HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN EFEKTIVITAS MENGAJAR GURU SMA ISLAM PANGLIMA BESAR SOEDIRMAN CIJANTUNG JAKARTA TIMUR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh : SITI SOFIAH 102018224205
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2006
HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN EFEKTIVITAS MENGAJAR GURU SMA ISLAM PANGLIMA BESAR SOEDIRMAN CIJANTUNG JAKARTA TIMUR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh : SITI SOFIAH 102018224205 Di bawah Bimbingan :
Drs. Syauki. M.Pd NIP : 150.246.289.
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2006
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah Dengan Efektivitas Mengajar Guru SMA Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung Jakarta Timur” telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Nopember 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program Strata Satu (S1) pada jurusan Kependidikan Islam Manajemen Pendidikan. Jakarta,14 Nopember 2006 Sidang Munaqosah, Dekan Ketua Merangkap Anggota
Pembantu Dekan I Sekretaris Merangkap Anggota
Prof. DR. Dede Rosyada, MA NIP. 150.231.356
Prof. DR. H. Aziz Fahrurrozi, MA NIP. 150.202.343
Anggota
Penguji I
Penguji II
Drs. Hasyim Asy'ari, M.Pd NIP. 150.260.265
Abdul Rozak, M.Si NIP. 150.277.689
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa. Yang telah melimpahkan anugerah yang tak terhingga kepada setiap hamba-Nya. Yang telah memberikan pengetahuan kepada hamba-Nya untuk menjadi manusia yang berilmu. Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw yang telah membawa umat manusia dari kegelapan hingga terang benderang, dari zaman kebodohan sampai zaman teknologi sekarang ini. Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Efektivitas Mengajar Guru SMA Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung Jakarta Timur. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Dede Rosyada. MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 2. Dra. Yefnelty Z. M.Pd, Ketua Jurusan Kependidikan Islam. 3. Drs. H. Mu’arif Sam. M.Pd, Sekretaris Jurusan Kependidikan Islam. 4. Drs. Syauki. M.Pd, Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Islam dan pembimbing skripsi terima kasih atas waktu yang telah diluangkan untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan ilmu dan nasehat yang berguna bagi penulis. 5. Seluruh dosen KI-MP, terima kasih atas nasehat dan ilmu yang diberikan kepada penulis.
ii
6.
Staf dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan atas jasa peminjaman buku-buku kepada penulis.
7. Drs. H. Syamsudin Hasibuan, Kepala SMA Islam Panglima Besar Soedirman. 8. Dewan guru dan karyawan SMA Islam Panglima Besar Soedirman atas bantuannya kepada penulis selama penelitian. 9. Mundari H. Marzuki dan Siti Rohmah, yang tiada henti mendoakan penulis untuk menjadi orang yang sukses dunia dan akhirat. 10. Kakak-kakakku tercinta terima kasih atas dukungan moril dan materil kepada penulis serta keponakanku yang selalu menghibur. 11. Teman-teman KI-MP angkatan 2002, teruslah berjuang kawan untuk mencapai cita-cita selama Allah masih memberikan kesempatan untuk kita. Mudah-mudahan amal baik kalian diterima Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai pengetahuan dan wawasan bagi pembaca.
Jakarta, 16 Februari 2007 Penulis
iii
DAFTAR ISI Pengesahan ....................................................................................................
i
Kata Pengantar .............................................................................................
ii
Daftar Isi .........................................................................................................
iv
Daftar Tabel dan Lampiran..........................................................................
vi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah...............................................
1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..........................
6
1.3. Sistematika Penulisan .................................................
7
KAJIAN TEORI KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTES 2.1. Kepemimpinan ..............................................................
8
2.1.1. Definisi Kepemimpinan ..............................................
8
2.1.2. Kompetensi Kepemimpinan........................................
10
2.1.3.Gaya Kepemimpinan....................................................
18
2.2. Efektivitas Mengajar ......................................................
34
2.2.1. Definisi Efektivitas Mengajar .....................................
34
2.2.2. Indikator Efektivitas Mengajar ...................................
39
2.2.3. Tolok Ukur Efektivitas Mengajar ...............................
43
2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Mengajar .....
46
2.3. Kerangka Berfikirdan Hipotesis.....................................
53
2.3.1. Kerangka Berfikir........................................................
53
iv
2.3.2. Hipotesis...................................................................... BAB III
BAB IV
BAB V
55
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian ...........................................................
56
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................
56
3.3. Populasi Penelitian.........................................................
56
3.4. Variabel Penelitian .........................................................
56
3.5. Instrumen Pengumpulan Data ........................................
57
3.6. Kisi-kisi Instrumen.........................................................
58
3.7. Teknik Pengumpulan Data ............................................
59
3.8. Teknik Analisa Data.......................................................
60
HASIL PENELITIAN 4.1. Situasi dan Kondisi Objek..............................................
64
4.2. Deskripsi Data................................................................
76
4.3. Analisa dan Interpretasi Data .........................................
79
PENUTUP 5.1. Kesimpulan ....................................................................
