KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT.
Definisi Air Minum menurut MDG’s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal dari sumber air berkualitas dan berjarak sama dengan atau Lebih dari 10 meter dari tempat pembuangan kotoran dan / atau terlindung dari kontaminasi lainnya.Indikator Air minum ini meliputi air ledeng, sumur bor atau pompa, sumur gali terlindung, mata air terlindung dan air hujan. Air kemasan tidak dikategorikan sebagai sumber air minum layak terkait aspek keberlanjutannya. Pencapaian Target MDG’s dalam hal Cakupan pelayanan air minum perpipaan secara nasional sampai dengan tahun 2009 sebesar 25,61%, sedangkan capaian pelayanan non-perpipaan terlindungi sebesar 22,02%, sementara itu total akses aman pelayanan air minum secara nasional mencapai 47,63% atau dapat melayani 59 juta jiwa. Untuk capaian cakupan pelayanan air minum perpipaan kota pada tahun 2009 sebesar 35.03% atau telah dapat melayani 44 juta jiwa dari target MDGs 47,38% tahun 2015, sementara itu capaian pelayanan non-perpipaan terlindungi sebesar 14,76%, sedangkan total akses aman pelayanan air minum perpipaan kota sebesar 49,79%. Sedangkan capaian pelayanan air minum perpipaan desa sebesar 14,29% atau telah dapat melayani 15 juta jiwa pada tahun 2009 dari target MDGs sebesar 19,76% tahun 2015, sementara itu capaian pelayanan non-perpipaan terlindungi sebesar 31,36%, sedangkan total akses aman pelayanan air minum perdesaan sebesar 45,65% .
Akses air minum perpipaan mengalami stagnasi selama kurun waktu 1994-2006, hanya bertambah sekitar 2,18 persen. Pada tahun 2006 yang memiliki akses terhadap sistem perpipaan (PDAM) telah mencapai 18,38 persen dan akses terhadap sistem non-perpipaan terlindungi sebesar 43,57 persen. Pada tahun 2007 pelayanan air minum perkotaan baru mencapai 45% dan perdesaan 10%, sehingga cakupan pelayanan air minum perpipaan nasional menjadi sebesar 20%. Di tahun 2009 cakupan pelayanan air minum di perkotaan meningkat menjadi 47,23% (44,5 juta jiwa) dari 41% di tahun 2004 (34,36 juta jiwa) sementara di perdesaan telah meningkat dari 8% di tahun 2004 (melayani 10,09 juta jiwa), menjadi 11,55% di tahun 2009 (15,2 juta jiwa). Disisi lain, menurut laporan regional terakhir mengenai status pencapaian MDGs untuk kawasan perdesaan, akses masyarakat terhadap sistem pelayanan air bersih non-perpipaan meningkat dari 38,2% (1994), menjadi 43,4% (2000) dan 57,2% (2006). Selain itu, penyediaan air minum berbasis masyarakat yang berpedoman pada Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat saat ini telah berkembang dengan pesat. Kegiatan penyediaan air minum berbasis masyarakat telah dilaksanakan di hampir seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan pendanaan yang bersumber dari anggaran pemerintah maupun pihak lain, seperti lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat (LSM), swasta (melalui kegiatan Corporate Social Responsibility) dan masyarakat. Namun dalam implementasinya masih menemui kendala yakni ketiadaan peraturan yang mengatur pola kerjasama pemerintah dan masyarakat. Faktor lainnya adalah kualitas sumber daya manusia pada lembaga pengelolanya juga masih rendah. Demikian pula halnya keterlibatan swasta hingga tahun 2009 masih tergolong rendah, khususnya pada penyediaan prasarana air
minum di wilayah perdesaan dan pinggiran kota. Skema kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS) hingga saat ini belum banyak dilaksanakan oleh pemda maupun PDAM. Rendahnya kinerja keuangan PDAM juga menyebabkan PDAM mengalami kesulitan dalam mendapatkan sumber pendanaan dari pihak lain, seperti lembaga donor maupun pihak perbankan. Sementara sumber pendanaan dari pihak swasta seperti dana Corporate Social Responsibility (CSR) masih belum menjadi sumber yang signifikan sehingga pendanaan air minum masih bertumpu pada anggaran Pemerintah. Pada periode 2005-2009 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Dalam pelaksanaannya telah dirumuskan Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, termasuk diantaranya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (KSNPSPAM), sehingga istem penyediaan air minum yang efektif dan berkesinambungan telah memiliki rujukan strategis yang