebutuhan jumlah benih untuk satu desa (mandiri), dan telah berhasil memasarkan/menyalurkan benih sendiri/mitra/koptan sebagai indikator keberlanjutan kegiatan Desa Mandiri Benih, yaitu (1) padi di propinsi Sumut, Lampung, Jateng, NTB, dari 11 propinsi; (2) Jagung di propinsi Sulteng dan Sultra dari 5 propinsi, dan (3) kedelai di Jambi dari 8 propinsi. Unit DMB di propinsi lainnya yang belum mandiri dan masih memerlukan pendampingan pemasaran, pelaksanaan kegiatan dilanjutkan pada tahun 2017. Pada akhir 2019 dari kegiatan Model Desa Mandiri Benih ditargetkan untuk menjadi unit DMB yang mandiri dan berkelanjutan, sebagai referensi pengembangan Desa Mandiri Benih padi maupun komoditas jagung dan kedelai. Outcome kegiatan Sekolah Lapang Mandiri Benih padi, jagung, dan kedelai, dapat dilaporkan sebagai berikut: Menteri Pertanian Melakukan Pencanangan 1.000 Desa Mandiri Benih Saya melakukan Pencanangan Nasional 1.000 Desa Mandiri Benih. Pada tahun 2015 dibuatnya program Seribu Desa Mandiri Benih (SDMB) ini agar petani dapat memenuhi kebutuhan benihnya sendiri, tersebar di 32 propinsi. Dan Itu adalah untuk kali pertama dalam sejarah Indonesia, khususnya dilakukan oleh Kementerian Pertanian. Kementerian Pertanian mengupayakan agar kebutuhan benih petani dapat dipenuhi dari produksi petani sendiri sehingga petani mandiri dalam kebutuhan benih yang dibutuhkannya. Kebijakan ini sebagai tindaklanjut dari program Presiden RI Joko Widodo yakni mewujudkan kemandirian pangan. Pencanangan ini untuk menyelesaikan salah satu permasalahan utama pertanian, yakni kurangnya ketersediaan dan rendahnya kualitas benih padi yang menyebabkan produksi padi petani stagnan bahkan menurun. Insya Allah, dengan membangun 1.000 Desa Mandiri ini merupakan langkah konkrit dari pemerintah dalam rangka menjaga kestabilan pasokan benih dalam negeri. Benih itu penting untuk menaikkan produksi padi. Sebagai contoh benih baru Inpari 13 produksinya 7,1 ton per hektar dari benih sebelumnya hanya mampu produksi 4 ton per hektar.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
113
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Selain langkah penyediaan benih mandiri ini, pemerintah juga tengah membangun kelembagaan penangkar benih yang mandiri, dan berkapasitas produksi yang lebih baik. Jika dikaji berdasarkan penghasilan dari hasil yang diperoleh dari pengembangan Seribu Desa Mandiri Benih dibanding dengan kegiatan usahatani biasa, hasil dari Seribu Desa Mandiri Benih lebih menguntungkan dari usahatani biasa. Keuntungan lainnya, bisa dilihat dari pemenuhan kebutuhan benih padi untuk desa setempat dan sekitarnya yang lebih bisa mengakomodir kebutuhan spesifik desa tersebut. Varietas yang ditanam di Seribu Desa Mandiri Benih tiap unitnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan varietas yang diinginkan desa setempat dan sekitarnya. Ilustrasinya, dari kegiatan Seribu Desa Mandiri Benih tersebut di atas bila dirata-ratakan menghasilkan 3 ton/ha, dengan jumlah kegiatan Seribu Desa Mandiri Benih sebanyak seribu unit, di mana tiap unitnya dengan luasan 10 ha maka jumlah benih padi yang dihasilkan satu musim tanam sebanyak = 1.000 x 10 ha x 3 ton = 30.000 ton benih padi. Kebutuhan benih dalam satu musim tanam lebih kurang 160.000 ton, sehingga bila kita bandingkan dengan benih yang dihasilkan Seribu Desa Mandiri Benih maka dapat memenuhi kebutuhan benih nasional sebesar 18%. Padahal selama ini kebutuhan benih yang bersertifikat yang digunakan petani baru mencapai lebih kurang 50%. Sehingga dengan hasil Seribu Desa Mandiri Benih diharapkan penggunaan benih padi bersertifikat mencapai 60-70%. Dengan bertambahnya penggunaan benih padi bersertifikat maka diharapkan produksi padi yang diperoleh petani terus meningkat. Seribu Desa Mandiri Benih membutuhkan peran aktif semua pihak dan para stakeholders untuk meningkatkan pemahaman petani. Saya harap semua pihak dapat bergerak bersama-sama membantu program Seribu Desa Mandiri Benih sehingga berjalan sukses. Alhamdulillah, dari hasil monitoring kelompok tani menyambut baik program 1.000 desa mandiri benih ini. Tetapi, pemahaman petani untuk memproduksi, menyimpan benih perlu ditingkatkan. Karena petani masih perlu diakomodir untuk memenuhi kebutuhan spesifik di desanya. Pekerjaan kita masih panjang, mind set petani kita juga perlu terus kita perhatikan. Terus bekerja, insya Allah, petani kita bisa sejahtera.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
114
