No. 38/07/94/Th.IX 17 Juli 2017
KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 27,62 PERSEN
Persentase penduduk miskin di Provinsi Papua selama enam bulan terakhir mengalami penurunan sebesar 0,78 persen poin yaitu dari 28,40 persen pada September 2016 menjadi 27,62 persen pada Maret 2017.
Garis Kemiskinan (GK) di perkotaan pada September 2016 sebesar Rp498.368,lebih tinggi dari GK perdesaan yang mencapai Rp 441.287,- . Hal ini berarti biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan.
Peranan komoditi makanan terhadap GK jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan), yaitu 72,57 persen berbanding 27,43 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap GK di perkotaan adalah beras, rokok kretek, tongkol/tuna/cakalang, telur ayam, dan daging ayam. Sedangkan komoditi yang berpengaruh besar terhadap GK di perdesaan adalah ketela rambat, beras, rokok kretek, daging babi, dan daging ayam.
Pada periode September 2016 – Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan kenaikan yang tidak signifikan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung sedikit menjauhi garis kemiskinan
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
No. 38/07/94/Th.IX, 17 Juli 2017 1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 1999 – Maret 2017
Persentase penduduk miskin di Papua selama enam bulan terakhir mengalami penurunan sebesar 0,78 persen poin yaitu dari 28,40 persen pada September 2016 menjadi 27,62 persen pada Maret 2017. Selama delapan belas tahun terakhir (1999-2017) kondisi kesejahteraan masyarakat Papua kian membaik. Tercatat persentase penduduk miskin pada periode tersebut menurun secara signifikan sebesar 27,13 persen, yaitu dari 54,75 persen pada Maret 1999 menjadi 27,62 pada Maret 2017. Pada lima tahun pertama Otonomi Khusus (Otsus) Papua berjalan (2001-2005) persentase penduduk miskin menurun sebesar 0,97 persen, yaitu dari 41,80 persen menjadi 40,83 persen. Sedangkan pada lima tahun kedua pelaksanaan Otsus (2006-2010) persentase penduduk miskin menurun sebesar 4,72 persen. Penurunan persentase penduduk miskin terbesar terjadi pada periode Maret 2010 - Maret 2011 di mana terdapat 4,82 persen penduduk yang pada tahun 2010 penghasilannya di bawah garis kemiskinan kini bergeser di atas garis kemiskinan sehingga menjadi tidak miskin. Gambar 1. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Papua Tahun 1999-2017
54,75
41,52 38,69
46,35 41,8 41,8
39,03
40,83
37,08
36,80
40,78 37,53
31,24 31,98
30,66
31,11
31,52
31,13
27,8
30,05
% Miskin Ket : Data sebelum tahun 2006 masih gabung dengan Papua Barat
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
No. 38/07/94/Th.IX, 17 Juli 2017
28,40
28,17
28,54
28,40
27,62
2.
Tingkat Kemiskinan Menurut Tipe Daerah
Dilihat menurut tipe daerahnya, penduduk miskin di Provinsi Papua terkonsentrasi di daerah perdesaan, di mana pada Maret 2017 terdapat 36,20 persen penduduk miskin tinggal di perdesaan, sedangkan di perkotaan hanya sebesar 4,46 persen. Jika dibandingkan dengan kondisi pada periode sebelumnya (September 2016), terdapat penurunan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan sebesar 0,87 persen. Untuk daerah perkotaan persentase penduduk miskin mengalami kenaikan sebesar 0,25 persen. Tabel 1. Persentase Penduduk Miskin di Papua menurut Daerah, 2001-2017 Persentase Penduduk Miskin
Tahun Kota
Desa
Kota+Desa
1 2001
2 9.23
3 53.14
4 41.80
2002
9.76
51.21
41.80
2003
8.32
49.75
39.03
2004
7.71
49.28
38.69
2005
9.23
50.16
40.83
2006
8.71
51.31
41.52
2007
7.97
50.47
40.78
2008
7.02
45.96
37.08
2009
6.10
46.81
37.53
2010
5.55
46.02
36.80
Mar-11
4.60
41.58
31.98
Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17
4.75 4.24 5.81 6.11 5.22 4.47 4.46
40.53 40.55 39.39 39.92 40.71 38.92 35.87
31.24 31.11 30.66 31.13 31.52 30.05 27.80
4.61 3.61 4.42 4.21 4.46
36.66 37.34 37.14 37.07 36.20
28.17 28.40 28.54 28.40 27.62
Ket : -
Data sebelum tahun 2006 masih gabung dengan Papua Barat
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
No. 38/07/94/Th.IX, 17 Juli 2017 3
3.
