LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016
Harga (Rp/Kg)
11.000 9.000 7.000 5.000 3.000 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Harga GKP di Petani
BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2017
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izinNya Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 selesai disusun sesuai yang direncanakan. Laporan Kinerja ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban Kepala Badan Ketahanan Pangan kepada Menteri Pertanian atas pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah merupakan alat penilai kinerja secara kuantitatif, sebagai wujud akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi dan transparansi serta pertanggungjawaban kepada masyarakat. Selain itu, laporan kinerja ini merupakan alat kendali dan alat pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi. Semua indikator sasaran yang ditargetkan dapat dicapai bahkan melebihi target yang ditetapkan, kecuali penurunan jumlah penduduk rawan pangan dan koefisien varian komoditas cabai merah. Capaian kinerja tersebut merupakan dampak dari pelaksanaan program dan kegiatan tahun 2016 yang telah dilaksanakan Badan Ketahanan Pangan Pusat dan daerah, serta pemangku kepentingan mulai dari pusat hingga ke tingkat lapang, baik institusi Pemerintah, Swasta, maupun Petani. Dalam penyusunan laporan ini tentunya masih banyak kekurangan maupun kesalahan, sehingga kami berharap adanya saran, kritik dan masukan yang konstruktif guna menyempurnakan penyusunan laporan di waktu mendatang. Terima kasih kami sampaikan kepada berbagai pihak atas bantuannya sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Semoga laporan ini bermanfaat.
Jakarta,
Februari 2017
Plt. Kepala Badan Ketahanan Pangan
Dr. Ir. Spudnik Sujono Kamino, MM i
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016
DAFTAR ISI Kata Pengantar ......................................................................................................
i
Ringkasan Eksekutif ...............................................................................................
ii
Daftar Isi ................................................................................................................
v
Daftar Tabel............................................................................................................
vi
Daftar Grafik............................................................................................................
viii
Daftar Lampiran........................................................................................................
ix
Daftar Gambar........................................................................................................
x
BAB I
1
BAB II
BAB III
: PENDAHULUAN.................................................................................. A.
Latar Belakang............................................................................
1
B.
Maksud dan Tujuan......................................................................
4
C.
Tugas Fungsi dan Struktur Organisasi.........................................
4
: PERENCANAAN KINERJA……………………….................................
10
A.
Rencana Strategis…...................................................................
10
B.
Perjanjian Kinerja….....................................................................
16
: AKUNTABILITAS KINERJA.................................................................
20
A.
Capaian Kinerja Organisasi………………....................................
20
B.
Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Sasaran..........................
26
C.
Realisasi Anggaran……...............................................................
80
D.
Dukungan Instansi Lain…............................................................
84
BAB IV : PENUTUP.............................................................................................
85
A.
Simpulan Umum............................................................................
85
B.
Permasalahan, dan Upaya dan Tindak Lanjut..............................
86 v
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016
DAFTAR TABEL
Tabel
1.
Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran BKP pada Renstra BKP 2015 – 2019.....................................................................................
10
Tabel
2
Target Indikator Kinerja P5rogram (IKP) BKP 2015 - 2019 ............
12
Tabel
3.
Pendanaan APBN Kegiatan BKP Tahun 2015 - 2019
.................
16
Tabel
4.
Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan Awal .................................................................................................
17
Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan Revisi III ......................................................................
18 19
Tabel
5.
Tabel
6.
Keselarasan Indikator Kinerja Renstra dengan Penetapan Kinerja..
Tabel
7.
Penjelasan Hasil Perhitungan Keberhasilan Pencapaian Kinerja Badan Ketahanan Pangan……………………………………………………... 20
Tabel
8.
Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 .......
23
Tabel
9.
Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein Serta Skor PPH..
27
Tabel
10.
Angka Rawan Pangan Tahun 2012 – 2016 .....................................
30
Tabel
11.
Perkembangan Dana Bansos dan Realisasi Kawasan Mandiri Pangan Tahun 203 – 2016 ………………………………………....................... 32
Tabel
12.
Perkembangan Harga GKP, GKG, dan Beras Tingkat Petani Berdasarkan Pantauan BPS Tahun 2016 ........................................
39
Tabel
13.
Perkembangan Harga Gabah Tingkat Petani Tahun 2016 …….. .....
41
Tabel
14.
Rata-rata Harga Pembelian Gabah dan Beras Tingkat LDPM.... ......
42
Tabel
15. Perkembangan Harga Pangan Strategis Tingkat Konsumen Tahun 2016 Berdasarkan BPS............................................................................... 45
Tabel
16. Perkembangan Sasaran Penguatan LDPM Tahun 2012 – 2016......... 48
Tabel
17. Perbandingan Tingkat Harga dan Fluktuasi Harga GKP Tahun 2012. Tingkat Gapoktan LDPM ..................................................................
50
18. Progres Kegiatan PUPM dan TTI tahun 2015 – 2016…………….....
54
Tabel
vi
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016
Tabel
19. Transaksi Kegiatan PUPM dan TTI di 32 Provinsi…………………....
55
Tabel
20. Perkembangan Target Konsumsi Energi tahun 2012 - 2016...........
57
Tabel
21. Rata-rata Perkembangan Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia Tahun 2012 - 2016........ 58
Tabel
22. Konsumsi Pangan Hewani Tahun 2016……………………………...
60
Tabel
23. Perkembangan Skor PPH 2011 – 2015...........................................
61
Tabel
24. Perbandingan Percepatan Penyelesaian KN BKP Th. 2012–2016..
70
Tabel
25. Perkembangan PNS Badan Ketahanan Pangan Th. 2012-2016….
72
Tabel
26. Pegawai Fungsional Khusus di Badan Ketahanan Pangan.............
74
Tabel
27. Komponen dan Nilai Budaya Kerja BKP Tahun 2016………...........
76
Tabel
28. Perbandingan Nilai Budaya Kerja BKP tahun 2015 – 2016………..
76
Tabel
29. Indeks Penerapan Nilai Dasar Budaya Kerja per eselon II..............
77
Tabel
30. Ringkasan Hasil Penilaian per Eselon II….…..................................
77
Tabel
31. Pagu dan realisasi Anggaran Per Kegiatan…..................................
81
Tabel
32. Pagu dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan…............
81
Tabel
33. Pagu dan Realisasi Anggaran per Jenis Belanja…………….............
83
Tabel
34. Alokasi Anggaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012 – 2016...
83
vii
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016
DAFTAR GRAFIK
Grafik
1. Ketersediaan Energi ...........................................................................
29
Grafik
2. Ketersediaan Protein ……...................................................................
29
Grafik
3. Skor PPH Ketersediaan…....................................................................
29
Grafik
4. Perkembangan Kerawanan Pangan di Indonesia Th 2012 – 2016…..
32
Grafik
5. Produksi Rata-rata Responden tahun 2015 – 2016 Kegiatan Solid....
37
Grafik
6. Dampak Peningkatan Pendapatan Kelompok Solid…………………...
37
Grafik
7. Durasi Kekurangan Pangan yang Dialami oleh Kelompok Solid….......
38
Grafik
8. Harga Gabah di Tingkat Produsen Th 2012–2016 Berdasarkan BPS..
39
Grafik
9. Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras Tk. Petani………………
39
Grafik
10. Perkembangan Panel Harga Gabah di Tingkat Petani/Produsen….....
41
Grafik
11. Kondisi Rata-rata Harga Pembelian Gabah dan Beras di Provinsi Pelaksana LDPM……………………………………………………………….……..... 44
Grafik
12. Perkembangan LDPM Tingkat Penumbuhan, Pengembangan Kemandirian…………………………………………………………………
dan 49
Grafik
13. Realisasi Anggaran Dibandingkan dengan Renstra dan Pagu Anggaran Tahunan BKP Tahun 2012 - 2016…….……………….….....
83
viii
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sruktur Organisasi Badan Ketahanan Pangan ………………………...
92
Lampiran 2. Indikator Kinerja Kegiatan BKP Tahun 2010 – 2014 ……………….....
93
Lampiran 3. Matrik Kinerja dan Pendanaan BKP Tahun 2015 – 2019……….….....
95
Lampiran 4. Perjanjian Kinerja Revisi II Tahun 2016…………………………............
98
Lampiran 5. Perjanjian Kinerja Revisi III Tahun 2016…………………………............
99
Lampiran 6. Perkembangan Panel Harga Pangan Strategis Tk. Produsen ...…..
101
Lampiran 7. Perkembangan Harga Gabah Tk. LUPM di 9 Prov. Sample….…….
102
Lampiran 8. Pemantauan Capaian Kinerja PK Triwulanan Tahun 2016…….…...
103
Lampiran 9. Rata-rata Harga Beras di Tingkat PUPM dan TTI Tahun 2016..…...
109
Lampiran 10. Transaksi Kegiatan Gapoktan dan TTI di 32 Provinsi…….…….…...
110
Lampiran 11. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Tahun 2016……..…….…...
112
Lampiran 12. Dukungan Instansi Lain…………………………………………….…...
113
ix
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Kriteria Penerima Toko Tani Indonesia……......………………………...
52
Gambar 2.
Kerangka Pikir Pelaksanaan Toko Tani Indonesia...................…….....
53
Gambar 3.
Alasan Utama Belanja ke TTI Center………………...................…….....
56
x
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan dan kinerja yang dicapai oleh Badan Ketahanan Pangan selama tahun 2016. Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian melaksanakan tugas pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang ketahanan pangan, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 43 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP), BKP juga ditetapkan secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP yang diketuai oleh Presiden dan Ketua Harian oleh Menteri Pertanian. DKP yang dibentuk diarahkan untuk memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu. Berdasarkan Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan 2015 – 2019, Visi Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian : ” Terwujudnya ketahanan pangan melalui penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal berlandaskan kedaulatan pangan dan kemandirian pangan”. Untuk mencapai visi tersebut, maka disusun misi Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian: (1) Meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam berbasis sumber daya lokal; (2) Memantapkan penanganan kerawanan pangan; (3) Meningkatkan keterjangkauan pangan masyarakat untuk pangan pokok (4) Mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat berbasis sumber daya, kelembagaan dan budaya local; (5) Mewujudkan keamanan pangan segar. Badan Ketahanan Pangan telah menyusun Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2016 sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja yang akan dicapai pada tahun 2015 sebagai berikut : (1) Skor PPH Ketersediaan sebesar 89,71; (2) Penurunan jumlah penduduk rawan pangan sebesar 1 persen; (3) Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen sebesar diatas atau sama dengan HPP; (4) Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen untuk komoditas beras sebesar dibawah atau sama dengan 10 persen, cabai merah sebesar dibawah atau sama dengan 28 persen, bawang merah sebesar dibawah atau sama dengan 18 persen; (5) Konsumsi Energi sebesar 2.040 Kkal/Kap/hr; (6) Skor PPH Konsumsi sebesar 86,2; (7) Rasio Konsumsi Pangan Lokal ke Beras sebesar 5,70 persen; (8) Peningkatan Produksi Pangan segar yang tersertifikasi sebesar 10 persen; dan (9) Tingkat keamnan Pangan Segar yang Diuji dibawah atau sama dengan 80 persen. Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya, serta dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan capaian kinerja Perjanjian Kinerja Tahun 2016 adalah : dari 10 indikator, yang mencapai nilai pencapaian diatas 100 persen (Sangat Berhasil) sebanyak 6 indikator, nilai pencapaian 80 – 100 persen (Berhasil) sebanyak 2 indikator yaitu PPH Ketersediaan dan Skor PPH Konsumsi, dan nilai pencapaian dibawah 60 persen kurang sebanyak 1 indikator yaitu penurunan rawan pangan, meskipun mengalami penurunan jumlah penduduk rawan pangan. Sedangkan untuk indikator koefisien variasi harga beras jauh dibawah target sehingga harga beras stabil, cabai merah meskipun sudah
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
ii
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
dibawah target namun hampir mendekati target, sehingga harga cabai merah kurang stabil, sedangkan harga bawang merah diatas target sehingga harga bawang merah belum stabil. Dalam rangka mewujudkan diversifikasi pangan terkait erat dengan perilaku masyarakat/manusia. Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam mewujudkan diversifikasi pangan pada tahun 2016 adalah : (1) pendapatan masyarakat masih rendah dibandingkan harga kebutuhan pangan secara umum. sehingga menurunnya daya beli masyarakat disebabkan oleh kenaikan harga pangan daripada masalah ketersediaan; (2) konsumsi beras per kapita cenderung turun.tetapi konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat; (3) teknologi pengolahan pangan lokal masih rendah; (4) kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (5) beras sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah; (6) kualitas konsumsi pangan masih rendah. kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat; (7) terdapatnya konsep makan“belum makan kalau belum makan nasi” yang salah dalam masyarakat; (8) pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah; dan (9) bencana alam dan perubahan iklim yang sangat ekstrim. Terkait dengan berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam kinerja pembangunan ketahanan pangan tahun 2016, maka dalam upaya peningkatan kinerja Badan Ketahanan Pangan ke depan diperlukan berbagai perbaikan dan inovasi antara lain: 1) Meningkatkan dukungan dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan dalam upaya perwujudan ketahanan pangan; 2) Meningkatkan peranan eksekutif dan legislatif dalam penentuan kebijakan ketahanan pangan wilayah, serta peningkatan pemahaman daerah dalam pembangunan ketahanan pangan; 3) Meningkatkan kemampuan dan kualitas SDM Aparat khususnya dalam pengembangan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan; 4) Mensinkronkan kebijakan pembangunan ketahanan pangan pusat dan daerah melalui berbagai upaya pemberdayaan masyarakat; 5) Mengembangkan sistem kordinasi dan pembinaan dalam pemupukan cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat yang bersifat pokok sesuai pola pangan setempat, guna mengantisipasi terjadinya kasus rawan pangan kronis dan transien, serta mendukung stabilisasi harga pangan pokok; 6) Meningkatkan sosialisasi, advokasi, dan pembinaan bagi daerah dalam mengimplementasikan berbagai peraturan dan pedoman ketahanan pangan yang disusun di pusat. Dalam mencapai target capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan perlu dukungan dari instansi lain baik lintas sektor maupun lingkup Kementerian Pertanian. Dukungan tersebut adalah : (1) peningkatan produksi tanaman khusus tanaman pangan selain padi; (2) peningkatan produksi dan budidaya hortikultura dan bimbingan teknis budi daya untuk kelompok wanita dalam pemanfaatan pekarangan; (3) pengembangan produk olahan sebagai bahan pangan pilihan pengganti beras dan terigu; (4) pelatihan bagi aparat, kelompok melalui penyuluh pertanian, serta penyuluhan di pedesaan; (5) teknologi tepat guna dalam optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis tepungtepungan; serta (6) penyediaan benih unggul dan bersertifikat baik benih tanaman pangan dan hortikultura. Jakarta, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Februari 2017
iii
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu program Kementerian Pertanian yang sedang digalakkan adalah mewujudkan kedaulatan pangan, melalui program utama yaitu Swasembada Pangan yang didukung oleh program lainnya. Untuk menuju kedaulatan pangan, ketahanan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan bangsa karena pemenuhan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Selain itu, ketahanan pangan juga merupakan salah satu pilar ketahanan nasional suatu bangsa, dan menunjukkan eksistensi kedaulatan bangsa. Terkait dengan hal tersebut, ketahanan pangan tidak akan dapat terwujud dengan hanya melibatkan satu komponen bangsa, tapi harus melibatkan seluruh komponen bangsa, baik pemerintah maupun masyarakat, harus bersama-sama membangun ketahanan pangan secara sinergi. Hal inilah yang kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. yang merumuskan ketahanan pangan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, halal. merata, dan terjangkau” dan ketahanan pangan merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Undang-undang tentang Pangan tersebut kemudian dijabarkan dalam berbagai Peraturan Pemerintah untuk diimplementasikan dalam keputusan Pimpinan Pemerintah. Sejalan dengan amanat Undang-Undang Pangan tersebut, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 memprioritaskan peningkatan kedaulatan pangan sebagai salah satu sub agenda prioritas untuk mewujudkan agenda pembangunan nasional yakni kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektorsektor strategis ekonomi domestik. Dalam rangka meningkatkan dan memperkuat kedaulatan pangan tersebut. maka kebijakan umum dalam RPJMN 2015-2019 diarahkan pada: (1) pemantapan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan dengan peningkatan produksi pangan pokok; (2) stabilisasi harga pangan; (3) perbaikan
1
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat; (4) mitigasi gangguan terhadap ketahanan pangan; dan (5) peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pangan. Dalam rangka pemantapan ketahanan pangan, pada tahun 2015 - 2019 Kementerian Pertanian fokus pada peningkatan produksi pangan pokok strategis, yaitu : padi, jagung, kedelai, gula (tebu) dan daging sapi-kerbau serta komoditas pertanian lainnya, untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Pemantapan ketahanan pangan tersebut, berlandaskan kemandirian dan kedaulatan pangan yang didukung oleh subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan yang terintegrasi. Dalam rangka mencapai ketahanan pangan yang mantap dan berkesinambungan, ada 3 (tiga) komponen pokok yang harus diperhatikan: (1) Ketersediaan pangan
yang
cukup dan merata; (2) Keterjangkauan pangan yang efektif dan efisien; serta (3) Konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman dan halal. Ketiga komponen tersebut perlu diwujudkan sampai tingkat rumah tangga, dengan : (1) Memanfaatkan potensi sumberdaya lokal yang beragam untuk peningkatan ketersediaan pangan dengan teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan; (2) Mendorong masyarakat untuk mau dan mampu mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman untuk kesehatan; (3) Mengembangkan perdagangan pangan regional dan antar daerah, sehingga menjamin pasokan pangan ke seluruh wilayah dan terjangkau oleh masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (4) Memanfaatkan pasar pangan internasional secara bijaksana bagi pemenuhan konsumen yang beragam; serta (5) Memberikan jaminan bagi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan dalam mengakses pangan yang bersifat pokok. Dewasa ini ketahanan pangan merupakan isu strategis dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat karena akan menentukan kestabilan ekonomi, social, dan politik dalam suatu negara. Pemenuhan kebutuhan pangan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Upaya memantapkan ketahanan pangan yang dilandasi kedaulatan dan kemandirian pangan, masih menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan baik dalam aspek: ketersediaan pangan, kerawanan pangan, distribusi pangan, penyediaan cadangan pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, penanganan keamanan pangan,
2
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
kelembagaan ketahanan pangan, maupun manajemen ketahanan pangan. Tantangan dan permasalahan tersebut antara lain : (1) Sistem pertanian pangan yang dilakukan oleh petani saat ini sebagian besar belum memberikan kesejahteraan dan keuntungan yang memadai; (2) Pendapatan masyarakat masih rendah dibandingkan harga kebutuhan pangan secara umum, sehingga menurunnya daya beli masyarakat; (3) Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi (1.39%/tahun); (4) Konsumsi beras per kapita cenderung turun, tetapi konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat; (5) Belum maksimalnya teknologi pengolahan pangan lokal; (6) Kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (7) Beras sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah,
sementara pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan
lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah; (8) Kualitas konsumsi pangan masih rendah, kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat, serta masih rendahnya konsumsi protein hewani, umbi-umbian, aneka kacang, serta sayur dan buah;
(9) Hingga saat ini masih berkembangnya konsep
makan “belum makan kalau belum makan nasi”; (10) Bencana alam dan perubahan iklim yang sangat ekstrim. sehingga mempengaruhi produksi pangan.(11) Konversi lahan pertanian yang terus berlanjut; (12) Perluasan lahan pertanian di luar Jawa masih terkendala kualitas tanah maupun kepemilikan lahan; serta (13) Agribisnis pangan yang belum optimal sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani.
Sementara itu.
situasi ekonomi dan perdagangan bebas di dunia internasional, berpengaruh cukup kuat terhadap ketahanan pangan di dalam negeri, terutama harga dan pasokan pangan yang begitu dinamis mempengaruhi ketersediaan pangan di dalam negeri. Badan Ketahanan Pangan berupaya mengatasi permasalahan dan mewujudkan ketahanan pangan tersebut. Untuk itu. Badan Ketahanan Pangan (BKP) sebagai salah satu unit kerja Eselon I Kementerian Pertanian yang memiliki tugas yaitu : "Melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan", telah menjabarkan berbagai program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan, serta dilaksanakan secara berkesinambungan baik pusat dan daerah melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja (SAKIP) Badan Ketahanan Pangan yaitu
3
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
mulai dari perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja, hingga capaian kinerja. Guna mengetahui kinerja pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan tersebut selama tahun 2016, disusunlah Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016. Penyusunan Laporan Kinerja tersebut didasarkan pada : (1) UU no 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara; (2) Peraturan Pemerintah No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; (3) Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan; (4) Peraturan Presiden No 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; (5) Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999; (6) Permenpan dan RB Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja. Pelaporan Kinerja. dan Tata Cara Review Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah; dan (7) Permentan No 50 tahun 2016 tentang Pengelolaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian.
B.
Maksud dan Tujuan
Laporan Kinerja tahun 2016 disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian kepada Menteri Pertanian selaku pimpinan tertinggi Kementerian Pertanian. Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk : (1) Mengetahui sejauhmana kinerja Badan Ketahanan Pangan tahun 2016; (2) Memenuhi kewajiban Badan Ketahanan Pangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya selama tahun 2016; dan (3) Sebagai salah satu bahan penyusunan laporan kinerja Kementerian Pertanian.
C.
Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi
Sesuai dengan Peraturan Presiden No 45 tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian. Badan
Ketahanan
Pangan
mempunyai
tugas
menyelenggarakan
koordinasi,
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang peningkatan diversifikasi dan
4
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
pemantapan ketahanan pangan.
Pelaksanaan tugas diselenggarakan secara efektif
dan efisien berdasarkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Badan Ketahanan Pangan menyelenggarakan fungsi: 1.
Koordinasi, pengkajian, penyusunan kebijakan, pemantauan dan pemantapan di bidang ketersediaan pangan, penurunan kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, dan peningkatan keamanan pangan segar;
2.
Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang ketersediaan pangan, penurunan kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, dan peningkatan keamanan pangan segar;
3.
Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang ketersediaan pangan, penurunan kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses pangan, penganekaragaman konsumsi pangan. dan peningkatan keamanan pangan segar;
4.
Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang ketersediaan pangan, penurunan kerawanan
pangan,
pemantapan
distribusi
pangan
dan
akses
pangan,
penganekaragaman konsumsi pangan, dan peningkatan keamanan pangan segar; 5.
Pelaksanaan administrasi Badan Ketahanan Pangan; dan
6.
Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Struktur organisasi Badan Ketahanan Pangan terdiri atas: 1.
Sekretariat Badan;
2.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan;
3.
Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan; dan
4.
Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan.
Sekretariat Badan mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Badan Ketahanan Pangan. Sekretariat Badan menyelenggarakan fungsi:
5
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
1.
Koordinasi, penyusunan rencana dan program, anggaran, serta kerja sama di bidang ketahanan pangan;
2.
pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan;
3.
evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata laksana, pengelolaan urusan kepegawaian, dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, serta pelaksanaan hubungan masyarakat dan informasi publik;
4.
evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang ketahanan pangan;
5.
pelaksanaan urusan tata usaha Badan Ketahanan Pangan; dan
6.
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, pengkajian, penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan dan penurunan kerawanan pangan. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan menyelenggarakan fungsi: 1.
koordinasi di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan;
2.
pengkajian di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan;
3.
penyiapan perumusan kebijakan di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan;
4.
pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan;
5.
pelaksanaan pemantapan di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan;
6.
penyusunan norma, standar, prosedur. dan kriteria di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan;
6
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
7.
pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan;
8.
pelaksanaan
pemantauan,
evaluasi
dan
pelaporan
kegiatan
di
bidang
ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan; dan 9.
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan.
Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, pengkajian, penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang distribusi dan cadangan pangan. Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan menyelenggarakan fungsi: 1.
koordinasi di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan;
2.
pengkajian di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan;
3.
penyiapan perumusan kebijakan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan;
4.
pelaksanaan kebijakan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan;
5.
pelaksanaan pemantapan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan;
6.
penyusunan norma. Standar, prosedur, dan kriteria di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan;
7.
pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan;
8.
pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan; dan
9.
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan.
Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi. pengkajian. penyiapan perumusan dan pelaksanaan
7
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
kebijakan di bidang penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan menyelenggarakan fungsi: 1.
koordinasi di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar;
2.
pengkajian di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar;
3.
penyiapan perumusan kebijakan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar;
4.
pelaksanaan kebijakan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar;
5.
pelaksanaan pemantapan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar;
6.
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar;
7.
pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar;
8.
pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar; dan
9.
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan.
Bagan
struktur
organisasi
BKP
berdasarkan
Permentan
Nomor
43/Permentan/OT.010/8/2015 sebagaimana pada Lampiran 1. Mengingat
luasnya
substansi
dan
banyaknya
pelaku
yang
berperan
dalam
pembangunan ketahanan pangan, maka sangat diperlukan kerjasama yang sinergis dan terarah antar institusi dan komponen masyarakat serta koordinasi program dan kegiatan berbagai subsektor dan sektor. Guna mewujudkan sinergi dan harmonisasi kebijakan dan program, serta memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu, dibentuk Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang bertugas merumuskan kebijakan serta melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui Keppres Nomor 132 Tahun
8
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
2001 yang disempurnakan dengan Perpres Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP), menetapkan BKP secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP yang diketuai oleh Presiden dan Ketua Harian oleh Menteri Pertanian. BKP selaku Sekretariat DKP memfasilitasi pelaksanaan tugas Menteri Pertanian selaku Ketua Harian DKP dalam membantu Presiden RI untuk : (1) Merumuskan kebijakan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; dan (2) Melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional.
9
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
BAB II PERENCANAAN KINERJA A.
Rencana Strategis
Dalam penyusunan Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016, Rencana Strategis (Renstra) yang dipergunakan adalah Renstra Badan Ketahanan Pangan (BKP) Tahun 2015 – 2019 yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran serta program BKP. Visi, misi, tujuan, dan sasaran tersebut pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019 VISI Terwujudnya
MISI
1. Memantapkan
TUJUAN
1. Memperkuat
SASARAN
1. Meningkatnya
ketahanan
ketersediaan dan
penyediaan pangan
ketersediaan pangan yang
pangan yang
penanganan
yang beragam berbasis
beragam
kerawanan pangan
sumber daya lokal
berlandaskan Kedaulatan dan
2. Menurunkan jumlah
Kemandirian
penduduk rawan
Pangan
2. Menurunnya jumlah penduduk rawan pangan
pangan 2. Meningkatkan keterjangkauan
3. Memperkuat sistem distribusi pangan
masyarakat
3. Stabilinya harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
terhadap pangan 3. Mewujudkan
4. Meningkatkan
4. Meningkatnya kuantitas
penganekaragaman
konsumsi pangan
dan kualitas konsumsi
konsumsi pangan
masyarakat untuk
pangan masyarakat
masyarakat
memenuhi kecukupan
berbasis sumber
gizi yang bersumber
daya, kelembagaan
dari pangan lokal
dan budaya lokal 4. Mewujudkan
5. Meningkatkan
5. Meningkatnya pangan
pangan segar yang
keamanan dan mutu
segar yang aman dan
aman dan bermutu
pangan segar
bermutu
10
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Dalam rangka mengukur kinerja Badan Ketahanan Pangan untuk mencapai tujuan strategis tersebut di atas maka ditetapkan indikator kinerja tujuan dan target kinerja jangka menengah yang harus dicapai pada akhir tahun kelima (2019). Indikator kinerja tersebut merupakan indikator kinerja utama Badan Ketahanan Pangan, yaitu: 1. Meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam sehingga mencapai skor Pola Pangan Harapan (PPH) ketersediaan sebesar 96,32 pada tahun 2019; 2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan sebesar 1% setiap tahun; 3. Stabilnya harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) lebih besar atau sama dengan Harga Pembelian Pemerintah; 4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (cv) dengan cv beras kurang dari 10%, cabe merah kurang dari 25%, bawang merah kurang dari 15% pada tahun 2019; 5. Konsumsi energi sebesar 2.150 kkal/kap/hr pada tahun 2019; 6. Konsumsi pangan hewani sebesar 225 kkal/kap/hr pada tahun 2019; 7. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) konsumsi sebesar 92,50 pada tahun 2019; 8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras sebesar 6,23% pada tahun 2019; 9. Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi sebesar 10%; 10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji lebih besar atau sama dengan 80%.