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Jabar Kebut Target Luas Tanam Padi Satu Juta Hektar Melalui Desa Mandiri Benih Majalengka, InfoPublik (4/8/16)- Upaya khusus swasembada pangan, khususnya komoditas padi, jagung dan kedelai kini memasuki tahap tahun ke-2 sejak dicanangkan tahun lalu. Propinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu daerah sasaran, kini terus tingkatkan berbagai upaya untuk mencapai target. Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini yang juga selaku Ketua Penanggungjawab UPSUS Propinsi Jawa Barat mengatakan, Jawa Barat menargetkan perluasan lahan tanam seluas satu juta hektar dan sampai dengan bulan Agustus 2016 luas tanam yang telah dicapai seluas 763.943 hektar atau setara dengan 94 persen dari target yang telah ditetapkan. "Strategi yang diterapkan di Jawa Barat adalah peningkatan produktivitas melalui Desa Mandiri Benih yang spesifik lokasi masing-masing," ujar Banun Harpini pada Temu Lapang di Majalengka, Kamis (4/8) yang turut dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Herman Khoiron dan Bupati Majalengka, Sutrisno. Komisi IV DPR RI memberikan apresiasi positif pada keberhasilan UPSUS Jabar. "Saya berikan apresiasi kepada Kementerian Pertanian, terkhusus PJ UPSUS Jabar dan petani Jawa Barat yang telah berhasil meningkatkan provitas dari 5,9 menjadi 6.3 ton per hektar saat ini," ujar Herman Khoiron. Menurut Herman, petani dan penangkar benih adalah pahlawan pangan yang telah berjasa mewujudkan ketahanan pangan demi tercapainya Ketahanan Nasional Bangsa. Unsur benih merupakan salah satu hal penting, varietas unggul benih (VUB) yang memiliki potensi produktivitas tinggi dengan memperhatikan sifat khas atau spesifik lokasi. Untuk itu desa mandiri benih menjadi perhatian khusus bagi Badan Litbang Pertanian yang menangani inovasi teknologi bagi petani.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
115
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Sasaran Strategis 6 : Pembangunan Taman Sains Pertanian Pembangunan Taman Sains Pertanian baru dilaksanakan di tahun 2015 sebagai bagian mendukung program Balitbangtan dalam rangka percepatan diseminasi inovasi teknologi yang dihasilkan Balitbangtan. Bappenas telah merancang pembangunan Taman Sains Pertanian (TSP) di 34 propinsi dan Taman Teknologi Pertanian (TTP) di beberapa kabupaten guna meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Balitbangtan, LIPI, dan Kemenristek Dikti. Indikator kinerja utama dengan target yang ditetapkan dalam PK 2016 yaitu terbangunnya Taman Sains Pertanian (TSP) di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi, Jawa Barat. Realisasi kegiatan telah terbangunnya Taman Sains Pertanian (TSP) di BBPadi yang berlokasi di KP Sukamandi, Jawa Barat (Tabel 25). Tabel 25. Indikator tingkat capaian Pembangunan TSP tahun 2016. Indikator Kinerja Taman Sains Pertanian di BBPadi, Jawa Barat
Target
Realisasi
%
1
1
100
Tabel 26. Perbandingan capaian pembangunan TSP 2015 - 2016. Indikator Kinerja Taman Sains Pertanian di Balitsereal, Maros, Sulsel
Taman Sains Pertanian di BBPadi, Jawa Barat
Target/Realisasi
2015
2016
Target
1
1
Realisasi
1 (100%)
1 (100%)
Target
1
1
Realisasi
1 (100%)
1 (100%)
Telah terbangun Taman Sains Pertanian (TSP) yang berlokasi di BBPadi Sukamandi sebagai TSP Bioindustri Padi dan TSP berbasis Tanaman Serealia di Balitsereal Maros. TSP BBPadi berlokasi di Kebun Percobaan Sukamandi, BBPadi dimulai tahun 2016 yang sudah disusun Site plan di kawasan seluas 20 ha serta
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
116
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
pembangunan sarana dan prasarana, antara lain Gedung/bangsal dryer sebagai tempat unit proses pengering gabah dan tempat stock sementara, serta tempat pelaksanaan bimbingan teknis atau tamu peninjau, Gedung Alsintan sebagai tempat unit proses persemaian dengan mesin Dapog, dan selasar/jalan menuju kawasan TSP. TSP Berbasis Tanaman Serealia Balitsereal Maros yang dimulai tahun 2015, telah disusun action plan dan bussiness plan serta beberapa aktivitas lainnya. Action Plan telah ditetapkan tiga komoditas utama yaitu jagung, sorgum, dan padi, sedangkan ternak dan ikan sebagai komoditas pelengkap dalam rangka memaksimalkan potensi yang tersedia. Bidang usaha ditetapkan ada empat yaitu unit produksi tanaman, unit pengolahan hasil, unit integrasi tanaman dengan ternak, dan unit diseminasi inovasi. Sedangkan Business Plan terdapat dua kegiatan produktif yang dirancang bisnisnya yaitu produksi benih jagung hibrida, produksi benih padi, dan produksi integrasi tanaman dengan ternak. Outcome pembangunan Taman Sains Pertanian dapat dilaporkan sebagai berikut: Balitbangtan Bangun 100 Taman Teknologi Pertanian Untuk Petani Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) mendekatkan hasil-hasil inovasi teknologinya ke masyarakat sekitar dengan membangun Taman-Taman Teknologi Pertanian (TTP) yang tersebar hampir di 100 kabupaten dan akan rampung pada tahun 2019 mendatang. "Idealnya di setiap kabupaten ada TTP. Dengan adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah berkewajiban mendorong potensi pertaniannya," tegas Kepala Balitbang Pertanian Muhammad Syakir dalam Workshop Pengelolaan TSP/TTP 2015 dan 2016 di Gedung Agrosinema, Balai Besar Sumber Daya Pertanian, Kota Bogor. Syakir menambahkan meskipun setiap kabupaten tidak harus bernama TTP. Tapi secara konsep, kawasan tersebut menerapkan inovasi teknologi sumber daya pertanian seperti halnya TTP. Selain membentuk TTP, Balitbangtan juga membentuk Taman Sains Pertanian (TSP). "TTP adalah kawasan pertanian yang dibangun dengan inovasi aplikatif dari hulu ke hilir dengan mempertimbangkan komoditas lokal. Sedangkan TSP adalah kawasan pertanian sebagai wahana penelitian, pengkajian, pengembangan dan penerapan inovasi pertanian sekaligus sebagai etalase dan tempat peningkatan kapasitas pelaku pertanian," urai Muhammad Syakir.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
117
