No. 37/ 07/ 94/ Th.VIII, 18 Juli 2016
KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2016 MENCAPAI 28,54 PERSEN
Persentase, penduduk Miskin di Papua selama enam bulan terakhir mengalami kenaikan sebesar 0,14 persen poin yaitu dari 28,40 persen pada September 2015 menjadi 28,54 persen pada Maret 2016.
Dilihat menurut tipe daerahnya, penduduk miskin terkonsentrasi di daerah perdesaan, pada Maret 2016 sebanyak 37,14 persen penduduk miskin hidup di perdesaan sedangkan di perkotaan hanya sebesar 4,42 persen.
Garis Kemiskinan (GK) di perkotaan pada Maret 2016 sebesar Rp446.985,- lebih tinggi dari GK perdesaan yang mencapai Rp412.991. Hal ini berarti, biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan.
Peranan komoditi makanan terhadap GK jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan), yaitu 75,36 persen berbanding 24,64 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap GK di perkotaan adalah beras, rokok kretek filter dan Tongkol/tuna/cakalang. Sedangkan komoditi yang berpengaruh besar terhadap GK di perdesaan adalah ketela rambat, beras, rokok kretek filter,
Pada periode September 2015 – Maret 2016 , Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan kenaikan yang sangat signifikan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
No. 37/ 07/ 94/ Th.VIII, 18 Juli 2016 1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 1999 – Maret 2016
Selama enam belas tahun terakhir (1999-2016) kondisi kesejahteraan masyarakat Papua kian membaik. Tercatat persentase penduduk miskin pada periode tersebut menurun secara signifikan sebesar 26,21 persen, yaitu dari 54,75 persen pada Maret 1999 menjadi 28,40 pada Maret 2016. Pada lima tahun pertama Otonomi Khusus (Otsus) Papua berjalan (2001-2005) persentase penduduk miskin menurun sebesar 0,97 persen, yaitu dari 41,80 persen menjadi 40,83 persen. Sedangkan pada lima tahun kedua pelaksanaan Otsus (2006-2010) persentase penduduk miskin menurun sebesar 4,72 persen. Penurunan persentase penduduk miskin terbesar terjadi pada periode Maret 2010 - Maret 2011 di mana terdapat 4,82 persen penduduk yang pada tahun 2010 penghasilannya di bawah garis kemiskinan kini bergeser di atas garis kemiskinan sehingga menjadi tidak miskin. Namun selama satu tahun terakhir persentase penduduk miskin Papua kembali mengalami kenaikan namun masih dibawah satu persen (0.37 persen). Gambar 1. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Papua Tahun 1999-2016
54,75
41,52 38,69
46,35 41,8 41,8
39,03
40,83
37,08
36,80
40,78
31,24
37,53 31,98
30,66
31,11
31,52
31,13
27,8 30,05
% Miskin Ket : Data sebelum tahun 2006 masih gabung dengan Papua Barat
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
No. 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016
28,17
28,40 28,54
2.
Tingkat Kemiskinan menurut Tipe Daerah
Dilihat menurut tipe daerahnya, penduduk miskin di Papua terkonsentrasi di daerah perdesaan, di mana pada Maret 2016 terdapat 37,14 persen penduduk miskin tinggal di perdesaan, sedangkan di perkotaan hanya 4,42 persen. Jika dibandingkan dengan kondisi pada periode sebelumnya (September2015), terdapat kenaikan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan sebesar 0,81 persen poin (22,33persen). Namun hal sebaliknya terjadi di daerah perdesaan, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 0,2 persen poin (0,53persen). Tabel 1. Persentase Penduduk Miskin di Papua menurut Daerah, 2001-2016 Persentase Penduduk Miskin
Tahun Kota
Desa
Kota+Desa
1
2
3
4
2001
9,23
53,14
41,80
2002
9,76
51,21
41,80
2003
8,32
49,75
39,03
2004
7,71
49,28
38,69
2005
9,23
50,16
40,83
2006
8,71
51,31
41,52
2007
7,97
50,47
40,78
2008
7,02
45,96
37,08
2009
6,10
46,81
37,53
2010
5,55
46,02
36,80
Mar-11
4,60
41,58
31,98
Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16
4,75 4,24 5,81 6,11 5,22 4,47 4,46
40,53 40,55 39,39 39,92 40,71 38,92 35,87
31,24 31,11 30,66 31,13 31,52 30,05 27,80
4,61 3,61 4,42
36,66 37,34 37,14
28,17 28,40 28,54
Ket : - Data sebelum tahun 2006 masih gabung dengan Papua Barat
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
No. 37/ 07/ 94/ Th.VIII, 18 Juli 2016 3
3.
Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi
Gambar 2 menunjukkan persentase penduduk miskin menurut provinsi se-Indonesia berdasarkan data Susenas Maret 2016. Dari gambar tersebut tampak bahwa tiga provinsi di Kawasan Timur Indonesia yaitu Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah dengan persentase penduduk miskin terbesar yaitu berturut-turut 28,54 persen; 25,43 persen; dan 22,19 persen. Dari 34 provinsi, 22 provinsi diantaranya mengalami penurunan persentase penduduk miskin, dengan penurunan terbesar terjadi di Provinsi Bali, yang mencapai 1,00 persen. Sementara 12 provinsi lainnya mengalami kenaiakan dengan kenaikan terbesar terjadi di Provinsi Bangka Belitung, yang mencapai 0,39 persen. Gambar 2. Persentase Penduduk Miskin Maret 2016 dan Perubahan Persentase Penduduk Miskin Periode September 2015 – Maret 2016 menurut Provinsi Papua Papua Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Gorontalo Bengkulu Aceh Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tengah Lampung Sumatera Selatan DI Yogyakarta Jawa Tengah Sulawesi Tenggara Jawa Timur Sulawesi Barat INDONESIA Sumatera Utara Sulawesi Selatan Jawa Barat Jambi Sulawesi Utara Riau Kalimantan Barat Sumatera Barat Maluku Utara Kalimantan Utara Kalimantan Timur Kepulauan Riau Kalimantan Tengah Banten Bangka Belitung Kalimantan Selatan Bali DKI Jakarta
0,14 -0,30 -0,39 -0,18 -0,44
22,19
0,16 -0,38 -0,06 0,38 0,76 -0,23 0,18 -0,05 -0,86 -0,23 -0,16 -0,27 -0,44 -0,72 -0,62 -0,71 -0,64 -0,84 -0,57 0,38 0,11 -0,09 0,01 0,20 -0,25 -0,33 0,39 0,13 -1,00 0,14
-5
28,54 25,43
0
19,18 17,72 17,32 16,73 16,48 14,45 14,29 13,54 13,34 13,27 12,88 12,05 11,74 10,86 10,35 9,40 8,95 8,41 8,34 7,98 7,87 7,09 6,33 6,23 6,11 5,98 5,66 5,42 5,22 4,85 4,25 3,75
5
10
15
Perubahan Sep -15 s.d. Mar - 16
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
20
25
% Miskin
No. 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016
30
35
4.
Perubahan Garis Kemiskinan September 2015 – Maret 2016
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Seiring dengan kenaikan harga (inflasi) yang terjadi dari tahun ke tahun, besarnya GK juga mengalami peningkatan. Selama September 2015 – Maret 2016 terjadi kenaikan GK sebesar Rp20.791,- atau sebesar 5,12 persen. Ditinjau menurut tipe daerahnya, GK daerah perkotaan pada Maret 2016 sebesar Rp466.985,- lebih tinggi dibanding GK perdesaan yang mencapai Rp412.991,-. Hal ini berarti, biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan. Tabel 2. Garis Kemiskinan Provinsi Papua menurut Daerah 2010 – Maret 2016
Tahun
Gambar 3. Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan, 2010 – Maret 2016
Garis Kemiskinan (Per Kapita Per Bulan) Kota Desa K+D
1
2
3
4
2010
298.285
247.563
259.128
Mar-11
314.606
262.626
276.116
Sep-11
320.321
266.271
280.302
Mar-12
321.228
271.431
284.388
Sep-12
344.415
281.022
297.502
Mar-13
362.401
298.395
315.025
100.806 86.624 89.772 77.372
387.789
322.079
339.096
Mar-14
404.944
338.206
355.380
Sep-14
408.419
340.846
358.204
Mar-15
440.697
388.095
402.031
Sep-15
445.057
392.446
406.385
Mar-16
466.985
412.991
427.176
105.265
91.417
74.162 70.079 68.886 68.151 64.674
265.608
321910 305579
252.472 237.652 223.340
Sep-13
99.224
302807 266786
214.309 211.416 207.965 194.454
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
Makanan
Non Makanan
No. 37/ 07/ 94/ Th.VIII, 18 Juli 2016 5
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2016, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 75,36 persen (Rp321.910/kapita/bulan), dan GKBM hanya menyumbang 24,64 persen (Rp105.265/kapita/bulan) dari total GK Provinsi Papua. Komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK berbeda jenisnya antara daerah perkotaan dan perdesaan. Tiga komoditi terbesar yang memberi pengaruh terhadap kenaikan GK di perkotaan adalah beras (15,86 persen), rokok kretek filter (5,88 persen), dan tongkol/tuna/cakalang (4,37 persen). Sedangkan tiga jenis komoditi yang memberikan andil terbesar terhadap kenaikan GK di perdesaan adalah ketela rambat/ubi (34,93 persen), beras (8,19 persen), dan rokok kretek filter (5,04 persen). Tabel 3. Daftar Komoditi Makanan yang Memberi Pengaruh pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2016 Kota No
Komoditi
Desa
Share Thd GK (%)
Komoditi
Share Thd GK (%)
1
Beras
15.86
Ketela rambat/ubi
34.93
2
Rokok kretek filter
5.88
Beras
8.19
3
Tongkol/tuna/cakalang
4.37
Rokok kretek filter
5.04
4
Telur Ayam Ras
3.25
Daging babi
3.20
5
Kembung
2.64
Bayam
2.52
6
Gula Pasir
2.43
Bawang merah
2.12
7
Mie Instan
2.38
Mie instan
1.95
8
Daging Ayam Ras
2.34
Pisang
1.90
9
Bawang Merah
1.76
Gula pasir
1.82
10
Tahu
1.71
Mujair
1.61
11
Lainnya
22.88
