No. 47/07/51/Th. X, 18 Juli 2016
PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 MENCAPAI 178.18 RIBU ORANG
Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) pada bulan Maret 2016 di Bali mencapai 178.18 ribu orang (4,25 persen), turun sebesar 40,6 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2015 yang berjumlah 218.79 ribu orang (5,25 persen).
Selama periode September 2015 - Maret 2016, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sebanyak 18,8 ribu orang (dari 115,80 ribu orang pada September 2015 menjadi 96,98 ribu orang pada Maret 2016). Demikian juga penduduk miskin di daerah perdesaan mengalami penurunan sebanyak 21,8 ribu orang (dari 102,99 ribu orang pada September 2015 menjadi 81,20 ribu orang pada Maret 2016).
Selama periode September 2015 - Maret 2016, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan pedesaan mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2015 sebesar 4,52 persen, turun menjadi 3,68 persen pada Maret 2016. Sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan dari 6,42 persen pada September 2015 menjadi 5,23 persen pada Maret 2016.
Komoditas makanan berperan jauh lebih besar terhadap pembentukan Garis Kemiskinan dibandingkan dengan komoditas bukan makanan. Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2016 tercatat sebesar 69,15 persen, yang sedikit mengalami kenaikan dari September 2015 yang sebesar 68,88 persen. Sumbangan garis kemiskinan non makanan pada garis kemiskinan Maret 2016 sebesar 30,85 persen, menurun dari kondisi September 2015 yang berada pada 31,12 persen.
Komoditas makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, kopi bubuk, kue basah, mie instan, pisang dan roti. Sementara itu, di perdesaan diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, bawang merah, pisang, kopi bubuk, kue basah, roti, dan cabe rawit. Komoditas bukan makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan antara lain perumahan, bensin, upacara agama atau adat lainnya, listrik, dan pendidikan, sedangkan di pedesaan diantaranya adalah perumahan, bensin, upacara agama dan adat lainnya, kayu bakar, dan listrik..
Pada periode September 2015-Maret 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di Bali cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin menyempit.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 47/07/51/Th. X, 18 Juli 2016
1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2015 - Maret 2016
Jumlah penduduk miskin di Bali pada Maret 2016 mencapai 178,18 ribu orang (4,25 persen). Kondisi ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2015 yaitu 218,79. Dapat dikatakan bahwa selama enam bulan tersebut terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 40,61 ribu orang. Secara persentase, penduduk miskin di Bali juga mengalami penurunan dari 5,25% pada September 2015 menjadi 4,25% pada Maret 2016. Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2015 - Maret 2016, penduduk miskin di daerah perkotaan dan pedesaan sama-sama mengalami penurunan. Didaerah perkotaan dari 115,80 ribu orang pada September 2015 menjadi 96,98 ribu orang pada Maret 2016, sedangkan di daerah pedesaan dari 102,99 ribu orang di September 2015 menjadi 81,20 ribu orang di Maret 2016. Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September 2015 - Maret 2016 Daerah/Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu)
Persentase Penduduk Miskin
(1)
(2)
(3)
September 2015
115.80
4,52
341.554
Maret 2016
96.98
3,68
348.571
September 2015
102,99
6,42
314.218
Maret 2016
81.20
5,23
322.660
218,79 178.18
5,25 4,25
331.028 338.967
Garis Kemiskinan (GK)
Perkotaan
Perdesaan
Kota+Desa September 2015 Maret 2016
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2015 dan Maret 2016
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 47/07/51/Th. X, 18 Juli 2016
2.
Perkembangan Kemiskinan Maret 2012 - Maret 2015
Gambar 1. memperlihatkan perkembangan kemiskinan di Bali yang cukup berfluktuasi. Dari Maret 2012 sampai September 2012 persentase penduduk miskin mengalami penurunan, kemudian pada periode Maret 2013 sampai Maret 2015 cenderung mengalami kenaikan. Gambar 1 Perkembangan Kemiskinan di Bali, Maret 2012-Maret 2016
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012-2016
3.