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Dalam bahasa sederhana, dibentuknya TTP adalah untuk menghilirkan inovasi. Artinya mendekatkan inovasi hasil penelitian dan pengkajian untuk dekat dengan pengguna. Hasil penelitian dan pengkajian tidak berhenti hanya menjadi laporan atau jurnal yang tersimpan di perpustakaan. Indikator keberhasilannya harus ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan pendapatan petani. Artinya teknologi itu diadopsi petani. Persoalannya, apakah inovasi teknologi yang dihilirkan itu sesuai dengan kebutuhan pengguna?. Pada tahun 2015, telah dibangun sebanyak lima Taman Sains Pertanian (TSP) di Kebun Percobaan Balitbangtan di lima Propinsi, dan 16 Taman Teknologi Pertanian (TTP) di Kabupaten/Kota, serta satu Taman Sains dan Teknologi Pertanian Nasional (TSTPN) di Bogor (Jawa Barat). Pada tahun 2016 ini, sedang berjalan pembangunan empat TSP dan 10 TTP. Kepala Balitbangtan, Muhammad Syakir menegaskan kembali TSP dan TTP bukan merupakan sarana percobaan melainkan wahana untuk mempercepat alih teknologi dan memperderas aliran teknologi, sehingga inovasi teknologi yang diterapkan harus merupakan teknologi yang memiliki dampak sosial dan ekonomi. Menteri Pertanian Resmikan TSP Untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional membangun Taman Sains Pertanian (TSP) di 34 propinsi. Selin itu pemerintah juga membangun Taman Teknologi Pertanian (TTP) di 100 kabupaten dalam waktu lima tanun, sejak 2014—2019. Menteri Pertanian, Dr Ir H Andi Amran Sulaiman, MP, meresmikan 5 TSP di Cimanggu, Kota Bogor, Jawa Barat, pada 1 Desember 2015. Kelima TSP itu terdapat di Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung, Kabupaten Pati (Jawa Tengah), Kabupaten Sigi (Sulawesi Tengah), Banjarbaru (Kalimantan Selatan), dan Maros (Sulawesi Selatan). TSP dibangun untuk penelitian, pengkajian, pengembangan, dan penerapan inovasi pertanian. Taman dilengkapi sarana berlatih bagi masyarakat atau pelaku agribisnis yang ingin menerapkan inovasi teknologi. Menurut Andi Amran pengembangan pertanian harus diikuti oleh teknologi. Untuk menarik generasi muda di bidang pertanian harus diarahkan ke pertanian modern dengan teknologi-teknologi yang mendukung.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
118
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Sasaran Strategis 7: Pengelolaan Sumber Daya Genetik Tanaman Pangan Sumber daya genetik (SDG) tanaman pangan perlu dilestarikan keberadaannya sebagai bahan perakitan varietas unggul baru memanfaatkan karakteristik sifat tanaman. Kegiatan SDG tidak dimasukkan dalam indikator kinerja utama, karena pelestarian SDG tanaman pangan terus-menerus dilakukan di BBPadi, Balitkabi, Balitsereal, dan Lolit Tungro sesuai dengan mandat komoditasnya. Adapun hasil-hasil kegiatan yang dicapai disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Hasil kegiatan pengelolaan SDG tanaman pangan tahun 2016. Indikator Kinerja Sumber daya genetik padi Sumber daya genetik tanaman aneka kacang dan ubi Sumber daya genetik tanaman serealia
Target
Realisasi
%
300
478
159,33
2.965
2.999
101,15
860
1.298
150,93
Tabel 28. Kontinuitas pengelolaan SDG tanaman pangan 2010-2016. Indikator Kinerja
Target/Realisasi
Sumber daya genetik padi
Target Realisasi
Sumber daya genetik tanaman aneka kacang dan ubi
Target
Sumber daya genetik tanaman serealia
Target
Realisasi
Realisasi
2015
2016
300
300
388 (129,33%)
478 (159,33%)
3.010
2.965
3.822 (126,98%)
2.999 (101,15%)
937
860
4.734 (505,23%)
1.298 (150,93)
Sumber Daya Genetik Padi Pengelolaan sumber daya genetik padi dilakukan dengan pengkoleksian varietas lokal, varietas unggul baru atau galur dari dalam negeri dan luar negeri, identifikasi, serta rejuvenasi. Hasil eksplorasi varietas lokal dan seleksi plasma nutfah yang memiliki sifat kegenjahan, toleran kekeringan, toleran terhadap cekaman salinitas, sulfat masam, dan toleran rendaman, tahan penggerek batang padi, HDB, WBC, Blas dan tungro.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
119
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Sumber daya genetik padi telah dimanfaatkan informasi karakteristik sumber daya genetik untuk bahan tetua perakitan calon varietas unggul baru padi, yang memiliki sifat ketahanan terhadap hama dan penyakit utama serta keunggulan spesifik lokasi dan keinginan konsumen. Sebanyak 6 VUB yang dilepas tahun 2016 telah memanfaatkan sumber daya genetik yang terkoleksi, termasuk merakit VUB di masa mendatang. Pengelolaan sumber daya genetik tanaman pangan melibatkan pula lembaga riset internasional seperti IRRI Filipina maupun CIMMYT Mexico, serta beberapa lembaga riset lainnya, termasuk disimpan di Bank Plasma Nutfah BB Biogen. Kegiatan rejuvinasi: dilakukan terhadap materi koleksi plasma nutfah yang ketersediaan benihnya <500 gram dan memiiki daya kecambah <80% hasil dari pengujian tahun sebelumnya. Rejuvinasi dilakukan pada MT1 2016 di KP Sukamandi. Materi sebanyak 300 aksesi, yang terdiri dari 244 aksesi (81,3 %) varietas lokal, 51 aksesi (17,0%) introduksi dan 5 aksesi (1,7%) varietas unggul baru dan lama. Pemanfaatan aksesi untuk program pemuliaan: pemanfaatan langsung aksesi plasma nutfah elit untuk dilepas sebagai varietas unggul, pemurnian dan pemantapan aksesi plasma nutfah sebagai calon