No. 63/09/51/Th. IX, 15 September 2015
PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 196,71 RIBU ORANG
Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) pada bulan Maret 2015 di Bali mencapai 196,71 ribu orang (4,74 persen), naik sebesar 0,76 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2014 yang berjumlah 195,95 ribu orang (4,76 persen).
Selama periode September 2014-Maret 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sebanyak 0,60 ribu orang (dari 109,20 ribu orang pada September 2014 menjadi 109,80 ribu orang pada Maret 2015). Demikian juga penduduk miskin di daerah perdesaan juga bertambah sebanyak 0,16 ribu orang (dari 86,76 ribu orang pada September 2014 menjadi 86,92 ribu orang pada Maret 2015).
Selama periode September 2014-Maret 2015, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami penurunan, sementara itu di daerah perdesaan tercatat mengalami kenaikan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 4,35 persen, turun menjadi 4,31 persen pada Maret 2015. Sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 5,39 persen pada September 2014 menjadi 5,44 persen pada Maret 2015.
Komoditas makanan berperan jauh lebih besar terhadap pembentukan Garis Kemiskinan dibandingkan dengan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2015 tercatat sebesar 68,07 persen, yang tidak berbeda jauh dengan kondisi September 2014 yang sebesar 69,70 persen.
Komoditas makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, telur ayam ras, roti, kue basah, kopi bubuk dan kopi instan (sachet), serta mie instan. Sementara itu, di perdesaan diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, kopi bubuk dan kopi instan (sachet), daging ayam ras, bawang merah, roti, dan cabe rawit. Komoditas bukan makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan diantaranya adalah perumahan, upacara agama atau adat lainnya, dan bensin.
Pada periode September 2014-Maret 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan penurunan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di Bali cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin menyempit.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 63/09/51/Th. IX, 15 September 2015
1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2014-Maret 2015
Jumlah penduduk miskin di Bali pada Maret 2015 mencapai 196,71 ribu orang (4,74 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2014, maka selama enam bulan tersebut terjadi pertambahan jumlah penduduk miskin sebanyak 0,76 ribu orang. Walaupun jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan, tetapi secara persentase tingkat kemiskinan Bali mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 0,02 persen. Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2014-Maret 2015, penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami kenaikan sebanyak 0,60 ribu orang, demikian juga penduduk miskin di daerah perdesaan mengalami kenaikan, yaitu sebanyak 0,16 ribu orang. Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September 2014 - Maret 2015 Daerah/Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu)
Persentase Penduduk Miskin
(1)
(2)
(3)
September 2014
109,20
4,35
Maret 2015
109,80
4,31
September 2014
86,76
5,39
Maret 2015
86,92
5,44
195,95 196,71
4,76 4,74
Perkotaan
Perdesaan
Kota+Desa September 2014 Maret 2015
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2014 dan Maret 2015
Beberapa faktor terkait dengan penurunan persentase penduduk miskin di Provinsi Bali selama periode September 2014-Maret 2015 adalah: 1. Tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat Bali semakin menyempit yang ditandai dengan penurunan angka Gini Ratio dari 0,4418 pada September 2014 menjadi 0,3768 pada Maret 2015, dan besaran ini masuk kategori ketimpangan sedang. 2. persen penduduk terbawah dan kelompok 40 persen penduduk menengah di Provinsi Bali pada Maret 2015. Pada September 2015 kelompok terbawah dan menengah hanya menikmati 14,29 persen dan 35,70 persen, meningkat menjadi 18,15 persen dan 38,25 persen pada Maret 2015. 3. Berkurangnya jumlah penduduk penganggur pada Februari 2015 dan peningkatan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebesar 40.987 penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja.
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 63/09/51/Th. IX, 15 September 2015
2.
Perkembangan Kemiskinan Maret 2012 - Maret 2015
Berdasarkan Gambar 1 memperlihatkan perkembangan kemiskinan di Bali yang cukup berfluktuasi. Dari Maret 2012 sampai September 2012 persentase penduduk miskin mengalami penurunan, kemudian pada periode Maret 2013 sampai Maret 2015 cenderung mengalami kenaikan. Gambar 1 Perkembangan Kemiskinan di Bali, Maret 2012-Maret 2015
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
3.