84
5.2. Saran-saran.....................................................................
84
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
85
v
DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN Tabel 1
: Kisi-kisi Instrumen
Tabel 2
: Interpretasi Korelasi Product Moment
Tabel 3
: Keadaan Tenaga Kependidikan Guru dan Non Guru
Tabel 4
: Keadaan Siswa
Tabel 5
: Kurikulum yang Digunakan
Tabel 6
: Keadaan Sarana Prasarana
Tabel 7
: Daftar Jumlah Nilai Hasil Angket Variabel X dan Y
Tabel 8
: Korelasi Variabel X dan Y
Tabel 9
: Skor Nilai Variabel Y
Tabel 10
: Skor Nilai Variabel X
Lampiran 1 : Skor Nilai Variabel X Lampiran 2 : Skor Nilai Variabel Y Lampiran 3 : Pedoman WawancaraSurat Keterangan Angket Lampiran 4 : Hasil WawancaraAngket Penelitian Lampiran 5 : Surat Keterangan Angket Lampiran 6 : Angket Penelitian Lampiran 7 : Kepala Sekolah Lampiran 8 : Surat Pengesahan Proposal Judul Skripsi Lampiran 9 : Surat Bimbingan Skripsi Lampiran 10 : Surat Perpanjangan Waktu Bimbingan Skripsi Lampiran 11 : Surat Perubahan Judul Skripsi Lampiran 12 : Surat Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 13 : Surat Keterangan Penelitian dari SMA Panglima Besar Soedirman
vi
BAB II KAJIAN TEORI KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Kepemimpinan 2.1.1
Definisi Kepemimpinan Suatu kenyataan kehidupan organisasional bahwa pemimpin suatu organisasi
memainkan peranan yang amat penting, dan sangat menentukan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Seorang pemimpin baik individu maupun sebagai suatu kelompok tidak mungkin dapat bekerja dengan sendiri. Pimpinan membutuhkan kelompok orang lain yang disebut bawahan yang digerakkan sedemikian rupa sehingga para bawahan itu memberikan pengabdian dan sumbangsihnya kepada organisasi. Pengabdian tersebut dapat direalisasikan dengan cara bekerja yang efisien, efektif, dan produktif. Menurut Kamus Bahasa Inggris kepemimpinan diambil dari kata lead yang berarti memimpin, sedangkan leader adalah seorang pemimpin dan leadership adalah kepemimpinan.1 Ngalim Poerwanto mengutip beberapa definisi kepemimpinan dari Prajudi Atmosudirdjo sebagai berikut : 1. Kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu kepribadian seseorang yang mendatangkan keinginan pada kelompok orang-orang untuk mencontohkannya atau mengikutinya, atau yang memancarkan suatu pengaruh yang tertentu, suatu 1
John. M. Echols dan Hasan Shadily, “Kamus Inggris Indonesia”, ( Jakarta : Gramedia )
h.351
8
9
kekuatan atau wibawa, yang demikian rupa sehingga membuat sekelompok orang mau melakukan apa yang dikehendakinya. 2. Kepemimpinan adalah suatu seni (art), kesanggupan (ability) atau teknik (technique) untuk membuat sekelompok orang bawahan dalam organisasi formal atau para pengikut atau simpatisan dalam organisasi informal mengikuti atau mentaati segala apa yang dikehendakinya, membuat mereka begitu antusias atau bersemangat untuk mengikutinya atau bahkan berkorban untuknya. 3. Kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu bentuk persuasi suatu seni pembinaan kelompok orang-orang tertentu, biasanya melalui “human relation” dan motivasi yang tepat, sehingga mereka tanpa adanya rasa takut mau bekerjasama dan membanting tulang untuk memahami dan mencapai segala apa yang menjadi tujuan organisasi.2 Hoy dan Miskel mengutip beberapa definisi dari beberapa sumber : 1. Kepemimpinan adalah kekuatan (power) yang didasarkan atas tabiat /watak seseorang yang memiliki kekuasaan lebih, biasanya bersifat normatif. 2. Kepemimpinan adalah permulaan dari suatu struktur atau prosedur baru untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran organisasi untuk mengubah tujuan-tujuan dan sasaran organisasi. 3. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan suatu kelompok yang diorganisasi menuju kepada penentuan dan pencapai tujuan.3 Menurut Burhanuddin yang mengutip pendapat Good, kepemimpinan adalah “the ability and readiness to inspire, guide, direct, or manage other”, yang berarti kepemimpinan merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing dan mengarahkan atau mengelola orang lain agar mereka mau berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan bersama.4 Ada banyak definisi tentang kepemimpinan. Tetapi pada dasarnya kepemimpinan berarti mempengaruhi orang lain. Sebagian besar perspektif leadership memandang pemimpin sebagai sumber pengaruh. Pemimpin dalam memimpin pada Ngalim Poerwanto, “Administrasi dan Supervisi Pendidikan”, (Bandung : Rosdakarya), Cet.XII, 2003, h. 25-26 3 Ibid, h. 26-27 4 Burhanuddin, “Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan”, (Jakarta : Bumi Aksara), Cet ke-1, 1994, h. 62 2
10
dasarnya mempengaruhi dan para pengikut mengikuti sebagai pihak yang dipengaruhi. Pada dasarnya pula kepemimpinan mengacu pada suatu proses untuk menggerakkan sekelompok orang menuju ke suatu yang telah ditetapkan/disepakati bersama dengan mendorong atau memotivasi mereka untuk bertindak dengan cara yang tidak memaksa. Dengan kemampuannya seorang pemimpin yang baik mampu menggerakkan orang-orang menuju tujuan jangka panjang dan benar-benar merupakan upaya memenuhi kepentingan mereka yang terbaik juga. Selain itu kepemimpinan juga merupakan suatu kemampuan untuk menjalankan pekerjaan melalui orang lain dengan mendapatkan kepercayaan dan kerja sama. Hampir semua aspek pekerjaan dipengaruhi dan tergantung pada kepemimpinan. Dari beberapa teori yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah sifat-sifat kepribadian seseorang termasuk didalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka menyakinkan yang dipimpinnya agar mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat serta tidak merasa terpaksa. Suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan serta mengelola baik individu maupun kelompok dengan segala ilmu yang ada agar mereka mau berbuat sesuatu demi tercapainya suatu tujuan bersama. 2.1.2 Kompetensi Kepemimpinan Robert C. Bog sebagaimana dikutip oleh Dirawat dkk mengemukakan empat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin pendidikan, yaitu :
11
1. Kemampuan mengorganisasikan dan membantu staf di dalam merumuskan perbaikan pengajaran di sekolah dalam bentuk program yang lengkap. 2. Kemampuan untuk membangkitkan dan memupuk kepercayaan pada diri sendiri, guru-guru dan anggota staf sekolah lainnya. 3. Kemampuan untuk membina dan memupuk kerja sama dalam mengajukan dan melaksanakan program-program supervisi. 4. Kemampuan untuk mendorong dan membimbing guru-guru serta segenap staf sekolah lainnya agar mereka dengan penuh kerelaan dan tanggung jawab berpartisipasi secara aktif pada setiap usaha-usaha sekolah untuk mencapai tujuan sekolah sebaik-baiknya.5 Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah perlu memiliki kompetensi dasar kepemimpinan yaitu :6 1. Ketrampilan Teknis (Technical Skill) Ketrampilan yang berhubungan dengan pengetahuan, metode dan teknik tertentu dalam menyelesaikan suatu tugas-tugas tertentu. Dalam prakteknya, keterlibatan seorang pemimpin dalam setiap bentuk technical skill disesuaikan dengan status/tingkatan pemimpin itu sendiri. Ketrampilan teknis ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin mempunyai kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, metode, teknik-teknik tertentu dalam menyelesaikan tugas secara spesifik. Ketrampilan yang dimaksud misalnya : menulis Moch. Idochi Anwar, “Administrasi Pendidikan dan Biaya Pendidikan”, (Bandung :Alfabeta), 2004, Cet ke-2, h.88 6 Ibid, h.89-91 5