Sasaran strategis merupakan indikator kinerja dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh Badan Ketahanan Pangan tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam; 2. Menurunnya jumlah penduduk rawan pangan; 3. Stabilnya harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen; 4. Meningkatnya kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat; 5. Meningkatnya pangan segar yang aman dan bermutu.
11
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Target kinerja “Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat” Badan Ketahanan Pangan tahun 2015-2019, setiap tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2. Target Indikator 2015–2019 No. 1.
Kinerja
Program
Rincian IKP Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
(IKP) Badan Ketahanan Pangan Tahun
2015
2016
2017
2018
2019
87,52
89,71
92,04
94,25
96,32
1
1
1
1
1
≥ HPP
≥ HPP
≥ HPP
≥ HPP
≥ HPP
Ketersediaan 2.
Penurunan jumlah penduduk rawan pangan (%/Tahun)
3.
Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
4.
Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (CV) - Beras
≤ 10%
≤ 10%
≤ 10%
≤ 10%
≤ 10%
- Cabe Merah
≤ 29%
≤ 28%
≤ 27%
≤ 26%
≤ 25%
- Bawang Merah
≤ 19%
≤ 18%
≤ 17%
≤ 16%
≤ 15%
5.
Konsumsi Energi (kkal/kap/hr)
2.004
2.040
2.077
2.113
2.150
6.
Konsumsi Pangan Hewani (kkal/kap/hr)
191
200
208
217
225
7.
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Konsumsi
84,1
86,2
88,4
90,5
92,5
8.
Rasio konsumsi pangan lokal non beras
5,54
5,70
5,87
6,05
6,23
10
10
10
10
10
≥ 80
≥ 80
≥ 80
≥ 80
≥ 80
terhadap beras (%) 9.
Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi (%)
10.
Tingkat keamanan pangan segar yang diuji (%)
Sumber: Badan Ketahanan Pangan
Sedangkan target kinerja kegiatan adalah tingkat sasaran kinerja spesifik yang akan dicapai oleh Badan Ketahanan Pangan dalam periode 2015-2019 yang berupa output. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) tersebut dapat diperhatikan pada lampiran 2.
12
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Memperhatikan indikator kinerja diatas dan arah kebijakan ketahanan pangan, serta mempertimbangkan penanganan ketahanan pangan lintas pelaku dan wilayah, maka dirumuskan
“Program
Peningkatan
Diversifikasi
dan
Ketahanan
Pangan
Masyarakat”. Program tersebut diwujudkan melalui koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan dan penyiapan program, partisipasi pemangku kepentingan dan masyarakat, identifikasi dan intervensi pangan dan gizi, serta pengembangan model kebijakan guna pencapaian sasaran pemantapan ketahanan pangan masyarakat sampai tingkat perseorangan. Untuk menyelenggarakan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, maka akan dilaksanakan 4 (empat) kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan yang meliputi: 1. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan; 2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan; 3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan; 4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan. Rencana aksi dalam rangka mencapai sasaran diatas dibagi dalam beberapa sub kegiatan yang akan menghasilkan beberapa output sebagai sarana untuk mencapai sasaran program (outcome). Kegiatan beserta sub kegiatannya diuraikan berikut ini : 1.
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengkoordinasikan upaya memantapkan ketersediaan pangan yang bersumber dari produksi dalam negeri sekaligus pengurangan jumlah penduduk rawan pangan. Sasaran output kegiatan adalah (1) meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam dan menurunnya jumlah penduduk rawan pangan setiap tahun; serta (2) Meningkatnya ketahanan pangan keluarga melalui pengembangan model pemberdayaan masyarakat /Smallholder Livelihood Development (SOLID). Untuk mencapai sasaran output pertama. ada 6 (enam) sub kegiatan. yaitu: (1) Analisis Neraca Bahan Makanan; (2) Penguatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi; (3) Kajian Responsif dan Antisipatif Ketersediaan dan Kerawanan Pangan; (4) Peta
13
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
ketahanan dan kerentanan pangan (Peta FSVA); (5) Kawasan Mandiri Pangan; dan (6) Pemantauan ketersediaan dan kerawanan pangan. Sedangkan untuk mencapai sasaran output kedua. ada 4 (empat) sub kegiatan yang dilaksanakan bekerja sama dengan International Food for Agricultural Development (IFAD) di 11 kabupaten di provinsi Maluku dan Maluku Utara, yaitu: (1) Pemberdayaan petani kecil dan gender; (2) Dukungan produksi pertanian dan pemasaran; (3) Pengembangan rantai nilai tanaman perkebunan; dan (4) Dukungan manajemen dan administrasi SOLID. 2.
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
Kegiatan ini ditujukan untuk mendorong pengembangan sistem distribusi dan stabilitas harga pangan dalam rangka meningkatkan keterjangkauan pangan masyarakat. dan antisipasi kebutuhan pangan. Sasaran output kegiatan adalah meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan cadangan pangan serta stabilitas harga pangan Kegiatan ini terdiri dari 7 (tujuh) sub kegiatan. yaitu: (1) Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat/Toko Tani Indonesia; (2) Lembaga distribusi pangan masyarakat; (3) Lumbung pangan masyarakat; (4) Panel harga pangan nasional dan pemantauan harga dan pasokan pangan HBKN; (5) Pemantauan pasokan, harga, distribusi dan cadangan pangan; (6) Kajian Responsif dan Antisipatif Distribusi Pangan; dan (7) Kajian Distribusi Pangan. 3.
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan dan memasyarakatkan pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman (B2SA) dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal. Sasaran output kegiatan adalah meningkatnya pemantapan penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar.
14
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Kegiatan ini terdiri dari 6 (enam) sub kegiatan, yaitu: (1) Pemberdayaan pekarangan pangan; (2) Pemantauan penganekaragaman konsumsi pangan; (3) Gerakan Diversifikasi Pangan; (4) Analisis pola dan kebutuhan konsumsi pangan; (5) Model pengembangan pangan pokok lokal; dan (6) Pengawasan keamanan dan mutu pangan; 4.
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memfasilitasi dan melayani administrasi, keuangan dan asset terhadap penyelenggaraan operasional kantor. Sasaran output kegiatan adalah (1) Terselenggaranya pelayanan administrasi dan pelayanan teknis lainnya secara profesional dan berintegritas di lingkungan Badan Ketahanan Pangan; dan (2) Meningkatnya koordinasi perumusan kebijakan, evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan melalui Dewan Ketahanan Pangan. Untuk mencapai sasaran output pertama. ada 4 (empat) sub kegiatan, yaitu: (1) Perencanaan, penganggaran, dan kerja sama ketahanan pangan; (2) Pelayanan keuangan dan perlengkapan; (3) Pemantauan dan evaluasi program dan kegiatan ketahanan pangan; (4) Penanganan organisasi, kepegawaian, humas, tata usaha, dan hukum. Sedangkan untuk mencapai sasaran output kedua. hanya ada satu sub kegiatan, yaitu: koordinasi perumusan kebijakan, evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan melalui Dewan Ketahanan Pangan.
Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dibutuhkan pendanaan yang sangat besar. Sumber pendanaan tidak hanya berasal dari APBN. namun perlu ditunjang dari sumber pendanaan lain diantaranya Pemerintah Daerah melalui APBD prov/kab/kota, keterlibatan swasta, perbankan (skim kredit dan kredit komersial) serta dari swadaya masyarakat. Selain itu, tidak menutup kemungkinan terhadap pendanaan yang bersumber dari kerjasama dengan internasional. Dukungan pendanaan dibutuhkan untuk memfasilitasi proses koordinasi, supervise, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program/kegiatan.
15
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Program dan kegiatan pemantapan ketahanan pangan lingkup Badan Ketahanan Pangan 2015-2019 yang dibiayai APBN, adalah prioritas nasional. Kebutuhan anggaran Badan Ketahanan Pangan tahun 2015 adalah sebesar Rp 635,25 milyar. Sedangkan kebutuhan anggaran tahun 2019 diperkirakan sebesar Rp 1.439,90 milyar. Kebutuhan anggaran tersebut untuk membiayai kegiatan kajian, analisis dan perumusan kebijakan ketahanan pangan serta pengembangan model pemberdayaan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat terutama di lokasi rentan ketahanan pangan. Rencana pendanaan tahunan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3. Pendanaan APBN Kegiatan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019 ALOKASI (Milyar Rupiah) No 1814
Kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi dan
2015
2016
2017
2018
2019
107,26
285,41
466,02
675,59
1.081,80
111,61
268,43
285,36
320,38
71,261
132,89
125,71
98,52
138,60
149,08
283,49
103,49
113,84
125,23
137,75
Stabilitas Harga Pangan 1815
Pengembangan ketersediaan dan penanganan rawan pangan
1816
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
1817
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan TOTAL
635,25
783,06
963,76
1.259,82
1.439,90
Sumber: BKP. Kementan
Secara lengkap target dan anggaran Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat 2015-2019 ditampilkan Matrik Kinerja dan Pendanaan Badan Ketahanan Pangan pada Lampiran 3. Rencana pendanaan tersebut akan disesuaikan dengan arah kebijakan nasional dan Kementerian Pertanian pada tahun berjalan.
B.
Perjanjian Kinerja
Sebagai tindaklanjut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 53 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Perjanjian Kinerja 16
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
dan Pelaporan dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Badan Ketahanan Pangan telah menyusun Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Kepala Badan Ketahanan Pangan hingga Eselon IV lingkup Badan Ketahanan Pangan. Dalam penyusunan laporan kinerja ini merupakan Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan, maka perjanjian kinerja yang disusun sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja yang akan dicapai pada tahun 2016. Perjanjian Kinerja Badan Ketahanan Pangan mengalami beberapa perubahan karena adanya perubahan fokus kegiatan, sasaran, dan perubahan anggaran. Pada awal tahun 2016, Perjanjian Kinerja Badan Ketahanan Pangan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp. 783,06 Milyar, selanjutnya mengalami perubahan Perjanjian Kinerja hingga 3 kali yaitu Perjanjian Kinerja (Revisi I) dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 728,93 Milyar. Perjanjian Kinerja (Revisi II) dengan alokasi anggaran sebesar 705,86 Milyar. dan Perjanjian Kinerja (Revisi III) dengan alokasi anggaran sebesar 671,86 Milyar. Perjanjian Kinerja Awal dan Perubahan (Revisi III) seperti pada tabel dibawah ini, sedangkan Perjanjian Kinerja Awal dan Perubahan (Revisi I dan II) dapat dilihat pada lampiran 4 dan 5. Tabel 4. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan Awal SASARAN PROGRAM
INDIKATOR Skor PPH Ketersediaan
1. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam
1.
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan 3. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
2.
Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
3.
Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
4.
Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen (Cv)
TARGET 89.71 1% ≥ HPP
< 10%
4. Peningkatan kuantitas dan 5. kualitas konsumsi pangan 6. masyarakat 7.
Konsumsi Energi Skor PPH Konsumsi
86,2
5. Peningkatan pangan segar 8. yang aman dan bermutu 9.
Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
10%
Konsumsi Pangan Hewani
2.040 Kkal/Kap/hr 200 Kkal/Kap/hr
≥ 80%
17
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016 Kegiatan
Anggaran
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
Rp
268.476.500.000.-
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
Rp
285.414.000.000.-
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
Rp
125.717.388.000.-
Dukungan Manajemen & Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan
Rp
103.456.432.000.-
JUMLAH
Rp
783.064.320.000.-
Tabel 5. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan III
SASARAN PROGRAM
TARGET
INDIKATOR
2. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam
1.
3. Penurunan jumlah penduduk 2. rawan pangan 4. Stabilitas harga pangan 3. pokok di tingkat produsen dan konsumen 4.
6. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat 7. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu
Skor PPH Ketersediaan
89.71
Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1%
Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP
5.
Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (Cv) - Beras - Cabai merah - Bawang merah Konsumsi Energi
6.
Konsumsi Pangan Hewani
7. 8.
Skor PPH Konsumsi Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
9.
< 10% < 28 % < 18 % 2.040 Kkal/Kap/hr 200 Kkal/Kap/hr
Kegiatan
86,2 10% ≥ 80% Anggaran
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
Rp
193.188.170.000.-
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
Rp
244.304.341.000.-
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan
Rp
149.451.632.000.-
Rp
84.912.321.000.-
JUMLAH
Rp
671.856.464.000.-
18
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Penetapan Kinerja sudah selaras dengan Renstra Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015 – 2019 Edisi Revisi, seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 6. Keselarasan Indikator Kinerja Renstra dengan Penetapan Kinerja. Indikator Renstra Tahun 2015 – 2019
Target 2016
1. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam 4. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan
89,71
5. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
SASARAN PROGRAM
Indikator Penetapan Kinerja tahun 2016 Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
Target
89,71
Ketersediaan Penurunan jumlah penduduk rawan pangan (%/Tahun)
1
≥ HPP
Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (CV)
Penurunan jumlah penduduk rawan pangan (%/Tahun) Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
1
≥ HPP
Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (CV)
- Beras
≤ 10%
- Beras
≤ 10%
- Cabe Merah
≤ 28%
- Cabe Merah
≤ 28%
- Bawang Merah
≤ 18%
- Bawang Merah
≤ 18%
6. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat
Konsumsi Energi (kkal/kap/hr)
7. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu
2.040
Konsumsi Energi (kkal/kap/hr)
2.040
Konsumsi Pangan Hewani (kkal/kap/hr)
200
Konsumsi Pangan Hewani (kkal/kap/hr)
200
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Konsumsi
86.2
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Konsumsi
86.2
Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras (%)
5.70
Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras (%)
5.70
Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi (%) Tingkat keamanan pangan segar yang diuji (%)
10
≥ 80
Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi (%)
10
≥ 80
Tingkat keamanan pangan segar yang diuji (%)
19
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A.
Capaian Kinerja Organisasi
Metode penghitungan keberhasilan pencapaian kinerja adalah realisasi indikator dibandingkan dengan target indikator dikalikan 100 persen. Kriteria keberhasilan pencapaian kinerja dalam akuntabilitas kinerja dalam laporan ini diindikasikan dengan nilai pencapaian sebagai berikut: 1. 2.
Sangat berhasil Berhasil
: :
jika capaian kinerja>100% 80-100%
3. 4.
Cukup Berhasil Tidak Berhasil
: :
60-79% <60%
Tabel 7. Penjelasan Hasil Penghitungan Keberhasilan Pencapaian Kinerja Badan Ketahanan Pangan INDIKATOR
TARGET
REALISASI
KETERANGAN
1.
Skor PPH Ketersediaan
89.71
-
-
Semakin besar capaian keberhasilan Skor PPH Ketersediaan. maka ketersediaan pangan sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik.
2.
Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1%
-
-
Capaian tahun berjalan dikurangi capaian tahun sebelumnya. Semakin besar selisih penurunan jumlah penduduk rawan pangan. maka semakin sedikit jumlah penduduk rawan pangan. sehingga capaian kinerja semakin baik.
-
3.
Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
4.
Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (Cv) Beras
≥ HPP
< 10%
Cabe Merah
< 28 %
Bawang Merah
< 18 %
-
-
-
Berdasarkan HPP Rp. 3.700 Semakin tinggi harga gabah diatas HPP. maka semakin tinggi pendapatan petani. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan kesejahteraan petani semakin baik.
-
Semakin kecil CV pangan dibawah CV pangan ketetapan. maka capaian kinerja semakin baik. semakin stabil harga beras. cabai merah. dan bawang merah ditingkat konsumen.
20
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
INDIKATOR 5.
6.
Konsumsi Energi
Konsumsi Pangan Hewani
TARGET
REALISASI
2.040 Kkal/Kap/hr
-
200 Kkal/Kap/hr
-
86.2
KETERANGAN -
Semakin besar capaian keberhasilan konsumsi energi. maka tingkat konsumsi energi sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi penurunan konsumsi beras yang diimbangi konsumsi umbi-umbian.
-
Semakin besar capaian keberhasilan konsumsi pangan hewani. maka tingkat konsumsi pangan hewani sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi peningkatan konsumsi pangan hewani yang diimbangi konsumsi pangan nabati.
-
-
Semakin besar capaian keberhasilan Skor PPH Konsumsi. maka semakin beragam dan seimbang konsumsi pangan masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik.
5. 70%
-
-
Semakin besar capaian rasio konsumsi pangan local non beras terhadap beras. maka tingkat konsumsi energi yang bersumber dari pangan local non beras sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capai kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi penurunan konsumsi beras yang diimbangi konsumsi umbi-umbian.
7.
Skor PPH Konsumsi
8.
Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras
9.
Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
10%
-
-
Semakin banyak produk pangan segar yang tersertifikasi. maka pelaku pertanian semakin paham tingkat keamanan produk pangan segar. sehingga capaian kinerja semakin baik.
10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
≥ 80%
-
-
Semakin tinggi prosentase keamanan pangan segar yang diuji. maka semakin aman pangan segar di masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik.
Berdasarkan Indikator Kinerja Utama Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian pada tahun 2016, sasaran Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat BKP, yaitu meningkatnya ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan, dengan sasaran kegiatan 21
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
utama yaitu: (1) Meningkatnya pemantapan penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan; (2) Meningkatnya pemantapan distribusi dan harga pangan; (3) Meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan penanganan rawan pangan; (4) Meningkatnya manajemen dan pelayanan administrasi dan keuangan secara efektif dan efisien dalam mendukung pengembangan dan koordinasi kebijakan ketahanan pangan. Masing-masing sasaran tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan indikator kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya. Keberhasilan Badan Ketahanan Pangan dalam menjalankan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat diukur berdasarkan pencapaian outcome. Pengukuran tersebut dilakukan mengingat outcome merupakan hasil dari berfungsinya output yang telah dilaksanakan unit kerja Eselon II yaitu Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, serta Sekretariat Badan Ketahanan Pangan. Pengukuran capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan tersebut dilaksanakan secara bulanan, triwulanan dan tahunan, sedangkan pengukuran realisasi keuangan dan fisik output kegiatan dipantau secara mingguan, bulanan dan triwulanan melalui Laporan Sistem Monitoring Anggaran Terpadu (SMART) secara online, Laporan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), Laporan Kegiatan Utama dan Strategis, Laporan Penetapan Kinerja (PK) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Badan Ketahanan Pangan dan Kementerian Pertanian, serta Laporan Rencana Aksi Hak Asasi Manusia (RANHAM) Kementerian Hukum dan Ham. Pengukuran kinerja didasarkan pada indikator kinerja yang terstandarisasi agar mampu menghasilkan hasil evaluasi kinerja yang relevan dan reliabel sebagai bahan pertimbangan perencanaan selanjutnya. Hasil pengukuran menjadi dasar untuk menyimpulkan kemajuan kinerja, mengambil tindakan dalam rangka mencapai target kinerja yang ditetapkan dan menyesuaikan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator sasaran tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
22
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Tabel 8. Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 SASARAN PROGRAM
INDIKATOR
TARGET
REALISASI
CAPAIAN
1. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam
1.
Skor PPH Ketersediaan
89.71
85.24
- Berhasil (95 %) - Capaian keberhasilan Skor PPH Ketersediaan hampir mendekati target. maka ketersediaan pangan sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik.
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
2.
Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1%
0.27 %
- Krg Berhasil (27 %) - Sudah terjadi penurunan jumlah penduduk rawan pangan. namun penurunan masih kurang berhasil.
3. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
3.
Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP
4.268
4.
Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (Cv) Beras
< 10%
1.74 %
Cabe Merah
< 28 %
23.57 %
Bawang Merah
< 18 %
23.90 %
- HPP Rp. 3.700 (Sangat Berhasil 115,35 %) - Harga gabah sudah diatas HPP. maka semakin tinggi pendapatan petani. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan kesejahteraan petani semakin baik. - CV harga beras sudah sangat rendah/jauh dari target sehingga harga beras ditingkat konsumen sangat stabil. - CV harga cabai merah lebih rendah dari target, namun hampir mendekati target sehingga harga cabai merah kurang stabil.
23
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
SASARAN PROGRAM
INDIKATOR
TARGET
REALISASI
CAPAIAN - CV harga bawang merah lebih tinggi dari target, sehingga harga bawang merah belum stabil.
5. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat
5.
Konsumsi Energi
2.040 Kkal/Kap/hr
2.147 Kkal/Kap/Hr
Sangat Berhasil (105,2 %). Konsumsi energi. sudah melebihi target, maka konsumsi energi sudah sangat baik, sehingga capaian kinerja semakin baik.
6.
Konsumsi Pangan Hewani
200 Kkal/Kap/hr
211 Kkal/Kap/Hr
Sangat Berhasil (105.5 %) Konsumsi pangan hewani. sudah melebihi target, maka konsumsi pangan hewani semakin banyak, sehingga capaian kinerja semakin baik.
7.
Skor PPH Konsumsi
8.
Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras
86.2
5. 70%
86.00
6.30
-
Berhasil (99 %) Capaian keberhasilan Skor PPH Konsumsi. hampir mendekati target. maka konsumsi pangan masyarakat semakin beragam dan seimbang. sehingga capaian kinerja semakin baik. - %Sangat Berhasil (110 %). Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras, sudah melebihi target, maka konsumsi pangan non beras semakin banyak, sehingga capaian kinerja semakin baik.
24
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
SASARAN PROGRAM
INDIKATOR
TARGET
REALISASI
Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
10%
26.04 %
10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
≥ 80%
6. Peningkatan pangan 9. segar yang aman dan bermutu
CAPAIAN -
99.61 %
Sangat Berhasil (260 %) Capaian kinerja sudah diatas target. berarti banyak produk pangan segar yang tersertifikasi, maka pelaku pertanian semakin paham tingkat keamanan produk pangan segar, sehingga capaian kinerja semakin baik.
-
Sangat berhasil (124 %)
-
Capaian kinerja keamanan pangan segar yang diuji, sudah diatas target, maka semakin aman pangan segar di masyarakat, sehingga capaian kinerja semakin baik.
Sumber : Badan Ketahanan Pangan
Dari tabel diatas dapat diketahui, bahwa capaian kinerja Perjanjian Kinerja Tahun 2016 adalah : dari 10 indikator, yang mencapai nilai pencapaian diatas 100 persen (Sangat Berhasil) sebanyak 6 indikator, nilai pencapaian 80 – 100 persen (Berhasil) sebanyak 2 indikator yaitu PPH Ketersediaan dan Skor PPH Konsumsi, dan nilai pencapaian dibawah 60 persen kurang sebanyak 1 indikator yaitu penurunan rawan pangan, meskipun mengalami penurunan jumlah penduduk rawan pangan. Sedangkan untuk indikator koefisien variasi harga beras jauh dibawah target sehingga harga beras stabil, cabai merah meskipun sudah dibawah target namun hampir mendekati target, sehingga harga cabai merah kurang stabil, sedangkan harga bawang merah diatas target sehingga harga bawang merah belum stabil.
25
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
B.
Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Sasaran. Analisis dan evaluasi capaian kinerja diperoleh dari hasil pengukuran kinerja kegiatan yang mendukung tercapainya sasaran. Beberapa sasaran dapat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang saling terkait untuk mencapai sasaran tersebut. Hasil analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Skor PPH Ketersediaan Ketersediaan
pangan
ketahanan pangan.
merupakan
aspek
penting
dalam
mewujudkan
Penyediaan pangan diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan perseorangan secara berkelanjutan.
Untuk
memenuhi
kebutuhan
pangan
masyarakat
dan
meningkatkan kuantitas serta kualitas konsumsi pangan, diperlukan target pencapaian angka ketersediaan pangan per kapita per tahun sesuai dengan angka kecukupan gizinya. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X tahun 2014 merekomendasikan kriteria ketersediaan pangan ditetapkan minimal 2.400 kkal/kapita/hari untuk energi dan minimal 63 gram/kapita/hari untuk protein. Ketersediaan energi selama kurun waktu 2012 - 2016 sudah jauh di atas rekomendasi WNPG X tahun 2012 dengan rata–rata 3.890 kkal/kapita/hari. Ketersediaan energi tersebut mengalami peningkatan rata-rata 0,63 persen per tahun. Kecenderungan peningkatan ketersediaan energi selama periode ini disebabkan terjadinya peningkatan ketersediaan energi yang cukup besar pada periode 2012 - 2016 karena adanya peningkatan produksi beberapa komoditas pangan. Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa ketersediaan energi secara umum sudah cukup baik. Kelebihan ketersediaan pangan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai stok atau cadangan maupun untuk diekspor. Seperti halnya ketersediaan energi, tingkat ketersediaan protein pada periode 2012 - 2016 juga sudah melebihi rekomendasi angka kecukupan gizi WNPG X
26
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
tahun 2012 dengan ketersediaan protein rata-rata 89,66 gram/kapita/hari. Namun ketersediaan protein tersebut mengalami penurunan rata-rata 1,19 persen per tahun. Upaya dalam peningkatan ketersediaan protein antara lain : (1) berkoordinasi dengan instansi terkait dalam upaya peningkatan produksi komoditas yang mengandung protein nabati dan hewani, (2) sosialisasi dan promosi terkait dengan ketersediaan protein di tingkat rumah tangga. Jika dilihat dari sumbangan energi dan proteinnya, kelompok pangan hewani memberikan porsi sumbangan dengan jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan kelompok pangan nabati. Secara nasional, ketersediaan energi dan protein per kapita per tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 9. Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein serta Skor PPH Ketersediaan Tahun 2012–2016 Tahun 2012
Energi (Kalori/Hari) Total
Nabati
280
89.55
71.82
17.73
90.85
172
91.83
74.06
17.78
89.3
177
94.85
76.53
18.32
89.72
163
83.07
65.73
17.33
85.24
0.041
0.054
-0.060
-0.095
0.102
0.026
0.821
1.072
-1.191
-1.906
2.040
0.515
196
89.66
72.27
17.39
87.72
3.662
3.835
3.658
4.017
3.854
Total Pertumbhn
0.032
Rata2 Pertumbhn (%)
0.635
3.890
Ketersediaan 83.5
3.834
Rata-rata
Hewani 15.79
3.586
2016*
Nabati 73.19
3.867
2015
Total 88.99
3.707
2014
Hewani
Skor PPH
188
3.896
2013
Protein (Gram/Hari)
3.693
Keterangan : NBM 2016 Perkiraan Sumber: Badan Ketahanan Pangan (BKP). Kementerian Pertanian
27
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Ketersediaan Energi (Kalori/Hari) 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 2012
2013
Energi (Kalori/Hari) Total
2014
2015
Energi (Kalori/Hari) Nabati
2016*
Rata-rata
Energi (Kalori/Hari) Hewani
Grafik 1. Ketersediaan Energi Tahun 2012 – 2016
Ketersediaan Protein (Gram/Hari) 100 80 60 40 20 0 2012
2013
Protein (Gram/Hari) Total
2014
2015
Protein (Gram/Hari) Nabati
2016*
Rata-rata
Protein (Gram/Hari) Hewani
Grafik 2. Ketersediaan Protein Tahun 2012 – 2016
Skor PPH Ketersediaan 92 90 88 86 84 82 80 78 2012
2013
2014
2015
2016*
Rata-rata
Grafik 3. Skor PPH Ketersediaan Pangan Tahun 2012 – 2016
28
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Tingkat ketersediaan pangan selain dilihat dari kecukupan gizinya, baik energi dan protein, juga dinilai dari sisi keberagaman ketersediaan gizi berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH). PPH tingkat ketersediaan dihitung berdasarkan ketersediaan
energi
Neraca
Bahan
Makanan
(NBM).
