BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010
RINGKASAN
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah pada bulan Maret 2010 sebesar 5,369 juta orang (16,56 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2009 yang berjumlah 5,726 juta orang (17,72 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebanyak 356,53 ribu orang.
Selama periode Maret 2009 – Maret 2010, penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah di daerah perkotaan turun 162,00 ribu orang, lebih rendah dibanding di daerah perdesaan turun sebesar 194,53 ribu orang.
Di Provinsi Jawa Tengah, selama Periode Maret 2009 – Maret 2010 persentase penduduk miskin antara perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Bulan Maret 2010, sebagian besar (57,93 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan dan pada Bulan Maret 2009 sebesar 57,72 persen.
Garis Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah Maret 2010 sebesar Rp 192.435,- per kapita per bulan. Pengeluaran untuk membiayai makanan sebesar 72,68 persen, sedangkan pengeluaran untuk membiayai komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan) hanya sebesar 27,32 persen.
Pada periode Maret 2009 –Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi Jawa Tengah menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
Berita Resmi Statistik No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010
1
1.
Perkembangan Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah, 1996 - 2009 Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996 – 2009 berfluktuasi dari tahun ke tahun (Tabel 1). Pada periode 1996 - 1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 2,338 juta orang karena krisis ekonomi, yaitu dari 6,418 juta orang pada tahun 1996 menjadi 8,755 juta orang pada tahun 1999. Persentase penduduk miskin meningkat dari 21,61 persen menjadi 28,46 persen pada periode yang sama. Pada periode tahun 2002 – 2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 7,308 juta orang pada tahun 2002 menjadi 6,534 juta orang pada Pebruari 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 23,06 persen pada tahun 2002 menjadi 20,49 persen pada Pebruari 2005. Pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin, yaitu dari 6,534 juta orang (20,49 persen) pada Bulan Pebruari 2005 menjadi 7,101 juta (22,19 persen) pada Bulan Maret 2006. Penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah 0,287 juta orang, sementara di daerah perdesaan bertambah 0,280 juta orang. Peningkatan penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah dari Pebruari 2005 ke Maret 2006 disebabkan karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak pada 1 September 2005, yang kemudian memacu kenaikan harga-harga barang kebutuhan lainnya. Namun pada tahun 2007 hingga tahun 2009, terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, yaitu dari 7,101 juta orang (22,19 persen) pada Bulan Maret 2006 turun menjadi 6,190 juta orang (19,23 persen) pada Bulan Maret 2008. Pada periode yang sama, penduduk miskin di daerah perkotaan turun 0,402 juta orang, sementara di daerah perdesaan turun 0,509 juta orang. Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah menurut Daerah Tahun 1996 – 2010 Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang)
Persentase Penduduk Miskin
Kota
Desa
Kota+Desa
Kota
Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Kota+Desa (7)
1996
1.973,4
4.444.2
6.417,6
20,67
22,05
21,61
1999
3.062,2
5.723,2
8.755,4
27,80
28,05
28,46
2002
2.762,3
4.546,0
7.308,3
20,50
24,96
23,06
2003
2.520,3
4.459,7
6.980,0
19,66
23,19
21,78
2004
2.346,5
4.497,3
6.843,8
17,52
23,64
21,11
2005
2.671,2
3.862,3
6.533,5
17,24
23,57
20,49
2006
2.958,1
4.142,5
7.100,6
18,90
25,28
22,19
2007
2,687,3
3.869,9
6.557,2
17,23
23,45
20,43
2008
2.556,5
3.633,1
6.189,6
16,34
21,96
19,23
2009
2.420,9
3.304,8
5.725,7
15,41
19,89
17,72
2010
2.258,9
3.110,2
5.369,2
14,33
18,66
16,56
Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Maret 2009 dan Maret 2010
Berita Resmi Statistik No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010
2
2.