12
satuan pelajaran, mengembangkan pengajaran unit, melengkapi sarana pusat sumber belajar, menyusun jadwal supervisi klinis, menyiapkan agenda pertemuan, mengetik. Kegiatan teknis ini selalu hadir dalam setiap situasi administratif dan supervisi. Namun keterlibatan seorang pemimpin dalam bentuk “technical skill” ini semestinya disesuaikan dengan status/tingkatan pemimpin. Dalam arti semakin tinggi kedudukan seseorang dalam struktur organisasi maka secara proporsional ketrampilan teknisnya menjadi kurang penting.7 2. Ketrampilan manusiawi (Human Skill) Ketrampilan ini menunjukkan kemampuan seorang pemimpin di dalam bekerja dengan orang lain secara efektif untuk membina kerjasama. Untuk mencapai kemampuan ini pemimpin harus dapat mengenal dirinya sendiri “akseptansi diri” dan sesama orang lain. Ketrampilan manusiawi sangat strategis untuk dapat memperoleh produkvitas organisasi yang tinggi, karena dalam implementasinya terwujud pada upaya bagaimana seorang pemimpin mampu memotivasi bawahan. Pengetahuannya didasarkan pada bagaimana membangun kepemimpinan yang efektif itu, memotivasi bawahan, pengembangan sumber daya manusia. Kunci keberhasilan pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya dilihat dari kemampuan dalam melaksanakan ketrampilan yang berhubungan dengan manusia. 8 Ketrampilan manusiawi ternyata sangat menentukan pola hubungan antara kepala sekolah selaku pemimpin dengan guru sebagai bawahan. Kepala sekolah yang
7 8
Burhanuddin, Op.Cit, h.91 Ibid
13
mampu menggunakan ketrampilan ini akan dapat memahami perbedaan kematangan bawahan, yang berarti pula memahami tingkat kesiapan setiap guru dalam menerima dan menjalankan tugas yang akan diberikan. Hal ini sangat berguna bagi kepala sekolah dalam rangka pengembangan profesionalisme guru, karena pemahaman tingkat kematangan bawahan menjadikan dasar dalam memutuskan kegiatan pengembangan seperti apa yang paling sesuai. 3. Ketrampilan konseptual (Conseptual Skill) Ketrampilan ini menunjukkan kemampuan dalam berfikir, seperti menganalisa suatu masalah, memutuskan dan memecahkan masalah dengan baik. Untuk dapat menerapkan ketrampilan ini pemimpin dituntut memiliki pemahaman yang utuh terhadap organisasinya. Tujuannya agar ia dapat bertindak secara selaras dengan tujuan organisasi secara menyeluruh atas dasar tujuan dan kebutuhan kelompoknya sendiri. Kepala sekolah sebagai pemimpin dituntut pula kemampuannya dalam memandang organisasi sekolahnya sebagai suatu totalitas, sebagai suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen maupun program pendidikan di sekolahnya sebagai suatu sistem pengajaran. Semakin tinggi kedudukan orang di organisasi, maka ketrampilan tersebut semakin penting pula.9
9
Ibid, h. 93
14
Kimball Wiles mengelompokkan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan kepala sekolah dalam membina situasi pendidikan dan pengajaran menjadi 5 jenis ketrampilan, yaitu :10 1. Ketrampilan di dalam kepemimpinan (skill in leadership) Dengan kekuatan kedudukan saja tidak dapat menjamin seorang pemimpin dapat mengorganisir unit-unit organisasi maupun anggota kelompok secara berhasil.
Sukses
tidaknya
seorang
pimpinan
sangat
ditentukan
oleh
kemampuannya dalam mengaplikasikan fungsi-fungsi kepemimpinannya ke dalam proses kerjasama administratif maupun supervisi. Pada hakikatnya fungsi kepemimpinan yang harus dijalankan itu meliputi : usaha mempengaruhi, mendorong, menggerakkan, membimbing dan mengarahkan orang lain agar orang tersebut mau menerima pengaruh itu serta secara suka rela/antusias berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan. 2. Ketrampilan dalam hubungan manusiawi (skill in human relation) Pemimpin berfungsi sebagai penggerak dari semua sumber dan alat-alat yang tersedia baik human maupun non human resources. Tanpa kehadiran pemimpin, mustahil kelompok orang-orang dalam organisasi itu dapat digerakkan secara efektif. Bahkan ada yang mengatakan bahwa sukses tidaknya suatu organisasi sangat
tergantung
atas
kemampuan
para
anggota
pimpinannya
untuk
menggerakkan sumber-sumber dan alat-alat tersebut sehingga penggunaannya berjalan dengan efisien, ekonomis dan efektif. Dalam hal ini peranan hubungan 10
Ibid, h.93 - 98
15
manusiawi sangatlah berpengaruh terhadap kegiatan administrasi dan manajemen. Untuk merealisasikan ketrampilan dalam hubungan manusiawi ini dapat dilakukan dengan usaha-usaha konkret sebagai berikut : 1) Menanamkan dan memupuk sikap menghargai sesama anggota organisasi. 2) Mengembangkan perasaan saling mempercayai dengan anggota yang dipimpin maupun antar anggota itu sendiri. 3) Membantu guru-guru meningkatkan perkembangan sikap profesionalnya ke arah yang lebih baik. 4) Memupuk rasa persaudaraan yang terjalin lewat kegiatan organisasi. 5) Menghilangkan rasa saling mencurigai terhadap anggota maupun antara sesama anggota organisasi. 3. Ketrampilan dalam proses kelompok (skill in group process) Kegiatan kepemimpinan berlangsung dalam situasi yang saling bergantungan antara unsur organisasi satu dan unsur yang lain. Terutama antara pimpinan dan orang yang dipimpin terjalin suatu ikatan ketergantungan antara dua pihak. Situasi kepemimpinan muncul karena adanya orang-orang yang dipimpin. Sebaliknya kelompok tanpa pemimpin dapat dikategorikan hanya sebagai kumpulan orangorang belaka yang tidak punya pedoman, tujuan dan kendali tertentu, bahkan tidak akan terjadi interaksi di dalamnya. Dan secara esensial, kepemimpinan itu adalah suatu kualitas daripada proses kelompok. Atau dengan ungkapan lain : kepemimpinan merupakan fungsi/hasil interaksi yang terjadi dalam kelompok yang terorganisir. Oleh sebab itu, dapat tidaknya seorang pemimpin menciptakan
16
situasi kepemimpinan yang aktual sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam mengatur proses kelompok yang dipimpin. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah hendaknya mampu menggalang kerjasama yang harmonis di tengahtengah anggota kelompok dan berusaha menerapkan proses kepemimpinan yang demokratis, terutama dalam aktivitas penganalisaan masalah dan pengambilan keputusan. Konkretnya, wujud daripada ketrampilan dalam proses kelompok akan terlihat dalam setiap kesempatannya memimpin kegiatan-kegiatan kelompok seperti : diskusi, seminar, lokakarya ataupun musyawarah kerja. Ia harus memiliki ketrampilan dalam : 1) Membangkitkan semangat kerja dalam kelompok. 2) Merumuskan bersama tujuan yang akan dicapai. 3) Merencanakan bersama. 4) Mengambil keputusan bersama. 5) Menciptakan tanggung jawab bersama. 6) Menilai dan merevisi bersama rencana-rencana ke arah terwujudnya tujuan yang telah ditetapkan bersama. 4. Ketrampilan dalam administrasi personil (skill in personal administration) Walaupun di satu pihak, proses pengangkatan, pengadaan dan pembinaan pegawai itu biasanya dilaksanakan oleh aparat pemerintah tertentu, bukan berarti para pimpinan organisasi tidak perlu memahami dan menguasai strategi dan taktik-taktik dalam mengadakan maupun membina personilnya. Seorang pemimpin tidak hanya berhadapan langsung pada urusan material, akan tetapi
