KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT.
Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang kurang memperhatikan keseimbangan bagi kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah mengakibatkan kesulitan masyarakat untuk memperoleh rumah yang layak dan terjangkau. Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman disebutkan bahwa Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan dengan berasaskan: a. kesejahteraan; b. keadilan dan pemerataan; c. kenasionalan; d. keefisienan dan kemanfaatan; e. keterjangkauan dan kemudahan; f. kemandirian dan kebersamaan; g. kemitraan; h. keserasian dan keseimbangan; i. keterpaduan; j. kesehatan; k. kelestarian dan keberlanjutan; dan l. keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan. Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan dengan tujuan untuk: a. memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; b. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR; c. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan; d. memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; e. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan f. menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Dalam UUD 1945 Ps. 28 H, “ Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan”. UU No. 1/ 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Ps. 5 ayat (1), “Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah”. UU No. 20/ 2011 Tentang Rumah Susun Ps. 5 ayat (1), “Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan rumah susun yang
pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah”. Dengan demikian maka diharapkan Setiap Orang/Keluarga/Rumah Tangga Indonesia Menempati Rumah Yang Layak Huni” Kebutuhan perumahan terus meningkat sangat pesat, khususnya di perkotaan pertumbuhan tersebut per tahun rata-rata mencapai 3,5%, sedangkan kebutuhan rumah baru setiap tahun mencapai 800.000 unit. Saat ini pembangunan/pengembangan rumah baru mencapai 600.000 unit per tahun. Jumlah kekurangan rumah (backlog) mengalami peningkatan dari 4,3 juta unit pada tahun 2000 menjadi 5,8 juta unit pada tahun 2004 dan 7,4 juta unit pada akhir tahun 2009. Kondisi tersebut diperkirakan akan terus berakumulasi di masa yang akan datang akibat adanya pertumbuhan rumah tangga baru rata-rata berdasar kualitas fisik bangunan, pada tahun 2007 rumah tangga berdasar status penguasaan tempat tinggal, pada tahun 2007 sebesar 820.000 unit rumah per tahun. Pemerintah telah melakukan berbagai fasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat berpendapatan rendah melalui penyediaan subsidi kredit pemilikan rumah sederhana sehat (KPR-RSH), pengembangan kredit mikro perumahan, pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa), fasilitasi pembangunan rumah susun sederhana milik (rusunami) melalui peran serta swasta, fasilitasi pembangunan baru dan peningkatan kualitas perumahan swadaya. Berdasar kualitas fisik bangunan pada tahun 2007 rumah tangga yang menempati rumah berlantai bukan tanah telah mencapai 86,29 persen; beratap bukan daun sebanyak 98,8 persen; dan berdinding permanen sebesar 87,6 persen. Selain itu, berdasar kondisi bangunan tempat tinggal, rumah tangga yang menempati rumah dengan kondisi baik mencapai 45,94 persen, kondisi sedang 43,94 persen, kondisi rusak 9,25 persen, dan kondisi rusak berat 0,87 persen. Sementara itu berdasarkan data SUSENAS tahun 2007 masih terdapat 5,9 juta keluarga yang belum memiliki rumah. Jumlah rumah saat ini hanya 51 juta unit. Dari jumlah tersebut 3,4 juta masih tergolong tidak layak huni yang terbagi sebanyak 40% di perdesaan dan 60% di perkotaan. Backlog sebesar 7,6 juta unit pada tahun 2014 berdasarkan konsep penghunian (Sumber : Perpres No.2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019). Pemerintah mentargetkan backlog menjadi sebesar 5 juta unit pada tahun 2019. Kekurangan Rumah (Backlog) sebesar 13,5 juta unit pada tahun 2014 berdasarkan konsep kepemilikan (Sumber : BPS dan Bappenas) Pemerintah mentargetkan backlog menjadi sebesar 6,8 juta unit pada tahun 2019. 3,4 juta unit rumah tidak layak huni tahun 2014 (Sumber: Proyeksi Data Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan (Inperkesling) Tahun 2011, BPS) Pemerintah mentargetkan menjadi sebesar 1,9 juta unit pada tahun 2019 Permasalahan-permasalahan dalam penyediaan perumahan, terutama untuk MBR antara lain adalah: 1. Ketimpangan antara pasokan (supply) dan kebutuhan (demand). 2. Keterbatasan kapasitas pengembang (developer) yang belum didukung oleh regulasi yang bersifat insentif. 3. Rendahnya keterjangkauan (affordability) MBR, baik membangun atau membeli rumah salah satu penyebab masih banyaknya MBR belum tinggal di rumah layak huni (Potensi perumahan dan permukiman kumuh). 4. Pembangunan perumahan, khususnya di area perkotaan (urban area) terkendala dengan proses pengadaan lahan. 5. Peran pemerintah pusat dan daerah sebagai enabler masih lemah. Gambar 1.1. Kebijakan Pembangunan Perumahan Berdasarkan RPJMN 2015-2019
