No. 49/07/33/Th. X, 18 Juli 2016
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 MENCAPAI 4,507JUTA ORANG RINGKASAN
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah pada Maret 2016 mencapai 4,507 juta orang (13,27 persen) naik sekitar 1,11 ribu orang jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2015 yang tercatat sebesar 4,506 juta orang (13,32 persen). Meskipun secara absolut meningkat namun secara persentase penduduk miskin turun yaitu sebesar 0,05 persen.
Selama periode September 2015-Maret 2016, penduduk miskin di daerah perkotaan naik sekitar 34,51 ribu orang (dari 1.789,57 ribu orang pada September 2015 menjadi 1.824,08 ribu orang pada Maret 2016), sementara di daerah perdesaan berkurang 33,4 ribu orang (dari 2.716,21 ribu orang pada September 2015 menjadi 2.682,81 ribu orang pada Maret 2016).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2015 sebesar 11,50 persen turun menjadi 11,44 persen pada Maret 2016. Namun persentase penduduk miskin di daerah perdesaan sedikit meningkat yaitu dari 14,86 persen menjadi 14,89 persen pada periode yang sama.
Garis Kemiskinan di Jawa Tengah kondisi Maret 2016 sebesar Rp 317.348,- per kapita per bulan, meningkat 2,60 persen dibandingkan dengan September 2015 yang mencapai Rp 309.314,- perkapita perbulan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan Maret 2016 sebesar Rp. 315.269,- per kapita per bulan atau naik 2,31 persen dari kondisi September 2015 (Rp. 308.163,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 2,87 persen menjadi sebesar Rp 319.188,- per kapita per bulan dibandingkan dengan September 2015 yaitu sebesar Rp. 310.295,- per kapita per bulan.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2016 sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,00 persen mengalami sedikit perubahan dibandingkan dengan September 2015 yang sebesar 73,23 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan pada Maret 2016 adalah beras dan rokok kretek filter. Komoditi bukan makanan yang berpengaruh besar terhadap Garis Kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan adalah biaya perumahan dan bensin.
Selama periode September 2015– Maret 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,167 pada September 2015 menjadi 2,372 pada Maret 2016. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,586 menjadi 0,627 pada periode yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 49/07/33/Th. X, 18 Juli 2016
1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2015 – Maret 2016 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada Maret 2016 sebesar 4,507 juta orang (13,27 persen) naik sekitar 1,11 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2015 yang berjumlah 4,505 juta orang (13,32 persen). Di daerah perkotaan mengalami peningkatan 34,51 ribu orang menjadi 1.824,08 ribu orang pada Maret 2016. Namun untuk daerah perdesaan mengalami penurunan 33,40 ribu orang menjadi 2.682,81 ribu orang pada periode yang sama. Selama periode September 2015– Maret 2016, distribusi penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada September 2015, sebagian besar (60,27 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu pula pada Maret 2016 (59,53 persen). Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Daerah, September 2015 - Maret 2016 Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang) (2)
Persentase Penduduk Miskin (persen) (3)
Perkotaan September 2015 Maret 2016
1.789,57 1.824,08
11,50 11,44
Perdesaan September 2015 Maret 2016
2.716,21 2.682,81
14,86 14,89
Kota+Desa September 2015 Maret 2016
4.505,78 4.506,89
13,32 13,27
Daerah/Tahun (1)
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2015 dan Maret 2016
2.
Perkembangan KemiskinanTahun 2010 – 2015 Pada periode tahun 2010 – 2015jumlah penduduk miskin mengalami kecenderungan menurun dari 5,369 juta orang pada tahun 2010 menjadi 4,507 juta orang pada Maret 2016. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 16,56 persen pada tahun 2010 menjadi 13,278 persen pada Maret 2016. Dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015, perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dapat ditunjukkan oleh gambar berikut :
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 49/07/33/Th. X, 18 Juli 2016
Gambar 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, September 2015 – Maret 2016 20 18
16,56 15,72
16
16,20 15,34
14,98
14,56
14,44
14,46
14
13,58
13,58
13,32
13,27
12 10 8 6
5,369
5,138
5,317
5,051
4,952
4,835
4,811
4,836
4,562
4,577
4,506
4,507
Maret 2010
Maret 2011
Sept 2011
Maret 2012
Sept 2012
Maret 2013
Sept 2013
Maret 2014
Sept 2014
Maret 2015
Sept 2015
Maret 2016
4 2 0
% Pend. Miskin
Jumlah Pend. Miskin (juta orang)
Sumber : Diolah dari data SusenasMaret dan September
3.
Perubahan Garis Kemiskinan September 2015 - Maret 2016 Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama September 2015 - Maret 2016, Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 2,60 persen, yaitu dari Rp. 309.314,- per kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp. 317.348,- per kapita per bulan pada Maret 2016. Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding garis kemiskinan perdesaan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan Maret 2016 sebesar Rp. 315.269,- per kapita per bulan atau naik 2,31 persen dari kondisi September 2015 (Rp. 308.163,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 2,87 persen menjadi sebesar Rp. 319.188,- per kapita per bulan dibandingkan dengan September 2015 yaitu sebesar Rp. 310.295,- per kapita per bulan (Tabel 2).
