No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017
KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017
Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Maret 2017.
Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2017 sekitar 198,88 ribu jiwa yang turun sekitar 1,4 ribu jiwa dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2016 yang berjumlah sekitar 200,35 ribu.
Persentase penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Utara pada bulan Maret 2017 sebesar 8,10 persen, turun 0,1 persen dibanding semester sebelumnya (September 2016) yang sebesar 8,98 persen.
Tingkat kemiskinan masih lebih tinggi di perdesaan dibandingkan daerah perkotaan. Di perdesaan 10,77 persen (139,05 ribu jiwa) sedangkan perkotaan sebesar 5,14 persen (59,82 ribu jiwa).
Tingkat kemiskinan di perkotaan dan perdesaan sama-sama mengalami penurunan pada periode September 2016 - Maret 2017, yaitu sebesar 0,08 di perkotaan dan 0,05 di perdesaan.
Garis kemiskinan pada bulan Maret 2017 sebesar Rp 333.510. Peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan).
Dilihat dari Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami sedikit penurunan tetapi sebaliknya Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami sedikit kenaikan pada periode September 2016 - Maret 2017.
Gini Ratio Sulawesi Utara Maret 2017 sebesar 0,396, sedikit naik jika dibandingkan dengan September 2016 yang sebesar 0,379.
Distribusi pengeluaran 40 persen bawah berdasarkan kriteria World Bank Maret 2017 berada pada angka 16,42 persen.
1. PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI SULAWESI UTARA Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2017 diketahui bahwa tingkat kemiskinan Sulawesi Utara pada Maret 2017 sebesar 8,10 persen atau sebanyak 198,88 ribu jiwa (lihat Tabel 1). Pada Maret 2016 tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara tercatat sebesar 8,34 persen atau 202,82 ribu jiwa. Dengan kata lain tingkat kemiskinan Maret 2017 dibandingkan dengan Maret 2016 turun sebesar 0,24 persen, secara absolut turun sekitar 3,94 ribu jiwa. Tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara mengalami penurunan secara berturut-turut selama 4 semester (sejak bulan September 2015). Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017
1
Tabel 1 : Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Utara, Maret 2016 - Maret 2017 Daerah / Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (000)
Persentase
(1)
(2)
(3)
Maret 2016
60,62
5,34
September 2016
59,73
5,22
Maret 2017
59,82
5,14
Maret 2016
142,20
10,97
September 2016
140,62
10,82
Maret 2017
139,05
10,77
Maret 2016
202,82
8,34
September 2016
200,35
8,20
Maret 2017
198,88
8,10
Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
Penduduk miskin di Sulawesi Utara masih didominasi penduduk di daerah perdesaan. Dari 198,88 ribu jiwa penduduk miskin pada Maret 2017, hampir 70 persennya berada di daerah perdesaan. Pola tersebut sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Dari tabel 1 juga terlihat bahwa pada Maret 2017 terdapat gap persentase kemiskinan sebesar 5,63 persen antara perdesaan dan perkotaan. Persentase penduduk miskin di perdesaan dua kali lipat perkotaan. Semakin menegaskan fakta bahwa kantong kemiskinan berada pada daerah perdesaan. Penurunan kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara terekam turun secara merata, baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Hal tersebut ditunjukkan oleh tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan dan perdesaan sama-sama mengalami penurunan, seiring dengan penurunan kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara. Gambar 1 : Persentase Penduduk Miskin Sulawesi Utara dan Indonesia, Maret 2014 - Maret 2017 12 11.25 11
10.96
11.22
11.13
10.86
10.7
10.64
8.2
8.1
10 9
8.98
8.75 8.26
8.65
8.34
8 7 6 Maret 2014 Sept 2014 Maret 2015 Sept 2015 Maret 2016 Sept 2016 Maret 2017 Sulut
2
Indonesia
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017
Pada periode Maret 2014 – Maret 2017 tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara selalu di bawah angka nasional. Tren kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara pada periode Maret 2014 – Maret 2017 berfluktuasi dengan angka yang relatif kecil dan berada pada range 8,1 – 8,98 persen (lihat Gambar 1). Pada periode yang sama, tingkat kemiskinan Maret 2017 adalah yang terkecil. Penurunan terbesar terjadi pada Maret 2016. Tingkat kemiskinan secara nasional menurut data Maret 2017 tercatat sebesar 10,64 persen atau setara dengan 27.771,22 ribu jiwa. Gambar 2 : Perbandingan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Pulau Sulawesi, Maret 2017
Sulawesi Utara
8.10
Sulawesi Selatan
9.38
Sulawesi Barat
11.30
Sulawesi Tenggara
12.81
Sulawesi Tengah
14.14
Gorontalo
17.65 0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
Tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2017 dibandingkan dengan 34 provinsi lainnya di Indonesia, berada di peringkat ke-14 terendah, namun di wilayah Pulau Sulawesi, kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara berada di urutan teratas.
