No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016
KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016
Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Maret 2016.
Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2016 mencapai 202,82 ribu jiwa yang turun sekitar 14,3 ribu jiwa dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2015 yang berjumlah 2017,15 ribu.
Persentase penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Utara pada bulan Maret 2016 sebesar 8,34 persen, turun 0,64 persen dibanding kondisi September 2015 yang sebesar 8,98 persen.
Tingkat kemiskinan masih lebih tinggi di perdesaan dibandingkan daerah perkotaan. Di perdesaan 10,97 persen (142,20 ribu jiwa) sedangkan perkotaan sebesar 5,34 persen (60,62 ribu jiwa).
Tingkat kemiskinan di perdesaan turun sebesar 1,13 persen, sedangkan di perkotaan naik sebesar 0,08 persen pada periode September 2015 - Maret 2016.
Garis kemiskinan naik sebesar Rp. 10.374 atau 3,38 persen yaitu dari Rp. 307.104 per kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp. 317.478 per kapita per bulan pada Maret 2016. Peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan).
Dilihat dari Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami sedikit penurunan tetapi sebaliknya Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami sedikit kenaikan pada periode September 2015 - Maret 2016.
1. PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI SULAWESI UTARA Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2016 mengalami penurunan dibanding September 2015. Secara year to year (Maret 2015 ke Maret 2016) kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara juga mengalami penurunan. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2016 diketahui bahwa tingkat kemiskinan Sulawesi Utara pada Maret 2016 sebesar 8,34 persen atau sebanyak 202,82 ribu jiwa (lihat Tabel 1). Sementara data September 2015 tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara tercatat sebesar 8,98 persen atau 217,15 ribu jiwa, sedangkan data Maret 2015 tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara tercatat sebesar 8,65 persen atau 208,54 ribu jiwa. Dengan kata lain tingkat kemiskinan Maret 2016 dibandingkan dengan September 2015 turun 0,64 persen dan secara absolut jumlah penduduk miskin turun sekitar 14,3 ribu jiwa dan jika dibandingkan dengan Maret 2015 persentase penduduk miskin turun 0,31 persen sedangkan secara absolut jumlah penduduk miskin turun sekitar 5,72 ribu jiwa.
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016
1
Tabel 1 : Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Utara, Maret 2015 - Maret 2016 Daerah / Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (000)
Persentase
(1)
(2)
(3)
Maret 2015
60,71
5,52
September 2015
58,00
5,26
Maret 2016
60,62
5,34
Maret 2015
147,83
11,27
September 2015
159,14
12,10
Maret 2016
142,20
10,97
Maret 2015
208,54
8,65
September 2015
217,15
8,98
Maret 2016
202,82
8,34
Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
Penduduk miskin di Sulawesi Utara masih didominasi penduduk di daerah perdesaan. Dari 202,82 ribu jiwa penduduk miskin pada Maret 2016, sebanyak 142,20 ribu jiwa tinggal di daerah perdesaan, sementara di perkotaan hanya 60,62 ribu jiwa. Jumlah itu juga memberi arti bahwa di perkotaan tingkat kemiskinan sebesar 5,34 persen sedangkan di perdesaan 10,97 persen. Terjadi kenaikan tingkat kemiskinan pada periode September 2015 - Maret 2016 di daerah urban (perkotaan) yaitu sebesar 0,08 persen dan secara absolut jumlah penduduk miskin naik sebanyak 2,6 ribu jiwa. Sebaliknya daerah rural (perdesaan) terjadi penurunan tingkat kemiskinan sebesar 1,13 persen atau secara absolut jumlah penduduk miskin turun sebanyak 16,9 ribu jiwa. Gambar 1 : Persentase Penduduk Miskin Sulawesi Utara dan Indonesia, Maret 2013 - Maret 2016 14.00 12.00
11.36
11.46
11.25
10.96
8.5
8.75
8.26
10.00 8.00
7.88
11.22
11.13
8.65
8.98
10.86 8.34
6.00 4.00 2.00 0.00 Maret 2013 Sept 2013 Maret 2014 Sept 2014 Maret 2015 Sept 2015 Maret 2016 Sulut
Indonesia
Pada periode Maret 2013 – Maret 2016 tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara selalu di bawah angka nasional. Tren kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara pada periode Maret 2013 – Maret 2016 berfluktuasi dengan angka yang relatif kecil dan berada pada range 7,88 – 8,98 persen (lihat Gambar 1). 2
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016
Terjadi dua kali penurunan tingkat kemiskinan pada periode ini, yaitu pada September 2014 dan Maret 2016. Tingkat kemiskinan secara nasional menurut data Maret 2016 tercatat sebesar 10,86 persen atau setara dengan 28.005,39 ribu jiwa. Gambar 2 : Perbandingan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Pulau Sulawesi, September 2015
Gorontalo
17.72
Sulawesi Tengah
14.45
Sulawesi Tenggara
12.88
Sulawesi Barat
11.74
Sulawesi Selatan
9.40
Sulawesi Utara
8.34 0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
Tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2016 dibandingkan dengan 34 provinsi lainnya di Indonesia, berada di peringkat ke-21 tertinggi, namun di wilayah Pulau Sulawesi, kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara berada di urutan terbawah. Jika melihat kondisi September 2015, tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pun berada di peringkat ke-21 tertinggi se-Indonesia, sementara di wilayah Pulau Sulawesi juga berada pada posisi terbawah sama seperti kondisi Maret 2016.
