KESALEHAN SOSIAL DALAM FILM PENJURU 5 SANTRI
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh: RINA YUSRINA NIM. 1111051000121
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
ABSTRAK Nama : Rina Yusrina NIM : 1111051000121 Kesalehan Sosial dalam Film Penjuru 5 Santri Film merupakan karya seni kolektif dan kolaboratif. Banyak film yang berusaha menyajikan tontonan yang sifatnya mengandung unsur-unsur informasi dan hiburan. Film Penjuru 5 Santri merupakan salah satu film yang sarat akan hal tersebut. Baik dari segi isi cerita maupun visual pengadeganan dari film tersebut. Penjuru 5 Santri, sebuah film drama religi yang di sutradarai oleh Wimbadi JP ini, memberikan nilai-nilai kesederhanaan dalam kehidupan dan pantang menyerah dengan segala kondisi yang terbatas. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk menjawab pertanyaan. Bagaimana makna kesalehan sosial dalam Film Penjuru 5 Santri dilihat dari denotasi, konotasi, dan mitos? Kemudian apa pesan dominan dalam kerangka kesalehan sosial di film penjuru 5 santri? Makna kesalehan sosial dalam film penjuru 5 santri jika dilihat dari segi denotasi disampaikan melalui kehidupan masarakat desa selopang ngulon dan Pesantren Budaya Ilmu Giri khususnya, lalu jika dipandang dari segi konotasi penyampaian makna kesalehan sosial dalam film ini ditunjukan melalui adeganadegan yang menandakan sikap kesalehan sosial dan terakhir makna kesalehan sosial dari segi mitos disampaikan sesuai dengan ajaran-ajaran budaya islam dan budaya bangsa Indonesia Dalam hal ini, penelitian menggunakan teori semiotika Roland Barthes yang menjelaskan makna denotasi, konotasi dan mitos. penelitian dapat lebih memahami pesan atau simbol yang terkadung dalam dialog, pengambilan gambar dan gerak para pemain Film Penjuru 5 Santri. Mengenai teori semiotika Roland Barthes memberi titik tekan pada makna denotasi, konotasi, dan mitos. makna denotasi adalah interaksi antar signifer dan signified dalam sign, dan antara sign dengan objek dalam realitas. Makna konotasi adalah interaksi yang muncul ketika sign bertemu dengan perasaan atau emosi pembaca. Sedangkan mitos dalam pengertian Roland Barthes adalam pengkodeaan makna dan nilai-nilai sosial sebagai sesuatu yang dianggap ilmiah. Pesan dominan dalam kerangka kesalehan sosial dalam Film Penjuru 5 Santri yaitu pembahasan mengenai kesalehan sosial dalam aktivitas sosial dan politik yaitu sikap kepedulian, karena perwujudan dari kesalehan dalam berhubungan dengan Allah dan Rosul-Nya. Dengan eksistensi kita di dalam kehidupan rumah tangga dan bermasyarakat dalam ruang lingkup terkecilterdekat. Jadi kesalehan sosial dalam film penjuru 5 santri menunjukan hubungan yang mengatur antara manusia dengan manusia lainnya dan tidak lupa juga untuk mengutamakan hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Kata kunci: kesalehan sosial, film, penjuru 5 santri
i
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah. Puji syukur yang tak terhingga atas nikmat yang luar biasa yang diberikan oleh Allah SWT kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyusun dan merampungkan skripsi ini. Hambatan serta rintangan yang ada selama proses penyusunan skripsi ini juga merupakan suatu hadiah yang luar biasa dari-Nya. Karena tanpa hambatan dan rintangan mustahil skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam tak lupa penulis limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita mendapatkan syafaatnya diakhirat nanti. Skripsi yang berjudul “Kesalehan Sosial dalam Film Penjuru 5 Santri” ini disusun guna memenuhi sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwan dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga karya ini menjadi salah satu bentuk pembelajaran. Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menyadari banyak pihak yang telah memberi dukungan, baik berupa moril maupun materil. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarmya dan penghargaan setulusnya kepada:
ii
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Wakil dekan 1 Suparto, M.Ed. Ph.D, Wakil Dekan II Dr. Roudhonah, M.Ag, Wadek III Dr. Suhaimi, M.Si. 3. Drs. Masram, M.Ag dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 4. Drs. Jumroni, M.Si sebagai Dosen Penasehat Akademik KPI D angkatan 2011, yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan proposal skripsi 5. Ade Rina Farida, M.Si dosen pembimbing yang sangat membantu penulisan skripsi ini. 6. Maman Poniman, ayah penulis yang selalu memberi motivasi dan dukungan yang penuh untuk mendapatkan gelar S1, bahkan tanpa mengenal lelah mengantarkan penulis sampai pada bangku kuliah. Semua yang penulis dapatkan selama ini, sepenuhnya dipersembahkan kepada beliau. 7. Ruhaenah, ibunda penulis dalam mendukung segala kebutuhan serta tak lelah mengingatkan penulis agar tidak meninggalkan sholat, dan mengirimkan doa-doa. Juga kepada Rani Fitriani dan Dini Mardiani, SE, dua kakak penulis.
iii
8. Seluruh dosen yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis dari semester I hingga semester VIII. Semoga ilmu yang diberikan menjadi amal baik di akhirat kelak. Amin. 9. Mas Wimbadi JP selaku Sutradara dan Penulis Skenario Film Penjuru 5 Santri yang telah bersedia membantu saya dalam proses wawancara di Plazza Tamini Square. 10. Pak Hari Purnomo selaku Co Produses Film Penjuru 5 Santri yang telah bersedia meminjamkan kaset Betamax SP selama proses penelitian. 11. Faiz Mubarrok, yang selalu menyemangati dan membantu penulis tanpa batas untuk menyelesaikan skripsi ini. 12. Seluruh teman-teman di KPI D 2011, yang selalu menemani dan berdiskusi dalam belajar.
Jakarta, 3 Juli 2015
Rina Yusrina
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................. KATA PENGANTAR ............................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................... B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................... C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ........................ D. Metodologi Penelitian ....................................................... 1. Metode Penelitian ...................................................... 2. Objek Waktu dan Tempat Penelitian ......................... 3. Teknik Pengumpulan data .......................................... 4. Teknik Analisis Data .................................................. E. Tinjauan Pustaka ...............................................................
i ii v vii viii
1 5 6 7 7 8 8 10 10
BAB II LANDASAN TEORI A. Film .................................................................................. 1. Pengertian Film .......................................................... 2. Film Sebagai Media Dakwah ..................................... 3. Karakteristik Film ...................................................... 4. Jenis-jenis Film .......................................................... 5. Unsur-Unsur Film ...................................................... B. Analisi Semiotika ............................................................. 1. Pengertian Semiotika ................................................. 2. Semiotika Ferdinan De Sausure ................................. 3. Semiotika Charles Sanders Pierce.............................. 4. Semiotika Roland Barthes .......................................... C. Kesalehan Sosial ............................................................. 1. Seputar Kesalehan Sosial ........................................... 2. Pengertian Kesalehan Sosial ...................................... 3. Bentuk-bentuk Kesalehan Sosial ...............................
13 13 14 17 18 20 20 20 23 24 25 31 31 32 34
BAB III GAMBARAN UMUM FILM PENJURU 5 SANTRI A. Sekilas tentang Penjuru 5 Santri ...................................... B. Tim Produksi Film Penjuru 5 Santri ................................ C. Profil Sutradara Film Penjuru 5 Santri ............................. D. Profil Pemain Film Penjuru 5 Santri ................................
39 40 41 44
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Makna Denotasi Konotasi dan Mitos ............................... 1. Kesalehan Sosial dalam Aktivitas Sosial-Politik .......
48 48
v
2. Kesalehan Sosial dalam Ilmu dan Budaya ................. 79 3. Kesalehan Sosial dalam Harmoni-Sosial ................... 94 B. Dominasi sikap Kesalehan Sosial dalam Film Penjuru 5 Santri ........................................................................................... 118 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...................................................................... B. Saran................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
120 122 123
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tim Produksi Film Penjuru 5 Santri ............................. Tabel 3.1 Sceen 1 Bersikap Terbuka ............................................ Tabel 3.2 Sceen 2 Bersikap Terbuka ............................................ Tabel 3.3 Sceen 3 Berjiwa Lapang ............................................... Tabel 3.4 Sceen 4 Kepedulian ...................................................... Tabel 3.5 Sceen 5 Kepedulian ...................................................... Tabel 3.6 Sceen 6 Kepedulian ...................................................... Tabel 3.7 Sceen 7 Kepedulian ...................................................... Tabel 3.8 Sceen 8 Menuntut Ilmu ................................................. Tabel 3.9 Sceen 9 Menuntut Ilmu ................................................. Tabel 3.10 Sceen 10 Menuntut Ilmu ............................................. Tabel 3.11 Sceen 11 Berjiwa Seni ................................................ Tabel 3.12 Sceen 12 Berjiwa Seni ................................................ Tabel 3.13 Sceen 13 Bersikap Hormat ......................................... Tabel 3.14 Sceen 14 Bersikap Hormat ......................................... Tabel 3.15 Sceen 15 Konservasi Sumber Daya Alam .................. Tabel 3.16 Sceen 16 Pendidikan dan Pelatihan ............................ Tabel 3.17 Sceen 17 profesionalisme ...........................................
vii
40 48 51 55 58 65 71 75 79 82 85 88 90 94 98 102 107 113
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Dosen Pembimbing Lampiran 2 Surat Izin Penelitian Lampiran 3 Surat Bukti Wawancara Lampiran 4 Cover Film Penjuru 5 Santri Lampiran 5 Wawancara Pribadi dengan Sutradara di Plaza Tamini Square Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi keharusan bahwa setiap muslim mempunyai tugas dan kewajiban mulia untuk menyampaikan dakwah kepada orang lain, sesuai dengan pengertian dakwah itu sendiri ialah mendorong atau mengajak manusia dengan hikmah untuk melakukan kebajikan, kebaikan serta mengikuti petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya, menyuruh mereka berbuat baik serta melarang mereka melakukan perbuatan mungkar, agar memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan dunia akhirat.1 Kehadiran media komunikasi adalah salah satu yang dapat dimanfaatkan oleh umat islam sebaik-baiknya sebagai sarana peningkatan iman dan takwa, media komunikasi juga dapat digunakan untuk penyampaian pesan moral baik yang terkandung dalam islam maupun yang hanya disepakati oleh masyarakat. Oleh karena itu praktisi dakwah dituntut untuk bisa berinovasi melalui media alternatif dalam menyampaikan kesalehan sosial kepada masyarakat dan kebenaran islam. Kesalehan sosial hendaknya dikemas secara komprehensif seperti halnya film. Film merupakan salah satu hasil teknologi yang saat ini sangat berperan dalam kegiatan komunikasi. Kata film digunakan untuk segala sesuatu yang
1
Sutirman Eka Ardhana, Jurnalistik Dakwah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1995), hal.
10-11.
1
2
berhubungan dengan media massa. Film merupakan teknologi hiburan massa untuk menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan sekala luas, selain pers, radio, dan televisi.2 Film juga merupakan sesuatu yang unik dibandingkan dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap, penerjemahnya melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata, juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subjek yang tidak terbatas ragamnya. 3 Berkat unsur inilah film merupakan salah satu bentuk seni alternatif yang banyak diminati masyarakat, karena dengan mengamati secara seksama apa yang memungkinkan ditawarkan sebuah film melalui peristiwa yang ada dibalik ceritanya, film juga merupakan ekspresi atau pernyataan dari sebuah kebudayaan, serta mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang kadang kurang jelas terlihat dalam masyarakat.4 Film dapat memiliki pengaruh positif dan negatif, salah satu pengaruh positif yaitu pesan film yang disampaikan menanamkan nilai pendidikan, kebudayaan, kesalehan sosial, dan sebagainya. Di sisi lain film dapat memiliki pengaruh negatif terhadap penikmat film tanpa adanya penyeleksian film yang baik untuk diperlihatkan. Seperti yang banyak terjadi, belakangan ini terjadi kemerosotan moral pada masyarakat dikarenakan banyak beredar film yang tidak mempunyai manfaat.
Akibatnya banyak masyarakat yang tidak mau peduli
terhadap sesama dan hanya mementingkan kepentingan pribadinya masing2
Sean Mac Bried, Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan, Aneka Suara Satu Dunia (Jakarta: PN Balai Pustaka Unesco, 1983), hal 120. 3 Joseph M. Boggs, The Art of Watching Film, (terj) Asrul sani (Jakarta: Yayasan Citra Pusat Perfilman Haji Usman Ismail, 1986), hal. 5. 4 Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat: Sebuah Pengantar (Jakarta: BP SDM Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1999), hal. 6.
3
masing atau individualis bahkan cenderung mengambil keuntungan pribadi dari beredarnya film-film tersebut. Ada beberapa film yang lebih banyak menampilkan sisi pornografi dan kekerasan untuk menarik simpati penonton dari pada makna isi cerita yang ingin disampaikan. Akibatnya banyak terjadi imbas negatif di kalangan masyarakat dari dewasa hingga anak-anak. Dewasa ini banyak terjadi kasus pelecehan seksual, pembunuhan, konflik agama, dan yang lebih parahnya penghinaan dan perendahan agama. Ini adalah penyakit mental yang terbentuk akibat dari kurang bermanfaatnya tontonan yang hadir dalam masyarakat. Sehingga bangsa ini membutuhkan revolusi dalam perbaikan mental, salah satunya dengan cara memasukan perilaku keshalehan sosial dalam setiap tatanan kehidupan. Melihat berbagai permasalahan tersebut di negara ini upaya-upaya penanaman perilaku kesalehan sosial perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki moral bangsa untuk bisa keluar dari krisis kemanusiaan. Salah satunya melalui media komunikasi yaitu film religi. Maraknya film-film dengan tema religi baik film layar lebar maupun film televisi merupakan fenomena yang telah lama hadir di dunia sinematografi Indonesia. Contohnya seperti film ayat-ayat cinta, ketika cinta bertasbih, wanita berkalung sorban, tanda tanya, dan yang terbaru assalamulaikum bejing. Semua film itu memang film religi dan menampilkan kesalehan sosial, tapi sisi kesalehan sosial dalam film tersebut hadir hanya untuk menjadi adegan hiburan semata dan lebih mengutamakan tema percintaan dua insan.
4
Kemudian hadirlah suatu film yang menjadikan ajaran kesalehan sosial sebagai tema utama. Yaitu film yang berjudul “Penjuru 5 Santri” suatu film bergenre drama religi yang mengisahkan tentang 5 sekawan yaitu Sabar, Wahyu, Slamet, Sugeng, dan Rahayu. Mereka tinggal di sebuah desa yang masih sangat asri bernama desa Selopamioro, yang letaknya 40 kilometer di selatan Yogyakarta.
meskipun 5 sekawan itu tinggal dalam kesederhanaan dan
keprihatinan, mereka tetap memiliki semangat yang tinggi untuk mencari ilmu. Selain mengajarkan pentingnya betaqwa kepada Allah SWT film ini juga menghadirkan pentingnya kepedulian terhadap sesama makhluk hidup melalui perilaku kesalehan sosial. Perilaku kesalehan sosial dalam film ini di sampaikan secara menarik, sopan, santun, dan penuh kasih sayang hal ini bisa kita lihat di dalam satu adegan di mana Dzawawi Imron (Kiai Landung) menyelamatkan Baron Hermanto (Orang Gila) dari kekerasan dan pelecehan yang dilakukan oleh anak-anak. Film ini tidak bersifat monoton karena film ini memiliki segmentasi yang luas dan bisa dinikmati oleh orang yang beragama selain Islam. Gambaran pesantren dalam film penjuru 5 santri dihadirkan tidak hanya sebagai wadah pendidikan agama, tetapi juga sekaligus menjadi pengaruh bagi masyarakat dan menjadi sarana untuk menjaga kebudayaan-kebudayaan lokal. Cerminan ini menepis persepsi masyarakat tetang dunia pesantren. yakni bahwa pesantren akan bisa menerima siapa saja dengan latarbelakang beragam. Kemudian kiai dalam film ini diperankan langsung oleh seorang kiai asli. Beliau adalah seorang kiai yang berasal dari Sumenep Madura dan mempunyai
5
Pondok Pesantren Budaya Ilmu Giri, selain itu beliau juga dikenal sebagai Sastrawan dan seorang ulama yang dihormati dikalangan masyarakat NU. Film ini juga menampilkan pandangan alam indonesia yang indah dan asri dengan gununggunung masih hijau, suasana perkebunan yang tenang, dan sungai-sungai yang masih jernih. Film ini mampu menghadirkan sisi lain masyarakat Indonesia. Dalam film ini sisi gotong royong mampu ditampilkan dengan sangat luar biasa. Berangkat dari fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan kajian lebih mendalam lagi tentang film “Penjuru 5 Santri” dalam rangka memahami makna kesalehan sosial. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah rangkaian gambar (adegan) dalam film Penjuru 5 Santri yang berkaitan dengan kesalehan sosial. Oleh karena itu dimulai dari keseluruhan alur cerita yang terkait dengan kesalehan sosial. 2. Rumusan Masalah Untuk memfokuskan penelitian, maka masalah dalam penelitian ini mengacu pada model semiotika yang peneliti gunakan yakni semiotika Roland Barthes, sehingga rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana makna kesalehan sosial dalam film penjuru 5 santri dilihat dari denotasi, konotasi, dan mitos? 2. Apa pesan dominan dalam kerangka kesalehan sosial di film penjuru 5 santri?
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada latar belakang yang telah dikemukakan, secara sepesifik tujuan penelitian ini adalah: Untuk mendeskripsikan makna kesalehan sosial dalam film penjuru 5 santri dilihat dari denotasi, konotasi, dan mitos. Serta untuk mengetahui pesan dominan dalam kerangka kesalehan sosial di film penjuru 5 santri. 2. Manfaat Penelitian Dari tujuan di
atas penulis berkeinginan agar penelitian ini
bermanfaat bagi peneliti sendiri dan masyarakat umumnya, dan adapun manfaat tersebut antara lain: a. Manfaat akademis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan konstribusi bagi pengembangan ilmu komunikasi, serta sebagai tambahan referensi pustaka, khususnya penelitian tentang analisis dengan minat pada kajian film dan semiotika. b. Manfaat praktis Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam membawa wawasan bagi para mahasiswa pada khususnya. Juga kepada kalangan teoritis serta praktis umumnya untuk lebih bisa mengartikan makna kesalehan sosial melalui semiotika. Selain itu,
7
peneliti ini juga diharapkan dapat memberikan kosa kata dan istilah yang digunakan dalam film. D. Metedologi Penelitian 1. Metode Penelitian Sebagai
penelitian
yang
berlandaskan
pada
paradigma
konstruksitivisme maka kecenderungan penelitian ini bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif dapat menunjukan pada penelitian tentang nilai-nilai ajaran agama, khususnya islam, hubungan sosial dan kebudayaan, pendidikan. Beberapa data dapat diukur melalui data densus, tetapi analisisnya adalah analisis data kualitatif. Beberapa peneliti memperoleh data
dengan
cara
interview
dan
observasi.
Teknik-tekniknya
menggabungkan secara normal dengan metode kualitatif.5 Penelitian kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang melandasi perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai katagorisasi tertentu.6 Dan penelitian ini bersifat kualitatif karena dalam pelaksanaanya lebih dititik beratkan pada pemaknaan teks, dari pada pemjumlahan kategori. Analisis ini tidak digunakan untuk mencari data frekuensi, akan tetapi untuk menganalisis dari data yang tampak, maka
5
Syamsir Salam, Metedologi Penelitian (Jakarta: Lembang Penelitian UIN Jakarta dan UIN jakarta Pers, 2006), hal. 30. 6 Burhan Bugin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 303.
8
analisis ini digunakan untuk memahami fakta dan bukan untuk menjelaskan fakta tersebut.7 2. Objek, waktu dan Tempat Penelitian Objek penelitian ini adalah rangkaian gambar film Penjuru 5 Santri. Penelitian ini berlangsung pada bulan Maret 2015 hingga bulan Juni 2015. Dengan menganalisis dari berita-berita dan observasi langsung ke Produksi House Cahaya Alam Film. 3. Teknik Pengumpulan Data Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode sebagai berikut: Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan secara menyeluruh dari adegan yang diambil dalam film Penjuru 5 Santri dan isi teks. a. Wawancara Wawancara adalah percakapan antara peneliti yaitu seseorang yang berharap mendapat informasi dan informan yaitu seorang yang diasumsikan mempunyai informasi langsung dari sumbernya.8 Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada Bpk Wimbadi JP, selaku sutradara film “Penjuru 5 Santri”. b. Observasi Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu
7
Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2006), hal. 33-34. 8 Rachmat Kriyanto, Teknik Praktisi Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2007), hal. 116.
9
utamanya selain panca indera lainnya seperti telinga, mulut, dan kulit. Yang dimaksud metode observasi adalah metode pengumpulan data untuk menghimpun data penelitian. Dalam arti bahwa data tersebut dapat dihimpun melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan panca indra.9 Pengamatan yang dilakukan peneliti adalah menonton film dan mengamati teliti dengan adegan-adegan yang di ambil. Kemudian mencatat, memilih dan menganalisanya.10 c. Dokumentasi Dokumentasi adalah suatu cara pengumpualn data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan bukan berdasarkan perkiraan. Metode ini hanya mengambil datadata yang sudah ada dan tersedia catatan dokumen.
11
Penulis
mengumpulkan data dari wawancara langsung dengan Sutradara Film Penjuru 5 Santri. Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang medukung analisis dan interpretasi data. Dokumentasi bisa berbentuk dokumen publik atau dokumen privat, melalui potongan film, buku-buku, dan media massa yang berhubungan dengan judul yang penulis angkat.
9
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif (jakarta: Prenada Media Group, 2005),
hal. 134. 10
Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hal. 83. 11 Basrowi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), hal. 158.
10
4. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes. Barthes menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk menunjukan tingkatan-tingkatan makna. Makna denotasi adalah makna tingkat pertama yang bersifat objektif yang dapat diberikan terhadap lambang-lambang, yakni dengan mengaitkan secara langsung antara lambang dengan realitias atau gejala yang ditunjuk. Kemudian makna konotasi adalah makna-makna yang diberikan pada lambanglambang yang mengacu pada nilai-nilai budaya yang karenanya berada pada tingkatan kedua. Bagi Barthes, teks yang pemaknaanya tidak cukup hanya dengan mengaitkan signifer dengan signified semata, namun harus juga dilakukan dengan memperhatikan susunan dan isi dari lambang. Karena hal ini maka pemaknaan
terhadap
lambang-lambang,
bagi
Barthes
selayaknya
dilakukan dengan mengkonstruksi lambang-lambang bersangkutan.12 E. Tinjauan Pustaka Untuk mempermudah proses pelaksanaan penelitian maka penulis akan menjadikan beberapa hasil penelitian yang telah pernah dilakukan sebagai acuan dan perbandingan sehingga penelitian yang akan penulis lakukan akan menjadi lebih baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Tinjauan kepustakaan yang penulis pilih antara lain:
12
164.