Perubahan Garis Kemiskinan September 2015 - Maret 2016
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 2. menyajikan perkembangan garis kemiskinan pada September 2015 dan Maret 2016. Tabel 2. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, September 2015-Maret 2016 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun
Makanan
Bukan Makanan
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
Perkotaan September 2015 Maret 2016 Perubahan Sept15-Maret16 (%)
231.680 237.835 2,66
109.874 110.736 0,79
341.554 348.571 2,05
Perdesaan September 2015 Maret 2016 Perubahan Sept15-Maret16 (%)
222.166 230.108 3,57
92,052 92.552 0,54
314.218 322.660 2,69
Kota+Desa September 2015 Maret 2016 Perubahan Sept15-Maret16 (%)
228.017 234.393 2,80
103.011 104.574 1,52
331.028 338.967 2,40
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2015 dan Maret 2016
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 47/07/51/Th. X, 18 Juli 2016
3
Selama periode September 2015-Maret 2016, Garis Kemiskinan naik sebesar 2,40 persen, yaitu dari Rp 331.028,- per kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp 338.967,- per kapita per bulan pada Maret 2016. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditas makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada September 2015 sebesar 68,88 persen mengalami peningkatan menjadi 69,15 persen pada Maret 2106. Komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan Maret 2016 baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, adapun komoditi makanan yang berperan dalam pembentukan garis kemiskinan diperkotaan antara laian: beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, kopi bubuk dan kopi instan, kue basah, mie instan, pisang, dan roti, sedangkan di pedesaan antara laian: beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, bawang merah, pisang, kopi bubuk dan kopi instan, kue basah, roti, dan cabe rawit. Pada komoditi bukan makanan, komoditi yang berperan dalam pembentukan garis kemiskinan di perkotaan antara lain: perumahan, bensin, upacara agama atau adat lainnya, listrik, dan pendidikan, sedangkan dipedesaan antara laian: perumahan, bensin, upacara agama atau adat lainnya, kayu bakar, dan listrik Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Daftar Komoditas yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2015 Komoditas
Kota
Komoditas
Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Makanan Beras
24.61
Beras
30.72
Rokok kretek filter
5.50
Rokok kretek filter
5.37
Daging ayam ras
4.45
Telur ayam ras
2.73
Telur ayam ras
3.10
Daging ayam ras
2.65
Bawang merah
2.13
Bawang merah
2.46
Kopi bubuk & kopi instan (sachet)
2.06
Pisang
2.10
Kue basah
2.06
Kopi bubuk & kopi instan (sachet)
2.06
Mie instan
2.00
Kue basah
2.02
Pisang
1.84
Roti
1.80
Roti
1.83
Cabe rawit
1.77
Perumahan
10.65
Perumahan
9.73
Bensin
3.76
Bensin
3.24
Upacara agama atau adat lainnnya
3.69
Upacara agama atau adat lainnnya
3.08
Listrik
2.28
Kayu bakar
2.42
Pendidikan
1.69
Listrik
1.32
Bukan Makanan
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2016
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 47/07/51/Th. X, 18 Juli 2016
4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode September 2015 - Maret 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan yang cukup signifikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 1,131 pada September 2015 menjadi 0,511 pada Maret 2016. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,345 pada September 2015 menjadi 0,093 pada Maret 2016 (Tabel 4). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin mengecil. Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Bali Menurut Daerah, September 2015 - Maret 2016 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
September 2015
1,090
1,198
1,131
Maret 2016
0,450
0,616
0,511
September 2015
0,351
0,336
0,345
Maret 2016
0,078
0,118
0,093
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2015 dan Maret 2016,
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada Maret 2016 di daerah perkotaan lebih rendah daripada daerah perdesaan. Pada Maret 2016, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan sebesar 0,450 lebih rendah dibanding daerah perdesaan yang mencapai 0,616. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan hanya sebesar 0,078 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,118. Dapat disimpulkan bahwa kondisi kemiskinan di daerah perkotaan di Bali lebih baik dibandingkan dengan daerah perdesaan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 47/07/51/Th. X, 18 Juli 2016
5
5.
6
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan BukanMakanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan, Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
c.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditas kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditas (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
d.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan.
e.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2016 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan Maret 2016. Sampel SUSENAS bulan Maret 2016 untuk Provinsi Bali adalah 5.760 rumah tangga. Sedangkan untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditas pokok bukan makanan digunakan data hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditas Kebutuhan Dasar).
Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 47/07/51/Th. X, 18 Juli 2016
Informasi lebih lanjut hubungi: Indra Susilo, DPSc, MM Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Bali Telepon: 0361-238159, Fax: 0361-238162 E-mail:
[email protected]