17
menyangkut pula sektor-sektor lain di bidang kepegawaian yang secara sistematis menuntut penanganan khusus, mulai dari proses pengadaannya sampai dengan pemberhentiannya. Kunci keberhasilan organisasi terletak pada aspek manusia. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus pula mengerti dan mampu mengelola kegiatan kepegawaian itu. Dalam hal ini pengelolaan kepegawaian dibatasi sebagai segenap aktivitas penggunaan tenaga manusia dalam usaha kerjasama untuk mencapai tujuan. Kegiatan ini meliputi : penerimaan, pengembangan, pemberian balas jasa dan pemberhentian. 5. Ketrampilan dalam penilaian (skill in evaluation) Seorang pemimpin di bidang pendidikan hendaknya mempunyai kecakapan dalam menilai diri sendiri, orang lain maupun program
yang telah
diselenggarakan. Dengan demikian ia dapat membina dirinya sendiri, membantu orang-orang yang dipimpinnya mengadakan perbaikan. Di samping itu, bersama stafnya ia dapat memonitor, menilai program yang dilaksanakan maupun hasil yang dicapai itu : apakah sesuai dengan rencana semula. Hasil penilaian ini akan dijadikan
bahan
pertimbangan
untuk
mengadakan
modifikasi
program
penyempurnaan langkah-langkah kegiatan, demi terwujudnya cita-cita organisasi yang sesungguhnya. Pentingnya ketrampilan dalam penilaian ini akan jelas terlihat manakala dihubungkan dengan tugas-tugas kepemimpinan lainnya. Melalui ketrampilan ini pemimpin dapat menemukan jawaban dari hambatan kegiatan yang dilakukan. Sehingga akan memungkinkan terbentuknya langkah-langkah perbaikan dan
18
pembinaan program. Dalam jenis ketrampilan penilaian ini seorang pemimpin harus mampu : 1. Merumuskan tujuan dan norma untuk mempertimbangkan perubahan. 2. Mengumpulkan data perubahan. 3. Meneliti seberapa jauh standar yang telah ditetapkan dapat dicapai. 4. Mengadakan modifikasi, dan hasil penilaian. 2.1.3
Gaya Kepemimpinan Setiap pemimpin mempunyai sikap dan perilaku tertentu dalam menjalankan
fungsi kepemimpinannya. Banyak para ahli membicarakan sikap, sikap diperoleh seorang bukan melalui orang tua atau warisan, melainkan lebih banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan, dan pergaulan. Gaya kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.11 Gaya kepemimpinan berkaitan dengan cara seseorang pemimpin melakukan kegiatannya dalam membimbing, menggerakkan, mempengaruhi dan mengerahkan para bawahannya kepada suatu tujuan tertentu.12 Gaya kepemimpinan menyangkut pola atau konstelasi tingkah laku kepemimpinan yang mengkarakterisasi seorang pemimpin. Hal itu terjadi karena
11 12
E Mulyasa, “Manajemen Berbasis Sekolah”, (Bandung:Rosdakarya), h.108 Onong Uchyana, “Psikologi Manajemen”, (Bandung : Alumni), 1985, h.144
19
setiap pemimpin merasa sangat enak dengan suatu gaya tertentu dan cenderung konsisten dalam penggunaannya.13 Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi bawahannya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya. Secara teoritis telah banyak dikenal gaya kepemimpinan, namun gaya mana yang terbaik tidak mudah untuk ditentukan. Untuk memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat dilihat dari tiga pendekatan utama yaitu : 1). Pendekatan Sifat Pendekatan sifat ini bertitik tolak dari pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri yang dimiliki oleh pemimpin sejak lahir. Sifat-sifat itu ada pada seseorang karena pembawaan atau keturunan, bukan karena dibuat atau dilatih. Ghizeli dan Stogdil mengemukakan adanya lima sifat yang perlu dimiliki seorang pemimpin, yaitu : kecerdasan, kemampuan mengawasi, inisiatif, ketenangan diri dan kepribadian. Sementara Thierauf mengemukakan 16 sifat kepemimpinan yaitu : kecerdasan, inisiatif, daya khayal, bersemangat, optimisme, individualisme, keberanian, keaslian, kesediaan menerima,
N.A. Ametembun, “Organisasi dan Kepemimpinan Suatu Pendekatan dan Tingkah Laku”, (Bandung : IKIP), 1985, h.48 13
20
kemampuan berkomunikasi, rasa perlakuan yang wajar terhadap sesama, kepribadian, keuletan, manusiawi, kemampuan mengawasi dan ketenangan diri.14 Sifat-sifat yang terdapat dalam individu pemimpin yang tidak terpisahkan seperti intelegensi, diangap bisa dialihkan dari satu situasi ke situasi yang lain. Karena tidak semua orang memiliki sifat yang sama. Oleh karena itu pendekatan sifat tampaknya tidak mampu menjawab berbagai persoalan di sekitar kepemimpinan. Sebagai contoh, adakah kombinasi optimal dari sifat kepribadian dalam menentukan keberhasilan pemimpin?. Apakah sifat-sifat kepribadian itu mampu mengindikasikan kepemimpinan yang potensial ?. Apakah karakteristik itu dapat dipelajari atau telah ada sejak seseorang lahir ?.15 Ketidakmampuan pendekatan ini dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut menyebabkan ada pendekatan lain. 2). Pendekatan Perilaku Pendekatan perilaku ini dapat dikaji melalui beberapa studi yaitu : 1). Studi Kepemimpinan Universitas OHIO Penelitian ini memperoleh gambaran mengenai dua dimensi utama dari perilaku pemimpin yang dikenal sebagai pembuatan inisiatif dan perhatian. Pembuatan inisiatif menggambarkan bagaimana seseorang pemimpin memberi batasan dan struktur terhadap peranannya dan peran bawahannya untuk mencapai tujuan. Adapun konsiderasi menggambarkan derajat dan corak hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya yang ditandai dengan saling percaya, menghargai dan
14 15
M. Ngalim Poerwanto,Op.Cit, 31 E.Mulyasa ,Op.Cit,h. 108-109
21
menghormati bawahannya. Dengan mengkombinasikan dua dimensi ini dapat dibedakan empat gaya kepemimpinan sebagai berikut : 1). Perhatian rendah, pembuatan inisiatif rendah 2). Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif rendah. 3). Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif tinggi. 4). Perhatian rendah, pembuatan inisiatif tinggi. 2). Studi Kepemimpinan Universitas Michigan Studi ini mengidentifikasikan dua konsep yaitu orientasi bawahan dan produksi. Pemimpin yang berorientasi kepada bawahan sangat memperhatikan bawahan, mereka merasa bahwa setiap karyawan itu penting, dan menerima karyawan sebagai pribadi. Sementara pemimpin yang menekankan pada produksi, sangatlah memperhatikan produksi dan aspek-aspek tehnik kerja, bawahan dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. 3). Jaringan Manajemen Dalam pendekatan ini, manajer berhubungan dengan dua hal, yakni perhatian pada produksi di satu pihak dan perhatian pada orang lain di pihak lain. Perhatian pada produksi atau tugas adalah sikap pemimpin yang menekankan mutu keputusan, prosedur, mutu pelayanan staf, efisiensi kerja dan jumlah pengeluaran. Perhatian pada orang-orang adalah sikap pemimpin yang memperhatikan keterlibatan bawahan dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam hal ini aspek-aspek yang perlu diperhatikan berkaitan dengan harga diri bawahan, tanggung jawab berdasarkan kepercayaan, suasana kerja yang menyenangkan dan hubungan yang harmonis.