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif ( Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2007), hal.
11
1. “Representasi Moral Budaya Masyarakat Tiom (Papua) Dalam Film Di Timur Matahari” Nurul Rizki Salam NIM: 109051000154 Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta Skripsi tersebut penulis membahas mengenai moral budaya masyarakat tiom (papua) dalam film Di Timur dengan menggunakan metode semiotika. kesamaan metode yang digunakan yaitu analisis model Roland Barthes menjadi alasan penulis mengambil skripsi sebagai acuan. Tetapi tentu saja terdapat perbedaan dengan skripsi penulis, yaitu dari segi kasus yang diteliti dan media yang menjadi objek penelitinya. 2. “Analisi Semiotika Film Negeri 5 Menara” Amin Rois NIM: 10851000036 Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta Skripsi tersebut penulis menganalisi mengenai ukhuwah islamiyah dalam film Negeri 5 Menara secara denotasi dan konotasi. kesamaan metode yang digunakan yaitu analisis semiotika model Roland Barthes menjadi alasan penulis mengambil skripsi sebagai acuan. Tetapi tentu saja terdapat perbedaan dengan skripsi penulis, yaitu dari segi kasus yang diteliti dan media yang menjadi objek penelitinya. 3. “Analisis Semiotika Film 3 Doa 3 Cinta” M. Fikri Ghazali NIM: 206051003915 Mahasiswa Komunikasi Penyiaran UIN Jakarta
12
Skripsi tersebut penulis menganalisi mengenai potret kehidupan santri dan juga dunia islam dalam Film 3 Doa 3 Cinta secara denotasi dan konotasi. kesamaan metode yang digunakan yaitu analisis semiotika model Roland Barthes menjadi alasan penulis mengambil skripsi sebagai acuan. Tetapi tentu saja terdapat perbedaan dengan skripsi penulis, yaitu dari segi kasus yang diteliti dan media yang menjadi objek penelitinya.
BAB II LANDASAN TEORI A. Film 1. Pengertian film Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2009 tentang Perfilman pada Bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukan.1 Definisi film berbeda di setiap negaranya; di Perancis ada pembedaan antara film dan sinema. “Filmis” berarti berhubungan dengan film dan dunia sekitarnya, misalnya sosial politik dan kebudayaan. Kalau di yunani, film dikenal dengan istilah cinema, yang merupakan singkatan cinematograph (nama kamera dari Lumiere bersaudara). Cinemathograhpie secara harfiah berarti cinema (gerak), tho atau phytos adalah cahaya, sedangkan graphie berarti tulisan atau gambar. Jadi yang di maksud cinemathograpie adalah melukis gerak dengan cahaya. Ada juga istilah lain yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu movies; berasal dari kata move, artinya gambar bergerak atau gambar hidup.2 Jadi film merupakan salah satu media komunikasi massa. Dikatakan sebagai komunikasi massa karena merupakan bentuk komunikasi yang 1
Teguh Trianton, Film Sebagai Media Belajar (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hal. 1. Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), hal.
2
91.
13
14
menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, dalam arti berjumlah banyak, tersebar dimanamana, khalayaknya heterogen dan anonim, dan menimpulkan efek tertentu. Film dan televisi memiliki kemiripan, terutama sifatnya yang audio visual, tetapi dalam propses penyampaianya pada khalayak dan proses produksinya agak sedikit berbeda.3 2. Film sebagai media dakwah Secara Etimologi, kata dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu da‟a, yad‟u, da‟watan. Yang artinya menyeru, memanggil, mengajak menjamu.4 Menurut terminologis, mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT, untuk kemaslahatan dan kebahagian mereka didunia dan diakhirat.5 Dakwah mempunyai bermacam-macam bentuk yaitu: a. Dakwah bil Hikmah Dakwah bil Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.
3
Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, hal. 91. Toha Yahya Oemar, Ilmu Dakwah (Jakarta: Widjaja, 1983), hal. 1. 5 Toha Yahya Oemar, Ilmu Dakwah, hal. 1. 4
15
b. Dakwah Mauidzoh Hasanah Secara bahasa mauidzoh hasanah terdiri dari dua kata yaitu mauidzoh dan hasanah. Kata mauidzoh berasal dari kata wa‟adza ya‟idzu wa‟dzan yang berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan, sementara hasanah mempunyai arti kebaikan. Mauidzoh hasanah atau nasihat yang baik, maksudnya adalah memberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, yaitu petunjuk-petunjuk ke arah kebaikan dengan bahasa yang baik, dapat diterima, berkenan dihati, menyentuh perasaan, lurus dipikiran, menghindari sikap kasar, dan tidak mencari atau menyebut kesalahan audience sehingga objek dakwah dengan rela hati dan atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subjek dakwah. Jadi, dakwah bukan propaganda. c. Dakwah bil mujadalah Mujadalah adalah berdikusi dengan cara yang baik dari cara-cara berdiskusi yang ada. Mujadalah merupakan cara terakhir yang digunakan untuk berdakwah manakala kedua cara terakhir yang digunakan untuk orang-orang yang taraf berpikirnya cukup maju, dan kritis seperti ahli kitab yang memang telah memiliki akal ke agamaan dari para utusan sebelumnya. Oleh karena itu, Al quran juga telah memberikan perhatian khusus kepada ahli kitab, yaitu melarang berdebat dengan mereka kecuali dengan cara terbaik.6
6
Samsul Munir, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), hal.100.
16
Sebagai media komunikasi massa, film dapat memainkan peran dirinya sebagai saluran meanrik untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu dari dan untuk manusia, termasuk pesan-pesan keagamaan yang lazimnya disebut dakwah. Sebagai agama dakwah, Islam harus dapat dihadirkan secara bersahabat oleh para pemeluknya. Sebab pada giliranya, upaya penyebaran pesan-pesan keagamaan itu harus mampu menawarkan satu alternatif dalam membangun dinamika masa depan umat, dengan menempuh cara dan strategi yang lentur, kreatif, dan bijak.7 Maksud dari lentur adalah bahwa pesan dakwah bisa dimasukkan semua materi-materi keislaman, kreatif berarti menyampaikan semua materi-materi itu dengan inovasi-inovasi terbaru seperti melalui film, kemudian bijaksana disini artinya kita pun harus bijak memilih mana materi-materi yang pantas untuk disampaikan kepada masyarakat. Dan ini semua sesuai juga dengan metode dakwah bil hikmah yang menyampaikan pesan-pesan dakwah didorong dari kesadaran diri sendiri tanpa ada unsur-unsur yang mempengaruhi. Usaha penyampaian pesan-pesan keagamaan (Islam) lewat media tersebut menitikberatkan pada usaha yang bersifat penerangan dan motivasi. Tampaknya, kini film telah mampu merebut perhatian masyarakat. Lebihlebih setelah berkembang teknologi komunikasi massa yang dapat memberikan konstribusi bagi perkembanganya dunia perfilman. Film dan dakwah adalah semangat dalam menyampaikan pesan-pesan moral dan etika kehidupan. Jarak antara dua dunia kadang disikapi dua kutub 7
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Dakwah, teori, pendekatan, dan aplikasi (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012), hal. 114
17
yang kontroversial, padahal sebetulnya amat berdekatan, dan bahkan bisa menjalani hidup bersama. Lebih-lebih untuk film eksklusif yang sering ditayangkan televisi, seperti halnya kisah-kisah dari ayat suci Al-Quran. Selain bernilai dakwah, kedua film itu sekaligus mengajarkan para pemirsanya sejarah Islam pada periode kelahirnnya. 3. Karateristik Film Karakteristik film yang spesifik, yaitu layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan indentifikasi psikologis.8 a. Layar yang luas. Kelebihan media film dibandingkan dengan televisi adalah layar yang digunakan untuk pemutaran film lebih berukuran besar atau luas. Sehingga memberikan keleluasan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film. b. Pengambilan gambar. Dengan kelebihan film, yaitu layar yang besar, maka teknik pengambilan gambarnya dapat dilakukan dari jarak jauh atau extreme long shot dan panoramic shot yang membuat kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya. c. Kosentrasi penuh. Karena kita penonton film bioskop tempat yang memiliki ruangan kedap suara, maka pada saat kita menonton film, kita akan fokus pada alur cerita yang ada didalam film tersebut. d. Identifikasi psikologis. Kosentrasi penuh saat kita menonton di bioskop, tanpa kita sadari dapat membuat kita benar-benar menghayati apa yang
8
hal. 92.
Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014),
18
ada di dalam film tersebut. Menurut ilmu jiwa sosial, gejala seperti ini disebut sebagai indentifikasi psikologis. 4. Jenis-jenis Film Sebagai seorang komunikator adalah penting untuk mengetahui jenisjenis film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai dengan karakteristiknya. Film dapat dikelompokkan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter, dan film kartun.9 a. Film Cerita Film cerita adalah film yang menyajikan kepada publik sebuah cerita. Sebagai cerita harus mengandung unsur-unsur yang dapat menyentuh rasa manusia. Film yang bersifat auditif visual, yang dapat disajikan kepada publik dalam bentuk gambar yang dapat dilihat dengan suara yang dapat didengar, dan yang merupakan suatu hidangan yang sudah masak untuk dinikmati.10 b. Film Berita Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita (news value). Kriteria berita itu adalah penting dan menarik. Film berita dapat langsung terekam dengan suaranya, atau film beritanya bisu, pembaca berita yang
9
Elvirano Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), hal. 148. 10 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafar Komunikasi (Bndung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 212.
19
membacakan narasinya. Dalam hal ini yang terpenting adalah peristiwa terekam secara utuh.11 c. Film Dokumenter Menurut
Grieson
Film
dokumenter
merupakan
cara
kreatif
mempresentasikan realitas.12 Film nonfiksi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan perasaannya dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya, tanpa persiapan, langsung pada kamera atau pewawancara. Dokumenter seringkali diambil tanpa skrip dan jarang sekali ditampilkan di gedung bioskop yang menampilkan film-film fitur. Akan tetapi, film jenis ini sering tampil di televisi. Dokumenter dapat di ambil pada lokasi pengambilan apa adanya, atau disusun sederhana dari bahan-bahan yang sudah diarsipkan.13 d. Film kartun Film kartun (cartoon film) dibuat untuk konsumsi anak-anak. Sebagian besar film kartun, sepanjang film itu diputar akan membuat kita tertawa karena keluncuran para tokohnya. Namun ada juga film kartun yang membuat iba penontonya karena penderitaam tokohnya.14
11
Elvirano Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), hal. 148. 12 Heru Effendy, Mari Membuat Film (Jakarta: Erlangga, 2009), hal. 3. 13 Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hal. 134. 14 Elvirano Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), hal. 149.
20
5. Unsur-unsur Film Film, secara umum dapat dibagi atas dasar dua unsur yakni unsur naratif dan unsur sinematik. Dua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film. a. Unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah, unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap cerita memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah konflik, lokasi, dan waktu. b. Sementara unsur sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolahnya. Terdiri dari: (a). Mise en scene yang memiliki empat elemen pokok: setting atau latar, tata cahaya, kostum, dan make-up, (b) Sinematografi, (c) editting, yaitu transisi sebuah gambar (shot) ke gambar lainnya, dan (d) suara, yaitu segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melaui indera pendengar.15 Jadi Dalam film cerita unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya. Sementara unsur sinematik atau gaya sinematik merupakan aspekaspek teknis pembentukan film. B. Analisis Semiotika 1. Pengertian Semiotika Istilah semiotics diperkenalkan oleh Hippocrates (460-337 SM), penemu ilmu media barat, seperti ilmu gejala-gejala. Gejala menurut
15
Himawan Pratista, Memahami Film (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), hal. 1-2.
21
Hippocrates, merupakan semion, bahasa Yunani untuk penunjuk (mark) atau tanda (sign) fisik.16 Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani semion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.17 Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.18 Dalam buku Penelitian Komunikasi Kualitatif, Pawito menjelaskan bahwa semiotika merupakan metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambanglambang pesan atau teks. Teks disini dapat diartikan sebagai segala sesuatu bentuk serta sistem lambang (signs) baik terdapat pada media (televisi, karikatur media cetak, film, sandiwara radio dan iklan) ataupun yang terdapat di luar media massa (lukisan, patung, candi, monumen, fashion show, dan menu masakan pada suatu food festival.19 Fungsi dari semiotika inilah untuk mengungkap suatu makna yang terdapat pada teks ataupun lambang. Hingga saat ini kajian mengenai semiotika dibedakan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah semiotika komunikasi. Pada semiotika komunikasi hal yang ditekankan adalah teori tentang produksi tanda yang
16
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hal. 7. Alex Sobur, Analisi Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 95-96. 18 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), edisi ke-2, hal. 7. 19 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta:LkiS, 2007), hal. 155. 17
22
salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan). Yang kedua adalah semiotika signifikasi. Pada jenis semiotika ini hal yang ditekankan adalah teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. Namun tidak dipersoalkan adanya tujuan berkomunikasi sehingga proses kognisi pada penerima tanda lebih diperhatinkan dari proses komunikasi. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstrukstur dari tanda.20 Studi tentang semiotika film pada awalnya terbatas pada permasalahan sintaksis, sintagma, gramtikal, yang cenderung pada studi kebahasaan. Meskipun demikian banyak tokoh yang menggunakan trikotomi Peirce (ikon, indeks, dan symbol) tersebeut. Semakin berkembang, ternyata kajian semiotika film semakin diminati dan akhirnya ditemukanlah sisi yang khas dari analisis semiotik film, yakni perbandingan percakapan, tulisan dan pesan teatrikal. Dalam teks film ada banyak aspek yang bisa dijadikan sebagai unit analisis. Seperti pada tataran visual, kita dapat memaknai teks-teks yang
20
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT Rosda Karya, 2009), hal. 15.
23
berupa ekspresi dan aksi langsung (acting) para aktornya, setting dimana adegan dibuat, lighting dan abgle pengambilannya.21 2. Teori Semiotika Menurut Ferdinand de Sausure Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (18571913). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut. Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsepkonsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.22 Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. 21
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal 16. Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014),
22
hal. 35.
24
3. Teori Semiotika Menurut Charles Sanders Pierce Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.23 Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi. Contoh: Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang mengomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadi memaknainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula ketika Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan fisiknya yang
23
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta:LkiS, 2007), hal. 158.
25
memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai icon wanita muda cantik dan menggairahkan. 4. Semiotika Roland Barthes Selain Pierce dan Saussure masih terdapat nama tokoh lain yang telah memberikan konstribusi bagi perkembangan analisis semiotika, yaitu Roland Barthes. Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussure. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama, eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mercerminkan asumsi-asumsi dari masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Antlantik di sebelah barat daya Prancis.24 Pemikiran Barthes tentang semiotika dipengaruhi oleh Saussure. Kalau Saussure mengintrodusir istilah signifer dan signifed berkenaan dengan lambang-lambang atau teks dalam suatu paket pesan makna Barthes menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk menunjukan tingakatantingkatan makna. Makna denotasi adalah makna tingkatan pertama yang bersifat objektif yang dapat diberikan terhadap lambang-lambang, yakni mengaitkan secara langsung lambang antara realitas atau gejala yang ditunjuk. 24
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT Rosda Karya, 2009), hal. 63.
26
Kemudian makna konotasi adalah makna yang dapat diberikan pada lambang-lambang dengan mengacu pada nilai-nilai budaya yang karenanya berada pada tingkatan kedua. Yang menarik berkenaan dengan semiotika Roland Bartges adalah digunakannya istilah mitos (myth) bersifat cultural (bersumber dari budaya yang ada) yang menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang-lambang yang mengacu sejarah.25 Roland Barthes membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of signification) seperti terlihat pada gambar 1.1 (Fiske, 1990). Signifikasi Dua Tahap Barthes Gambar 1.126
Njkl;k;kpkpkk s Seperti dikutip Fiske, Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signifed di dalam sebuah terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutkan sebagai denotasi. Konotasi adalah
25 26
hal. 30.
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta:LkiS, 2007), hal. 163-164. Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014),
27
istilah yang digunakan Barthes untuk signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambrkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaanya. Pada signifikasi tahap kedua yang berkaitan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos. a. Makna Denotasi Makna denotasi adalah makna awal utama dari sebuah tanda, teks, dan sebagainya.27 Kemudian, Groys Keraf menjelaskan mengenai makna denotasi yakni, makna denotatif disebut juga dengan beberapa istilah lain seperti: makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial, makna proposiaonal. Disebut makna denotasional, referensial, konseptual, atau ideasional karena makna tersebut menunjukan (denote) kepada suatu referen, konsep, atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan; stimulus (dari pihak pembicara), dan respon (dari pihak pendengar) menyangkut hal-hal yang dapat diserap pancaindra (kesadaran) dan rasio manusia. Dan makna ini disebut juga makna pertanyaanpertanyaan yang bersifat faktual.28 Jadi dapat dipahami pengertian denotasi adalah suatu makna yang menjelaskan arti yang sebenarnya. Dalam konteks ini biasanya makna tersebut bersifat faktual dan dapat dipahami oleh rasio manusia tanpa melakukan penafsiran yang mendalam terhadap makna dibalik setiap 27
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media (Yogyakarta: Jalasutra, 2010),
28
Groys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), hal.
hal. 272.
28
adegan yang terdapat dalam sebuah film. Dengan kata lain, denotasi pada sebuah film adalah segala sesuatu yang nampak dalam suatu adegan yang tampil pada film. b. Makna Konotasi Konotatif atau makna konotatif adalah suatu jenis makna di mana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian besar terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju-tidak setuju, senang-tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar; di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga meredam perasaan yang sama.29 Jadi makna konotatif atau konotasi dapat diartikan sebagai makna yang tidak menunjukan arti yang sebenarnya. Makna konotasi ini, bisa disebut makna tambahan dari makna denotasi. Dalam hal ini, makna konotasi ini timbul karena adanya perasaan atau emosional yang ingin disampaikan dari sutradara kepada penonton melalui cerita yang terdapat dalam sebuah film yang dibuat. Oleh karena itu, sutradara berusaha menyampaikan pesan perasaan atau emosinya melalui makna konotasi yang dimunculkan pada adegan sebuah film agar mudah tersampaikannya pesan sutradarnya kepada pononton. c. Mitos Mitos
adalah
bagaimana
kebudayaan
menjelaskan
atau
memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos 29
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT Rosda Karya, 2009), hal. 266.
29
merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif misalnya, mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa, dan sebagainya. sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai femininitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan.30 Barthes disini memikirkan mitos sebagai mata rantai dari konsep-konsep terkait. Barthes menambahkan, bila konotasi merupakan „pemaknaan tatanan kedua dari penanda, mitos merupakan pemaknaan tatanan kedua dari petanda”. Mitos adalah salah satu jenis sistem semiotik tingkat dua. Barthes mendefinisikannya sebagai tipe wicara, hal ini karena mitos adalah “cara orang berbicara, jadi bahasa sebagaimana kita pakai”.31 Sebagai sebuah tipe wicara, menurut Barthes segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh cara mitos mengutarakan pesan itu sendiri. Mitos hanya bisa memiliki landasan historis, karena mitos adalah tipe wicara yang dipilih oleh sejarah, sebab mitos tidak mungkin berkembang dari sifat dasar sejumlah hal. Barthes menegaskan, cara kerja pokok mitos adalah untuk menaturalisasikan sejarah. Hal ini menunjukkan kenyataan bahwa mitos sebenarnya merupakan produk kelas sosial yang mencapai dominasi melalui sejarah tertentu. Hal ini berarti peredaran mitos mesti dengan membawa sejarahnya, namun operasinya sebagai mitos membuatnya 30
Alex Sobur, Analisi Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 31 Sunardi, Semiotika Negativa (Yogyakarta: Buku Baik, 2004), hal . 74.
30
menyangkal hal tersebut, dan menunjukkan maknanya sebagai alami, dan bukan bersifat historis atau sosial.32 Jadi dalam konteks ini untuk mengetahui mitos yang ada dalam adegan sebuah film, haruslah mengetahui makna konotasinya terlebih dahulu. Hal itu disebabkan dalam sebuah konotasi itu terdapat mitos dari
kebudayaan
yang melatarbelakangi
kehidupan
masyarakat
bersangkutan untuk menjelaskan sesuai dari makna adegan sebuah film itu sendiri. Letak perbedaan dari ketiga ahli tersebut ada pada penggunaan makna tanda menurut Charles Sanders Pierce beliau menggunakan tanda jika menggunakan tanda harus bisa bersama elemen utama lainnya yaitu object dan intprenant karena jika ketiga elemen ini tidak ada maka pemaknaan tanda akan sulit untuk di pahami, lalu Ferdinand tanda akan muncul jika ada pertanda dan penanda kedua hal ini seperti muka koin yang tidak bisa di pisahkan dan yang terakhir Roland barthes mengatakan bahwa tanda akan bisa dimaknai apabila di pahami secara denotasi, konotasi dan mitos. dan pada penelitian ini peneliti menggunakan teori semiotik Roland Barthes hal ini sesuai karena Roland Barthes memandang semiotik itu Paradigmatik artinya melihat bagaimana sebuah tanda membedakan antara satu manusia dengan yang lain atau sebuah tanda bisa saja dimaknai berbeda oleh masingmasing orang sesuai dengan latar belakang budayanya.
32
Sunardi, Semiotika Negativa , hal 122.