Gambar 1.2. Target Pogram Perumahan Sesuai RPJMN 2015-2019
Dan pada saat ini kita menghadapi satu tantangan baru dengan dicanangkannya Gerakan Nasional Pembangunan 1 Juta Rumah (GN-PSR) setiap tahun. Terdapat beberapa permasalahan dalam pencapaian target MDG’S sektor Rumah Tangga Kumuh, antara lain: 1. Minimnya infrastruktur 2. Kepadatan penduduk yang terlalu tinggi 3. Menurunya kemampuan perawatan sarana dan prasaran 4. Masih terbatasnya Prasarana Sarana Dasar pada Daerah Tertinggal, Pulau Kecil, Daerah Terpencil, dan Kawasan Perbatasan. 5. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial 6. Terbatasnya Akses MBR terhadap lahan untuk pemangunan perumahan. 7. Terbatasnya akses masyarakat terhadap pembiayaan perumahan. 8. Terbatasnya kemampuan pemerintah dalam membangun perumahan. 9. Terbatasnya penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman 10. Belum optimalnya program-program penanganan permukiman kumuh yang telah dilaksanakan Kebijakan Kementrian Pekerjaan Umum dalam Pencapaian Target Mdg’s sektor penanganan Rumah Tangga Kumuh: 1. Peningkatan Kualitas Perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman 2. Peningkatan aksesibilitas masyarakat berpenghasilan rendah terhadap hunian yang layak dan terjangkau 3. Peningkatan aksesibilitas masyarakat pada infrastruktur pelayanan peningkatan kualitas lingkungan permukiman melalui penyediaan parasarana dan sarana dasar. Kebijakan Pemerintah Provinsi Banten sesuai RPJMD 2012 – 2017 dibidang perumahan: Misi : Peningkatan Pembangunan Infrastruktur Wilayah Mendukung Pengembangan Wilayah/ Kawasan Berwawasan Lingkungan. Urusan Pekerjaan Perumahan : - Mengembangkan pembinaan dan penataan perumahan - Meningkatkan Pembangunan infrastruktur permukiman Sasaran Penanganan Program Bidang Perumahan, antara lain : Meningkatkan pembangunan infrastruktur permukiman, yang dilaksanakan melalui program Pembinaan dan Penataan Perumahan dengan sasaran :
a. Terpenuhinya kebutuhan rumah layak huni melalui fasilitasi pembangunan hunian vertikal (rusun), pengembangan kasiba/lisiba, penataan kwasan kumuh, serta fasilitasi dan koordinasi pengembangan perumahan dan permukiman b. Meningkatnya kualitas lingkungan permukiman c. Meningkatnya infrastruktur dasar permukiman di desa tertinggal, desa terpencil, permukiman kumuh nelayan dan kawasan rawan bencana.
Mengembangan pembinaan dan penataan perumaaan perumahan melalui Program Pembinaan dan Penataan Perumahan, dengan sasaran meningkatnya pemberdayaan komunitas permukiman.
Dalam rangka pencapaian target MDG’S sektor Rumah Tangga Kumuh maka Dinas Sumber Daya Air dan Permukiman Provinsi Banten menganggarkan dalam APBD TA. 2013 melalui Program Pembinaan dan Penataan Perumahan, Kegiatan Fasilitasi dan Stimulasi Pembangunan Perumahan Masyarakat Kurang Mampu. Bantuan Bedah Kampung istilah ini lebih sering kita dengar, diberikan oleh Pemerintah Provinsi Banten melalui Kegiatan Fasilitasi dan Stimulasi Pembangunan Perumahan Masyarakat Kurang Mampu tersebar di berbagai Desa di penjuru wilayah Provinsi Banten. Kegiatan ini termasuk dalam program prioritas yang ditujukan bagi masyarakat kurang mampu agar seluruh lapisan masyarakat Banten dapat merasakan Rumah yang Layak Huni, program ini juga diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mengatasi ketertinggalan masyarakat untuk hidup lebih layak sekaligus bentuk upaya Pemerintah Provinsi Banten dalam rangka pencapaian target MDG’S bidang perumahan. Dinas Sumber Daya Air dan Pemukiman Provinsi Banten selaku pelaksana program secara rutin menganggarkan kegiatan ini sesuai dengan Rencana Strategis yang telah ditetapkan. Gambar 1.3 Penanganan Perumahan Bagi Masyarakat Kurang Mampu Tahun 2010-2015