2. PERUBAHAN DAN PERGESERAN GARIS KEMISKINAN Penduduk dikatakan miskin jika penduduk tersebut memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Oleh karenanya, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin jika tidak terjadi peningkatan pendapatan penduduk. Pada periode September 2016 ke Maret 2017 terjadi kenaikan garis kemiskinan sebesar Rp 14.526 yaitu dari Rp 318.984 per kapita per bulan pada September 2016 menjadi Rp 333.510 per kapita per bulan pada Maret 2017. Artinya, jika ada rumah tangga yang mempunyai 2 anggota rumah tangga (Ayah dan Ibu) akan dikatakan miskin jika pengeluaran rumah tangga tersebut kurang dari Rp 667.020. Penduduk miskin dapat dibedakan menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic poor) dan miskin sementara (transient poor). Miskin kronis adalah penduduk miskin yang berpenghasilan jauh di bawah garis kemiskinan dan biasanya tidak memiliki akses yang cukup terhadap sumber daya ekonomi, sedangkan miskin sementara adalah penduduk miskin yang berada dekat garis kemiskinan. Jika terjadi sedikit saja perbaikan dalam ekonomi, kondisi penduduk yang termasuk kategori miskin sementara ini bisa meningkat dan statusnya berubah menjadi penduduk tidak miskin.
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017
3
Tabel 2 : Garis Kemiskinan, Jumlah dan persentase Penduduk Miskin menurut Daerah di Sulawesi Utara, Maret 2016 – Maret 2017 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah / Tahun
Total
Jumlah Penduduk Miskin (000)
Persentase Penduduk Miskin
(4)
(5)
(6)
(2)
Non Makanan (3)
Maret 2016
232.497
79.831
312.328
60,62
5,34
September 2016
234.016
79.988
314.004
59,73
5,22
Maret 2017
246.204
83.126
329.330
59,82
5,14
Maret 2016
255.577
66.408
321.985
142,20
10,97
September 2016
255.908
66.457
322.366
140,62
10,82
Maret 2017
267.178
69.659
336.837
139,05
10,77
Maret 2016
246.007
71.471
317.478
202,82
8,34
September 2016
246.173
72.811
318.984
200,35
8,20
Maret 2017
257.489
76.021
333.510
198,88
8,10
Makanan (1) Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Pada bulan September 2016, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 77,17 persen, sedangkan pada bulan Maret 2017, peranannya mengalami sedikit peningkatan menjadi 77,21 persen.
3. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN DAN INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman kemiskinan (Poverty Gap) dan keparahan kemiskinan (Poverty Severity). Pada periode September 2016 - Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami penurunan, sementara Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami sedikit kenaikan. Nilai indeks (P1) menunjukkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan atau hidupnya semakin jauh dari kesejahteraan. Indeks ini digunakan sebagai dasar penghitungan berapa subsidi yang diperlukan untuk mengentaskan penduduk miskin. Sementara itu nilai indeks (P2) menunjukkan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Dengan turunnya indeks P1 selama periode September 2016 - Maret 2017 mengindikasikan bahwa rata-rata jarak kedalaman kemampuan konsumsi penduduk miskin terhadap garis kemiskinan relatif menurun dibandingkan periode yang lalu. Sedangkan kenaikan pada indeks P2 menunjukkan bahwa variasi pengeluaran konsumsi antar penduduk miskin relatif meningkat dibandingkan dengan periode lalu.