31
c. Kesalehan Sosial 1. Seputar Kesalehan Sosial Salah satu kelebihan islam dibandingkan dengan agama dan aliran kepercayaan yang lain ialah bahwa Islam merupakan agama sosial. Islam tidak sekedar menjelaskan tentang kewajiban-kewajiban individual akan tetapi islam juga mengajarkan kepada kita untuk menjalankan kewajibankewajiban sosial baik terhadap sesama manusia maupun makhluk hidup yang lain.33 Apapun itu wajah dari Islam, selalu terkait dengan ranah sosial. Sebagai misal, tauhid tidak akan bermakna bila tidak dimanifestasikan dalam konteks sosial. Secara umum ibadah dibagi menjadi 2 yaitu ibadah yang urusan antara seorang „abd (penyembah atau hamba) dengan ma‟bud (yang disembah); hablum min Allah, sedangkan urusan muamalah adalah urusan antara manusia dengan sesamanya; hablum min al-nas.34 Berdasarkan dua kategori ini, Guntur mengajukan dua jenis kesalehan, kesalehan ritualistik35 dan kesalehan sosial.36 Dalam persfektif Islam semua pesan keagamaan terakumulasi dalam ibadah mahdhah selalu berpihak pada ajaran sosial. Misalnya menunaikan ibadah haji, yang diharapkan pasca berhaji seharusnya akan menimbulkan perubahan yang signifikan dalam intensitas ritual maupun perbaikan interaksi 33
Ilyas Abu Haidar, Etika Islam dari Kesalehan Individual Menuju Kesalehan Sosial (Jakarta: Al-Huda, 2003), hal. 7. 34 Haris Riadi, “Kesalehan Sosial Sebagai Prameter Kesalehan Keberislaman,”Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 39 (Januari-Juni 2014): hal. 53-54. 35 Menampakan diri dalam bentuk zikr (mengingat Allah), shalat lima waktu, dan berpuasa. 36 Mohammad Sobary, Kesalehan Sosial ( Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2007), hal. 133
32
sosial dengan masyarakat. Apabila ternyata yang terjadi malah sebaliknya, yaitu orang yang haji tersebut malah cenderung memiliki sifat sombong dengan gelar hajinya, maka kemungkinan ada yang salah dalam hajinya. 37 2. Pengertian Kesalehan Sosial Secara etimologis Istilah Kesalehan Sosial berasal dari dua kata yaitu kesalehan dan sosial. Sebelum mendapat awalan dan akhiran kata kesalehan berasal dari kata “saleh” atau “shaleh”. Kata “shaleh” berasal dari bahasa arab yaitu shalahu yang apabila diartikan merupakan kebalikan dari kata fasad. Apabila fasad dapat dikatakan sebagai membuat kerusakan, maka sholahu dapat di artikan sebagai membuat kebaikan. Setelah ditambah awalan “ke” dan akhiran “an”, kata shaleh yang diartikan sebagai kesungguhan hati dalam hal menunaikan agama atau dapat diartikan juga kebaikan hidup.38 Adapun kata “sosial” berasal dari kata latin socius yang berarti kawan atau teman. Sosial dapat diartikan sebagai bentuk perkawanan atau pertemanan yang berada dalam skala besar yaitu masyarakat. Berarti sosial adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan masyarakat
atau
kemasyarakatan.39 Yang lebih penting adalah bahwa kata sosial mengandung pemahaman adanya sifat berjiwa pertemanan, terbuka untuk orang lain dan tidak bersifat individual atau egoistik atau tertutup terhadap orang lain. Sedangkan secara terminologis ada banyak pengertian tentang kesalehan sosial, diantaranya adalah sebagai berikut: 37
Zainuddin, Kesalehan Normatif dan Kesalehan Sosial (Malang: UIN Malang Press, 2007), hal. 68. 38 Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hal. 856. 39 Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal. 961.
33
1) Menurut Guntur yang ditulis oleh Mohammad Sobary, kesalehan sosial adalah semua jenis kebajikan yang ditunjukan kepada semua manusia, misalanya bekerja untuk memperoleh nafkah bagi anak istri dan keluarga.40 2) Menurut Ali Anwar Yusuf mengartikan kesalehan sosial secara normatif, kesalehan sosial merupakan deviasi (turunan) dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, khususnya dari sisi hablun min an-naas.41 3) Menurut Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kesalehan sosial adalah suatu bentuk yang tak cuma ditandai oleh rukuk dan sujud, melainkan juga oleh cucuran keringat dalam praktik hidup keseharian kita dan bagaimana kita berusaha dapat hidup berdampingan dengan orang lain.42 4) Menurut ilyas Abu Haidar kesalehan sosial adalah kumpulan dasar akhlak-akhlak dan kaidah-kaidah sosial tentang hubungan antara masyarakat serta semua perkara tentang urusan umat beragama dijaga dan diperhatikan oleh penegak hukum sehingga terciptalah suatu kerukunan umat beragama.43 5) Menurut K.H. A.Mustafa Bisri kesalehan sosial disebut juga kesalehan yang muttaqi yaitu kesalehan seorang hamba yang bertaqwa atau dengan
40
Mohammad Sobary, Kesalehan Sosial ( Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2007), hal. 133. Ali Anwar Yusuf, Implementasi Kesalehan Sosial dalam Persfektif Sosiologi Dan Alquran (Bandung: Humaniora Utama Press, 2007), hal. 105. 42 Muhammad Sobary, “Kesalehan Sosial, Kesalehan Ritual,” artikel diakses tanggal 7 Maret 2007 dari http://www.kesalehansosial.blogspot.com 43 Ilyas Abu Haidar, Etika Islam dari Kesalehan Individual Menuju Kesalehan Sosial (Jakarta: Al-Huda, 2003), hal. 16. 41
34
istilah lain mukmin yang beramal shaleh baik secara shaleh ritual maupun shaleh sosial.44 Jadi kesalehan sosial adalah perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan nilai-nilai Islami, yang bersifat sosial. Suka memikirkan dan santun kepada orang lain, dan suka menolong. Meskipun orang-orang ini tidak setekun kelompok pertama dalam melakukan ibadat seperti sembayang dan sebagainya itu. Lebih mementingkan hablun minan naas. 3. Bentuk-Bentuk Kesalehan Sosial Kesalehan sosial dapat dibagi menjadi beberapa bentuk adapun bentuk-bentuknya yaitu (1) kesalehan sosial dalam aktivitas sosial-politik, (2) kesalehan sosial dalam ilmu dan budaya, (3) kesalehan sosial dalam pembangunan harmoni sosial; berikut penjelasanya: 1) kesalehan Sosial Dalam Aktivitas Sosial-Politik a. Bersikap terbuka, mau menjadi pendengar setia, sangat toleran, bijak dan bajik kepada sesama, dan semangat bermusyawarah sangat baik. b. Jiwanya lapang yang karena menjadi pemaaf, lebih mendahulukan kepentingan orang lain (altruisme), tidak egois-arogan-diktator atas orang lain, dan memiliki solidaritas dan kesetiakawanan sosial (empati). 45 c. Kepedulian. Seperti yang kita tahu bahwasannya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Konsekuensi dari persaudaraan ini ialah tolong menolong dalam menghadapi segala masalah dan kesusahan, 44
Mustofa Bisri, Saleh Ritual Saleh Sosial (Bandung: Mizan, 1996), hal. 30. Ali Anwar Yusuf, Implementasi Kesalehan Sosial dalam Persfektif Sosiologi Dan Alquran (Bandung: Humaniora Utama Press, 2007), hal. 111-113. 45
35
serta bekerja sama untuk menyelesaikanya. Pada hakikatnya, mereka adalah saudara seiman ibaratnya anggota-anggota sebuah keluarga, maka persoalan mereka menjadi persoalan semua anggota keluarga. Siap membantu saudaranya yang membutuhkan bantuan dan pertolongan. Oleh karena itu, masyarakat saling mengemban tugas dalam menyelesaikan masalah serta saling peduli dalam membantu mengatasi kesulitan-kesulitan sesamanya.46 2) Kesalehan Dalam Ilmu dan Budaya47 a. Seorang shalih adalah orang yang menjadikan landasan ilmu sebagai budaya kerja. Ia tidak pernah berhenti untuk mencari ilmu. Baginya, ilmu
menjadi
penumbuh
kesadaran.
Baginya,
ilmu
adalah
pembangkit keahlian dan kecakapan hidup diri (lifeskill) sehingga meningkatkan kedisiplinan. b. Seorang shalih juga harus memiliki rasa seni (sense of art), bersemangat untuk menghidupkan sastra sebagai media sarana dakwah dan menghindari segala bentuk hiburan yang sia-sia. 3) Kesalehan Sosial Dalam Membangun Harmoni Sosial.48 a. Hormat pada orang tua dan pada sesama, terutama orang-orang yang dekat dengan dirinya. Sikap ini akan mendorong setiap muslim untuk menghargai orang-orang yang telah membesarkan dirinya. Ia
46
Ilyas Abu Haidar, Etika Islam dari Kesalehan Individual Menuju Kesalehan Sosial (Jakarta: Al-Huda, 2003), hal. 123. 47 Ali Anwar Yusuf, Implementasi Kesalehan Sosial dalam Persfektif Sosiologi Dan Alquran, hal. 114-116. 48 Yayat Hidayat, Pembangunan Daerah Berbasis Kesalehan Sosial (Cirebon: Aspi Press, 2008), hal. 97-99.
36
tidak menjadikan dirinya seperti kacang yang suka lupa kan kulitnya. Tetapi ia tumbuh atas keta‟atan dan bimbingan, sebab prinsip dasar internalisasi dalam dunia pendidikan misalnya, akan terwujud melalui proses pembiasaan. Dari situ akan muncul budaya kasih sayang dan sikap sopan santun dalam membangun harmoni sosial. Sikap ini juga akan mendorong keteladanan dalam bersikap kepada tetangga dalam bentuk memelihara kemuliaan. Sikap-sikap tadi, secara
langsung dapat mendorong setiap komponen masyarakat
untuk bersikap toleran sesuai dengan prinsip-prinsip yang di ajarkan agama islam. Inilah ciri mendasar dari rasa dan sikap yang menjungjung tinggi rasa persaudaraan, kesatuan dan kemanusian. b. Melakukan konservasi sumber daya alam dengan sejumlah ekosistem yang ada didalamnya dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan. Sikap masyarakat yang shaleh secara sosial, selalu akan menjadikan alam sebagai mitra, tidak untuk dieksploitasi apalagi untuk dirusak. Alquran surat al Qashash ayat 41. Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada
37
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Implikasi dari sikap masyarakat yang demikian, tentu bukan hanya sekedar menjadikan alam sebagai mitra dalam mempelajari kehidupan, tetapi jauh yang lenih penting adalah mepraktekkannya. c. Melatih dan mengajar orang yang tidak mampu dalam konteks keilmuan. Prinsip ini sejalan dengan taushiyah Imam Ali yang menyebutkan bahwa: “andaikan kebodohan seperti wujud manusia, maka pasti aku akan membunuhnya”. Ditambah lagi hadits Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya keutaman orang yang berilmu diatas orang yang beribadah bagaikan pancaran sinar bulan purnama di atas pancaran sinar bintang-bintang” (HR. Ahmad). Oleh karena itu, mendidik dan dididik adalah kewajiban bersama seluruh umat manusia. Tuanya jelas, yakni mengembangkan dan membangun prinsip kebersamaan dan kebaikan dengan penuh kataqwaan. d. Menjalankan profesi sesuai dengan keahliannya. Menjunjung tinggi amanah yang diberikan dan selalu memberi kemanfaatan dan kemaslahatan untuk kepentingan umat manusia. Ujung dari kegiatan ini adalah mengembangkan dan membangun semangat kompetitif dan prestatif yang jujur di kalangan masyarakat yang lebih luas. e. Membesuk orang sakit adalah bagian dari etika sosial. Dalam pandangan Islam, “membesuk orang sakit” adalah masalah yang
38
sangat penting dan banyak manfaatnya, dan merupakan salah satu hak setiap mukmin bagi saudaranya. Mendatangi orang sakit dan menanyakan keadaannya dengan memperhatikan bahwa orang sakit sangat mengharapkan kunjungan sahabat, kerabat, dan keluarganya adalah hal yang tidak perlu dipertanyakan dan bersifat dharuri atau wajib.49
49
Ilyas Abu Haidar, Etika Islam dari Kesalehan Individual Menuju Kesalehan Sosial (Jakarta: Al-Huda, 2003), hal. 150-151.
BAB III GAMBARAN UMUM FILM PENJURU 5 SANTRI A. Sekilas tentang Film Penjuru 5 Santri Film Terbaru “Penjuru 5 Santri” merupakan film terbaru 2015, film yang di liris pada tanggal 29 Januari ini mengusung genre drama religi yang memberikan nilai-nilai kesederhanaan dalam kehidupan dan pantang menyerah dengan segala kondisi yang serba terbatas. Sabar, Wahyu, Slamet, Sugeng dan Rahayu adalah 5 sekawan yang tinggal di Desa Selopamioro, 40 KM di selatan Yogyakarta. Desa yang masih asri, jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk suasana kota. Penduduk desa ini masih menggunakan tungku api dengan menggunakan kayu bakar untuk memasak, sungai dan sendang sebagai sumber utama air yang mereka gunakan untuk kehidupan sehari-hari. Lima sekawan yang tinggal dalam kesederhanaan dan keprihatinan memiliki semangat tinggi untuk menimba ilmu walaupun jalan yang mereka tempuh tidaklah mudah. Saat mentari tiba mereka bergegas berangkat sekolah tanpamenggunakan alas kaki, menyebrangi sungai dan berjalan beberapa kilometer, dan ketika senja datang mereka pergi mengaji di pondok pesantren yang dipimpin oleh Kiai Landung (Kiai Haji D. Zawawi Imron – Penyair Nasional) dan Gus Pras (Rendy Bragi) dengan penerangan obor. Awalnya Sabar (Rizqullah Daffa) tidak diizinkan neneknya, Mbah Satir (Yati Surachman) untuk mengikuti pengajian di pondok pesantren itu karena harus membantu Mbah Satir mencari kayu bakar dan rumput untuk kambing. Dengan kesabaran dan kelembutan dari Kyai Landung, Ia berusaha membujuk
39
40
Mbah Satir agar mengijinkan Sabar agar dapat mengaji di pondok pesantren. Akhirnya, Mbah Satir mengizinkan Sabar mengikuti pengajian. Suatu hari 5 sekawan ini tidak sengaja menemukan gubuk di tengah hutan jati. Dalam usahanya mengetahui siapa sebenarnya para penghuninya, mereka mengalami kejadian yang tak terduga. Mereka melaporkan kepada Kyai Landung dan kepala desa setempat dan ternyata gubuk tersebut adalah markas penjahat yang dipimpin oleh bos penjahat (Pong Harjatmo). Ditengah kerumitan yang terjadi, Mbah Satir meninggal dunia sehingga Sabar tinggal bersama Kyai Landung di pondok pesantren. Terjadi beberapa peristiwa-peristiwa lanjutan yang menarik setelah Sabar ikut bersama Kiai Landung. B. Tim Produksi Film Penjuru 5 Santri Sebuah film sebagus apapun dan sesukses apapun tidak luput dari tangan-tangan dingin para crew dan pihak-pihak yang terlibat dalam penggarapan film. Begitu juga dengan film Penjuru 5 Santri yang juga suskes berkat orang-orang yang terlibat didalamnya. Dan inilah orang-orang yang menjadikan film Penjuru 5 Santri bisa dinikmati oleh banyak orang. Tabel 2.1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jabatan Produser Lini Eksekutif Produser Produser CO Produser Skenario dan Sutradara Desain Produksi Kreatif Penata Artistik Penata Kamera Penata Busana Make Up
Nama Iwan Gardiawan dan Agung Kanvas Poedji Churniawan Budi Widiastuti Hari Purnomo Wimbadi Jaka Prasena Wimbadi Jaka Prasena Poedji Churniawan Enggar Yuwana S dan Kacit Speed Ega Ferdiansyah Sumaryanto Andirahman
41
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Still Fotografer Perekam Suara Desain Tata Suara Editor Supervisi Editor Koordinator Paska Produksi Musik Skor Koordinator Artis Supervisi Paska Produksi Soundtrack Film
Jumaalchan Yanto Oen Khikmawan Santosa Oliver Sitompul dan Tim Moviesta Monty Tiwa DD Putranto dan Ika Muliana Garden Bramnto Ely Nvidar dan Kukuh Riyadi Sumarsono Nurul Shanty album “Penjuru 5 Santri”
21 22
Special Appearance Pemain
D Zawawi Imron Rendi Bragi, Yatie Surachman, Roy Marten, Baron Hermanto, Pong Harjatmo, Eman, Ferry Salim, Iwan Gardiawan, Chandra Sundawa, Riqullah Daffa, Nurul Shanty, Noky Ezra, Audrick Ardian, Bowie Putra Mukti
C. Profil Sutradara Film Penjuru 5 Santri wimbadi Jaka Prasena yang biasa akrab dipanggil Wim, lahir di kota Yogyakarta 24 April 1961, Wim yang berstatus agama Islam tinggal di Bambu Apus Jl. Waru 45 A, RT 09/RW 03 kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Wim yang bisa dihubungi di nomer 087880226618 adalah salah satu sutradara yang No Profile dan beliau pun bergaul dengan berbagai kalangan. Wim bukanlah wajah baru dalam dunia seni peran dan perfilman. Dalam seni peran, pada tahun 1979-1981 Wim bergabung di teater sanggar bambu Yogyakarta dan Bengkel
42
teater Rendra se angakatan dengan Yose Rizal Manua. Dan pada tahun 19811990 wim dipercaya menjadi guru teater di empat SMA terkemuka di Yogya dan Akakom. Selain menjadi guru teater, Wim pun mempunyai bakat sebagai penulis naskah. Beberapa naskah yang pernah beliau buat seperti naskah drama Opera Dakocan, Musim Kawin, Batu Buta Tabu Tuba, Lingkaran Cinta, dan Roro Mendut Jelas Salah. Tiga naskah yang pernah ia buat seperti Batu Buta Tabu Tuba pernah di pentaskan oleh Mahasiswa UI, untuk Dies Natalis Fakultas Ekonomi UI Depok pada tahun 1987.
naskah Roro Mendut Jelas Salah juga pernah di
pentaskan di Taman Budaya Yogyakarta pada tahun 2008 yang bisa kita lihat di Youtube. Dan pada tahun 1990 dewan kesenian Yogyakarta dan dewan kesenian Jakarta mensponsori pementasan naskah drama Lingkar Cinta yang dipentaskan di TIM Jakarta dan Taman Budaya Yogyakarta. Tidak hanya menjadi penulis, pada tahun 1985 dan 1987 ia pun turut menjadi sutradara drama besar lima babak dengan judul Hamlet dan Julius Caesar karya Willian Shakes di Purna UGM Yogyakarta. pada tahun 1992 Wim ke jakarta dan bekerja di VIP Production sebagai penulis dan sutradara iklan layanan masyarakat KB (Keluarga Berencana) dan DEPSOS (Departemen Sosial). Pada tahun 1993 menjadi sutradara iklan AIDS dan Mentri Kops tentang iklan koperasi. Pada tahun 2005 beliau menyutradarai iklan komersial, Alrm mobil dan iklan Sea Horse Gingseng. Setelah beberapa kali belaiu menyutradarai iklan dan drama, beliau pun di kontrakk oleh DIKNAS (Pendidikan Nasional) pusat untuk penulis materi iklan dan layanan masyarakat. Atas karya yang beliau hasilkan,
43
beliau pun mendapat penghargaan sebagai penulis naskah drama dan sutradara terbaik festival teater SLTA SeDIY pada tahun 1987. Menjadi tim produksi pun pernah ia lakukan seperti pada tahun 1994, beliau masuk Top Ones Production sebagai Co Produser Wiro Sableng. Pada tahun 1995-2003 masuk Multivision. Pada tahun 2004 masuk Soraya Film untuk Pimp Pro Film Eilfell I am IN Love. Tahun 2008 produser pelaksana di Nadas Production. Tahun 2009 masuk Lumar Film. Dan tahun 2010-2013 masuk tim Screenplay FTV SCTV. Beberapa naskah film yang beliau tulis, pernah beredar di bioskop seluruh Indonesia seperti film Horor Misteri Pasar Kaget pada tahun 2012. Dan tentu saja film yang saya angkat menjadi penelitian saya yaitu Film Penjuru Lima Santri yang beredar di bioskop pada tanggal 29 Januari 2015. Bukan hanya sebagai penulis, beliaupun juga turun langsung menyutradarai film-film tersebut. Melihat dari hasil karya dan pengalamanya pada tahun 2014 sampai 2015 beliau pun pernah diminta untuk menjadi pembicara di Komunitas Sastra Remaja Yogyakarta, menjadi pembicara sastra di depan guru-guru Bahasa Indonesia Se Jawa Tengah, DIY, Se Kabupaten Sleman. Dan masih banyak karya-karyanya yang akan segera terbit.1
1
Wawancara dengan Sutradara Film Penjuru 5 Santri pada 19 Maret 2015.
44
D. Profil Pemain Film Penjuru 5 Santri Dzawawi Imron lahir di desa Batang-batang 1 Januari 1945 di ujung timur pulau Madura, mulai terkenal dalam percaturan sastra Indonesia sejak Temu Penyair 10 Kota di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 1982. Setelah tamat Sekolah Rakyat (SR, setara dengan sekolah dasar) dia melanjutkan pendidikannya di Pesantren Lambicabbi, Gapura, Semenep. Kumpulan sajaknya Bulan Tertusuk Ilallang mengilhami Sutradara Garin Nugroho untuk membuat film layar perak Bulan Tertusuk Ilalang. Kumpulan sajaknya Nenek Moyangku Airmata terpilih sebagai buku puisi terbaik dengan mendapat hadiah Yayasan Buku Utama pada 1985. Pada 1990 kumpulan sajak Celurit Emas dan Nenek Moyangku Airmata terpilih menjadi buku puisi di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Juara pertama sayembara menulis puisi AN-teve dalam rangka hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-50 pada 1995. Buku puisinya yang lain adalah Berlayar di Pamor Badik (1994), Lautmu Tak Habis Gelombang (1996), Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996), Madura, Akulah Darahmu (1999), dan Kujilat Manis Empedu (2003). Beberapa sajaknya telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Belanda dan Bulgaria. Saat ini ia menjadi Anggota Dewan Pengasuh Pesantren Ilmu Giri (Yogyakarta). Zawawi banyak berceramah Agama sekaligus membacakan sajaknya, di Yogyakarta, ITS. Surakarta, UNHAS Makasar, IKIP Malang dan Balai Sidang Senayan Jakarta. Juara pertama menulis puisi di AN-teve. Pembicara Seminar Majelis Bahasa Brunei Indonesia Malaysia (MABBIM) dan Majelis Asia
45
Tenggara (MASTERA) Brunei Darussalam (Maret 2002). Hingga kini, Zawawi Imron masih setia tinggal di Batang-batang, Madura, tanah kelahiran sekaligus sumber inspirasi bagi puisi-puisinya dan kemudian bergabung di Film Penjuru 5 Santri sebagai Kiai Landung pada Tahun 2014.2 Rendy Krisna atau yang di kenal dengan nama Randy Bragi merupakan aktor sekaligus musisi dan merupakan adik dari Renaldi Hutomo Wahab. Rendy Krisna Lahir pada tanggal 30 April 1975 di Indonesia. Randy Bragi mengawali karirnya dalam bidang musik bersama grup musik bragi dengan menjadi bassis. Setelah itu dia merambah dunia presenter dan peran. Rendy sendiri dalam grup musik bragi terdiri dari 3 personil yaitu saudaranya sendiri Aldi (piano, keyboard, vokal), Rendy Khrisna (bassis) dan Echa (vocal dan drummer). Kemudian ia juga merambah ke dunia peran SINGA KERAWANG BEKASI (2003) IKHSAN: MAMA I LOVE YOU (2008) SINETRON MANUSIA BAYANGAN AKU CINTA KAMU, FILM PENJURU 5 SANTRI (2014) sebagai Gus Pras, dan yang terbaru sinetron remaja yang lagi populer dan memiliki rating tinggi yaitu Ganteng Ganteng Serigala. Dalam sinetron Ganteng Ganteng Serigala, Rendy Krisna berperan sebagai papa kandung nayla atau ayah kandung Nayla yang bernama Gerald.3
2
Diakses dari http://pellokonengguru.blogspot.com/2012/04/biografi-pendek-d-zawawiimron.html , pada hari Minggu, tanggal 22 April 2012. 3 Diakses dari http://www.portalpengetahuan13.com , pada hari Jumat, tanggal 15 Agustus 2014.