2. PERUBAHAN DAN PERGESERAN GARIS KEMISKINAN Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin jika tidak terjadi peningkatan pendapatan. Dengan tingkat inflasi sebesar 2,19 persen yang terukur pada periode September 2015 ke Maret 2016 maka terjadi kenaikan garis kemiskinan sebesar Rp. 10.374 atau 3,38 persen yaitu dari Rp. 307.104 per kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp. 317.478 per kapita per bulan pada Maret 2016. Penduduk miskin dapat dibedakan menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic poor) dan miskin sementara (transient poor). Miskin kronis adalah penduduk miskin yang berpenghasilan jauh di bawah garis kemiskinan dan biasanya tidak memiliki akses yang cukup terhadap sumber daya ekonomi, sedangkan miskin sementara adalah penduduk miskin yang berada dekat garis kemiskinan. Jika terjadi sedikit saja perbaikan dalam ekonomi, kondisi penduduk yang termasuk kategori miskin sementara ini bisa meningkat dan statusnya berubah menjadi penduduk tidak miskin.
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016
3
Tabel 2 : Garis Kemiskinan, Jumlah dan persentase Penduduk Miskin menurut Daerah di Sulawesi Utara, September 2014 - September 2015 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah / Tahun
Total
Jumlah Penduduk Miskin (000)
Persentase Penduduk Miskin
(4)
(5)
(6)
(2)
Non Makanan (3)
Maret 2015
217.995
72.825
290.820
60,71
5,52
September 2015
224.280
78.098
302.378
58,00
5,26
Maret 2016
232.497
79.831
312.328
60,62
5,34
Maret 2015
240.942
58.235
299.177
147,83
11,27
September 2015
249.892
61.176
311.068
159,14
12,10
Maret 2016
255.577
66.408
321.985
142,20
10,97
Maret 2015
230.475
64.890
295.365
208,54
8,65
September 2015
238.209
68.895
307.104
217,15
8,98
Maret 2016
246.007
71.471
317.478
202,82
8,34
Makanan (1) Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
Dengan kenaikan nilai Garis Kemiskinan ini, terlihat bahwa tingkat kemiskinan di daerah perkotaan mengalami sedikit kenaikan sementara di daerah perdesaan menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendapatan sebagian penduduk miskin di daerah perkotaan khususnya penduduk miskin transient pada Maret 2016 tidak mengalami peningkatan ataupun jika mengalami peningkatan laju peningkatannya lebih rendah dibandingkan kenaikan Garis Kemiskinan sehingga mereka tidak mampu keluar dari kemiskinan sedangkan di daerah perdesaan dapat dikatakan sebagian penduduk miskin transient mengalami peningkatan pendapatan dengan jumlah yang lebih besar dari nilai Garis Kemiskinan. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Pada bulan September 2015, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 77,57 persen, sedangkan pada bulan Maret 2016, peranannya mengalami sedikit penurunan menjadi 77,49 persen.
3. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN DAN INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman kemiskinan (Poverty Gap) dan keparahan kemiskinan (Poverty Severity). Pada periode September 2015 - Maret 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami penurunan, sementara Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami sedikit kenaikan. Nilai indeks (P1) menunjukkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin besar rata-rata kesenjangan terhadap garis kemiskinan. Indeks ini digunakan sebagai dasar penghitungan berapa subsidi yang diperlukan untuk mengentaskan penduduk miskin. Sementara itu nilai indeks (P2) menunjukkan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Dengan turunnya indeks P1 yang tidak signifikan selama periode September 2015 - Maret 2016 mengindikasikan bahwa rata-rata jarak kedalaman kemampuan konsumsi penduduk miskin terhadap garis 4
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016
kemiskinan relatif tetap dibandingkan periode yang lalu. Sedangkan kenaikan yang tidak signifikan pada indeks P2 menunjukkan bahwa variasi pengeluaran konsumsi antar penduduk miskin relatif tetap dengan kecenderungan membesar dibandingkan dengan periode lalu. Tabel 3 : Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Sulawesi Utara menurut Daerah, September 2014 - September 2015 Tahun
Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
(2)
(3)
(4)
Maret 2015
0,817
1,775
1,338
September 2015
0,634
2,298
1,539
Maret 2016
0,784
2,191
1,534
Maret 2015
0,179
0,466
0,335
September 2015
0,127
0,708
0,443
Maret 2016
0,168
0,708
0,456
(1) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Pada Maret 2016 indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dari perkotaan terlihat dari nilai indeks P1 yakni masing-masing 2,191 berbanding 0,784. Sedangkan dari sisi keparahan kemiskinan, penduduk miskin di perdesaan cenderung memiliki tingkat ketimpangan yang lebih tinggi dibandingkan penduduk miskin di perkotaan yang ditunjukkan dari disparitas nilai indeks P2 dimana di perdesaan mencapai 0,708 sedangkan di perkotaan 0,168. Nilai indeks P1 di perdesaan pada periode September 2015 - Maret 2016 mengalami penurunan sementara indeks P2-nya tetap. Di perkotaan nilai indeks P1 dan P2 mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa pada periode ini di perkotaan terjadi penurunan daya beli dari penduduk miskin dan variasi pengeluaran konsumsi antar penduduk miskin membesar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016
5
PENJELASAN TEKNIS DAN SUMBER DATA
6
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padipadian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi dasar non makanan di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2016 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan Maret 2016.
Angka-angka yang disajikan merupakan angka yang dihasilkan lewat pengolahan dengan mengunakan hasil proyeksi penduduk.
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016
BPS PROVINSI SULAWESI UTARA
Informasi lebih lanjut hubungi: Ahmad Azhari, SSi Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sulawesi Utara Telepon: 0431-847044 Fax.: 0431-862204 E-mail:
[email protected] Homepage : http://sulut.bps.go.id
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016
7