Tingkat Kemiskinan Menurut Provinsi
Gambar 2 menunjukkan persentase penduduk miskin menurut provinsi se-Indonesia berdasarkan data Susenas Maret 2017. Dari gambar tersebut tampak bahwa tiga provinsi di Kawasan Timur Indonesia yaitu Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah dengan persentase penduduk miskin terbesar yaitu berturut-turut 27,62 persen; 25,10 persen; dan 21,85 persen. Dari 34 provinsi, 16 provinsi diantaranya mengalami penurunan persentase penduduk miskin, dengan penurunan terbesar terjadi di Provinsi Maluku, yang mencapai 0,81 persen. Gambar 2. Persentase Penduduk Miskin Maret 2017 dan Perubahan Persentase Penduduk Miskin Periode September 2016 – Maret 2017 Menurut Provinsi Papua Papua Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Gorontalo Aceh Bengkulu Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tengah Lampung Sumatera Selatan DI Yogyakarta Jawa Tengah Sulawesi Tenggara Jawa Timur Sulawesi Barat INDONESIA Sumatera Utara Sulawesi Selatan Jawa Barat Jambi Sulawesi Utara Kalimantan Barat Riau Kalimantan Utara Sumatera Barat Maluku Utara Kalimantan Timur Kepulauan Riau Banten Kalimantan Tengah Bangka Belitung Kalimantan Selatan Bali DKI Jakarta
-0,78
27,62 0,22
-0,16 -0,81
21,85 0,01 0,46
-0,58 0,05 0,05 -0,17 -0,20 -0,08 -0,17 0,04 -0,09 0,11 -0,06 -0,05 0,14 -0,06 -0,19 -0,10 -0,12 0,11 0,23 -0,27 -0,06 0,19 0,22 0,09 0,01 0,16 0,20 0,10 0,02
-5
25,10
0
18,45 17,65 16,89 16,45 16,07 14,14 13,69 13,19 13,02 13,01 12,81 11,77 11,30 10,64 10,22 9,38 8,71 8,19 8,10 7,88 7,78 7,22 6,87 6,35 6,19 6,06 5,45 5,37 5,20 4,73 4,25 3,77
5
10
Perubahan Sep -16 s.d. Mar - 17
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
15
20
% Miskin
No. 38/07/94/Th.IX, 17 Juli 2017
25
30
4.
Perubahan Garis Kemiskinan September 2013 – Maret 2016
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Seiring dengan kenaikan harga (inflasi) yang terjadi dari tahun ke tahun, besarnya GK juga mengalami peningkatan. Selama September 2016 – Maret 2017 terjadi kenaikan GK, yaitu mencapai Rp 17.520,- atau sebesar 3,98 persen. Ditinjau menurut tipe daerahnya, GK daerah perkotaan pada Maret 2017 sebesar Rp498.368,- lebih tinggi dibanding GK perdesaan yang mencapai Rp441.287,-. Hal ini berarti, biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan. Tabel 2. Garis Kemiskinan Provinsi Papua Menurut Tipe Daerah, Maret 2012 – Maret 2017
Tahun
Gambar 3. Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan Provinsi Papua, Maret 2012 – Maret 2017
Garis Kemiskinan (Per Kapita Per Bulan) Kota Desa K+D
1
2
3
4
Mar-12
321 228
271 431
284 388
Sep-12
344 415
281 022
297 502
Mar-13
362 401
298 395
315 025
Sep-13
387 789
322 079
339 096
Mar-14
404 944
338 206
112 904 108 778 105 265 100 806 99 224 91 417 89 772 86 624 77 372 74 162 70 079 305 579 302 807
355 380
Sep-14
408 419
340 846
358 204
Mar-15
440 697
388 095
402 031
266 786 265 608
344 637 331 243 321 910
252 472 237 652 223 340
Sep-15
445 057
392 446
406 385
Mar-16
466 985
412 991
427 176
Sep-16
479 294
425 264
440 021
Mar-17
498 368
441 287
214 309
457 541
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
Makanan
Non Makanan
No. 38/07/94/Th.IX, 17 Juli 2017 5
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2017, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 75,32 persen (Rp344.637/kapita/bulan), dan GKBM hanya menyumbang 24,68 persen (Rp112.904/kapita/bulan) dari total GK Provinsi Papua. Komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK berbeda jenisnya antara daerah perkotaan dan perdesaan. Lima komoditi terbesar yang memberi pengaruh terhadap kenaikan GK di perkotaan adalah beras (24,32 persen), rokok kretek filter (13,44 persen), Tongkol/tuna/cakalang (6,04 persen), telur ayam ras (5,60 persen), dan daging ayam ras (4,36 persen). Sedangkan lima jenis komoditi yang memberikan andil terbesar terhadap kenaikan GK di perdesaan adalah ketela rambat/ubi (20,03 persen), beras (13,63 persen), rokok kretek filter (8,84 persen), daging babi (3,55 persen) dan daging ayam ras (3,10 persen). Tabel 3. Daftar Komoditi Makanan yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2017 Kota Komoditi
No
Desa
Nilai (Rp/kap/bln)
Share Thd GK(%)
Komoditi
Nilai (Rp/kap/bln)
Share Thd GK(%)
1
Beras
41 483
24.32
Ketela rambat/ubi
57 219
20.03
2
Rokok kretek filter
22 920
13.44
Beras
38 936
13.63
3
Tongkol/tuna/cakalang
10 295
6.04
Rokok kretek filter
25 244
8.84
4
Telur ayam ras
9 557
5.60
Daging babi
10 134
3.55
5
Daging ayam ras
7 443
4.36
Daging ayam ras
8 868
3.10
6
Mie instan
6 397
3.75
Mie instan
8 026
2.81
7
Kembung
6 337
3.72
Mujair
7 668
2.68
8
Gula pasir
6 219
3.65
Gula pasir
7 219
2.53
Jumlah
5.