Keberagaman
ketersediaan pangan akan mendukung pencapaian keberagaman konsumsi pangan sehingga dapat dicapai sasaran konsumsi pangan yang diharapkan. Perkembangan skor PPH tingkat ketersediaan berdasarkan Neraca Bahan Makanan tahun 2012 – 2016 menunjukkan skor rata-rata 87,72 persen dengan kecenderungan meningkat rata-rata 0,51 persen per tahun. Skor PPH tingkat ketersediaan dari NBM tahun 2016 adalah 85,24, apabila dibandingkan tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 4,48. Penurunan tersebut disebabkan oleh : (1) mulai tahun 2014 perhitungan angka PPH ketersediaan telah menggunakan angka ketersediaan energi 2.400 kkal/kapita/hari sesuai dengan rekomendasi WNPG X tahun 2012. sebelumnya angka ketersediaan energi 2.200 kkal/kap/hari; (2) pemindahan kandungan gizi komoditas rumput laut yang sebelumnya masuk ke dalam kelompok hewani, di masukan ke kelompok nabati. Untuk mencapai keberagaman ketersediaan pangan yang ideal dan memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) tingkat ketersediaan yang dianjurkan, maka yang perlu ditingkatkan lagi selama tahun 2012 - 2016 adalah ketersediaan kelompok pangan hewani serta sayuran dan buah. Kegiatan Badan Ketahanan Pangan dalam mendukung pencapaian PPH Ketersediaan
adalah
Pengembangan
Lumbung
Pangan
Masyarakat,
Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat karena kegiatan tersebut mendukung pendapatan anggota kelompok dan sebagai cadangan pangan masyarakat. Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator Skor PPH Ketersediaan adalah sebesar Rp. 250.064.227.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 244.304.341.000 atau 91,57 persen.
29
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
2. Penurunan Penduduk Rawan Pangan Kemiskinan dan kerawanan pangan merupakan dua fenomena yang saling terkait, bahkan dipandang sebagai hubungan sebab akibat. Kondisi ketahanan pangan yang rentan menjadi sumber kemiskinan, sebaliknya kemiskinan bisa menjadi penyebab seseorang menjadi rawan pangan. Tingkat perkembangan penduduk rawan pangan ditunjukkan dengan Angka Rawan Pangan yang merupakan gambaran situasi tingkat aksesibilitas pangan masyarakat dicerminkan dari tingkat kecukupan gizi masyarakat, yang diukur dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Data dasar yang digunakan untuk mengukur tingkat kerawanan pangan adalah data hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) berdasarkan pangsa pengeluaran dan konsumsi pangan yang dilaksanakan oleh BPS dimana angka kecukupan konsumsi kalori penduduk Indonesia per kapita per hari berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WNPG) 2004 adalah 2000 kkal. Persentase rawan pangan berdasar angka kecukupan gizi (AKG) suatu daerah, dihitung dengan menjumlahkan penduduk dengan konsumsi kalori kurang dari 1400 kkal (70% AKG) perkapita dibagi dengan jumlah penduduk pada golongan pengeluaran tertentu. Angka rawan pangan sejak tahun 2012– 2016 ditunjukkan pada Tabel dan Grafik dibawah ini. Tabel 10. Angka Rawan Pangan Tahun 2012 - 2016.
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
Jumlah Penduduk Sangat Rawan Pangan (< 70% AKG) 47.842.490 46.399.355 43.739.341 33.030.182 32.734.074
% 19,52 18,68 16,94 12,96 12,69
Jumlah Penduduk Rawan Pangan (70%-89.9% AKG) 80.832.494 84.091.618 84.823.188 72.813.600 70.039.317
% 32,97 33,84 33,16 28,57 27,16
Jumlah Penduduk Tahan Pangan (>=90% AKG) 116.463.438 117.956.185 122.825.321 149.052.869 155.116.930
% 47,51 47,48 49,90 58,48 60,15
Sumber: Data Susenas BPS berdasarkan pangsa pengeluaran dan konsumsi pangan dengan jumlah kecukupan gizi 2000 kkal/hari sesuai dengan WNPG VIII tahun 2004. Keterangan: Sangat rawan : (a) Konsumsi kalori perkapita perhari kurang < 70% dari AKG; Rawan Pangan : (b) Konsumsi kalori perkapita perhari 70-90% dari AKG; Tahan pangan : (c) Kosumsi kalori perkapita perhari > 90% dari AKG.
30
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Perkembangan Kerawanan Pangan di Indonesia Tahun 2012-2016 persen
70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
2012
2013
2014
2015
2016
Sangat Rawan
19,52
18,68
16,94
12,96
12,69
Rawan Pangan
32,97
33,84
33,16
28,57
27,16
Tahan Pangan
47,5
47,48
49,90
58,48
60,15
Grafik 4. Persentase Perkembangan Kerawanan Pangan
Berdasarkan perkembangan angka rawan pangan pada tabel dan grafik diatas yang merupakan angka gabungan yang dihitung berdasarkan jumlah seluruh sampel data susenas pada tahun tersebut, terlihat bahwa penduduk rawan pangan mengalami penurunan sejak tahun 2012 - 2016. Persentase angka sangat rawan pangan pada 2012 sebesar 19,52 persen; 2013 sebesar 18,68 persen; 2014 sebesar 16,94 persen; 2015 sebesar 12,96 persen; dan tahun 2016 turun menjadi 12,69 persen. Namun apabila dibandingkan tahun 2015, tahun 2016 sudah terjadi penurunan jumlah penduduk rawan pangan, namun penurunan masih kurang berhasil atau 27 persen. Kegiatan
yang
dilaksanakan
oleh
Badan
Ketahanan
Pangan
dalam
mendukung penurunan rawan pangan adalah kegiatan (a) Pengembangan Desa/Kawasan Mandiri Pangan, (b) Penanganan Daerah Rawan Pangan melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi serta Peta Kerawanan dan Kerentanan Pangan (FSVA), (c) Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku dan Maluku Utara, (d) Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat di 54 kelompok pada lokasi kegiatan yang diprioritaskan di daerah rawan pangan dan sebagai cadangan pangan masyarakat, serta (e) Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di 4.869 desa, KRPL dalam rangka peningkatan gizi rumah tangga dan peningkatan pendapatan masyarakat.
31
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
a.
Kawasan Mandiri Pangan Dalam
rangka
kerawanan
pengurangan
pangan
kemiskinan
khususnya
dan
rawan
penanggulangan
pangan
kronis.
BKP
mengembangkan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan yang menjadi salah satu kegiatan strategis di BKP. Kawasan Mandiri Pangan (KMP) adalah kawasan yang dibangun dengan melibatkan keterwakilan masyarakat yang berasal dari desa-desa atau kampung-kampung terpilih (terdiri dari 5 kampung/desa), untuk menegakkan masyarakat miskin di daerah rawan pangan menjadi kaum mandiri. Tujuan umum kegiatan KMP adalah mewujudkan ketahanan pangan masyarakat berlandaskan
kemandirian
dan
kedaulatan
pangan.
Secara
keprograman, kegiatan KMP dilaksanakan melalui 5 tahapan yang meliputi: Tahap Persiapan, Penumbuhan, Pengembangan, Kemandirian dan
Keberlanjutan
(Exit
Strategy).
Untuk
mendukung
kegiatan
pemberdayaan dalam KMP maka dialokasikan dana bantuan sosial bansos/bantuan pemerintah (banper), serta anggaran pembinaan dan pendampingan bagi daerah. Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dimulai pada tahun 2013 di Kawasan Perbatasan, Kepulauan, serta Papua dan Papua Barat yang bertujuan untuk: (1) mengembangkan perekonomian kawasan adat di Papua-Papua Barat; (2) mengembangkan perekonomian kawasan perbatasan antar negara; dan (3) mengembangkan cadangan pangan masyarakat kawasan kepulauan. Tabel 11. Perkembangan Dana Bansos dan Realisasi Kawasan Mandiri Pangan Tahun 2013–2016 Tahun
2013
2014
2015
2016
Bansos/Banper (juta)
21.800
21.400
20.600
7.800
Penerima Manfaat
109
107
188
181
Total
Rata-rata/ tahun 14.320
71.600 146 585
Sumber : Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
32
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Sasaran kegiatan Kawasan Mandiri Pangan di tahun 2016 berada di 192 kawasan di 145 Kabupaten/Kota pada 31 Provinsi yang terdiri dari 107 Kawasan Kepulauan, Perbatasan, Papua dan Papua Barat serta 85 KMP di provinsi lainnya. Untuk pelaksanaan kegiatan KMP tahun 2016 (yakni KMP yang dimulai pada tahun 2015) terdapat perbedaan antara target dan capaian, dimana
target pelaksanaan KMP diawal
tahun 2016 adalah sebanyak 192 kawasan dan terealisasi sebanyak 181 kawasan atau 94,27% (yang terdiri dari 103 Kawasan Kepulauan. Perbatasan, Papua dan Papua Barat dan 78 KMP di provinsi lainnya). Penyebab terjadinya hal tersebut antara lain karena: 1.
Terjadi pemekaran di salah satu wilayah Provinsi Kalimantan Timur menjadi Provinsi Kalimanatan Utara sehingga berpengaruh terhadap kesiapan provinsi baru dalam proses administrasi pencairan bansos dan pembinaan kegiatan;
2.
Tantangan dari segi geografis di beberapa daerah di mana jarak antar lokasi yang jauh dan tidak hanya dihubungkan oleh daratan (tetapi juga perairan) sehingga dibutuhkan sumber daya (termasuk keuangan) yang besar untuk pelaksanaan monev oleh aparat kabupaten dan provinsi;
3.
Kapasitas SDM/aparat yang masih kurang di tingkat kabupaten;
4.
Terdapat daerah yang tidak melakukan survei Data Dasar Rumah tangga (DDRT) pada Tahap Persiapan;
5.
Penetapan lokasi pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan arahan yang sudah ditentukan. misalnya terdapat lokasi di mana masyarakatnya
menerima
bantuan
lain
seperti
bantuan
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaan (PUAP). Selain itu tantangan lain yang dihadapi adalah: terjadinya refocusing kegiatan dan anggaran, mutasi pejabat/pegawai, serta pendamping yang tinggal diluar desa binaan.
33
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
b.
Penanganan Daerah Rawan Pangan Kegiatan penanganan daerah rawan pangan lebih difokuskan pada pencegahan dini daerah rawan melalui optimalisasi kegiatan FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas/Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan) dan SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi) yang dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan informasi tentang kantongkantong kerawanan pangan tingkat wilayah. FSVA disusun pada tingkat wilayah dengan menggunakan indikator yang sifatnya statis dan perubahannya jangka panjang periode pengambilan data setiap 2 - 3 tahun. Untuk memperkuat analisis FSVA dilakukan sistem pemantauan dan deteksi dini dalam mengantisipasi kejadian kerawanan pangan secara berjenjang dan dilakukan secara periodik (bulanan) dan terus menerus. SKPG merupakan serangkaian proses untuk mengantisipasi kejadian kerawanan pangan dan gizi melalui pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi situasi pangan dan gizi bulanan dan tahunan. Data bulanan dan tahunan tersebut menginformasikan tentang 3 (tiga) indikator utama yaitu ketersediaan, akses,
dan
pemanfaatan
pangan
yang
menjadi
dasar
untuk
menginformasikan situasi pangan dan gizi di suatu daerah. Meskipun kegiatan SKPG sangat bagus sebagai upaya pencegahan rawan pangan, namun kegiatan SKPG kurang berjalan sesuai dengan target, karena
(i)
Daerah
tidak
optimal
dalam
melaksanakan
dan
memanfaatkan hasil analisis SKPG; (ii) Tingginya tingkat mutasi aparat sehingga petugas sering berganti; (iii) Tidak optimalnya peran Tim Pokja SKPG; (iv) Kurangnya kesadaran aparat terkait pentingnya kegiatan pemantauan pangan dan gizi melalui SKPG; dan (v) Penghematan anggaran.
34
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
c.
Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku dan Maluku Utara Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku dan Maluku Utara. Kegiatan tersebut antara lain Pemberdayaan Petani Kecil dan Gender, dan kegiatan rumah tangga yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran. Program SOLID dilaksanakan di 224 desa dan dirasakan manfaatnya oleh 217 desa atau 92,72 %, yang terdiri dari 33.600 KK (100 % dari target sasaran 33.600 KK) dan tergabung kedalam 26.363 Kelompok Mandiri (KM) (98 % dari target sasaran 26.880 KM). Fasilitas permodalan dalam bentuk dana hibah prestasi (MF) dan dana bergulir (RF) diberikan kepada KM untuk membiayai usaha produktif yang dijalankan oleh KM maupun anggota KM. Sampai dengan akhir tahun 2016, total dana MF dan RF yang disalurkan kepada KM masingmasing sebesar Rp. 30.352 Milyar dan Rp. 72.840 Milyar. Selain Fasilitasi permodalan. pada tahun 2016 KM menerima fasilitasi pelatihan-pelatihan teknis, demplot, sekolah lapang, anjang karya, serta bantuan sarana dan pra sarana untuk KM. Fasilitasi permodalan. pelatihan pengembangan kapasitas serta sarana dan prasarana yang diberikan kepada KM berpengaruh terhadap perkembangan kegiatan produktif yang diusahakan oleh KM. Berdasarkan hasil survey tahun 2016, peningkatan hasil produksi pertanian dialami oleh hampir semua responden SOLID. Peningkatan produksi pertanian responden tersebut terjadi pada hampir semua komoditi/produk yang diusahakan, kecuali produk olahan pala. Peningkatan tersebut terkait dengan penggunaan teknologi baru, teknologi perbanyakan benih. teknik budidaya tanaman, dan lain-lain. Meskipun produksinya dilaporkan meningkat. hanya 59% responden yang menyatakan bahwa pendapatan mereka naik dibandingkan
35
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
dengan
tahun
sebelumnya.
Jumlah
peningkatan
produksi
dan
pendapatan petani dapat dilihat pada grafik dibawah ini
Grafik 5. Produksi rata-rata per responden pada tahun 2015 dan 2016
9% Lebih Tinggi Sama Lebih Rendah
32% 59%
Grafik 6. Dampak Peningkatan Pendapatan Kelompok Solid dibandingkan dengan tahun sebelumnya
Adanya peningkatan produksi pertanian dan pendapatan tersebut berpengaruh terhadap situasi ketahanan pangan responden SOLID. Dari seluruh responden, hanya 25% yang melaporkan mengalami kekurangan pangan selama 12 bulan terakhir. Akan tetapi. responden tersebut sebagian besar mengalami kekurangan kekurangan pangan selama 1-2 minggu (Grafik A), relatif lebih singkat apabila dibandingkan dengan durasi kekurangan pangan yang dialami oleh sebagian besar responden pada tahun 2012 dan 2014 (Grafik B). 36
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
A
50
Jumlah Respondedn (%)
Jumlah Respondedn (%)
50
40
30
Benchmark (2012) Midterm (2014)
40
30
20
20
10
10
0
B
0
1 minggu
Grafik 7.
2minggu
3 minggu > 3 minggu
Durasi kekurangan pangan yang dialami oleh responden survey tahun 2016 (A) dan survey benchmark dan midterm dampak (B).
Kendala SOLID : (1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan di awal tahun harus tertunda karena adanya pemblokiran; (2) Pencairan dana ditahun 2015 masih disalurkan ditahun 2016;
(3) Proses identifikasi yang agak
terlambat karena belum siapnya masyarakat dalam penyusunan Rencana Usaha. Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator penurunan
jumlah
penduduk
rawan
pangan
adalah
sebesar
Rp.
250.064.227.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 244.304.341.000 atau 91,57 persen.
3.
Stabilnya Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Tingkat Produsen Stabilitas pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan kinerja subsistem distribusi pangan. Stabilnya harga pangan sangat dipengaruhi beberapa aspek antara lain kemampuan memproduksi bahan pangan, kelancaran arus distribusi pangan, dan pengaturan impor pangan. Ketidakstabilan harga pangan dapat memicu tingginya harga pangan di dalam negeri sehingga aksesibilitas masyarakat terhadap pangan secara ekonomi akan menurun yang pada akhirnya dapat meningkatkan angka kerawanan 37
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
pangan. Berikut perkembangan harga gabah di tingkat produsen tahun 2012 – 2016, dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Grafik 8. Harga Gabah di Tingkat Produsen Tahun 2012 – 2016 Berdasarkan Pantauan BPS
Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras di Tingkat Petani 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0
Harga (Rp/Kg) GKP di Petani
Harga (Rp/Kg) GKG d Penggilingan
Harga (Rp/Kg) Beras Medium di Penggilingan
Grafik 9. Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras Tingkat Petani 38
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016 Tabel 12. Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras Tingkat Petani Berdasarkan Pantauan BPS Tahun 2016
Harga (Rp/Kg) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-Rata Maksimal Minimal Pertb/bl (%) CV (%)
GKP di Petani
GKG d Penggilingan
5.206 5.211 4.703 4.262 4.440 4.501 4.376 4.480 4.537 4.905 5.070 5.117 4.734 5.211 4.262 (0,02) 7,36
5.805 5.869 5.622 5.593 5.600 5.526 5.473 5.514 5.397 5.413 5.426 5.551 5.566 5.869 5.397 (0,39) 2,65
Beras Medium di Penggilingan 9.548 9.622 9.444 8.959 8.836 8.973 8.932 8.901 8.965 8.981 9.050 9.069 9.107 9.622 8.836 (0,45) 2,96
Sumber : BPS yang diolah BKP
Berdasarkan capaian kinerja sasaran Stabilnya Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Tingkat Produsen melalui Panel Harga Badan ketahanan Pangan yaitu Rp. 4.268/kg atau Sangat Berhasil 115,35 persen. Harga gabah sudah diatas HPP yaitu Rp. 3.700/kg, maka semakin tinggi pendapatan petani, sehingga capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan semakin baik. Pola perkembangan harga GKP di petani selama tahun 2012 – 2016 memiliki pola yang hampir sama setiap tahunnya. Data harga gabah kering panen (GKG) diambil dari data harga di 22 provinsi sentra produksi padi (panel harga pangan BKP). Selama Tahun 2016 sebagian besar petani di lokasi panel menjual gabah dalam bentuk GKP dan GKG. Harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani berkisar antara Rp 4.057/kg s.d Rp 4.659/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan Januari 2016 senilai Rp. 4.659/kg, sedangkan harga terendah terjadi pada Bulan April 2016 senilai Rp. 4.057/kg. Perubahan
39
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
harga GKP di tingkat petani relatif kecil, yaitu turun 0,71 persen dan harga GKP tahun 2016 cenderung stabil koefisien varian (CV) sebesar 4,15 persen. Harga Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat penggilingan berkisar antara Rp 5.032/kg s.d Rp 5.548/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan Januari 2016 senilai Rp. 5.548/kg dan harga terendah pada bulan Juni 2016 senilai Rp. 5.032/kg. Sama halnya dengan perubahan harga GKP, harga GKG di tingkat penggilingan relatif kecil, yaitu turun 0,51 persen dan harga GKG tahun 2016 relatif stabil koefisien varian (CV) 3,01 persen. Harga beras medium di tingkat penggilingan berkisar antara Rp 8.554/kg s.d Rp 9.018/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan Februari 2016 senilai Rp. 9.018/kg dan harga terendah pada bulan September 2016 senilai Rp. 8.554/kg. Perubahan harga GKG di tingkat penggilingan relatif kecil, yaitu turun 0,24 persen dan harga beras medium tahun 2016 relatif stabil dengan koefisien varian (CV) sebesar 1,74 persen. Harga gabah dan beras dikatakan berfluktuasi apabila koefisien varian diatas 5 persen dalam periode tertentu. Perkembangan harga gabah berdasarkan panel harga BKP tahun 2016 dapat dilihat pada grafik dan tabel dibawah ini. 10.000 9.000
Harga (Rp/Kg)
8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 Jan
Feb
Harga GKP di Petani
Mar
Apr
May
Jun
Harga GKG di Penggilingan
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Harga Beras Medium di Penggilingan
Grafik 10. Perkembangan Panel Harga Gabah di Tingkat Petani/Produsen
40
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016 Tabel 13. Perkembangan Harga Gabah di Tingkat Petani/Produsen Harga Komoditas Pangan Strategis (Rp/Kg) Bulan
Harga GKP di Petani
Harga GKG di Penggilingan
Harga Beras Medium di Penggilingan
Jan
4.659
5.548
8.992
Feb
4.555
5.441
9.018
Mar
4.196
5.187
8.809
Apr
4.057
5.077
8.62
May
4.104
5.074
8.598
Jun
4.135
5.032
8.572
Jul
4.168
5.087
8.709
Aug
4.226
5.119
8.673
Sep
4.24
5.111
8.554
Oct
4.281
5.154
8.651
Nov
4.305
5.173
8.706
Dec
4.292
5.236
8.754
Rata-Rata
4.268
5.187
8.721
Maksimal
4.659
5.548
9.018
Minimal
4.057
5.032
8.554
Pertb/bl (%)
(0,71)
(0,51)
(0,24)
3,01
1,74
CV (%) 4,15 Sumber : Panel Harga BKP
Sedangkan perkembangan harga komoditas strategis di tingkat produsen dapat dilihat pada lampiran 6. Apabila dibandingkan harga LDPM, berdasarkan laporan 2 bulanan mulai bulan Februari sampai dengan bulan Agustus tahun 2016 yang disampaikan oleh provinsi pelaksana kegiatan Penguatan-LDPM, rata-rata harga pembelian Gapoktan adalah gabah Rp. 4.799.- dan beras Rp. 8.306.- ini menunjukkan bahwa rata-rata pembelian Gapoktan lebih tinggi dibandingkan HPP (gabah 3.700 dan beras Rp. 7.300.-). Rincian Rata-rata harga pembelian Gabah dan Beras dimasing-masing provinsi dapat dilihat pada tabel berikut ini
41
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016 Tabel 14. Rata-rata harga pembelian Gabah dan Beras tingkat LDPM
Bulan No. Provinsi
Februari Gabah
1 Aceh 2 Sumut 3 Sumbar 4 Riau 5 Kepri 6 Jambi 7 Bengkulu 8 Sumsel 9 Lampung 10 Banten 11 DIY 12 Jabar 13 Jateng 14 Jatim 15 Bali 16 NTB 17 NTT 18 Kalbar 19 Kalsel 20 Sulsel 21 Sulbar 22 Sulteng 23 Sultra 24 Sulut 25 Gorontalo 26 Maluku Harga rata-rata
4.320 4.792 4.216 3.112 7.500 4.618 4.450 4.536 5.000 4.900 5.499 4.929 4.424 3.914 6.253 4.527 5.213 4.344 4.808
Beras 7.388 8.309 7.436 8.047 9.868 10.055 9.540 8.645 8.500 8.450 8.567 7.223 8.459 9.675 7.031 7.459 8.493 8.282 8.769 8.159 8.418
April Gabah 4.334 4.435 3.823 4.902 7.500 4.537 3.843 5.025 5.152 5.000 4.790 4.729 4.929 4.437 3.914 6.234 5.463 5.429 3.767 3.721 4.798
Juni Beras
Gabah
7.389 5.800 7.782 7.059 10.000 9.645 7.432 9.939 7.794 8.500 7.918 8.567 7.032 8.459 9.720 6.729 7.489 6.838 8.387 9.603 9.449 8.168
4.312 4.612 3.623 7.500 5.025 3.971 4.440 4.973 4.987 4.626 4.972 4.509 3.914 6.234 6.598 4.505 5.429 4.344 3.700 4.857
Harga rata-rata
Agt Beras 7.389 8.073 7.404 7.275 10.000 9.939 6.963 8.106 8.566 8.500 8.082 8.530 7.281 8.459 9.754 8.190 8.421 7.874 7.294 8.000 9.130 9.327 8.298
Gabah 4.313 5.167 3.532 4.644 7.379 5.167 5.000 3.971 4.035 5.000 4.922 4.881 4.846 3.914 6.366 4.592 4.633 4.077 4.028 4.029 4.725
Beras 7.389 8.521 7.442 7.944 10.000 8.521 8.106 8.161 8.500 8.404 8.530 7.281 8.459 8.546 7.900 8.822 7.582 7.245 8.459 9.146 9.318 8.299
Gabah 4.320 4.752 3.799 4.219 7.470 4.837 4.431 4.376 4.542 4.993 4.900 4.934 4.919 4.457 3.914 6.272 5.595 4.782 4.979 4.338 3.949 4.799
Sumber : Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan
Dari Tabel di atas dapat digambarkan kondisi rata-rata harga pembelian gabah dan beras di masing-masing provinsi, dimana harga rata-rata pembelian gabah tertinggi terdapat di provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp. 7.470 per kg hal ini karena harga pembelian yang disampaikan merupakan harga gabah kering giling, sedangkan harga gabah terendah terdapat di provinsi Sumatera Barat sebesar Rp. 3.799.- per kg. Sementara itu untuk pembelian beras harga tertinggi di Kepulauan Riau sebesar Rp. 10.000.- per 42
Beras 7.389 7.676 7.516 7.581 10.000 9.493 8.150 8.923 8.291 8.500 8.214 8.549 7.204 8.459 9.424 8.045 7.750 7.601 7.467 8.282 9.162 9.063 8.306
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
kg dan harga pembelian beras terendah terdapat di provinsi Jawa Timur Rp. 7.204.- per kg. Kondisi rata-rata harga pembelian gabah dan beras di masingmasing provinsi dapat dilihat pada gambar berikut ini Grafik 11. Kondisi rata-rata harga pembelian gabah dan beras di provinsi 12000 10000 8000 6000 GABAH 4000
BERAS
2000
Aceh Sumut Sumbar Riau Kepri Jambi Bengkulu Sumsel Lampung Banten DIY Jabar Jateng Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalsel Sulsel Sulbar Sulteng Sultra Sulut Gorontalo Maluku
0
Apabila dibandingkan dengan harga di tingkat produsen berdasarkan panel harga BKP yaitu Rp. 4.268/Kg, maka rata-rata harga gabah di tingkat LDPM lebih tinggi yaitu Rp. 4.799/Kg atau selisih Rp. 531/Kg. Indikasi perbedaan tersebut disebabkan oleh : (a) Waktu pengambilan data, (b) Jumlah Gapoktan yang disample. Namun, apabila dibandingkan dengan rata-rata harga gabah di 9 provinsi sample (lampiran 7) tingkat LUPM sebesar Rp. 4.416/Kg. tertinggi Rp. 5.433/Kg yaitu Provinsi Sumbar dan terendah Rp. 3.400 yaitu Provinsi Banten, maka rata-rata harga gabah di tingkat LUPM lebih rendah dengan rata-rata harga panel BKP yaitu Rp. 4.268/Kg atau selisih Rp. 148/Kg. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga gabah di tingkat produsen pada tahun 2016, sangat stabil namun masih diatas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp. 3.700/Kg.
43
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen adalah sebesar Rp. 201.550.444.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 193.188.170.000 atau 91,46 persen.