Sumber: Bidang Perumahan dan Permukiman Dinas SDAP Program Fasilitasi dan Stimulasi Pembangunan Perumahan Masyarakat Kurang Mampu dilaksanakan di sejumlah Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten. Salah satu tujuan dari program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan permukiman kumuh secara efektif dan bertahap. Dalam program fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh ini, Pemerintah menyediakan dukungan pendanaan untuk peningkatan dan penyediaan
prasarana dan sarana dasar lingkungan permukiman yang diperlukan. Bentuknya berupa bantuan rehab total pada rumah masyarakat tidak mampu serta pembangunan jalan dan drainase lingkungan. Gambar 1.4 Pembangunan Rehab Rumah dan Penataan Lingkungan
Dalam UUD 1945 Ps. 28 H, “ Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan”. UU No. 1/ 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Ps. 5 ayat (1), “Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah”. UU No. 20/ 2011 Tentang Rumah Susun Ps. 5 ayat (1), “Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan rumah susun yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah”. Dengan demikian maka diharapkan Setiap Orang/Keluarga/Rumah Tangga Indonesia Menempati Rumah Yang Layak Huni” Kebutuhan perumahan terus meningkat sangat pesat, khususnya di perkotaan pertumbuhan tersebut per tahun ratarata mencapai 3,5%, sedangkan kebutuhan rumah baru setiap tahun mencapai 800.000 unit. Saat ini pembangunan/pengembangan rumah baru mencapai 600.000 unit per tahun. Jumlah kekurangan rumah (backlog) mengalami peningkatan dari 4,3 juta unit pada tahun 2000 menjadi 5,8 juta unit pada tahun 2004 dan 7,4 juta unit pada akhir tahun 2009. Kondisi tersebut diperkirakan akan terus berakumulasi di masa yang akan datang akibat adanya pertumbuhan rumah tangga baru rata-rata berdasar kualitas fisik bangunan, pada tahun 2007 rumah tangga berdasar status penguasaan tempat tinggal, pada tahun 2007 sebesar 820.000 unit rumah per tahun. Pemerintah telah melakukan berbagai fasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat berpendapatan rendah melalui penyediaan subsidi kredit pemilikan rumah sederhana sehat (KPR-RSH), pengembangan kredit mikro perumahan, pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa), fasilitasi pembangunan rumah susun sederhana milik (rusunami) melalui peran serta swasta, fasilitasi pembangunan baru dan peningkatan kualitas perumahan swadaya.
Berdasar kualitas fisik bangunan pada tahun 2007 rumah tangga yang menempati rumah berlantai bukan tanah telah mencapai 86,29 persen; beratap bukan daun sebanyak 98,8 persen; dan berdinding permanen sebesar 87,6 persen. Selain itu, berdasar kondisi bangunan tempat tinggal, rumah tangga yang menempati rumah dengan kondisi baik mencapai 45,94 persen, kondisi sedang 43,94 persen, kondisi rusak 9,25 persen, dan kondisi rusak berat 0,87 persen. Sementara itu berdasarkan data SUSENAS tahun 2007 masih terdapat 5,9 juta keluarga yang belum memiliki rumah. Jumlah rumah saat ini hanya 51 juta unit. Dari jumlah tersebut 3,4 juta masih tergolong tidak layak huni yang terbagi sebanyak 40% di perdesaan dan 60% di perkotaan. Backlog sebesar 7,6 juta unit pada tahun 2014 berdasarkan konsep penghunian (Sumber : Perpres No.2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019). Pemerintah mentargetkan backlog menjadi sebesar 5 juta unit pada tahun 2019.
Kekurangan Rumah (Backlog) sebesar 13,5 juta unit pada tahun 2014 berdasarkan konsep kepemilikan (Sumber : BPS dan Bappenas) Pemerintah mentargetkan backlog menjadi sebesar 6,8 juta unit pada tahun 2019. 3,4 juta unit rumah tidak layak huni tahun 2014 (Sumber: Proyeksi Data Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan (Inperkesling) Tahun 2011, BPS) Pemerintah mentargetkan menjadi sebesar 1,9 juta unit pada tahun 2019 Permasalahan-permasalahan dalam penyediaan perumahan, terutama untuk MBR antara lain adalah: 1. Ketimpangan antara pasokan (supply) dan kebutuhan (demand). 2. Keterbatasan kapasitas pengembang (developer) yang belum didukung oleh regulasi yang bersifat insentif. 3. Rendahnya keterjangkauan (affordability) MBR, baik membangun atau membeli rumah salah satu penyebab masih banyaknya MBR belum tinggal di rumah layak huni (Potensi perumahan dan permukiman kumuh). 4. Pembangunan perumahan, khususnya di area perkotaan (urban area) terkendala dengan proses pengadaan lahan. 5. Peran pemerintah pusat dan daerah sebagai enabler masih lemah.