110 651
Jumlah
163 314
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Sisi lain dari kemiskinan, selain jumlah dan persentase penduduk miskin yang juga perlu mendapat perhatian adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan terkait kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selama periode 2010 – maret 2017 indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan Indeks keparahan kemiskinan (P2) di Papua umumnya memiliki kecenderungan menurun. Indeks 6
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
No. 38/07/94/Th.IX, 17 Juli 2017
Kedalaman Kemiskinan turun dari 9,36 pada 2010 menjadi 7,49 pada Maret 2017. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 3,37 menjadi 2,82 pada periode yang sama (Tabel 4). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin pada periode 2010 hingga maret 2017 cenderung makin mendekati garis kemiskinan. Jika dilihat pada periode September 2016 – Maret 2017, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan Provinsi Papua mengalami kenaikan yang tidak signifikan. Tercatat P1 naik 0,06 poin, sementara itu P2 naik sebesar 0,172 poin. Kondisi ini menunjukkan rata-rata pengeluaran penduduk miskin di Provinsi Papua semakin menjauh dari garis kemiskinan. Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Daerah, Maret 2010 – Maret 2017 Tahun
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kota Desa K+D
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kota
Desa
K+D
1
2
3
4
5
6
7
2010
0.78
11.89
9.36
0.17
4.32
3.37
Mar-11
0.70
10.37
7.86
0.15
3.74
2.80
Sep-11
0.84
10.41
7.93
0.24
3.65
2.76
Mar-12
0.65
10.47
7.91
0.14
3.72
2.79
Sep-12
1.27
9.49
7.35
0.48
3.13
2.44
Mar-13
1.11
8.92
6.89
0.29
2.88
2.21
Sep-13
0.48
8.69
6.56
0.10
2.67
2.01
Mar-14
0.72
8.96
6.84
0.17
3.04
2.30
Sept-14
0.48
8.48
6.40
0.10
2.91
2.19
Mar-15
0.79
11.72
8.82
0.21
5.07
3.78
Sep-15
0.18
1.09
0.85
0.02
0.08
0.07
Mar-16
0.88
12.39
9.37
0.22
5.60
4.19
Sep-16
0.78
9.82
7.43
0.20
3.53
2.65
Mar-17
0.65
10.03
7.49
0.15
3.81
2.82
Sumber: Diolah dari data Susenas 2010-2017
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi daripada perkotaan. Pada bulan Maret 2017, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 0,65 sementara di daerah perdesaan mencapai 10,03. Demikian juga untuk nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di mana nilai Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
No. 38/07/94/Th.IX, 17 Juli 2017 7
Indeks untuk perkotaan hanya 0,15 sementara di daerah perdesaan mencapai 3,81. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan jauh lebih parah daripada daerah perkotaan karena dari semua segi (jumlah, persentase, kedalaman maupun keparahan kemiskinan) daerah perdesaan jauh lebih memprihatinkan dibanding daerah perkotaan. 6.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan yang digunakan ada dua macam yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro. b. Pendekatan mikro diperoleh dari pendataan secara lengkap (sensus), sehingga didapatkan data mengenai penduduk miskin hingga ke individu. Misalnya PSE05 (Pendataan Sosial Ekonomi Tahun 2005) dan PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 dan 2011 yang menghasilkan database penduduk miskin yang dijadikan dasar pemberian BLT atau BLSM. Karena besarnya biaya yang diperlukan, pendekatan ini tidak dapat dilakukan setiap tahun. c. Pendekatan makro diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yaitu dengan mengambil sebagian sampel dari populasi yang ada kemudian digunakan sebagai dasar estimasi untuk menggambarkan keadaan wilayah tersebut, dengan demikian data yang dihasilkan adalah data agregat. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index (persentase penduduk miskin terhadap total penduduk), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Kelebihan dari pendekatan ini adalah biayanya relatif lebih murah dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data lebih singkat, sehingga dapat dilakukan tiap tahun dan dapat digunakan untuk memantau perkembangan kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota. d. Terhitung mulai tahun 2015, Susenas dilakukan secara Semesteran yang berarti dalam satu tahun terdapat dua kali pendataan lapangan yaitu pada bulan Maret dan September. Data kemiskinan yang dirilis pada tahun 2016 sebanyak dua kali yaitu kondisi kemiskinan pada semester pertama (Maret) dan kemiskinan pada semester kedua (September). e. Penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. f. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian,
8
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
No. 38/07/94/Th.IX, 17 Juli 2017
ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). g. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. h. Garis Kemiskinan (GK) adalah representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Jl. Dr. Samratulangi Dok II, Jayapura-Papua Berita Resmi Statistik Provinsi Papua No. 38/07/94/Th.IX, 17 Juli 2017 9 Telp. (0967) 534519, 533028 (Hunting), Fax. (0967) 536490 E-mail:
[email protected] Homepage: http://papua.bps.go.id