4.
Koefisien Variasi Harga Pangan di Tingkat Konsumen
a.
Koefisien Variasi Harga Beras Berdasarkan data panel harga pangan BKP, rata-rata harga GKP tingkat petani pada TW IV (Okt-Des) sebesar Rp. 4.333/kg atau 17,10% diatas HPP (Rp. 3.700). Harga GKP pada TW IV mengalami kenaikan dibanding TW III karena sdh lewat masa panen. Sedangkan TW III (Juli-Sept 2016), CV harga beras medium ditingkat konsumen (eceran) 0.30% yang berarti harga sangat stabil, bahkan jauh lebih stabil dibanding TW II. Kisaran harga GKP tingkat petani Okt-Des sebesar Rp. 3.150- Rp. 5.324/Kg, dengan harga tertinggi di Prov. Kalteng (43,90% diatas HPP) dan terendah di Sulteng(14,86% dibawah HPP). Harga GKP Triwulan IV relatif stabil dengan coefisien variasi (CV) 0,48%, namun disparitas antar wilayah relatif besar yaitu 0,46-6,73% dengan Prov Jabar paling stabil dan Prov Sulteng paling fluktuasi Perkembangan harga pangan strategis periode Januari - Desember 2016 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
44
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016 Tabel 15. Perkembangan Harga Pangan Strategis Tingkat Konsumen Th. 2016 Berdasarkan BPS
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-Rata Maksimal Minimal Pertb/bl (%) CV (%)
Beras Migor Umum Curah 13.319 13.144 13.376 13.292 13.316 13.715 13.127 14.204 13.034 14.798 13.103 14.988 13.174 14.815 13.168 14.883 13.140 15.401 13.153 15.172 13.185 15.162 13.201 15.549 13.191 14.594 13.376 15.549 13.034 13.144 (0,08) 1,56 0,75 5,57
Gula Pasir 13.191 13.401 13.569 13.717 14.840 15.966 16.694 16.419 15.976 15.688 15.327 15.134 14.993 16.694 13.191 1,32 8,27
Harga Pangan Strategis (Rp/Kg) Daging Daging Telur Cabai Sapi Ayam Ayam Rawit 113.803 36.499 24.134 36.469 114.936 33.744 23.105 27.371 115.071 30.910 20.632 44.688 114.326 30.282 19.909 33.312 113.888 30.846 20.153 27.567 115.876 33.635 22.486 26.951 117.096 34.880 21.706 35.696 116.493 33.343 21.557 40.553 117.268 32.386 20.458 34.721 116.551 31.314 19.736 34.122 116.345 30.605 19.313 49.855 116.516 32.324 21.461 61.634 115.681 32.564 21.221 37.745 117.268 36.499 24.134 61.634 113.803 30.282 19.313 26.951 0,22 (0,96) (0,86) 8,46 1,06 5,88 6,91 27,08
Cabai Bawang Kedelai Merah Merah 37.831 33.104 11.351 40.549 27.455 11.351 48.654 40.332 11.360 33.151 41.663 11.373 28.486 41.365 11.373 28.101 36.986 11.373 31.431 41.748 11.373 32.668 38.328 11.373 41.231 38.414 11.373 54.062 34.695 11.373 64.263 42.702 11.373 51.329 36.845 11.373 40.980 37.803 11.369 64.263 42.702 11.373 28.101 27.455 11.351 4,70 2,40 0,02 27,85 11,68 0,08
Sumber: BPS diolah BKP Kementan
Apabila dibandingkan rata-rata harga beras di tingkat konsumen berdasarkan panel harga BKP yaitu Rp. 11.034/Kg dan BPS 13.191/kg, dengan rata-rata harga beras di tingkat LUPM sebesar Rp. 8.649/kg dan Toko Tani Indonesia sebesar Rp. 7.842/Kg, maka harga beras di LUPM dan TTI lebih rendah. Uraian harga beras di tingkat LUPM dan TTI dapat dilihat pada lampiran 9. Sehingga
dengan
adanya
kegiatan
Pengembangan
Usaha
Pangan
Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia memberikan dampak terhadap stabilisasi harga dan akses pangan masyarakat lebih terjangkau.
b. Koefisien Harga Bawang Merah Stabilnya harga bawang merah ditandai dengan koefisien harga (CV) bawang merah. Berdasarkan panel harga BKP tahun 2016, target CV harga bawang merah adalah dibawah 18 persen, dan capaian keberhasilan stabilnya harga 45
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
bawang merah lebih tinggi dari target yaitu 23,90 persen, sehingga harga cabai merah belum stabil. Berdasarkan pantauan BPS, rata-rata harga bawang merah 37.803/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan November 2016 adalah Rp. 42.702/kg dan harga terendah pada bulan Februari 2016 adalah Rp. 27.455/kg. Pertumbuhan harga bawang merah sebesar 2,40 persen per bulan dan harga bawang merah tahun 2016 sedikit berfluktuasi karena koefisien harga sebesar 23,57 persen. Harga bawang merah dikatakan berfluktuasi apabila koefisien varian diatas 18 persen. Sedangkan harga bawang merah di tingkat konsumen melalui Toko Tani Indonesia Center sebesar Rp. 25.000 – Rp. 32.000 per kilogram, perubahan harga tersebut disebabkan oleh ketersediaan produksi bawang merah.
c. Koefisien Harga Cabai Merah Stabilnya harga cabai merah ditandai dengan koefisien harga (CV) cabai merah. Pada tahun 2016, target CV harga cabai merah adalah dibawah 28 persen, dan capaian keberhasilan stabilnya harga cabai merah sudah dibawah target yaitu 23,57 persen, namun hampir mendekati target sehingga harga cabai merah kurang stabil. Berdasarkan pantauan BPS, rata-rata harga cabai merah 28.101/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan November 2016 adalah Rp. 64.263/kg dan harga terendah pada bulan Juni 2016 adalah Rp. 28.101/kg. Pertumbuhan harga cabai merah sebesar 4,70 persen per bulan dan harga cabai merah tahun 2016 sedikit berfluktuasi karena koefisien harga (CV) sebesar 23,57 persen. Harga cabai merah dikatakan berfluktuasi apabila koefisien varian diatas 28 persen. Sedangkan harga cabai merah di tingkat konsumen melalui Toko Tani Indonesia Center sebesar Rp. 30.000 – 36.000 per kilogram, perubahan harga tersebut disebabkan oleh ketersediaan produksi bawang merah.
46
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Dalam mendukung stabilisasi harga tersebut, Badan Ketahanan Pangan telah melaksanakan kegiatan Penguatan LDPM, Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat, dan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia (TTI).
a.
Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM). Kegiatan Penguatan LDPM dilaksanakan secara bertahap mulai dari Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, Tahap Kemandirian dan Tahap Pasca Kemandirian. Pada tahun 2016 dukungan dana Bantuan Pemerintah diberikan kepada Gapoktan Tahap Penumbuhan dan Pengembangan. yaitu pada tahun pertama sebesar Rp 150 juta dan tahun kedua sebesar Rp 75 juta. Untuk tahun ketiga Tahap Kemandirian. dukungan yang diberikan berupa pendampingan dan pembinaan dari pendamping, Tim Teknis dan Tim Pembina. Pada tahun 2016 (revisi), target kelembagaan distribusi pangan masyarakat yang diberdayakan (tahap penumbuhan dan pengembangan) adalah sebanyak 303 Gapoktan. Jumlah tersebut terdiri dari 100 Gapoktan Tahap Penumbuhan dan 203 Gapoktan Tahap Pengembangan. Meskipun untuk Gapoktan Tahap Kemandirian sudah tidak menerima bantuan dana bantuan pemerintah, tetapi masih dilakukan pembinaan yang didanai APBN maupun APBD. Berdasarkan Pedoman Kegiatan Penguatan LDPM 2016, setiap Gapoktan pelaksana kegiatan Penguatan LDPM pada tahun kedua akan dinilai kelayakan dan kesiapannya oleh Tim Pembina Provinsi untuk melaksanakan Tahap Pengembangan dan menerima dana bansos tahap pengembangan. Realisasi pemberdayaan Gapoktan selaku lembaga distribusi pangan pada tahun 2016 adalah 287 Gapoktan atau mencapai 94,71 persen dari target 303 Gapoktan. Realisasi mencapai
100
persen
kegiatan
disebabkan
Penguatan-LDPM
adanya
revisi
tidak
anggaran.
Tahap Penumbuhan yang semula ditargetkan 100 Gapoktan direvisi
47
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
menjadi 98 Gapoktan sedangkan Tahap Pengembangan yang semula ditargetkan 203 Gapoktan direvisi menjadi 189 Gapoktan. Provinsi yang melakukan revisi yaitu pada tahap Penumbuhan provinsi yang melakukan revisi adalah Kalimantan Selatan 1 Gapoktan dan Kalimantan Tengah. seadangkan tahap Pengembangan provinsi yang melakukan revisi adalah Provinsi Sumatera Barat 3 Gapoktan. Riau 1 Gapoktan. Lampung 1 Gapoktan. Jawa Timur 5 Gapoktan. Nusa Tenggara Barat 1 Gapoktan. Kalimantan Selatan 2 Gapoktan dan Sulawesi Utara 1 Gapoktan. Perkembangan target dan realisasi bansos LDPM tahap penumbuhan, pengembangan, dan kemandirian, selama tahun 2012-2016 terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel 16. Perkembangan LDPM Tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian Tahun 2012-2016 Target (Gapoktan) Tahun
Realisasi (Gapoktan)
Persentase (%)
Penum-
Pengem
Keman
Penum
Pengem
Keman
Penum-
Pengem
Keman-
buhan
-bangan
-dirian
-buhan
-bangan
-dirian
buhan
-bangan
dirian
2012
281
235
220
281
224
220
100.00
95.32
100.00
2013
75
281
224
74
210
224
98.67
74.73
100.00
2014
38
117
219
38
102
210
100.00
87.18
100.00
2015
203
38
102
203
36
102
100.00
94.74
100.00
2016
100
203
38
98
189
38
98.00
93.10
100.00
Total
697
874
803
694
761
794
99.57
87.07
98.88
Sumber : Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan
48
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Perkembangan LDPM Tahap Penumbuhan Pengembangan, Kemandirian, dan Pasca Kemandirian Tahun 2012-2016
Target (Gapoktan) 2012
Realisasi (Gapoktan) 2013
2014
2015
Tahap Keman-dirian
Tahap Pengembangan
Tahap Penum-buhan
Tahap Keman-dirian
Tahap Pengembangan
Tahap Penum-buhan
Tahap Keman-dirian
Tahap Pengembangan
Tahap Penum-buhan
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Persentase (%) 2016
Total
Grafik 12. Perkembangan LDPM Tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian Tahun 2012-2016
Seperti dalam penjelasan stabilisasi harga di tingkat produsen, apabila dilihat dari rata-rata harga gabah di tingkat gapoktan LDPM periode bulan April sebesar Rp. 3.483 per kg dan hamper mendekati harga HPP atau 94 persen karena pada bulan tersebut terjadi panen raya, hingga bulan Agustus sebesar Rp. 3.788 per kg atau diatas HPP atau 102 persen karena pada bulan-bulan berikutnya mengalami musim tanam dan produksi menurun. Hal tersebut dapat diartikan bahwa harga gabah di tingkat LDPM mengalami tetap stabil, tidak terjadi fluktuasi harga secara signifikan. Berdasarkan Kajian Evaluasi Dampak Penguatan LDPM Tahun 2013 dapat disimpulkan jika dukungan pemerintah dalam bentuk Bansos Penguatan-LDPM terbukti dapat menjaga stabilitas harga pangan ditingkat petani sebagaimana ditampilkan pada tabel dibawah ini.Harga GKP pada Gapoktan pelaksana Penguatan-LDPM juga relatif lebih stabil dibandingkan dengan harga GKP petani pada umumnya yang ditunjukkan
49
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
dari nilai CV yang jauh lebih rendah dari nilai CV harga GKP petani umumnya. Tabel 17.
Perbandingan Tingkat Harga dan Fluktuasi Harga GKP Tahun 2012 Tingkat Gapoktan LDPM. Uraian
GKP Gapoktan LDPM GKP Petani
Harga Rata-Rata (Rp/Kg) 3.695.50 3.371.83
CV (%) 3.00 7.76
Sumber : Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Ket.: HPP GKP tahun 2013 adalah Rp 3.700.- di tk petani (Berdasarkan Inpres No 3/2013)
Dampak kegiatan Penguatan-LDPM juga terlihat dari peningkatan peran Gapoktan dalam pengelolaan cadangan panga, yang meningkatkan kemudahan petani (anggota) dalam mengakses pangan pada saat terjadi kelangkaan pangan. Berpengaruh positif dalam membangun perspektif anggota Gapoktan dalam pengembangan agribisnis. Keberadaan saldo akhir ini merupakan indikator utama bahwa Gapoktan peserta Penguatan LDPM sampai saat ini masih berjalan dengan baik. Dapat memberikan pekerjaan kepada ibu-ibu rumah tangga dan laki-laki. Dari kegiatan yang diinisiasi Badan Ketahanan Pangan melalui penguatan – LDPM, ternyata tidak hanya mampu melindungi dan memberdayakan petani, tetapi para petani
dan
Gapoktan
telah
mampu
meningkatkan
kesejahteraan
keluarganya. Di sisi lain, masyarakat sekitar Gapoktan juga telah memperoleh dampak ikutan, berupa mata pencaharian. Semua ini, tentu berkontribusi nyata dalam meningkatkan ketahanan pangan keluarga.
b. Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat yang di biayai melalui dana dekonsentrasi dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahapan yaitu tahap penumbuhan, tahap pengembangan, dan tahap kemandirian.
Tahap penumbuhan mencakup identifikasi lokasi dan
pembangunan fisik lumbung melalui DAK Bidang Pertanian, tahap
50
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
pengembangan mencakup identifikasi kelompok lumbung pangan dan pengisian cadangan pangan. sedangkan tahap kemandirian mencakup penguatan modal untuk pengembangan usaha kelompok. Alokasi bansos tahap pengembangan sebesar 20 juta untuk pengisian cadangan pangan dan tahap kemandirian sebesar 20 juta untuk pengembangan usaha. Pada tahun 2016, untuk tahap penumbuhan tidak dilaksanakan karena alokasi DAK bidang Pertanian diperuntukkan untuk pembangunan gudang cadangan pemerintah, dan pembelian RMU serta pembangunan lantai jemur untuk lumbung yang belum mempunyai lantai jemur. Tahap pengembangan sebanyak 54 kelompok yang tersebar di 4 provinsi. dengan alokasi anggaran untuk kegiatan pengembangan lumbung pangan adalah sebesar 1.08 milyar. Sampai dengan 31 Desember Realisasi dana Bansos kegiatan pengembangan lumbung pangan hanya mencapai 1.02 milyar (94.44 %). Provinsi yang Realisasi dana bansosnya tidak mencapai 100 % terdapat di Provinsi Lampung sebanyak 2 (dua) unit lumbung, dan 1 (satu) unit di Provinsi Sumatera Utara, karena tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan pedoman. Mengingat tahun 2016 sudah tidak ada dana pemanfaatan pada tahap Kemandirian,
maka
Badan
Ketahanan
Pangan
hanya
memantau
perkembangan pemanfaatan cadangan pangan masyarakat pada tahun 2015. Mengingat lokasi sasaran kegiatan Pengembangan LPM sebagian besar berada di di daerah rawan pangan dan perbatasan, maka kegiatan tersebut sangat mendukung dalam penanganan rawan pangan dan membantu cadangan pangan masyarakat, meskipun jangkauannya masih terbatas di beberapa provinsi.
51
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
c.
Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia Dalam menciptakan stabilitas harga pangan di tingkat produsen dan konsumen. Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan telah melaksanakan kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia (TTI). Untuk kegiatan Toko Tani Indonesia (TTI) mulai dilaksanakan
tahun
2015,
berupa
kerjasama
antara
Kementerian Pertanian dan Perum Bulog dengan melakukan terobosan untuk solusi permanen yaitu : (1) menyerap produk pertanian, (2) memperpendek rantai distribusi pemasaran, dan (3) memberikan kemudahan akses konsumen/masyarakat. Kriteria TTI dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1.KriteriaPenerima Kegiatan Toko Tani Indonesia
52
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
STAKEHOLDER S/ INSTANSI
Gambar2. Kerangka Pikir Pelaksanaan Toko Tani Indonesia
Sasaran kegiatan pelaksanaan PUPM melalui TTI pada tahun 2016 sebesar 500 LUPM di 32 provinsi kecuali provinsi DKI dan Kalimantan Utara, dan 1.000 TTI. Realisasi pelaksanaan kegiatan PUPM melalui TTI telah tercapai 493 LUPM atau 98,60 persen. Hal tersebut disebabkan ada LUPM di 3 (tiga) provinsi yang tidak mencairkan seluruhnya yaitu Kepulauan Riau sebanyak 3 (tiga). Sulawesi Utara sebanyak 2 (dua), dan Kalimantan Selatan sebanyak 2 (dua). Penyebabnya adalah : (a) Seleksi CPCL oleh Tim Teknis Kab/Kota dan Provinsi yang belum optimal, (b) Lokasi LUPM ke TTI sangat jauh. (b) Harga tidak sesuai atau biaya operasional tidak sesuai. Sedangkan pelaksanaan PUPM melalui TTI secara umum adalah : (a) Harga gabah diatas HPP, (b) Kemasan dibongkar oleh TTI dan dijual dalam bentuk literan, (c) Gambar/branding kemasan diubah, (d) Anggaran dipotong oleh oknum aspirasi atau adanya indikasi penyimpangan dana oleh Tim Teknis Kabupaten dan Provinsi, (e) Dana dipinjam pengurus bukan kepentingan PUPM, (f) Hasil penjualan TTI tidak segera disetorkan ke Gapoktan atau LUPM, (g) Pendamping tidak melakukan tugas pendampingan ke Gapoktan - TTI sebagaimana mestinya, serta Pendamping tidak rutin & tidak tepat waktu dalam
53
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
mengirimkan laporan mingguan, (h) Penggunaaan Dana Operasional Bantuan Pemerintah diluar biaya transportasi, sortasi, dan kemasan, serta (i) Jumlah perputaran penjualan beras TTI minim dikarenakan lokasi yang tidak strategis. Tabel 18. Progres Kegiatan PUPM dan TTI Tahun 2015 - 2016 GAPOTAN No
Provinsi
2015 T
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Aceh Sumatera Utara Riau Jambi Sumatera Barat Sumatera Selatan Lampung Bengkulu Bangka Belitung Banten DKI JAKARTA*) Jawa Barat DKI JAKARTA**) Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Kepulauan Riau Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Total
TOKO TANI INDONESIA 2015
2016 R
T
T
R 10 30 8 8 14 16 20 8 5 33
10 30 8 8 14 16 20 8 5 33
77
77
58 10 68 6 10 6 8 8 14 6 8 4 6 30 8 8 3 3 3 2 2 500
58 10 68 6 10 6 8 8 12 6 6 4 6 30 8 8 3 3 2 2 493
2016 T
R
9 2 6 3 3 1 8
5
39
R 20 60 16 16 28 32 40 16 10 66
154 116 20 136 12 20 12 16 16 24 12 12 8 12 60 16 16 6 6 4 4 1.000
20 61 16 19 28 48 52 16 10 74 22 322 28 139 39 136 29 27 12 16 16 31 12 12 8 12 63 16 16 6 6 4 4 1.320
Sumber : Sekretariat TTI
54
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016 Tabel 19.
Transaksi Kegiatan PUPM dan TTI di 32 Provinsi sampai Minggu ke-4 (29 Desember 2016) Ton Akumulasi Sept s.d Kamis. 29 Desember 2016
Provinsi
Total Volume Beli Gabah Dari Petani
Kumulatif Penjualan Beras Tingkat TTI
Wilayah I
7.456.66
3.593.51
Wilayah II
9.610.66
4.191.38
Wilayah III
2.927.91
2.070.93
Wilayah IV
17.768.44
8.159.44
Grand Total
37.763.67
18.015.26
Sumber: SITANI-BKP (2016) Keterangan : Wilayah I : Riau, Jambi, Kep. Bangka Babel, Lampung, Jateng, Katim, Sulteng, Papbar Wilayah II : Jawa Barat, Bali, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan Wilayah III : Aceh, Sumut, Sumsel, Kalbar, NTT, Gorontalo, Sultra, Maluku, Papua Wilayah IV : Sumbar, Kep. Riau, Bengkulu, DIY, Jatrim, Kalteng, Sulbar, Sulut, Mal Utara
Capaian transaksi beras pada LUPM dan TTI tahun 2016 per provinsi dapat dilihat dapat lampiran 10. Selain itu dalam mendukung stabilisasi harga, Badan Ketahanan Pangan membuka model Toko Tani Indenesia Center di Pasar Minggu Provinsi DKI Jakarta. Komoditas pangan yang dijual TTI Center antara lain : beras premium dengan harga Rp 7.900/kilogram, daging sapi Rp 75.000/kilogram, daging kerbau Rp 65.000/ kilogram, bawang merah Rp 25.000/kilogram, cabe merah keriting Rp 30.000/kilogram, gula pasir Rp 12.500/ kilogram, daging ayam Rp 30.000/kilogram, dan minyak goreng Rp 12.500/liter. Hasil survei lainnya menunjukkan bahwa yang menjadi daya tarik masyarakat untuk berkunjung/belanja ke TTI mayoritas sebesar 44% karena harga yang murah, selanjutnya diikuti 18% karena tempat yang nyaman, 16% karena
55
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
lokasi terjangkau, 8% produk yang bervariasi, 6 % masa promosi dan sisanya lain-lain (Gambar 3).
Alasan utama belanja ke TTI Center 1% 6%
Harga Murah
7%
Produk yang bervariasi 44%
18%
Lokasi terjangkau Tempat yang nyaman Masa Promosi
Kualitas produk yang bagus
16% 8%
Lain - lain
Gambar 3. Alasan Utama Belanja ke TTI Center Berdasarkan penjelasan dari tabel dan gambar tersebut diatas, menunjukkan bahwa animo masyarakat untuk berkunjung serta belanja di TTI Center sangat tinggi, maka keberadaan TTI Center sangat diperlukan. Untuk itu, maka baik jumlah maupun cakupan TTI Center perlu diperluas serta bila memungkinkan ditambah jumlahnya. bukan hanya di DKI Jakarta akan tetapi di daerah lain yang menjadi barometer fluktuasi harga pangan pokok strategis. Dengan mengacu panel harga konsumen dan TTI, maka dapat disimpulkan bahwa harga beras di tingkat konsumen pada tahun 2016, sangat stabil.
5. Konsumsi Energi Capaian konsumsi energi dalam kkal/kap/hari pada tahun 2016 telah melampaui target yaitu 105,2 persen atau 48 kkal/kap/hari dari tahun 2015, artinya konsumsi pangan masyarakat telah terpenuhi secara kuantitas sehingga capaian kinerja semakin baik. Konsumsi energi sejak tahun 2012 mengalami peningkatan sampai tahun 2016 yaitu dari 1.944 kkal/kap/hari menjadi 2.147 kkal/kap/hari. Capaian ini
56
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
masih dalam batas normal, dengan kisaran diatas 90% AKE (berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi/WNPG X tahun 2012 : AKE = 2.150 kkal/kap/hari)
Standar
Angka
Kecukupan.
Berdasarkan
rekomendasi
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ke-X Tahun 2012 terjadi peningkatan capaian konsumsi pangan penduduk secara kuantitatif pada periode 2012 - 2016 menunjukkan tingkat konsumsi energi yang berfluktuasi dan cenderung meningkat, dengan laju peningkatan rata-rata sebesar 2,5 persen per tahun. Konsumsi energi tahun 2012 – 2014 masih dibawah standar Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi yaitu 2.000 kkal/kap/hari, namun mulai tahun 2015 telah melebihi standar seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 20. Perkembangan Konsumsi Energi tahun 2012 – 2016 Uraian Konsumsi Energi (kkal/kap/hari)
2012
2013
2014
2015
2016
1.944
1.930
1.949
2.099
2.147
Susenas 2012 – 2016; BPS.diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP
Sumber :
Secara nasional, sumber konsumsi energi pada tahun 2016 masih didominasi dari
konsumsi
dibanding
padi-padian
tahun
2015
sebesar
sebesar
1.274
1.252
kkal/kap/hari
dibandingkan
kkal/kapita/hari.
Berdasarkan
rekomendasi WNPG X Tahun 2012, terjadi peningkatan AKE rata – rata penduduk Indonesia. AKE rata-rata sebelumnya adalah 2000 kkal/kap/hari menjadi 2150 kakl/kap/hari, hal ini dikarenakan adanya perubahan struktur penduduk Indonesia ke arah yang lebih tua, sehingga menyebabkan kebutuhan rata-rata kalori penduduk juga meningkat. Mempertimbangkan hal tersebut, maka padi-padian sebagai penyumbang terbesar dari kebutuhan energi
cenderung
tetap
untuk
menutupi
peningkatan
kebutuhan
energi.Konsumsi energi per kelompok pangan belum mencapai kondisi ideal, yang ditandai dengan masih tingginya konsumsi padi-padian terutama beras dan terigu, serta masih rendahnya konsumsi pangan hewani, umbi-umbian,
57
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
serta sayur dan buah. Perkembangan Konsumsi Energi Penduduk Indonesia Tahun 2012-2016 seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 21.
Perkembangan Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia Rata-rata Tahun 2012 - 2016
Kelompok Bahan Pangan
2012
2013
I. Padi-padian II. Umbi-umbian III. Pangan Hewani IV. Minyak dan Lemak V. Buah/biji berminyak VI. Kacang-kacangan VII. Gula VIII. Sayuran dan buah IX. Lain-lain Total Energi Tk.Konsumsi Energi (TKE) Skor PPH
1223.0 1154.8 54.0 41.0 185.9 182.5 231.5 241.2 47.5 43.0 60.9 58.9 104.9 90.7 104.3 100.4 35.8 32.0 2047.8 1944.4 102.4 97.2 85.6 83.5
2014
2015
2016
1164.0 38.7 174.0 232.8 39.0 58.0 93.1 95.5 35.4 1930.5 96.5 81.4
1252.6 48.3 201.0 256.8 44.3 57.1 101.5 98.9 38.0 2098.5 104.9 85.2
1274.0 49.5 211.5 264.7 42.1 60.1 111.4 96.5 37.1 2146.9 86,2
Sedangkan uraian capai konsumsi energi dan protein dapat dilihat pada lampiran 11. Untuk mencapai konsumsi energi yang ideal perlu diimbangi dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian dan sumber karbohidrat lainnya. Meskipun tren konsumsi umbi-umbian mengalami peningkatan, namun konsumsi beras masih mendominasi kontribusi energi dari pangan sumber karbohidrat. Hal ini menyebabkan jumlah agregat kebutuhan konsumsi beras masyarakat masih tinggi. Kondisi ini menunjukkan konsumsi energi penduduk masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang yang dianjurkan. Untuk itu, di masa mendatang pola konsumsi pangan masyarakat diarahkan pada pola konsumsi pangan Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman. Upaya pemerintah dalam rangka penurunan konsumsi beras melalui peningkatan konsumsi pangan sumber karbohidrat lain seperti umbi-umbian masih mengalami hambatan, antara lain : (a) produksi umbi-umbian masih belum stabil, sehingga mempengaruhi harga umbi-umbian dipasar; (b)
58
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
keterlibatan swasta dan pemerintah dalam teknologi pengolahan pangan lokal/umbi-umbian (seperti tepung-tepungan. berasan/butiran. dan lain-lain) belum memasuki tahap industrialisasi (scaling up production). sehingga harga pangan lokal sumber karbohidrat masih tinggi di tingkat pasaran dan masyarakat belum mampu mengaksesnya; (c) teknologi penyimpanan pangan lokal/umbi-umbian dalam jangka waktu yang panjang belum banyak dan belum tersosialisasikan ke masyarakat; dan (d) berbagai produk olahan pangan lokal belum tersosialisasi dengan baik di masyarakat dan masih dianggap sebagai pangan inferior.
