No. 05/01/33/Th. X, 4 Januari 2016
PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 13,32 PERSEN
1.
Pada bulan September 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Jawa Tengah mencapai 4,506 juta orang (13,32 persen), berkurang sebesar 71,26 ribu orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2015 yang sebesar 4,577 juta orang (13,58 persen).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2015 sebesar 11,85 persen, turun menjadi 11,50 persen pada September 2015. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan juga turun dari 15,05 persen pada Maret 2015 menjadi 14,86 persen pada September 2015.
Selama periode Maret – September 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 47,62 ribu orang (dari 1.837,19 ribu orang pada Maret 2015 menjadi 1.789,57 ribu orang pada September 2015), sementara di daerah perdesaan juga turun sebanyak 23,64 ribu orang (dari 2.739,85 ribu orang pada Maret 2015 menjadi 2.716,21 ribu orang pada September 2015)
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2015 tercatat sebesar 73,23 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi Maret 2015 yaitu sebesar 72,80 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, tempe, daging ayam ras, gula pasir, tahu, mie instan, dan kopi. Sedangkan, untuk komoditi bukan makanan diantaranya adalah biaya perumahan, bensin, listrik, dan pendidikan.
Pada periode Maret – September 2015, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) maupun Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung mengalami penurunan.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2014 – September 2015
Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah pada September 2015 sebesar 4,506 juta orang (13,32 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2015, maka selama enam bulan tersebut terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 71,26 ribu orang. Sementara apabila dibandingkan dengan September tahun sebelumnya jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebanyak 56,05 ribu orang. Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret – September 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami penurunan yaitu sebesar 47,62 ribu orang sedangkan daerah perdesaan juga mengalami penurunan sebesar 23,64 ribu orang.
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. X, 4 Januari 2016
1
Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Daerah September 2014 – September 2015 Daerah/Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang)
Persentase Penduduk Miskin (persen)
(1)
(2)
(3)
Perkotaan September 2014 Maret 2015 September 2015
1.771,53 1.837,19 1.789,57
11,50 11,85 11,50
Perdesaan September 2014 Maret 2015 September 2015
2.790,29 2.739,85 2.716,21
15,35 15,05 14,86
Perkotaan+Perdesaan September 2014 Maret 2015 September 2015
4.561,83 4.577,04 4.505,78
13,58 13,58 13,32
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
2.
Perkembangan Kemiskinan Tahun 2010 – 2015
Secara umum, periode 2010 – 2015 tingkat kemiskinan di Jawa Tengah mengalami penurunan kecuali pada September 2011 dan Maret 2014. Pada periode tahun 2010 – 2015 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 5,369 juta orang pada tahun 2010 menjadi 4,506 juta orang pada September 2015. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 16,56 persen pada tahun 2010 menjadi 13,32 persen pada September 2015. Perkembangan tingkat kemiskinan mulai tahun 2010 sampai dengan September 2015 ditunjukkan oleh grafik berikut: Gambar 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Maret 2010 – September 2015 20 16,56
15,72
16,20
15,34
14,98
15
14,56
14,44
14,46
13,58
13,58
13,32
10 5,369
5,138
5,317
5,051
4,952
4,835
4,811
4,836
4,562
4,577
4,506
Maret 2010
Maret 2011
Sept 2011
Maret 2012
Sept 2012
Maret 2013
Sept 2013
Maret 2014
Sept 2014
Maret 2015
Sept 2015
5 0
% Pend. Miskin
Jumlah Pend. Miskin (juta orang)
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Keterangan: Maret 2011 – September 2013 merupakan backcasting dari penimbang proyeksi penduduk hasil Sensus Penduduk 2010
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. X, 4 Januari 2016
3.