46
Rizqullah Maulana Daffa (lahir di Purworejo, 14 Oktober 2001; umur 13 tahun) adalah aktor dan pemain film Indonesia. Ia dikenal masyarakat luas setelah bermain film Cita-Citaku Setinggi Tanah (2012) bersama M Syihab Imam Muttaqin, Iqbal Zuhda Irsyad, Dewi Wulandari Cahyaningrum, Nina Tamam, Agus Kuncoro, dan Donny Alamsyah. Di dalam film CCST, dia berperan sebagai Jono. Jono bercita-cita menjadi tentara. Selain bermain film, Daffa juga sering bermain di FTV (Film Televisi) dan yang terakhir Daffa bergabung dalam sebuah Film yang disutradarai oleh Wimbadi JP produksi Cahaya Alam Film yaitu Film Penjuru 5 Santri (2014).4
4
Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Rizqullah_Maulana_Daffa , pada tanggal 15 Oktober 2014 pukul 11.35 WIB.
BAB IV TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN Film merupakan suatu karya seni untuk meraih kepuasan, keuntungan dan keintelektualan dalam membangun pesan. Alangkah bijaknya dalam membuat film, kita tidak boleh asal-asalan memasukan makna-makna tertentu demi meraup suatu keuntungan. Seharusnya dalam membuat suatu film kita tidak lupa menambahkan nilai-nilai kebaikan di dalamnya. Dalam penelitian dengan menggunakan metode semiotika pada film Penjuru 5 Santri ditemukan beberapa bentuk makna kesalehan sosial. Adapun makna kesalehan sosial yang disampaikan dalam film Penjuru 5 Santri adalah sebagai berikut: (a). Kesalehan Sosial Dalam Aktivitas Sosial-Politik, (b). Kesalehan Sosial Dalam Ilmu dan Budaya, (c). Kesalehan Sosial Dalam Membangun Harmoni Sosial.1 Tanpa bermaksud untuk mengurangi esensi cerita secara keseluruhan, peneliti akhirnya dapat mengidentifikasi beberapa sceen yang berkaitan dengan masalah yang di teliti. Tidak dimasukkannya semua sceen dalam film ini, sematamata agar analisis yang ada, sesuai dengan fokus penelitian. Dari beberapa sceen tersebut peneliti menemukan makna kesalehan sosial yang ada pada film Penjuru 5 Santri yang direpresentasikan dalam beberapa bentuk berdasarkan referensi yang telah dituliskan dalam bab II kesalehan sosial.
1
Ali Anwar Yusuf, Implementasi Kesalehan Sosial Dalam Persfektif Sosiologi Dan Alquran, hal. 110-116.
47
48
A. Makna Kesalehan Sosial dalam Aktivitas Sosial-Politik secara denotasi, konotasi, dan mitos Kesalehan
dalam
aktivitas
sosial
dan
berpolitik
merupakan
perwujudan dari kesalehan dalam berhubungan dengan Allah dan Rasul-Nya. Aktivitas sosial dan politik diawali oleh eksistensi kita di dalam kehidupan rumah tangga dan bermasyarakat dalam ruang lingkup terkecil-terdekat. Ada banyak sikap kesalehan sosial yang harus dikembangkan oleh kita. 1. Sceen 1 (Bersikap Terbuka) Tabel 3.1 Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama, berupa gambar suatu keluarga, seorang ayah, ibu beserta ketiga anaknya sedang berbicang dengan seorang lakilaki. Pada gambar kedua, terlihat seorang lakilaki paruh baya berpeci dan berkaca mata sedang melihat ke arah depan.
Gambar 1
49
Konotasi
2
Gambar 2 Konotasi yang muncul dari rangkaian gambar adegan di atas adalah sebuah perkenalan antara keluarga santri baru dan pengurus pondok pesantren, pada gambar diatas nampak Gus Pras dengan baik, ramah tamah, penuh senyum dan bersikap terbuka menerima keluarga yang hendak mendaftarkan anaknya yang berkebutuhan khusus untuk belajar mengaji dan melukis di dalam pesantren, sekaligus menjelaskan kepada keluarga santri bahwa untuk menuntut ilmu di dalam pesantren ini sama sekali tidak dipungut biaya. Seperti yang diungkapkan sutradara film Penjuru 5 Santri “pesantren-pesantren yang ada di Jawa khususnya pesantren yang ada di Pedesaan. Pesantren terbuka, tidak ada yang ditutuptutupin, tidak dipungut biaya apapapun siapa yang ingin belajar sungguh-sungguh disana diterima dengan baik. Dan adapun biaya untuk menghidupi santri-santri dan para pengurus pesantren yaitu berasal dari bercocok tanam, berternak, koperasi, membatik dll. Disinilah saya ingin menunjukan pesantren jawa itu seperti yang digambarkan pada Film Penjuru 5 Santri”.2 Alangkah baiknya kita sebagai manusia mampu bersikap toleran tidak memandang suatu golongan apapun dalam membantu pendidikan manusia.
Wawancara dengan Sutradara dan Penulis Skenario Film Penjuru 5 Santri (Plaza Tamini Square) pada 8 Juni 2015.
50
Mitos
Keterbukaan merupakan sikap yang baik dalam membangun hubungan sosial antar sesama manusia. Islam mengajarkan kita untuk bersikap terbuka kepada siapapun tidak memandang dari golongan apapun. Jarang sekali ada lembaga pendidikan agama khususnya yang mau menerima murid berkebutuhan khusus untuk menjadi santrinya, dan yang lebih utamanya lagi jarang ada lembaga pendidikan agama khususnya yang sama sekali tidak memungut biaya dalam setiap proses pendidikan yang berlangsung di dalamnya.
a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.1 Tabel di atas merupakan serangkaian narasi yang saling berkaitan dengan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan sisi kesalehan sosial bersifat ketebukaan yang terjadi dalam film Penjuru 5 Santri. seluruh adegan ini ditampilkan mulai dari Gus Pras menyambut kedatangan keluarga calon santri sampai diterima dan diperkenalkan oleh kiai Landung. Pada gambar 1 tabel 3.1 terjadi sebuah dialog dimana Gus Pras sedang menerima kedatangan keluarga calon santri yang hendak mendaftarkan anaknya yang berkebutuhan khusus untuk belajar mengaji dan melukis dan diterima dengan baik oleh Gus Pras. Dilanjutkan suatu dialog yang menanyakan sebuah pertanyaan dari keluarga calon santri kepada Gus Pras. Berikut dialog antara Gus Pras dan orang tua calon santri: Orang tua calon santri : Kami ini membawa anak didik, kami ini ingin supaya bisa belajar mengaji dan melukis di
51
sini, boleh kah bapak? Alhamdulillah kami terima dengan senang hati Orang tua calon santri : Kalau belajar disini anak-anak kami apakah ada biaya administrasi yang harus kami bayarkan? Gus Prass : Tidak ada pak, disini siapa pun boleh belajar. Gus Prass
:
Pada gambar 2 tabel 3.1 terlihat Kiai Landung memperhatikan percakapan antara keluarga calon santri dan Gus Pras sekaligus diperkenalkan oleh Gus Pras kepada keluarga calon santri. Bahwasannya di dalam pesantren ini Kiai Landung adalah pembina sekaligus pemilik Pondok Pesantren. 2. Sceen 2 (Bersikap Terbuka) Tabel 3.2 Visualisasi: Denotasi pada gambar pertama, terlihat sekelompok mahasiswa sedang berbincang kepada Gus Pras.
Gambar 1
52
Pada gambar kedua, terlihat Gus Pras sedang memperkenalkan salah satu usaha pondok pesantren kepada mahasiswa Pada gambar ketiga, terlihat sekumpulan mahasiswa dan tiga orang santri sedang duduk bersama disebuah saung Pondok Pesantren.
Konotasi
Gambar 2
Gambar 3 Konotasi yang muncul dari rangkaian gambar di atas adalah sebuah sikap keterbukaan yang ditunjukan Gus Pras kepada sahabat-sahabat mahasiswa yang hendak melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata di Pondok Pesantren, dengan sikap keterbukaan, ramah tamah, murah senyum yang di tunjukan oleh Gus Pras dan seluruh warga pondok pesantren membuat mahasiswa nyaman sekaligus menghormati setiap penghuni yang ada di dalam pondok pesantren.
53
Mitos
Kemudian juga Gus Pras dengan sikap terbukanya mau memperkenalkan berbagai kegiatan Pondok Pesantren beserta usaha koperasinya. Lalu seluruh mahasiswa disambut oleh pimpinan Pondok Pesantren yaitu Kiai Landung disini Kiai Landung memberikan siraman rohani sambutan kepada mahasiswa sekaligus memberikan nasihat kepada para mahasiswa tentang kehidupan, lalu ceramah Kiai Landung disambut dengan baik oleh para mahasiswa sekaligus menjadi pendengar setia dari setiap ucapan ceramah yang diberikan oleh kiai landung. Faktor keterbukaan yang ditunjukan oleh Pondok Pesantren beserta para pengurusnya sangat jarang sekali ditemukan dalam aktifitas kegiatan keagamaan di dalam masyarakat. Sering sekali kita jumpai bahwa sulit sekali bertemu secara langsung dengan tokoh pimpinan suatu lembaga pendidikan agama khususnya pesantren dikarenakan sibuk ada urusan keluarga dan bermacam-macam alasan yang membuat birokrasinya terasa sulit. Hal ini berbeda sekali dengan sikap keterbukaan yang ditunjukan Kiai Landung sebagai pimpinan utama Pondok Pesantren dalam menyambut dan memberikan secerah siraman rohani kepada mahahsiswa yang hendak melakasanakan kegiatan KKN di Pondok Pesantren miliknya. Sikap keterbukaan Kiai Landung patut kita contoh karena Kiai Landung dengan sikap toleransinya mau menerima secara langsung siapapun yang hendak berkunjung atau melaksanakan kegiatan dalam pesantrennya.
a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.2 Tabel di atas merupakan serangkaian narasi yang saling berkaitan satu sama lain. Pada gambar diatas, sutradara mencoba menampilkan sikap keterbukaan yang ditunjukan oleh pengurus Pondok Pesantren beserta pimpinanya kepada mahasiwa dalam film Penjuru 5 Santri. semua adegan
54
yang ditampilkan mulai dari penyambutan oleh Gus Prass sampai disambut oleh pimpinan Pondok Pesantren yaitu Kiai Landung. Pada gambar 1 tabel 3.2 terlihat sekelompok mahasiswa yang hendak meminta izin kepada Gus Pras guna menyelenggarakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata di lingkungan pesantren, kemudian terjadi suatu pertanyaan dari Gus Pras yang menanyakan kepada kelompok mahasiswa mengapa memilih tempat Pondok Pesantren sebagai lokasi kegiatan KKN Berikut dialognya: Gus Prass : Mahasiswa :
Gus Prass :
Apa yang mendasari kampus kalian untuk ber-KKN disini? Pondok Pesantren ini memiliki nilai yang lebih dari pada Pondok Pesantren yang lain, karena disini diajarkan humanisme, budi pekerti dan pendidikan karakter Allhamdulillah
Pada gambar 2 tabel 3.2 terlihat Gus Pras dan para rombongan KKN mahasiswa sedang berjalan-jalan berkeliling pondok pesantren kemudian sampailah mereka di salah satu usaha dagang pesantren yaitu koperasi, lalu Gus Pras memperkenalkan koperasi ini kepada para mahasiswa dan menjelaskan bahwa koperasi merupakan salah satu usaha pesantren. Pada gambar 3 tabel 3.2 terlihat Kiai Landung, Gus Pras beberapa santri dan rombongan KKN mahasiswa sedang menyimak ceramah penyambutan yang di bawakan oleh Kiai Landung. Kiai Landung mengatakan “kemuliaan seseorang itu bergantung pada lidahnya, dan sekaligus memperingatkan kepada semuanya bahwasanya kita tidak boleh
55
menggunakan bahasa-bahasa provokasi dan adu domba di dalam setiap pidato kita, karena ini tidak membawa kita ke kehidupan yang indah, dan jika kita masih berbicara seperti itu berarti hati kita tidak bersih”. Itulah pesan yang disampaikan kiai landung oleh para mahasiswa KKN. 3. Sceen 3 (Berjiwa Lapang) Tabel 3.3 Visualisasi: Denotasi: Terlihat empat orang anak yang mengenakan pakaian muslim seadanya dengan membawa obor sembari tersenyum bahagia. Pada gambar kedua, terlihat empat orang anak, dan satu orang anak dibelakang menggendong temannya yang berbadan kecil dengan membawa obor untuk menyebrangi sungai.
Gambar 1
Pada gambar ketiga nampak Sabar, Sugeng dan Slamet sedang mengaji di Pondok Pesantren.
Gambar 2
56
Gambar 3 Konotasi
Mitos
Konotasi yang ada pada gambar adegan di atas adalah suatu kesetiakawanan antara lima orang sahabat dimana mereka saling mengajak satu sama lain untuk beribadah dalam rangkaian gambar ini ibadah mengaji, mereka sama-sama saling memiliki jiwa solidaritas satu dengan yang lainnya dalam mengajak anak yang lain untuk sama-sama beribadah, lebih mendahulukan kepentingan orang lain hal ini terlihat di dalam gambar 2 Sugeng sedang menggendong Wahyu untuk membantu menyebrangi sungai, sifat ketidakegoisan antar sahabat ini benar-benar patut dicontoh, meskipun mereka harus menyebrangi sungai akhirnya mereka berlima bisa tiba di Pondok Pesantren kemudian bisa sama-sama mengaji dan menuntut ilmu Agama. Dalam budaya Islam sifat tidak egois, membangun jiwa solidaritas, bersifat setia kawan benar-benar sangat diterapkan sebagai suatu perbuatan yang mulia. Karena rasa solidaritas, setia kawan bisa membangun suatu ukhuwah Islamiyah dan rasa persaudaraan sesama muslim. Hal ini sesuai dengan rangkaian gambar di atas.
57
Di zaman modern ini untuk menumbuhkan rasa persahabatan dirasa sangat penting karena dengan rasa persahabatan yang ada diantara manusia, kita tidak mengenal golongan kaya, miskin, jelek, tampan, bodoh, pintar apapun stratifikasi sosialnya semuanya hilang ketika semua bersatu dalam lingkup persahabatan. Semua sikap ini alangkah indahnya diajarkan sedari kecil karena jika dari kecil mulai ditanamkan sikap-sikap seperti ini kelak akan tercipta suatu masyarakat yang saling peduli kepada setiap manusia yang hidup dalam dunia. Yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia adalah sikap di atas. “Di desa memang seperti itu, karena kental dengan solidaritas sesama. Walaupun banyak berbagai halangan, sudah sewaktunya hidup dikota harus berkaca pada film ini, karena kesetiakawanan seharusnya yang digambarkan pada film ini”.3 Dengan mengutamakan persahabatan, memiliki jiwa solidaritas, kestiakawanan. Contohnya dalam membangun persahabatan dengan negaranegara lain maka Indonesia turut serta menjaga perdamaian dunia Internasional. Sekaligus bisa menjadi percontoh bagi bangsa yang lain karena sikap persahabatan kita sangat kuat.
a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pemeran Pendukung pada Tabel 3.3 Tabel di atas merupakan beberapa narasi berjiwa lapang yang ditunjukan oleh sutradara, dalam potongan gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan suatu sikap lapang dada dan solidaritas dari sebuah persahabatan yang ditonjolkan dalam film penjuru 5 santri. tampilan adegan ini dimulai dari mengajak mengaji sampai akhirnya mengaji dan menuntut ilmu bersama.
3
Wawancara dengan Sutradara dan Penulis Skenario Film Penjuru 5 Santri (Plaza Tamini Square) pada 8 Juni 2015.
58
Pada Gambar 1 tabel 3.3 terlihat empat orang anak Sugeng, wahyu, Slamet, dan Rahayu mengajak Sabar yang sedang bersama neneknya untuk belajar mengaji di pondok pesantren. Dalam cuplikan film ini, nenek Sabar berkata “...bar kau ambil kain dan bukumu”(sembari tersenyum dan membiarkan sabar pergi mengaji bersama teman-temanya)”. Pada gambar 2 tabel 3.3 terlihat Sabar, Slamet Rahayu dan Sugeng yang menggendong wahyu menyebrangi sungai dengan pakaian muslim seadanya, sambil membawa obor dengan penuh suka cita dan rasa gembira tidak mempedulikan adanya bahaya dan rintangan yang mereka hadapi. untuk mengaji bersama-sama di Pondok Pesantren. Pada gambar 3 tabel 3.3 terlihat Sabar, Sugeng dan Slamet sedang khusyu belajar mengaji bersama-sama di dalam pondok pesantren sambil diawasi oleh seorang pengajar mereka bersama-sama melantunkan surat Al-Fatihah. 4. Sceen 4 (Kepedulian) Tabel 3.4 Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama terlihat sekumpulan anak-anak sedang melempari batu kepada orang gila.
59
Pada gambar kedua terlihat seorang lakilaki yang berpenampilan kotor dan sobek-sobek mengacungkan jari telunjuknya keatas dihadapan santri dan mahasiswa. Pada gambar ketiga terlihat Kiai Landung sedang berdiri dihadapan sekumpulan anakanak.
Gambar 2
Pada gambar keempat terlihat Kiai Landung sedang merangkul laki-laki yang berpenampilan kotor dan sobek-sobek dengan diikuti santri dan mahasiswa dibelakang. Pada gambar kelima terlihat Kiai Landung sedang melepaskan tali hiasan yang dikenakan oleh lakilaki berpenampilan kotor dan sobek-sobek di hadapan para santri dan mahasiswa.
Gambar 3
Gambar 4
60
Pada gambar keenam terlihat Kiai Landung sedang mengajarkan surat Al-Fatihah kepada laki-laki yang dirangkulnya dan di saksikan oleh para santri dan mahasiswa. Pada gambar ketujuh terlihat tiga mahasiswa dan Gus Pras sedang menarik orang gila untuk masuk kedalam kamar mandi.
Gambar 5
Pada gambar kedelapan terlihat seorang mahasiswa dan Gus Pras sedang memberikan pakaian ke dalam kamar mandi. Pada gambar kesembilan nampak Gus Pras sedang merapihkan pakaian dan mengenakan peci kepada orang gila tersebut dan juga terlihat Kiai Landung memegangi tangan orang gila
Gambar 6
Gambar 7
61
Gambar 8
Konotasi
Gambar 9 Konotasi yang ingin disampaikan dalam rangkaian gambar di atas adalah betapa pentingnya arti sebuah makna kepedulian, kepedulian bukan hanya sesama manusia normal saja tetapi bisa juga kepada manusia yang sedang mengalami gangguan kejiwaan (orang gila). Hal ini diperlihatkan dalam adegan di atas ketika ada seorang yang mengalami gangguan kejiwaan dia diteriaki dan dilempari batu hingga akhirnya dia sampai disebuah pesantren lalu ketika sampai di pesantren seorang pimpinan pesantren yaitu Kiai Landung melihat kejadian itu beliau langsung sigap turun tangan dengan menonjolkan rasa kepeduliannya kepada sesama.
62
Mitos
4
Beliau menyelamatkan orang gila tersebut dari lemparan batu anak-anak. Lantas Kiai Landung tidak serta merta memarahi anak-anak yang melempari orang gila tadi beliau malah mengajak anak-anak untuk peduli terhadap sesama sekaligus memberikan nasehat. Kepedulian yang diperlihatkan oleh Kiai Landung tidak berhenti sampai disini saja beliau dengan arifnya mengajak orang gila tadi untuk belajar di Pondok Pesantrennya kemudian dirawatlah orang gila tersebut sampai benar-benar menjadi manusia yang layak. “Merangkul orang yang waras itu biasa, tetapi orang yang merangkul tidak waras itu luar biasa. Makanya adegan ini ingin menunjukan bahawa pesantren ini seharusnya bersikap peduli termasuk orang gila. Karena ini menjadi cita-cita saya, agar suatu saat nanti ada pesantren yang seperti ini peduli dengan orang yang tidak waras. Jarang sekali ada pesantren di kehidupan nyata loh”.4 Sikap kepedulian memang terasa sangat penting untuk kita tanamkan sedari kecil kepada anak cucu kita dalam hadis Rasulullah SAW yang berbunyi “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah” (HR. Imam Ahmad) di dalam islam sendiri rasa kepedulian berbagi kepada satu sama lain itu benar-benar sangat dianjurkan karena dengan membangun rasa kepedulian tersebut kita bisa menjadi manusia yang bermanfaat sekaligus bisa menjaga ukhuwah islamiyah diantara kita. Dalam gambar di atas kesalehan sosial kepedulian ditunjukan dengan peduli terhadap orang yang sedang memiliki gangguan kejiwaan, kita dianjurkan untuk peduli kepada sesama manusia hanya saja terkadang kita lupa hanya mau peduli terhadap manusia yang normal saja,
Wawancara dengan Sutradara dan Penulis Skenario Film Penjuru 5 Santri (Plaza Tamini Square) pada 8 Juni 2015.
63
terhadap orang yang memilki gangguan kejiwaan kita biasanya cenderung bersikap acuh tak acuh, pura-pura lupa, bahkan terkadang menyakiti mereka dengan cara memukul, menendang, dan melempar batu. Alangkah baiknya kita sebagai manusia yang normal mulai saat ini kita bersama merubah paradigma tentang orang gila, orang gila bukanlah penyakit atau sampah dilingkungan masyarakat mereka hanya sedang sakit dan memerlukan pertolongan dari kita. Tindakan pengobatan seperti ini sangat bermanfaat bagi mereka namun tidak lupa diperlukan juga peran serta pemerintah dalam melancarkan program kepedulian terhadap orang gila. a. Narasi Antar Adegan Utama Dan Pendukung Pada Tabel 3.4 Tabel di atas merupakan serangkaian narasi yang berkaitan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar tersebut, sutradara film penjuru lima santri ingin mengukapkan arti sebuah kepedulian dalam bentuk peduli terhadap orang yang memiliki gangguan kejiwaan (orang gila). Seluruh adegan ini ditampilkan mulai dari pelemparan batu terhadap orang gila sampai adegan akhirnya orang gila tersebut di rawat oleh pengurus pondok pesantren. Pada gambar 1 tabel 3.4 terlihat sekumpulan anak-anak yang sedang melihat laki-laki paruh baya sedang berjalan dan kemudian anakanak itu meneriakinya dengan sebutan “orang gila, orang gila, orang gila” mereka juga melempari batu kearah orang gila tersebut. Pada gambar 2 tabel 3.4 terlihat laki-laki paruh baya tersebut membela dirinya “Yang diatas sana saja gak pernah mencaci maki saya,
64
aku nih bukan sinting yang sinting banyak jadi pejabat di jakarta ngerti kamu”. Setelah berkata seperti itu lalu laki-laki paruh baya tersebut akhirnya terlihat tenang. Pada gambar 3 tabel 3.4 nampak Kiai Landung sedang memisahkan anak-anak yang melempari batu kepada orang gila sembari memberi nasehat kepada mereka “Kamu tidak boleh memperolok-olok orang apalagi melempar batu seperti itu, jadi siapa orang, kalau dilempar batu sakit tidak boleh melempar batu kepada orang lain.” Dan mengajak anak-anak tersebut untuk pulang. Pada gambar 4 tabel 3.4 akhirnya kiai Landung merangkul orang gila tersebut untuk ditenangkan dari kekesalan yang telah diperbuat oleh sekumpulan anak-anak. Kemudian Kiai Landung mengajak orang gila tersebut untuk duduk bersama. Pada gambar 5 tabel 3.4 terlihat kiai Landung mencoba untuk membersihkan sampah-sampah yang menempel pada orang gila tersebut. Dengan disaksikan oleh para santri dan mahasiswa. Pada gambar 6 tabel 3.4 terlihat kiai landung sedang mengajak sekaligus mengajarkan surat
Al-Fatihah kepada orang gila tersebut
“bapak bisa baca surat Al-Fatihah gak?, coba yok yok baca dengan saya” guna mendoakan agar orang gila tersebut menjadi tenang. Kemudian Kiai Landung meminta Gus Pras untuk memandikan orang gila tersebut.