6. Konsumsi Pangan Hewani Capaian konsumsi pangan hewani dalam kkal/kap/hari telah melampaui target yaitu 211 kak/kap/hari atau 105,5 persen dari target yaitu 200 kak/kap/hari. Artinya konsumsi pangan hewani sudah terpenuhi bagi masyarakat sehingga capaian kinerja semakin baik. Dilihat
dari
aspek
konsumsi
pangan,
ke
depan
perlu
didorong
keanekaragaman konsumsi pangan dengan kualitas gizi yang semakin meningkat berbasiskan konsumsi pangan hewani. Setiap daerah mempunyai pola konsumsi pangan hewani dengan menu yang spesifik dan sudah membudaya serta tercermin di dalam tatanan menu sehari-hari. Menu yang tersedia biasanya kurang memenuhi standar gizi yang dibutuhkan, sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dengan tidak mengubah karakteristiknya agar tetap dapat diterima oleh masyarakat. Konsumsi Pangan Hewani sebagai salah satu indikator kinerja Badan Ketahanan
Pangan,
karena
untuk
mengetahui
keanekaragaman
dan
kecukupan konsumsi pangan hewani keluarga yang akan mempengarui dengan kualitas sumberdaya manusia keluarga. Konsumsi pangan hewani sebagian besar masih belum beragam sesuai dengan Pola Pangan Harapan, dan masih di dominansi pangan hewani ruminansia sedangkan konsumsi pangan hewani lain belum mendukung. Uraian capaian konsumsi pangan hewani dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 59
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016 Tabel 22. Konsumsi Pangan Hewani Tahun 2016
Komoditas
Energi Protein Kkal/Hari Gram/Hari 211,5 19,3 12,7 0,7 68,6 5,2 27,4 2,2 41,3 1,6 61,5 9,6
Gram Per Hari 102,0 5,1 20,1 17,9 7,3 51,6
Kilogram Per Thn 37,2 1,9 7,3 6,5 2,7 18,8
Pangan Hewani Daging Ruminansia Daging Unggas Telur Susu Ikan Subtotal Pangan Hewani 211,5 19,3 102,0 37,2 Sumber : Susenas 2016, BPS diolah dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP
Faktor-faktor yang mempengaruhi capaian konsumsi pangan hewani, antara lain : pengaruh kondisi sosial-budaya, ekonomi dan ketersediaan pangan hewani. Keanekaragaman sosial ekonomi masyarakat menjadi peluang dan potensi untuk mengembangkan pangan yang beragam, dan keanekaragaman pola makan dipengaruhi ketersediaan pangan. Pembangunan sistem pangan merupakan bagian pembangunan nasional yang strategis untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Keberhasilan dalam proses pembentukan SDM terletak pada keberhasilan memenuhi kecukupan pangan dan perbaikan pola konsumsi pangan. Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator Konsumsi Energi adalah sebesar Rp. 156.908.913.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 144.328.828.000 atau 91,98 persen.
7.
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Capaian keberhasilan Skor PPH Konsumsi tahun 2016 yaitu 86 persen hampir mendekati target yaitu 86,2 persen, maka konsumsi pangan masyarakat semakin beragam dan seimbang, sehingga capaian kinerja semakin baik. Salah satu indikator untuk mengetahui pencapaian konsumsi pangan secara kualitatif adalah melalui pencapaian skor PPH, konsumsi pangan yang ideal
60
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
digambarkan dengan skor PPH 100. Gambaran situasi konsumsi pangan. ditunjukkan dalam tabel dibawah ini : Tabel 23.
Perkembangan Skor PPH 2011 – 2015. 2012
Uraian Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
T
R
2013 T
2014 R
T
2015 R
T
2016 R
T
R
89.8 83.5 91.5 81.4 82.5 83.4 84.1 85.2 86.2 86.0
Sumber: Susenas 2012-2016 BPS. diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP Keterangan : Target berdasarkan Renstra Revisi BKP 2010 – 2014 dan Renstra BKP 2015 2019
Berdasarkan tabel, kualitas konsumsi pangan yang ditunjukkan dengan skor PPH, tahun 2012-2016 berfluktuatif antar tahun. Tahun 2012-2013 mengalami penurunan dari 83.5 menjadi 81,4, dan kembali meningkat menjadi 86,0 pada tahun 2016. Realisasi capaian skor PPH di tahun 2012-2013 mempunyai kesenjangan yang cukup besar dengan target yang ditetapkan. Adanya kesenjangan tersebut telah dievaluasi dan ditindaklanjuti dengan review target sasaran merujuk pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X tahun 2012 yaitu merekomendasikan pencapaian target skor PPH sebesar 95 menjadi target capaian tahun 2025 yang sebelumnya (sesuai Perpres 22 tahun 2009). dijadikan target capaian tahun 2015. Dengan demikian, telah dilakukan penghitungan ulang terhadap target pencapaian kualitas konsumsi pangan dengan baseline data tahun 2013 (skor PPH sebesar 81.4). menghasilkan target skor PPH 82.5 tahun 2014. dan 84.1 tahun 2015. Setelah dilakukan perubahan terhadap target skor PPH tersebut. capaian kualitas konsumsi pada tahun 2014 dan 2015 telah melebihi target yang ditetapkan. bahkan persentase pencapaian skor PPH cenderung meningkat dari tahun 2014 yaitu sebesar 101.1%. menjadi 101.3% pada tahun 2015. Tahuan 2016 pencapaian Skor PPH sementara menunjukan kenaikan dari tahun 2015 yaitu dari 85.2 menjadi 86,0. Skor PPH ini telah memenuhi 99.7 % dari target skor PPH tahun 2016 sebesar 86,2.
61
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator Skor PPH Konsumsi adalah sebesar Rp. 156.908.913.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 144.328.828.000 atau 91,98 persen. 8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras Capaian rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras tahun 2016 sebesar 6,30 persen atau telah melebihi target yaitu 5,70 persen. Artinya konsumsi karbohodrat yang bersumber dari pangan lokal yaitu umbi-umbian dan jagung di tingkat masyarakat sudah baik, sehingga capaian kinerja semakin baik. Meskipun dalam mencapai dan mewujudkan pemenuhan konsumsi energi, konsumsi pangan hewani, PPH, dan rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras merupakan kegiatan lintas sektor yang dipengaruhi oleh kinerja berbagai unit kerja/instansi lain. Namun, Badan Ketahanan Pangan melaksanakan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dalam bentuk kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan, Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), Sosialisasi dan Promosi P2KP, dan Gerakan Diversifikasi Pangan. Selain itu juga, diperlukan replikasi kegiatan agar dapat memberikan dampak yang lebih luas di masyarakat. Selain itu. untuk meningkatkan
keberagaman
pangan
juga
diperlukan
dukungan
sosialisasi/promosi tentang pentingnya penganekaragaman pangan. Untuk mempercepat terwujudnya konsumsi pangan masyarakat menuju beragam dan bergizi seimbang masih diperlukan upaya: 1) Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) melalui Komunikasi, Informasi. Edukasi – KIE (penyusunan KIT dan Modul Penyuluhan di tingkat lapangan, Lomba Cipta Menu, serta penyebarluasan informasi melalui media cetak dan elektronik);
2)
meningkatkan
Upaya produksi
penurunan serta
konsumsi
konsumsi
beras
pangan
dilakukan
karbohidrat
dengan berbasis 62
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
sumberdaya lokal; 3) Peningkatan konsumsi melalui penyediaan sayuran. Buah, pangan hewani, kacang-kacangan yang cukup dan dapat diakses oleh seluruh anggota keluarga. Upaya diatas merupakan daya ungkit yang cukup besar untuk dapat meningkatkan skor PPH. Berdasarkan hasil Kajian Dampak Kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) pada tahun 2013 pada 7 provinsi sample. Bahwa telah terjadi rata-rata penurunan konsumsi nasi sebesar 26,90 gram (atau setara dengan 0,0269 kg). Secara keseluruhan bahwa secara agregat terdapat perbedaan skor PPH antar program P2KP dengan Non P2KP. Besaran perbedaan Skor PPH tersebut 5,77 point lebih tinggi program P2KP didandingkan dengan Non P2KP. Kualitas konsumsi pangan yang lebih baik dapat dicapai dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, serta sayur dan buah. Meskipun kecenderungan konsumsi beras mengalami penurunan, namun konsumsi beras masih mendominasi kontribusi energi dari pangan sumber karbohidrat. Hal ini menyebabkan jumlah agregat kebutuhan konsumsi beras masyarakat masih tinggi. Kondisi ini menunjukkan konsumsi pangan penduduk masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang yang dianjurkan. Untuk itu di masa mendatang pola konsumsi pangan masyarakat diarahkan pada pola konsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman. Belum tercapainya keberagaman dan keseimbangan konsumsi pangan masyarakat, ditunjukkan dari konsumsi sayur dan buah, pangan hewani. kacang-kacangan, serta umbi-umbian yang masih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: (a) perilaku masyarakat belum cukup dalam perkembangan dan perubahan skor PPH dari masyarakat; (b) masih rendahnya daya beli masyarakat. rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pola pangan beragam dan bergizi seimbang.dan masih adanya
keterbatasan
aksesibilitas
terhadap
pangan;
(c)
kurang
berkembangnya teknologi untuk memproduksi maupun mengolah bahan pangan terutama pangan lokal non beras dan non terigu; (d) produksi umbi-
63
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
umbian masih belum stabil, sehingga mempengaruhi harga umbi-umbian di pasar; (d) keterlibatan swasta dan pemerintah dalam teknologi pengolahan pangan lokal/umbi-umbian (seperti tepung-tepungan, berasan/butiran, dan lain-lain) belum memasuki tahap industrialisasi (scaling up production), sehingga harga pangan lokal sumber karbohidrat masih tinggi di tingkat pasaran dan masyarakat belum mampu mengaksesnya; (e) teknologi penyimpanan pangan lokal/umbi-umbian dalam jangka waktu yang panjang belum banyak dan belum tersosialisasikan ke masyarakat; (f) berbagai produk olahan pangan lokal belum tersosialisasi dengan baik di masyarakat dan masih dianggap sebagai pangan inferior; (g) komitmen aparat dalam mengimplementasi program dan kegiatan diversifikasi dirasa masih belum kuat; dan (h) belum optimalnya kerjasama antar kementerian/lembaga serta lemahnya partisipasi masyarakat. Ke depan pencapaian sasaran IKU tersebut perlu introduksi komponen kegiatan di dalam dan di luar lahan pekarangan untuk pengembangan umbiumbian. Upaya selanjutnya untuk meningkatkan skor PPH di masyarakat diperlukan ketersediaan produk pangan pokok lokal seperti umbi-umbian yang memadai, dan pengelolaan distribusi yang baik, sehingga harga di pasar dapat ditekan. Untuk itu diperlukan pengembangan usaha pengolahan pangan pokok lokal lainnya dengan nilai ekonomis yang memadai. Selain itu kegiatan penumbuhan usaha pengolahan pangan berbasis tepung-tepungan dapat tercapai secara berkelanjutan, karena kelompok sudah termotivasi dan mempunyai kemampuan kerja sama usaha kelompok yang didukung kegiatan Model PengembanganPangan Pokok Lokal (MP3L). Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras adalah sebesar Rp. 156.908.913.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 144.328.828.000 atau 91,98 persen.
64
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
9.
Peningkatan Produk Pangan Segar yang Tersertifikasi Capaian kinerja peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi sudah mencapai 26 persen (260 persen) atau diatas target yaitu 10 persen, berarti banyak produk pangan segar yang tersertifikasi, maka pelaku pertanian semakin paham tingkat keamanan produk pangan segar, sehingga capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan semakin baik. Pengawasan pangan segar yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan pada tahun 2016, salah satunya adalah pengawasan pada proses produksi (On Farm), yaitu dengan melakukan sertifikasi prima 1, 2 dan 3 serta surveilens
oleh
Otoritas
Kompeten
Keamanan
Pangan
Daerah/Pusat
(OKKPD/OKKPP) kepada petani/kelompok tani/pelaku usaha. Sertifikasi prima 3 diberikan kepada produk pertanian yang memenuhi persyaratan dilihat dari aspek keamanan pangan; sedangkan untuk prima 2 dilihat dari aspek keamanan dan mutu pangan; dan prima 1 dari aspek keamanan dan mutu pangan serta sosial dan lingkungan. Hasil pengawasan pada proses produksi (sertifikat Prima 1, 2, 3), registrasi PD/PL, packing house pada tahun 2016 meningkat 26,04% dari target sasaran yang telah ditetapkan sebesar 10% bila dibandingkan dengan tahun 2015. Sedangkan hasil pengawasan pangan segar di peredaran yang dilakukan melalui monitoring/inspeksi baik dipasar tradisional maupun ritail modern pada tahun 2016 menunjukkan bahwa 99,61% aman dikonsumsi. Selain melakukan pengawasan keamanan pangan segar dengan sertifikasi prima, dilakukan juga pengawasan pangan segar di rumah kemas (packing house) dan pelaku usaha melalui pendaftaran rumah kemas dan pendaftaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) oleh OKKPD/OKKPP. Pengawasan ini bersifat
sukarela,
dimana
hanya
rumah
kemas/pelaku
usaha
yang
menginginkan produknya didaftar.
65
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
10. Tingkat Keamanan Pangan segar yang Diuji Capaian kinerja keamanan pangan segar yang diuji, sudah mencapai 99,61 persen atau diatas target yaitu 80 persen, maka semakin aman pangan segar di masyarakat, sehingga capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan semakin baik. Badan Ketahanan Pangan telah melakukan beberapa kegiatan terkait pengawasan keamanan pangan segar, antara lain pengambilan contoh pangan segar dan pengujian di laboratorium. Objek pengawasan keamanan pangan segar yang dilakukan oleh BKP difokuskan pada pangan segar asal tumbuhan di peredaran. Dalam pengawasan tersebut, Badan ketahanan Pangan bekerjasama dengan instansi lain. Mandat pengawasan keamanan pangan segar juga dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan) khususnya dalam mengawal lalu lintas pangan segar asal tumbuhan dari dan ke luar negeri. Pengawasan keamanan pangan segar asal hewan secara khusus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Keswan) melalui Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Ruang lingkup pengujian adalah residu pestisida, mikroba dan logam berat. Pengujian residu pestisida sudah dilaksanakan sejak tahun 2005. Mengingat keamanan pangan sangat penting dalam peningkatan kualitas manusia. maka diperlukan petugas/SDM di bidang pengawasan keamanan pangan yang memiliki kompetensi yang terstandarkan. Beberapa kompetensi untuk petugas yang menangani keamanan pangan segar sudah merujuk pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sebagai standar komptensi profesi, yaitu SKKNI Pengawas Keamanan Pangan Segar dan SKKNI Petugas Pengambil Contoh (PPC) pangan segar.Untuk memenuhi kompetensi petugas yang menangani keamanan pangan. BKP telah melatih petugas dengan berbagai kompetensi dari tahun ke tahun, hingga tahun 2016 petugas yang menangani keamanan pangan. sebagai berikut : (1) PPC sebanyak 295 orang; (2) Auditor sebanyak 92 orang; (3) Inspektor sebanyak
66
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
36 orang; (4) PMHP sebanyak 20 orang; (5) PPNS sebanyak 20 orang; dan (6) Pengawas sebanyak 61 orang. Dalam menyelenggarakan fungsi pengawasan keamanan pangan segar di Indonesia, banyak tantangan yang dihadapi oleh Badan Ketahanan Pangan, antara lain : (1) Cakupan wilayah pengawasan yang sangat luas; (2) jumlah dan jenis pangan segar cukup beragam; (3) Rendahnya pengetahuan dan keterampilan produsen untuk memproduksi pangan yang aman dan bermutu; (4) Kesadaran konsumen dan retail yang masih perlu ditingkatkan; dan (5) Keterbatasan jumlah dan kompetensi pengawas keamanan pangan segar. Dari kelima tantangan tersebut, butir ke 1 dan 2 menunjukkan bahwa diperlukan penguatan sarana dan prasarana pengawasan yang memadai. Untuk mendukung hal tersebut.diperlukan kendaraan operasional yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengawasan keamanan pangan segar seperti pengambilan
sampel
dan
wahana
respon
cepat
terhadap
kejadian
ketidakamanan pangan (seperti terjadinya kasus keracunan pangan segar) serta sarana pendukung untuk penyebaran informasi tentang keamanan pangan di daerah.
11. Analisis atas Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Terhadap Kegiatan Prioritas. a.
Pemeriksaan Hasil Auditor Capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan tidak lepas dari efisiensi penggunaan sumberdaya, baik sumberdaya keuangan maupun pegawai. Penilaian capaian kinerja atas keuangan tidak hanya dari aspek realisasi keuangan tetapi juga hasil pemeriksaan dari auditor baik dari Inspektorat Jenderal
Kementerian
Pertanian,
maupun
dari Badan
Pemeriksa
Keuangan (BPK). Pemeriksaan dilakukan melalui proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi secara independen, objektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran,
67
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Dalam laporan kinerja ini, arah kebijakan pemeriksaan terhadap pelaksanaan program/kegiatan Badan Ketahanan Pangan hingga tahun 2014 difokuskan pada seluruh kegiatan dan anggaran yang tertuang dalam DIPA dan POK, dengan melihat dari aspek efektivitas, efisiensi dan kerugian negara. Sedangkan pada tahun tahun 2016 arah kebijakan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian yaitu (a) Fokus pada Program Peningkatan Kedaulatan Pangan, (b) Sebagai motor dalam Penyelenggaraan SPIP, dan (c) Audit Kegiatan Periode Lalu dan Pengawalan (SPI) Kegiatan Tahun Berjalan. Dengan menerapkan : Integrasi Lini Pengawasan. Proses Pengendalian Integral Dengan Kegiatan. dan Penerapan Kualitas Manajemen (Quality Manajemen). Berdasarkan hasil Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian Tahun 2016 terhadap kegiatan Badan Ketahanan Pangan pada 5 Provinsi yaitu : (a) Kepulauan Riau, (b) Riau, (c) Bangka Belitung, (d) Jawa Tengah, dan (e) Jawa Timur. Dalam pemeriksaan tersebut, ruang lingkup pelaksanaan audit kinerja Ketahanan Pangan meliputi : (a) Capaian kinerja program peningkatan Ketahanan Pangan, (b) Ketaatan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP), (c) Ketaatan terhadap perundang undangan, (d) Monitoring terhadap tindak lanjut temuan hasil audit sebelumnya. Secara umum, temuan Hasil Pemeriksaan tersebut terdapat kelemahankelemahan sebagai berikut : a.
Kepala Satker belum sepenuhnya mengimplementasikan aspek SPI pada unit kerjanya,
b.
Belum adanya standar satuan biaya secara internal,
68
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
c.
Penanggungjawab kegiatan belum sepenuhnya memperhatikan pentingnya juklak/juknis kegiatan sebagai acuan pelaksanaan dan belum memperhatikan simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan,
d.
Satlak PI masih kurang optimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,
e.
Sosialisasi
SPI
belum
dilakukan
keseluruh
Satker
Daerah
Propinsi/Kabupaten, f.
Kerangka Acuan Kerja/TOR masih banyak yang tidak buat sehingga tidak ada penjabaran lebih lanjut mengenai metodollogi atau langkah-langkah
yang
harus
dikerjakan
dalam
pelaksanaan
operasional, g.
Kepengurusan Gapoktan belum dilengkapi dengan Tim Pengawas sebagaimana ditetapkan dalam Pedum,
h.
Meningkatkan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga tujuan dan sasaran kegiatan dapat tercapai,
i.
Penanggungjawab
kegiatan
dalam
merencanakan
dan
melaksanakan kegiatan belum diterapkan SPI secara memadai serta belum efektifnya pengendalian dan pengawasan dari KPA maupun PPK. akibatnya kegiatan belum dapat menyajikan kinerja gapoktan secara lengkap, j.
Gapoktan belum membuat aturan dan sanksi secara tertulis bagi anggota yang menyangkut pemanfaatan sumber daya dan dana. serta belum adanya pemupukan modal atau tabungan untuk cadangan pangan,
k.
Penanggungjawab kegiatan agar lebih cermat dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan,
l.
Penanggungjawab dan Pelaksana Kegiatan agar meningkatkan koordinasi dengan penanggungjawab kegiatan di Kabupaten dalam melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan di lapangan baik secara teknis maupun adiministratif,
69
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
m.
Petugas pendamping masih belum melaksanakan pendampingan secara optimal dan meningkatkan pembinaan serta pendampingan baik dalam manajemen administrasi keuangan maupun dalam upaya operasional kelompok,
n.
Kurang optimalnya pengendalian dan pengawasan kegiatan dari KPA dan PPK terutama dalam pelaksanaan dan penggunaan anggaran yang tidak memperhatikan prinsip efektif dan ekonomis.
Dengan adanya kondisi tersebut diatas mengakibatkan terjadinya Kerugian Negara di 4 provinsi yaitu Provinsi Riau. Bangka Belitung. Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan total Kerugian negara sebesar Rp. 381.184.423.- penyelesaian sebesar Rp.349.105.573.- sisa Kerugian Negara sampai 31 Desember 2016 sebesar Rp. 32.078.850. Upaya yang telah dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam rangka percepatan penyelesaian sisa Kerugian Negara adalah menyampaikan surat teguran dan pemberitahuan ke daerah agar menindaklanjuti hasil temuan dan secepatnya menyelesaian kerugian negara tersebut. Selain itu Badan Ketahanan Pangan juga melaksanakan pengawalam ke provinsi tersebut. Tabel 24. Perbandingan percepatan penyelesaian KN BKP Tahun 2012 – 2016 No
URAIAN
TAHUN 2012
1 2
KN Temuan 43.168.714 Itjen Kementan KN Temuan BPKP TOTAL 43.168.714
2013
2014
10.4247.985 322.469.973
2015
2016
75.000.000
97.217.000
60.446.818 426.330.500 489.893.183 474.097.504 164.694.803 748.800.473 564.893.183 571.314.504
Sedangkan evaluasi kegiatan PIDRA dan SOLID Badan Ketahanan Pangan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pengawasan dan
70
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Pembanguanan (BPKP) yang terdapat di Provinsi NTB, Maluku, Maluku Utara dan DKI (BKP Pusat) terdapat Kerugian Negara seluruhnya sebesar Rp.
1.513.751.005.-
penyelesaian
sampai
tahun
2016
sebesar
Rp.556.696.437.- Sisa kerugian negara program SOLID sampai 31 Desember
2016
sebesar
Rp.
957.054.568.
Upaya
yang
telah
dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam rangka percepatan penyelesaian
sisa
Kerugian
Negara
adalah
Upaya
yang
telah
dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam rangka percepatan penyelesaian sisa Kerugian Negara adalah menyampaikan surat teguran dan pemberitahuan ke daerah agar menindaklanjuti hasil temuan dan secepatnya menyelesaian kerugian negara tersebut. Selain itu Badan Ketahanan Pangan juga melaksanakan pengawalam ke provinsi tersebut.
b. Capaian Kinerja Pegawai Badan Ketahanan Pangan Keberhasilan penyelenggaraan dan pelaksanaan tugas serta berbagai kegiatan program pembangunan ketahanan pangan yang dikelola Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, tidak lepas dari kemampuan sumberdaya manusia aparat yang tersedia. Efisiensi penggunaan sumberdaya manusia/pegawai Badan Ketahanan Pangan, merupakan dukungan yang tidak kalah penting dalam pencapaian target program dan kegiatan
Badan
ketahanan
Pangan
Tahun
2016.
Sumberdaya
manusia/pegawai yang tersedia dan berkualitas sangat menentukan bagi keberhasilan penyelenggaraan dan pelaksanaan tugas dan kegiatan Badan Ketahanan Pangan dan Sekretariat DKP. Pada tahun 2016, BKP Kementerian Pertanian didukung oleh 322 pegawai, dengan komposisi yang beragam adalah : 1.
Tingkat pendidikan: SLTA ke bawah sebanyak 93 orang atau 28,89 persen. Diploma-3 dan Sarjana Muda 8 orang atau 2,38 persen, Strata Satu 123 orang atau 38,20 persen. strata dua 86 orang atau 26,70 persen, dan strata tiga 10 orang atau 3,10 persen.
71
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
2.
Kepangkatan: golongan I sebanyak 1 orang atau 0,33 persen. golongan II sebanyak 26 orang atau 8,07 persen, golongan III sebanyak 239 orang atau 74,22 persen, dan golongan IV sebanyak 56 orang atau 17,39 persen.
3.
Usia pegawai: 21-25 sebanyak 1 orang atau 0,31 persen, 26-35 tahun sebanyak 65 orang atau 20,19 persen, 36-45 tahun 111 orang atau 34,47 persen, 46-50 tahun 29 orang atau 9,01 persen, dan lebih dari 51 tahun 116 orang atau 36,02 persen.
Kualifikasi pegawai BKP Kementerian Pertanian yang masih aktif pada tahun 2012 - 2016 berdasarkan tingkat pendidikan, kepangkatan, dan usia, seperti dalam tabel dibawah ini.
Tabel 25. Perkembangan Pegawai Negeri Sipil Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Tahun 2012 – 2016. Uraian Jumlah Pegawai 1.
2012
2013
2014
2015
2016
Tingkat Pendidikan
332
304
304
300
322
a. SLTA ke bawah
109
103
99
99
93
10
10
8
8
8
138
119
116
116
123
57
65
69
69
86
8
7
6
6
10
Kepangkatan
332
304
304
300
322
a. Golongan I
3
2
2
1
1
b. Golongan II
37
33
33
27
26
c. Golongan IIII
251
241
241
242
239
d. Golongan IV
31
28
28
30
56
b. Sarjana Muda dan D-3 c. Sarjana Strata-1 dan D4 d. Strata-2 Magister e. Strata-3 Doktor 2.
Jumlah Pegawai
72
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Uraian Jumlah Pegawai 3.