varietas, pemanfaatan plasma nutfah sebagai donor gen untuk rekombinasi gen-gen unggul adaptif dan donor gen spesifik, perluasan latar belakang genetik varietas, perbaikan genetik populasi seleksi, dan pembentukan populasi dasar dengan keragaman genetik luas melalui Persilangan banyak tetua. Karakterisasi fenotipik: mendapatkan informasi karakter morfologi dan agronomi dari 209 aksesi koleksi baru plasma nutfah BB Padi. Hasil karakterisasi fenotipik aksesi plasma nutfah padi diperoleh 20-44 karakter morfologis dan agronomis koleksi baru plasma nutfah BB Padi. Diperoleh 2 aksesimempunyai panjang malai >35 cm, 3 aksesi jumlah gabah isi per malai >200 butir, 8 aksesi mempunyai bobot 1000 butir >30 gram, 29 aksesi mempunyai warna beras pecah kulit merah dan 3 aksesi mempunyai warna beras pecah kulit ungu. Karakterisasi genotipik VUB: kegiatan marka molekuler aksesi plasma nutfah dan varietas unggul padi berupa sidik jari DNA VUB dan plasma nutfah unggul koleksi BB Padi. Informasi sidik jari DNA varietas unggul baru yang memiliki sifat spesifik bermanfaat melengkapi informasi dalam aspek konstitusi genetik tanaman, informasi deskripsi, dan data perlindungan varietas tanaman. Karakterisasi fisik dan kimia: Mendapatkan informasi karakter fisik dan kimia/fisikokimia dari 80 aksesi plasma nutfah koleksi BB Padi, dan gizi beras sebagai data dasar karakter sumber daya genetik (SDG) pada perakitan dan deskripsi varietas unggul baru (VUB).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
120
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Skrining untuk cekaman biotik: terdiri dari 100 aksesi plasma nutfah padi yang diuji terhadap penggerek batang padi kuning, wereng coklat biotipe 1, 2 dan 3, HDB, Tungro, Blas, dan BLS. Skrining untuk cekaman abiotik: mengevaluasi 150 aksesi plasma nutfah beserta varietas cek, terdiri dari lima kegiatan yaitu a). Skrining aksesi plasma nutfah padi terhadap cekaman salinitas pada fase bibit, b). Skrining aksesi plasma nutfah padi terhadap cekaman Fe, c). Skrining aksesi plasma nutfah padi terhadap cekaman rendaman, d). Skrining aksesi plasma nutfah padi terhadap cekaman kekeringan, e) Skrining aksesi plasma nutfah padi terhadap cekaman aluminium dan f). Skrining aksesi plasma nutfah padi terhadap cekaman naungan. Sumber Daya Genetik Aneka Kacang dan Ubi Pengelolaan sumber daya genetik kacang dan ubi tahun 2016 telah dilaksanakan dengan hasil secara ringkas diuraikan sebagai berikut : 1. Terejuvinasi sebanyak 225 aksesi kedelai, 200 aksesi kacang tanah, 300 aksesi kacang hijau, dan 263 aksesi kacang potensial. 2. Konservasi sebanyak 325 aksesi ubikayu, 331 aksesi ubijalar, 77 aksesi talas/bentul, 30 aksesi kimpul, 51 aksesi uwi kelapa, 17 aksesi gadung, 45 aksesi gembolo/gembili, 6 aksesi uwi buah, 27 aksesi suweg, 12 aksesi ganyong, dan 12 aksesi garut, terkonservasi. 3. Evaluasi 25 aksesi kedelai toleran salin, 100 aksesi kedelai terevaluasi karakter polong dan biji, 96 aksesi kacang tanah terevaluasi karakter morfologi, 100 aksesi kacang hijau terevaluasi penyakit tular tanah, 75 aksesi ubikayu terevaluasi keragaan rasa umbi, 50 aksesi ubijalar terevaluasi ketahanan terhadap hama tungau puru, 10 aksesi kacang tunggak terevaluasi sifat fisiko kimia dan komponen bioaktif, 73 aksesi kacang gude terkarakterisasi terhadap morfologi dan agronomi. 4. Konservasi sebanyak 530 aksesi kacang tanah dan kedelai termonitor daya tumbuhnya, terupdate statusnya. Sumber Daya Genetik Serealia Kegiatan koleksi, rejuvinasi, karakterisasi, dan evaluasi sumber daya genetik tanaman serealia diperoleh 1.298 aksesi, yang terdiri dari koleksi, rejuvinasi, karakterisasi, dan evaluasi diperoleh 781 aksesi dan karakterisasi tanaman serealia berbasis molekuler 517 aksesi. Rincian kegiatan pengelolaan sumber daya genetik serealia antara lain:
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
121
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Kegiatan koleksi/eksplorasi tanaman jagung 91 aksesi, sorgum 9 aksesi, jewawut 34 aksesi, dan Jali 7 aksesi.
Karakterisasi Jali 7 aksesi, jagung 40 aksesi.
Rejuvenasi sorgum 95 aksesi, jagung 143 aksesi, dan jewawut 14 aksesi.
Evaluasi cekaman biotik dan abiotik terhadap kumbang bubuk 30 aksesi dan bulai 70 aksesi, hawardaun 70 aksesi, karat daun 69 aksesi,kekeringan 30 aksesi, kemasaman 30 aksesi, dan genangan 30 aksesi.
Evaluasi komponen nutrisi pada jagung 8 aksesi dan sorgum 7 aksesi.
Jagung normal toleran kekeringan 44 aksesi.
Jagung tahan cekaman penyakit bulai untuk pemetaan QTL 281 aksesi
Karakterisasi sorgum 50 aksesi
Sorgum manis yang mengandung gen yang berperanan dalam meningkatkan kadar gula pada batang sorgum manis 50 aksesi
Karakterisasi gandum 44 aksesi
Gandum yang mengandung gen toleran terhadap suhu tinggi 48 aksesi
Outcome dari pengelolaan sumber daya genetik tanaman pangan adalah pemanfaatan SDG untuk merakit varietas unggul baru, di antaranya adalah:
VUB Kedelai varietas Dega 1 merupakan hasil persilangan antara varietas Grobogan dan Malabar.
VUB Jagung hibrida varietas JH 36 berasal dari hasil seleksi silang tunggal antara galur murni Nei9008P sebagai tetua betina dan galur murni GC 14 sebagai tetua jantan Nei 9008P yang merupakan koleksi plasma nutfah asal Balitserealia.
