No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 682,71 RIBU ORANG
Pada bulan September 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Banten mencapai 682,71 ribu orang (5,89 persen), meningkat 26,47 ribu orang, dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang sebesar 656,24 ribu orang (5,74 persen).
Selama periode Maret 2013 - September 2013, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah 50,66 ribu orang (dari 363,80 ribu orang pada Maret 2013 menjadi 414,46 ribu orang pada September 2013), sementara di daerah perdesaan berkurang 24,20 ribu orang (dari 292,45 ribu orang pada Maret 2013 menjadi 268,25 ribu orang pada September 2013).
Selama periode Maret 2013 - September 2013, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami peningkatan, sementara di daerah perdesaan mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2013 sebesar 4,76 persen, meningkat menjadi 5,27 persen pada September 2013. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan menurun dari 7,72 persen pada Maret 2013 menjadi 7,22 persen pada September 2013.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2013, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan tercatat sebesar 70,93 persen, tidak berbeda jauh dengan kondisi Maret 2013 yang juga sebesar 70,87 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, mie instan, kopi dan tempe. Pada komoditi bukan makanan ada perbedaan antara perkotaan dan perdesaan. Lima komoditi bukan makanan utama di perkotaan adalah perumahan, listrik, pendidikan, bensin, dan angkutan. Sedangkan lima komoditi bukan makanan utama di perdesaan adalah perumahan, pendidikan, pakaian jadi anak-anak, pakaian jadi perempuan dewasa dan listrik.
Pada periode Maret - September 2013, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) maupun Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kenaikan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014
1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2012 - September 2013 Jumlah penduduk miskin di Banten pada bulan September 2013 mencapai 682,71 ribu orang (5,89
persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2013, maka selama enam bulan tersebut terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 26,47 ribu orang (4,03 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2013 - September 2013 penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sebesar 50,66 ribu orang (13,93 persen), sementara penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang sebesar 24,2 ribu orang (8,27 persen). Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret - September 2013 Daerah/Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu)
Persentase Penduduk Miskin
(1)
(2)
(3)
Maret
363.80
4.76
September
414.46
5.27
Maret
292.45
7.72
September
268.25
7.22
Maret
656.24
5.74
September
682.71
5.89
Perkotaan
Perdesaan
Kota+Desa
Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2013 dan September 2013
Beberapa faktor terkait peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2013 - September 2013 di perkotaan: a. Selama periode Maret-September 2013 inflasi umum relatif tinggi, yaitu sebesar 5,76 persen akibat kenaikan harga bbm pada bulan Juni 2013. b. Upah buruh konstruksi secara riil turun sebesar 3,15 persen dari Rp. 44.471,- menjadi Rp. 43.070,-. Beberapa faktor terkait dengan penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2013 - September 2013 di perdesaan : a. Upah riil buruh pertanian meningkat dari Rp 22.340,- menjadi Rp 22.609,- pada September 2013. b. Pertumbuhan sektor pertanian pada Triwulan I keTriwulan III 2013 menunjukkan angka positif yaitu sebesar 2,11 persen.
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014
2.
Peerkembang gan Tingkatt Kemiskinaan Tahun 20007 - 2013 Saampai dengaan tahun 2012, jumlah dan d persentaase pendudu uk miskin d di Banten menunjukkan m n
trend menurun. m Naamun, pada Maret 20113 jumlah penduduk p m miskin menggalami sedikit kenaikan,, diakibatkkan oleh infflasi umum yang y relatif tinggi t yaitu sebesar 3,800 persen. Kem mudian padaa Septemberr 2013 jum mlah pendud duk miskin dii Banten kem mbali mengalami kenaikan n sebesar 4,003 persen. Peerkembangan n tingkat kem miskinan Pro ovinsi Banteen dari tahu un 2007 sam mpai dengan tahun 20133 ditunjukkkan oleh gam mbar berikut: Gambar 1 Perkemban ngan Kemisskinan di Pro ovinsi Banten, 2007 - 20 013
900 800
(ribu jiwa) (ribu jiwa)
700
10
88 86.2 816.7 9..07
788.1
8.15
600
7.64
9 758.2 690.5 680.66 682.71 652.8 648.25 656.24 7.16
7 6
6.32
500
8
26 6.2
5.85
5.71
5.74
5.89
5
400
4
300
3
200
2
100
1
0
(persen)
1000
0 M Mar‐10 0 Mar‐11 Sep‐‐11 Mar‐12 Sep‐12 Mar‐13 Sep‐13 Maar‐07 Mar‐08 Mar‐09
Jumlah penduduk miskin
Perssentase
Sum mber: Diolah dari data d Survei Sosial Ekonomi E Nasional (Susenas)
3.
Peerubahan Garis G Kemisskinan Mareet 2013 - Seeptember 2013 2 Garis Kemiskiinan dipergu unakan sebaggai suatu baatas untuk mengelompok m kkan pendud duk menjadii
miskin atau a tidak miskin. m Pendu uduk miskin n adalah pen nduduk yangg memiliki rrata-rata penggeluaran perr kapita peer bulan di bawah b Garis Kemiskinan n. Tabel 2 menyajikan peerkembangan n Garis Kemiiskinan padaa Maret 20013 dan Septtember 2013. Seelama periode Maret 20133 - Septembeer 2013, Gariis Kemiskinaan naik sebesar 9,62 perseen, yaitu darii Rp 263.3398,- per kap pita per bulan n pada Maret menjadi Rp p 288.733,- per p kapita peer bulan padaa September.. Dengan memperhatiikan kompon nen Garis Keemiskinan (G GK) yang terd diri dari Garris Kemiskinan Makanan n (GKM) dan d Garis Keemiskinan Bu ukan Makanaan (GKBM), terlihat bahw wa peranan kkomoditi makkanan masih h jauh lebiih besar dibaandingkan peeranan komo oditi bukan makanan m (peerumahan, saandang, pend didikan, dan n kesehataan). Sumbanggan GKM terrhadap GK pada p Septemb ber 2013 adaalah sebesar 770,93 tidak berbeda b jauh h dengan Maret M 2013 yang y sebesar 70,87 persen n.