Jumlah Pegawai 2012
2013
2014
2015
2016
332
304
304
300
322
7
0
0
1
1
b. 26 – 35 tahun
109
96
96
73
65
c. 36 – 45 tahun
68
78
78
89
111
d. 46 – 50 tahun
56
47
47
30
29
e. Lebih dari 51 tahun
82
83
83
107
116
Usia Pegawai a. Kurang dari 26 tahun
Sumber : Sekretariat Badan Ketahanan Pangan
Jumlah pegawai Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 sebanyak 322 pegawai. Data tersebut berdasarkan perhitungan, dari awal hingga akhir tahun 2016. Pegawai Badan Ketahanan Pangan berkurang sejumlah 5 orang yang disebabkan karena pensiun, mutasi pindah tugas dan meninggal dunia. Sedangkan jumlah pengawai baru yang masuk ke Badan Ketahanan Pangan sebanyak 7 pegawai, yang terdiri dari CPNS berjumlah 6 pegawai, pindahan dari Ditjen Hortikultura 1 pegawai. Bila dilihat dari komposisi jumlah pegawai berdasarkan tingkat pendidikan, bahwa pegawai di Badan Ketahanan Pangan lebih didominasi dengan tenaga teknis dan selebihnya adalah tenaga administrasi. Dalam rangka meningkatkan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, dan kualitas aparatur dalam penyelenggaraan berbagai tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan. pada tahun 2016 telah dilakukan program tugas belajar sebanyak 12 orang, terdiri dari 6 pegawai mengikuti pendididikan S3 dan 19 pegawai mengikuti pendidikan S2. Dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi dan pengembangan sumber daya manusia, pengembangan karir melalui jabatan fungsional sebagai upaya peningkatan produktivitas sumber daya manusia dan memberikan kejelasan dan kepastian karier pegawai. Jabatan fungsional merupakan jabatan yang pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu. serta bersifat mandiri. Hingga tahun 2016. Badan Ketahanan Pangan telah memiliki 11 jabatan fungsional dengan, 73
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
jumlah pegawai yang telah memiliki jabatan fungsional sebanyak 65 orang pegawai, secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 26. Pegawai dengan Jabatan Fungsional Khusus di Badan Ketahanan Pangan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jabatan Fungsional
Jumlah (OrangPegawai)
Pranata Komputer
3
Analis Kepegawaian
3
Statistisi
4
Pranata Humas
2
Analis Pasar Hasil Pertanian (APHP)
7
Pengawas Mutu Hasil Pertanian (PMHP)
9
Arsiparis
7
Pustakawan
1
Perencana
1
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
1
Analis Ketahanan Pangan
27
Total
65
Sumber : data Subbag Kepegawaian Badan Ketahanan Pangan
Mengacu dari undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan peraturan-peraturan kepegawaian lainnya, pegawai pemerintah diarahkan sebagai fungsional khusus yang memiliki keahlian khusus. Kedepan, kegiatan-kegiatan yang bersifat teknis hanya akan dilakukan oleh pegawai yang mempunyai kemampuan teknis yang arahnya adalah pejabat fungsional tertentu. Dalam satu bidang unsur pelaksana hanya akan dilakukan oleh pejabat fungsional yang membidangi fungsi masing-masing. Selain itu dalam rangka mengikuti perkembangan informasi yang semakin pesat sudah dilaksanakan secara online atau melalui media online, maka pegawai Badan Ketahanan Pangan dituntut harus memiliki ketrampilan khusus baik dari segi komputerisasi maupun analisis. Sejak tahun 2014, penilaian capaian kinerja pegawai dengan tahun sudah menggunakan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang menekankan output
74
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
pekerjaan pegawai dan kehadiran pegawai, sedangkan untuk melihat kinerja pegawai melalui budaya kerja. Dalam rangka penilaian indikator kinerja individu/pegawai. telah dilaksanakan Penilaian Standar Kinerja Pegawai (SKP) sebagai pengganti Daftar Penilaian Pelaksanaan Kerja PNS (DP3) kepada seluruh pegawai Badan Ketahanan Pangan. Dalam Penilaian Prestasi sudah terlihat kinerja pegawai dengan nilai 91-100 (A = Sangat Baik) sebanyak 35 pegawai; 7690 (B = Baik) sebanyak 264 pegawai; 61-75 (C = Cukup) sebanyak 1 pegawai; 51-60 (D = Kurang) sebanyak 0 pegawai; dan < 50 (E = Buruk) sebanyak 0 pegawai. Pada tahun 2016, Badan Ketahanan Pangan juga telah mensosialisasikan aplikasi e-Personal yang bekerjasama dengan Biro Organisasi dan Kepegawaian Kementan, serta Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Kementan. Aplikasi e-Personal digunakan untuk mencatat setiap aktivitas kedinasan pegawai. E-personal ini lebih bersifat sebagai buku harian setiap pegawai. Dengan adanya e-personal, unsur pimpinan bisa melihat aktifitas sehari-hari pegawai yang pembinaannya ada dibawahnya. Selain itu, e-Personal juga berfungsi sebagai alat kontrol yang memuat data dan informasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Kementerian Pertanian, baik yang berada di kantor pusat maupun Unit Pelaksana Teknis (UPT). Aplikasi e-Personal telah terintegrasi dengan Sistem Informasi Manajemen Aparatur Sipil Negara (SIM ASN) Kementerian Pertanian. dengan tujuan untuk menciptakan keterpaduan dan validitas data khususnya mengenai data kepegawaian. Selain mensosialisasikan e-Personal, Badan Ketahanan Pangan juga mensosialisasikan e-Kinerja yang bekerjasama dengan Biro Organisasi dan Kepegawaian Kementan, serta Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementan. Tujuan e-Kinerja adalah (1) Untuk meningkatan kinerja organisasi dan aparatur; (2) Menjadi salah satu instrumen dalam penataan dan penyempurnaan organisasi; (3) Sebagai alat ukur prestasi kerja organisasi
75
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
dan aparatur; (4) Untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur dengan mengacu pada prinsip keadilan "equal job for equal pay"; (5) Mendorong terciptanya kompetisi yang sehat diantara aparatur; (6) Meningkatkan kompetensi SDM; (7) Menumbuhkan kreatifitas dan inovasi kerja yang lebih tinggi; (8) Merekam pekerjaan harian aparatur sesuai dengan jabatan dan beban kerja; Pada tahun 2016 hasil pengukuran IPNBK
Badan Ketahanan Pangan
adalah 3,51 nilai konversi IPNBK 87,86 dengan klasifikasi kualitas budaya kerja A (Sangat Baik) mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2015. Pada tahun 2015, hasil pengukuran IPNBK Badan Ketahanan Pangan adalah 3,46 dengan nilai kualitas budaya kerja 86,38. Nilai budaya kerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 sebagai berikut -
Nilai Rata-Rata Budaya Kerja
:
3,51
-
Kualitas Budaya Kerja
:
87,86
-
Kualifikasi Kualitas Budaya Kerja
:
A (Sangat Baik)
Tabel 27. Komponen dan Nilai Budaya Kerja BKP Tahun 2016 NO KOMPONEN PERTANYAAN 1 Komitmen 1,1. - 1,8. 2 Keteladanan 2,1. - 2,6. 3 Profesionalisme 3,1. - 3,6. 4 Integritas 4,1. - 4,5. 5 Disiplin 5,1. - 5,4. NILAI KUALITAS BUDAYA KERJA (IPNBK)
NILAI 3,44 3,48 3,50 3,53 3,62 3,51
KONVERSI 86,12 87,09 87,41 88,16 90,53 87,86
Tabel 28. Perbandingan Nilai Budaya Kerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015 dan Tahun 2016 adalah sebagai berikut : No 1 2 3
Budaya Kerja Nilai rata-rata budaya kerja Kualitas Budaya Kerja Kualifikasi Budaya Kerja
Tahun 2015 3.46 86.38 A (Sangat Baik)
Tahun 2016 3.51 87.86 A ( Sangat Baik)
Dari 4 (empat) unit kerja eselon II lingkup Badan Ketahanan Pangan, yang mencapai nilai tertinggi kualitas budaya kerja adalah Sekretariat Badan
76
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Ketahanan Pangan dengan nilai 3,56 dengan kualitas budaya kerja 88,98 dengan klasifikasi A (Sangat Baik), Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan dengan nilai 3,50 dengan kualitas budaya kerja 87,50 dengan klasifikasi A (Sangat Baik) , Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan dengan nilai 3,49 dengan kualitas budaya kerja 87,20 dengan klasifikasi A (Sangat Baik) dan Pusat Ketersediaan dan Cadangan Pangan dengan nilai 3,48 dengan kualitas budaya kerja 86,92 dengan klasifikasi A (Sangat Baik). Hasil pengukuran IPNBK pada masing-masing unit kerja eselon II lingkup Badan Ketahanan Pangan seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 29. Indeks Penerapan NilaI Dasar Budaya Kerja per Eselon II NO
NILAI DASAR
1. Komitmen 2. Keteladanan 3. Profesionalisme 4. Integritas 5. Disiplin IPNDBK
PUSAT SETBA KETERSEDIAAN DAN KP 3.45 3.39 3.56 3.46 3.57 3.46 3.54 3.45 3.68 3.61 3.56 3.48
PUSAT DISTRIBUSI DAN CP 3.47 3.42 3.43 3.53 3.58 3.49
PUSAT PENGANEKARAGAMAN & KP 3.46 3.49 3.52 3.58 3.61 3.50
Tabel 30. Ringkasan hasil penilaian per Eselon II NO UNIT KERJA
KUALITAS
KUALIFIKASI
3.56
88.98
Sangat Baik
dan Kerawanan
3.48
86.92
Sangat Baik
3
Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan
3.49
87.20
Sangat Baik
4
Pusat Penganekaragaman Konsumsi
3.50
87.50
Sangat Baik
1
Sekretariat Badan
2
Pusat Ketersediaan
NILAI
Pangan
dan Keamanan Pangan
Dari hasil pengolahan data IPNBK lingkup Badan Ketahanan Pangan dari 5 (lima) indikator nilai tertinggi ada pada Indikator Disiplin. Hasil ini sejalan dengan meningkatnya disiplin seluruh pegawai karena adanya pemberian tunjangan kinerja. Mengacu dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah
77
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, apabila melanggar tampa alasan yang jelas akan dipotong tunjangan kinerjanya, dikenakan pula sanksi administrasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah 53 tahun 2010 tersebut. Pemberlakuan sanksi untuk akumulasi datang dan pulang terlambat efektip dalam meningkatkan disiplin pegawai. Tahun 2016 disiplin
pegawai
lingkup
Badan
Ketahanan
Pangan
mengalami
peningkatan, yang diikuti peningkatan kinerja pegawai berdasarkan hasil (output ) pekerjaan yang terukur. Sedangkan, 2 (dua) komponen nilai budaya kerja yang masih perlu diperbaiki yaitu sebagai berikut : (a) Komitmen terhadap visi, misi dan tujuan organisasi; dan (b) Keteladanan. Dalam rangka meningkatkan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, dan kualitas aparatur dalam penyelenggaraan berbagai tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan. pada tahun 2016 telah dilakukan: (a) program tugas belajar dan ijin belajar dengan biaya dari pemerintah, maupun biaya sendiri,
kursus/pelatihan
teknis
aplikatif
dan
administratif,
serta
workshop/seminar; (b) pembinaan motivasi dan disiplin; (c) penyelesaian administrasi kenaikan pangkat dan kenaikan gaji berkala; (d) pemberian penghargaan dan Tanda Kehormatan Satya Lencana Karya Satya; (e) sosialisasi Reformasi Birokrasi; dan melanjutkan rencana perubahan jabatan fungsional pegawai termasuk rencana penyusunan jabatan fungsional analisis ketahanan pangan sesuai dengan amanah undangundang ASN. c. Capaian Kinerja Lainnya Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan secara nasional. Badan Ketahanan Pangan juga melaksanakan tugas secara insidentil/diluar rencana berdasarkan perintah pimpinan. salah satunya adalah dukungan swasembada pangan startegis melalui Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi. Jagung. Kedelai; serta kebijakan lainnya yang dianggap penting. Kegiatan tersebut lebih banyak bersifat koordinasi atau dukungan
78
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
terhadap pelaksanaan kegiatan intansi terkait baik di dalam maupun luar Kementerian Pertanian; serta di tingkat Internasional yang dikoordinasikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO). United Nations World Food Programme (WFP), maupun forum lainnya. Selama 5 tahun, beberapa prestasi Badan Ketahanan Pangan, serta apresiasi dari masyarakat, pemerintah daerah, dan tingkat internasional kepada Badan Ketahanan Pangan di Pusat dan Daerah, seperti : 1.
Sejak tahun 2011 hingga sekarang. Badan Ketahanan Pangan melaksanakan kegiatan promosi penganekaragaman konsumsi pangan maupun kegiatan yang terkait dengan upaya perubahan pemanfaatan substitusi pangan dari umbi-umbian.
2.
Melaksanakan kegiatan sosialisasi dan penyebaran berita tentang ketahanan pangan melalui berbagai media cetak dan elektronik termasuk media sosial.
3.
Melaksanakan
sosialisasi
Program
TTI
dan
Pangan
Murah
Berkualitas pada berbagai event seperti Car Free Day. maupun Kementerian lain. 4.
Badan Ketahanan Pangan bersama dengan Eselon I dalam upaya stabilisasi harga pangan strategis khususnya cabai merah melalui Pencanangan Gerakan Tanam Cabai 50 juta ha. yang ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah.
5.
Meningkatnya kesadaran pentingnya aspek ketahanan pangan dalam pembangunan daerah yang berkelanjutan dari lembaga legislatif di provinsi dan kabupaten/kota. Hampir setiap bulan Badan Ketahanan Pangan mendapatkan kunjungan dari DPRD provinsi dan kabupaten/kota .khususnya
yang
tentang
ingin
mendiskusikan
kebijakan.
program
ketahanan
dan
kegiatan.
panga. serta
kelembagaan. 6.
Kegiatan Vegetables Go To School (VGtS) merupakan kerjasama dengan AVDRC Taiwan dalam bentuk hibah. Kegiatan tersebut dalam bentuk penyusunan baseline data. selanjutnya Tim AVDRC Taiwan yang akan menyusun kajian dan analisis. 79
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
7.
Badan Ketahanan Pangan mendapatkan juara Harapan 1 (urutan ke empat) dalam lomba website Kementerian Pertanian (cek ke pak Tri).
8.
Dalam uji Maturitas SPI. Skor SPIP Badan Ketahanan Pangan sebesar 3.007 tersebut dikatagorikan pada level “terdefinisi”. artinya telah melaksanakan praktik pengendalian intern dan terdokumentasi dengan baik. Namun evaluasi atas pengendalian intern dilakukan tanpa dokumentasi yang memadai.
9.
Terlibat dalam kegiatan Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Kerja yaitu
Pengembangan
Desa
Lestari.
Kegiatan
tersebut
mengembangkan wilayah/desa tertinggal yang melibatkan seluruh sub sector yaitu Desa Kohod Kabupaten Tangerang. Provinsi Banten. Badan Ketahanan Pangan mengembangkan KRPL.
C.
Realisasi Anggaran Pada tahun 2016, Badan Ketahanan Pangan (BKP) memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp. 782 milyar, namun pada bulan Februari berubah menjadi Rp. 705,86 milyar setelah pagu refokusing, sedangkan pagu setelah self blocking senilai Rp. 671.86 milyar untuk kegiatan di pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Seluruh anggaran tahun 2016 dialokasikan dalam 48 satker, berupa : (a) Dana Sentralisasi di Pusat Rp. 103,24 milyar atau 15,37 persen; (b) Dana Dekonsentrasi (Dekon) di 34 propinsi Rp. 376,47 milyar atau 56,03 persen; (c) Dana Tugas Pembantuan 2 (dua) provinsi dan 11 kabupaten/kota sebesar Rp. 192,15 milyar atau 28,60 persen. Untuk kabupaten/kota yang tidak berdiri sendiri/satker mandiri. anggarannya masuk dalam provinsi melalui dana dekonsentrasi. Alokasi anggaran per kegiatan utama pada tahun 2016 sebelum dan sesudah refocusing adalah pada tabel dibawah ini.
80
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Tabel 31. Pagu dan Realisasi Anggaran Per Kegiatan
NO
KEGIATAN
PAGU AWAL
PAGU SETELAH BLOKIR
% REALISASI PER 27 % PAGU SETELAH JANUARI 2017 AWAL BLOKIR
1
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
201.550.444.000
193.188.170.000
184.346.418.192
91,46
95,42
2
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
250.064.227.000
244.304.341.000
228.991.719.899
91,57
93,73
3
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
156.908.913.000
149.451.632.000
144.328.828.795
91,98
96,57
4
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan
97.332.880.000
84.912.321.000
80.917.968.221
83,14
95,30
705.856.464.000
671.856.464.000
638.584.935.107
90,47
95,05
TOTAL
Sumber : SPAN. Aplikasi PMK 249. Badan Ketahanan Pangan
Tabel 32. Pagu dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan SATKER
PAGU AWAL
KANTOR PUSAT
123.752.961.000
DEKONSENTRASI
387.103.628.000
TUGAS PEMBANTUAN TUGAS PEMBANTUAN PROPINSI TUGAS PEMBANTUAN KABUPATEN TOTAL
194.999.875.000
PAGU SETELAH BLOKIR 103.242.024.000 376.467.735.000 192.146.705.000
16.875.055.000
REALISASI
% PAGU % PAGU STLH AWAL BLOKIR
93.571.271.121
75.61
358.475.429.341
92.60
178.364.623.755
91.47
15.821.554.700
93.76
90.63 95.22 92.83
16.875.055.000 178.124.820.000
93.76 162.543.069.055
91.25
175.271.650.000 705.856.464.000
671.856.464.000
92.74 630.411.324.217
89.31
93.83
Sumber data : SPAN dan Aplikasi PMK 249. Badan Ketahanan Pangan
81
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Tabel 33.
Pagu dan Realisasi Anggaran per Jenis Belanja
JENIS BELANJA
BELANJA PEGAWAI
PAGU SETELAH BLOKIR
PAGU AWAL
% PAGU SETELAH BLOKIR
96.88
96.88
682.920.588.000 648.960.588.000 608.397.411.878
89.09
93.75
84.24
86.36
TOTAL 705.856.464.000 671.856.464.000 630.411.324.217 89.31 Sumber : SPAN dan Aplikasi PMK 249. Badan Ketahanan Pangan
93.83
BELANJA MODAL
1.631.735.000
21.304.141.000
% PAGU AWAL
20.639.307.631
BELANJA BARANG
21.304.141.000
REALISASI 2 JANUARI 2017
1.591.735.000
1.374.604.708
Rendahnya penyerapan anggaran tersebut disebabkan oleh : 1.
Seringnya terjadi revisi DIPA yang mengakibatkan perubahan POK.
2.
Mutasi pegawai atau pejabat pengelola keuangan.
3.
Terlambatnya penerbitan SK Pengelola Keuangan (KPA. PPK. Bendahara Pengeluaran).
4.
Pegawai
pindahan
kurang
memahami
mekanisme
pencairan
anggaran dan adanya kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran; 5.
Mutasi dan serah terima jabatan tidak disertai dengan serah terima berkas/dokumen pelaksanaan kegiatan;
6.
Keterlambatan proses adminsitrasi di kab/kota yang masuk dana Dekonsentrasi.
7.
Perubahan sasaran akibat perubahan anggaran dan tidak sesuai dengan pedoman/kriteria sasaran.
8.
Lokasi sasaran yang jauh dari penduduk.
9.
Infrastruktur dan kondisi alam.
10. Kendala SOLID : (1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan di awal tahun harus tertunda karena adanya pemblokiran, (2) pencairan dana ditahun 2015 masih disalurkan ditahun 2016, (3) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan diawal tahun harus tertunda
82
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
karena adanya pemblokiran, dan (4) proses identifikasi yang agak terlambat karena blm siapnya masyarakat dalam penyusunan Rencana Usaha.
Tabel 34. Alokasi Anggaran Badan Ketahanan Pangan Th.2012 – 2016 Rp. Milyar
Renstra Pagu Realisasi
2012
2013
Tahun 2014
722.27 687.84 621.25
829.86 647.16 605.93
940.92 458.55 419.93
2015
2016
635.26 635.26 563.65
783.06 671.86 638.58
Sumber : Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 berdasarkan pagu self blocking
Grafik 13. Realisasi Anggaran dibandingkan dengan Pagu Renstra dan Pagu Anggaran Tahunan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012 – 2016
Rp. Miliyar
Realisasi Anggaran 2012-2016 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Renstra Pagu Realisasi
2012
2013
2014
2015
2016
Tahun
83
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
D. Dukungan Instansi Lain. Keberhasilan pencapaian pembangunan ketahanan pangan nasional, dipengaruhi pula oleh peranserta unit kerja eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan Kementerian lainnya, serta pemangku kepentingan lainnya yang peduli terhadap ketahanan pangan. Dukungan instansi tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 22 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 43 Tahun 2009, instansi tersebut juga sebagai anggota Dewan Ketahanan Pangan. Adapun kegiatan instansi lain yang mendukung keberhasilan ketahanan pangan seperti pada lampiran 12.
84
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Umum Pelaksanaan program diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat tahun 2016, secara khusus telah berhasil menimbulkan perubahan di wilayah/kelompok sasaran. Program tersebut berhasil : (a) membangun kesadaran kelompok sasaran untuk mendukung pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman; (b) mendukung mewujudkan
stabilitasi harga
gabah/ beras, dan jagung di wilayah
gapoktan dan masyarakat melalui Penguatan LDPM, Lumbung Pangan Masyarakat, dan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat/Toko Tani Indonesia; (c) membantu dalam pemenuhan kebutuhan pangan tingkat rumah tangga/kelompok masyarakat; serta (d) mendukung dalam menurunkan KK miskin di Desa/Kawasan Mandiri Pangan. Capaian IKU dan sasaran kegiatan utama secara umum sudah sesuai dengan Renstra kecuali pada tahun – tahun terakhir sebagai akibat kebijakan pemotongan anggaran dan refocusing program BKP. Refocusing diarahkan pada peningkatan kegiatan PUPM/TTI dengan merealokasi anggaran pada kegiatan yang lain (P2KP/KRPL, Demapan, LDPM, dan LPM). Berdasarkan indikator kinerja, capaian kinerja Perjanjian Kinerja Tahun 2016 adalah dari 10 indikator, yang mencapai nilai pencapaian diatas 100 persen (Sangat Berhasil) sebanyak 6 indikator, nilai pencapaian 80 – 100 persen (Berhasil) sebanyak 2 indikator yaitu PPH Ketersediaan dan Skor PPH Konsumsi, dan nilai pencapaian dibawah 60 persen kurang sebanyak 1 indikator yaitu penurunan rawan pangan, meskipun mengalami penurunan jumlah penduduk rawan pangan. Sedangkan untuk indikator koefisien variasi harga beras jauh dibawah target sehingga harga beras stabil, cabai merah meskipun sudah dibawah target namun hampir mendekati target, sehingga harga cabai merah kurang stabil, sedangkan harga bawang merah diatas target sehingga harga bawang merah belum stabil.
85
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Indikator lainnya belum tercapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai hambatan/masalah baik secara umum maupun teknis pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan. Upaya perbaikan yang telah dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan SKPD daerah dan pihak-pihak terkait, mengoptimalkan sumber daya yang ada, serta memperbaiki fungsi manajemen mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi.
B. Permasalahan dan Upaya dan Tindak Lanjut
1. Permasalahan Dalam rangka mewujudkan diversifikasi pangan terkait erat dengan perilaku masyarakat/manusia. Secara umum hambatan dan kendala yang dihadapi dalam mewujudkan diversifikasi pangan pada tahun 2016 adalah : (1) pendapatan masyarakat masih rendah dibandingkan harga kebutuhan pangan secara umum. sehingga menurunnya daya beli masyarakat disebabkan oleh kenaikan harga pangan daripada masalah ketersediaan; (2) konsumsi beras per kapita cenderung turun.tetapi konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat; (3) teknologi pengolahan pangan lokal masih rendah; (4) kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (5) beras sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah; (6) kualitas konsumsi pangan masih rendah. kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat; (7) terdapatnya konsep makan“belum makan kalau belum makan nasi” yang salah dalam masyarakat; (8) pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah; dan (9) bencana alam dan perubahan iklim yang sangat ekstrim. Berdasarkan aspek ketahanan pangan, permasalahan dalam capaian kinerja program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat tahun 2016 adalah :
86
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
a. Aspek Ketersediaan Pangan 1) Produksi dan kapasitas produksi pangan nasional semakin terbatas. 2) Jumlah
permintaan
pangan
semakin
meningkat
seiring
dengan
peningkatan jumlah penduduk, pemenuhan kebutuhan bahan baku industri. dan berkembangnya penggunaan pangan seiring maraknya perkembangan pariwisata, hotel, dan restoran. 3) Adanya persaingan penggunaan bahan pangan untuk bio energi dan pakan ternak. 4) Kerawanan pangan karena adanya kemiskinan. terbatasnya penyediaan infrastruktur dasar pedesaan, potensi sumber daya pangan yang rendah. rentannya kesehatan masyarakat di daerah terpencil,
dan sering
terjadinya bencana alam. b. Aspek Keterjangkauan Pangan 1) Sifat produksi yang musiman, berpengaruh terhadap harga pangan. 2) Melonjaknya harga pangan dunia karena ketergantungan terhadap ekspor pangan tertentu. 3) Terbatasnya dan/atau kurang memadainya sarana dan prasarana transportasi, kondisi iklim yang tidak menentu yang dapat mengganggu transportasi bahan pangan. 4) Permasalahan teknis dalam proses distribusi ini berdampak terhadap melonjaknya ongkos angkut, mengakibatkan aksesibilitas konsumen secara ekonomi menurun. 5) Walaupun pemerintah telah menjamin kecukupan stok beras, namun kecukupan stok pangan tersebut tidak dapat menjamin stok pangan di pasar. c. Aspek Konsumsi Pangan 1) Keterbatasan kemampuan ekonomi atau daya beli dari keluarga; 2) Keterbatasan pengetahuan dan kesadaran tentang pangan dan gizi, serta teknologi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan kepraktisan
87
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
dalam pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi, nilai social, citra, dan daya terima; 3) Adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumber daya local, karena pengaruh globalisasi industri pangan siap saji, dan berkurangnya produksi sumber pangan lokal; 4) Adanya pengaruh nilai-nilai budaya kebiasaan makan yang tidak selaras dengan prinsip konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman; 5) Berbagai kasus gangguan kesehatan manusia akibat mengkonsumsi pangan yang tidak aman; 6) Belum efektifnya penanganan dan pengawasan keamanan pangan. karena sistem yang dikembangkan, SDM, serta penerapan saksi yang tegas; 7) Koordinasi lintas sektor dan subsektor terkait dengan keamanan pangan belum optimal; 8) Kurangnya
kesadaran
pihak
pengusaha/pengelola
pangan
untuk
menerapkan peraturan/standar yang telah ada. d. Dukungan Kelembagaan dan Manajemen Ketahanan Pangan. 1) Perubahan arah kebijakan yang berdampak pada refokusing kegiatan, sasaran dan anggaran. 2) Rotasi pimpinan dan staf Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pegawai sering; 3) Komitmen dan langkah nyata pemerintah daerah masih rendah untuk membangun ketahanan pangan berkelanjutan; 4) Pelaksanaan monitoring dan pelaporan program ketahanan pangan kurang optimal. baik secara online dan manual; 5) Hasil analisis ketahanan pangan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaan program; 6) Belum sepenuhnya terlaksananya kegiatan ketahanan pangan yang sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan.
88
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
7) Belum optimalnya peran dan fungsi Dewan Ketahanan Pangan (DKP) sebagai lembaga fungsional koordinator dalam penanganan ketahanan pangan di daerahnya;
Secara teknis program dan kegiatan ketahanan pangan, hambatan dan kendala yang dihadapi adalah : 1. Revisi DIPA dan POK baik di pusat maupun daerah. 2. Terlambatnya penerbitan SK Pengelola Keuangan (KPA. PPK. Bendahara Pengeluaran). 3. Mutasi pegawai atau pejabat pengelola keuangan, pegawai pindahan kurang memahami mekanisme pencairan anggaran dan adanya kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran; 4. Mutasi dan serah terima jabatan tidak disertai dengan serah terima berkas/dokumen pelaksanaan kegiatan; 5. Keterlambatan
proses
adminsitrasi
di
kab/kota
yang
masuk
dana
Dekonsentrasi. 6. Satuan harga yang diterapkan sering tidak sesuai kebutuhan riil; 7. Sasaran tidak sesuai dengan Pedoman, 8. Infrastruktur dan kondisi alam, 9. Kurang optimalnya partisipasi aparat provinsi dan kabupaten/kota dalam pembinaan dan pemenuhan kebutuhan peralatan yang diperlukan kelompok unit usaha kecil untuk pengembangan tepung-tepungan sebagai bahan baku olahan pangan lokal di lokasi penerima manfaat.
