No. 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016
KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER 2015 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 28,40 PERSEN
Persentase, penduduk Miskin di Papua selama enam bulan terakhir mengalami kenaikan sebesar 0,23 persen poin yaitu dari 28,17 persen pada Maret 2015 menjadi 28,40 persen pada September 2015.
Dilihat menurut tipe daerahnya, penduduk miskin terkonsentrasi di daerah persesaan, pada September 2015 sebanyak 37,34 persen penduduk miskin hidup di perdesaan sedangkan di perkotaan hanya sebesar 3,61 persen.
Garis Kemiskinan (GK) di perkotaan pada September 2015 sebesar Rp445.057,- lebih tinggi dari GK perdesaan yang mencapai Rp392.446. Hal ini berarti, biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan.
Peranan komoditi makanan terhadap GK jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan), yaitu 75,19 persen berbanding 24,81 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap GK di perkotaan adalah beras, rokok kretek, kua basah, telur ayam ras, tongkol/tuna/cakalang dan kembung. Sedangkan komoditi yang berpengaruh besar terhadap GK di perdesaan adalah ketela rambat, beras, rokok kretek, daging babi dan gula pasir.
Pada periode Maret 2015 – September 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan meningkat. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin meenjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin besar.
1
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2009 – Maret 2015
Selama lima belas tahun terakhir (1999-2015) kondisi kesejahteraan masyarakat Papua kian membaik. Tercatat persentase penduduk miskin pada periode tersebut menurun secara signifikan sebesar 26,34 persen, yaitu dari 54,75 persen pada Maret 1999 menjadi 28,40 pada September 2015. Pada lima tahun pertama Otonomi Khusus (Otsus) Papua berjalan (2001-2005) persentase penduduk miskin menurun sebesar 0,97 persen, yaitu dari 41,80 persen menjadi 40,83 persen. Sedangkan pada lima tahun kedua pelaksanaan Otsus (2006-2010) persentase penduduk miskin menurun sebesar 4,72 persen. Penurunan persentase penduduk miskin terbesar terjadi pada periode Maret 2010 - Maret 2011 di mana terdapat 4,82 persen penduduk yang pada tahun 2010 penghasilannya di bawah garis kemiskinan kini bergeser di atas garis kemiskinan sehingga menjadi tidak miskin. Gambar 1. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Papua Tahun 1999-2015
54,75
41,52 38,69
46,35 41,8 41,8
39,03
37,08 40,83
36,80
40,78
31,24
37,53 31,98
31,11
30,66
31,52 28,40
27,8 31,13
30,05
28,17
% Miskin Ket : - Data sebelum tahun 2006 masih gabung dengan Papua Barat
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016
2
2.
Tingkat Kemiskinan menurut Tipe Daerah
Dilihat menurut tipe daerahnya, penduduk miskin di Papua terkonsentrasi di daerah perdesaan, di mana pada September 2015 terdapat 37,34 persen penduduk miskin tinggal di perdesaan, sedangkan di perkotaan hanya 3,61 persen. Jika dibandingkan dengan kondisi pada periode sebelumnya (Maret2015), terdapat kenaikan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan sebesar 0,68 persen. Namun hal sebaliknya terjadi di daerah perkotaan, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 1 persen. Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Papua menurut Daerah, 2001-2015 Persentase Penduduk Miskin
Tahun Kota
Desa
Kota+Desa
1
2
3
4
2001
9,23
53,14
41,80
2002
9,76
51,21
41,80
2003 2004
8,32 7,71
49,75 49,28
39,03 38,69
2005
9,23
50,16
40,83
2006
8,71
51,31
41,52
2007
7,97
50,47
40,78
2008 2009
7,02 6,10
45,96 46,81
37,08 37,53
2010
5,55
46,02
36,80
Mar-11
4,60
41,58
31,98
Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15
4,75 4,24 5,81 6,11 5,22 4,47 4,46
40,53 40,55 39,39 39,92 40,71 38,92 35,87
31,24 31,11 30,66 31,13 31,52 30,05 27,80
4,61 3,61
36,66 37,34
28,17 28,40
Ket : - Data sebelum tahun 2006 masih gabung dengan Papua Barat
3
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016
3.
Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi
Gambar 2 menunjukkan persentase penduduk miskin menurut provinsi se-Indonesia berdasarkan data Susenas September 2015. Dari gambar tersebut tampak bahwa tiga provinsi di Kawasan Timur Indonesia yaitu Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah dengan persentase penduduk miskin terbesar yaitu berturut-turut 28,40 persen; 25,73 persen; dan 22,58 persen. Dari 34 provinsi, 22 provinsi diantaranya mengalami penurunan persentase penduduk miskin, dengan penurunan terbesar terjadi di Provinsi DI Yogyakarta, yang mencapai 1,75 persen. Sementara 12 provinsi lainnya mengalami kenaiakan dengan kenaikan terbesar terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara, yang mencapai 0,84 persen. Gambar 2. Persentase Penduduk Miskin Maret 2014 dan Perubahan Persentase Penduduk Miskin Periode Maret 2015 – September 2015 menurut Provinsi Papua Papua Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Gorontalo Bengkulu Aceh Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tengah Sumatera Selatan Sulawesi Tenggara Lampung Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Sulawesi Barat INDONESIA Sumatera Utara Sulawesi Selatan Jawa Barat Jambi Sulawesi Utara Riau Kalimantan Barat Sumatera Barat Kalimantan Utara Maluku Utara Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Kepulauan Riau Banten Bali Bangka Belitung Kalimantan Selatan DKI Jakarta
0,23
28,40
-0,09 -0,03 -0,15 -0,16 -0,72
25,73 22,58 19,36 18,16 17,16 17,11 16,54
0,03 -0,56 -0,59 -0,48
14,07 13,77 13,74 13,53 13,32 13,16 12,28 11,90 11,13 10,79 10,12 9,57 9,12 8,98 8,82 8,44
0,84 -0,82 -0,26 -1,75 -0,06 -0,50 -0,09 0,26 0,73 0,04 0,26 0,33 0,40 0,41 -0,60 0,08 -0,62 -0,13 -0,03 -0,46 -0,15 0,51 -0,57 -0,27 -0,32
-5
0
6,71 6,32 6,22 6,10 5,91 5,78 5,75 5,25 4,83 4,72 3,61
5
10
Perubahan Mar -15 s.d. Sep - 15
15
20
25
30
% Miskin
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016
4
4.
Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2015 – September 2015
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Seiring dengan kenaikan harga (inflasi) yang terjadi dari tahun ke tahun, besarnya GK juga mengalami peningkatan. Selama Maret 2015 – September 2015 terjadi kenaikan GK sebesar Rp4,354,- atau sebesar 1,08 persen. Ditinjau menurut tipe daerahnya, GK daerah perkotaan pada Maret 2015 sebesar Rp440.697,- lebih tinggi dibanding GK perdesaan yang mencapai Rp388.095,-. Hal ini berarti, biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan. Tabel 2. Garis Kemiskinan Provinsi Papua menurut Daerah 2010 – September 2015
Tahun
Gambar 3. Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan, 2010 – September 2015
Garis Kemiskinan (Per Kapita Per Bulan) Kota Desa K+D
1
2
3
4
2010
298.285
247.563
259.128
Mar-11
314.606
262.626
276.116
Sep-11
320.321
266.271
280.302
Mar-12
321.228
271.431
284.388
100.806 86.624 99.224 89.772 77.372 91.417 74.162
68.88670.079 68.151 64.674
265.608 305579
252.472
Sep-12
344.415
281.022
297.502
Mar-13
362.401
298.395
315.025
237.652 223.340
302807
266786
214.309
Sep-13
387.789
322.079
339.096
Mar-14
404.944
338.206
355.380
Sep-14
408.419
340.846
358.204
Mar-14
440.697
388.095
402.031
Sep-15
445.057
392.446
406.385
211.416 207.965 194.454
Makanan
Non Makanan
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan 5
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016
makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan September 2015, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 75,19 persen (Rp305.579/kapita/bulan), dan GKBM hanya menyumbang 24,81 persen (Rp100.806/kapita/bulan) dari total GK Provinsi Papua. Komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK berbeda jenisnya antara daerah perkotaan dan perdesaan. Lima komoditi terbesar yang memberi pengaruh terhadap kenaikan GK di perkotaan adalah beras (16,60 persen), rokok kretek filter (6,08 persen), tongkol/tuna/cakalang (5,13 persen), Daging ayam ras (3,71 persen), dan Gula Pasir (2,62 persen). Sedangkan lima jenis komoditi yang memberikan andil terbesar terhadap kenaikan GK di perdesaan adalah ketela rambat/ubi (18,21 persen), beras (13,20 persen), ketela pohon/singkong (4,52 persen), rokok kretek filter (4,09 persen), dan gula passir (3,90 persen). Tabel 3. Daftar Komoditi Makanan yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, September 2015 Kota No
Komoditi
Desa
Share Thd GK (%)
Komoditi
Share Thd GK (%)
1
Beras
16.60
Ketela rambat/ubi
18.21
2
Rokok kretek filter
6.08
Beras
13.20
3
Tongkol/tuna/cakalang
5.13
Ketela pohon/singkong
4.52
4
Daging Ayam Ras
3.71
Rokok kretek filter
4.09
5
Gula Pasir
2.62
Gula pasir
3.90
6
Kue Basah
2.22
Pisang
3.06
7
Telur Ayam Ras
1.96
Daging ayam ras
2.64
8
Tahu
1.93
Mie instan
2.51
9
Kembung
1.83
Daging babi
2.44
10
Mie Instan
1.76
Bayam
2.39
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016
6
