No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah pada September 2012 mencapai 4,863 juta orang (14,98 persen), berkurang 113,96 ribu orang (0,36 persen) jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang sebesar 4,977 juta orang (15,34 persen).
Selama periode Maret 2012 – September 2012, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sekitar 54,61 ribu orang (dari 2.001,12 ribu orang pada Maret 2012 menjadi 1.946,51 ribu orang pada September 2012), sementara di daerah perdesaan berkurang 59,35 ribu orang (dari 2.976,25 ribu orang pada Maret 2012 menjadi 2.916,90 ribu orang pada September 2012).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2012 sebesar 13,49 persen menurun menjadi 13,11 persen pada September 2012. Begitu juga dengan penduduk miskin di daerah perdesaan yaitu dari 16,89 persen pada Maret 2012 menjadi 16,55 persen pada September 2012.
Garis Kemiskinan di Jawa Tengah kondisi September 2012 sebesar Rp. 233.769,- per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan September 2012 sebesar Rp. 245.817,- per kapita per bulan atau naik 4,69 persen dari kondisi Maret 2012 (Rp. 234.799,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 5,57 persen menjadi sebesar Rp. 223.622,- per kapita per bulan dibandingkan dengan Maret 2012 yaitu sebesar Rp. 211.823,- per kapita per bulan.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2012 sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,10 persen tidak jauh berbeda dengan Maret 2012 yang sebesar 73,00 persen.
Tiga komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan September 2012 adalah beras, rokok kretek filter, dan tempe. Komoditi bukan makanan yang berpengaruh besar terhadap Garis Kemiskinan di daerah perkotaan adalah biaya perumahan dan pendidikan. Sedangkan di daerah perdesaan adalah biaya perumahan.
Pada periode Maret 2012 - September 2012 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan peningkatan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,272 pada Maret 2012 menjadi 2,388 pada September 2012. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,529 menjadi 0,568 pada periode yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013
1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2012 – September 2012 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada September 2012 sebesar 4,863 juta orang (14,98 persen) yang berkurang 113,96 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang berjumlah 4,977 juta orang (15,34 persen). Berdasarkan daerah perkotaan dan perdesaan masing-masing turun 54,6 ribu orang (0,38 persen) dan 59,3 ribu orang (0,35 persen). Selama periode Maret 2012 – September 2012, distribusi penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Maret 2012, sebagian besar (59,80 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu pula pada September 2012 (59,98 persen). Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Daerah di Provinsi Jawa Tengah, Maret 2012 - September 2012 Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang) (2)
Persentase Penduduk Miskin (persen) (3)
Perkotaan Maret 2012 September 2012
2.001,12 1.946,51
13,49 13,11
Perdesaan Maret 2012 September 2012
2.976,25 2.916,90
16,89 16,55
Kota+Desa Maret 2012 September 2012
4.977,36 4.863,41
15,34 14,98
Daerah/Tahun (1)
Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2012 dan Susenas September 2012
2.
Perkembangan Kemiskinan Tahun 1996 – 2012 Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996 – 2010 berfluktuasi dari tahun ke tahun (Gambar 1). Pada periode 1996 - 1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 2,338 juta orang karena krisis ekonomi, yaitu dari 6,418 juta orang pada tahun 1996 menjadi 8,755 juta orang pada tahun 1999. Persentase penduduk miskin meningkat dari 21,61 persen menjadi 28,46 persen pada periode yang sama. Pada periode tahun 2002 – 2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 7,308 juta orang pada tahun 2002 menjadi 6,534 juta orang pada Februari 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 23,06 persen pada tahun 2002 menjadi 20,49 persen pada Pebruari 2005.
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013
Pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin, yaitu dari 6,534 juta orang (20,49 persen) pada Februari 2005 menjadi 7,101 juta (22,19 persen) pada Maret 2006. Peningkatan penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah dari Februari 2005 ke Maret 2006 disebabkan karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak pada 1 September 2005, yang kemudian memacu kenaikan harga-harga barang kebutuhan lainnya. Namun mulai tahun 2007 sampai tahun 2012 jumlah maupun persentase penduduk miskin kembali mengalami kecenderungan menurun (Gambar 1). Dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2012, perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dapat ditunjukkan oleh gambar berikut : Gambar 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1996 – 2012 (Maret)
\
Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret dan Susenas September
3.
Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2012 – September 2012 Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2012 – September 2012, Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 5,15 persen, yaitu dari Rp. 222.327,- per kapita per bulan pada Maret 2012 menjadi Rp. 233.769,- per kapita per bulan pada September 2012. Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding garis kemiskinan perdesaan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan September 2012 sebesar Rp. 245.817,- per kapita per bulan atau naik 4,69 persen dari kondisi Maret 2012 (Rp. 234.799,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 5,57 persen menjadi
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013
3
sebesar Rp. 223.622,- per kapita per bulan dibandingkan dengan Maret 2012 yaitu sebesar Rp. 211.823,- per kapita per bulan (Tabel 2). Tabel 2 Garis Kemiskinan dan Perubahannya menurut Daerah di Provinsi Jawa Tengah, Maret 2012 – September 2012 Daerah/Tahun (1)
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Bukan Total Makanan Makanan (2) (3) (4)
Perkotaan Maret 2012 September 2012 Perubahan Maret11-September 12 (%)
167.561 175.956 5,01
67.238 69.860 3,90
234.799 245.817 4,69
Perdesaan Maret 2012 September 2012 Perubahan Maret11-September 12 (%)
157.878 166.620 5,54
53.945 57.002 5,67
211.823 223.622 5,57
Kota+Desa Maret 2012 September 2012 Perubahan Maret11-September 12 (%)
162.305 170.888 5,29
60.022 62.881 4,76
222.327 233.769 5,15
Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2012 dan September 2012
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa di Jawa Tengah peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2012 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 73,00 persen dan sekitar 73,10 persen pada September 2012. Pada September 2012, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan adalah beras yaitu sebesar 40,33 persen di daerah perkotaan dan 41,31 persen di daerah perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua kepada Garis Kemiskinan (11,16 persen di daerah perkotaan dan 8,85 di daerah perdesaan). Komoditi lainnya adalah tempe (5,41 persen di daerah perkotaan dan 5,22 di daerah perdesaan). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar untuk Garis Kemiskinan di daerah perkotaan adalah biaya perumahan (21,04 persen) dan biaya pendidikan (10,46 persen) sedangkan di daerah perdesaan adalah biaya perumahan (19,69 persen).
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013
Tabel 3 Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah, September 2012 Komoditi (1) Makanan Beras Rokok kretek filter Tempe Gula pasir Telur ayam ras Tahu Daging ayam ras Mie instan Bawang merah Cabe merah Bukan Makanan Perumahan Pendidikan Listrik Bensin Pakaian jadi anak-anak
4.
Kota (%) (2)
Komoditi (3)
Desa (%) (4)
40,33 11,16 5,41 4,92 4,52 4,17 2,84 2,75 1,84 1,36
Beras Rokok kretek filter Tempe Gula pasir Telur ayam ras Tahu Mie instan Daging ayam ras Bawang merah Cabe rawit
41,31 8,85 5,22 5,17 3,98 3,78 3,35 2,38 2,04 1,57
21,04 10,46 7,11 7,02 6,92
Perumahan Pakaian jadi anak-anak Pakaian jadi perempuan dewasa Pakaian jadi laki-laki dewasa Listrik
19,69 7,60 7,43 7,37 6,97
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode Maret 2012 – September 2012, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) meningkat. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,272 pada Maret 2012 menjadi 2,388 pada September 2012. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,529 menjadi 0,568 pada periode yang sama (Tabel 4). Peningkatan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013
5
Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Daerah di Provinsi Jawa Tengah Maret 2012 – September 2012 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Maret 2012
2,115
2,404
2,272
September 2012
2,059
2,665
2,388
Maret 2012
0,506
0,548
0,529
September 2012
0,498
0,627
0,568
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2012 dan Susenas September 2012
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2012 di daerah perdesaan masih lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan, sama seperti Maret 2012. Pada September 2012, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk daerah perkotaan hanya 2,059 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,665. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk daerah perkotaan sebesar 0,498 dan daerah perdesaan sebesar 0,627. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi daripada daerah perkotaan.
5.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data
6
a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Garis kemiskinan adalah rupiah yang diperlukan agar penduduk dapat hidup layak secara minimum yang mencakup pemenuhan kebutuhan minimum pangan dan non pengan essential. Garis kemiskinan adalah harga yang dibayar oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100 kkal/kapita/hari dan kebutuhan non pangan essensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi dan lainnya.
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013
c.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
d.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
e.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
f.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
g.
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
h.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan September 2012 adalah Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) September 2012. Jumlah sampel secara nasional sebanyak 75.000 Rumah Tangga (Sampel Provinsi Jawa Tengah adalah 6.880 Rumah Tangga). Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar) yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
----- ### -----
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013
7