VUB Ubikayu varietas UK 1 Agritan merupakan persilangan tetua betina Malang 1 dan MLG 10075
VUB Ubi jalar Beta3 hasil persilangan antara induk betina klon MIS 139-5 dengan tetua jantan klon MIS 547-2 yang merupakan koleksi plasma nutfah Balitkabi
VUB Kacang tanah Tala 1 merupakan hasil persilangan antara ICGV 93370 dan Lokal Pati serta VUB kacang tanah Tala 2 merupakan hasil persilangan antara Lokal Pati dan Turangga.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
122
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Sasaran Strategis 8: Terselenggaranya Diseminasi Teknologi Tanaman Pangan Kegiatan diseminasi merupakan kegiatan rutin yang dilakukan di satker lingkup Puslitbang Tanaman Pangan, guna menyebarluaskan hasil-hasil penelitian kepada pengguna dengan system diseminasi multi chanel. Oleh karena itu, kegiatan diseminasi tidak dimasukkan dalam indikator kinerja utama, karena kegiatan ini terus menerus dilakukan setiap tahun. Kegiatan diseminasi inovasi teknologi tanaman pangan dilaksanakan melalui berbagai media, antara lain a) Publikasi hasil-hasil penelitian, b) Seminar dan pertemuan ilmiah lainnya, c) Ekspose skala nasional dan regional, d) Gelar teknologi di lapang, dan e) Penyebarluasan melalui website. Hal ini nampak dari hasil kegiatan baik sebagai target Renstra 2010-2014, maupun Renstra 2015-2019. Adapun hasil-hasil kegiatan yang dicapai disajikan pada Tabel 29 dan perbandingan kinerja tahun 2015-2016 disajikan pada Tabel 30. Tabel 29. Kegiatan diseminasi inovasi teknologi tanaman pangan tahun 2016. Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
2
2
100
Diseminasi inovasi teknologi tanaman pangan (paket)
Tabel 30. Kegiatan diseminasi inovasi teknologi tanaman pangan 2015-2016 Indikator Kinerja
Target/Realisasi
Diseminasi inovasi teknologi tanaman pangan (paket)
Target Realisasi
2015
2016
1
2
1 (100%)
2 (100%)
Adapun teknologi yang telah didiseminasikan ada 2 (dua), yaitu: 1.
Jagung Tongkol Ganda NASA 29: Jagung Hidrida Karya Anak Bangsa yang Bangkitkan Produktivitas Jagung Nasional
Jagung merupakan salah satu komoditas pangan utama, yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian nasional. Jagung mempunyai multiguna untuk konsumsi langsung sebagai pangan utama dan untuk bahan baku industri pakan dan pangan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
123
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Produksi jagung saat ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Merujuk data impor jagung, terjadi penurunan impor hingga 47,5% pada periode JanuariMei 2016, dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Dengan adanya penurunan impor jagung sebesar 47,5% berarti sudah menghemat devisa sekitar Rp 2,7 triliun. Target produksi jagung nasional tahun 2016 adalah 21,35 juta ton. Produksi jagung tahun 2015 sebanyak 20,67 juta ton pipilan kering atau naik 1,66 juta ton (8,72%) dibandingkan 2014. Peningkatan produksi didukung kenaikan luas panen 160,48 ribu ha (4,18%) dan kenaikan produktivitas 2,16 kuintal/hektar (4,36%). Guna memenuhi kebutuhan jagung nasional, Kementerian Pertanian menargetkan pertambahan luas tanam jagung 3 juta ha pada tahun 2016. Untuk mencapai target tersebut dibutuhkan perencanaan dan kesesuaian lahan guna mengoptimalkan produksi dan produktivitasnya. Salah satu upaya dalam mewujudkan target swasembada jagung adalah melalui pengembangan sistem pertanian modern, antara lain: 1) implementasi inovasi teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi; 2) percepatan waktu produksi; 3) pencegahan dan penekanan potensi kehilangan hasil; dan 4) minimalisasi biaya produksi. 2.
Hilirisasi secara Massive Teknologi Jajar Legowo Super untuk Mendongkrak Produksi dan Produktivitas Padi Nasional
Seiring dengan upaya pemerintah dalam peningkatan produksi dan provitas padi Balitbangtan telah melakasanakan pengembangan teknologi budi daya padi sawah irigasi potensi hasil tinggi melalui Teknologi Jajar Legowo Super (Jarwo Super) yang secara simultan menjadi wahana diseminasi dalam rangka hilirisasi dan percepatan adopsi teknologi. Berawal dari keberhasilan demarea Jarwo Super di Kabupaten Indramayu seluas 50 ha pada MT 2015-2016 dengan provitas >10 ton/ha GKP, Balitbangtan melakukan pengembangan Teknologi Jarwo Super secara serentak di 13 propinsi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua, dengan luasan masingmasing 10-20 ha. Bahkan telah dikembangakan seluas 100 ha di Kabupaten Boyolali yang bertepatan dengan perayaan Hari Pangan Sedunia ke 36 pada MT 2016 (periode April-September). Demarea di setiap propinsi dilaksanakan bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dan disupervisi oleh Balitbangtan melalui Tim Pendamping Teknis.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
124
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Panen raya telah dilakukan di 12 propinsi dengan produktivitas 10 - 11,3 ton/ha GKP dengan menanam varietas Inpari 30 Ciherang Sub-1, Inpari 32 HDB, dan Inpari 33. Panen raya perdana di Boyolali yang disaksikan langsung oleh Presiden RI Ir. Joko Widodo. Presiden memberikan apresiasi sangat tinggi sekaligus memberikan tantangan untuk mengembangkan kembali seluas 200 ha di lahan yang sama pada musim tanam berikutnya. Respon masyarakat terhadap teknologi Jarwo Super sangat tinggi, bahkan diharapkan bahwa pada musim tanam berikutnya sudah tersedia sarana produksi untuk pengembangan selanjutnya. Oleh karena itu, sesuai dengan arahan Menteri Pertanian, bahwa penerapan Teknologi Jarwo Super perlu dikembangakan secara massive pada MT 2017 dengan luasan minimal 1.000 ha per propinsi di 10 propinsi sentra produksi padi nasional untuk percepatan peningkatan produksi padi nasional. Teknologi Jarwo Super merupakan teknologi budi