07/07/Th. XI, 18 JULI 2016
PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016
RINGKASAN
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2016 adalah 326,87 ribu orang (12,88 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan September 2015 yang berjumlah 345,02 ribu orang (13,74 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun 18,15 ribu orang.
Selama periode September 2015 – Maret 2016, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 12,39 ribu orang, sementara di daerah perkotaan berkurang 5,76 ribu orang.
Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan terjadi sedikit penurunan. Pada bulan Maret 2016, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan 6,74 persen, menurun 1,10 poin terhadap September 2015 (7,84 persen). Sementara di daerah perdesaan pada Maret 2016 persentase penduduk miskin sebesar 15,49 persen menurun 0,63 poin terhadap September 2015 (16,12 persen).
Selama September 2015 – Maret 2016, Garis Kemiskinan naik sebesar 2,88 persen, yaitu dari Rp. 269.516,- per kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp.277.288,- per kapita per bulan pada Maret 2016.
Pada periode September 2015 – Maret 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan peningkatan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara No. 07/07/Th.XI, 18 Juli 2016
1
1. Perkembangan Penduduk Miskin di Sulawesi Tenggara, 2014 - 2016 Pada periode Maret 2014 – Maret 2016 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 15,39 ribu orang, yaitu dari 342,26 ribu orang pada Maret 2014 menjadi 326,87 ribu orang pada Maret 2016. Persentase penduduk miskin turun dari 14,05 persen menjadi 12,88 persen pada periode yang sama.
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sulawesi Tenggara Menurut Daerah, 2014 - 2016
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (000) Kota
Desa
Kota+Desa
Persentase Penduduk Miskin Kota
Desa
Kota+Desa
Maret 2014
48,25
294,01
342,26
7,06
16,78
14,05
September 2014
45,79
268,30
314,09
6,62
15,17
12,77
Maret 2015
52,06
269,82
321,88
7,24
15,19
12,90
September 2015
56,77
288,25
345,02
7,84
16,12
13,74
Maret 2016
51,01
275,86
326,87
6,74
15,49
12,88
2. Perkembangan Penduduk Miskin September 2015 – Maret 2016 Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2016 adalah 326,87 ribu orang (12,88 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2015 yang berjumlah 345,02 ribu orang (13,74 persen), berarti terjadi penurunan sebesar 18,15 ribu orang. Selama periode September 2015 – Maret 2016, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 12,39 ribu orang, sementara di daerah perkotaan berkurang 5,76 ribu orang (Tabel 1). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan September 2015, sebagian besar penduduk miskin berada di daerah perdesaan yakni 288,25 ribu orang (83,55 persen) dari total penduduk miskin di Sulawesi Tenggara, dan pada bulan Maret 2016 penduduk miskin yang berada di daerah perdesaan berjumlah 275,86 ribu orang (84,39 persen) dari total penduduk miskin. (Tabel 1).
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara No. 07/07/Th.XI, 18 Juli 2016
2
Tabel 2. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September 2015 - Maret 2016
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Jumlah penduduk miskin (000)
Persentase penduduk miskin
Daerah/Tahun
Makanan
Bukan Makanan
Perkotaan September 2015 Maret 2016
200.424 205.281
81.806 84.546
282.230 289.827
56,77 51,01
7,84 6,74
204.787 212.249
59.583 59.712
264.371 271.961
288,25 275,86
16,12 15,49
203.530 210.619
65.986 66.669
269.516 277.288
345,02 326,87
13,74 12,88
Perdesaan September 2015 Maret 2016 Kota+Desa September 2015 Maret 2016
Total
3. Perubahan Garis Kemiskinan September 2015 – Maret 2016 Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Selama September 2015 - Maret 2016, Garis Kemiskinan naik sebesar 2,88 persen, yaitu dari Rp. 269.516,- per kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp. 277.288,- per kapita per bulan pada Maret 2016. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan September 2015, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 75,52 persen (Rp. 203.530,-) dari total GK (Rp.269.516,-) tetapi pada bulan Maret 2016 peranannya naik menjadi 75,96 persen (Rp.210.619,-) dari total GK (Rp. 277.288,-)
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara No. 07/07/Th.XI, 18 Juli 2016
3
4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode September 2015 – Maret 2016 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan meningkat. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,05 pada keadaan September 2015 menjadi 2,76 pada keadaaan Maret 2016. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,49 menjadi 0,90 pada periode yang sama (Tabel 3). Kenaikan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar. Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan lebih tinggi dari pada perkotaan. Pada bulan Maret 2016, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 1,32 sementara di daerah perdesaan mencapai 3,37. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan hanya 0,44 sementara di daerah perdesaan mencapai 1,09. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah dari pada daerah perkotaan.
Tabel 3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sulawesi Tenggara Menurut Daerah, September 2015 – Maret 2016 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
September 2015
1,71
2,19
2,05
Maret 2016
1,32
3,37
2,76
September 2015
0,46
0,49
0,49
Maret 2016
0,44
1,09
0,90
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara No. 07/07/Th.XI, 18 Juli 2016
4
5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan
c.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkal per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buahbuahan, minyak dan lemak, dll).
d.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
e.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Indekx – P1), merupakan ukuran ratarata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
f.
Indeks Keparahan kemiskinan ( Poverty Severity Index – P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semkain tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.
g.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2016 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Semester I Modul Konsumsi bulan Maret 2016. Jumlah sampel Sulawesi Tenggara adalah 6.160 RT yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota.
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara No. 07/07/Th.XI, 18 Juli 2016
5