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 49/07/33/Th. X, 18 Juli 2016
3
Tabel 2 Garis Kemiskinan dan Perubahannya menurut Daerah, September 2015 - Maret 2016
Daerah/Tahun (1)
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Bukan Makanan Total Makanan (2) (3) (4)
Perkotaan September 2015 Maret 2016 Perubahan Sept 2015 - Maret 2016 (%)
218.935 224.987 2,76
89.228 90.282 1,18
308.163 315.269 2,31
Perdesaan September 2015 Maret 2016 Perubahan Sept 2015 - Maret 2016 (%)
232.942 237.901 2,13
77.352 81.287 5,09
310.295 319.188 2,87
Kota+Desa September 2015 Maret 2016 Perubahan Sept 2015 - Maret 2016 (%)
226.501 231.673 2,28
82.814 85.675 3,46
309.314 317.348 2,60
Sumber : Diolah dari data SusenasSeptember 2015 dan Maret 2016
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa di Jawa Tengah peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2015 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 73,22 persen dan sekitar 73,00 persen pada Maret 2016. Pada Maret 2016, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada GK adalah beras yaitu sebesar 31,32 persen di daerah perkotaan dan 34,64 persen di daerah perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua kepada GK (12,24 persen di daerah perkotaan dan 9,59 persen di daerah perdesaan). Komoditi lainnya adalah telur ayam ras (4,76 persen di daerah perkotaan dan 4,51 persen di daerah perdesaan), dan tempe (3,99 persen di daerah perkotaan dan 4,28 persen di daerah perdesaan). Sementara itu terdapat komoditi lain memberi sumbangan berbeda terhadap GKM di perkotaan dan di perdesaan seperti misalnya roti yang hanya memberi sumbangan besar terhadap GKM di perkotaan. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan besar terhadap GKBM adalah perumahan, bensin, listrik, dan pendidikan. Sementara itu komoditi bukan makanan lainnya yang memberi sumbangan berbeda pada GKBM di perkotaan dan perdesaan, yaitu 4
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 49/07/33/Th. X, 18 Juli 2016
perlengkapan mandi yang hanya memberi sumbangan besar terhadap GKBM di perkotaan atau kayu bakar yang hanya memberi sumbangan besar terhadap GKBM di perdesaan. Tabel 3 Daftar Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar Terhadap Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan Non Makanan Beserta Kontribusinya (%), Maret 2016 Komoditi (1) Makanan Beras Rokok kretek filter Telur ayam ras Tempe Daging ayam ras Gula pasir Mie instan Tahu Bawang merah Roti Bukan Makanan Perumahan Bensin Pendidikan Listrik Perlengkapan mandi
Kota (%) (2)
Komoditi (3)
Desa (%) (4)
31,.32 12,24 4,76 3,99 3,99 3,85 3,66 3,30 2,93 2,61
Beras Rokok kretek filter Telur ayam ras Tempe Gula pasir Bawang merah Tahu Mie instan Daging ayam ras Cabe rawit
34,64 9,59 4,51 4,28 3,94 3,60 3,42 3,37 3,01 2,49
25,89 11,07 9,89 9,34 5,63
Perumahan Bensin Listrik Pendidikan Kayu bakar
26,72 11,77 7,03 6,36 5,64
Sumber : Diolah dari data Susenas Maret 2016
4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode September 2015 – Maret 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) meningkat. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,167 pada September 2015 menjadi 2,372 persen pada Maret 2016. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,586 persen menjadi 0,627 persen pada periode yang sama (Tabel 4). Peningkatan nilai kedua Indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 49/07/33/Th. X, 18 Juli 2016
5
Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Daerah, September 2015–Maret 2016 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
2,032 1,777
2,281 2,900
2,167 2,372
0,597 0,401
0,577 0,827
0,586 0,627
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) September 2015 Maret 2016 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2015 Maret 2016
Sumber : Diolah dari data SusenasSeptember 2015danMaret 2016
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Maret 2016 di daerah perdesaan masih lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan, sama seperti September 2015. Pada Maret 2016, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk daerah perkotaan hanya 1,777 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,900. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk daerah perkotaan sebesar 0,401 dan daerah perdesaan sebesar 0,827. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi daripada daerah perkotaan.
5.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Garis kemiskinan adalah rupiah yang diperlukan agar penduduk dapat hidup layak secara minimum yang mencakup pemenuhan kebutuhan minimum pangan dan non pengan essential. Garis kemiskinan adalah harga yang dibayar oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100 kkal/kapita/hari dan kebutuhan non pangan essensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi dan lainnya.
c.
6
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 49/07/33/Th. X, 18 Juli 2016
memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. d.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
e.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
f.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
g.
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
h.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2016 adalah Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Maret 2016. Jumlah sampel secara nasional sebanyak ± 300.000 RumahTangga.
----- ### -----
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 49/07/33/Th. X, 18 Juli 2016
7