65
Pada gambar 7 tabel 3.4 terlihat Gus Pras dan tiga orang mahasiswa berupaya untuk memandikan orang gila tersebut. Dan disini pun juga terlihat penolakan orang gila atas ketidak maunya untuk mandi. Pada gambar 8 tabel 3.4 terlihat Gus Pras dan mahasiswa sedang memberikan pakain bersih untuk orang gila guna menjadikan orang gila tersebut layaknya seperti manusia yang sutuhnya dan agar tidak lagi dianggap seperti orang gila. Pada gambar 9 tabel 3.4 terlihat gus pras memberikan sebuah kopiah kepada orang gila tersebut dan dibantu oleh Kiali Landung, agar orang gila tersebut terlihat seperti santri Pondok Pesantren. 5. Sceen 5 (Kepedulian) Tabel 3.5 Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama terlihat kiai landung sedang memegang pundak Sabar. Pada gambar kedua terlihat Kiai Landung beserta santrinya berkunjung kerumah Sabar dan nampak nenek Sabar mempersilahkan kiai landung berserta santrinya untuk masuk kedalam rumahnya.
Gambar 1
66
Pada gambar ketiga nampak Kiai Landung sedang duduk sambil memegang tongkat dan ditemani santrinya. Pada gambar keempat terlihat Nenek Sabar dan Sabar sedang duduk bersama. Gambar 2 Pada gambar kelima terlihat Sabar keluar dari rumah untuk bersalaman kepada neneknya sembari membawa kain sarung.
Gambar 3
Gambar 4
67
Konotasi
Gambar 5 Konotasi yang ingin disampaikan oleh sutradara adalah tentang sebuah kepedulian terhadap seorang anak yang ingin menuntut ilmu tapi ia tidak bisa dikarenakan harus menggembala kambing dan membantu orang tuanya dalam hal ini yaitu neneknya, melihat kondisi seperti ini Kiai Landung dengan bijaksananya mau turun langsung berbicara ke rumah Sabar bertemu dengan neneknya dan memohon agar Sabar dijinkan untuk belajar mengaji di pesantren. Sikap peduli dan mau turun langsung ini sangat-sangat patut dicontoh ada kalanya terkadang kita hanya peduli tapi kita susah untuk turun tangan pedulinya hanya sebatas kepedulian dihati tidak ada tindakan. Kepedulian dalam hal ini terhadap pendidikan memang sudah banyak orang yang mau peduli, biar bagaimanapun sudah menjadi hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan apapaun pendidikannya baik dalam ilmu umum maupun ilmu agama. Kepedulian alangkah baiknya juga disertai dengan tindakan, sekecil apapun tindakan kita akan berdampak besar dalam perubahan hidup orang-orang yang membutuhkannya. Semakin banyak kita membangun rasa kepedulian terhadap sesama maka semakin banyak kita dicintai oleh setiap orang.
68
Mitos
Sikap kesalehan sosial dalam hal ini yakni kepedulian memang sangat dianjurkan agar diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Di dalam agama islam Rasulullah SAW bersabda :
عّلَيْ ِه َ ُعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اهللُ عَنْ ُه عَنِ النَبِيِّ صَّلَى اهلل ُ الَيُؤْمِنُ أَحَ ُد ُكمْ حَّتَى يُحِّبَ ِألَخِيْهِ مَايُحِّب:َسّلَمَ قَال َ َو ) (رواه البخارى ومسلم وأحمد والنسائى.ِلِنَ ْفسِه Anas ra. berkata, bahwa Nabi saw. bersabda, “Tidaklah termasuk beriman seseorang di antara kami sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”. (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i). Berdasarkan hadis di atas Rasulullah saja mengajarkan kepada kita untuk mau peduli terhadap sesama. Karena apa dengan kepedulian kita bisa dengan baik membangun hubungan sosial antar sesama manusia. Dalam hal pendidikan terutama, dewasa ini meskipun kita sudah memasuki tahun 2015 masih banyak ditemukan anak putus sekolah, anak tidak mau sekolah karena lebih baik bekerja, dan berbagai macam faktor yang menghambat si anak putus sekolah. Sebagai seorang pimpinan Pondok pesantren Kiai Landung tidak sungkan untuk naik turun lereng melintasi pesawahan hanya demi berbicara untuk seorang anak yang memiliki semangat mengaji. “Tidak ada batasan antara hubungan pesantren itu sendiri dengan masyarakat sekitar. Hubungannya sangat baik dan sinkron sekali ibaratkan simbiosis muatlisme saling membantu satu sama lain bahkan seorang pemimpin pesantren sekalipun, jika ada yang kesusahan ataupun ada masyarakat yang ingin mengaji di pesantren pemimpin turun adil kebawah dan mencari tahu apa sebabnya. Maka dari itu, inilah yang digambarkan pada film ini Pemimpin yang tidak sombong peduli terhadap sesama dan ikut membantu”.5
5
Wawancara dengan Sutradara dan Penulis Skenario Film Penjuru 5 Santri (Plaza Tamini Square) pada 8 Juni 2015.
69
Kepedulian seperti ini sungguh-sungguh sangat harus dicontoh oleh setiap pemimpin bahkan seorang kepala negara, seperti Rasulullah dan seluruh sahabat-sahabat. Apabila Indonesia pemipinnya memiliki kepedulian seperti ini pasti negara ini tidak akan ada lagi anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan, semua anak Indonesia dengan bebas dan ceria bisa belajar sesuka hati mereka dikarenakan sang pemimpin peduli terhadap calon generasai penerus bangsa hasilnya bangsa ini tentu akan memiliki manusia-manusia yang cerdas. a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.5 Tabel di atas merupakan serangkaian narasi yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan beberapa adegan kepedulian dalam hal pendidikan dalam film Penjuru Lima Santri. Adegan ini diawali dengan Kiai Landung melihat Sabar yang sedang duduk termenung menyaksikan kegiatan mengaji di Pondok Pesantren sampai dengan adegan Sabar diperbolehkan oleh neneknya untuk mengikuti kegiatan mengaji di Pondok Pesantren. Pada gambar 1 tabel 3.5 terlihat Kiai Landung sedang menanyakan kepada Sabar mengapa dia tidak mengaji berikut dialognya: Kiai Landung : Namamu siapa nak, dan kamu tinggal dimana? Sabar : Sabar Kiai nama saya, dan saya tinggal di lereng gunung sebelah wetan Kiai Landung : kenapa kamu tidak ikut mengaji disini? Temantemanmu kan ngaji disini. Sabar : Sebenarnya saya pengen Kiai tapi.... Kiai Landung : Ngajilah Pada gambar 2 tabel 3.5 terlihat Kiai Landung ditemani beberapa orang santrinya bersilaturahmi ke rumah Sabar, dan disambut dengan baik
70
oleh nenek sabar (Mbah Satir) beserta sabar. Dalam kunjungannya Kiai Landung bermaksud untuk berbicara kepada nenek Sabar untuk mengijinkan cucunya mengaji di Pondok Pesantren miliknya. Pada gambar 3 tabel 3.5 terlihat Kiai Landung memulai percakapan dengan Sabar dan neneknya sekaligus menyampaikan maksud dan tujuannya berkunjung “saya ini silaturahmi kesini, dan ingin bertanyalah. Apa betul cucu njenengan itu tidak boleh ngaji ke Pondok?” Pada gambar 4 tabel 3.5 Mbah Satir dengan sopan tanpa egois menjawab setiap pertanyaan yang terucap dari kiai landung berikut dialognya: Mbah Satir
Kiai Landung
Mbah Satir Kiai Landung
Sabar
: Ya boleh-boleh saja, Cuma saya sudah tua Kiai, sabar ini kan harus mengurus kambing saya ndak kuat ngurus kambing pak Kiai. : Kalau gitu, bagaimana kalau kambingnya itu dititipkan di pondok, di pondok kan ada koperasi kambingnya bukan untuk pondok nanti ya bagi hasillah kalau begitukan si Sabar itu kan bisa mengaji untuk lebih memperdalam agama di pondok, dan mbah Satir juga bisa punya tabungan untuk di surga kelak : Iya pak Kiai boleh, tapi Sabar jangan modok ya : Yang mondok kan anak-anak yang jauh kalau Sabar kan sama dengan temantemannya yang lain. : Jadi Sabar boleh ngaji mbah? (sambil mencium tangan mbah Satir) Alhamdulillah yes makasih mbah
Pada gambar ke 5 tabel 3.5 terlihat kecerian sabar yang akhirnya mendapatkan restu dari sang nenek sembari membawa sarung dan sebuah
71
Al-quran untuk pergi ke pesantren guna mengaji dan memperdalam ilmu agama berikut dialognya: Mbah satir Sabar
: Sana ambil sarung dan Qur’anmu : (Masuk ke dalam rumah lalu ambil sarung dan Al-Qur’an) suwun mbah.
6. Sceen 6 (Kepedulian) Tabel 3.6 Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama terlihat tiga orang anak sedang mengobrol dengan seorang nenek kemudian di sebelah kanan terlihat sorang bapak yang membawa dua derigen air. Pada gambar kedua terlihat seoarang laki-laki berpeci sedang memikul dua derigen air dan dibelakangnya terlihat nenek dan dua anak laki-laki.
Gambar 1
Pada gambar ketiga nampak seorang nenek sedang menerima sebotol minyak tanah yang diberikan rahayu. Gambar 2
72
Konotasi
Gambar 3 Konotasi yang hendak disampaikan oleh sutradara dalam rangkaian gambar di atas adalah kepedulian sosial dalam masyarakat terutama di dalam hubungan bertetangga, ketika Mbah Satir kesulitan mencari cucunya untuk disuruh mengambil air dan membelikan minyak tanah, beliau mencari ke rumah temannya Sabar tapi justru malah menemukan teman-temannya sang nenek bercerita bahwa sulit mencari cucunya. Kemudian akhirnya meminta bantuan kepada mereka untuk mengambil air dan minyak tanah. kepada Mbah Satir. Datanglah seorang bapakbapak yang peduli kepada Mbah Satir sekaligus menawarkan jasanya biarlah ia saja yang mengambil air untuknya sekaligus menyuruh anaknya yaitu Rahayu untuk memberikan minyak tanah yang ia miliki. Kepedulian dalam bertetangga memang sangat diperlukan dalam mempererat hubungan antar manusia, banyak sekali dari kita yang mulai kurang bersosialisasi kepada tetangga entah karena malu, menutup diri atau bahkan bersikap acuh, padahal penting sekali membangun hubungan dengan tetangga karena ketika kita mendapat musibah orang yang akan membantu kita pertama kali adalah tetangga. Jadi menanamkan rasa kepedulian dengan tetangga kita akan berdampak positif juga kepada kita.
73
Mitos
Dalam keseharian kehidupan budaya masyarakat jawa menekankan ketenteraman batin, keselarasan, keseimbangan, sikap menerima segala peristiwa yang terjadi dan menempatkan diri selaras dengan masyarakat dan Tuhannya di dalam bermasyarakat. Dalam Islam sendiri kita diharuskan menjaga hubungan dalam hal ini peduli terhadap tetangga Allah SWT berfirman
Artinya: “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.” (QS. An Nisa: 36). Allah menyuruh kita berbuat baik kepada ketetangga dekat maupun tetangga jauh agar kita bisa hidup selaras satu sama lain. Sisi kesalehan sosial yang ditimbulkan dari rasa kepedulian dalam adegan ini bisa menginspirasi kita untuk lebih peduli lagi dalam membantu manula, terkadang ada manula yang kesusahan kita masih tidak peduli dengan dia, sebagai manusia yang masih sehat alangkah baiknya kita membantu mereka selain bisa menambah pahala ini pun bisa membuat kita dipandang terhormat dalam masyarakat tempat tinggal. a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.6 Tabel di atas merupakan serangkaian adegan yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan beberapa adegan kesalehan sosial tentang kepedulian bertetangga yang terjadi dalam Film Penjuru 5 Santri. Seluruh adegan berikut ditampilkan mulai dari Nenek Sabar sedang berbincang dengan
74
ketiga sahabat Sabar kemudian bapak Sugeng datang dan menanyakan ada masalah apa Mbah? Sampai kepada adegan Bapak Sugeng membantu untuk memberikan air kepada Mbah Satir (Nenek Sabar). Pada gambar 1 tabel 3.6 terlihat percakapan antara nenek Sabar dan ketiga sahabat Sabar kemudian selang beberapa detik terlihat Bapak sugeng datang dan menanyakan kepada Mbah Satir. Berikut dialog pada adegan kepedulian Bapak Sugeng kepada Mbah Satir: Bapak Sugeng Mbah Satir Bapak Sugeng
Bapak Sugeng Rahayu Bapak Sugeng Mbah Satir Bapak Sugeng Mbah Satir
: Ono opo toh mbah? : Ikiloh Pak Sugeng, Sabar gak muleh-muleh Kulo potenen minyak tanah sama air. : Oalah ko tumben bocah kui sampe urung muleh, dah uis sampean tenang wae ntar aku yang isiin ya mbah, tenang ae. : ndo Rahayu ono minyak tanah dirumah Jukuut ae : Iyah pak : Mbah tenang ae, mbaija urong uneh yo : Pak Sugeng ngerepotin : Orak-orak wis tenang ae : matursuwun njeh
Pada gambar 2 tabel 3.6 terlihat Pak Sugeng nampak menahan beban karena membawakan dua drigen air yang akan diisikan ke dalam bak mandi Mbah Satir untuk keperluan Mbah Satir berwudhu dan mandi. Pada gambar 3 tabel 3.6 terlihat Mbah Satir dengan perasaan senang hati menerima sebotol minyak tanah yang diberikan Rahayu kepadanya untuk memenuhi kebutuhan memasak di rumahnya berikut dialognya: Rahayu : Ini mbah... Mbah Satir : Suwun ndo, mbah pulang dulu geh Tiga Sahabat Sabar : Iyah, hati-hati mbah.
75
7. Sceen 7 (Kepedulian) Tabel 3.7 Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama terlihat Gus Pras berdiri di depan pria yang berada di samping mobil Pada gambar kedua terlihat seorang pria berkaca mata yang mengenakan pakaian rapih. Gambar 1 Pada gambar ketiga terlihat tiga orang santri yang sedang membawakan setumpuk kardus ditangannya dengan seorang dari mereka mengelurkan kardus dari mobilnya.
Gambar 2
Gambar 3
76
Konotasi
Mitos
Konotasi yang ingin disampaikan dari rangkaian gambar di atas adalah makna tentang sikap kesalehan sosial yaitu kepedulian, di dalam kehidupan ini sering kita temui berbagai masalah persoalan-persoalan yang cukup rumit dan untuk menyelesaikannya kita membutuhkan pertolongan orang lain. Salah satunya adalah membangkitkan rasa kepedulian, dengan menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama maka secara tidak langsung kita bisa membantu mengurangi penderitaan orang-orang yang tidak mampu. Dalam adegan ini dikisahkan seorang donatur yang datang dari sebuah kota, ia menyisihkan sebagian hartanya yang kemudian dibelikan sepatu, seragam dan peralatan sekolah dan disumbangkan untuk seluruh santri pondok yang kurang mampu dan masih bersekolah. Sikap kepedulian seperti ini patut lah menjadi contoh bagi kita khususnya bagi kita yang sudah diamanahkan oleh Allah SWT yaitu harta yang lebih. Untuk membantu orang-orang yang memiliki taraf ekonomi miskin, alangkah indahnya jika kita sesama manusia membantu tolong menolong satu sama lain, yang kaya membantu yang miskin begitu juga sebaliknya apabila si kaya membutuhkan bantuan si miskin juga dengan rela mengeluarkan securah kemampuannya untuk membantu si kaya jika hidup selalu seperti ini niscaya akan tercipta suatu harmoni kehidupan yang sangat indah. Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya yang berbunyi:
( “Orang mukmin yang satu dengan yang lain bagai satu bangunan yang bagian-bagiannya saling mengokohkan” (HR. Bukhari).
77
Antar mukmin yang satu dan yang lainnya bagaikan sebuah bangunan , apabila bagian dari bangunan ada yang rusak maka bangunan itu tidak akan kokoh. Itulah yang diajarkan Rasulullah sama halnya seperti kehidupan sesama umat islam kita ini bersaudara apabila ada saudara kita yang sedang membutuhkan bantuan alangkah baiknya kita membantu mereka sedang kesusahan. Sikap-sikap seperti acuh tak acuh, masa bodo, dan tidak peduli itu sangat-sangat tidak baik karena sikap seperti ini akan membuat manusia semakin sombong merasa dirinya paling benar dan berbagai macam sikap-sikap yang dibenci Allah. Oleh karena itu kesalehan sosial mengajarkan kepada kita untuk bersikap peduli terhadap sesama bukan hanya kepada sesama agama tapi juga sesama umat manusia dalam rangka membina hubungan soaial kita (Habl min naas) dan juga menjaga ibadah kita kepada Allah SWT. a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.7 Tabel di atas merupakan serangkaian narasi yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar di atas, sutradara ingin menunjukan sebuah nilai penting mengenai kepedulian terhadap sesama yang digambarkan oleh seorang donator dalam Film Penjuru 5 Santri. Seluruh adegan ini ditampilkan mulai dari kedatangan donatur ke Pondok Pesantren untuk memberikan sepatu, seragam dan tas untuk diberikan kepada santri-santri Pondok Pesantren.
78
Pada gambar 1 tabel 3.7 berawal dari seorang pria yang keluar dari mobil langsung menyapa Gus Pras yang sudah berdiri di depan mobil sejak kedatangan pria tersebut ke Pondok Pesantren, dan pria itu berkata “Assalamualaikum
Gus”
Gus
Pras
menjawab
“Waalaikumsalam,
alhamdulillah”. Pada gambar 2 tabel 3.7 pria tersebut langsung menjelaskan tujuanya datang ke Pondok Pesantren kepada Gus Pras, berikut dialognya: Donatur :
Mohon maaf, saya tidak bisa memberikan apaapa tapi yang saya dengar dari rekan saya adalah bahwa anak-anak sekolah disini masih banyak yang belum memiliki sepatu mudahmudahan berguna. Saya juga membawakan seragam sekolah, sarung dan peci kiai. Gus Pras : Alhamdulillah... Donatur : baik kalau begitu saya mohon izin saya harus Menjemput anak saya disekolah. Gus Pras : oh moggo silahkan Donatur : Barang-barangnya saya turunkan sekarang. Gus Pras : (Gerakan memanggil Karyo dan temannya dua orang) Pada gambar 3 tabel 3.7 pria tersebut meminta bantuan kepada ketiga santri untuk menurunkan dan membawakan barang-barang yang akan dibagikan kepada seluruh santri Pondok Pesantren, “Mas mohon bantu ya untuk turunkan barang-barangnya”.
79
B. Makna Kesalehan Sosial dalam Ilmu dan Budaya secara denotasi, konotasi, dan mitos. Sebuah masyarakat tidak akan mungkin berbudaya tanpa ilmu. Ilmulah yang menjadi pendorong terwujudnya masyarakat yang berbudaya dan berperadaban. Istilah modern yang bisa diucapkan dan ditulis untuk menyebut masyarakat berbudaya dan berperadaban adalah msayarakat madani 1. Sceen 1 (Menuntut Ilmu) Tabel 3.8 Visualisasi: Denotasi pada gambar terlihat tiga anak laki-laki dan satu perempuan berjalan melintasi perkebunan dengan mengenakan pakaian seragam sekolah. Pada gambar kedua, terlihat siswa-siswi sekolah dasar dan guru sedang melaksanakan upaca bendera merah putih, terlihat juga di belakang kantor guru terlihat siswa yang sedang berlarian.
Gambar 1
Gambar 2
80
Konotasi
Mitos
Konotasi yang ingin disampaikan dalam adegan Rajin belajar ke 2 adalah menampilkan suatu semangat menuntut ilmu dari sekumpulan anak-anak desa meskipun harus menyebrangi lereng perkebunan dan menyebrangi sungai dengan bertelanjang kaki dan berjalan anakanak tetap penuh semangat menuntut ilmu ke sekolah. Inilah semangat belajar semangat menuntut ilmu yang luar biasa yang dilakukan oleh Sabar, Sugeng, Slamet, Rahayu dan Wahyu. Pentingnya sebuah pendidikan bagi manusia memang harus selalu mendapat perhatian utama bagi kita karena proses pendidikan dapat membuat manusia menjadi mahkluk yang berguna bagi sesamanya. Akan tetapi minimnya perhatian dari pemerintah tidak mematahkan semangat mereka untuk pergi menuntut ilmu ke sekolah guna menaikan derajat taraf hidup mereka dan meraih cita-cita yang mereka harapkan. Di Indonesia budaya menuntut ilmu dalam kondisi sesulit apapaun sudah diajarkan oleh para pendiri bangsa contohnya adalah Mohammad Hatta pada tahun 1921 beliau mendapat beasiswa Van Deventer dan melanjutkan kuliah di Handels-Hogeschool, Rotterdam (Rotterdam School of Commerce, kini Universitas Erasmus) meskipun dalam kondisi terjajah belanda bung Hatta tetap semangat menempuh pendidikannya hingga menjadi proklamator kemerdekaan negara Indonesia bersama dengan Bung Karno. Semangat seperti inilah yang harusnya dicontoh oleh seluruh generasi muda Indonesia meskipun bangsa kita dirundung berbagai macam masalah seperti kemiskinan, hal seperti ini tidak boleh mematahkan semangat kita. Seperti yang diperlihatkan dalam rangkaian adegan di atas meskipun tinggal di pelosok desa anak-anak dan harus melewati lereng perbukitan dan menyeberangi sungai yang berarus sambil berjalan kaki, anak-anak tetap semangat menuntut ilmu guna kehidupan yang lebih baik.
