No. 66/09/33/Th. IX, 15 September 2015
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 4,577 JUTA ORANG RINGKASAN
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah pada Maret 2015 mencapai 4,577 juta orang, naik sekitar 15,21 ribu orang jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2014 yang sebesar 4,562 juta orang. Namun secara persentase penduduk miskin tetap yaitu sebesar 13,58 persen.
Selama periode September 2014 – Maret 2015, penduduk miskin di daerah perkotaan naik sekitar 65,66 ribu orang (dari 1.771,53 ribu orang pada September 2014 menjadi 1.837,19 ribu orang pada Maret 2015), sementara di daerah perdesaan berkurang 50,44 ribu orang (dari 2.790,29 ribu orang pada September 2014 menjadi 2.739,85 ribu orang pada Maret 2015).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 11,50 persen naik menjadi 11,85 persen pada Maret 2015. Namun persentase penduduk miskin di daerah perdesaan juga menurun yaitu dari 15,35 persen menjadi 15,05 persen pada periode yang sama.
Garis Kemiskinan di Jawa Tengah kondisi Maret 2015 sebesar Rp 297.851,- per kapita per bulan, meningkat 5,78 persen dibandingkan dengan September 2014 yang mencapai Rp 281.570,- perkapita perbulan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan Maret 2015 sebesar Rp. 299.011,- per kapita per bulan atau naik 4,54 persen dari kondisi September 2014 (Rp. 286.014,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 6,86 persen menjadi sebesar Rp 296.864,- per kapita per bulan dibandingkan dengan September 2014 yaitu sebesar Rp. 277.802,- per kapita per bulan.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2015 sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 72,80 persen tidak jauh berbeda dengan September 2014 yang sebesar 72,84 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan pada Maret 2015 adalah beras dan rokok kretek filter. Komoditi bukan makanan yang berpengaruh besar terhadap Garis Kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan adalah biaya perumahan dan bensin.
Selama periode September 2014 – Maret 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,087 pada September 2014 menjadi 2,442 pada Maret 2015. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,508 menjadi 0,649 pada periode yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 September 2015
1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2014 – Maret 2015 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada Maret 2015 sebesar 4,577 juta orang (13,58 persen) naik sekitar 15,21 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2014 yang berjumlah 4,562 juta orang (13,58 persen). Di daerah perkotaan mengalami peningkatan 65,66 ribu orang menjadi 1.837,19 ribu orang pada Maret 2015. Namun untuk daerah perdesaan mengalami penurunan 50,44 ribu orang menjadi 2.739,85 ribu orang pada periode yang sama. Selama periode September 2014 – Maret 2015, distribusi penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada September 2014, sebagian besar (61,17 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu pula pada Maret 2015 (59,86 persen). Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Daerah, September 2014 - Maret 2015 Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang) (2)
Persentase Penduduk Miskin (persen) (3)
Perkotaan September 2014 Maret 2015
1.771,53 1.837,19
11,50 11,85
Perdesaan September 2014 Maret 2015
2.790,29 2.739,85
15,35 15,05
Kota+Desa September 2014 Maret 2015
4.561,83 4.577,04
13,58 13,58
Daerah/Tahun (1)
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2014 dan Maret 2015
2.
Perkembangan Kemiskinan Tahun 2010 – 2015 Pada periode tahun 2010 – 2015 jumlah penduduk miskin mengalami kecenderungan menurun dari 5,369 juta orang pada tahun 2010 menjadi 4,577 juta orang pada Maret 2015. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 16,56 persen pada tahun 2010 menjadi 13,58 persen pada Maret 2015. Dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015, perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dapat ditunjukkan oleh gambar berikut :
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 September 2015
Gambar 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, September 2014 – Maret 2015 20 18
16,56 15,72
16
16,20 15,34
14,98
14,56
14,44
14,46
14
13,58
13,58
12 10 8 6
5,369
5,138
5,317
5,051
4,952
4,835
4,811
4,836
4,562
4,577
Maret 2010
Maret 2011
Sept 2011
Maret 2012
Sept 2012
Maret 2013
Sept 2013
Maret 2014
Sept 2014
Maret 2015
4 2 0
% Pend. Miskin
Jumlah Pend. Miskin (juta orang)
Sumber : Diolah dari data Susenas Maret dan September
3.
Perubahan Garis Kemiskinan September 2014 - Maret 2015 Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama September 2014 - Maret 2015, Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 5,78 persen, yaitu dari Rp. 281.570,- per kapita per bulan pada September 2014 menjadi Rp. 297.851,- per kapita per bulan pada Maret 2015. Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding garis kemiskinan perdesaan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan Maret 2015 sebesar Rp. 299.011,- per kapita per bulan atau naik 4,54 persen dari kondisi September 2014 (Rp. 286.014,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 6,86 persen menjadi sebesar Rp. 296.864,- per kapita per bulan dibandingkan dengan September 2014 yaitu sebesar Rp. 277.802,- per kapita per bulan (Tabel 2).