Perubahan Garis Kemiskinan September 2014 – September 2015
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 2 menyajikan perkembangan Garis Kemiskinan pada September 2014 sampai dengan September 2015. Tabel 2 Garis Kemiskinan dan Perubahannya menurut Daerah, September 2014 - Maret 2015 Daerah/Tahun
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Bukan Makanan Total Makanan
(1)
(2)
(3)
(4)
Perkotaan September 2014 Maret 2015 September 2015 Perubahan September 2014 – September 2015 (%) Perubahan Maret – September 2015 (%)
203.080 210.932 218.935 7,81 3,79
82.934 88.079 89.228 7,59 1,30
286.014 299.011 308.163 7,74 3,06
Perdesaan September 2014 Maret 2015 September 2015 Perubahan September 2014 – September 2015 (%) Perubahan Maret – September 2015 (%)
206.825 221.840 232.942 12,63 5,00
70.977 75.025 77.352 8,98 3,10
277.802 296.864 310.295 11,70 4,52
Perkotaan+Perdesaan September 2014 Maret 2015 September 2015 Perubahan September 2014 – September 2015 (%) Perubahan Maret – September 2015 (%)
205.107 216.823 226.501 10,43 4,46
76.463 81.028 82.814 8,31 2,20
281.570 297.851 309.314 9,85 3,85
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Selama periode Maret – September 2015, Garis Kemiskinan naik sebesar 3,85 persen, yaitu dari Rp. 297.851,- per kapita per bulan pada Maret 2015 menjadi Rp. 309.314,- per kapita per bulan pada September 2015. Sementara pada periode September 2014 – September 2015, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,85 persen, yaitu dari Rp. 281.570,- per kapita per bulan pada September 2014 menjadi Rp. 309.314,- per kapita per bulan pada September 2015. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada September 2015 sebesar 73,23 persen. Pada September 2015, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GKM baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras yang memberi sumbangan sebesar 32,01 persen di perkotaan dan 35,03 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. X, 4 Januari 2016
3
terbesar kedua terhadap GKM (10,61 persen di perkotaan dan 9,40 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah telur ayam ras (4,87 persen di perkotaan dan 4,61 persen di perdesaan), tempe (4,72 persen di perkotaan dan 4,84 persen di perdesaan), dan seterusnya. Sementara itu terdapat komoditi lain memberi sumbangan berbeda terhadap GKM di perkotaan dan di perdesaan seperti misalnya roti yang hanya memberi sumbangan besar terhadap GKM di perkotaan. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Daftar Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar terhadap Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan beserta Kontribusinya (%), September 2015 Komoditi
Perkotaan (%)
Komoditi
Perdesaan (%)
(1)
(2)
(3)
(4)
Makanan Beras Rokok kretek filter Telur ayam ras Tempe Daging ayam ras Gula pasir Tahu Mie instan Kue basah Roti
32,01 10,61 4,87 4,72 4,30 3,83 3,69 3,44 2,69 2,51
Beras Rokok kretek filter Tempe Telur ayam ras Gula pasir Tahu Mie instan Kue basah Daging ayam ras Bawang merah
35,03 9,40 4,84 4,61 4,02 3,86 3,30 2,64 2,57 2,37
23,14 13,37 10,13 9,63 4,90
Perumahan Bensin Listrik Pendidikan Kayu bakar
23,66 12,11 7,72 6,84 6,59
Bukan Makanan Perumahan Bensin Pendidikan Listrik Perlengkapan mandi
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan besar terhadap GKBM adalah perumahan, bensin, listrik, dan pendidikan. Sementara itu komoditi bukan makanan lainnya yang memberi sumbangan berbeda pada GKBM di perkotaan dan perdesaan, yaitu perlengkapan mandi yang hanya memberi sumbangan besar terhadap GKBM di perkotaan atau kayu bakar yang hanya memberi sumbangan besar terhadap GKBM di perdesaan.
4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Kebijakan kemiskinan, selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin juga harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. X, 4 Januari 2016
Pada periode Maret – September 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2015 adalah 2,442 dan pada September 2015 mengalami penurunan menjadi 2,167, demikian juga dengan Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan dari 0,649 menjadi 0,586 pada periode yang sama (Tabel 4). Sementara apabila dilihat pada periode sebelumnya yaitu September 2014 – September 2015 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung mengalami kenaikan. Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Daerah, September 2014 – September 2015 Tahun
Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan+Perdesaan
(1)
(2)
(3)
(4)
1,689 2,023 2,032
2,424 2,799 2,281
2,087 2,442 2,167
0,425 0,516 0,597
0,579 0,762 0,577
0,508 0,649 0,586
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) September 2014 Maret 2015 September 2015 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2014 Maret 2015 September 2015
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Apabila dibandingkan antara daerah perkotaan dan perdesaan, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan lebih tinggi daripada di daerah perkotaan. Pada September 2015, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk daerah perkotaan sebesar 2,032 sementara di daerah perdesaan jauh lebih tinggi yaitu mencapai 2,281. Sementara itu nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan adalah 0,597 dan di daerah perdesaan sebesar 0,577.
5.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data
a.
Mulai tahun 2015, pelaksanaan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tidak dilakukan secara triwulanan. Pada bulan Maret 2015 jumlah sampel Susenas secara nasional ditingkatkan dari 75.000 rumah tangga menjadi 300.000 rumah tangga. Pada bulan September 2015 jumlah sampel 75.000 rumah tangga.
b.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
c.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. X, 4 Januari 2016
5
perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. d.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll)
e.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
f.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masingmasing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
g.
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
h.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan September 2015 adalah data Susenas September 2015. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
----- ### -----
6
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. X, 4 Januari 2016