81
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW: “Barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti ada jalan...” (HR. Bukhori). hal ini mengajarkan kita sebagai seorang muslim kita tidak boleh putus asa, termasuk dalam menuntut ilmu kita tidak boleh berputus asa dan selalu yakin bahwa Allah akan membukakan jalan kemudahan untuk kita dalam menuntut ilmu apapun keadaannya. a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.8 Tabel di atas merupakan serangkaian adegan yang berkaitan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar di atas, sutradara menampilkan semangat untuk menuntut ilmu dan tidak memandang seberapa besar rintangan yang mereka hadapi yang terjadi dalam Film Penjuru 5 Santri. seluruh adegan ini ditampilkan mulai dari empat sekawan yang ingin pergi kesekolah hingga mengikuti kegiatan sekolah. Pada gambar 1 tabel 3.8 terlihat Sabar, Rahayu, Sugeng dan Wahyu sedang berjalan melintasi perkebunan untuk pergi kesekolah dengan penuh semangat dan rasa gembira. Mereka tak pernah mengeluh seberapa besar rintangan yang mereka hadapi sekalipun mereka harus menyebrangi sungai dan melintasi perkebunan guna menuntut ilmu disekolah. Pada gambar 2 tabel 3.8 terlihat sebuah pelaksanaan upacara bendera di suatu sekolah yang di hadiri oleh seluruh siswa, dewan guru, dan pembina upacara, mereka terlihat sedang mengangkat tangan kanan (hormat) kepada sang merah putih sembari menyanyikan lagu Indonesia
82
Raya. Kemudian mereka bersiap untuk memulai kegiatan belajar mengajar. 2. Sceen 2 (Menuntut Ilmu) Tabel 3.9 Visualisasi: Denotasi pada gambar pertama terlihat raur wajah Sabar yang memandang ketas sambil duduk di bawah pohon. Pada gambar kedua Sabar sedang membaca sebuah buku yang berjudul Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia di bawah pohon.
Konotasi
Gambar 1
Gambar 2 Konotasi yang hendak disampaikan dalam rangkaian adegan di atas ialah suatu semangat belajar, semangat menutut ilmu yang ditunjukan oleh anak-anak Indonesia khususnya anak pelosok desa.
83
Konotasi
Mitos
Di tengah aktivitasnya membantu sang nenek mencari rumput dan kayu bakar sambil beristirahat sabar menyempatkan dirinya untuk membaca sebuah buku, sangatlah luar biasa sekali semangat menuntut ilmu Sabar yang tanpa mengenal lelah seperti ini. Walaupun minim akan canggihnya teknologi seperti di kota-kota modern tapi sabar dengan penuh semangat tetap rajin membaca buku. Rajin menutut ilmu dalam kondisi apapun sangatlah patut untuk ditiru oleh pelajar-pelajar di Indonesia di tengah keterbatasan kita tapi kita harus sadar bagaimanapun pendidikan harus tetap diutamakan karena proses pendidikan dapat merubah taraf hidup suatu bangsa menjadi maju. Ada pepatah bahasa Indonesia yang mengatakan “Rajin pangkal pandai” Oleh karena itu bersykurlah kita yang hingga saat ini masih diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan hingga tingkat universitas manfaatkanlah setiap wadah ilmu yang telah tersedia. Kurangnya minat seseorang untuk menuntut ilmu dikarenakan faktor kemiskinan adalah suatu hal yang harus kita tolong. Sebagai seorang muslim kita di wajibkan untuk menuntut ilmu Rasulullah SAW bersabda: Artinya : ”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan” (HR. Muslim). Semangat belajar harus lebih kita terapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia ingat bangsa kita adalah bangsa yang berbudaya bangsa yang penuh dengan potensi-potensi luar biasa yang telah Allah anugerahkan dalam Sumber Daya Alamnya oleh karena itu kita harus terus memiliki semangat belajar atau semangat menuntut ilmu guna memperbaiki kondisi bangsa Indonesia yang mulai rapuh oleh kemiskinan.
84
Dengan menerapkan ilmu sebagai budaya pendidikan maka niscaya Indonesia akan di penuhi oleh anak-anak yang luar biasa cerdas baik dari ujung kota sabang sampai ujung timur kota merauke. a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.9 Di dalam tabel di atas merupakan serangkaian gambar adegan yang berhubungan satu sama lain. Dalam rangkaian adegan diatas, sutradara mencoba menampilkan nilai penting mengenai semangat belajar dari masyarakat pedesaan. Seluruh adegan ini di awali dengan Sabar yang sedang beristirahat di bawah pohon sampai Sabar membaca sebuah buku. Pada gambar 1 tabel 3.9 nampak Sabar memakai pakaian yang lusuh sedang beristirahat di bawah pohon yang rindang, ia kelelahan karena harus membantu sang nenek mencari rumput untuk makan ternaknya dan mencari beberapa kayu bakar yang akan digunakan sebagai bahan bakar memasak sang nenek. Pada gambar 2 tabel 3.9 terlihat Sabar ditengah istirahatnya menyempatkan waktu senggang untuk membaca sebuah buku. Adapaun buku yang dibaca oleh sabar adalah buku tentang UUD 1945 sebuah buku lama yang mungkin jarang ditemui di sekolah.
85
3. Sceen 3 (Menuntut Ilmu) Tabel 3.10 Visualisasi: Denotasi pada gambar pertama terlihat Sabar sedang belajar di dalam ruangan yang dekat dengan tungku. Pada gambar kedua, terlihat Sabar yang sedang belajar dengan kondisi dia harus menemani neneknya yang sedang berbaring ditempat tidur.
Konotasi
Gambar 1
Gambar 2 Konotasi yang ingin disampaikan dalam rangkaian adegan gambar 1 dan 2 menunjukan adanya semangat belajar yang ditunjukan oleh sabar meskipun tinggal di dalam rumah yang kurang layak huni berlantaikan tanah langsung sabar tetap dengan tekun belajar. Semangat belajar menuntut ilmu yang ditunjukan oleh sabar lagi-lagi patut kita contoh karena dalam kondisi apapun kita sebagai generasi muda tidak boleh bermalas-malasan dalam menuntut ilmu, baik dalam ilmu umum ataupun ilmu agama.
86
Mitos
6
Alangkah baiknya jika kita sebagai generasi muda mulai menyibukan diri kita dalam berbagai kegiatan positif mulai dari hal yang terkecil saja seperti yang di lakukan sabar dalam gambar 1 dan 2, lalu kita mencoba dengan bernagai macam kegiatan belajar lainnya dalam ruang lingkup yang lebih besar seperti berdiskusi, belajar bersama, dan menghadiri forum-forum pelajaran di instansi sekolah maka niscaya generasi muda kita akan cerdas, pintar dan pandai. “Seorang anak yang dibesarkan oleh seorang nenek, otomatis peduli terhadap neneknya, ini makanya secara tidak langsung menyadarkan pada anak-anak dikita. Walau dengan keterbatasan ini tetap semangat belajar, kecenderungan anak-anak di Desa itu seperti yang digambarkan pada film. Ingin merubah keadaan tidak selamanya ingin berada dalam keadaan ini tidak pantang mengeluh dan menyerah ingin merubah suatu kehidupan dimasa yang akan datang. Nah ini yang kebayakan anak-anak sekarang tidak meliki rasa seperti itu, mereka dengan fasilitas serba ada kurang memiliki semangat untuk menuntut ilmu. “pikirannya ah, orang tua gue ini mampu ko, gak perlu gue kerja keras belajar mati-matian toh gue uang ada, ini itu ada” itulah pemikiran anak-anak sekarang sangat berbeda. Makanya saya ingin menunjukan adegan tidak hanya aktivitas pesantren tetapi aktivitas sekola pun ditunjukan”.6 Dalam budaya Islam ilmu merupakan kunci untuk menyelesaikan berbagai macam masalah atau persoalan, lalu ilmu diibaratkan sebagai cahaya karena ilmu memilki fungsi sebagai petunjuk dalam kehidupan kita. Orang yang memiliki ilmu mempunyai kehormatan di sisi Allah SWT, Allah SWT berfirman dalam QS Al-Mujadalah ayat 11:
Wawancara dengan Sutradara dan Penulis Skenario Film Penjuru 5 Santri (Plaza Tamini Square) pada 8 Juni 2015.
87
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. Berdasarkan firman Allah tersebut harusnya kita bisa lebih termotivasi lagi, lebih semangat lagi dalam mencari ilmu bagaimanapun kondisinya kita tidak boleh kalah atau pasrah dengan keadaan. Lalu setelah kita mempunyai ilmu yang cukup banyak Alangkah baiknya ilmu yang kita miliki ini, kita ajarkan kepada setiap orang yang hendak belajar juga. Dengan menyebarkan ilmu yang sudah kita dapat kepada orang lain insya Allah akan menjadi suatu sikap kesalehan sosial yang indah dan bermanfaat bagi orang banyak. Amin Ya robbal alamin. a. Narasi Antara Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.10 Dalam rangkaian adegan gambar diatas merupakan suatu rangkaian narasi yang saling berkaitan antara satu dan lainnya. Dalam rangkaian gambar diatas, sutradara kembali menunjukan semangat keshalehan sosial dalam menuntut ilmu pada Film Penjuru 5 Santri. Seluruh adegan ini diawali dengan adegan Sabar sedang belajar sampai dengan adegan Sabar yang masih tetap belajar sambil menjaga neneknya yang sedang tertidur lelap. Pada gambar 1 tabel 3.10 terlihat Sabar dengan penuh semangat dan rasa ikhlas, walapun dengan fasilitas seadanya, pencahayaan yang minim, dan kondisi rumah yang kurang layak sabar tetap melakukan aktifitas belajar.
88
Pada gambar 2 tabel 3.10 terlihat Sabar yang sedang belajar dengan disinari cahaya dari lampu tempel dan waktu yang sudah larut malam ia tetap semangat melanjutkan kegiatan belajanya sekaligus menjaga sang nenek yang sudah tidur lebih dahulu. 4. Sceen 4 (Berjiwa Seni) Tabel 3.11 Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama terlihat sekumpulan mahasiswa dan dua orang santri sedang duduk bersama disebuah saung Pondok Pesantren. Pada Gambar kedua terlihat dua orang laki-laki sedang duduk bersama dengan ekpresi wajah tersenyum.
Konotasi
Gambar 1
Gambar 2 Pesan konotasi yang disampaikan dalam rangkaian gambar ini adalah kemampuan materi dakwah yang menghubungkan antara problematika saat ini dan nasihat-nasihat sastra Jawa (Giung).
89
Seorang penceramah senior atau sudah lanjut usia biasanya tidak ragu dalam menyatukan antara sastra-sastra lama dan kondisi saat ini, dengan menggunakan materi tersebut diharapkan agar masyarakat selalu mengingat bahwa ternyata nenek moyang kita atau orangorang tua terdahulu juga meninggalkan kalimat-kalimat bijak yang sampai saat ini tidak boleh kita lupakan agar kita bisa lebih memperluas wawasan budaya dan kesenian yang ada di Indonesia. Apapun pesannya selama itu bijak dan bermanfaat wajib kita pelajari dan kita amalkan sebagai suatu pegangan hidup. Dan tidak lupa dari semua pesan-pesan itu kita pelajari kembali dan kita ajarkan kepada anak cucu kitaumumnya pada setiap generasi muda. Sebagai generasi muda penerus perjuangan bangsa Indonesia kita wajib untuk mempelajari dan menjaga setiap budaya-budaya yang ada di Indonesia. Karena dengan sikap-sikap seperti itu kita bisa memahami jiwa luhur bangsa kita sekaligus kita jadikan teladan menjalani kehidupan bermasyarakat. Khususnya dalam hal ini suatu sastra jawa (Giung) yang dijadikan kalimat pembuka ceramah di hadapan para mahasiswa. Hal yang dilakukan oleh Kiai Landung sangatlah efektif guna mengajarkan kepada generasi muda yang saat ini sebagian kehidupannya sudah terkontaminasi oleh budaya luar. Mengajarkan budaya sendiri kepada generasi penerus bangsa ini kita rasa harus dilakukan oleh semua kalangan tidak hanya oleh kalangan pendidik dan penceramah tapi juga bisa dari kalangan pemerintah, oknum PNS, kepolisian dan semuanya. Agar kita bisa menjadi bangsa yang makmur dan sejahtera.
Mitos
a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3. 11 Tabel di atas merupakan beberapa adegan berjiwa seni yang ditekankan
oleh
sutradara
dalam
memperoleh
semangat
untuk
menghidupkan sastra sebagai media sarana berdakwah. Dalam potongan
90
gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan mengenai berjiwa seni dalam Film Penjuru 5 Santri. beberapa adegan ini ditampilkan mulai dari duduk bersama-sama di sebuah saung hingga Kiai Landung memberikan tausiyah penyambutan kepada mahasiswa. Pada gambar 1 tabel 3.11 terlihat Kiai Landung, Gus Pras beberapa santri dan rombongan KKN mahasiswa sedang menyimak ceramah penyambutan yang di bawakan oleh Kiai Landung. Dalam ceramahnya Kiai Landung berpesan tentang kebaikan menjaga ucapan dan bercerita sedikit tentang sebuah sastra tradisi Jawa yaitu giung. Pada gambar 2 tabel 3.11 terlihat Kiai Landung bersama dengan Gus Pras. Kiai landung masih melanjutkan pesan ceramahnya kepada mahasiswa KKN. Ada giung yang bunyinya “aji ning diri sokoladi” yang artinya kemulian sesorang itu tergantung pada lidahnya. 5. Sceen 5 (Berjiwa Seni) Tabel 3.12 Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama terlihat seorang Kiai Landung sedang memegang sebuah wayang. Pada gambar kedua terlihat raur wajah Kiai landung yang memandang ke arah depan dan juga terlihat Kiai Landung duduk di atas kursi
Gambar 1
91
Konotasi
Gambar 2 Konotasi yang ingin disampaikan dari rangkaian gambar di atas adalah suatu kemampuan berdakwah yang dipadukan dengan kesenian dan pentingnya untuk melestarikan budaya Indonesia dalam adegan ini yaitu wayang. Dalam materinya Kiai Landung memberikan suatu nasehat yang beraplikasikan kisah pewayangan Rama dan Shinta. Begitu banyaknya budaya Indonesia dalam hal ini wayang bisa menarik simpati orang-orang apalagi jika dibawakan dengan bahasa-bahasa yang bisa dipahami oleh rakyat. Sutradara film Penjuru 5 Santri menampilkan sisi-sisi budaya dalam membangkitkan ghiroh ukhuwah islamiyah yang ada di Indonesia. Dalam menjaga ukhuwah Islamiyah bisa kita lakukan dengan cara berdakwah. Ada banyak cara untuk menyampaikan dakwah salah satunya dengan menggunakan kesenian. Mengenal budaya kita memang harus dilakukan sedari kecil agar kita tidak lupa akan setiap budaya yang sudah diwariskan oleh nenek moyang kita.
92
Mitos
7
Islam menyebar ke Indonesia melalui beberapa jalur salah satu penyebaran Islam adalah dengan kesenian. Bermacam-macam tradisi yang ada di Indonesia membuat suatu nilai tersendiri di mata para penyebar islam. Hal ini telah dilakukan oleh para walisongo contohnya Sunan Kalijaga dalam dakwahnya Sunan Kalijaga menggunakan seni pewayangan dan musik-musik gamelan untuk menarik perhatian masyarakat yang sebagian besar beragama hindu dan budha. Dan pada waktu itu masyarakat masih sangat suka dengan pertunjukan wayang dan gamelangamelan kemudian akhirnya sunan Kalijaga menghubungkan kebiasaan masyarakat dengan dakwah penyebaran materi-materi Islam sehingga akhirnya sebagian masyarakat mau di ajak masuk agama Islam. Inilah yang harusnya mulai dilakukan oleh para penceramah saat ini kita tidak boleh melupakan budaya-budaya yang dari dulu sudah ada di masyarakat lalu secara perlahan mengaplikasikan dalam setiap ajakan ceramah kita hal ini biasa disebut Pribumisasi Islam. ”Apa artinya agama tanpa kebudayaan, bukan berarti kebudayaan lebih penting dari pada agama. Agama dan kebudayaan seiring sejalan karena agama mengajarkan manusia menjadi religius dekat dengan Tuhan. Kebudayaan mengajarkan manusia untuk berbudi pekerti yang tinggi dan berprilaku yang baik serta saling menghargai sesama umat di dunia. Mengajak masyarakat didunia itu penting, karena kebudayaan seiring sejalan dengan agama agar tidak terjadi radikalisme kepemtingan sosial dan membenci yang tidak sepaham dan seiman. Maka dari itu ada adegan seoarang kiai yang sedang meyampaikan tausyiah dengan memberagakan wayang sebagai media untuk menyampaikan pesan agar bisa dipahami oleh pendengar”.7 Dengan ini Islam akan lebih menjadi agama yang Rahmatan lil Alamin.
Wawancara dengan Sutradara dan Penulis Skenario Film Penjuru 5 Santri (Plaza Tamini Square) pada 8 Juni 2015.
93
Sebagai warga negara Indonesia kita wajib melestarikan budaya-budaya kita sendiri tidak hanya melestarikan kita juga wajib mempelajari sekaligus mempertahankan setiap budaya kita dari gangguan pengakuan budaya oleh negara lain.
a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.12 Tabel di atas merupakan serangkaian narasi yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan sikap kesalehan sosial
dalam berjiwa seni
untuk
menyampaikan pesan dakwah yang di gambarkan oleh seorang Kiai. Seluruh adegan ini ditampilkan mulai dari Kiai Landung menyampaikan tausiyah menggunakan wayang. Pada gambar 1 tabel 3.12 salah satu adegan Kiai Landung yang sedang memberikan tausyiah melalui cerita rama dan sinta dengan perantara wayang sebagai objek peraga “Tokoh yang namanya dasamuka atau rahwana, ya dalam dunia pewayangan sebagai raksasa yang suatu saat mencuri istri orang, perempuan yang dicuri itu namanya Dewi Shinta. Nah setelah Dewi Shinta itu berada di dalam istananya, sebenarnya Rahwana ini bisa saja meperkosa Dewi Shinta tapi dia tidak melakukan, kenapa? Karena Dewi Shinta tidak rela untuk menyerahkan dirinya kepada orang yang bukan kepada suaminya”. Pada gambar 2 tabel 3.12 adegan Kiai landung menutup tausyiahnya dengan menggunakan lantunan puisi tentang perjanjian Dewi Shinta kepada suaminya “Suamiku Sri Rama, kalau mendung hitam sudah
94
di atas kepala jangan larang hujan turun kebumi, kalau angin bertiup dengan kencangnya jangan larang daun-daun kering berguguran kalau senyummu Sri Rama selalu mekar dalam hatiku. Jangan larang aku akan tetap setia dan rindu padamu”. C. Makna Kesalehan Sosial dalam Membangun Harmoni-Sosial secara denotasi, konotasi, dan mitos. Membangun
harmoni
sosial
sama
dengan
hal
membangun
kebersamaan sosial. Ini semua adalah hasil kemauan suka rela warga masyarakat untuk melakukan antar hubungan dan interaksi untuk mencapai kesejahteraan. 1. Sceen 1 (Bersikap Hormat dan Sopan Santun) Tabel 3.13 Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama terlihat Gus Pras sedang berjalan dengan beberapa mahasiswa. Pada gambar kedua terlihat lima anak berseragam sekolah sedang bersalaman kemudian mencium tangan Gus Pras. Gambar 1
95
Konotasi
Mitos
Gambar 2 Konotasi dari gambar ini ialah perilaku hormat kepada orang yang kita anggap senior atau dituakan. Mencium tangan orang tua memang sudah menjadi suatu tradisi unik dalam kehidupan kita bermasyarakat. Kebiasaan ini kita lakukan selain untuk menjaga perasaan kepada orang yang kita hormati kebiasaan ini juga digunakan untuk menjaga hubungan kita dengan orang yang dituakan, dipandang berilmu lebih banyak, dan memiliki wibawa yang sangat luar biasa. Budaya menghormati orang yang lebih tua seperti ini diharapkan akan menimbulkan terciptanya suatu hubungan harmoni yang sangat penuh dengan kasih sayang, sehingga akan tercipta suatu tatanan masyarakat yang saling menyayangi antara yang tua dan yang muda. Menghormati orang tua utamanya adalah menghormati ibu dan bapak tapi kita tdak boleh melupakan orang tua yang sudah memberikan kita ilmu diforum pendidikan dan kajian keilmuan. Budaya menghormati orang tua memang sudah mulai menurun kita hanya cenderung mau mengormati orang kaya, para pimpinan, dan berbagai macam orang yang mempunyai status atau derajat lebih tinggi di atas kita.
96
Sekarang banyak anak-anak yang ketika berangkat atau berpamitan hanya asal pergipergi saja tanpa mencium tangan kedua orang tuanya begitu juga di sekolah masih sering kita temui anak-anak yang tidak menghormati gurunya. Menghormati orang yang lebih di tuakan memang penting kita pelihara dan kita jaga karena dengan budaya hormat dan menghormati seperti ini akan tercipta suatu hubungan kasih sayang yang indah antara yang tua dan yang muda. “Berawal dari kegelisahan karena sekarang ini anak-anak sudah tidak ada sikap hormat bahkan dalam bertamu sekalipun. Banyak kegagalan orang dari etika. Orang pinter sekalipun dan tidak berbudi pekerti di jamin tidak sukses. Maka film ini ingin menyampaikan pesan pada anak-anak khususnya atau siapapun bersikap hormatlah dan bersopan santunlah terhadap orang yang lebih tua, karena disetiap perbuatan baik pasti ada doa untuk menuju kesuksesan seseorang”.8
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Keduaduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan 8
Wawancara dengan Sutradara dan Penulis Skenario Film Penjuru 5 Santri (Plaza Tamini Square) pada 8 Juni 2015.
97
yang mulia”.
a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.13 Tabel di atas merupakan serangkaian narasi yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar di atas, sutradara mencoba menanpilkan beberapa adegan keshalehan sosial yang bersifat hormat pada orang tua dan pada sesama yang terjadi pada Film Penjuru 5 Santri. seluruh adegan berikut ditampilkan mulai dari Gus Pras yang sedang berjalan bersama beberapa mahasiswa kemudian Sabar dan kempat sahabatnya datang menghampirinya untuk bersalaman dan menyampaikan berita. Pada gambar 1 tabel 3.13 terlihat Gus Pras dan beberapa mahasiswa berjalan beriringan menuju kebun jagung yang berada di halaman pondok pesantren milik kiai Landung, mereka hendak melaksanakan kerja bakti pagi yang rutin diadakan oleh pondok pesantren. Pada gambar 2 tabel 3.13 terlihat Sabar, Sugeng, Slamet, Rahayu dan Wahyu dengan sikap menghampiri Gus Pras yang sedang mengawasi seluruh Santri Pondok pesantren bekerja bakti bersama. Mereka ingin menyampaikan suatu berita penting kepada Gus pras.