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 September 2015
3
Tabel 2 Garis Kemiskinan dan Perubahannya menurut Daerah, September 2014 - Maret 2015
Daerah/Tahun (1)
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Bukan Makanan Total Makanan (2) (3) (4)
Perkotaan September 2014 Maret 2015 Perubahan Maret - Maret 2015 (%)
203.080 210.932 3,87
82.934 88.079 6,20
286.014 299.011 4,54
Perdesaan September 2014 Maret 2015 Perubahan Maret - Maret 2015 (%)
206.825 221.840 7,26
70.977 75.025 5,70
277.802 296.864 6,86
Kota+Desa September 2014 Maret 2015 Perubahan Maret - Maret 2015 (%)
205.107 216.823 5,71
76.463 81.028 5,97
281.570 297.851 5,78
Sumber : Diolah dari data Susenas September 2014 dan Maret 2015
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa di Jawa Tengah peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2014 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 72,84 persen dan sekitar 72,80 persen pada Maret 2015. Pada Maret 2015, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada GK adalah beras yaitu sebesar 35,44 persen di daerah perkotaan dan 39,67 persen di daerah perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua kepada GK (11,08 persen di daerah perkotaan dan 8,34 persen di daerah perdesaan). Komoditi lainnya adalah telur ayam ras (4,60 persen di daerah perkotaan dan 4,29 persen di daerah perdesaan), daging ayam ras (4,05 persen di daerah perkotaan dan 2,56 persen di daerah perdesaan) , tempe (3,97 persen di daerah perkotaan dan 4,38 persen di daerah perdesaan) dan mie instan (3,74 persen di daerah perkotaan dan 3,75 persen di daerah perdesaan). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Lima komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar untuk Garis Kemiskinan adalah biaya perumahan (23,55 persen di daerah perkotaan dan 21,75 persen di daerah perdesaan), bensin (11,63 persen di daerah perkotaan dan 11,20 persen di daerah 4
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 September 2015
perdesaan), listrik (10,25 persen di daerah perkotaan dan 8,24 persen di daerah perdesaan), pendidikan (9,32 persen di daerah perkotaan dan 6,09 persen di daerah perdesaan) dan perlengkapan mandi (5,53 persen di daerah perkotaan dan 6,09 persen di daerah perdesaan). Tabel 3 Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2015 Komoditi (1) Makanan Beras Rokok kretek filter Telur ayam ras Daging ayam ras Tempe Mie instan Gula pasir Tahu Roti Kue basah Bukan Makanan Perumahan Bensin Listrik Pendidikan Perlengkapan mandi
Kota (%) (2)
Komoditi (3)
Desa (%) (4)
35,44 11,08 4,60 4,05 3,97 3,74 3,50 3,32 2,67 2,40
Beras Rokok kretek filter Tempe Telur ayam ras Mie instan Tahu Gula pasir Daging ayam ras Bawang merah Kopi bubuk & kopi instan (sachet)
39,67 8,34 4,38 4,29 3,75 3,65 3,60 2,56 2,43 2,06
23,55 11,63 10,25 9,32 5,53
Perumahan Bensin Listrik Pendidikan Perlengkapan mandi
21,75 11,20 8,24 6,58 6,09
Sumber : Diolah dari data Susenas Maret 2015
4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode September 2014 – Maret 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) meningkat. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,087 pada September 2014 menjadi 2,442 persen pada Maret 2015. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,508 persen menjadi 0,649 persen pada periode yang sama (Tabel 4). Peningkatan nilai kedua Indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 September 2015
5
pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar. Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Daerah, September 2014 – Maret 2015 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
1,689 2,023
2,424 2,799
2,087 2,442
0,425 0,516
0,579 0,762
0,508 0,649
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) September 2014 Maret 2015 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2014 Maret 2015
Sumber : Diolah dari data Susenas September 2014 dan Maret 2015
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Maret 2015 di daerah perdesaan masih lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan, sama seperti September 2014. Pada Maret 2015, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk daerah perkotaan hanya 2,023 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,799. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk daerah perkotaan sebesar 0,516 dan daerah perdesaan sebesar 0,762. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi daripada daerah perkotaan.
5.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Garis kemiskinan adalah rupiah yang diperlukan agar penduduk dapat hidup layak secara minimum yang mencakup pemenuhan kebutuhan minimum pangan dan non pengan essential. Garis kemiskinan adalah harga yang dibayar oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100 kkal/kapita/hari dan kebutuhan non pangan essensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi dan lainnya.
6
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 September 2015
c.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
d.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
e.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
f.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
g.
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
h.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2015 adalah Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Maret 2015. Jumlah sampel secara nasional sebanyak ± 300.000 Rumah Tangga. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar) yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
----- ### -----
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 66/09/33/Th. IX, 15 September 2015
7