No. 31/07/36/Th. VIII, 1 Juli 2014
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 622,84 RIBU ORANG
Pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Banten mencapai 622,84 ribu orang (5,35 persen), berkurang 54,67 ribu orang (-8,07 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013 yang sebesar 677,51 ribu orang (5,89 persen).
Selama periode September 2013-Maret 2014, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan mengalami penurunan. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 35,62 ribu orang (dari 411,31 ribu orang pada September 2013 menjadi 375,69 ribu orang pada Maret 2014) dan di daerah perdesaan berkurang 19,06 ribu orang (dari 266,20 ribu orang pada September 2013 menjadi 247,14 ribu orang pada Maret 2014).
Selama periode September 2013-Maret 2014, persentase penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan, keduanya mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2013 sebesar 5,27 persen berkurang menjadi 4,73 persen pada Maret 2014. Persentase penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang dari 7,22 persen pada September 2013 menjadi 6,67 persen pada Maret 2014.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2014, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan tercatat sebesar 71,03 persen, tidak berbeda jauh dengan kondisi September 2013 yang sebesar 70,93 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras dan mie instan. Pada komoditi bukan makanan ada perbedaan antara perkotaan dan perdesaan. Lima komoditi bukan makanan utama di perkotaan adalah perumahan, listrik, bensin, angkutan dan pendidikan. Sedangkan lima komoditi bukan makanan utama di perdesaan adalah perumahan, listrik, pendidikan, bensin dan kayu bakar.
Pada periode September 2013-Maret 2014, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) maupun Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan penurunan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 31/07/36/Th.VIII, 1 Juli 2014
1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2013-Maret 2014
Jumlah penduduk miskin di Banten pada bulan Maret 2014 mencapai 622,84 ribu orang (5,35 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2013, maka selama enam bulan tersebut terjadi pengurangan jumlah penduduk miskin sebesar 54,67 ribu orang (-8,07 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2013-Maret 2014 penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sebesar 35,62 ribu orang (-8,66 persen) dan penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang sebesar 19,06 ribu orang (-7,16 persen). Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September 2013-Maret 2014
Daerah/Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu)
Persentase Penduduk Miskin
(1)
(2)
(3)
September 2013
411,31
5,27
Maret 2014
375,69
4,73
September 2013
266,20
7,22
Maret 2014
247,14
6,67
September 2013
677,51
5,89
Maret 2014
622,84
5,35
Perkotaan
Perdesaan
Kota+Desa
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2013dan Maret 2014 Catatan : - Estimasi penduduk miskin menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk - Keadaan September 2013 sudah merupakan hasil backasting dengan penimbang Proyeksi Penduduk
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 31/07/36/Th.VIII, 1 Juli 2014
Beberapa faktor terkait penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2013-September 2013 di perkotaan dan di perdesaan: a.
Upah buruh tani secara riil mengalami kenaikan pada Maret 2014, dari Rp 22.609,- pada September 2013 menjadi Rp 32.216,-
b. Upah buruh bangunan secara riil meningkat sebesar 35,23 persen dari Rp 43.070,- menjadi Rp 58.243,c.
Upah riil pembantu rumah tangga naik sebesar Rp 102.016,- dari Rp 282.665,- menjadi Rp 384.681 pada Maret 2014.
d. Selama periode September 2013-Maret 2014 inflasi umum relatif rendah, yaitu sebesar 3,14 persen. e.
2.
Pertumbuhan PDRB Banten pada Triwulan I 2014 cukup tinggi yaitu sebesar 5,2 persen.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Tahun 2011-2014
Selang periode Maret 2011 sampai September 2012, jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten mengalami tren negatif. Kemudian pada Maret 2013, jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan. Pada September 2013, jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan tertinggi sebesar 3,86 persen dibandingkan Maret 2013. Hal ini disebabkan inflasi umum yang relatif tinggi akibat kenaikan harga BBM pada bulan Juli 2013. Namun, pada Maret 2014 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan yang cukup besar, yaitu dari sebesar 677,51 ribu jiwa pada September 2014 menjadi 622,84 ribu jiwa. Perkembangan tingkat kemiskinan Provinsi Banten dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 ditunjukkan oleh Gambar 1. Gambar 1 Perkembangan Kemiskinan di Provinsi Banten, 2011-2014 6.32
6.40
6.26
6.20
6.00
5.89
600.00
5.80 5.35
5.60 5.40
622.84
677.51
5.74
652.36
642.88
620.00
5.71
651.45
640.00
5.85
689.22
660.00
687.69
ribu jiwa
680.00
%
700.00
580.00
5.20 5.00 4.80
Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret 2011 *) 2011 *) 2012 *) 2012 *) 2013 *) 2013 *) 2014 Penduduk Miskin
% Penduduk Miskin
Sumber: Diolah dari data Susenas Catatan : - Estimasi penduduk miskin menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk - Keadaan Maret 2011 sampai September 2013 sudah merupakan hasil backasting dengan penimbang Proyeksi Penduduk
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 31/07/36/Th.VIII, 1 Juli 2014
3
3.
Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2014
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 2 menyajikan perkembangan Garis Kemiskinan pada September 2013 dan Maret 2014. Selama periode September 2013-Maret 2014, Garis Kemiskinan naik sebesar 5,51 persen, yaitu dari Rp 288.733,- per kapita per bulan pada September 2013 menjadi Rp 304.636,- per kapita per bulan pada Maret 2014. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2014 adalah sebesar 71,03 lebih besar daripada September 2013 yang sebesar 70,93 persen. Tabel 2 Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, September 2013-Maret 2014 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun
(1)
Makanan
Bukan Makanan
Total
(2)
(3)
(4)
Perkotaan September 2013
206.828
93.281
300.109
Maret 2014
217.251
97.987
315.239
5,04
5,05
5,04
September 2013
200.536
64.096
264.632
Maret 2014
214.476
67.449
281.925
6,95
5,23
6,53
September 2013
204.811
83.923
288.733
Maret 2014
216.368
88.268
304.636
5,64
5,18
5,51
Perubahan (%)
Perdesaan
Perubahan (%)
Kota+Desa
Perubahan (%)
Sumber: Diolah dari data Survei S osial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2018 dan Maret 2014
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 31/07/36/Th.VIII, 1 Juli 2014
Pada Maret 2014, lima komoditi makanan penyumbang terbesar Garis Kemiskinan di daerah perkotaan adalah beras yaitu sebesar 23,29 persen, Rokok kretek filter (13,83 persen), telur ayam ras (3,46 persen), mie instan (2,96 persen) dan terakhir daging ayam ras (2,30 persen). Sedangkan lima komoditi makanan penyumbang terbesar terhadap Garis Kemiskinan di daerah perdesaan secara berturut-turut adalah Beras (36,06 persen), Rokok kretek filter (8,54 persen), mie instan (2,77 persen), telur ayam ras (2,66) dan tempe (2,53 persen). Tabel 3 Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2014 Komoditi
Kota
Komoditi
Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Makanan Beras
23,29
Beras
36,06
Rokok kretek filter
13,83
Rokok kretek filter
8,54
Telur ayam ras
3,46
Mie instan
2,77
Mie instan
2,96
Telur ayam ras
2,66
Daging ayam ras
2,30
Tempe
2,53
Perumahan
10,49
Perumahan
9,34
Listrik
3,93
Listrik
2,11
Bensin
3,55
Pendidikan
2,03
Angkutan
2,70
Bensin
1,68
Pendidikan
2,58
Kayu bakar
1,61
Bukan Makanan
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2014
Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan terbesar untuk Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan adalah biaya perumahan (10,49 persen di perkotaan dan 9,34 persen di perdesaan). Sedangkan sumbangan komoditi non makanan lainnya ada perbedaan antara di perkotaan dan di perdesaan. Di perkotaan, urutan empat komoditi non makanan yang merupakan penyumbang terbesar adalah listrik, bensin, angkutan dan pendidikan yaitu masing-masing sebesar 3,93 persen, 3,55 persen, 2,70 persen dan 2,58 persen. Di perdesaan, setelah perumahan yang menyumbang sebesar 9,34 persen, komoditi non makanan penyumbang terbesar pada Garis Kemiskinan adalah listrik (2,11 persen), pendidikan (2,03 persen), bensin (1,68 persen) dan kayu bakar (1,61 persen). Seperti yang tersaji pada Tabel 3.
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 31/07/36/Th.VIII, 1 Juli 2014
5
4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan yang terkait dengan kesejahteraan penduduk miskin. Pada periode September 2013-Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Hal ini memberikan gambaran bahwa penduduk miskin sudah semakin membaik. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 1,021 pada September 2013 menjadi 0,832 pada Maret 2014. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan juga turun dari 0,293 menjadi 0,186 pada periode yang sama. Penurunan nilai kedua indeks mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit. Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Banten Menurut Daerah, September 2013-Maret 2014 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
September 2013
1,140
0,768
1,021
Maret 2014
0,764
0,978
0,832
September 2013
0,374
0,120
0,293
Maret 2014
0,184
0,189
0,186
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2013dan Maret 2014
Jika dilihat menurut daerah, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan di perkotaan, sebaliknya di perdesaan justru meningkat. Nilai kedua indeks di perdesaan pada Maret 2014 juga lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun secara jumlah mengalami penurunan, namun kondisi penduduk miskin di daerah perdesaan semakin terpuruk.
6
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 31/07/36/Th.VIII, 1 Juli 2014
5.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
c.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
d.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
e.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2013 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan Maret 2014. Jumlah sampel Provinsi Banten sekitar 1.690 rumah tangga dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 31/07/36/Th.VIII, 1 Juli 2014
7
BPS PROVINSI BANTEN Informasi lebih lanjut hubungi: Dr. Syech Suhaimi, SE.,M.Si Kepala BPS Provinsi Banten Telepon: 0254-267027 E-mail :
[email protected] Website : banten.bps.go.id
8
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 31/07/36/Th.VIII, 1 Juli 2014