98
2. Sceen 2 (Bersikap Hormat dan Sopam Santun) Tabel 3.14 Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama terlihat seorang santri sedang bersalaman dengan seorang lakilaki paruh baya. Pada gambar kedua terlihat dua orang pria sedang berhadapan dengan pria yang lebih muda terlihat sedikit membungkukkan badan di hadapan pria paruh baya.
Gambar 1
Pada gambar ketiga nampak dua pria sedang menaiki kendaraan roda dua.
Gambar 2
99
Gambar 3
Konotasi
Konotasi yang ingin disampaikan dalam sajian rangkaian gambaran di atas ialah sikap kesalehan sosial dalam hormat dan sopan santun dalam menghormati tuan rumah sangat di anjurkan dalam tatanan bermasyarakat kita, seringkali kita temukan beberapa orang yang datang bertamu kurang menjaga sopan santunnya tanpa mengucapkan salam malah langsung memanggil si pemilik rumah, hal ini justru harus kita hilangkan dalam kehidupan masyarakat kita. Kita harus selalu menjaga hubungan antar tetangga ketika bertamu dengan tidak lupa mengucapkan salam lalu mecium tangannya apabila tamu tuan rumahnya lebih tua kemudian mengatur nada
100
Mitos
Mitos
bicara kita saat berhadapan dengan orang yang lebih tua setelah maksud dan tujuan kita di sampaikan kita berpamitan secara baik-baik dan tak lupa mengucapkan salam. Hal-hal seperti ini patut kita jadikan sebagai akhlak terpuji dan kita jadikan contoh untuk kita ajarkan kepada anak-anak agar tercipta suatu hubungan yang harmonis di kehidupan mendatang. Dalam agama Islam adab untuk menghormati tamu juga bersikap sopan santun dalam bertamu penting diajarkan kepada setiap muslim selain untuk menjaga hubungan fungsi sopan santun dalam bertamu juga berguna untuk menumbuhkan rasa perhatian juga ras kepedulian antartetangga dan antar masyarakat. Allah SWT mengajarkan mahkluknya untuk bersopan santun dalam bertamu hal ini terdapat Al-Qur’an surat An-Nuur ayat 27-29:
101
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat” “Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. “Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan”. Adab menghormati tamu seperti ini harus kita perhatikan dan juga kita lestarikan dalam tatanan kehidupan sosila kita agar ini semua bisa menambah jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang ramah tamah terhadap siapapun.
a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.14 Tabel di atas merupakan serangkaian narasi yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan sebuah nilai penting mengenai hormat dan sopan santun
102
dalam bertamu yang digambarkan oleh seorang santri. seluruh adegan ini ditampilkan mulai dari utusan Kiai Landung bertamu kerumah Pak Lurah hingga santri dan Pak Lurah pergi bersama. Pada gambar 1 tabel 3.14 seorang santri yang di utus oleh Kiai Landung untuk datang kerumah Pak Lurah, ia terlebih dahulu mengucapkan “Assalammualaikum Pak Lurah (bersalaman dan cium tangan Pak lurah)” kumudian Pak Lurah menjawab “waalaikumsalam”. Pada gambar 2 tabel 3.14 terlihat seorang santri sedang menjelaskan maksud dan tujuan ia datang ke rumah Pak Lurah. Berikut dialognya: Santri
:
Pak Lurah : Santri :
Maaf Pak Lurah, saya diutus Pak Kiai untuk menjemput Pak Lurah ke pesantren. Oh ya, tunggu sebentar ya.. saya santi pakaian. Iyah baik...(sambil menunggu).
Pada gambar 3 tabel 3.14 terlihat santri dan Pak Lurah keluar rumah dengan menggunakan kendaraan roda dua untuk pergi ke Pondok Pesantren guna memenuhi panggilan Kiai Landung.
3. Sceen 3 (Konservasi Sumber Daya Alam) Tabel 3.15
103
Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama terlihat anak kecil sedang memberikan sebuah sangkar burung kepada lakilaki paruh baya dan terlihat juga seorang nenek dan seorang laki-laki berdiri di belakang laki-laki paruh baya. Gambar 1 Pada gambar kedua terlihat Kiai Landung sedang mengeluarkan burung dari sangkarnya. Pada gambar ketiga nampak Kiai Landung mengangkat tangan dan terdapat burung dikepalan tangannya, terlihat juga di sebelah kanan dan kiri Kiai Landung berdiri dua orang pria yang sedang memegang sangkar burung dan tongkat.
Gambar 2
Pada gambar keempat terlihat empat pria dewasa sedang berdiri di tengah-tengah perkebunan
Gambar 3
104
Konotasi
9
Gambar 4 Makna konotasi yang terdapat dalam rangkaian gambar diatas adalah konservasi lingkungan hidup. Sebagai seorang manusia kita juga harus mampu menjaga hubungan kita dengan alam. Menjaga hubungan dengan alam bisa kita lakukan mulai dari hal yang terkecil seperti melepaskan hewan peliharaan, melakukan reboisasi, tidak melakukan perburuan liar dan pembalakan liar dll. Dalam rangkaian gambar diatas Kiai Landung melepaskan burung kutilang salah satu burung yang mungkin habitatnya sudah mulai jarang kita temui dikarenakan sering dijadikan bahan buruan oleh manusia. “Nilai kebebesan bukan tanpa batas, tanpa aturan, setiap manusia punya hak kemerdekaan tidak dirampas hidupnya oleh umat lain yang disebut manusia. Nah kenapa saya ingin menunjukan adegan itu karean saya ingin memberi tahu pada semua orang bahwa banyak orang yang salah dalam menafsirkan burung yang ada di dalam sangkar dikira kebanyak orang adalah nyanyian kebahagian seekor burung akan tetapi yang sesungguhnya kicauan burung itu adalah tangisan penderitaan yang dimana burung tersebut ingin merasakan 9 kebebasan”.
Wawancara dengan Sutradara dan Penulis Skenario Film Penjuru 5 Santri (Plaza Tamini Square) pada 8 Juni 2015.
105
.
Mitos
Alangkah baiknya kita sebagai manusia hari ini tidak lagi melakukan perburuan liar semakin banyak perburuan liar yang kita lakukan maka semakin banyak ragam satwa kita yang punah sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara gagal dalam melakukan konservasi alam. Tidak hanya fauna tapi juga flora kita di bagian hutan, padang rumput, savana, dan lepas pantai tanaman-tanaman di sana sangat penting untuk tempat berteduh para binatang, sebagai daerah resapan air hujan, penahan abrasi air laut terutama bagi manusia sebagai penghasil oksigen untuk kita bernafas. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqoroh ayat 204-205: “Dan di antara manusia ada orang yang
ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras”. “Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”. Dari ayat diatas bisa kita lihat bahwasanya Allah SWT sangat membenci orang-orang yang melakukan perusakan di muka bumi. Persakan disini bisa kita jeniskan dalam perusakan terhadap lingkungan.
106
Mitos
Seharusnya kita sebagai manusia tetap menjaga setiap lingkungan dimanapun kita berada seharusnya kita mampu bersinergi dengan alam sekitar agar kita mampu menciptakan pola hidup yang harmonis tidak hanya harmonis dengan sesama manusia tapi kita juga harus menciptakan sekaligus menjaga hubungan harmonis kita dengan alam. Untuk menciptakan hubungan harmonis dengan alam bisa kita mulai dari hal yang terkecil seperti membuang sampah pada tempatnya. Dan kemudian hal yang terbesar seperti tidak menebang hutan atau melakukan pembalakan dan mengadakan perburuan liar.
a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.15 Tabel di atas merupakan beberapa adegan melepaskan satwa untuk mencari kebebasan yang ditunjukan oleh sutradara, dalam potongan gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan konservasi sumber daya alam yang ditonjolkan dalam Film Penjuru 5 Santri. tampilan adegan ini dimulai dari Kiai Landung yang melihat burung di depan rumah Sabar dan meminta sangkar burung itu untuk dibawa oleh Kiai landung dan dilepaskan dialam bebas. Pada gambar 1 tabel 3.15 Kiai Landung melihat sankar burung yang tergantung di depan rumah Sabar kemudian Kiai Landung meminta sangkar burung tersebut untuk diberikan kepadanya. Berikut dialog Kiai Landung dan Sabar: Kiai Landung : Sabar : Kiai Landung : Sabar :
Sabar, ini kamu punya burung ya. Iyah Pak Kiai. Boleh kalau ku minta. Iyah gak apa-apa Pak Kiai (Sambil
107
Kiai Landung :
memberikan sangkar burung kepada Kiai Landung. Terimakasih yah.
Pada gambar 2 tabel 3.15 terlihat Kiai Landung meminta sangkar burung yang sedang di pegangi oleh santrinya dan kemudian Kiai Landung mengeluarkan burung tersebut dari sangkarnya untuk diterbangkan dialam bebas Pada gambar 3 tabel 3.15 terlihat Kiai Landung ingin menerbangkan burung, agar burung tersebut hidup dengan bebas sekaligus memberikan contoh peraga dari dibebaskannya burung dalam arti sebuah kebebasan dan cinta kepada santri-santrinya. Berikut ungkapan Kiai Landung “Akan ku lepaskan burung ini, biarlah dia menemukan kebebasan dan menemukan kembali cintanya, alangkah indahnya kebebasan itu”. Pada gambar 4 tabel 3.15 Kiai Landung memberikan nasihat kepada ketiga santrinya setelah Kiai Landung melepaskan burung dialam terbuka. “Kita manusia harus menghargai kebebasan dan caranya ialah jangan sampai kita masuk penjara, masuk kerangkeng karna kesalahan kita. Jadi sebenarnya orang yang berbudi luhur berakhlak mulia, menghargai hukum baik hukum negara maupun hukum Tuhan, insya allah tidak akan masuk penjara” dan harapan Kiai Landung setelah melepaskan burung dari sangkarnya “Aku bayangkan, betapa nikmatnya burung barusan yang kita lepas itu menikmati air jernis dan sekaligus mandi di telaga jernih di balik bukit itu. Subhanallah alangkan nikmatnya
108
kebebasan, alangkah indahnya kebebasan dan kita bahagia karna kita memberikan kebebasan walaupun kepada seekor burung”. 4. Sceen 4 (Pendidikan dan Pelatihan) Tabel 3.16 Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama terlihat Gus Pras sedang mengajarkan orang gila berwudhu dan di belakangnya terlihat Kiai Landung sedang mengawasi. Pada gambar kedua nampak Gus Pras sedang membantu orang gila untuk berdiri dan berjalan.
Gambar 1
Pada gambar ketiga terlihat Gus Pras sedang memberikan arahan yang benar dalam gerakan tahayatul akhir. Pada gambar keempat terlihat Gus Pras sedang memegangi kepala orang gila. Pada gambar kelima terlihat senyuman di raur wajah Gus Pras dan didepan Gus Pras terlihat gerakan rasa bersyukur yang ditunjukan pada orang gila.
Gambar 2
109
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
110
Konotasi yang ditunjukan dari rangkaian adegan diatas adalah sifat kesalehan sosial dalam bentuk pendidikan dan pelatihan. Pendidikan merupakan salah satu modal utama untuk mengubah kehidupan seseorang, seperti rangkaian di atas setelah mengajak orang gila untuk tinggal dalam lingkungan pesantrennya Kiai Landung beserta para santrinya dalam adegan ini Gus Pras mereka bersama-sama membimbing sekaligus mengajarkan orang gila itu dengan rasa penuh rasa kasih sayang meskipun sulit namun secara perlahan orang gila tadi sudah mulai mengerti bagaimana caranya sholat. Orang gila bukanlah suatu penyakit yang harus di takuti oleh masyarakat umum. Mereka hanya sedang sakit dan memerlukan bantuan kita orang yang normal guna untuk menyembuhkan kembali ingatan dan pikirannya dan membuat mereka menjadi sembuh dan normal kembali. Ini semua bisa dilakukan dengan menerapkan berbagai macam ilmu termasuk ilmu agama yang berguna untuk membuat batinnya kembali tenang sehingga lama kelamaan pikirannya normal kembali. ”Meluruskan yang bengkok yang menyadarkan yang kurang sadar. Memulihkan kembali orang yang kurang waras menjadi waras dan sehat lalu mendekatkan diri pada Tuhan, dan diajarkan dipesantren ini untuk selalu bersyukur itu luar biasa dan allah sangat mencintai orang yang selalu memberikan manfaat terhadap orang lain. Dan itu jika dia orang waras berubah menjadi orang waras bahkan dia bisa mengingat Tuhan, orang yang mengajarkannya tidak akan terputus pahalanya karena dia sudah memberikan ilmu yang sangat luar biasa”.10 Setelah pikiran orang gila tersebut normal kita tidak lepas tangan begitu saja kita juga harus selalu memberikan pengajaran rutin bisa berupa pelatihan sehingga mereka bisa hidup normal kembali.
10
Wawancara dengan Sutradara dan Penulis Skenario Film Penjuru 5 Santri (Plaza Tamini Square) pada 8 Juni 2015.
111
Inilah yang kesalehan sosial ajarkan bahwa pendidikan dan pelatihan keterampilan bukan hanya untuk orang yang normal saja tapi juga orang yang tidak mampu seperti orang gila, gelandangan, anak jalanan dan semua masyarakat kalangan bawah kita harus tetap mengajarkan dan memberikan ilmu kita kepada mereka karena kita sesama manusia harus tetap saling tolong menolong dan meskipun sedikit ilmu yang kita berikan bagi mereka dan pengaruhnya sangat besar. Islam adalah agama tolong menolong, Islam menggalakan umatnya agar selalu melepaskan saudaranya yang dalam kesempitan dunia, yang berada dalam kesusahan hidup. Memberikan suatu ilmu tambahan kepada orang-orang yang tidak mampu baik secara fisik maupun rohani merupakan salah satu wujud memberantas kebodohan, apabila seorang manusia hidup tanpa ilmu sedikitpun niscaya ia akan menjadi sampah masyarakat. Oleh karena itu pemberian ilmu berupa keterampilan dan kecakapan diri (lifeskill) bisa membantu manusia mengarungi kehidupan di dunia. Pemberian pelatihan kecakapan diri ini bisa dilakukan dengan pendekatan-pendekatan agama seperti mengajarkan shalat, mengaji, dan berwudhu. Karena melalui pendekatan-pendekatan agama seseorang bisa mulai kita ajarkan bagaimana disiplin tidak hanya disiplin dalam menjalankan semua perintah Allah saja tapi juga disiplin menjalani setiap pekerjaan yang akan ia lakukan. Meringankan beban orang yang membutuhkan dengan cara memberikan keterampilan hidup (lifeskill) termasuk suatu ibadah dan insya Allah mendapat pahala hal ini pun sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :
112
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa meringankan satu kesusahan orang mukmin dari kesusahankesusahan-nya di dunia, maka Allah akan meringankan satu kesusahan dari kesusahankesusahan pada hari qiyamat. Membantu memberikan keterampilan terhadap golongan orang yang membutuhkan dirasa masih sangat jarang di Indonesia kita selalu sibuk terhadap diri kita. Kita selalu memikirkan bagaimana kita bisa lebih mengasah diri lagi agar kita naik jabatannya, agar kita bisa memperoleh gaji yang lebih besar dan segala macam sikap ke egoisan kita lainnya. Sebenarnya memberikan pelatihan kecakapan diri ini sangatlah mudah kita hanya memerlukan hati yang tulus dan segenap kemampuan kita untuk berbagi terhadap mereka yang membutuhkan. Jadikanlah diri kita penuh dengan rasa kesalehan sosial niscaya tidak akan ada lagi kesulitan yang dialami oleh seluruh masyarakat. a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.16 Tabel di atas merupakan serangkaian narasi yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan beberapa adegan kesalehan sosial dalam bentuk melatih dan mengajarkan orang yang tidak mampu dalam konteks beribadah kepada allah SWT yang terjadi dalam Film Penjuru 5 Santri. seluruh adegan
113
berikut ditampilkan mulai dari Gus Pras mencoba mengajarkan orang gila berwudhu, sholat, dan berdoa seperti selayaknya manusia biasa. Pada gambar 1 tabel 3.16 terlihat Gus Pras sedang mengajarkan berwudhu kepada orang gila, walaupun pada awalnya orang gila tersebut tidak mau untuk berwudhu, tetapi Gus Pras terus mengajarinya hingga akhirnya orang gila tersebut mau mengikutinya di mulai dari mencuci tangan, berkumur-kumur, hingga mencuci kaki. Pada gambar 2 tabel 3.16 terlihat Gus Pras membantu orang gila untuk berdiri dan berjalan setelah diajarkan berwudhu, kemudian Gus Pras dan Kiai Landung membawa orang gila ke dalam masjid untuk diajarkan sholat. Pada gambar ke 3 tabel 3.16 Gus Pras memberikan arahan kaki yang benar kepada orang gila walaupun orang gila tersebut awalnya tidak mau dan mengeluh kesakit. Berikut dialognya: Gus Pras : Ini salah. Orang Gila : Aaaaa (teriak kesakitan) Gus Pras : Ini sakit karena salah duduknya. Orang Gila : Gini aja Gus Pras : Ayo (sambil membetulkan kaki) Pada gambar 4 tabel 3.16 terlihat Gus Pras sedang menuntun orang gila untuk menggerakan kepala kekiri dan kekanan dengan mengucapkan salam. Gus Pras
: assalamualaikum warohmatullah (sambil menggerakan kepala rang gila kearah kana dan kiri). Orang Gila : assalamualaikum.
114
Pada gambar 5 tabel 3.16 Gus Pras mengambil tangan orang gila untuk berusap ke wajah dan menuntun orang gila tersebut untuk mengucapkan “alhamdulillah dan Allahu Akbar” kemudian terlihat ketenangan dalam diri orang gila tersebut. 5. Seceen 5 (Profesionalisme) Tabel 3.17 Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama Terlihat dua orang pria berhadapan dengan kiai Landung dan empat santri. Pada gambar kedua terlihat seorang pria yang mengenakan seragam dinas sedang berbincang dengan seorang pria berkemeja.
Gambar 1
Pada gambar ketiga terlihat kerumunan orang sedang berdiri dan ditengah-tengah terlihat dua orang sedang berjabat tangan. Pada gambar keempat terlihat tiga orang pria sedang mengamati sesuatu di balik semak belukar.
Gambar 2
115
Gambar 3
Konotasi
Gambar 4 Konotasi yang ingin disampaikan dari rangkaian adegan di atas ialah sikap profesionalisme seorang pimpinan yang ditunjukan oleh pak lurah sebagai pemimpin desa pak lurah selalu sigap menanggapi setiap masalah yang sedang terjadi didaerahnya. Dalam rangakain gambar ini Pak lurah sigap menanggapi laporan dari pak kiai yang mengatakan bahwa ada kegiatan muncurigakan di dalam hutan dan patut untuk di telususri lebih lanjut, kemudian pak lurah beserta pak RT dan Gus Pras bersama-sama menyelidiki kegiatan tersebut. Inilah seharusnya sikap yang harus dicontoh oleh para pemimpin.
116
Mitos
11
Sebagai harapan sekaligus pelindung dan pengayom masyarakat pemimpin harus bisa tanggap memutuskan apa saja tindakan yang harus di lakukan agar masyarakatnya bisa aman, tentram dan nyaman. Pemimpin pun harus berani turun langsung ketika ada masalah di dalam wilayahnya dia tidak boleh asal dalam mengutus orang untuk menyelidiki masalah tersebut. Sebagai seorang pemimpin sudah pasti harus mampu mengemban amanah yang diberikan salah satu upaya mengemban amanah adalah menumbuhkan sikap kesalehan sosial dalam diri pemimpin itu sendiri lalu selah sikap kesalehan sosial mampu ia tanamkan dan ia terapkan niscaya pempin tersebut akan dinilai sebagai pemimpin yang profesional oleh masyarakatnya sekaligus bisa dijadikan contoh oleh masyarakat. “Para tokoh masyarakat di desa cenderung mengahrgai hak pendapat masyarakat, sehingga tidak terjadi pemimpin yang mutlak dan seorang lurah harus turun langsung kemasyarakat apabila terjadi hal-hal yang diperlukan bahkan kejadian yang mencurigakan yang bisa mengancam masyarakat setempat. Pemimpinlah yang harus ikut andil dalam menyikapi permasalahan yang ada karena pemimpin itu sudah diberikan amanah untuk menjalani tugas-tugasnya. Begitu juga ada hubungan baik antara pemerintah setempat dengan pesantren dan masyarakat sekitarnya itu yang di tunjukan pada film tersebut. Makanya saya membuat adegan dimana pemimpin itu harus bersikap seperti yang dicontohkan oleh film sekaligus menjadi teguran pada pemimpin-pempimpin kita sekarang ini khususnya para pejabat yang ada di Indonesia”.11 Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah menyukai (senang) jika salah seorang diantara kamu mengerjakan suatu pekerjaan dilakukan dengan profesional/sempurna” (HR. Imam Baihaqi).
Wawancara dengan Sutradara dan Penulis Skenario Film Penjuru 5 Santri (Plaza Tamini Square) pada 8 Juni 2015.
117
Bekerja secara sungguh-sungguh dan menjunjung tinggi sikap keprofesionalan sangatlah patut kita tiru dan kita jadikan sebagai etos kerja. Dan dalam hal ini yang ditampilkan dalam adegan di atas adalah sebuah sifat profesional dari seorang pipminan (lurah). Seperti yang kita pahami bersama bahwa sebagai seorang pemimpin kita wajib untuk mengayomi seluruh masyarakat yang kita pimpin. Namun diera milenium seperti ini banyak sekali manusia-manusia licik yang mengandalkan jabatannya demi meraup keuntungan semata dan tidak jarang banyak sekali kasus pemimpin seperti ini yang berujung hotel prodeo. Hal ini harus kita sadari bahwasanya apabila kita diberikan jabatan kita harus tetap amanah dalam menjaga kepercayaan yang sudah diberikan masyarakat bekerja secara maksimal dan profesional maka akan tercipta suatu sistem pemerintahan yang adil bagi seluruh masyarakatnya karena dipimpin oleh pimpinan yang shaleh dan mampu bekerja secara profesional.
a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 3.17 Pada tabel di atas merupakan serangkaian narasi yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan beberapa adegan kesalehan sosial dalam menjalankan profesi sesuai dengan keahlian menjujung tinggi amanah yang diberikan dan selalu memberikan kemanfaatan dan kemaslahatan untuk kepentingan umat yang terjadi dalam Film Penjuru 5 Santri. Seluruh adegan ini dimulai dari Pak Lurah datang ke Pondok Pesantren hingga Pak Lurah Blusukan ke hutan.
118
Pada gambar 1 tabel 3.17 terlihat Pak Lurah memenuhi panggilan Kiai Landung dengan datang ke Pondok Pesantren dan mendengarkan keluhanan Gus Pras perihal santrinya yaitu Sabar dan Sugeng yang tidak pulang semalaman. Berikut dialongnya: Pak Lurah Gus Pras
: assalamualaikum. : waalaikumsalam Wr Wb Pak Lurah. Kebetulan maaf sebelumnya, tadi Sugeng dan Sabar baru saja menceritakan perihal tidak pulangnya mereka tadi malam, rupanya mereka kemaren itu mencari kayu bakar di hutan dan mereka melihat ada sebuah rumah di sana ini sangat mencurigakan dan sepertinya harus kita periksa tapi harus hati-hati pak..
