No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017
KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016
Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) September 2016.
Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Utara pada September 2016 mencapai 200,35 ribu jiwa yang turun sekitar 2,47 ribu jiwa dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2016 yang berjumlah 202,82 ribu.
Persentase penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Utara pada bulan September 2016 sebesar 8,20 persen, turun 0,14 persen dibanding kondisi Maret 2016 yang sebesar 8,34 persen.
Tingkat kemiskinan masih lebih tinggi di perdesaan dibandingkan daerah perkotaan. Di perdesaan 10,82 persen (140,62 ribu jiwa) sedangkan perkotaan sebesar 5,22 persen (59,73 ribu jiwa).
Tingkat kemiskinan di perdesaan turun sebesar 0,15 persen, dan di perkotaan juga turun sebesar 0,12 persen pada periode Maret 2016 - September 2016.
Garis kemiskinan naik sebesar Rp. 1.506 atau 0,47 persen yaitu dari Rp. 317.478 per kapita per bulan pada Maret 2016 menjadi Rp. 318.984 per kapita per bulan pada September 2016. Peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan).
Dilihat dari Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), kedua-duanya mengalami penurunan pada periode Maret 2016 - September 2016.
1. PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI SULAWESI UTARA Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara pada September 2016 mengalami penurunan dibanding Maret 2016. Secara year to year (September 2015 ke September 2016) kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara juga mengalami penurunan. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2016 diketahui bahwa tingkat kemiskinan Sulawesi Utara pada September 2016 sebesar 8,20 persen atau sebanyak 200,35 ribu jiwa (lihat Tabel 1). Sementara data Maret 2016 tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara tercatat sebesar 8,34 persen atau 202,82 ribu jiwa, sedangkan data September 2015 tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara tercatat sebesar 8,98 persen atau 217,15 ribu jiwa. Dengan kata lain tingkat kemiskinan September 2016 dibandingkan dengan Maret 2016 turun 0,14 persen dan secara absolut jumlah penduduk miskin turun sekitar 2,47 ribu jiwa dan jika dibandingkan dengan September 2015 persentase penduduk miskin turun 0,78 persen sedangkan secara absolut jumlah penduduk miskin turun sekitar 16,8 ribu jiwa.
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017
1
Tabel 1 : Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Utara, September 2015 – September 2016 Daerah / Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (000)
Persentase
(1)
(2)
(3)
September 2015
58,00
5,26
Maret 2016
60,62
5,34
September 2016
59,73
5,22
September 2015
159,14
12,10
Maret 2016
142,20
10,97
September 2016
140,62
10,82
September 2015
217,15
8,98
Maret 2016
202,82
8,34
September 2016
200,35
8,20
Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
Penduduk miskin di Sulawesi Utara masih didominasi penduduk di daerah perdesaan. Dari 200,35 ribu jiwa penduduk miskin pada September 2016, sebanyak 140,62 ribu jiwa tinggal di daerah perdesaan, sementara di perkotaan hanya 59,73 ribu jiwa. Jumlah itu juga memberi arti bahwa di perkotaan tingkat kemiskinan sebesar 5,22 persen sedangkan di perdesaan 10,82 persen. Terjadi penurunan tingkat kemiskinan pada periode Maret 2016 - September 2016 di daerah urban (perkotaan) yaitu sebesar 0,12 persen dan secara absolut jumlah penduduk miskin turun sebanyak 0,89 ribu jiwa. Hal yang sama juga terjadi di daerah rural (perdesaan), terjadi penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0,15 persen atau secara absolut jumlah penduduk miskin turun sebanyak 1,58 ribu jiwa. Gambar 1 : Persentase Penduduk Miskin Sulawesi Utara dan Indonesia, September 2013 - September 2016 14 12 10 8
11,46 8,5
11,25 8,75
10,96 8,26
11,22
11,13
8,65
8,98
10,86
10,70
8,34
8,20
6 4
2 0 Sept 2013 Maret 2014 Sept 2014 Maret 2015 Sept 2015 Maret 2016 Sept 2016 Sulut
Indonesia
Pada periode September 2013 – September 2016 tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara selalu di bawah angka nasional. Tren kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara pada periode September 2013 – September 2016 berfluktuasi dengan angka yang relatif kecil dan berada pada range 8,20 – 8,98 persen (lihat 2
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017
Gambar 1). Terjadi tiga kali penurunan tingkat kemiskinan pada periode ini, yaitu pada September 2014, Maret 2016 dan September 2016. Tingkat kemiskinan secara nasional menurut data September 2016 tercatat sebesar 10,70 persen atau setara dengan 27.764,32 ribu jiwa. Gambar 2 : Perbandingan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Pulau Sulawesi, September 2016
Gorontalo
17,63
Sulawesi Tengah
14,09
Sulawesi Tenggara
12,77
Sulawesi Barat
11,19
Sulawesi Selatan
9,24
Sulawesi Utara
8,20 0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
Tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pada September 2016 dibandingkan dengan 34 provinsi lainnya di Indonesia, berada di peringkat ke-14 terendah, namun di wilayah Pulau Sulawesi, kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara berada di urutan terbawah. Jika melihat kondisi Maret 2016, tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pun berada di peringkat ke-14 terendah se-Indonesia, sementara di wilayah Pulau Sulawesi juga berada pada posisi terbawah sama seperti kondisi September 2016.