Perubahan Garis Kemiskinan September 2014 - Maret 2015
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 2 menyajikan perkembangan garis kemiskinan pada September 2014 dan Maret 2015. Tabel 2 Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, September 2014-Maret 2015 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun
Makanan
Bukan Makanan
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
Perkotaan September 2014 Maret 2015 Perubahan Sept14-Maret15 (%)
216.079 226.679 4,91
100.156 106.320 6,15
316.235 332.999 5,30
Perdesaan September 2014 Maret 2015 Perubahan Sept14-Maret15 (%)
196.981 214.350 8,82
82.159 89.655 9,12
279.140 304.005 8,91
Kota+Desa September 2014 Maret 2015 Perubahan Sept14-Maret15 (%)
208.620 221.931 6,38
93.127 99.903 7,28
301.747 321.834 6,66
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2014 dan Maret 2015
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 63/09/51/Th. IX, 15 September 2015
3
Selama periode September 2014-Maret 2015, Garis Kemiskinan naik sebesar 6,66 persen, yaitu dari Rp 301.747,- per kapita per bulan pada September 2014 menjadi Rp 321.834,- per kapita per bulan pada Maret 2015. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditas makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada September 2014 sebesar 69,14 persen tidak jauh berbeda dengan Maret 2015 yang sebesar 68,07 persen. Pada Maret 2015, komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras yang memberi sumbangan sebesar 26,60 persen di perkotaan dan 33,11 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (5,81 persen di perkotaan dan 5,34 persen di perdesaan). Komoditas lainnya adalah telur ayam ras (2,91 persen di perkotaan dan 2,54 persen di perdesaan), kopi bubuk dan kopi instan (sachet) (2,12 di perkotaan dan 2,35 persen di perdesaan), daging ayam ras (3,43 persen di perkotaan dan 2,06 persen di perdesaan), bawang merah (1,75 di perkotaan dan 1,94 persen di perdesaan), roti (2,41 di perkotaan dan 1,88 di perdesaan), mie instan (2.02 persen di perkotaan dan 1,57 di perdesaan), dan seterusnya. Sementara kue basah dan tongkol/tuna/cakalang hanya memberi pengaruh besar terhadap GK di perkotaan, sedangkan cabe rawit dan gula pasir hanya memberi pengaruh besar terhadap GK di perdesaan. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Daftar Komoditas yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2015 Komoditas
Kota
Komoditas
Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Makanan Beras
26,60
Beras
33,11
Rokok kretek filter
5,81
Rokok kretek filter
5,34
Daging ayam ras
3,43
Telur ayam ras
2,54
Telur ayam ras
2,91
Kopi bubuk dan kopi instan (sachet)
2,35
Roti
2,41
Daging ayam ras
2,06
Kue basah
2,35
Bawang merah
1,94
Kopi bubuk dan kopi instan (sachet)
2,12
Roti
1,88
Mie instan
2,02
Cabe rawit
1,77
Tongkol/tuna/cakalang
1,88
Gula pasir
1,64
Bawang merah
1,75
Mie instan
1,57
Perumahan
10,07
Perumahan
10,15
Bensin
4,07
Upacara agama atau adat lainnya
3,32
Upacara agama atau adat lainnya
3,77
Bensin
3,09
Listrik
2,29
Kayu bakar
2,82
Pendidikan
1,98
Listrik
1,35
Bukan Makanan
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2015
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 63/09/51/Th. IX, 15 September 2015
Lima komoditas bukan makanan pemberi sumbangan terbesar untuk Garis Kemiskinan di perkotaan dan perdesaan agak berbeda. Tercatat di perkotaan adalah biaya untuk perumahan, bensin, upacara agama atau adat lainnya, listrik, dan pendidikan, sementara di perdesaan adalah biaya untuk perumahan, upacara agama atau adat lainnya, bensin, kayu bakar, dan listrik.
4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode September 2014 - Maret 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan yang cukup signifikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 0,865 pada September 2014 menjadi 0,661 pada Maret 2015. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,256 menjadi 0,144 pada periode yang sama (Tabel 4). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin mengecil. Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Bali Menurut Daerah, September 2014 - Maret 2015 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
September 2014
0,679
1,154
0,865
Maret 2015
0,627
0,715
0,661
September 2014
0,182
0,371
0,256
Maret 2015
0,141
0,150
0,144
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2014 dan Maret 2015,
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada Maret 2015 di daerah perkotaan lebih rendah daripada perdesaan, sama seperti kondisi September 2014. Pada Maret 2015, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan sebesar 0,627 lebih rendah dibanding daerah perdesaan yang mencapai 0,715. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan hanya sebesar 0,141 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,150. Dapat disimpulkan bahwa kondisi kemiskinan di daerah perkotaan di Bali lebih baik dibandingkan dengan daerah perdesaan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 63/09/51/Th. IX, 15 September 2015
5
5.
6
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan BukanMakanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan, Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
c.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditas kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditas (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
d.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan.
e.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2015 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan Maret 2015. Sampel SUSENAS bulan Maret 2015 untuk Provinsi Bali adalah 5760 rumah tangga. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditas Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masingmasing komoditas pokok bukan makanan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 63/09/51/Th. IX, 15 September 2015
Informasi lebih lanjut hubungi: Indra Susilo, DPSc, MM Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Bali Telepon: 0361-238159, Fax: 0361-238162 E-mail:
[email protected]