Perkembangan Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah Maret 2009 – Maret 2010 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada Bulan Maret 2010 sebesar 5,369 juta orang (16,56 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2009 yang berjumlah 5,726 juta orang (17,72 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 356,53 ribu orang. Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama Maret 2009 – Maret 2010 terjadi karena pada Bulan Maret 2010 masih masuk periode panen raya. Kondisi ini juga masih didukung karena adanya penurunan harga Bahan Bakar Minyak sebanyak 3 kali (tanggal 1 Desember 2008, 15 Desember 2008 dan 15 Januari 2009) meskipun harga Bahan Bakar Minyak mengalami kenaikan pada 24 Mei 2008. Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih besar dibanding daerah perkotaan. Selama periode Maret 2009 – Maret 2010, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 194,53 ribu orang, sementara di daerah perkotaan berkurang 162,00 ribu orang (Tabel 1). Selama periode Maret 2009 – Maret 2010, persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Bulan Maret 2009, sebagian besar (57,72 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada Bulan Maret 2010 persentase ini hampir sama yaitu 57,93 persen.
3.
Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2009 – Maret 2010 Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2009 – Maret 2010, Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 5,44 persen, yaitu dari Rp. 182.515,per kapita per bulan pada Maret 2009 menjadi Rp. 192.435 per kapita per bulan pada Maret 2010. Komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa di Jawa Tengah peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Garis Kemiskinan di Jawa Tengah Maret 2010 sebesar Rp 192.435,- per kapita per bulan. Pengeluaran untuk membiayai makanan sebesar 72,68 persen, sedangkan pengeluaran untuk membiayai komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan) hanya sebesar 27,32 persen. Pada Bulan Maret 2009, sumbangan GKM terhadap Garis Kemiskinan sebesar 72,78 persen, tetapi pada Bulan Maret 2010, peranannya hanya turun sedikit menjadi sebesar 72,68 persen. Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding garis kemiskinan perdesaan yaitu di daerah perkotaan sebesar Rp. 205.606,- per kapita per bulan sedangkan di daerah perdesaan sebesar Rp. 179.982,-per kapita per bulan (Tabel 2).
Berita Resmi Statistik No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010
3
Tabel 2 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Daerah di Provinsi Jawa Tengah Maret 2009 – Maret 2010 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Daerah/ Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang)
Persentase Penduduk Miskin
Makanan
Bukan Makanan
Total
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Perkotaan Maret 2009 Maret 2010
139.875 146.107
56.603 59.499
196.478 205.606
2.420,94 2.258,94
15,41 14,33
Perkotaan Maret 2009 Maret 2010
126.183 133.948
43.129 46.034
169.312 179.982
3.304,75 3.110,22
19,89 18,66
Kota + Desa Maret 2009 Maret 2010
132.837 139.857
49.678 52.578
182.515 192.435
5.725,69 5.369,16
17,72 16,56
(1)
Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Maret 2009 dan Maret 2010
4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode Maret 2009 – Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,96 pada keadaan Bulan Maret 2009 menjadi 2,49 pada keadaaan Bulan Maret 2010. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,74 menjadi 0,60 pada periode yang sama (Tabel 3). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit. Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi dari pada perkotaan. Pada Bulan Maret 2010, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 2,09 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,86. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan
Berita Resmi Statistik No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010
4
hanya 0,50 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,69. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah dari pada daerah perkotaan.
Tabel 3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Daerah di Provinsi Jawa Tengah Maret 2009 – Maret 2010 Tahun
Perkotaan
Perdesaan
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Maret 2009
2,56
3,34
2,96
Maret 2010
2,09
2,86
2,49
Maret 2009
0,62
0,85
0,74
Maret 2010
0,50
0,69
0,60
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Maret 2009 dan Maret 2010
5.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head count Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
c.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padipadian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
d.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
Berita Resmi Statistik No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010
5
e.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan
f.
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
g.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2009 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Panel odul Konsumsi Bulan Maret 2010. Mulai Maret 2008 jumlah sampel seluruh Indonesia diperbesar dari 10.000 Rumah Tangga menjadi 68.000 Rumah Tangga (Sampel Provinsi Jawa Tengah dari 1.200 Rumah Tangga menjadi 7.552 Rumah Tangga), sehingga data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi.
Berita Resmi Statistik No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010
6