22
4). Sistem Kepemimpinan Likert Sistem kepemimpinan likert ini dapat dilihat melalui empat sistem yaitu : Sistem 1 ; dalam sistem ini pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahannya dan bersikap paternalistik. Cara pemimpin memotivasi bawahannya dengan memberi ketakutan dan hukuman, kadang-kadang memberi penghargaan secara kebetulan. Pemimpin dalam sistem ini, hanya mau memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan ditingkat atas saja. Sistem 2 ; dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati. Pemimpin yang termasuk dalam sistem ini mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, atau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan pemberian hukuman, memperoleh adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat, ide-ide dari bawahan, serta memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan. Dalam sistem ini bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan dengan atasan. Sistem 3 ; pemimpin dalam sistem ini mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan, biasanya kalau ia membutuhkan informasi, ide atau pendapat bawahan, dan masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya. Pemimpin bergaya ini mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman dan juga berkehendak melakukan partisipasi. Dia juga suka menetapkan dua pola hubungan komunikasi, yakni ke atas dan ke bawah. Dalam hal ini dia membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas, tetapi keputusan yang
23
mengkhususkan pada tingkat bawah. Dalam sistem ini bawahan merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan pekerjaan bersama atasannya. Sistem 4 ; dalam sistem ini, pemimpin mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan, selalu mengandalkan bawahan untuk mendapatkan ide-ide serta mempunyai niat untuk mempergunakan bawahan secara konstruktif. Memberi penghargaan yang bersifat ekonomis berdasarkan partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan, terutama dalam penentuan tujuan bersama dan penilaian kemajuan pencapaian tujuan. 3). Pendekatan Situasional Pendekatan situasional hampir sama dengan pendekatan perilaku, keduanya menyoroti perilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini kepemimpinan lebih merupakan fungsi situasi daripada sebagai kualitas pribadi, dan merupakan suatu kualitas yang timbul karena interaksi orang-orang dalam situasi tertentu. Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji kepemimpinan dari beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan dalam menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok. Pendekatan ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif yang diterapkan dalam situasi tertentu. Ada beberapa studi kepemimpinan yang menggunakan pendekatan ini : 1). Teori Kepemimpinan Kontingensi Seseorang menjadi pemimpin bukan saja karena faktor kepribadian yang dimiliki, tetapi juga karena berbagai faktor situasi dan saling hubungan antara
24
pemimpin dengan situasi. Keberhasilan pemimpin bergantung baik pada diri pemimpin maupun kepada keadaan organisasi. Menurut Feidler tak ada gaya kepemimpinan yang cocok untuk semua situasi, ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu : hubungan antara pemimpin dengan bawahan, struktur tugas dan kekuasaan yang berasal dari organisasi. 2). Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi Ada tiga dimensi yang dapat dipakai untuk menentukan gaya kepemimpinan, yaitu perhatian pada produksi atau tugas, perhatian pada orang, dan dimensi efktivitas 3). Teori Kepemimpinan Situasional Teori ini merupakan pengembangan dari model kepemimpinan tiga dimensi, yang didasarkan pada hubungan antara tiga faktor, yaitu perilaku tugas, perilaku hubungan dan kematangan. Perilaku tugas merupakan pemberian petunjuk oleh pemimpin terhadap bawahan meliputi penjelasan tertentu, apa yang harus dikerjakan, bilamana, dan bagaimana mengerjakannya, serta mengawasi mereka secara ketat. Perilaku hubungan merupakan ajakan yang disampaikan oleh pemimpin melalui komunikasi dua arah yang meliputi mendengar dan melibatkan bawahan dalam pemecahan masalah. Adapun kematangan adalah kemampuan dan kemauan bawahan dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya. Dari tiga faktor tersebut, tingkat kematangan bawahan merupakan faktor yang paling
25
dominan. Karena itu tekanan utama dari teori ini terletak pada perilaku pemimpin dalam hubungannya dengan bawahan.16 Dari beberapa pendekatan tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan seseorang tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dalam jabatannya seperti terlihat dari peningkatan kemampuan atau ketrampilan yang dapat dikembangkan, meskipun mungkin tidak mencapai titik kemampuan yang terpendam dalam dirinya. Gaya kepemimpinan itu menuntut adanya kemahiran untuk membaca situasi seperti yang berkaitan dengan iklim kerja di dalam organisasi, yang sering menampakkan gejalanya dalam berbagai bentuk seperti absentisme yang tinggi, banyaknya pegawai yang minta berhenti, disiplin yang rendah, produktivitas yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa gaya kepemimpinan kepala sekolah adalah sikap dan perilaku kepala sekolah terhadap bawahan dalam mencapai tujuan organisasi sekolah. Setiap pemimpin mempunyai berbagai macam gaya kepemimpinan yang diterapkan ke dalam organisasi. Pemimpin mungkin memiliki gaya kepemimpinan demokratis atau otokratis. Pemimpin yang baik akan mengkomunikasikan
energinya,
antusiasmenya,
ambisinya,
kesukaannya dan arahannya demi mencapai tujuan yang diharapkan.