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017
Tabel 3 : Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Sulawesi Utara menurut Daerah, Maret 2016 – Maret 2017 Tahun
Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
(2)
(3)
(4)
Maret 2016
0,784
2,191
1,534
September 2016
0,791
1,892
1,377
Maret 2017
0,794
1,885
1,368
Maret 2016
0,168
0,708
0,456
September 2016
0,192
0,462
0,336
Maret 2017
0,197
0,490
0,351
(1) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Pada Maret 2017 indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dari perkotaan terlihat dari nilai indeks P1 yakni masing-masing 1,885 berbanding 0,794. Sedangkan dari sisi keparahan kemiskinan, penduduk miskin di perdesaan cenderung memiliki tingkat ketimpangan yang lebih tinggi dibandingkan penduduk miskin di perkotaan yang ditunjukkan dari disparitas nilai indeks P2 dimana di perdesaan mencapai 0,490 sedangkan di perkotaan 0,197. Nilai indeks P1 di perdesaan pada periode September 2016 - Maret 2017 mengalami penurunan sementara indeks P2-nya meningkat. Di perkotaan nilai indeks P1 dan P2 mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa pada periode ini di perkotaan terjadi penurunan daya beli dari penduduk miskin dan variasi pengeluaran konsumsi antar penduduk miskin membesar.
4.
KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan berguna untuk mendeteksi sebaran antar penduduk miskin. Kedua indeks tersebut tidak mampu menggambarkan ketimpangan Gini Ratio atau Rasio Gini menunjukkan ketimpangan antara si kaya dan si miskin. Menurut Menurut Antonio Carrales, seorang profesional ekonomi di Universitas College London, Gini Ratio menyediakan indeks untuk mengukur ketimpangan. Lebih lanjut Gini Ratio dimaknai sebagai sebuah alat untuk mengukur tingkat kesenjangan sosial di masyarakat. Indeks ini menggunakan ukuran skala 0 sampai dengan 1. Angka 0 menunjukkan tidak adanya kesenjangan sosial di masyarakat. Skala 1 menunjukkan bahwa terjadi kesenjangan sosial yang ekstrim di masyarakat. Tabel 4 : Gini Ratio Provinsi Sulawesi Utara menurut Daerah, September 2016 – Maret 2017 Tahun
Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
(1) September 2016
(2) 0,388
(3) 0,350
(4) 0,379
Maret 2017
0,405
0,355
0,396
Gini Ratio Provinsi Sulawesi Utara Maret 2017 berada pada angka 0,396. Indeks ini meningkat dibandingkan September 2016, sebesar 0,379. Artinya, jarak pengeluaran antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Angka tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Gini Ratio Indonesia. Kondisi
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017
5
ketimpangan Maret 2017 masih dikategorikan ke dalam kelompok ketimpangan sedang. Suatu wilayah dikatakan mempunyai ketimpangan yang tinggi jika Gini Ratio melebihi angka 0,5. Selain Gini Ratio, ketimpangan pengeluaran penduduk juga dapat dilihat dari persentase peengeluaran. Hal tersebut merupakan pengukuran ketimpangan yang digunakan oleh World Bank atau Bank Dunia. Tingkat ketimpangan penduduk menurut Bank Dunia terpusat pada 40 persen penduduk yang mempunyai pengeluaran terendah. Tabel 5 : Distribusi Pengeluaran menurut Kriteria Bank Dunia, September 2016 – Maret 2017 Tahun
40 % bawah
40 % tengah
20 % atas
(1) September 2016
(2) 17,63
(3) 37,44
(4) 44,93
Maret 2017
16,42
37,46
46,12
Menurut Bank Dunia, pengeluaran penduduk Sulawesi Utara Maret 2017 berada dalam kategori ketimpangan sedang. Hal tersebut di tunjukkan oleh persentase penduduk 40 % bawah sebesar 16,42. Seiring dengan interpretasi yang ditunjukkan oleh Gini Ratio, ketimpangan penduduk Sulawesi Utara juga meningkat jika dibandingkan dengan September 2016, gap antara si kaya dan si miskin semakin lebar.
6
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017
PENJELASAN TEKNIS DAN SUMBER DATA Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padipadian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi dasar non makanan di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2017 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan Maret 2017. Angka-angka yang disajikan merupakan angka yang dihasilkan lewat pengolahan dengan mengunakan hasil proyeksi penduduk.
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017
7
BPS PROVINSI SULAWESI UTARA
Informasi lebih lanjut hubungi: Ahmad Azhari, SSi Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sulawesi Utara Telepon: 0431-847044 Fax.: 0431-862204 E-mail:
[email protected] Homepage : http://sulut.bps.go.id
8
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017