daya terpadu padi sawah irigasi berbasis tanam jajar legowo 2:1. Teknologi ini dihasilkan oleh Balitbangtan untuk menjawab 5 permasalahan utama dalam peningkatan produksi padi yaitu: 1) Kebutuhan beras nasional 72 juta ton dan produktivitas rata-rata nasional 53,39 ku/ha (BPS, 2016); 2) Terjadi degradasi lahan sawah (sebagian besar di lahan sawah intensif) dan kadar C-organik rendah (<2%); 3) Pemupukan sesuai kebutuhan tanaman; 4) Pengendalian OPT ramah lingkungan; dan 5) Kelangkaan tenaga kerja dan kehilangan hasil (gebot/manual 18%; combine harvester 2%). Selain menggunakan sistem tanam jajar legowo 2:1 sebagai basis penerapan di lapangan, bagian penting dari teknologi Jajar Legowo Super adalah: 1) Varietas Unggul Baru potensi hasil tinggi; 2) Biodekomposer yang diberikan bersamaan pada saat pengolahan tanah (pembajakan ke dua); 3) Pupuk hayati diaplikasikan melalui seed treatment dan pemupukan berimbang berdasarkan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS); 4) Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) menggunakan pestisida nabati dan pestisida anorganik berdasarkan ambang kendali; serta 5) Alat dan mesin pertanian, khususnya untuk tanam (jarwo transplanter) dan panen (combine harvester). Beberapa keunggulan yang melengkapi cara tanam jajar legowo super adalah: 1) pemberian biodekomposer pada saat pengolahan tanah ke dua mampu mempercepat pengomposan jerami; 2) pemberian pupuk hayati sebagai seed treatment dapat menghasilkan fitohormon (pemacu tumbuh tanaman), penambat nitrogen dan pelarut fosfat serta peningkatan kesuburan dan kesehatan tanah; 3) pestisida nabati efektif dalam pengendalian hama tanaman padi seperti wereng batang cokelat; dan 4) penggunaan alsin pertanian untuk penghematan biaya tenaga kerja serta pengurangan kehilangan hasil panen.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
125
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa pendapatan bersih usahatani padi dengan penerapan Teknologi Jarwo Super mencapai Rp 42.487.222 per ha. Dari sisi kelayakan usahatani, Teknologi Jajar Legowo Super memberikan nilai B/C ratio yang layak sebesar 2,66 lebih tinggi dibanding cara petani dengan B/C ratio 1,48. Berdasarkan hasil analisis dan kelayakan usahatani, Teknologi Jarwo Super layak secara finansial dan dapat disarankan untuk dikembangkan secara luas oleh petani untuk mendongkrak produksi padi nasional menuju swasembada dan swasembada berkelanjutan.
3.4.
CAPAIAN KINERJA LAINNYA
Kerja Sama Penelitian Kerja sama penelitian telah terjalin dengan lembaga penelitian internasional (IRRI, CYMMIT, dll) dan dalam negeri (perguruan tinggi, BATAN, LIPI), serta swasta. IRRI dan CYMMIT turut memberikan kontribusi dalam rangka pemanfaatan sumber daya genetik untuk merakit varietas unggul baru. Demikian pula kerja sama perguruan tinggi dengan IPB dan Universitas Jenderal Soedirman yang berkontribusi dalam konsorsium padi, telah melepas varietas unggul baru Inpago IPB dan Unsoed Parimas.
Lisensi Produk Beberapa produk Puslitbang Tanaman Pangan telah diminati swasta dan telah dilisensikan untuk tahun 2016, antara lain jagung hibrida varietas Bima 16 oleh PT Tunas Widji Inti Nayottama, jagung hibrida varietas JH 27 oleh PT Pertani, jagung hibrida varietas JH 234 oleh PT Green Grow Indonesia, serta Biopestisida Metarian 10 WP oleh PT Biosindo Mitra Jaya.
Penghargaan Peneliti dan Lembaga Prof. Dr.Zulkifli Zaini salah seorang peneliti utama bidang padi dari Puslitbangtan memperoleh penghargaan dari Menteri Pertanian bersama beberapa peneliti Balitbangtan yang berprestasi lainnya. Balitsereal, Maros Desember 2016 lalu ditetapkan menjadi lembaga litbang yang dibina menjadi Pusat Unggulan Iptek Tahun 2017-2019 yang dideklarasikan dengan penandatanganan Sertifikat Masterplan Pengembangan PUI oleh Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti dan Kepala Balitsereal disaksikan oleh Menteri Ristekdikti. Ini merupakan suatu bentuk scientific dan impact recognition terhadap kinerja Puslitbang Tanaman Pangan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
126
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
3.5. AKUNTABILITAS KEUANGAN 3.5.1. Alokasi Anggaran Lingkup Puslitbang Tanaman Pangan Total anggaran lingkup Puslitbang Tanaman Pangan TA 2016 sebesar Rp.163.825.271.000, yang tersebar di Puslitbangtan Rp.17.606.770.000, BBPadi Rp.59.805.975.000, Balitkabi Rp.44.200.450.000, Balitsereal Rp.37.229.092.000, dan Lolit Tungro Rp.4.982.984.000. Namun, adanya kebijakan pemerintah alokasi anggaran mengalami pemblokiran di setiap satker sebesar Rp.3.500.000.000. Adapun rincian anggaran per jenis belanja TA 2016, terdiri dari Belanja Pegawai Rp.57.275.422.000, Belanja Barang Operasional Rp.17.306.743.000, Belanja Barang Non-Operasional Rp.48.858.640.000, dan Belanja Modal Rp. 40.384.466.000 (Tabel 30). 3.5.2. Realisasi Anggaran Realisasi anggaran sampai dengan 31 Desember 2016 sebesar 158.450.684.647,- (96,72%), terdiri dari Belanja Pegawai Rp. 56.549.605.749 (98,73%), Belanja Barang Operasional Rp.17.009.244.763 (98,28%), Belanja Barang Non-Operasional Rp.46.059.702.685 (94,27%), dan Belanja Modal Rp. 38.832.131.147 (96,16%). Kinerja realisasi anggaran berdasarkan pagu tanpa diblokir sebesar 96,72%, sedangkan realisasi anggaran berdasarkan pagu dikurangi pemblokiran menjadi 98,83% (Tabel 31).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
127
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Tabel 31. Realisasi keuangan satker lingkup Puslitbang Tanaman Pangan per 31 Desember 2016. Satker
Pagu Anggaran (Rp.juta)
Pagu per jenis belanja (Rp.juta) Pegawai
Barang Operasional
Realisasi anngaran per jenis belanja (Rp.juta)
Barang NonOperasional
Modal
Pegawai
Barang Operasional
Barang NonOperasional
Modal