16
Ibid. Hal 112 -115
kesabarannya,
26
2.1.3.1 Kepemimpinan Otokratis Secara etimologis, otoriter berarti “berkuasa sendiri, sewenang-wenang”. Sedangkan secara terminologis kepemimpinan otoriter adalah “menempatkan kekuasaan ditangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang diantara mereka tetap ada seorang yang berkuasa” 17 Dalam kepemimpinan yang otokratis, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota kelompoknya. Baginya pemimpin adalah menggerakkan dan memaksa seseorang. Kekuasaan pemimpin yang otokrasi hanya dibatasi oleh undangundang. Penafsirannya sebagai pemimpin tidak lain adalah menunjukkan dan memberi perintah. Kewajiban bawahan hanyalah mengikuti dan menjalankannya, tidak boleh membantah ataupun mengajukan saran.18 Pemimpin yang otokrasi tidak menghendaki rapat-rapat atau musyawarah. Berkumpul atau rapat berarti untuk menyampaikan instruksi-instruksi. Setiap perbedaan pendapat di antara anggota-anggota kelompok diartikan sebagai kepicikan, pembangkangan atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi yang telah ditetapkannya.19 Dalam tindakan dan perbuatannya ia tidak dapat di ganggu gugat. Kekuasaan yang berlebihan ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik, sikap asal bapak senang atau sikap sumuhan dawuh terhadap pemimpin dan kecenderungan untuk
Hadari Nawawi & Martini Hadari, “Kepemimpinan yang Efektif”, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press), 2002, Cet ke-3, h.94 18 Ngalim Poerwanto, Op.Cit, h. 48 19 Ibid, h.48-49 17
27
mengabaikan perintah dan tugas jika tidak ada pengawasan langsung. Dominasi yang berlebihan ini akan menimbulkan sifat apatis, sifat agresif pada anggota kelompok terhadap pemimpinnya. Pemimpin yang bertipe demikian dipandang sebagai orang yang memberikan perintah dan mengharapkan pelaksanaannya secara dogmatis dan selalu positif. Dengan segala kemampuannya, ia berusaha menakut-nakuti bawahannya dengan jalan memberikan hukuman tertentu bagi yang berbuat negatif, dan hadiah untuk seorang bawahan yang bekerja dengan baik.20 Beberapa pemimpin otoriter dinilai sebagai “benevolent autocrats” (pseudo democratic). Meskipun mereka nampaknya mendengarkan saran-saran/pendapatpendapat para anggota kelompok sebelum keputusan dicapai, toh pada akhirnya keputusan yang diambil adalah atas dasar pendapat mereka sendiri. Mereka barangkali mempunyai keinginan untuk mendengarkan dan mempertimbangkan ideide bawahan, namun manakala suatu keputusan dibuat, mungkin lebih otoriter dari pada sebelumnya.21 Seorang pemimpin yang otoriter bersifat ingin berkuasa, sehingga suasana di sekolah selalu tegang. Pemimpin sama sekali tidak memberi kebebasan kepada anggota kelompok untuk turut ambil bagian dalam memutuskan suatu persoalan. Inisiatif dan daya pikir anggota sangat dibatasi, sehingga tidak diberi kesempatan
20 21
Burhanuddin, Op.Cit, h.99 Ibid, h.100
28
untuk mengeluarkan pendapat mereka. Kepala sekolah bebas membuat suatu peraturan sendiri dan peraturan tersebut harus ditaati dan diikuti oleh anggota. Salah satu contoh, kepala sekolah yang kurang mau mendengarkan atau mengindahkan pendapat-pendapat, ide-ide dan saran-saran yang kreatif dari guruguru atau staf sekolah yang dipimpinnya. Dalam rapat-rapat sekolah maka kepala sekolah tersebut hanya memajukan dan melaksanakan ide-ide dan keinginannya sendiri saja untuk diterima dan dijadikan rapat. Akibat negatif yang dapat ditimbulkan kepemimpinan otoriter antara lain : 1. Guru menjadi manusia penurut yang tidak berani mengambil keputusan sehingga sangat tergantung pada pimpinan atau kepala sekolah. 2. Kesediaan guru, staf dan murid bekerja keras bersifat terpaksa dan berpurapura karena didasari rasa tertekan, takut dan ketegangan karena terus menerus dibayangi dengan sanksi dan hukuman. 3. Sekolah menjadi bersifat statis.22 Kepemimpinan otoriter menimbulkan suasana kaku, tegang, mencekam, menakutkan sehingga dapat berakibat lebih lanjut timbulnya ketidakpuasan. Kepemimpinan otoriter juga memberikan keuntungan antara lain : disiplin dapat dikontrol dengan baik, semua pekerjaan dapat berlangsung secara tertib dan teratur, cepat serta tegas dalam membuat keputusan dan tindakan sehingga untuk sementara produktifitas dapat naik. Adapun ciri seorang pemimpin yang otokratis adalah : 22
Hadari Nawawi & Martini Hadari, Op.Cit, h.94
29
1. Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi 2. Mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi 3. Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata 4. Tidak mau menerima pendapat, saran, dan kritik 5. Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya 6. Cara menggerakkan bawahan dengan pendekatan paksaan dan bersifat mencari kesalahan/menghukum.23 2.1.3.2 Kepemimpinan laissez faire Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan tipe kepemimpinan otoriter. Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing. Semua kebijaksanaan, metode dan sebagainya menjadi hak sepenuhnya dari orang yang dipimpin, seluruh kegiatan tersebut berlangsung tanpa dorongan, bimbingan dan pengaruh dari pimpinan. Pimpinan dalam gaya situasi ini berpendapat bahwa tugasnya adalah menjaga dan menjamin kebebasan tersebut serta menyediakan segala kebutuhan dan fasilitas yang dibutuhkan organisasi. Dalam kepemimpinan seperti ini setiap terjadi kekeliruan atau kesalahan maka pimpinan selalu berlepas tangan karena merasa tidak ikut serta menetapkan keputusan dalam setiap kegiatan. Suasana kerja seperti ini akan menimbulkan berbagai hal negatif, antara lain : menimbulkan kekacauan dalam pelaksanaan tugas, karena pejabat bekerja secara 23
Ngalim Poerwanto, Op.Cit, h. 50-51
30
masing-masing, anggota kelompok tidak merasakan ada kepemimpinan dalam kelompoknya, apabila muncul masalah maka tidak pernah terpecahkan sampai tuntas dan memuaskan, banyak program atau pekerjaan tertunda.24 Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan pimpinan.Tipe ini diartikan sebagai membiarkan orang-orang berbuat sekehendaknya. Pemimpin yang termasuk tipe ini sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan anggotanya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan kepada anggota kelompok, tanpa petunjuk atau saran dari pimpinan. Dengan demikian mudah terjadi kekacauan. Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga yang dipimpin dengan gaya seperti ini semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi dari beberapa anggota kelompok bukan karena pengaruh dari pemimpinnya. Di dalam tipe kepemimpinan ini, biasanya struktur organisasinya tidak jelas dan kabur. Segala kegiatan dilakukan tanpa rencana yang terarah dan tanpa pengawasan dari pimpinan. Pemimpin demikian biasanya mempunyai ketergantungan yang besar pada anggota kelompok untuk menetapkan tujuan-tujuan dan alat-alat/cara mencapainya. Pemimpin pada gaya ini menganggap bahwa peranan mereka sebenarnya sebagai orang yang berusaha memberikan kemudahan kerja para pengikut, umpama dengan jalan menyampaikan informasi kepada orang-orang yang dipimpinnya, serta sebagai penghubung dengan lingkungan yang ada di luar kelompok. Tim Penyusun FISIP UT, “Materi Pokok Kepemimpinan”, (Jakarta : Universitas Terbuka), 1988, Cet ke-1, h.211 24
