No. 05/01/15/Th X, 4 Januari 2016
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 311,56 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jambi pada bulan September 2015 mencapai 311,56 ribu orang (9,12 persen), bertambah sebesar 10,85 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2015 yang sebesar 300,71 ribu orang (8,86 persen). Selama periode Maret 2015-September 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah 6,06 ribu orang (dari 119,54 ribu orang pada Maret 2015 menjadi 125,60 ribu orang pada September 2015), sementara di daerah perdesaan bertambah 4,79 ribu orang (dari 181,17 ribu orang pada Maret 2015 menjadi 185,97 ribu orang pada September 2015). Selama periode Maret 2015-September 2015, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan tercatat mengalami kenaikan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2015 sebesar 11,60 persen, naik menjadi 12,11 persen pada September 2015. Sementara penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 7,67 persen pada Maret 2015 menjadi 7,82 persen pada September 2015. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2015 tercatat 76,43 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi Maret 2015 yang sebesar 76,41 persen. Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, cabe merah, daging ayam ras, telur ayam ras, gula pasir, mie instan. Sedangkan, untuk komoditi bukan makanan diantaranya adalah biaya perumahan, listrik, bensin, dan pendidikan. Pada periode Maret 2015-September 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kenaikan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Jambi No. 05/01/15/Th. X ,4 Januari 2016
1
1.
Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2015-September 2015
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 1 menyajikan perkembangan garis kemiskinan pada Maret 2015 dan September 2015. Tabel 1. Garis Kemiskinan Menurut Komponen Maret 2015-September 2015 (Rp/Kapita/Bln) Wilayah Makanan
Maret 2015 Non Total Makanan (3) (4)
GARIS KEMISKINAN % GK Makanan (5)
Makanan (6)
September 2015 Non Total Makanan (7) (8)
% GK Makanan (9)
(1)
(2)
Kota
297.507
108.556
406.074
73,26
308 379
115 476
423 855
72,76
Perdesaan
247.652
69.186
316.838
78,16
258 946
69 186
329 895
78,49
Kota + Desa
262.791
81.144
343.935
76,41
273 957
84 470
358 426
76,43
Sumber : Susenas 2015
Selama periode Maret 2015-September 2015, Garis Kemiskinan naik sebesar 4,21 persen, yaitu dari Rp 343.935 per kapita per bulan pada Maret 2015 menjadi Rp 358.426 per kapita per bulan pada September 2015. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada September 2015 sebersar 76,43 persen. Pada September 2015, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras yang memberi sumbangan sebesar 20,20 persen di perkotaan dan 26,48 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (11,35 persen di perkotaan dan 10,56 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah cabe merah (3,89 persen di perkotaan dan 5,12 persen di perdesaan), daging ayam ras (3,47 persen di perkotaan dan 2,99 persen di perdesaan), mie instan (3,47 persen di perkotaan dan 2,33 persen di perdesaan), telur ayam ras (3,41 persen di perkotaan dan 3,28 persen di perdesaan), gula pasir (3,03 persen di perkotaan dan 3,40 persen di perdesaan) dan seterusnya. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Jambi . 05/01/15/Th. X, 4 Januari 2016
2
Tabel 2 Daftar Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar terhadap Garis Kemiskinan beserta Kontribusinya (%), September 2015 Komoditi
Kota
Komoditi
Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Makanan Beras Rokok kretek filter Cabe merah Daging ayam ras Mie instan Telur ayam ras Gula pasir Kue basah
20,20 11,35 3,89 3,47 3,47 3,41 3,03 2,62
Bukan Makanan Perumahan Bensin Listrik Pendidikan
7,01 3,70 3,65 2,83
Beras Rokok kretek filter Cabe merah Gula pasir Telur ayam ras Daging ayam ras Mie instan Bawang merah
26,48 10,56 5,12 3,40 3,28 2,99 2,33 1,99
Perumahan Bensin Listrik Pendidikan
6,14 3,74 2,53 0,97
Sumber : Susenas 2015
Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan besar adalah perumahan, bensin, listrik, dan pendidikan, hal ini terjadi baik di perkotaan maupun di perdesaan. 2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Dalam kurun waktu Maret 2015 sampai dengan September 2015, di Provinsi Jambi terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin sebanyak 10,85 ribu jiwa, yaitu dari 300,71 ribu pada Maret 2015 menjadi 311,56 ribu pada September 2015. Secara relatif juga terjadi kenaikan persentase penduduk miskin dari 8,86 persen pada Maret 2015 menjadi 9,12 persen pada September 2015.