Lainnya
16.17
5.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Sisi lain dari kemiskinan, selain jumlah dan persentase penduduk miskin yang juga perlu mendapat perhatian adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan terkait kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selama periode 2010 – 2015 indeks kedalaman kemiskinan (P1) di Papua umumnya memiliki kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 9,36 pada 6
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
No. 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016
Maret 2010 menjadi 8,82 pada Maret 2015. Walaupun P2 tidak mengalami hal yang serupa namun kenaikan yang terjadi selama periode Maret 2010 - Maret 2015 tidak terlalu besar. Namun jika dilihat pada periode September 20145– Maret 2016, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan Provinsi Papua mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Tercatat P1 naik 8,52 poin, sementara itu P2 naik sebesar 4,12 poin. Kondisi ini menunjukkan ratarata pengeluaran penduduk miskin di Provinsi Papua semakin menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin besar. Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Daerah, Maret 2010 – Maret 2016 Tahun
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kota Desa K+D
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kota Desa K+D
1
2
3
4
5
6
7
2010
0,78
11,89
9,36
0,17
4,32
3,37
Mar-11
0,70
10,37
7,86
0,15
3,74
2,80
Sep-11
0,84
10,41
7,93
0,24
3,65
2,76
Mar-12
0,65
10,47
7,91
0,14
3,72
2,79
Sep-12
1,27
9,49
7,35
0,48
3,13
2,44
Mar-13
1,11
8,92
6,89
0,29
2,88
2,21
Sep-13
0,48
8,69
6,56
0,10
2,67
2,01
Mar-14
0,72
8,96
6,84
0,17
3,04
2,30
Sept-14
0,48
8,48
6,40
0,10
2,91
2,19
Mar-15
0,79
11,72
8,82
0,21
5,07
3,78
Sep-15
0,18
1,09
0,85
0,02
0,08
0,07
Mar-16
0,88
12,39
9,37
0,22
5,60
4,19
Sumber: Diolah dari data Susenas 2010-2016
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi daripada perkotaan. Pada bulan Maret 2016, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 0,87 sementara di daerah perdesaan mencapai 12,39. Demikian juga untuk nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di mana nilai Indeks untuk perkotaan hanya 0,23 sementara di daerah perdesaan mencapai 5,6. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan jauh lebih parah daripada daerah perkotaan karena dari semua segi (jumlah, persentase, kedalaman maupun keparahan kemiskinan) daerah perdesaan jauh lebih memprihatinkan dibanding daerah perkotaan. Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
No. 37/ 07/ 94/ Th.VIII, 18 Juli 2016 7
6. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan yang digunakan ada dua macam yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro. b. Pendekatan mikro diperoleh dari pendataan secara lengkap (sensus), sehingga didapatkan data mengenai penduduk miskin hingga ke individu. Misalnya PSE05 (Pendataan Sosial Ekonomi Tahun 2005) dan PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 dan 2011 yang menghasilkan database penduduk miskin yang dijadikan dasar pemberian BLT atau BLSM. Karena besarnya biaya yang diperlukan, pendekatan ini tidak dapat dilakukan setiap tahun. c. Pendekatan makro diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yaitu dengan mengambil sebagian sampel dari populasi yang ada kemudian digunakan sebagai dasar estimasi untuk menggambarkan keadaan wilayah tersebut, dengan demikian data yang dihasilkan adalah data agregat. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index (persentase penduduk miskin terhadap total penduduk), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Kelebihan dari pendekatan ini adalah biayanya relatif lebih murah dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data lebih singkat, sehingga dapat dilakukan tiap tahun dan dapat digunakan untuk memantau perkembangan kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota. d. Terhitung mulai tahun 2015, Susenas dilakukan secara Semesteran yang berarti dalam satu tahun terdapat dua kali pendataan lapangan yaitu pada bulan Maret dan September. Data kemiskinan yang dirilis pada tahun 2016 sebanyak dua kali yaitu kondisi kemiskinan pada semester pertama (Maret) dan kemiskinan pada semester kedua (September). e. Penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. f. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). g. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. 8
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
No. 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016
h. Garis Kemiskinan (GK) adalah representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua
No. 37/ 07/ 94/ Th.VIII, 18 Juli 2016 9