31
Dari uraian tersebut dapat diketahui ciri-ciri dari kepemimpinan Laissez -Faire sebagai berikut : 1) Tidak yakin pada kemampuan sendiri 2) Tidak berani menetapkan tujuan untuk kelompok 3) Tidak berani menanggung resiko 4) Membatasi komunikasi dan hubungan kelompok Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa inti dari kepemimpinan laissez faire bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian sebenarnya. Kendatipun demikian, kepemimpinan laissez faire juga memberikan keuntungan antara lain para anggota (guru) atau bawahan akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya. 2.1.3.3 Kepemimpinan Demokratis Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai
diktator,
melainkan
sebagai
pemimpin
di
tengah-tengah
anggota
kelompoknya. Pemimpin demokratis sering mengajak pengikutnya dalam mengambil keputusan, konsensus dan pemberdayaan. Hubungan dengan anggota kelompok bukan sebagai majikan terhadap buruhnya melainkan sebagai saudara tua diantara saudara-saudara teman sekerjanya. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha menstimulasi anggotanya agar bekerja secara kooperatif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya, ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya dan mempertimbangkan kesanggupan dan kemampuan kelompoknya. Dalam melaksanakan tugasnya ia mau menerima dan mengharapkan saran dan kritik dari kelompoknya. Juga kritik-kritik yang membangun dari para
32
anggota yang diterimanya sebagai umpan balik dan dijadikan bahan pertimbangan dalam tindakan-tindakan berikutnya.25 Ia mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan menaruh kepercayaan pula pada anggotanya bahwa mereka mempunyai kesanggupan bekerja dengan baik dan bertanggung jawab. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha memupuk rasa kekeluargaan dan persatuan. Ia senantiasa berusaha membangun semangat anggotaanggota kelompok dalam menjalankan dan mengembangkan daya kerjanya. Di samping itu, ia juga memberi kesempatan bagi timbulnya kecakapan memimpin pada anggota kelompoknya dengan jalan mendelegasikan sebagian kekuasaan dan tanggung jawabnya.26 Pemimpin gaya demikian mengadakan konsultasi dengan para bawahannya mengenai tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang diusulkan/dikehendaki oleh pimpinan, serta berusaha memberikan dorongan untuk turut serta aktif melaksanakan semua keputusan dan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan itu. Tipe kepemimpinan ini dipandang berada pada sebuah bentuk spektrum yang diurutkan mulai dari orang yang bertindak atas persetujuan dengan bawahan sampai kepada yang membuat keputusan-keputusan namun sudah berkonsultasi sebelumnya dengan para anggota kelompoknya.27 Dalam tipe kepemimpinan ini seorang pemimpin selalu mengikutsertakan seluruh anggota kelompoknya dalam mengambil keputusan, kepala sekolah yang 25
Ngalim Poerwanto, Op.Cit, h. 50 Ibid 27 Burhanuddin,Op.Cit, h.99 26
33
demikian akan selalu menghargai pendapat atau kreasi anggotanya/guru-gurunya yang ada di bawahnya dalam rangka membina sekolahnya. Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin lebih mementingkan kepentingan bersama daripada kepentingan sendiri, sehingga terciptalah hubungan dan kerjasama yang baik dan harmonis, saling bantu membantu di dalam melaksanakan tugas seharihari sudah barang tentu dengan terciptanya suasana kerja yang sehat ini baik guru, tata usaha dan kepala sekolah bekerja dengan kegembiraan dan kesenangan hati untuk memajukan rencana pendidikan di sekolah. Kalau di sekolah dilaksanakan kepemimpinan pendidikan yang bersifat demokratis, maka ini merupakan hasil interaksi kelompok, dimana setiap orang dipandang memiliki potensi dapat memberikan sumbangan prosedur kooperatif, yang dimanfaatkan secara luas. Pemimpin-pemimpin yang mengusahakan perbaikan dalam pengajaran akan selalu mencari jalan untuk mengembangkan potensi kepemimpinan yang terdapat pada orang lain. Dalam kepemimpinan demokratis kepala sekolah harus sadar bahwa kurikulum yang ada perlu dipahami benar-benar oleh guru-guru, sehingga mereka dapat menjabarkannya secara luas dan dapat mengembangkan secara kreatif. Dalam hal ini kepala sekolah bersama-sama dengan guru memahami masalah proses belajar mengajar yang efektif, menyusun program-program kurikulum dan kegiatan-kegiatan tambahannya, termasuk dalam hal ini program tahunan. Selain itu kepala sekolah ikut menentukan tinggi rendahnya moral guru. Untuk itu kepala sekolah harus dapat menciptakan situasi belajar dan mengajar yang
34
baik untuk mempertinggi moral guru-guru, sehingga mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan dengan rasa tanggung jawab. Karena moral atau tata cara akhlak/sikap yang tercermin lewat tingkah laku guru-guru tersebut, sangatlah penting artinya dan menentukan juga terhadap jalannya proses belajar mengajar. Adapun ciri seorang pemimpin yang demokratis adalah sebagai berikut : 1) Senang menerima saran, pendapat dan kritikan dari bawahan 2) Mengutamakan kerja sama dalam mencapai tujuan 3) Membuat keputusaan bersama dengan anggota kelompok 4) Menjelaskan sebab-sebab keputusan yang dibuat sendiri kepada kelompok 5) Feed back dijadikan sebagai salah satu masukan yang berharga 28 2.2 Efektivitas Mengajar 2.2.3
Definisi Efektivitas Mengajar Sebelum menguraikan definisi efektivitas mengajar, ada baiknya kita
menguraikan definisi dari efektif, mengajar dan efektivitas mengajar. Efektivitas sering diartikan sebagai keberhasilan di dalam mencapai sesuatu. Dalam memaknai efektivitas setiap orang memberi arti yang berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan masing-masing. Hal tersebut diakui oleh Chung dan Maginson (1981), “Efectivenes means different to different people”.29 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:219) dikemukakan bahwa efektif berarti ada efeknya (akibat,
28 29
Ibid. h. 52 E Mulyasa, Op.Cit, h.82
35