Pada gambar 2 tabel 3.17 Pak Lurah menanyakan kepada Pak RT perihal siapa pemilik rumah di hutan tersebut. Berikut dialognya: Pak Lurah
: Pak RT, apa Pak RT tau siapa yang mendirikan rumah di hutan jati itu? Pak RT : Maaf Pak Lurah, saya juga heran ko gak ada yang lapor ke saya dulu. Pak Lurah : makanya kalau jadi RT itu, sekali-kali harus supaya Mengenal daerah-daerahnya. Pak RT : Betul Pak Lurah, lebih afdhol lagi kalau Pak Lurah juga blusu’an keliling desa. Pak Lurah : Siap Pada gambar 3 tabel 3.17 terlihat Pak Lurah, Pak RT dan Gus Pras berpamitan kepada Kiai Landung untuk pergi kehutan jati guna menyelidiki rumah yang ada dihutan jati. Pada gambar 4 tabel 3.17 terlihat Pak Lurah, Pak RT, dan Gus Pras sedang blusukan ke hutan untuk melihat aktivitas penghuni yang tinggal di hutan jati dan ketika mereka melihat penghuni tersebut, Pak RT tidak mengenal siapa mereka dan bukan warganya, merekapun berusaha untuk
119
melapor kepada pihak yang berwajib yaitu polisi untuk menyelidikinya. Berikut dialognya: Gus Pras
: Pak Lurah, Pak RT sebaiknya kita mundur kita harus panggil polisi nih Pak RT : Setuju, saya kenal betul semua warga disini, mereka itu bukan orang sini secepatnya kita lapor polisi Pak lurah Pak Lurah : iyah B. Pesan dominan dalam kerangka Kesalehan Sosial di Film Penjuru Lima Santri Seperti yang sudah saya jelaskan di dalam bab 2 kesalehan sosial adalah semua jenis kebajikan yang ditujukan kepada sesama manusia misalnya bekerja untuk memperoleh nafkah bagi anak dan istri, kemudian Ali Anwar Yusuf menjelaskan bahwa Kesalehan Sosial merupakan sikap turunan dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, khususnya hablun min annaas. Dan kesalehan sosial pun mempunyai jenis dan bentuk yaitu: (1) kesalehan sosial dalam aktivitas sosial-politik bentuknya adalah Besikap terbuka, Berjiwa Lapang, dan Kepedulian (2) kesalehan sosial dalam ilmu dan budaya bentuknya adalah Menuntut Ilmu dan Berjiwa Seni (3) kesalehan sosial dalam pembangunan harmoni sosial bentuknya adalah Bersikap Hormat dan Santun, menerapkan konservasi sumber daya alam, memberikan pendidikan dan pelatihan dan profesionalisme. Namun dalam penelitian ini sikap kesalehan sosial yang sangat mendominasi dalam film Penjuru Lima Santri adalah sikap Kepedulian. Kepedulian termasuk dalam jenis Kesalehan Sosial dalam aktivitas sosial dan politik, Kepedulian adalah suatu sikap tolong menolong dalam menghadapi
120
segala masalah dan kesusahan serta bekerjasama untuk menyelesaikannya. Sikap kesalehan sosial berjenis kepedulian ditunjukan lebih banyak dalam film ini alasannya adalah karena sikap kepedulian dirasa sangat membantu dalam proses kehidupan. Dengan adanya sikap kepedulian sesama manusia tidak membeda-bedakan golongan baik kaya, miskin, bodoh, pintar, lemah, kuat semuanya tidak bermakna ketika sudah mengenal kata peduli. Melalui film Penjuru Lima Santri Sutradara film ini Wimbadi JP menambakan bahwa “sikap kesalehan sosial dalam hal ini kepedulian saya rasa harus lebih banyak di kenalkan, di ajarkan, dan diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita hidup dalam kondisi masyarakat yang hedonis sekaligus individualis rata-rata pejabat kita hanya sibuk memperkaya diri dan keluarganya, mereka seolah-olah lupa bahwa di bawah mereka masih banyak masyarakat yang miskin, kelaparan, dan hidup susah jika dibiarkan terus menerus negara ini bisa hancur tidak mempunyai masa depan karena rakyatnya hanya di pandang sebagai masalah sepele oleh para pejabat. Oleh karena itu melalui film penjuru lima santri kami mencoba untuk mengemas nilai kepedulian dan menghadirkannya di dalam suatu tayangan yang menarik dan enak ditonton seluruh elemen masyarakat.12
12
Wawancara dengan Sutradara dan Penulis Skenario Film Penjuru 5 Santri (Plaza Tamini Square) pada 8 Juni 2015.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah peneliti menganalisa data berupa rangkaian adegan film Penjuru lima santri dengan mencari makna denotasi, konotasi, dan mitos yang dianggap menunjukan sikap kesalehan sosial. Maka penulis merumuskan beberapa hal, yaitu: 1. Makna Denotasi Makna denotasi pada penelitian ini adalah gambaran tentang potret kehidupan Pesantren luhur budaya ilmu giri dan masyarakat desa lereng bukit selopang ngulon. 2. Makna Konotasi Makna Konotasi yang terlihat dalam film ini adalah perjuangan yang dilakukan kelima orang anak desa yaitu Sabar, Sugeng, Slamet, Santi, dan Wahyu disebuah desa di lereng bukit selopang ngulon untuk memperoleh pendidikan umum dan agama yang layak. Ini terlihat pada beberapa adegan yang menunjukan sikap kesalehan sosial yaitu semangat dan solidaritas mereka yang rela tolong menolong dalam memperoleh pendidikan meskipun banyak memperoleh rintangan. Tidak hanya itu dalam film ini pun menunjukan peran seorang Kiai Landung dan seluruh santri pesantren yang menunjukan sikap kesalehan sosial mau membantu siapapun yang membutuhkan baik
120
121
dalam hal pendidikan agama, musyawarah desa, pelestarian alam sampai merawat orang yang sakit jiwa. 3. Mitos Adapun pesan mitos yang terlihat dalam film ini, yaitu wacana sikapkebajikan yang semuanya itu terangkum dalam kesalehan sosial. Secara singkat, mitos yang terdapat dalam film ini adalah sikap kesalehan sosial yang sesuai dengan ajaran islam dan budaya masayarakat Indonesia khusussnya jawa. Sikap kesalehan sosial ini sebenarnya sudah diajarkan oleh Rasulullah SAW lalu diterapkan oleh para Walisanga dalam penyebaran ajaran agama islam di tanah jawa dan kemudian menjadi ajaran sekaligus perilaku baik untuk kehidupan dalam berbangsa dan bermasyarakat di negara kita Indonesia. Dari ketiga makna di atas, maka peneliti dapat mengatakan bahwa kesalehan sosial dalam film Penjuru Lima Santri ini berupa ajaran untuk mau melihat kondisi orang-orang di sekitar kita (sosial), mau terjun langsung membantu apabila ada masalah tanpa memandang sifat individualitas yang ada di dalam diri kita. Selain itu juga terdapat beberapa nilai kesalehan sosial yang mengajarkan kepada kita bahwa hidup di dunia ini kita harus bisa menjaga dan merawat alam oleh karena itu penting bagi kita untuk selalu melakukan konservasi dan lebih peduli lagi terhadap bumi yang menjadi tempat tinggal kita.
122
B. Saran Saran peneliti terhadap film ini adalah: 1. Saran penulis kepada sutradara film: pada industri perfilman tanah air sebaiknya lebih memperbanyak film yang bertemakan kesalehan sosial dan ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan syariat tidak ada unsur propaganda bahkan sampai memanfaatkan islam demi keuntungan semata. 2. Saran penulis kepada penonton lainnya: saat menonton film kita harus bisa mimilah milih mana tayangan film yang bisa dijadikan ajaran bagi kehidupan kita, oleh karena itu penonton harus lebih aktif dalam mencari pesan-pesan yang tersirat dalam adegan cerita film tersebut. 3. Saran peneliti kepada pemerintah: pemerintah harus kembali menerapkan ajaran kesalehan sosial kepada setiap elemen bangsa guna perbaikan bangsa bagi generasi bangsa Indonesia ke depan.
123
DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elviro. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Basrowi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif . Jakarta: PT. Rineka Cipta. Bisri, Mustofa. 1996. Saleh Ritual Saleh Sosial. Bandung: Mizan. Boggs, Joseph M. 1986. The Art of Watching Film, (terj) Asrul sani. Jakarta: Yayasan Citra Pusat Perfilman Haji Usman Ismail. Bugin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi Masyarakat. Jakarta: Kencana. Bugin, Burhan. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif . Jakarta: Prenada Media Group. Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra. Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra. Effendi, Onong Uchjana. 2003. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Effendy, Heru. 2009. Mari Membuat Film. Jakarta: Erlangga. Eka Ardhana, Sutirman . 1995. Jurnalistik Dakwah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Haidar, Ilyas Abu. 2003. Etika Islam dari Kesalehan Individual Menuju Kesalehan Sosial. Jakarta: Al-Huda. Hidayat, Yayat. 2008. Pembangunan Daerah Berbasis Kesalehan Sosial. Cirebon: Aspi Press. Jumroni. 2006. Metode-metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta. Keraf, Groys. 1996. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kriyanto, Rachmat. 2007. Teknik Praktisi Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Group. Muhtadi, Asep Saeful. 2012. Komunikasi Dakwah, teori, pendekatan, dan aplikasi. Bandung: Simbiosa Rekatam Media.
124
Munir, Samsul. 2009. ilmu dakwah. Jakarta: Amzah. Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta. Poerwadarminta. 1993. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Pranajaya, Adi. 1999. Film dan Masyarakat: Sebuah Pengantar. Jakarta: BP SDM Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail. Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka. Rahmat, Jalaludin. 2003. Rosdakarya.
Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja
Trianton, Teguh. 2013. Film Sebagai Media Belajar. Yogyakarta: Graha Ilmu. Salam, Syamsir. 2006. Metedologi Penelitian. Jakarta: Lembang Penelitian UIN Jakarta dan UIN jakarta Pers. Sean Mac Bried. 1983. Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan, Aneka Suara Satu Dunia. Jakarta: PN Balai Pustaka Unesco. Seto, Indiwan. 2013. Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media. Sunardi. 2004. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Buku Baik. Sobari, Mohammad. 2007. Kesalehan Sosial. Yogyakarta: Lkis Yogyakarta. Sobur, Alex. 2012. Analisi Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya. Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia. Yahya Oemar, Toha. 1983. Ilmu Dakwah. Jakarta: Widjaja. Yusuf, Ali Anwar. 2007. Implementasi Kesalehan Sosial dalam Presfektif Sosiologi dan Alquran. Bandung: Humaniora Utama Press. Zainuddin. 2007. Kesalehan Normatif dan Kesalehan Sosial. Malang: UIN Malang Press.
125
DAFTAR PUSTAKA INTERNET Diakses dari http://pellokonengguru.blogspot.com/2012/04/biografi-pendek-dzawawi-imron.html , pada hari Minggu, tanggal 22 April 2012. Diakses dari http://www.portalpengetahuan13.com , pada hari Jumat, tanggal 15 Agustus 2014. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Rizqullah_Maulana_Daffa , pada tanggal 15 Oktober 2014 pukul 11.35 WIB. Haris Riadi, Kesalehan Sosial Sebagai Prameter Kesalehan Keberislaman (Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 39 (Januari-Juni 2014), h. 53-54. Muhammad Sobary, Kesalehan Sosial, Kesalehan Ritual, artikel ini diakses pada 7 Maret 2007 dari http://www.kesalehansosial.blogspot.com.
126
Lampiran 1: Surat Dosen Pembimbing
127
Lampiran 2: Surat Izin Penelitian
128
Lampiran 3: Surat Bukti Wawancara
129
Lampiran 4: Cover Film Penjuru 5 Santri
130
Lampiran 5: Hasil Wawancara Transkip Wawancara Nama : Wimbadi JP Jabatan
: Sutradara dan Penulis Skenario
Tempat Tanggal Lahir
: Yogyakarta, 24 April 1961
Alamat
: Plaza Tamini Square
1. Tanya: apa alasan Pak Wimbadi membuat Film Penjuru 5 Santri dikarenakan film tersebut begitu sederhana ceritanya namun maknanya sangat berarti dan menyentuh? Jawab: berawal dari kegelisahan dan keprihatinan saya terhadap masyarakat sekarang ini, banyak yang tidak peduli dengan hal-hal kecil contohnya saja memberikan bantuan terhadap orang yang membutuhkan tetapi kita masih miki-mikir ah gak jadi ah mending nih uang buat saya makan aja buat ini itu. ini yang kurang diperhatikan oleh masyarakat kita sekarang. Begitu juga dengan setting ponpes yang dihadirkan dsini, ingin memberikan bahwa ternyata peran agama sangat penting dalam kehidupan. Tapi menurutnya hanya dengan mengamalkan ajaran agama dirasa belum bisa selaras ketika tidakada unsur kebudayaan dan sedekah. Karena itu dalam film ini unsur-unsur tersebut juga dihadirkan. Makanya ingin menunjukan hal-hal yang kecil tetapi ada maknanya yang sangat besar bahwa kita hidup di dunia tidak individual tetapi membutuhkan satu sama lain itu alasannya. 2. Kebetulan saya mengangkat judul pada penelitian saya yaitu kesalehan sosial yang dimana kesalehan sosial ini membahas soal hubungan sesama
131
makhluk hidup di muka bumi, salah satunya bersikap terbuka, apa sih yang ingin Pak Wimbadi tunjukan dalam adegan sikap keterbukaan sebuah pesantren? Jawab: saya membuat alur cerita dan setting adegan sesuai dengan yang saya inginkan karena saya terinspirasi oleh pesantren-pesantren yang ada di Jawa khususnya pesantren yang ada di Pedesaan. Pesantren terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupin, tidak di pungut biaya apapapun siapa yang ingin belajar sungguh-sungguh disana diterima dengan baik. Dan adapun biaya untuk menghidupi santri-santri dan para pengurus pesantren yaitu berasal dari bercocok tanam, berternak, koperasi, membatik dll. Disnilah saya ingin menunjukan pesantren jawa itu seperti yang digambarkan pada film Penjuru 5 Santri. 3. Selanjutnya sifat berjiwa lapang pak, berjiwa lapang disini solidaritas yang tinggi lebih mendahulukan kepentingan orang lain. Bagaimana menurut Pak wimbadi mengapa ingin menunjukan adegan ini? Jawab: di desa memang seperti itu, karena kental dengan solidaritas sesama. Walaupun banyak berbagai halangan, sudah sewaktunya hidup dikota harus berkaca pada film ini, karena kesetiakawanan seharusnya yang digambarkan pada film ini. 4. Nah, setelah saya melihat berulang-ulang kali disini ada beberapa sceen yang menunjukan sikap kepedulian, dari peduli terhadap orang gila, ada kiai landung ikut andil dalam kehidupan Sabar hingga ada orang kaya yang peduli terhadap kehidupan di pesantren dengan menyumbangkan
132
beberapa barang untuk digunakan pada santri-santri itu menurut Pak Wimbadi seperti apa? Jawab: untuk adegan orang gila ya, merangkul orang yang waras itu biasa, tetapi orang yang merangkul tidak waras itu luar biasa. Makanya adegan ini ingin menunjukan bahawa pesantren ini seharusnya bersikap peduli termasuk orang gila. Karena ini menjadi cita-cita saya, agar suatu saat nanti ada pesantren yang seperti ini peduli dengan orang yang tidak waras. Jarang sekali ada pesantren di kehidupan nyata loh. Yang kedua, diadegan ini ingin menunjukan bahwa tidak ada batasan antara hubungan pesantren itu sendiri dengan masyarakat sekitar. Hubungannya sangat baik dan sinkron sekali ibaratkan simbiosis muatlisme saling membantu satu sama lain bahkan seorang pemimpin pesantren sekalipun, jika ada yang kesusahan ataupun ada masyarakat yang ingin mengaji di pesantren pemimpin turun adil kebawah dan mencari tahu apa sebabnya. Maka dari itu, inilah yang digambarkan pada film ini Pemimpin yang tidak sombong peduli terhadap sesama dan ikut membantu. Dan juga kepedulian saya rasa harus lebih banyak di kenalkan, di ajarkan, dan diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita hidup dalam kondisi masyarakat yang hedonis sekaligus individualis rata-rata pejabat kita hanya sibuk memperkaya diri dan keluarganya, mereka seolah-olah lupa bahwa di bawah mereka masih banyak masyarakat yang miskin, kelaparan, dan hidup susah jika dibiarkan terus menerus negara ini
133
bisa hancur tidak mempunyai masa depan karena rakyatnya hanya di pandang sebagai masalah sepele oleh para pejabat. Oleh karena itu melalui film penjuru lima santri kami mencoba untuk mengemas nilai kepedulian dan menghadirkannya di dalam suatu tayangan yang menarik dan enak ditonton seluruh elemen masyarakat. 5. Pertanyaan selanjutnya nih Pak, kan ada yah adegan sabar balajar walau dengan keadaan yang seadaanya tp dia tetap semangat pak menurut Pak Wimabadi gimana? Jawab: seorang anak yang dibesarkan oleh seorang nenek, otomatis peduli terhadap neneknya, ini makanya secara tidak langsung menyadarkan pada anak-anak dikita. Walau dengan keterbatasan ini tetap semangat belajar, kecenderungan anak-anak di Desa itu seperti yang digambarkan pada film. Ingin merubah keadaan tidak selamanya ingin berada dalam keadaan ini tidak pantang mengeluh dan menyerah ingin merubah suatu kehidupan dimasa yang akan datang. Nah ini yang kebayakan anak-anak sekarang tidak meliki rasa seperti itu, mereka dengan fasilitas serba ada kurang memiliki semangat untuk menuntut ilmu. “pikirannya ah, orang tua gue ini mampu ko gak perlu gue kerja keras belajar mati-matian tih gue uang ada, ini itu ada” itulah pemikiran anak-anak sekarang sangat berbeda. Makanya saya ingin menunjukan adegan tidak hanya aktivitas pesantren tetapi aktivitas sekola pun ditunjukan.
134
6. Pak Wim, difilm ini juga ada adegan kiai Landung mneyampaikan dakwahnya dengan menyelipkan unsur-unsur puisi, sastra, maupun wayang. Itu bagaimana pak? Jawab: apa artinya agama tanpa kebudayaan, bukan berarti kebudayaan lebih penting dari pada agama. Agama dan kebudayaan seiring sejalan karena agama mengajarkan manusia menjadi religius dekat dengan Tuhan. Kebudayaan mengajarkan manusia untuk berbudi pekerti yang tinggi dan berprilaku yang baik serta saling menghargai sesama umat di dunia. Mengajak masyarakat didunia itu penting, karena kebudayaan seiring sejalan dengan agama agar tidak terjadi radikalisme kepemtingan sosial dan membenci yang tidak sepaham dan seiman. Maka dari itu ada adegan seoarang kiai yang sedang meyampaikan tausyiah dengan memberagakan wayang sebagai media untuk menyampaikan pesan agar bisa dipahami oleh pendengar. 7. Pada film ini juga ada sikap sopan santunnya ya pak, bisa dilihat dari adegan sabar dan teman-temannya selalu bersalaman ketika bertemu dengan orang yang lebih tua, dan sikap santun saat bertamu itu bagaimana pak? Jawab: begitu kentalnya menonjolkan sikap hormat kepada orang yang lebih tua. Berawal dari kegelisahan karena sekarang ini anak-anak sudah tidak ada sikap hormat bahkan dalam bertamu sekalipun. Banyak kegagalan orang dari etika. Orang pinter sekalipun dan tidak berbudi pekerti di jamin tidak sukses. Maka film ini ingin menyampaikan pesan
135
pada anak-anak khususnya atau siapapun bersikap hormatlah dan bersopan santunlah terhadap orang yang lebih tua, karena disetiap perbuatan baik pasti ada doa untuk menuju kesuksesan seseorang, begitu. 8. Pertanyaan selanjutnya pak, saya juga menyantumkan konservasi sumber daya alam, konservasi sumber saya alam ini menampilkan adegan kiai landung mengeluarkan burung dari sangkar dan kemudian beliau melepaskan, itu gimana menurut pak Wim mengapa ada adegan itu? Jawab: nilai kebebesan bukan tanpa batas, tanpa aturan, setiap manusia punya hak kemerdekaan tidak dirampas hidupnya oleh umat lain yang disebut manusia. Nah kenapa saya ingin menunjukan adegan itu karean saya ingin memberi tahu pada semua orang bahwa banyak orang yang salah dalam menafsirkan burung yang ada di dalam sangkar dikira kebanyak orang adalah nyanyian kebahagian seekor burung akan tetapi yang sesungguhnya kicauan burung itu adalah tangisan penderitaan yang dimana burung tersebut ingin merasakan kebebasan. 9. Ada juga adegan orang gila dilatih buat wudhu, solat dll kalau dilihat dikehidupan nyata ini mustahil pak. Tapi apa maksud dari adegan tersebut? Jawab: okeh, meluruskan yang bengkok yang menyadarkan yang kurang sadar. Memulihkan kembali orang yang kurang waras menjadi waras dan sehat lalu mendekatkan diri pada Tuhan, dan diajarkan dipesantren ini untuk selalu bersyukur itu luar biasa dan allah sangat mencintai orang yang selalu memberikan manfaat terhadap orang lain. Dan itu jika dia
136
orang waras berubah menjadi orang waras bahkan dia bisa mengingat Tuhan, orang yang mengajarkannya tidak akan terputus pahalanya karena dia sudah memberikan ilmu yang sangat luar biasa. 10. Terakhir nih pak Wim, sikap profesionalisme serorang lurah pada Film Penjuru 5 Santri ini bagaimana pendapanya? Jawab: para tokoh masyarakat di desa cenderung mengahrgai hak pendapat masyarakat, sehingga tidak terjadi pemimpin yang mutlak dan seorang lurah harus turun langsung kemasyarakat apabila terjadi hal-hal yang diperlukan bahkan kejadian yang mencurigakan yang bisa mengancam masyarakat setempat. Pemimpinlah yang harus ikut andil dalam menyikapi permasalahan yang ada karena pemimpin itu sudah diberikan amanah untuk menjalani tugas-tugasnya. Begitu juga ada hubungan baik antara pemerintah setempat dengan pesantren dan masyarakat sekitarnya itu yang di tunjukan pada film tersebut. Makanya saya membuat adegan dimana pemimpin itu harus bersikap seperti yang dicontohkan oleh film sekaligus menjadi teguran pada pemimpinpempimpin kita sekarang ini khususnya para pejabat yang ada di Indonesia.
137
Lampiran 6: Foto dengan Sutradara Film Penjuru 5 Santri