Total
%
Puslitbangtan
17.606
6.724
2.555
7.857
469
6.455
2.504
7.567
468
16.995
96,53
BBPadi
59.805
16.591
7.130
19.977
16.106
16.531
7.080
19.207
15.023
57.842
96,72
Balitkabi
44.200
16.567
3.571
10.041
14.019
16.247
3.555
9.333
13.627
42.764
96,75
Balitsereal
37.229
15.410
3.024
9.189
9.604
15.334
2.896
8.241
9.527
35.999
96,70
4.982
1.980
1.025
1.792
184
1.980
973
1.709
184
4.847
97,29
163.825
57.275
17.306
48.858
40.384
56.549
17.009
46.059
38.832
158.450
96,72
Lolit Tungro Jumlah
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
128
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Tabel 32. Akuntabilitas keuangan Puslitbang Tanaman Pangan berdasarkan indikator sasaran kegiatan TA. 2016. Indikator Sasaran Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan Tersedianya teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai berdasarkan SMM ISO 9001-2008 Tersedianya sekolah lapang mandiri benih Tersedianya kebijakan pengembangan tanaman pangan Pembangunan Agro Science Park di Jawa Barat Tersedianya informasi sumber daya genetik tanaman pangan
Kegiatan a. Perakitan varietas unggul baru padi b. Perakitan varietas unggul baru tanaman aneka kacang dan ubi c. Perakitan varietas unggul baru jagung dan serealia lainnya a. Teknologi budi daya tanaman padi b. Teknologi budi daya tanaman aneka kacang dan ubi c. Teknologi budi daya tanaman serealia a. Penyediaan benih sumber varietas unggul padi b. Penyediaan benih benih sumber aneka kacang dan ubi c. Produksi benih sumber jagung a. Puslitbang Tanaman Pangan b. Balai Besar Penelitian Padi c. Balai Penelitian Aneka Kacang dan Ubi d. Balai Penelitian Serealia Analisis kebijakan pengembangan tanaman pangan
Anggaran 4.719.550.000 1.810.000.000 2.002.059.853 2.502.150.000 730.000.000 1.185.000.000 2.127.000.000 1.871.000.000 870.000.000 479.450.000 1.748.100.000 880.000.000 705.000.000 2.768.148.000
Realisasi 4.717.525.400 1.800.650.491 2.002.059.853 2.500.160.576 670.000.000 1.159.945.822 2.112.590.038 1.810.048.657 869.893.500 462.720.634 1.413.274.200 578.108.853 609.302.130 2.618.456.989
% 99,96 99,48 99,60 99,92 91,78 97,89 99,32 96,74 99,99 96,51 80,85 65,69 86,43 94,59
Jumlah Agro Science Park (ASP)
8.640.496.000
7.348.325.500
85,05
440.800.000
440.266.100
99,88
300.000.000
297.022.000
99,01
314.079.000
313.049.000
99,67
1.299.500.000 4.038.740.000 1.570.012.000 2.635.011.000 490.000.000 44.126.095.853
1.215.018.324 3.979.313.305 1.261.857.844 1.383.924.154 481.000.000 40.044.513.370
93,50 98,53 80,37 90,47 98,16 90,75
a. b. c.
Terselenggaranya diseminasi teknologi tanaman pangan
e. a. b. c. d.
Pengelolaan sumber daya genetik padi melalui koleksi, karakterisasi, dan rejuvinasi untuk perbaikan sifat varietas padi Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya genetik tanaman aneka kacang dan ubi. Koleksi, rejuvinasi, karakterisasi, dan evaluasi sumber daya genetik jagung, sorgum manis, gandum tropis, dan jawawut Puslitbang Tanaman Pangan Balai Besar Penelitian Padi Balai Penelitian Aneka Kacang dan Ubi Balai Penelitian Serealia Loka Penelitian Penyakit Tungro TOTAL
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
129
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
3.5.3. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Puslitbang Tanaman Pangan berdasarkan peraturan yang berlaku mengumpulkan dan menyetorkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Secara umum target yang ditetapkan dapat terlampaui (tercapai 128,31% dari target tahun 2016). Adapun Realisasi Penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai dengan 31 Desember 2016 antara lain Penerimaan Umum sebesar Rp. 491.764.690,- (356,58%) dan Penerimaan Fungsional Rp. 4.612.990.250,(120,11%). Total penerimaan PNBP lingkup Puslitbang Tanaman Pangan sebesar Rp. 5.104.754.940,- (128,31%) dari target Rp.3.978.481.000 (Tabel 33). Tabel 33. Target dan realisasi PNBP lingkup Puslitbang Tanaman Pangan, 2016 Target (Rp) Satker
Puslibangtan
Penerimaan Umum
Realisasi (Rp)
Penerimaan Fungsional
Penerimaan Umum
Penerimaan Fungsional
20.050.000
0
44.316.411
0
105.000.000
2.667.600.000
193.191.472
2.875.710.000
Balitkabi
4.750.000
740.369.000
29.822.774
972.806.950
Balitsereal
6.612.000
334.500.000
209.174.233
494.370.300
Lolit Tungro
1.500.000
98.100.000
15.259.800
270.103.000
137.912.000
3.840.569.000
491.764.690
4.612.990.250
BB Padi
Total
3.6. ANALISIS AKUNTABILITAS KEUANGAN Secara umum anggaran yang dialokasikan untuk seluruh satker lingkup Puslitbang Tanaman Pangan dari tahun 2010 - 2016 meningkat. Demikian pula realisasi anggaran rata-rata >95% mendekati pagu yang diterimakan seperti disajikan pada Gambar 38. Namun, terdapat beberapa kegiatan yang realisasi anggarannya kurang dari 90%, hal ini karena adanya kebijakan perubahan anggaran (revisi) yang berulang kali dan terakhir pemblokiran anggaran. Total lingkup Puslitbangtan, pemblokiran mencapai Rp.3.500.000.000,-.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
130
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Gambar 38. Rekapitulasi kinerja dan anggaran lingkup Puslitbang Tanaman Pangan 2010 – 2016. Dengan demikian, seperti yang dilaporkan sebelumnya bahwa realisasi anggaran berdasarkan pagu tanpa diblokir sebesar 96,72%, sedangkan realisasi anggaran berdasarkan pagu dikurangi pemblokiran menjadi 98,83%. Kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan pada tahun 2016 dapat dilihat pada rekapitulasi capaian kinerja dengan rata-rata 105,03%. Pencapaian kinerja tersebut dapat digolongkan dalam kategori sangat berhasil seperti telah disajikan pada Tabel 5.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
131
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
132
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
133