jelas. Dalam sektor ini upaya pembinaan terhadap PDAM belum memperlihatkan hasil yang signifikan. seperti tergambar dari 340 PDAM, sekitar 70% kondisinya masih tidak sehat. Ini berarti hanya 79 PDAM yang sehat, sehingga pada tahun 2008, utang non pokok PDAM yang dinyatakan sakit yang mencapai Rp. 3,3 triliun terpaksa dihapuskan. Demikian halnya dengan utang PDAM yang dikategorikan sehat juga dihapus melalui skema debt to swap investment yang mencapai Rp. 1,1 triliun. Dengan demikian, jumlah keseluruhan hutang yang dihapus mencapai Rp. 4,4 triliun. Salah satu penyebabnya adalah sebagian besar PDAM masih menerapkan tariff dasar di bawah biaya produksi air minum. Disamping juga kapasitas sumber daya manusia dan pendanaan yang belum memadai, belum diterapkannya prinsip fullcost recovery dan manajemen aset sebagai prasyarat manajemen yang baik, serta belum disusunnya business plan yang absah. Sementara kinerja pengelola air minum dengan target penurunan angka kebocoran secara nasional baru pada kisaran 6-7% sehingga masih diperlukan upaya keras untuk mencapai angka 20% yang ditargetkan sebagai angka kebocoran secara nasional oleh RPJMN 20052009. Secara total saat ini belum mampu terpenuhi, termasuk kualitas air minum PDAM masih belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tidak terolahnya limbah domestik dan non-domestik menjadi penyebab utama menurunnya kualitas air baku air minum. Sementara itu, pemanfaatan air yang belum efisien dan masih minimnya pengelolaan air baku pada wilayah hulu dan/atau daerah resapan menjadi penyebab semakin berkurangnya kuantitas air baku air minum. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang kurang bersinergi dengan konsep pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) mengakibatkan pemanfaatan ruang cenderung mengabaikan keberlanjutan ketersediaan air baku bagi daerah hilir. Selain itu, ekstraksi air tanah secara berlebihan oleh rumah tangga dan industri turut mempengaruhi kuantitas dan kualitas air baku. Penerapan teknologi untuk pemanfaatan sumber air alternatif juga belum dijadikan sebagai suatu upaya alternatif dalam menjaga kuantitas dan kualitas air baku. Menurut Agenda Internasional - MDG’s (Tujuan 7 Target 10), yaitu : “Menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015.”
Grafik 1.1 Status dan Pencapaian Target Air Minum dalam MDG’s
80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
68.86 47.71
Pencapaian 2009
Target MDGs 2015
Sumber: Laporan Pencapaian Target MDG’S Tahun 2013 Dinas SDAP Provinsi Banten
Permasalahan Pencapaian Target MDG’s bidang Air Minum, adalah : a. Kelembagaan dan peraturan perundangan. Masih rendahnya kapasitas SDM maupun kelembagaan penyelenggara air minum di daerah. Mindset penyelenggaraan, tugas, dan kewenangan dalam pelayanan air minum masih harus dirubah. Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM sehingga peran pembinaan pengembangan SPAM menjadi sangat lemah. Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh penyelenggara SPAM (PDAM), termasuk rekruitmen SDM belum terpadu dengan program pengembangan SDM Penyelenggara SPAM. Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota mendorong pemekaran badan pengelola SPAM di daerah. b. Terbatasnya pendanaan. Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan yang diantaranya disebabkan oleh masih rendahnya tariff dan masih tingginya beban utang. Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar negeri daripada mengembangkan alternatif pendanaan dalam negeri. Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam pengembangan SPAM masih rendah. c. Menurunnya kuantitas air baku. Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin terbatas akibat pengelolaan daerah tangkapan air yang kurang baik. Kualitas sumber air baku semakin menurun akibat meningkatnya aktivitas dan kegiatan masyarakat dan industri tidak disertai dengan perlindungan terhadap lingkungan. Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku di beberapa daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi sehingga pemanfaatan air baku yang lintas wilayah seringkali menimbulkan konflik. Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga menimbulkan konflik kepentingan di tingkat pengguna.