2. PERUBAHAN DAN PERGESERAN GARIS KEMISKINAN Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin jika tidak terjadi peningkatan pendapatan. Dengan tingkat inflasi sebesar 0,08 persen yang terukur pada periode Maret 2016 ke September 2016 maka terjadi kenaikan garis kemiskinan sebesar Rp. 1.506 atau 0,47 persen yaitu dari Rp. 317.478 per kapita per bulan pada Maret 2016 menjadi Rp. 318.984 per kapita per bulan pada September 2016. Penduduk miskin dapat dibedakan menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic poor) dan miskin sementara (transient poor). Miskin kronis adalah penduduk miskin yang berpenghasilan jauh di bawah garis kemiskinan dan biasanya tidak memiliki akses yang cukup terhadap sumber daya ekonomi, sedangkan miskin sementara adalah penduduk miskin yang berada dekat garis kemiskinan. Jika terjadi sedikit saja perbaikan dalam ekonomi, kondisi penduduk yang termasuk kategori miskin sementara ini bisa meningkat dan statusnya berubah menjadi penduduk tidak miskin.
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017
3
Tabel 2 : Garis Kemiskinan, Jumlah dan persentase Penduduk Miskin menurut Daerah di Sulawesi Utara, September 2015 - September 2016 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah / Tahun
Total
Jumlah Penduduk Miskin (000)
Persentase Penduduk Miskin
(4)
(5)
(6)
(2)
Non Makanan (3)
September 2015
224.280
78.098
302.378
58,00
5,26
Maret 2016
232.497
79.831
312.328
60,62
5,34
September 2016
234.016
79.988
314.004
59,73
5,22
September 2015
249.892
61.176
311.068
159,14
12,10
Maret 2016
255.577
66.408
321.985
142,20
10,97
September 2016
255.908
66.457
322.366
140,62
10,82
September 2015
238.209
68.895
307.104
217,15
8,98
Maret 2016
246.007
71.471
317.478
202,82
8,34
September 2016
246.173
72.811
318.984
200,35
8,20
Makanan (1) Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
Dengan kenaikan nilai Garis Kemiskinan ini, terlihat bahwa tingkat kemiskinan di daerah perkotaan dan perdesaan mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian penduduk miskin transient mengalami peningkatan pendapatan dengan jumlah yang lebih besar dari nilai Garis Kemiskinan. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Pada bulan Maret 2016, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 77,49 persen, sedangkan pada bulan September 2016, peranannya mengalami sedikit penurunan menjadi 77,17 persen.
3. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN DAN INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman kemiskinan (Poverty Gap) dan keparahan kemiskinan (Poverty Severity). Pada periode Maret - September 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Nilai indeks (P1) menunjukkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin besar rata-rata kesenjangan terhadap garis kemiskinan. Indeks ini digunakan sebagai dasar penghitungan berapa subsidi yang diperlukan untuk mengentaskan penduduk miskin. Sementara itu nilai indeks (P2) menunjukkan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Dengan turunnya indeks P1 selama periode Maret - September 2016 mengindikasikan bahwa rata-rata jarak kedalaman kemampuan konsumsi penduduk miskin terhadap garis kemiskinan semakin kecil dibandingkan periode yang lalu. Sedangkan turunnya indeks P2 menunjukkan bahwa variasi pengeluaran konsumsi antar penduduk miskin semakin kecil dibandingkan dengan periode lalu.
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017
Tabel 3 : Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Sulawesi Utara menurut Daerah, September 2015 - September 2016 Tahun
Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
(2)
(3)
(4)
September 2015
0,634
2,298
1,539
Maret 2016
0,784
2,191
1,534
September 2016
0,791
1,892
1,377
September 2015
0,127
0,708
0,443
Maret 2016
0,168
0,708
0,456
September 2016
0,192
0,462
0,336
(1) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Pada September 2016 indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dari perkotaan terlihat dari nilai indeks P1 yakni masing-masing 1,892 berbanding 0,791. Sedangkan dari sisi keparahan kemiskinan, penduduk miskin di perdesaan cenderung memiliki tingkat ketimpangan yang lebih tinggi dibandingkan penduduk miskin di perkotaan yang ditunjukkan dari disparitas nilai indeks P2 dimana di perdesaan mencapai 0,462 sedangkan di perkotaan 0,192. Nilai indeks P1 dan P2 di perdesaan pada September 2016 mengalami penurunan. Sementara di perkotaan nilai indeks P1 dan P2 mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa pada September 2016 di perkotaan terjadi penurunan daya beli dari penduduk miskin dan variasi pengeluaran konsumsi antar penduduk miskin membesar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017
5
PENJELASAN TEKNIS DAN SUMBER DATA
6
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padipadian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi dasar non makanan di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan September 2016 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan September 2016.
Angka-angka yang disajikan merupakan angka yang dihasilkan lewat pengolahan dengan mengunakan hasil proyeksi penduduk.
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017
BPS PROVINSI SULAWESI UTARA
Informasi lebih lanjut hubungi: Ahmad Azhari, SSi Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sulawesi Utara Telepon: 0431-847044 Fax.: 0431-862204 E-mail:
[email protected] Homepage : http://sulut.bps.go.id
Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Utara No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017
7