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
134
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
IV. PENUTUP Secara umum sasaran strategis penelitian dan pengembangan tanaman pangan yang dituangkan dalam Renstra 2015-2019 telah berhasil dicapai dalam mendukung program Balitbangtan untuk menghasilkan teknologi dan inovasi pertanian bioindustri berkelanjutan. Dampak nyata dalam menunjang pencapaian 4 sukses Kementerian Pertanian secara tidak langsung tercapainya peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai. Keberhasilan ini tidak dapat dipisahkan peran hasil-hasil penelitian yang dilakukan Puslitbang Tanaman Pangan. Peningkatan produksi tanaman pangan dicapai melalui penerapan GP-PTT, UPSUS, serta pelaksanaan kegiatan mendukung 1000 desa mandiri benih. Berbagai varietas padi, jagung, dan kedelai yang diminati petani telah ditanam petani melalui pembinaan calon penangkar benih di sentra produksi padi, jagung dan kedelai di Indonesia. Hal ini dapat terlaksana karena ketersediaan benih sumber yang diproduksi oleh UPBS lingkup Puslitbang Tanaman Pangan untuk memenuhi kebutuhan benih bermutu di tingkat petani. Adopsi teknologi dipercepat dengan diseminasi multichannel melalui kerja sama dengan berbagai pihak, terutama penyuluh lapang dan dukungan pemerintah daerah. Penyebarluasan inovasi teknologi baik melalui media cetak, ekspose lapang, dan media elektronik sangat bermanfaat dengan meningkatnya adopsi teknologi yang telah dihasilkan. Memperbanyak jumlah Demplot di berbagai daerah ditengarai mampu meningkatkan adopsi varietas unggul baru dan teknologi produksi lainnya. Keberhasilan kinerja Kementerian Pertanian ini tidak luput dari perhatian dan mendapat apresiasi Presiden RI. Bahkan Presiden RI berkesempatan untuk memberi nama calon varietas unggul baru Jagung bertongkol 2 dengan nama Nasa 29. Ini merupakan suatu tantangan untuk meningkatkan kinerja Puslitbang Tanaman Pangan di masa mendatang didukung anggaran yang mencukupi. Capaian kinerja tahun 2016 telah menjadi acuan dalam penyusunan rencana kegiatan pada tahun mendatang dan menjadi bahan reviu Renstra Puslitbang Tanaman Pangan 2015-2019.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
135
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Lampiran 1: Rencana Strategis Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan 2015 – 2019 TUJUAN URAIAN 1 1.
2.
Menghasilkan varietas unggul baru, benih dasar bermutu, teknologi budi daya, produksi, pascapanen primer, model pengembangan pertanian memanfaatkan biosains dan bioenjinering.
Menghasilkan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian yang aplikatif, baik bersifat antisipatif maupun responsif yang berdampak meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani
INDIKATOR 2 Dihasilkan varietas unggul baru, benih dasar bermutu, teknologi budi daya, produksi, pascapanen primer, model pengembangan pertanian dengan memanfaatkan biosains dan bioenjinering
Dihasilkan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian yang aplikatif, baik bersifat antisipatif maupun responsif yang berdampak meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani
SASARAN TARGET 3 84 VUB, 84 paket teknologi, 1 model, 1.169,8 ton benih sumber
42 Rekomendasi, 3 TSP, model benih sumber untuk 26 propinsi mandiri benih
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
URAIAN 4
STRATEGI
INDIKATOR
KEBIJAKAN
5
6
1. Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan
Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan
2. Tersedianya teknologi budi daya panen dan pascapanen primer tanaman pangan
Jumlah teknologi budi daya panen dan pascapanen primer tanaman pangan
3. Tersedianya model pembangunan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal
Jumlah model pembangunan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal
1. Mengembangkan kegiatan penelitian yang menunjang peningkatan produksi pertanian melalui peningkatan produktivitas, perluasan area p ert an ian , t eru t am a di lah an su b op t imal, sert a mendukung penyediaan sumber bahan pangan yang beragam.
4. Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
Jumlah benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
5. Tersedianya rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan
Jumlah rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan
6. Pembangunan Taman Sains Pertanian (TSP)
Jumlah Taman Sains Pertanian (TSP)
7. Terselenggaranya sekolah lapang (SL) kedaulatan pangan yang terintegrasi dengan 1.000 desa mandiri benih mendukung swasembada pangan.
Jumlah benih sumber yang tersedia untuk mendukung pengembangan model 1.000 desa mandiri benih mendukung swasembada pangan.
KETERANGAN
PROGRAM 7 Menghasilkan teknologi dan inovasi pertanian bioindustri berkelanjutan
8 Meningkatkan kerja sama penelitian dengan swasta, lembaga penelitian nasional (LIPI, perguruan tinggi, swasta) dan internasional (IRRI, CYMMIT, UNESCAP CAPSA, dll), serta antar-Kementerian/ Lembaga.
2. Mendorong pengembangan dan penerapan advance technology untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya pertanian. 3. Mendorong terciptanya suasana keilmuan dan kehidupan ilmiah yang kondusif untuk mengoptimalkan sumber daya manusia dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta diseminasi hasil penelitian. 4. Meningkatkan kerja sama dan sinergi yang saling menguat-kan antara UK/UPT di lingkup Balitbangtan dan antara Balitbangtan dengan berbagai lembaga terkait di dalam dan luar negeri.
136
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Lampiran 2. Perjanjian Kinerja 2016
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
137
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
138
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
139