No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 702,40 RIBU ORANG
Pada bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Banten mencapai 702,40 ribu orang (5,90 persen), meningkat 53,21 ribu orang (8,20 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2014 yang hanya sebesar 649,19 ribu orang (5,51 persen).
Selama periode September 2014-Maret 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan mengalami peningkatan. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan meningkat 27,35 ribu orang (dari 381,18 ribu orang pada September 2014 menjadi 408,53 ribu orang pada Maret 2015) dan di daerah perdesaan meningkat sebesar 25,86 ribu orang (dari 268,01 ribu orang pada September 2014 menjadi 293,87 ribu orang pada Maret 2015).
Persentase penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan meningkat pada kurun waktu September 2014-Maret 2015. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 4,74 persen bertambah menjadi 5,03 persen pada Maret 2015. Persentase penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah dari 7,18 persen pada September 2014 menjadi 7,78 persen pada Maret 2015.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2015, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan tercatat sebesar 70,47 persen, tidak berbeda jauh dengan kondisi September 2014 yang sebesar 70,87 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras dan mie instan. Begitu pula halnya dengan lima komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap Garis Kemiskinan di perkotaan dan perdesaan yang relatif sama, diantaranya adalah perumahan, bensin, listrik, dan pendidikan.
Pada periode September 2014-Maret 2015, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) maupun Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar. Atau dengan kata lain kondisi penduduk miskin di Banten semakin terpuruk.
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015
1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2014-Maret 2015
Jumlah penduduk miskin di Banten pada bulan Maret 2015 mencapai 702,40 ribu orang (5,90 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2014, maka selama enam bulan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 53,21 ribu orang (8,20 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2014-Maret 2015 penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sebesar 27,35 ribu orang (7,18 persen) dan penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah yaitu sebesar 25,86 ribu orang (9,65 persen). Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September-Maret 2015
Daerah/Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu)
Persentase Penduduk Miskin
(1)
(2)
(3)
September 2014
381,18
4,74
Maret 2015
408,53
5,03
September 2014
268,01
7,18
Maret 2015
293,87
7,78
September 2014
649,19
5,51
Maret 2015
702,40
5,90
Perkotaan
Perdesaan
Kota+Desa
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2014 dan Maret 2015
Faktor-faktor penyebab kenaikan angka kemiskinan periode September 2014-Maret 2015 diantaranya adalah: 1. Inflasi umum yang cukup tinggi selama periode September 2014-Maret 2015 yaitu sebesar 4,43 persen. Sumbangan inflasi terbesar berasal dari sub sektor bahan makanan yaitu sebesar 5,63 persen. 2. Pertumbuhan ekonomi yang minus pada Triwulan I 2015 (-0,63 persen) sementara pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III 2014 masih berkisar pada 1,86 persen.
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015
2.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Tahun 2011-2015
Selang periode Maret 2011 sampai Maret 2015, jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten cukup berfluktuasi. Pada September 2013, jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan tertinggi sebesar 3,86 persen dibandingkan Maret 2013. Hal ini disebabkan inflasi umum yang relatif tinggi akibat kenaikan harga BBM pada bulan Juli 2013. Namun, pada Maret 2014 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan yang cukup besar, yaitu dari sebesar 677,51 ribu jiwa pada September 2013 menjadi 622,84 ribu jiwa. Setelah turun pada Maret 2013, angka kemiskinan Banten terus meningkat di periodeperiode selanjutnya. Pada September 2014 penduduk miskin di Provinsi Banten mengalami kenaikan sebesar 4,23 persen. Selanjutnya pada Maret 2015 penduduk miskin di Provinsi Banten kembali bertambah sebesar 53,21 ribu jiwa atau meningkat sebesar 8,20 persen. Perkembangan kemiskinan Provinsi Banten dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 ditunjukkan oleh Gambar 1.
5.74
6.20 6.00 5.80
5,90
5.35 622.84
652.36
642.88
600.00
5.71 651.45
620.00
689.22
640.00
5.85 687.69
ribu jiwa
660.00
649.19
5.89
680.00
6.40
5.60
%
6.32 6.26
677.51
700.00
702,40
Gambar 1 Perkembangan Kemiskinan di Provinsi Banten, 2011-2015
5.40
5.51
580.00
5.20 5.00 4.80
Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret 2011 *) 2011 *) 2012 *) 2012 *) 2013 *) 2013 *) 2014 2014 2015
Penduduk Miskin
% Penduduk Miskin
Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2014 dan Maret 2015 Catatan : *hasil backcasting dengan menggunakan penimbang Proyeksi Penduduk 2010-2035
3.
Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2015
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 2 menyajikan perkembangan Garis Kemiskinan pada September dan Maret 2015. Selama periode September 2014-Maret 2015, Garis Kemiskinan naik sebesar 6,54 persen, yaitu dari Rp 315.819,- per kapita per bulan pada September 2014 menjadi Rp 336.483,- per kapita per bulan pada Maret 2015. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), dapat dilihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015
3
makanan, yang terdiri dari perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2015 adalah sebesar 70,47 mengalami sedikit penurunan dibandingkan September 2014 yang sebesar 70,87 persen. Tabel 2 Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, September 2014-Maret 2015 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun Makanan
Bukan Makanan
Total
(2)
(3)
(4)
September 2014
223.031
101.871
324.902
Maret 2015
235.211
109.643
344.855
5,46
7,63
6,14
September 2014
225.535
70.705
296.241
Maret 2015
241.250
77.247
318.497
6,97
9,25
7,51
September 2014
223.825
91.994
315.819
Maret 2015
237.129
99.354
336.483
5,94
8,00
6,54
(1)
Perkotaan
Perubahan (%)
Perdesaan
Perubahan (%)
Kota+Desa
Perubahan (%)
Sumber: Diolah dari data Survei S osial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2014 dan Maret 2015
Pada Maret 2015, lima komoditi makanan penyumbang terbesar Garis Kemiskinan di daerah perkotaan adalah beras yaitu sebesar 21,57 persen, rokok kretek filter (11,04 persen), telur ayam ras (3,56 persen), daging ayam ras (3,17 persen), dan terakhir mie instan (3,04 persen). Sedangkan lima komoditi makanan penyumbang terbesar terhadap Garis Kemiskinan di daerah perdesaan secara berturut-turut adalah beras (38,04 persen), rokok kretek filter (6,10 persen), telur ayam ras (2,90 persen), kopi bubuk dan kopi instan (2,71) dan mie instan (2,47 persen).
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015
Tabel 3 Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2015 Komoditi
Kota
Komoditi
Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Makanan Beras
21,57
Beras
38,04
Rokok kretek filter
11,04
Rokok kretek filter
6,10
Telur ayam ras
3,56
Telur ayam ras
2,90
Daging ayam ras
3,17
Kopi bubuk dan kopi instan
2,71
Mie Instan
3,04
Mie instan
2,47
Perumahan
10,97
Perumahan
9,21
Bensin
3,71
Bensin
1,75
Listrik
3,26
Listrik
1,63
Pendidikan
2,23
Pendidikan
1,56
Perlengkapan Mandi
1,57
Kayu Bakar
1,31
Bukan Makanan
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2015
Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan terbesar untuk Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan adalah biaya perumahan (10,97 persen di perkotaan dan 9,21 persen di perdesaan), bensin (3,71 persen di perkotaan dan 1,75 persen di perdesaan), listrik (3,26 persen di perkotaan dan 1,63 di perdesaan), pendidikan (2,23 persen di perkotaan dan 1,56 di perdesaan), sedangkan komoditi ke lima terdapat perbedaan antara perdesaan dan perkotaan. Di perkotaan, komoditi terakhir penyumbang terbesar Garis Kemiskinan adalah perlengkapan mandi (1,57 persen) sedangkan di perdesaan adalah kayu bakar (1,31 persen).
4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan yang terkait dengan kesejahteraan penduduk miskin. Pada periode September 2014-Maret 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) keduanya mengalami peningkatan. Hal ini memberikan gambaran bahwa penduduk miskin semakin memburuk. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 0,786 pada September 2014 menjadi 0,935 pada Maret 2015. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,178 menjadi 0,229 pada periode yang sama. Peningkatan nilai kedua indeks mengindikasikan bahwa rataBerita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015
5
rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar. Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Banten Menurut Daerah, September-Maret 2015 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
September 2014
0,651
1,077
0,786
Maret 2015
0,867
1,081
0,935
September 2014
0,135
0,271
0,178
Maret 2015
0,232
0,222
0,229
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September2014 –Maret 2015
Jika dilihat menurut daerah, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) baik di perdesaan maupun di perkotaan keduanya mengalami peningkatan. di Perkotaan indeks ini meningkat sebesar 0,216 sementara di perdesaan peningkatan tidak terlalu signifikan. meningkat sebesar 0,004. Sementara pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) terdapat perbedaan pada dua wilayah tersebut, di perkotaan mengalami peningkatan sebesar 0,097 sedangkan di perdesaan justru turun sebesar 0,049 persen. Pergerakan kedua nilai indeks ini mengindikasikan penduduk miskin di wilayah perkotaan semakin terpuruk karena rata-rata pengeluaran penduduk miskin yang semakin menjauhi Garis Kemiskinan disertai ketimpangan pengeluaran penduduk miskin yang semakin melebar.
6
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015
5.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
c.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
d.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
e.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan Maret 2015. Jumlah sampel Provinsi Banten sekitar 6.760 rumah tangga dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015
7
BPS PROVINSI BANTEN Informasi lebih lanjut hubungi: Dr. Syech Suhaimi, SE.,M.Si Kepala BPS Provinsi Banten Telepon: 0254-267027 E-mail :
[email protected];
[email protected] Website : banten.bps.go.id
8
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015