2. Upaya dan Tindak Lanjut Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan upaya dan tindak lanjut sebagai berikut: 1)
BKP Pusat telah menghimbau kepada Badan/Dinas/Instansi/Unit Kerja Ketahanan Pangan di Provinsi dan Kab/Kota dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan dan anggaran. 89
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
2)
BKP berupaya memberikan informasi dan sosialisasi tentang perubahan nomenklatur dan penghematan kepada daerah.
3)
Pendampingan dan pembinaan dalam rangka mengawal pelaksanaan kegiatan dan prtoses administrasi dengan membentuk Tim Pembinaan dan Percepatan Kegiatan dan Anggaran Ketahanan Pangan
4)
Fasilitasi kepada kelompok penerima manfaat untuk pengembangan bisnis pangan lokal dan makanan tradisional.
5)
Mendorong peran aktif swasta dan dunia usaha dalam pengembangan industri dan bisnis pangan lokal.
6)
Peningkatan kerjasama antara Perguruan Tinggi dengan institusi yang menangani Ketahanan Pangan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota serta pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya.
7)
Sinkronisasi kebijakan baik antarkementerian maupun dengan pihak swasta yang diwujudkan dalam bentuk programdan kegiatan sesuai kewenangan masing-masing namun saling mendukung.
8)
Mengembangkan dan atau relikasi kegiatan prioritas seperti KRPL, Kawasan Mapan, Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat, Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia, Lumbung Pangan Masyarakat.
9)
Melaksanakan kegiatan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L).
10) Mendorong upaya kampanye, promosi, sosialisasi, gerakan secara terstruktur dan komprehensif guna mempercepat terjadinya diversifikasi pangan. 11) Meningkatkan peran swasta dalam memanfaatkan keragaman sumberdaya lokal. 12) Mengembangkan bisnis dan industri pangan lokal, melalui:fasilitasi UMKM untuk pengembangan bisnis pangan lokal, industri bahan baku, industri pangan olahandan pangan siap saji yang aman berbasis sumberdaya lokal dan advokasi, sosialisasi dan penerapan standar keamanan dan mutu
90
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
pangan bagi pelakuusaha pangan terutama usaha rumah tanggadan UMKM. 13) Meningkatkan investasi agroindustri pangan berbasis pangan lokal dilakukan
melalui
pengembangan
bisnis pangan
lokal
bagi
UKM,
pengembangan kemitraan dengan dunia usaha, pengembangan gerai atau outlet pangan lokal, pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal (bekerja sama dengan Balitbang dan Perguruan Tinggi) dan memastikan peningkatan keanekaragaman pangan sesuai karakteristik daerah.
91
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan Ketahanan Pangan
92
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 Lampiran 2. Target Kinerja Kegiatan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015 - 2019 No 1814
Rincian IKK
2015
Target 2017
2016
2018
2019
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Jumlah lembaga distribusi pangan masyarakat
358
241
248
90
135
1.724
1.628
800
1.492
1.492
35
35
35
35
35
3
3
3
3
3
20
1.000
2.000
3.000
5.000
1
1
1
1
1
27
27
27
27
27
35
35
35
35
35
456
456
456
456
456
27
27
27
27
27
35
1
1
1
1
Jumlah kawasan mandiri pangan (Kawasan)
192
190
110
135
75
Jumlah hasil pemantauan ketersediaan dan
35
35
35
35
35
33.600
33.600
33.600
33.600
0
26.880
26.880
26.880
26.880
0
224
224
224
224
0
12
12
12
12
0
4.410
2.894
1.306
2.612
2.612
35
34
34
34
34
Jumlah lokasi gerakan diversifikasi pangan (Lokasi)
35
35
35
35
35
Jumlah hasil analisis pola dan kebutuhan konsumsi
35
35
35
35
35
(Gapoktan) Jumlah lumbung pangan masyarakat (Unit) Jumlah lokasi panel harga pangan nasional dan pemantauan harga dan pasokan pangan HBKN (Lokasi) Jumlah hasil pemantauan pasokan, harga, distribusi dan cadangan pangan (Lokasi) Jumlah Usaha Pangan Masyarakat (UPM)/Toko Tani Indonesia (TTI) (Gap/TTI) Jumlah kajian responsif dan antisipatif distribusi pangan (Judul) Jumlah kajian distribusi pangan (Rekomendasi) 1815
Pengembangan ketersediaan dan penanganan rawan pangan Jumlah hasil analisis neraca bahan makanan Jumlah lokasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi (Lokasi) Jumlah hasil kajian responsif dan antisipatif ketersediaan dan kerawanan pangan (Judul) Jumlah analisis peta ketahanan dan kerentanan pangan (Peta FSVA)
kerawanan pangan (Lokasi) Jumlah KK pemberdayaan petani kecil dan gender (KK) Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran (KK) Jumlah desa yang mengembangkan rantai nilai tanaman perkebunan (Desa) Jumlah dukungan manajemen dan administrasi SOLID (Bulan Layanan) 1816
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Jumlah pemberdayaan pekarangan pangan (Desa) Jumlah pemantauan penganekaragaman konsumsi pangan (Lokasi)
pangan (Rekomendasi)
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 No
Rincian IKK Jumlah model pengembangan pangan pokok lokal
27
2016 29
Target 2017 27
65
86
35
2015
2018
2019 27
27
106
126
146
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
35
3
3
3
3
3
1
1
1
1
1
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
(Unit) Jumlah rekomendasi pengawasan keamanan dan mutu pangan (Rekomendasi) 1817
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan Jumlah dokumen rencana program, anggaran dan kerja sama (Dokumen) Jumlah dokumen keuangan dan perlengkapan (Dokumen) Jumlah hasil pemantauan dan evaluasi program (Laporan) Jumlah dokumen kepegawaian, organisasi, humas dan hukum (Dokumen) Jumlah perumusan kebijakan Dewan Ketahanan Pangan (Rekomendasi Kebijakan) Jumlah layanan manajemen dan administrasi (Bulan Layanan) Jumlah Layanan Perkantoran (Bulan Layanan)
Sumber: BKP, Kementan
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016
Lampiran 3. Matriks Kinerja dan Pendanaan Badan Ketahanan Pangan NO
PROGRAM/ KEGIATAN PROGRAM PENINGKATAN DIVERSIFIKASI DAN KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT
2015
2016
TARGET 2017
2018
2019
Meningkatnya keragaman Skor Pola Pangan Harapan (PPH) konsumsi pangan yang sehat Konsumsi dan aman bagi seluruh masyarakat
84,10
86,20
88,4
90,5
92,5
Meningkatnya konsumsi pangan masyarakat sesuai angka kecukupan gizi (AKG)
Konsumsi Energi (kkal/kap/hr)
2.004
2.040
2.077
2.113
2.150
Konsumsi Protein (gram/kap/hr)
SASARAN
INDIKATOR
Terwujudnya pemantapan ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan
Stabilinya harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
Menurunnya jumlah penduduk rawan pangan
56,10
56,40
56,60
56,80
57,00
Jumlah pengawas keamanan pangan segar yang tersertifikasi (org/thn)
81
160
245
330
400
Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP
≥ HPP
≥ HPP
≥ HPP
≥ HPP
Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen (CV )
CV≤10%
CV≤10%
CV≤10%
CV≤10%
CV≤10%
87,52
89,71
92,04
94,25
96,32
1%
1%
1%
1%
1%
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan Penurunan jumlah penduduk rawan pangan (%/Tahun)
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
2015 635.258,60
ALOKASI (Juta Rupiah) 2016 2017 2018 783.064,32 963.760,70 1.259.823,76
2019 1.439.900,47
107.265,01
285.414,00
466.027,77
675.598,62
1.081.802,26
Meningkatnya Kelembagaan Distribusi dan Cadangan Pangan Serta Stabilitas Harga Pangan Jumlah lembaga distribusi pangan masyarakat (Gapoktan) Jumlah lumbung pangan masyarakat (Unit) Jumlah lokasi panel harga pangan nasional dan pemantauan harga dan pasokan pangan HBKN (Lokasi) Jumlah hasil pemantauan pasokan, harga, distribusi dan cadangan pangan (Lokasi)
358
241
248
90
135
45.944,91
17.801,00
18.318,04
6.647,68
9.971,51
1.724
1.628
800
1.492
1.492
45.720,20
43.813,00
21.529,73
40.152,95
40.152,95
35
35
35
35
35
5.185,27
15.150,00
16.665,00
18.331,50
20.164,65
3
3
3
3
3
6.132,31
4.050,00
4.455,00
4.900,50
5.390,55
Jumlah Toko Tani Indonesia/TTI (Unit)
0
1.000
2.000
3.000
5.000
-
200.000,00
400.000,00
600.000,00
1.000.000,00
Jumlah kajian responsif dan antisipatif distribusi pangan (Judul) Jumlah kajian distribusi pangan (Rekomendasi)
1
1
1
1
1
2.262,44
1.500,00
1.650,00
1.815,00
1.996,50
27
27
27
27
27
2.019,89
3.100,00
3.410,00
3.751,00
4.126,10
Lampiran 3. Matriks Kinerja dan Pendanaan Badan Ketahanan Pangan NO
PROGRAM/ KEGIATAN Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
SASARAN
INDIKATOR
2015
TARGET 2017
2016
2018
2019
2015 111.609,25
ALOKASI (Juta Rupiah) 2016 2017 2018 268.436,50 285.365,28 320.385,98
2019 71.261,48
Meningkatnya ketersediaan dan penanganan rawan pangan Jumlah unit penggilingan padi menunjang stok beras nasional (Unit) Jumlah hasil analisis neraca bahan makanan (Laporan) Jumlah lokasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi (Lokasi) Jumlah hasil kajian responsif dan antisipatif ketersediaan dan kerawanan pangan (Judul) Jumlah analisis peta ketahanan dan kerentanan pangan (Peta FSVA) Jumlah kawasan mandiri pangan (Kawasan) Jumlah hasil pemantauan ketersediaan dan kerawanan pangan (Lokasi) Jumlah KK pemberdayaan petani kecil dan gender (KK) Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran (KK) Jumlah desa yang mengembangkan rantai nilai tanaman perkebunan (Desa) Jumlah dukungan manajemen dan administrasi SOLID (Bulan Layanan)
-
50.000
75.000
100.000
125.000
-
12.500,00
35
35
35
35
35
14.078,52
3.040,00
3.344,00
3.678,40
4.046,24
456
35
35
35
35
13.340,87
7.422,00
8.164,20
8.980,62
9.878,68
27
27
27
27
27
7.061,86
2.360,00
2.596,00
2.855,60
3.141,16
35
1
1
1
1
1.825,10
900,00
990,00
1.089,00
1.197,90
192
190
110
135
75
66.503,63
28.624,50
35
35
35
35
35
8.799,27
7.850,00
8.635,00
9.498,50
33.600
33.600
33.600
33.600
-
19.588,60
21.547,46
23.702,21
26.880
26.880
26.880
26.880
-
130.578,05
143.635,86
157.999,44
224
224
224
224
-
4.953,15
5.448,47
5.993,31
12
12
12
12
-
50.620,20
55.682,22
61.250,44
132.894,73
125.717,39
98.521,58
138.608,48
149.082,98
29.926,08
59.852,17
59.852,17
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
18.750,00
16.572,08
25.000,00
20.338,46
31.250,00
11.299,14 10.448,35
Meningkatnya Pemantapan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan Jumlah pemberdayaan pekarangan pangan (Desa) Jumlah pemantauan penganekaragaman konsumsi pangan (Lokasi)
4.410
2.894
1.306
2.612
2.612
92.886,73
66.314,00
35
34
34
34
34
11.247,68
9.000,00
9.900,00
10.890,00
11.979,00
Jumlah lokasi gerakan diversifikasi pangan (Lokasi) Jumlah hasil analisis pola dan kebutuhan konsumsi pangan (Rekomendasi)
35
35
35
35
35
5.173,29
9.800,30
10.780,33
11.858,36
13.044,20
35
35
35
35
35
4.832,86
5.950,00
6.545,00
7.199,50
7.919,45
Jumlah model pengembangan pangan pokok lokal (Unit) Jumlah rekomendasi pengawasan keamanan dan mutu pangan (Rekomendasi)
27
29
27
27
27
8.041,23
4.450,00
4.143,10
4.557,41
5.013,16
65
86
106
126
146
10.712,94
30.203,09
37.227,06
44.251,04
51.275,01
Lampiran 3. Matriks Kinerja dan Pendanaan Badan Ketahanan Pangan NO
PROGRAM/ KEGIATAN Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan
SASARAN
INDIKATOR
2015
TARGET 2017
2016
2018
2019
2015 283.489,61
Terselenggaranya Pelayanan Administrasi dan Pelayanan Teknis Lainnya Secara Profesional dan Berintegritas di Lingkungan Badan Ketahanan Pangan
ALOKASI (Juta Rupiah) 2016 2017 2018 103.496,43 113.846,07 125.230,68
2019 137.753,75
Jumlah dokumen rencana program, anggaran dan kerja sama (Dokumen)
35
35
35
35
35
10.629,63
11.586,67
12.745,34
14.019,87
15.421,86
Jumlah dokumen keuangan dan perlengkapan (Dokumen)
35
35
35
35
35
5.794,81
7.600,00
8.360,00
9.196,00
10.115,60
Jumlah hasil pemantauan dan evaluasi program (Laporan)
35
35
35
35
35
26.096,21
26.750,00
29.425,00
32.367,50
35.604,25
Jumlah dokumen kepegawaian, organisasi, humas dan hukum (Dokumen)
3
3
3
3
3
17.377,18
5.450,00
5.995,00
6.594,50
7.253,95
Jumlah perumusan kebijakan Dewan Ketahanan Pangan (Rekomendasi Kebijakan)
1
1
1
1
1
7.245,69
7.400,00
8.140,00
8.954,00
9.849,40
Jumlah layanan manajemen dan administrasi (Bulan Layanan)
12
12
12
12
12
20.656,09
16.320,00
17.952,00
19.747,20
21.721,92
Jumlah Layanan Perkantoran (Bulan Layanan)
12
12
12
12
12
32.610,00
28.389,76
31.228,74
34.351,61
37.786,77
Jumlah KK pemberdayaan petani kecil dan gender (KK)
33.600
33.600
33.600
33.600
-
21.732,20
19.588,60
21.547,46
23.702,21
2.370,22
Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran (KK)
26.880
26.880
26.880
26.880
-
70.729,75
130.578,05
143.635,86
157.999,44
15.799,94
224
224
224
224
-
33.610,88
4.953,15
5.448,47
5.993,31
599,33
12
12
12
12
-
37.007,18
50.620,20
55.682,22
61.250,44
6.125,04
Jumlah desa yang mengembangkan rantai nilai tanaman perkebunan (Desa) Jumlah dukungan manajemen dan administrasi SOLID (Bulan Layanan)
Lampiran 4. Perjanjian Kinerja Revisi II Tahun 2016
98
Lampiran 5. Perjanjian Kinerja Revisi III Tahun 2016 REVISI III PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016
Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan
: Gardjita Budi : Kepala Badan Ketahanan Pangan
Selanjutnya disebut pihak pertama Nama Jabatan
: A. Amran Sulaiman : Menteri Pertanian
Selaku atasan langsung pihak pertama, selanjutnya disebut pihak kedua Pihak pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Keberhasilan dan kegagalan pencapaian target kinerja tersebut menjadi tanggung jawab kami. Pihak kedua akan melakukan supervisi yang diperlukan serta akan melakukan evaluasi terhadap capaian kinerja dari perjanjian ini dan mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka pemberian penghargaan dan sanksi.
Pihak Kedua,
A. Amran Sulaiman
Jakarta, November 2016 Pihak Pertama,
Gardjita Budi 99
REVISI III PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN KETAHANAN PANGAN SASARAN PROGRAM 1. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam 2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan 3. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
INDIKATOR
TARGET
1.
Skor PPH Ketersediaan
89,71
2.
Penurunan jumlah penduduk rawan pangan Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen (Cv) Beras Cabe Merah Bawang Merah Konsumsi Energi Konsumsi Pangan Hewani Skor PPH Konsumsi Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
3.
4.
4. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat 5. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu
5. 6. 7. 8.
9. 10.
Kegiatan 1. 2. 3. 4.
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan TOTAL
Pihak Kedua,
A. Amran Sulaiman
1% ≥ HPP
< 10% < 28 % < 18 % 2.040 Kkal/Kap/hr 200 Kkal/Kap/hr 86,2 5, 70%
10% ≥ 80%
Anggaran Rp
250.064.227.000,-
Rp
201.550.444.000,-
Rp
156.908.913.000,-
Rp
97.332.880.000,-
Rp
705.856.464.000,-
Jakarta, November 2016 Pihak Pertama,
Gardjita Budi
100
Lampiran 6. Perkembangan Harga Pangan Prioritas Tingkat Produsen Berdasarkan Panel Harga BKP Th 2016 Harga Komoditas Pangan Strategis (Rp/Kg)
Harga Beras Medium di Penggilingan
Jagung Pipilan Kering (JPK) di Petani
Kedelai Biji Kering (KBK) di Petani
Bawang Merah di Petani
Cabai Merah Keriting di Petani
5.548
8.992
3.937
7.092
22.065
25.775
4.555
5.441
9.018
4.054
7.367
19.783
22.280
Mar
4.196
5.187
8.809
3.573
6.765
28.179
27.263
Apr
4.057
5.077
8.620
3.441
6.634
15.525
15.974
May
4.104
5.074
8.598
3.460
6.741
19.835
28.275
Jun
4.135
5.032
8.572
3.431
6.673
20.328
22.629
Jul
4.168
5.087
8.709
3.439
6.528
23.764
23.163
Aug
4.226
5.119
8.673
3.465
6.528
23.351
25.313
Sep
4.240
5.111
8.554
3.509
6.660
27.348
27.142
Oct
4.281
5.154
8.651
3.469
6.511
27.943
34.428
Nov
4.305
5.173
8.706
3.480
6.523
36.938
32.644
Dec
4.292
5.236
8.754
3.567
6.842
30.150
40.876
Rata-Rata
4.268
5.187
8.721
3.569
6.739
24.601
27.147
Maksimal
4.659
5.548
9.018
4.054
7.367
36.938
40.876
Minimal
4.057
5.032
8.554
3.431
6.511
15.525
15.974
Pertb/bl (%)
(0,71)
(0,51)
(0,24)
(0,81)
(0,27)
5,97
8,20
CV (%)
4,15
3,01
1,74
5,77
3,85
23,57
23,90
Bulan
Harga GKP di Petani
Harga GKG di Penggilingan
Jan
4.659
Feb
Sumber : Panel Harga BKP
101
Lampiran 7. Harga Gabah di Tingkat LUPM pada 9 Provinsi Sample NO
PROVINSI
HARGA GABAH (Rp/Kg)
KETERANGAN
1 Sumatera Utara
5.271 GKG
2 Sumatera Barat
5.443 GKG
3 Lampung
4.065 GKP
4 Banten
3.400 GKP
5 Jawa Barat
4.592 GKP
6 Jawa Tengah
4.650 GKP
7 Jawa Timur
4.280 GKP
8 Sulawesi Selatan
4.022 GKP
9 Papua
3.700 GKP
102
Lampiran 8. Matrik Pemantauan Capaian Kinerja Berdasarkan PK Badan Ketahanan Pangan Triwulanan Tahun 2016 PENETAPAN KINERJA (PK)/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) A
Skor PPH Ketersediaan 1 Pengembangan Kawasan Mandiri Pangan (Kawasan)
2 Jumlah Lokasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (Lokasi)
3 Jumlah Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Gapoktan)
4 Jumlah Lumbung Pangan Masyarakat (Unit)
REALISASI TRIWULAN TARGET
I
II
III
89,71 % 192 Kawasan
85,24%
KEMAJUAN PELAKSANAAN (%) 95,02%
IV
KET
TINDAK LANJUT
190
80
182
181
94,27%
0
10
20
33
94%
2 lokasi blm memberikan laporan yaitu prov. DKI dan prov. Kaltara
303 Gapoktan
25
193
269
287
95,00%
sebanyak 16 Gapoktan tdk mencaikan
Penghematan Anggaran sehingga tidak dicairkan
Dana dikembalikan
54 Lumbung
0
22
47
51
90,00%
sebanyak 3 lumbung tdk mencairkan
(1) Sebanyak2 unit lumbung di prov. Lampung dan 1 unit di Pov. Sumut tidak mencairkan dananya karena tdk memenuhi persyaratan
Dana dikembalikan
35 Lokasi
sebanyak 11 desa tidak mencairkan
PERMASALAHAN
1) Di Sumatera Utara sebanyak 5 desa tidak mencairkan karena lokasinya sangat jauh sehingga sulit melaksanakan monev; 2) Sumatera Barat mengajukan pengalihan dengan pertimbangan tdk memenuhi persyaratan; 3) Di Riau sebanyak 2 kawasan tdk mencairkan karena kelembagaannya kurang mendukung; 4) Banten dan Bali blm melaksanakan DDRT; 5) Kalteng penerima tumpang tndih dengan bantuan lain
Menghubungi provinsi agar segera menyampaikan laporannya
5 Jumlah KK Pemberdayaan petani kecil dan gender (KK)
33,600 KK
0 5.040
16,800
50%
Pemberian Matcing Fund (bansos) hrs memalui penilaian setelah 6 bln dan dana langsung disalurkan ke rekening kelompok sasaran, proses penyaluran data masih berlangsung
(1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan di awal tahun harus tertunda krn adanya pemblokiran; (2) pencairan dana di tahun 2015 masih disalurkan di tahun 2016
Percepatan pencairan dana Matching Fund kepada kelompok
6 Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran (KK)
26,880 KK
0 1.210
11,558
43,00%
Realisasi baru mencapai 43% untuk penyaluran dana Revolving Fund (dana bergulir) kepada kelompok mandiri (KM), yang digunakan kegiatan produktif tan. Pangan, perkebunan, hortikultura dan pengolahan pasca panen di tiap-tiap kelompok
(1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan di awal tahun harus tertunda krn adanya pemblokiran; (2) Proses identifikasi yang agak terlambat karena belum siapnya masyarakat dalam penyusunan Rencana Usaha Anggota dan Rencana Usaha Kelompok
Percepatan pencairan dana Revolving Fund kepada kelompok
PENETAPAN KINERJA (PK)/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) B Penurunan Jumlah Penduduk Rawan Pangan (%thn) 1 JumlahKawasan Mandiri Pangan (Kawasan)
2 Jumlah Lokasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (Lokasi)
I
II
III
IV
1%
192 Kawasan
35 Lokasi
0,27%
KEMAJUAN PELAKSANAAN (%) 27,00%
KET
190
80
182
94,79%
35
35
20
33
100%
2 lokasi blm memberikan laporan yaitu prov. DKI dan prov. Kaltara
PERMASALAHAN
TINDAK LANJUT
(1) Kab. Pandeglang, Kab. Serang, Kab, Kuantan sengingi, Kab. Badung, Kab Pasaman Barat sampai dengan tahun kedua belum melakukan DDRT, sehingga tidak bisa mencairkan Bantuan pemerintah; (2) Kabupaten Kotawaringin Barat mengalokasikan kawasan di Desa Babual, Baboti, Tempayung, Kinjil, Saka Bulin. Kegiatan usahanya adalah petani perkebunan kelapa sawit, sehingga kegiatan mereka lebih banyak di kelapa sawit dan lokasi kawasan ini pernah menerima bantuan PUAP dan yang menerima dana PUAP orang/kelompok yang sama
Mengoptimalkan Tim Pendampingan dan Percepatan Kegiatan dan Anggaran BKP
3 Jumlah KK Pemberdayaan petani kecil dan gender (KK)
33,600 KK
0 5.040
16,800
11.760
100%
Pemberian Matcing Fund (bansos) hrs memalui penilaian setelah 6 bln dan dana langsung disalurkan ke rekening kelompok sasaran, proses penyaluran data masih berlangsung
(1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan di awal tahun harus tertunda karena adanya pemblokiran;(2) pencairan dana ditahun 2015 masih disalurkan ditahun 2016
Percepatan pencairan dana Matching Fund kepada kelompok
4 Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran (KK)
26,880 KK
0 1.210
11,558
13.595
92,72%
Realisasi baru mencapai 43% untuk penyaluran dana Revolving Fund(dana bergulir) kepada kelompok mandiri(KM) yg digunakan kegiatan produktif tan pangan,perkebunan,hortikult ura dan pengolahan pasca
(1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan diawal tahun harus tertunda krn adanya pemblokiran;(2)proses identifikasi yang agak terlambat karena blm siapnya masyarakat dalam penyusunan Rencana Usaha
Percepatan Revolving Fund kepada kelompok
45
172
97%
Sampai saat ini proses pengadaan alat masih berlangsung
(1) pengadaan alat msh dlm proses identifikasi dan sebagai kontrak blm dilakukan;(2)penentuan aspek dan harga yg membutuhkan waktu cukup lama;(3)proses pengadaan barang dan jasa menggunakan guidline
Untuk pencairan anggaran, pengawalan pelaksanaan kegiatan dan pendampingan akan diatur jadwalnya dari pusat.
5 Jumlah desa yang mengembangkan rantai nilai tanaman perkebunan (Desa)
C
REALISASI TRIWULAN TARGET
Harga Gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
224 Desa
≥ HPP
0
0
Rp. Rp. 4.090/Kg Rp. Rp. 4.333/Kg 4.548/Kg atau 10,54 % 4.200/Kg atau 17,10% atau 22,92 diatas HPP atau 13,52% diatas HPP % diatas diatas HPP (Rp. HPP (Rp. 3.700/Kg) 3.700/Kg)
117,11% a. Harga gabah kering panen a. Masih adanya kejadian harga GKP ditingkat petani yang a. Meningkatkan informasi (GKP) tingkat petani dibawah HPP (Rp. 3.700/kg), yaitu di Sulteng (Okt-Nov Rp. harga gabah di bawah HPP berdasarkan data panel harga 3.000-3.500/Kg), Sulut (Mgg III Okt, Mgg I, II, IV Nov Rp. ke Perum Bulok untuk pangan di 22 provinsi sentra 3.000-3.500/Kg) dan Sumsel (Mgg II dan IV Okt Rp. 3.660dilakukan penyerapan produksi padi 3.667/Kg). gabah/beras
PENETAPAN KINERJA (PK)/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK)
REALISASI TRIWULAN TARGET
I
II
III
KEMAJUAN PELAKSANAAN (%)
IV
KET
PERMASALAHAN
b. Rata-rata harga GKP tingkat b. Terjadi disparitas harga gabah yang cukup besar antar petani pada TW IV (Okt-Des) wilayah (Rp. 3.150/Kg s/d Rp. 5.324/Kg) yg membuat sebesar Rp. 4.333/kg atau koefisien variasi (CV) lebih besar dari 10% sedang CV 17,10% diatas HPP (Rp. antar waktu relatif rendah/stabil (<5%), kecuali di Provinsi 3.700) Sulteng 6,73%,dan Kalteng 5,80%.
TINDAK LANJUT b.
