BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 39/07/73/Th. XI, 17 Juli 2017
PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 SEBESAR 9,38 PERSEN Penduduk miskin di Sulawesi Selatan Maret 2017 berjumlah 813,07 ribu, meningkat sebesar 16,26 ribu jiwa jika dibandingkan kondisi September 2016 yang berjumlah 796,81 ribu jiwa. Persentase penduduk miskin Maret 2017 sebesar 9,38 persen, juga meningkat dibandingkan September 2016 yang besarnya 9,24 persen, tetapi mengalami penurunan tipis dibandingkan kondisi Maret 2016 (9,40 persen). Secara relatif persentase penduduk miskin daerah perkotaan mengalami peningkatan 0,01 poin persen selama periode September 2016-Maret 2017, sedangkan di pedesaan persentase penduduk miskin bertambah sebesar 0,29 poin persen. Peranan komoditas makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2017, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 74,60 persen, sedangkan pada September 2016 adalah sebesar 74,73 persen. Komoditas makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di daerah perkotaan adalah beras, rokok, telur ayam ras, mie instan, bandeng, dan tongkol/tuna/cakalang, sedangkan di daerah pedesaan adalah komoditas rokok, beras, bandeng, gula pasir, mie instan, dan telur ayam ras. Untuk komoditas bukan makanan, kontribusi terbesar terhadap Garis Kemiskinan adalah biaya perumahan, listrik, pendidikan, bensin, dan angkutan baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan.
Pada periode September 2016-Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan penurunan di daerah perkotaan, tetapi di daerah pedesaan justru mengalami peningkatan.
1 Berita Resmi Statistik No. 39/07/73/Th. XI, 17 Juli 2017
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Sulawesi Selatan, Maret 2012-Maret 2017 Penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan Maret 2017 berjumlah 813,07 ribu meningkat sebesar 16,26 ribu jiwa jika dibandingkan kondisi September 2016 yang berjumlah 796,81 ribu jiwa. Persentase penduduk miskin Maret 2017 sebesar 9,38 persen juga meningkat 0,14 poin persen dibandingkan September 2016 yang besarnya 9,24 persen. Sebaliknya jika dibandingkan kondisi pada Bulan Maret 2016 maka terjadi penurunan persentase penduduk miskin sebesar 0,02 poin persen. Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sulawesi Selatan Menurut Daerah, 2012-2017 Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (000)
Persentase Penduduk Miskin
(1)
Kota (2)
Desa (3)
Kota+Desa (4)
Kota (5)
Desa (6)
Kota+Desa (7)
Mar 2012
130,08
701,39
831,48
4,31
13,46
10,11
Sept 2012
134,67
677,60
812,27
4,44
12,93
9,82
Mar 2013
149,10
644,57
793,67
4,88
12,24
9,54
Sept 2013
161,61
701,61
863,23
5,23
13,31
10,32
Mar 2014
162,49
701,81
864,30
5,22
13,25
10,28
Sept 2014
154,40
651,95
806,35
4,93
12,25
9,54
Mar 2015
146,42
651,30
797,72
4,61
12,23
9,39
Sept 2015
157,18
707,34
864,51
4,93
13,22
10,12
Mar 2016
149,13
657,90
807,03
4,51
12,46
9,40
Sept 2016
150,60
646,20
796,81
4,47
12,30
9,24
Mar 2017
153,56
659,51
813,07
4,48
12,59
9,38
Sumber : Diolah dari data Susenas Maret 2012 – Maret 2017
Secara absolut selama periode September 2016 – Maret 2017, penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami kenaikan 3 ribu jiwa, sedangkan di daerah pedesaan mengalami kenaikan sebesar 13,3 ribu jiwa. Persentase penduduk miskin di perkotaan meningkat tipis sebesar 0,01 poin persen, sedangkan di pedesaan meningkat sebesar 0,29 poin persen (Tabel 1). Komposisi penduduk miskin antara daerah perkotaan dan pedesaan dari tahun ke tahun tidak ada perbedaan yang signifikan. Pada bulan Maret 2017 sebagian besar (81,11 persen) penduduk miskin berada di daerah pedesaan, sementara pada bulan September 2016 persentasenya 81,10 persen.
2 Berita Resmi Statistik No. 39/07/73/Th. XI, 17 Juli 2017
2.
Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2016 - Maret 2017 Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama September 2016 – Maret 2017, Garis Kemiskinan mengalami kenaikan, yaitu dari Rp 275.361,- per kapita per bulan menjadi Rp 283.461,- per kapita per bulan atau naik 2,94 persen. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan September 2016, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 74,73 persen, hal yang sama terjadi pada bulan Maret 2017 peranannya juga relatif sama namun sedikit mengalami penurunan menjadi 74.60 persen. Peranan GKM terhadap GK untuk daerah perkotaan pada bulan September 2016 sebesar 68,60 persen naik menjadi 68,83 persen pada bulan Maret 2017, sedangkan untuk daerah pedesaan pada bulan Maret 2017 sebesar 78.63 persen, mengalami penurunan sebesar 0,24 persen dari bulan September 2016 yang sebesar 78.87. Tabel 2. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, Maret 2016 – Maret 2017 Daerah/Tahun
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan
Bukan Makanan
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
Perkotaan Maret 2016 Sept 2016 Maret 2017 Perubahan Maret 2016-Maret 2017 (%) Perubahan Sept. 2016-Maret 2017 (%)
193.372 196.645 204.192 5,60 3,84
88.304 90.023 92.452 4,70 2,70
281.676 286.669 296.644 5,31 3,48
Pedesaan Maret 2016 Sept 2016 Maret 2017 Perubahan Maret 2016-Maret 2017 (%) Perubahan Sept. 2016-Maret 2017 (%)
209.095 210.928 215.791 3,20 2,31
54.579 56.501 58.643 7,45 3,79
263.674 267.428 274.434 4,08 2,62
Kota+Desa Maret 2016 Sept 2016 Maret 2017 Perubahan Maret 2016-Maret 2017 (%) Perubahan Sept. 2016-Maret 2017 (%)
203.918 205.767 211.452 3,69 2,76
66.683 69.594 72.009 7,99 3,47
270.601 275.361 283.461 4,75 2,94
Sumber : Diolah dari data Susenas Maret 2016- Maret 2017
3 Berita Resmi Statistik No. 39/07/73/Th. XI, 17 Juli 2017
Pada bulan September 2016 untuk daerah perkotaan, sumbangan GKBM terhadap GK sebesar 31,40 persen, sedangkan pada Bulan Maret 2017 yaitu 31,17 persen. Hal yang sama juga terjadi pada daerah pedesaan, pada bulan September 2016 peranannya sebesar 21,13 persen meningkat menjadi 21,37 persen pada Bulan Maret 2017. Tabel 3 Daftar Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar terhadap Garis Kemiskinan, Maret 2017 Jenis Komoditi
Perkotaan
Jenis Komoditi
Pedesaan
(1)
(2)
(3)
(4)
Makanan: Beras Rokok kretek filter Telur ayam ras Mie instan Bandeng Tongkol/tuna/cakalang Gula pasir Lainnya Bukan Makanan: Perumahan Listrik Pendidikan Bensin Angkutan Lainnya
18,27 13,45 3,00 2,99 2,87 2,36 2,22 23,67
Makanan: Beras Rokok kretek filter Bandeng Gula pasir Mie instan Telur ayam ras Tongkol/tuna/cakalang Lainnya
26,12 13,91 3,96 3,39 2,83 2,80 1,90 23,73
9,86 3,04 2,78 2,51 2,04 10,93
Bukan Makanan Perumahan Bensin Pendidikan Listrik Angkutan Lainnya
7,99 1,70 1,58 1,38 1,03 7,69
Sumber: Diolah dari Susenas Maret 2017
Komoditi makanan yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada bulan Maret 2017, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan sebesar 18,27 persen di perkotaan dan 26,12 persen di pedesaan. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan Makanan diantaranya adalah rokok kretek filter (13,45 persen di perkotan, 13,91 persen di pedesaan), telur ayam ras (3,00 persen di perkotaan dan 2,80 persen di pedesaan), mie instan (2,99 persen di perkotaan dan 2,83 persen di pedesaan), ikan bandeng (2,87 persen di perkotaan dan 3,96 persen di pedesaan), tongkol/tuna/cakalang (2,36 persen di perkotaan dan 1,90 persen di pedesaan), dan gula pasir (2,22 persen di perkotaan dan 3,39 persen di pedesaan) Komoditi bukan makanan yang paling penting bagi penduduk miskin adalah pengeluaran perumahan. Pada bulan Maret 2017, sumbangan pengeluaran perumahan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 9,86 persen di perkotaan dan 7,99 persen di pedesaan. Selain perumahan, barang-barang kebutuhan non makanan lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan diantaranya adalah listrik (3,04 persen di perkotaan dan 1,38 persen di pedesaan), pendidikan (2,78 persen di perkotaan dan 1,58 persen
4 Berita Resmi Statistik No. 39/07/73/Th. XI, 17 Juli 2017
di pedesaan), bensin (2,51 persen di perkotaan dan 1,70 persen di pedesaan), dan angkutan (2,04 persen di perkotaan dan 1,03 persen di pedesaan). 3.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perludi perhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman (Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan) dan tingkat keparahan (Ukuran ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin) dari kemiskinan. Pada periode September 2016 – Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan yang naik. Indeks Kedalaman Kemiskinan mengalami kenaikan 0,19 poin yaitu dari 1,53 pada keadaan September 2016 menjadi 1,72 pada keadaan Maret 2017. Sedang untuk Indeks Keparahan Kemiskinan juga mengalami kenaikan sebesar 0,08 poin yaitu dari 0,38 pada keadaan september 2016 menjadi 0,46 pada keadaan Maret 2017 (Tabel 3). Angka ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin menjauhi garis kemiskinan, dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin bertambah dibanding periode sebelumnya. Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sulawesi Selatan menurut Daerah, Maret 2016 – Maret 2017 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Maret 2016 Sept 2016 Maret 2017
0,65 0,92 0,81
2,56 1,93 2,32
1,83 1,53 1,72
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Maret 2016 Sept 2016 Maret 2017
0,12 0,29 0,20
0,79 0,45 0,63
0,55 0,38 0,46
Sumber : Diolah dari data Susenas Maret 2016-Maret 2017
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah pedesaan jauh lebih tinggi daripada daerah perkotaan. Pada bulan Maret 2017, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan 0,81 sementara di daerah pedesaan mencapai 2,32. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan 0,20 sementara daerah pedesaan mencapai 0,63. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata pendapatan dan ketimpangan kemiskinan di daerah daerah perkotaan lebih baik daripada pedesaan.
5 Berita Resmi Statistik No. 39/07/73/Th. XI, 17 Juli 2017
4.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk, Poverty Gap Index (P1)/Indeks Kedalaman Kemiskinan (Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan), dan Poverty Severity (P2)/Indeks Keparahan Kemiskinan (Ukuran ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin)
b.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
c.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
d.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 komoditi di pedesaan.
e.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2017 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Konsumsi Pengeluaran bulan September 2016 dan Maret 2017. Jumlah sampel diperbesar menjadi 300.000 rumahtangga pada bulan Maret dan 75.000 rumahtangga pada bulan September supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi.
6 Berita Resmi Statistik No. 39/07/73/Th. XI, 17 Juli 2017