d. Masih rendahnya cakupan dan kualitas pelayanan. Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan berkisar antara 10%-50% dengan kehilangan rata-rata sekitar 37% pada tahun 2004 dan tekanan air pada jaringan distribusi umumnya masih rendah. Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas untuk masyarakat menengah ke atas di perkotaan, sementara pelayanan air minum untuk masyarakat miskin selain belum memadai, juga harus membayar lebih mahal. Masih rendahnya partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan air minum. Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Dalam Pencapaian Target MDG’s, yaitu : 1. Air merupakan benda sosial dan benda ekonomi 2. Pilihan yang diinformasikan sebagai dasar dalam pendekatan tanggap kebutuhan 3. Pembangunan berwawasan lingkungan 4. Pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat 5. Keberpihakan pada masyarakat miskin 6. Peran perempuan dalam pengambilan keputusan 7. Akuntabilitas proses pembangunan 8. Peran Pemerintah sebagai fasilitator 9. Peran aktif masyarakat 10. Pelayanan Optimal dan tepat sasaran 11. Penerapan prinsip pemulihan biaya Kebijakan Pemerintah Provinsi Banten sesuai RPJMD 2012 – 2017 dibidang air minum; Misi : Peningkatan Pembangunan Infrastruktur Wilayah Mendukung Pengembangan Wilayah/ Kawasan Berwawasan Lingkungan. Urusan Pekerjaan Umum : Meningkatkan kinerja pengelolaan air minum, sanitasi persampahan dan air limbah. Sasaran Penanganan Program Bidang Pekerjaan Umum meliputi, antara lain : Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana air minum di wilayah rawan air minum dan wilayah tertinggal melalui fasilitasi pengembangan sistem instalasi pengolahan air bersih dan pengembangan sistem jaringan pipa transmisi dan distribusi Rentsra AMPL Provinsi Banten yang berhubungan dengan air minum Visi : Terwujudnya Banten dengan air dan lingkungan sehat yang berkelanjutan tahun 2015 Misi : 1. Meningkatkan dan memelihara kebijakan pembangunan AMPL 2. Meningkatkan cakupan air minum/ air bersih 3. Mengembangan Peran masyarkat dalam peningkatan PHBS 4. Mengembangankan sistem informasi pembangunan AMPL
Strategi : 1. Perkuatan kapasitas kelembagaan AMPL 2. Meningkatkan koordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi (KIS) 3. Mengembangan sarana dan prasarana air bersih 4. Mengembangan SDM dan Kelembagaan Masyarakat 5. Memperkuat manajemen informasi AMPL Untuk mencapai percepatan pencapaian target MDG’s sektor Air Minum maka Dinas Sumber Daya Air dan Permukiman Provinsi Banten menganggarkan dalam APBD TA. 2013 melalui Program Pengembangan dan Revitalisasi Infrastruktur Permukiman, Kegiatan Penyediaan Sarana dan Prasarana Air Bersih dengan Uraian Penanganan yang telah dilaksanakan pada Tahun 2013 sebagai berikut : Tabel 1.1 Cakupan Pelayanan Air Minum Provinsi Banten
Sumber: Laporan Pencapaian Target MDG’S Tahun 2013 Dinas SDAP Provinsi Banten
TABEL 1.2 Penanganan/ Penyediaan Air Bersih Tahun 2008-2015
NO
URAIAN PEKERJAAN
Tahun 2008
Tahun 2009
Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
TOTAL
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
2
Pengeboran sumur dangkal Pekerjaan IKK Kabupaten Kota
3
Bronchaptering
0
titik
2
titik
2
titik
6
titik
9
titik
9
titik
11
titik
15
titik
54
titik
4
Sumur Bor Produksi
0
titik
2
titik
2
titik
1
titik
1
titik
1
titik
2
titik
3
titik
12
titik
5
Penyediaan Air Bersih KP3B
1
titik
1
titik
1
titik
0
titik
1
titik
1
titik
5
titik
6
Kolam Retensi
2
titik
1
titik
1
titik
1
titik
6
titik
7
Sumur Pantau
1
titik
1
titik
8
Pembangunan IPA
titik
1
TOTAL
4
titik
20
titik
40
titik
117
titik
60
titik
71
titik
490
titik
630
titik
1,432
titik
2
titik
3
titik
2
titik
6
titik
7
titik
6
titik
8
titik
11
titik
45
titik
9
titik
29
titik
48
titik
Ket. Spam perpipaan ( 2008 -2015) = 45 Titik
132
titik
1
78
titik
titik
88
titik
512
titik
1
titik
1
660
titik
1,556
titik
Spam Non Perpipaan ( 2008 -2013) = 1.511 Titik
Sumber: Seksi AMPL Bidang Perumahan dan Permukiman Dinas SDAP