5.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Sisi lain dari kemiskinan, selain jumlah dan persentase penduduk miskin yang juga perlu mendapat perhatian adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan terkait kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selama periode 2007 – 2015 indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan Indeks keparahan kemiskinan (P2) di Papua umumnya memiliki kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 10,84 pada Maret 2007 menjadi 9,25 pada September 2015. Namun tidak demikian dengan Indeks Keparahan Kemiskinan yang justru mengalami kenaikan dari 3,88 menjadi 3,78 pada periode yang sama (Tabel 4). Penurunan nilai indeks kedalaman mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan kenaikan indeks keparahan menunjukkan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin justru semakin besar. Namun jika dilihat pada periode Maret 2015 – September 2015, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan Provinsi Papua mengalami kenaikan yang cukup besar. Tercatat P1 naik 0,43 poin, sementara itu P2 naik sebesar 1,6 poin. Kondisi ini menunjukkan rata-rata pengeluaran penduduk miskin di Provinsi Papua semakin menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin besar. Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Daerah, Maret 2007 – September 2015 Tahun
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Kota
Desa
K+D
Kota
Desa
K+D
1
2
3
4
5
6
7
2007
1,25
13,67
10,84
0,29
4,94
3,88
2008
1,73
13,60
10,89
0,54
5,04
4,01
2009
0,80 0,78
11,51 11,89
9,07 9,36
0,17 0,17
3,81 4,32
2,98 3,37
10,37 7,86 0,70 Sep-11 0,84 10,41 7,93 Mar-12 0,65 10,47 7,91 Sep-12 1,27 9,49 7,35 Mar-13 1,11 8,92 6,89 Sep-13 0,48 8,69 6,56 Mar-14 0,72 8,96 6,84 Sept-14 0,48 8,48 6,40 Mar-15 0,79 11,72 8,82 Sep-15 0,35 12,46 9,25 Sumber: Diolah dari data Susenas 2007-2015
0,15
3,74
2,80
0,24 0,14 0,48 0,29 0,10 0,17 0,10 0,21 0,05
3,65 3,72 3,13 2,88 2,67 3,04 2,91 5,07 7,31
2,76 2,79 2,44 2,21 2,01 2,30 2,19 3,78 5,39
2010 Mar-11
7
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi daripada perkotaan. Pada bulan Maret 2015, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 0,35 sementara di daerah perdesaan mencapai 12,46. Demikian juga untuk nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di mana nilai Indeks untuk perkotaan hanya 0,05 sementara di daerah perdesaan mencapai 7,31. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan jauh lebih parah daripada daerah perkotaan karena dari semua segi (jumlah, persentase, kedalaman maupun keparahan kemiskinan) daerah perdesaan jauh lebih memprihatinkan dibanding daerah perkotaan.
6. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan yang digunakan ada dua macam yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro. b. Pendekatan mikro diperoleh dari pendataan secara lengkap (sensus), sehingga didapatkan data mengenai penduduk miskin hingga ke individu. Misalnya PSE05 (Pendataan Sosial Ekonomi Tahun 2005) dan PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 dan 2011 yang menghasilkan database penduduk miskin yang dijadikan dasar pemberian BLT atau BLSM. Karena besarnya biaya yang diperlukan, pendekatan ini tidak dapat dilakukan setiap tahun. c. Pendekatan makro diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yaitu dengan mengambil sebagian sampel dari populasi yang ada kemudian digunakan sebagai dasar estimasi untuk menggambarkan keadaan wilayah tersebut, dengan demikian data yang dihasilkan adalah data agregat. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index (persentase penduduk miskin terhadap total penduduk), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Kelebihan dari pendekatan ini adalah biayanya relatif lebih murah dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data lebih singkat, sehingga dapat dilakukan tiap tahun dan dapat digunakan untuk memantau perkembangan kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota. d. Terhitung mulai tahun 2011, Susenas dilakukan secara triwulanan yang berarti dalam satu tahun terdapat empat kali pendataan lapangan yaitu pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Data kemiskinan yang dirilis pada tahun 2014 sebanyak dua kali yaitu kondisi kemiskinan pada triwulan pertama (Maret) dan kemiskinan pada triwulan ketiga (September). e. Penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 04/ 01/ 94/ Th.VIII, 4 Januari 2016
8
f. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). g. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. h. Garis Kemiskinan (GK) adalah representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.
9
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Gedung Pelni Lantai III Jl. Argapura No. 15 Jayapura-Papua Berita Resmi Statistik Nomor 04/ 01/(Hunting), 94/ Th.VIII, 4Fax. Januari 2016 536490 Telp.Provinsi (0967)Papua 534519, 533028 (0967) E-mail:
[email protected] Homepage: http://papua.bps.go.id