Tabel 3. Penduduk Miskin di Provinsi Jambi Menurut Daerah, Maret 2015-September 2015 Daerah
Persentase Penduduk Miskin
Jumlah Penduduk Miskin (000)
Maret 2015 (3)
September 2015 (3)
Maret 2015 (5)
September 2015 (5)
Kota
11,60
12,11
119,54
125,60
Perdesaan
7,67
7,82
181,17
185,97
Kota+Perdesaan
8,86
9,12
300,71
311,56
(1)
Sumber : Susenas 2015
Dari sisi jumlah, penduduk miskin di daerah perdesaan lebih banyak dari pada di perkotaan. Pada September 2015 penduduk miskin perdesaan mencapai 185,97 ribu (59,69 persen dari total penduduk miskin), sedangkan di perkotaan sebesar 125,60 ribu (40,31 persen dari total penduduk miskin). Kondisi pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin di perdesaan sebesar 181,17 ribu, sedangkan di perkotaan sebesar Berita Resmi Statistik Provinsi Jambi No. 05/01/15/Th. X ,4 Januari 2016
3
119,54 ribu. Hal ini berarti baik di perkotaan maupun perdesaan mengalami kenaikan jumlah penduduk miskin. Penduduk Provinsi Jambi yang lebih banyak tinggal di perdesaan, menjadikan secara relatif persentase penduduk miskin di perkotaan lebih besar daripada penduduk miskin di perdesaan. Persentase penduduk miskin Provinsi Jambi pada September 2015 di perkotaan sebesar 12,11 persen sementara di perdesaan 7,82 persen. 3. Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan Permasalahan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari tingkat kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan adalah Indeks Kedalaman Kemiskinan atau Poverty Gap Index (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan atau Distributionally Sensitive Index (P2) yang dirumuskan oleh Foster-Greer-Thorbec (FGT). P1 merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, angka P1 yang semakin mendekati 0 menunjukkan rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan. P2 memberikan gambaran penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin, angka P2 yang semakin mendekati 0 menunjukkan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin secara umum semakin kecil. Pada periode Maret 2015-September 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 1,425 pada Maret 2015 menjadi 1,604 pada September 2015. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,347 menjadi 0,437 pada periode yang sama (Tabel 4). Kenaikan nilai indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar. Tabel 4. Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Menurut Daerah Tahun 2015 Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Daerah
September 2015
Maret 2015 P1
P2
P1
P2
(4)
(5)
(4)
(5)
Kota
2,130
0,535
1,614
0,397
Desa
1,117
0,265
1,599
0,455
Kota+Desa
1,425
0,347
1,604
0,437
(1)
Ket :
P1 = Indeks kedalaman kemiskinan P2 = Indeks Keparahan Kemiskinan
Apabila dibandingkan antara daerah perkotaan dan perdesaan, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perkotaan mengalami penurunan dibandingkan dengan periode Maret 2015, sedangkan di perdesaan mengalami kenaikan. Pada September 2015, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Perkotaan turun dari 2,130 (Maret 2015) menjadi 1,614 pada 4
Berita Resmi Statistik Provinsi Jambi . 05/01/15/Th. X, 4 Januari 2016
4
September 2015, sementara Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) turun dari 0,535 (Maret 2015) menjadi 0,397 pada periode September 2015. 4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
c.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
d.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
e.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan September 2015 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan September 2015. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Jambi No. 05/01/15/Th. X ,4 Januari 2016
5