Tingkat Kemiskinan di DKI Jakarta Maret 2017 No. 35/07/31/Th.XIX, 17 Juli 2017
TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017
Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2017 sebesar 389,69 ribu orang, meningkat 5,39 ribu atau meningkat 0,02 poin dari Maret 2016.
Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2017 sebesar 389,69 ribu orang (3,77%). Dibandingkan dengan September 2016 (385,84 ribu orang atau 3,75%), jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,85 ribu atau meningkat 0,02 poin. Sedangkan dibandingkan dengan Maret 2016 dengan jumlah penduduk miskin sebesar 384,30 ribu orang (3,75%), jumlah penduduk miskin meningkat 5,39 ribu atau meningkat 0,02 poin.
Garis Kemiskinan (GK) bulan Maret 2017 sebesar Rp 536.546 per kapita per bulan, lebih tinggi dibandingkan dengan Garis Kemiskinan September 2016 sebesar Rp 520.690 per kapita per bulan, dan dari Garis Kemiskinan Maret 2016 sebesar Rp 510.359 per kapita per bulan. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan Maret 2017 sebesar 64,74 persen (Rp 347.383), sedangkan sumbangan Garis Kemiskinan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 35,26 persen (Rp 189.163).
Keadaan kemiskinan penduduk pada bulan Maret 2017 dibandingkan dengan keadaan September 2016 dan Maret 2016 Angka kemiskinan (P0) masing-masing naik 0,02 poin (September 2016 - Maret 2017 dan Maret 2016 - Maret 2017). Rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami peningkatan sebesar 0,055 poin (0,433 pada September 2016 menjadi 0,488 pada Maret 2017) dan meningkat 0,031 poin (0,457 pada Maret 2016 menjadi 0,488 pada Maret 2017). Ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin atau Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) meningkat sebesar 0,022 poin dari 0,075 menjadi 0,097 selama kurun September 2016 – Maret 2017 dan meningkat sebesar 0,014 poin dari 0,083 menjadi 0,097 selama kurun Maret 2016-Maret 2017.
1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2016 - September 2016 - Maret 2017 Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2017 sebesar 389,69 ribu orang (3,77%). Dibandingkan dengan September 2016 (385,84 ribu orang atau 3,75%), jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,85 ribu atau meningkat 0,02 poin. Sedangkan dibandingkan dengan Maret 2016 dengan jumlah penduduk miskin sebesar 384,30 ribu orang (3,75%), jumlah penduduk miskin meningkat 5,39 ribu atau meningkat 0,02 poin. Tabel 1 Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin di DKI Jakarta Maret 2016 - September 2016 - Maret 2017 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Bulan (1) Maret 2016 September 2016 Maret 2017
Makanan (2) 329.644 (64,59%) 334.938 (64,33%) 347.383 (64,74%)
Bukan Makanan (3) 180.715 (35,41%) 185.752 (35,67%) 189.163 (35,26%)
Total (4)
Jumlah penduduk miskin (000) (5)
510.359 (100%) 520.690 (100%) 536.546 (100%)
Persentase penduduk miskin (6)
384,30
3,75
385,84
3,75
389,69
3,77
Sumber: Susenas Maret 2016, September 2016, dan Maret 2017
2.
Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2016 - September 2016 - Maret 2017 Jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh besarnya Garis Kemiskinan (GK), karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2016 - September 2016 - Maret 2017, Garis Kemiskinan naik sebesar 3,05 persen pada periode September 2016 - Maret 2017 (dari Rp 520.690 per kapita per bulan menjadi Rp 536.546 per kapita per bulan), dan naik sebesar 5,13 persen pada periode Maret 2016 - Maret 2017 (dari Rp 510.359 per kapita per bulan menjadi Rp 536.546 per kapita per bulan). Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Namun demikian, selama periode September 2016 - Maret 2017, sumbangan atau peran GKM terhadap GK mengalami peningkatan sebesar 0,41 poin. Komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada bulan Maret 2017, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan Makanan sebesar 21,54 persen. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan Makanan adalah rokok kretek
filter (17,26%), daging ayam ras (7,46%), telur ayam ras (5,81%), mie instan (4,03%), cabe merah (2,98%), kopi bubuk dan kopi instant (sachet) (2,85%), susu bubuk (2,55%), gula pasir (2,37%), dan susu kental manis (2,32%). Gambar 1 Sepuluh Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar Terhadap Garis Kemiskinan Makanan beserta Kontribusinya (%), Maret 2017
Susu kental manis
2.32
Gula pasir
2.37
Susu bubuk
2.55
Kopi bubuk & kopi instan (sachet)
2.85
Cabe merah
2.98 4.03
Mie instan
5.81
Telur ayam ras
7.46
Daging ayam ras
17.26
Rokok kretek filter
21.54
Beras
Sumber: Susenas Maret 2017
Gambar 2 Sepuluh Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar Terhadap Garis Kemiskinan Non Makanan beserta Kontribusinya (%), Maret 2017
Pakaian jadi laki-laki dewasa
1.94
Pakaian jadi perempuan dewasa
2.14
Kesehatan
2.44
Perlengkapan mandi
2.78
Air
3.21
Pendidikan
6.90
Angkutan
6.92
Bensin Listrik Perumahan Sumber: Susenas Maret 2017
11.92 12.63 36.46
Untuk komoditi bukan makanan, komoditi barang/jasa yang mempunyai peranan terbesar adalah perumahan (36,46%), diikuti listrik (11,63%), bensin (11,92%), angkutan (6,92%), pendidikan (6,90%), Air (3,21%), perlengkapan mandi (2,78%), Kesehatan (2,44%), Pakaian jadi perempuan dewasa (2,14%), serta pakaian jadi laki-laki dewasa (1,94%). 3. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah dan persentase penduduk miskin, dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus harus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Tabel 2 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di DKI Jakarta, Maret 2016 - September 2016 - Maret 2017 Bulan
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
(1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
(2)
(3)
Maret 2016
0,457
0,083
September 2016
0,433
0,075
Maret 2017
0,488
0,097
September 2016 – Maret 2017
0,055
0,022
Maret 2016– Maret 2017
0,031
0,014
Perubahan:
Sumber: Susenas Maret 2016, September 2016, dan Maret 2017
Pada periode September 2016 - Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik sebesar 0,055 poin dari 0,433 pada September 2016 menjadi 0,488 pada Maret 2017, sementara itu Indeks Keparahan Kemiskinan juga naik sebesar 0,022 poin dari 0,075 pada September 2016 menjadi 0,097 pada Maret 2017. Demikian juga
jika dibandingkan dengan Maret 2016, Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga mengalami kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik sebesar 0,031 poin dari 0,457 pada bulan Maret 2016 menjadi 0,488 pada bulan Maret 2017. Begitu juga dengan Indeks Keparahan kemiskinan naik sebesar 0,014 poin, yaitu dari 0,083 pada bulan Maret 2016 menjadi 0,097 pada bulan Maret 2017.
Gambar 3 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di DKI Jakarta, Maret 2013 – Maret 2017
0.629
0.6 0.517 0.388
0.457
0.387
0.433
0.488
0.274 0.169 0.073
0.069
0.131
0.104 0.044
P2
0.083
0.075
0.097
P1
Sumber: Susenas Maret 2013 - Maret 2017
4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
a. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan, kecuali untuk DKI Jakarta yang seluruh wilayahnya merupakan daerah perkotaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. b. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkal per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain). c. Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar Non-Makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. d. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masingmasing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. e. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) adalah indeks yang memberikan informasi mengenai gambaran penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. f.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2017 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Maret tahun 2017. Jumlah sampel Susenas di DKI Jakarta sebanyak 5.200 rumah tangga sehingga data kemiskinan dapat disajikan hingga tingkat kabupaten/kota. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
BPS Provinsi DKI Jakarta
Satriono, S.Si, MM
Jl Salemba Tengah No. 36-38
Kepala Bidang Statistik Sosial
Jakarta Pusat 10440
Telp: 021-37928493, Pesawat 300
Homepage: http://jakarta.bps.go.id
Email:
[email protected]