Meningkatkan arus pelaporan data harga gabah dari daerah (kab/prov) ke tingkat pusat
c. Harga GKP Triwulan III c. Masih ada kab/prov yang belum mengirimkan data mengalami kenaikan tiap bulan perkembangan harga gabah secara rutin (mingguan) ke : Juli p. 4.113/Kg, Agustus p. Pusat sehingga data mingguan atau bulanan tidak tersedia 4.203/Kg, dan Sept p. 4.285/Kg d. Harga GKP pada TW IV mengalami kenaikan dibanding TW III karena sdh lewat masa panen
e. Harga GKP pada TW IV mengalami kenaikan tiap bulan Okt Rp. 4.313/Kg, Nov Rp. 4.330/Kg dan Des Rp. 4.355/Kg f. Kisaran harga GKP tingkat petani Okt-Des sebesar Rp. 3.150- Rp. 5.324/Kg, dengan harga tertinggi di Prov. Kalteng (43,90% diatas HPP) dan terendah di Sulteng(14,86% dibawah HPP)
g. Harga GKP Triwulan IV relatif stabil dengan coefisien variasi (CV) 0,48%, namun disparitas antar wilayah relatif besar yaitu 0,46-6,73% dengan Prov Jabar paling stabil dan Prov Sulteng paling fluktuasi
1 Jumlah Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Gapoktan)
Jumlah Lumbung Pangan Masyarakat (Unit)
Jumlah Usaha Pangan Masyarakat (UPM)/TTI (Gap/TTI)
303 Gapoktan
25
193
269
287
95,00%
sebanyak 16 Gapoktan tdk mencaikan
Penghematan Anggaran sehingga tidak dicairkan
Dana dikembalikan
54 Lumbung
0
22
47
51
94,00%
sebanyak 3 lumbung tdk mencairkan
(1) Sebanyak 2 unit lumbung di prov. Lampung dan 1 unit di Pov. Sumut tidak mencairkan dananya karena tdk memenuhi persyaratan
Dana dikembalikan
287
473/874
Prov. Kep. Riau mengembalikan dananya krn Gapoktannya tdk memenuhi persyaratan
untuk efisiensi biaya pengiriman maka dilakukan penambahan TTI sehingga realisasi melebihi target
500/1.000 Gap/TTI
473/989 493/1320
98.60% / 132.20%
PENETAPAN KINERJA (PK)/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) 2 Panel Harga Pangan Nasional dan Pemantauan Harga dan Pasokan Pangan (HBKN)
D
Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen (Cv)
REALISASI TRIWULAN TARGET 35 Lap
< 10%
I
II
III
0
0
CV=2,64% CV=0,41%
KEMAJUAN PELAKSANAAN (%)
IV
0
35
100%
CV = 0,30% CV = 0,16%
KET
PERMASALAHAN
TINDAK LANJUT
Kegiatan yang sudah dilaksanakan adalah Rakor dalam memghadapai HBKN, Laporan keseluruhan kegiatan baru dilaporkan akhir tahun. Sedangkan laporan hasil rakor dalam rangka HBKN secara rutin dilaporkan kepada pimpinan
100% a. Berdasarkan data BPS, CV a. harga Beras Umum tingkat eceran sebesar 0,16%, sedang harga beras termurah CV 0,05% yang menunjukkan harga sangat stabil. CV harga beras Tri IV lebih tinggi dibanding Tri III karena bukan musim panen.
1. Meskipun harga stabil, namun stabil pada harga tinggi. Harga beras umum bulan Okt-Des 2016 rata-rata Rp 13.180/Kg, dengan rincian bulanan Rp 13.153/Kg, Rp 13.185/Kg, dan Rp 13.201/Kg.
Memantapkan stabilitas pasokan beras ke tingkat pedagang agar harga tetap stabil.
b. Rincian nilai cv bulan Okt-Des b. Harga beras termurah juga stabil tinggi, rata-rata Rp beras umum masing-masing 10.376/kg, dengan rincian bulanan Rp 10.375/kg, dan Rp 0,02%, 0,02%, dan 0,07%, 10.376/kg. sedang beras termurah 0,08% dan 0,02%.
Panel Harga Pangan Nasional dan Pemantauan Harga dan Pasokan Pangan (HBKN)
CV = 0,32% CV = 0,39%
CV=0,12%
CV=0,16%
100%
a. Berdasarkan data BPS, CV a. harga beras umum tingkat eceran sebesar 0,16%, sedang harga beras termuah CV 0,05% yang menunjukkan harga sangat stabil, CV harga beras TW IV karena bukan musim panen
Meskipun harga stabil, namun stabil pada harga yang tinggi. Harga beras medium pada bulanOkt-Des 2016 ratarata Rp. 13.180/Kg, dengan rincian bulanan masing-masing Rp. 13.153/Kg, Rp. 13.185/Kg, dan Rp. 13.201/Kg.
Memantapkan stabilitas pasokan beras ke tingkat pedagang agar harga tetap stabil
b. Rincian nilai CV beras bln Juli- b. Harga beras termurah juga stabil tinggi, rata-rata Rp. Sept beras umum masing10.376/Kg dengan rincian bulanan Rp. 10.373/Kg, dan Rp. masing 0,06%, 0,17%, dan 10.376/Kg 0,01% sedang beras termurah 0,04%, 0,14%, dan 0,04%
1 Jumlah Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Gapoktan)
2 Jumlah Lumbung Pangan Masyarakat (Unit)
3 Jumlah Usaha Pangan Masyarakat (UPM)/TTI (Gap/TTI)
303 Gapoktan
25
193
269
287
95,00%
sebanyak 16 Gapoktan tdk mencaikan
Penghematan Anggaran sehingga tidak dicairkan
Dana dikembalikan
54 Lumbung
0
22
47
51
90,00%
sebanyak 3 lumbung tdk mencairkan
(1) Sebanyak2 unit lumbung di prov. Lampung dan 1 unit di Pov. Sumut tidak mencairkan dananya karena tdk memenuhi persyaratan
Dana dikembalikan
287
473/874
473/989
Prov. Kep. Riau mengembalikan dananya krn Gapoktannya tdk memenuhi persyaratan
untuk efisiensi biaya pengiriman maka dilakukan penambahan TTI sehingga realisasi melebihi target
497/1.086 Gap/TTI
95.17% / 91,06%
PENETAPAN KINERJA (PK)/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK)
REALISASI TRIWULAN TARGET
4 Panel Harga Pangan Nasional dan Pemantauan Harga dan Pasokan Pangan (HBKN)
E
F
Konsumsi Energi (Kkal/Kap/hr) 1 Jumlah Pemberdayaan Pekarangan Pangan (Desa)
35 Lap
I
II
0
III 0
0
35
2,040 Kkal/Kap/hr 4.894 revisi jd 4.869
Desa
100,00%
KET
PERMASALAHAN
TINDAK LANJUT
sebanyak 45 kelompok tdk mencairkan dana antara lain prov. Aceh 4 kel, Sumut 5 Kel, Sumsel 3 kel, Subar 1 kel, Bengkulu 1 kel, Jatim 8 kel, Kelsel 5 kel, Kalteng 3 kel, NTB 10 kel, Sulut 1 kel, Malut 1 kel, Papua 3 kel
(1) Tidak lolos verifikasi, (2) ada konflik di dalam kelompok; (3) Lokasi kelompok jauh sehingga sulit utk dilakukan pembinaan; (4) Kepala desa tidak mau krn terlalu ketat pengawasannya; (5) ada konflik dengan kepala desa
akan dilakukan perbaikan pada kegiatan tahun 2017
sebanyak 45 kelompok tdk mencairkan dana antara lain prov. Aceh 4 kel, Sumut 5 Kel, Sumsel 3 kel, Subar 1 kel, Bengkulu 1 kel, Jatim 8 kel, Kelsel 5 kel, Kalteng 3 kel, NTB 10 kel, Sulut 1 kel, Malut 1 kel, Papua 3 kel
(1) Tidak lolos verifikasi, (2) ada konflik di dalam kelompok; (3) Lokasi kelompok jauh sehingga sulit utk dilakukan pembinaan; (4) Kepala desa tidak mau krn terlalu ketat pengawasannya; (5) ada konflik dengan kepala desa
akan dilakukan perbaikan pada kegiatan tahun 2017
Kegiatan yang sudah dilaksanakan adalah Rakor dalam memghadapai HBKN, Laporan keseluruhan kegiatan baru dilaporkan akhir tahun. Sedangkan laporan hasil rakor dalam rangka HBKN secara rutin dilaporkan kepada pimpinan
2147 0 3.500
2 Jumlah Pemantauan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (Lokasi)
35 Lokasi
5
10
3 Jumlah Lokasi Gerakan Diversifikasi Pangan (Lokasi)
35 Lokasi
1
1
Konsumsi Protein (Gram/Kap/hr 1 Jumlah Pemberdayaan Pekarangan Pangan (Desa)
KEMAJUAN PELAKSANAAN (%)
IV
4,753
4,824
99,07%
10
35
100%
35
100%
4,753
4,824
99,07%
56,40 gram/kap/hr 4.894 revisi jd 4.869
Desa
0 3.500
2 Jumlah Pemantauan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (Lokasi)
35 Lokasi
5
10
12
35
100%
3 Jumlah Lokasi Gerakan Diversifikasi Pangan (Lokasi)
35 Lokasi
1
1
28
35
100%
PENETAPAN KINERJA (PK)/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) G
Skor PPH Konsumsi 1 Jumlah Pemberdayaan Pekarangan Pangan (Desa)
H
I
II
III
KEMAJUAN PELAKSANAAN (%) 86
IV
86,2 4.894 revisi jd 4.869
Desa
0 3.500
4,753
4,824
99,07%
KET
PERMASALAHAN
TINDAK LANJUT
sebanyak 45 kelompok tdk mencairkan dana antara lain prov. Aceh 4 kel, Sumut 5 Kel, Sumsel 3 kel, Subar 1 kel, Bengkulu 1 kel, Jatim 8 kel, Kelsel 5 kel, Kalteng 3 kel, NTB 10 kel, Sulut 1 kel, Malut 1 kel, Papua 3 kel
(1) Tidak lolos verifikasi, (2) ada konflik di dalam kelompok; (3) Lokasi kelompok jauh sehingga sulit utk dilakukan pembinaan; (4) Kepala desa tidak mau krn terlalu ketat pengawasannya; (5) ada konflik dengan kepala desa
akan dilakukan perbaikan pada kegiatan tahun 2017
2 Jumlah Pemantauan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (Lokasi)
35 Lokasi
5
10
12
35
100%
3 Jumlah Lokasi Gerakan Diversifikasi Pangan (Lokasi)
35 Lokasi
1
1
28
35
100%
seluruh kegiatan sudah dilaksanakan
4 Jumlah model pengembangan pangan pokok lokal (Unit)
30 Unit
0
0
24
30
100%
Sudah tersalurkan
5 Jumlah hasil analisis pola dan kebutuhan konsumsi pangan (Rekomendasi)
35 Lap
0
0
0
33
94,30%
10 %
0
0
10%
26,04%
260%
Kegiatan di pusat dan daerah, terjadi peningkatan produk pengan yg tersertifikasi melebihi target dari 10% terealisasi 26,04%
1 Jumlah Lokasi Gerakan Diversifikasi Pangan (Lokasi)
35 Lokasi
1
1
28
35
100%
seluruh kegiatan sudah dilaksanakan
2 Jumlah rekomendasi pengawasan keamanan dan mutu pangan (Rekomendasi)
86 Lokasi
0
0
8
86
100%
≥ 80%
0
0
0
99,61%
125%
pengujian sampel dilakukan di pusat dan daerah, uji lab residu 99,61%, logam berat 100%
1 Jumlah Lokasi Gerakan Diversifikasi Pangan (Lokasi)
35 Lokasi
1
1
28
35
100%
seluruh kegiatan sudah dilaksanakan
2 Jumlah rekomendasi pengawasan keamanan dan mutu pangan (Rekomendasi)
86 Lokasi
0
0
8
86
100%
Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi (%)
I
REALISASI TRIWULAN TARGET
Tingkat Keamanan Pangan Segar yang Diuji (%)
Lampiran 9. Rata-rata Harga Beras di Tingkat PUPM dan TTI Tahun 2016
NO
PROVINSI
RATA-RATA HARGA BERAS PUPM TTI (Rp/Kg)
(Rp/Kg)
1
Aceh
9,049
7,741
2
Bali
8,844
7,917
3
Banten
8,005
7,655
4
Bengkulu
8,981
7,767
5
D I Yogyakarta
8,390
7,642
6
Gorontalo
8,871
7,767
7
Jambi
8,500
7,567
8
Jawa Barat
8,563
7,706
9
Jawa Tengah
8,227
7,648
10
Jawa Timur
8,060
7,617
11
Kalimantan Barat
9,847
7,871
12
Kalimantan Selatan
8,634
8,107
13
Kalimantan Tengah
9,961
7,963
14
Lampung
8,015
7,747
15
Nusa Tenggara Barat
8,403
7,722
16
Sulawesi Selatan
7,841
7,559
17
Sulawesi Tengah
7,869
7,500
18
Sulawesi Tenggara
7,830
7,523
19
Sulawesi Utara
8,573
7,767
20
Sumatera Barat
10,768
10,543
21
Sumatera Selatan
7,605
7,433
22
Sumatera Utara
9,451
7,762
RATA-RATA NASIONAL
8,649
7,842
Sumber : Sekretariat TTI, Badan Ketahanan Pangan
109
Lampiran 10. Transaksi Kegiatan Gapoktan Dan TTI Di 32 Provinsi sampai Minggu ke-4 (29 Desember 2016) Ton Akumulasi Sept s.d Kamis, 29 Desember Kamis, 29 Desember 2016 (satu hari) 2016 Volume Kumulatif Provinsi Total Beli Penjualan Stok Beras Volume Gabah Beras Tingkat TTI Beli Gabah Dari Tingkat Dari Petani Petani TTI Wilayah I 10.25 7.63 81.06 97.10 Riau 61.31 11.27 838.11 247.91 Jambi Kepulauan Bangka 51.13 4.22 149.32 50.72 Belitung 97.58 70.97 2,163.10 1,159.77 Lampung 94.67 1,078.71 3,786.00 1,881.16 Jawa Tengah Kalimantan 3.54 266.75 103.96 Timur Sulawesi 17.97 172.32 48.76 Tengah 4.14 Papua Barat Total Wilayah 314.94 1,194.31 7,456.66 3,593.51 I Wilayah II 197.78 133.19 4,726.44 2,689.24 Jawa Barat 0.79 0.13 63.12 37.08 Bali Kalimantan 18.58 12.07 537.43 285.15 Selatan Nusa 27.16 5.71 936.07 493.71 Tenggara Barat Sulawesi 106.15 31.49 3,347.61 686.22 Selatan Total Wilayah 350.47 182.60 9,610.66 4,191.38 II Wilayah III 42.47 7.72 213.54 122.81 Aceh Sumatera 84.00 24.38 1,479.72 938.70 Utara Sumatera 0.30 1.65 75.46 18.95 Selatan
Kamis, 29 Desember 2016 (satu hari) Provinsi
Kalimantan Barat Nusa Tenggara Timur Gorontalo Sulawesi Tenggara Maluku Papua Total Wilayah III Wilayah IV Sumatera Barat Kepulauan Riau Bengkulu Banten DI Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Barat Sulawesi Utara Maluku Utara Total Wilayah IV Grand Total
Volume Beli Gabah Dari Petani
Stok Beras Tingkat TTI
Akumulasi Sept s.d Kamis, 29 Desember 2016 Kumulatif Total Penjualan Volume Beras Beli Gabah Tingkat Dari Petani TTI
8.61
0.31
358.08
142.96
2.91
4.32
176.84
77.42
28.67
1.02
245.04
243.92
11.18
2.29
314.58
239.98
1.96 -
13.08 0.20
13.76 50.89
183.39 102.79
180.10
54.98
2,927.91
2,070.93
23.18
7.72
436.81
213.60
-
-
-
-
18.30 87.09 2,723.00
1.91 87.65 1.91 478.89
619.87 2,213.49 984.00 11,998.80
148.04 924.58 412.21 5,947.02
147.70
2.00
350.10
196.69
89.96 159.11 -
5.10 1.09 1.18
124.00 689.64 351.72
81.78 157.45 78.09
3,248.35
587.44
17,768.44
8,159.44
4,093.85
2,019.33
37,763.67
18,015.26
Keterangan :
Laporan dari 23 provinsi diluar DKI Jakarta
Sumber: SITANI-BKP (2016)
111
Lampiran 11. Uraian Data Konsumsi Energi dan Protein Tahun 2016 Energi Protein Gram Kkal/Hari Gram/Hari Per Hari 1274,0 28,9 320,4 1. Padi-Padian 967,1 22,7 276,8 Beras 11,4 0,3 5,1 Jagung 295,5 5,8 38,6 Terigu 49,5 0,5 38,1 2. Umbi-umbian 25,1 0,2 18,2 Singkong 14,4 0,1 10,3 Ubi Jalar 4,2 0,1 7,2 Sagu 4,3 0,0 1,2 Kentang 1,6 0,0 1,2 Umbi Lainnya 211,5 19,3 102,0 3. Pangan Hewani 12,7 0,7 5,1 Daging Ruminansia 68,6 5,2 20,1 Daging Unggas 27,4 2,2 17,9 Telur 41,3 1,6 7,3 Susu 61,5 9,6 51,6 Ikan 264,7 0,0 26,3 4. Minyak dan Lemak 6,8 0,0 0,7 Minyak Kelapa 257,9 0,0 25,6 Minyak Lainnya 0,0 0,0 0,0 Margarin 42,1 0,5 5,1 5. Buah/Biji Berminyak 36,3 0,3 4,5 Kelapa 5,8 0,2 0,6 Kemiri 60,1 6,0 21,7 6. Kacang-kacangan 55,9 5,8 20,9 Kacang Kedelai 4,2 0,2 0,8 Kacang Tanah 0,0 0,0 0,0 Kacang Hijau 0,0 0,0 0,0 Kacang lain 111,4 0,1 22,6 7. Gula 100,6 0,0 20,5 Gula Pasir 10,8 0,1 2,1 Gula Merah 96,5 3,6 203,5 8. Sayur dan Buah 50,2 3,2 133,9 Sayur 46,2 0,5 69,5 Buah 37,1 1,3 73,4 9. Lain-lain 32,0 1,1 66,7 Minuman 5,0 0,2 6,8 Bumbu Sumber : Susenas 2016, BPS diolah dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP Komoditas
Kilogram Per Tahun 117,0 101,0 1,8 14,1 13,9 6,6 3,8 2,6 0,4 0,5 37,2 1,9 7,3 6,5 2,7 18,8 9,6 0,3 9,3 0,0 1,9 1,6 0,2 7,9 7,6 0,3 0,0 0,0 8,2 7,5 0,8 74,3 48,9 25,4 26,8 24,3 2,5
112
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 Lampiran 8. Dukungan Instansi Lainnya No 1.
Kementerian/Eselon I Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Kegiatan • •
2
Kementerian Keuangan
•
3
Kementerian Dalam Negeri
• •
•
4
Kementerian Perdagangan
• • •
5
Kementerian Perindustrian
• • • •
Alokasi dana khusus untuk diversifikasi dan konsumsi pangan Percepatan penerbitan Inpres Pangkin (Pangan untuk Masyarakat Miskin) Alokasi dana khusus untuk diversifikasi dan konsumsi pangan Subsidi untuk daerah rawan pangan Kebijakan pengawasan penetapan Peraturan pusat dan peraturan daerah terkait program diversifikasi pangan Mendukung upaya diversifikasi melalui program Penyediaan Makanan Tambahan – Anak Sekolah (PMT-AS) berbasis Sumber Daya Lokal Kebijakan penataan kerjasama pemasaran Mendorong sosialisasi/ promosi diversifikasi pangan kepada masyarakat Dukungan pelaksanaan kampanye diversifikasi pangan dalam rangka promosi pangan lokal/spesifik daerah melalui pameran pangan nusa Kebijakan pengembangan kompetensi inti industri nasional dan daerah terutama komoditas pertanian Dukungan pelatihan pengolahan pangan lokal bagi masyarakat/kelompok wanita dan peternakan Kebijakan pengembangan industry pengolahan pangan Dukungan pelatihan pengolahan pangan lokal bagi masyarakat/kelompok wanita Ketersediaan kapasitas, tarif dan kelancaran arus transportasi Peningkatan produksi komoditas pertanian di hutan produksi dan hutan kemasyarakatan
6
Kementerian Perhubungan
•
7
Kementerian Kehutanan
•
8
Kementerian Kelautan dan Perikanan
• • • •
Peningkatan produksi perikanan Kebijakanpenetapan score konsumsiikan Sosialisasi konsumsi ikan Litbang teknologi budidaya dan pengolahan
9
Bappenas
•
Koordinasi dan evaluasi kebijakan perencanaan program ketahanan pangan Dukungan perencanaan pembangunan infrastruktur dalam mendukung upaya diversifikasi pangan Dukungan kebijakan ekonomi makro (fiskal & moneter), misal subsidi sarana pertanian untuk komoditas non beras Dukungan kebijakan pembiayaan tentang pertanian dan ketahanan pangan termasuk kerjasama dengan luar negeri
• •
•
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 No
Kementerian/Eselon I
10
Kementerian Koperasi dan UKM
Kegiatan • •
11
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
•
12
Kementerian Kesehatan
• •
13
Kementerian Riset dan Teknologi
• •
14
Kementerian Komunikasi dan Informasi
• •
Kebijakan penataan dan pengembangan kelembagaan kelompok usaha tani menjadi kelembagaan koperasi Dukungan modal/pinjaman bagi kelompok pengolahan pangan lokal dan pelatihan tentang pengolahan pangan lokal Kebijakan cinta pangan lokal dan diversifikasi pangan dalam kurikulum sekolah Kebijakan memasyarakatkan konsumsi pangan dengan prinsip gizi seimbang Kebijakan penetapan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan dan kebutuhan pangan perorangan menurut kelompok umur Kebijakan pemanfaatan teknologi tepat guna dalam memanfaatkan lahan Pengembangan teknologi pangan untuk meningkatkan nilai tambah dalam rangka diversifikasi pangan Kebijakan memasyarakatkan diversifikasi pangan melalui media Meningkatkan kapasitas layanan informasi dan pemberdayaan potensi masyarakat
15
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
•
Kebijakan peningkatan peran perempuan melalui kelompok wanita tani
16
BPOM
•
Kebijakan pengawasan produk pangan olahan hasil pertanian Pengawasan produk pangan yang tidak aman dan tidak sehat Wacana dan arahan penentuan masa tanam dan jenis tanaman yang cocok di masing-masing daerah
• 17
BMKG
18
Kementerian Pertanian : a. Ditjen Tanaman Pangan
•
• •
b. Ditjen Hortikultura
• • •
c. Ditjen PPHP
•
Peningkatan produksi tanaman khusus tanaman pangan selain padi Sosialisasi/gerakan konsumsi pangan non beras dan non terigu sebagai alternatife sumber karbohidrat Peningkatan produksi dan budidaya hortikultura dan bimbingan teknis budi daya untuk kelompok wanita dalam pemanfaatan pekarangan Sosialisasi/gerakan konsumsi sayur dan buahbuahan Dukungan benih/bibit sayuran dan buah untuk kelompok wanita dalam pemanfaatan pekarangan Pengembangan produk olahan sebagai bahan pangan pilihan pengganti beras dan terigu
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 No
Kementerian/Eselon I
Kegiatan •
d. Sekretariat Jenderal
•
e. Badan Pertanian
•
Litbang
• • f. BPSDMP
•
• •
g. BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian)
•
•
h. BPSBP (Balai Pengawasan Sertifikasi Benih Pertanian) i. BPPTPH (Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura) j. BPPT (Badan Pengkajian dan Penerepan Teknologi
19
•
Dukungan pelatihan bagi kelompok/UMKM penghasil pangan lokal, pemberian bantuan alat untuk pengembangan produk olahan sebagai bahan pangan pilihan pengganti beras dan terigu, dukungan promosi dan pemasaran produk pengembangan pangan lokal melalui exhibition dan penyelenggaraan festival terkait pangan lokal Perizinan sarana/prasarana promosi diversifikasi pangan Teknologi tepat guna dalam optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan Teknologi pengayaan gizi melalui fortifikasi pangan dan pengolahan pangan yang bergizi tinggi dan bernilai ekonomi Dukungan teknologi peningkatan produksi hasil pekarangan dan pangan local Pelatihan bagi aparat, kelompok melalui penyuluh pertanian, serta penyuluhan di pedesaan terkait dengan pola konsumsi yang B2SA Penurunan konsumsi beras dan peningkatan PPH agar masuk dalam buku pintar penyuluhan Dukungan pelatihan bagi aparat, kelompok melalui penyuluh pertanian, serta penyuluhan di pedesaan untuk melakukan pendampingan terhadap kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan Teknologi tepat guna dalam optimalisasi pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis tepungtepungan Dukungan teknologi tepat guna dalam optimalisasi pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan, termasuk pengayaan nilai gizi pangan melalui fortifikasi pangan Penyediaan benih unggul dan bersertifikat baik benih tanaman pangan dan hortikultura
•
Penyediaan benih tanaman pangan dan hortikultura dalam mengelola pemanfaatan pekarangan
•
Adopsi teknologi pengolahan pangan (mesin penepungan, pembuatan mie) Dukungan teknologi tepat guna dalam kegiatan model pengembangan pangan pokok lokal (MP3L) di daerah dengan menghasilkan mesin pengolahan beras analog
•
Lembaga a. Perbankan
•
Pemberian modal usaha melalui kredit usaha atau pinjaman lunak dengan bunga rendah, khususnya pengolahan pangan lokal non beras dan non terigu
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 No
20
Kementerian/Eselon I
Kegiatan
b. Swasta
•
c. BUMN
•
TP PKK
• • • •
21
Perguruan Tinggi
• • •
22
Pemda (Prov, Kab/kota)
•
• • • • •
23
Instansi terkait dalam jejaring Keamanan Pangan Nasional (JKPN) dan Daerah (JKPD)
•
Mempromosikan diversifikasi konsumsi pangan melalui media cetak/elektronik, event organizer, dan lain-lain penyediaan bahan baku yang mendukung usaha pertanian membantu promosi diversifikasi pangan Mensosialisasikan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman (B2SA) berbasis sumber daya lokal Pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga melalui program HATINYA (Halaman, Asri, Teratur, Indah dan Nyaman) PKK Partisipasi aktif dalam kegiatan KRPL dan pangan lokal melalui keteladanan, misal : istri Gubernur, Bupati, dll Mitra dalam pengadaan konsultansi, penyediaan tenaga tim ahli, penyelenggaraan kajian penelitian dan pengembangan konsumsi pangan Inovasi teknologi dan hasil penelitian Penyebarluasan teknologi serta pengembangan teknologi yang mendukung diversifikasi pangan Tindak lanjut Perpres No 22 tahun 2009 tentang kebijakan Percepatan P2KP Berbasis Sumber Daya Lokal dengan menerbitkan Pergub, Perbup/Perwali termasuk Surat Edaran atau Himbauan Dukungan kebijakan untuk turut melaksanakan amanat UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan Penguatan kelembagaan ketahanan pangan termasuk penyuluhan Pelatihan bagi aparat dan kelompok terhadap kegiatan pengembangan pangan lokal - pangan olahan – pekarangan Kebijakan pengaturan fungsi lahan/tata guna lahan Mendirikan usaha/badan usaha yang mendukung peningkatan ketahanan pangan, misal pabrik mocaf untuk menampung hasil panen pangan lokal dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Pelatihan, kajian, kampanye dan promosi, pembinaan, dan pengawasan Keamanan Pangan secara terpadu
116
BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN JL. Harsono RM No. 3 Pasar Minggu Jakarta Selatan Tahun 2017