B Berita Resmi Statistik Pro ovinsi Banten No. 04/01//36/Th.VIII, 2 Januari 201 14
3
Tabel 2 Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, Maret 2013-September 2013 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun (1)
Makanan
Bukan Makanan
Total
(2)
(3)
(4)
Perkotaan Maret September Perubahan (%)
188 322 206 828 9.83
85 506 93 281 9.09
273 828 300 109 9.60
Perdesaan Maret September Perubahan (%)
183 370 200 536 9.36
58 961 64 096 8.71
242 331 264 632 9.20
Kota+Desa Maret September Perubahan (%)
186 682 204 811 9.71
76 715 83 923 9.39
263 398 288 733 9.62
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2013 dan September 2013
Pada September 2013, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan adalah beras yaitu sebesar 21,75 persen di perkotaan dan 37,31 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (14,82 persen di perkotaan dan 7,05 persen di perdesaan). Komoditi makanan lainnya yang memberikan sumbangan paling besar di perkotaan adalah telur ayam ras, mie instan dan daging ayam ras dengan sumbangan masing-masing sebesar 3,86 persen; 2,69 persen dan 2,48 persen. Di perdesaan komoditi makanan lain yang sumbangan cukup besar pada Garis Kemiskinan adalah mie instan (2,99 persen), tempe (2,51 persen) dan dan telur ayam ras (2,47 persen). Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan terbesar untuk Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan adalah biaya perumahan (9,21 persen di perkotaan dan 7,10 persen di perdesaan). Sedangkan sumbangan komditi non makanan lainnya ada perbedaan antara di perkotaan dan di perdesaan. Di perkotaan, biaya listrik; pendidikan dan bensin menjadi penyumbang terbesar berikutnya sebesar 2,86 persen, 2,72 persen dan 2,67 persen. Di perdesaan, setelah perumahan, komoditi non makanan penyumbang terbesar pada Garis Kemiskinan adalah biaya pendidikan (1,92 persen), pakaian jadi anak-anak (1,88 persen) dan pakaian jadi perempuan dewasa (1,52 persen). Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014
Tabel 3 Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, September 2013 Komoditi
Perkotaan
Komoditi
Perdesaan
(1)
(2)
(3)
(4)
Makanan Beras
21.75
Beras
37.31
Rokok kretek filter
14.82
Rokok kretek filter
7.05
Telur ayam ras
3.86
Mie instan
2.99
Mie instan
2.69
Tempe
2.51
Daging ayam ras
2.48
Telur ayam ras
2.47
Kopi
2.20
Kopi
2.46
Tempe
1.97
Gula Pasir
2.32
Tahu
1.88
Bawang merah
1.99
Perumahan
9.21
Perumahan
7.10
Listrik
2.86
Pendidikan
1.92
Pendidikan
2.72
Pakaian jadi anak-anak
1.88
Bensin
2.67
Pakaian jadi perempuan Dewasa
1.52
Angkutan
2.14
Listrik
1.48
Pakaian jadi laki-laki dewasa
2.00
Pakaian jadi laki-laki dewasa
1.36
Pakaian jadi perempuan dewasa
1.96
Bensin
1.35
Pakaian jadi anak-anak
1.66
Angkutan
1.19
Bukan Makanan
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2013
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014
5
4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.
Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan yang terkait dengan kesejahteraan penduduk miskin. Pada periode Maret 2013 - September 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami peningkatan. Hal ini memberikan gambaran bahwa penduduk miskin semakin terpuruk. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 0,695 pada Maret 2013 menjadi 1,021 pada September 2013. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan juga naik dari 0,158 menjadi 0,293 pada periode yang sama. Peningkatan nilai kedua indeks mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar. Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Banten Menurut Daerah, Maret 2013 - September 2013 Tahun
Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
(1)
(2)
(3)
(4)
Maret
0.664
0.759
0.695
September
1.140
0.768
1.021
Maret
0.172
0.128
0.158
September
0.374
0.120
0.293
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2013 dan September 2013
Jika dilihat menurut daerah, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami kenaikan baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kenaikan P1 mapun P2 di perkotaan cukup tinggi, hal ini memberikan indikasi bahwa penduduk miskin di perkotaan semakin terpuruk. Sementara itu, kondisi di perdesaan tidak terlalu berubah secara signifikan.
6
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014
5.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). d. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. e. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2013 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan September 2013. Jumlah sampel Provinsi Banten sekitar 1.690 rumah tangga dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014
7
BPS PROVINSI BANTEN Informasi lebih lanjut hubungi: Dr. Syech Suhaimi, SE.,M.Si Kepala BPS Provinsi Banten Telepon: 0254-267027 E-mail :
[email protected] Website : banten.bps.go.id
8
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014