pengaruh, kesan), manjur, mujarab, dapat membawa hasil.30 Jadi efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju.31 Efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu dan adanya partisipasi aktif dari anggota. Masalah efektivitas biasanya berkaitan erat dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan.. Dalam pengajaran yang efektif, guru dapat mengajar bagaimana seharusnya siswa belajar dan menginternalisasikan nilai-nilai agar siswa mau belajar terusmenerus sepanjang hayatnya. Kesadaran belajar sepanjang hidupnya demikian sangat diperlukan, mengingat perkembangan dan tuntutan dunia yang berkembang melesat seperti sekarang ini, hanya dapat diikuti oleh orang yang sepanjang waktu mau belajar. Dalam efektivitas terdiri atas 3 kriteria waktu yang meliputi : 1. Jangka pendek untuk menunjukkan hasil kegiatan dalam kurun waktu sekitar satu tahun, dengan kriteria kepuasan, efisiensi dan produksi. 2. Jangka menengah, dalam waktu 5 tahun dengan kriteria perkembangan serta kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan organisasi. 3. Jangka panjang, waktu ini digunakan untuk menilai waktu yang akan datang, menggunakan kriteria kemampuan untuk mempertahankan kelangsungan
30 31
Agus Sulistyo, “Kamus Bahasa Indonesia”, (Surakarta : ITA, 1999), h.128 E.Mulyasa, Loc.Cit
36
hidup dan kemampuan membuat perencanaan strategis bagi kegiatan di masa depan.32 Sedangkan pengertian mengajar adalah : 1. Mengajar adalah menyuruh anak menghafal. 2. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan. 3. Mengajar adalah menggunakan satu metode mengajar tertentu.33 Pengertian mengajar dalam arti luas yaitu : 1) Mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada anak. Pada definisi ini tujuan mengajar ialah penguasaan pengetahuan oleh anak. Anak dianggap pasif. Pengajaran bersifat teacher centered, karena gurulah yang memegang peranan utama. Sering ilmu pengetahuan kebanyakan diambil dari buku pelajaran yang tidak dihubungkan dengan realitas dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran serupa ini disebut intelektualitas sebab menekankan dari segi pengetahuan. 2) Mengajar adalah menyampaikan kebudayaan pada anak. Menyampaikan kebudayaan pada anak berarti mengenalkan kebudayaan bangsanya dan kebudayaan dunia. Bukan saja hanya mengenalkan akan tetapi ada pula yang mengharapkan agar anak-anak tidak hanya menguasai kebudayaan yang ada, tetapi agar mereka juga turut membantu memperkaya kebudayaan itu dengan mencipatakan kebudayaan baru menurut zaman yang senantiasa berubah itu. 3) Mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses
32 33
E. Mulyasa, Loc.Cit. S. Nasution, “Didaktik Asas-asas Mengajar”, ( Jakarta : Bumi Aksara ), 2004, h.7
37
belajar mengajar. Dalam hal ini mengajar itu suatu usaha dari pihak guru, yakni mengatur lingkungan, sehingga terbentuklah suatu suasana yang sebaik-baiknya bagi anak untuk belajar, yang belajar adalah anak itu sendiri berkat kegiatannya sendiri, guru hanya dapat membimbing anak. Oleh karena itu dimanfaatkannya segala faktor dalam lingkungan, termasuk dirinya, buku-buku, alat peraga lingkungan, sumber lain dan sebagainya. Dalam hal ini pengajaran lebih bersifat pupil centered, guru berperan sebagai “manager of learning” .34 Dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat tahapan sebelum memulai tugas pengajaran. Adapun tahapan tersebut terdiri dari 3 tahap yaitu : 1. Tahap persiapan atau perencanaan. Moh. Uzer Usman mengatakan bahwa komponen yang
penting dalam
penyusunan program pengajaran adalah sebagai berikut : a). Penguasaan materi pelajaran b). Analisis materi pelajaran c) Program satuan pelajaran d). Rencana pengajaran35 Guru diharapkan mampu membuat persiapan mengajar secara teratur dan tertulis di samping penguasaan bahan yang di perlukan, dan persiapan yang telah dibuat sebaiknya dikaji kembali sebelum dilaksanakan di depan kelas, jika ada hal-hal yang perlu direvisi atau disempurnakan.
34 35
Ibid, h. 4 -5 Moh. Uzer Usman, Op.Cit, hal. 50
38
2. Tahap pelaksanaan Tahap pelaksanaan ini berlangsung pada saat guru memimpin kegiatan belajar mengajar. Pada tahap ini guru harus senantiasa mengupayakan dan menjaga agar siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Agar kegiatan proses belajar mengajar berjalan dengan baik maka guru harus menguasai bahan pengajaran yang akan diberikan, memilih metode yang tepat, menggunakan sarana dan fasilitas pendidikan yang menunjang, mengetahui sistematika bahan yag akan diberikan serta mengatur tugas siswa. 3. Tahap penilaian atau evaluasi Pada tahap ini guru melakukan penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar yang baru saja berlangsung. Penilaian tersebut ada yang berkaitan dengan materi dan juga proses bagaimana murid memperoleh materi tersebut. Untuk mengetahui apakah materi yang diberikan dipahami atau tidak, dapat dilakukan dengan jalan membuat rangkuman intii pelajaran yang dilakukan murid. Sedangkan untuk menilai terhadap proses bagaimana murid memahami bahan pelajaran yang diberikan, dapat dilakukan dengan jalan memberikan soal-soal yang berkaitan dengan pelajaran yang telah berlangsung Berdasarkan definisi mengajar di atas, dapat disimpulkan bahwa mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses mengatur, mengorganisasikan lingkungan yang ada disekitarnya sehingga siswa dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar mengajar. Serta adanya proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam melakukan belajar mengajar.
39
Sedangkan definisi dari efektivitas mengajar adalah suatu aktivitas guru di dalam proses pengajaran yang mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas mengajar dapat dilihat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya pada diri sendiri. Selain itu efektivitas mengajar sama juga dikatakan proses pengajaran dan pembelajaran yang berhasil yang dilihat dari cara guru menyampaikan proses pengajaran dengan berbagai strategi pengajaran kepada siswa dengan melihat dari kualitas peserta didik. Dengan demikian efektivitas mengajar adalah tolok ukur sampai sejauh mana keberhasilan antara hasil yang dicapai siswa dalam
kaitannya dengan tahapan
pelaksanaan pengajaran. 2.2.4
Indikator Efektivitas Mengajar Indikator efektivitas mengajar dimaksudkan sebagai alat untuk mengukur
efektivitas mengajar guru di sekolah. Kriteria yang digunakan untuk menggambarkan efektivitas mengajar biasanya dapat dilihat dari keberhasilan akademik yang diperoleh guru dan kompetensi guru. Menurut Syaiful Bahri Djamarah indikator efektivitas mengajar sebagai berikut :36 2.2.2.1. Perilaku yang digariskan dalam Tujuan Pengajaran Sebelum melaksanakan pengajaran guru diwajibkan merumuskan tujuan pengajaran. Perumusan tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat 36
120
Syaiful Bahri Djamarah, “Strategi Belajar Mengajar”, (Jakarta : Rineka Cipta ), 2002, h.
40
operasional dan konkret, yakni Tujuan Instruksional Umum, Tujuan Instruksional Khusus, Tujuan Kurikuler, Tujuan Nasional sampai kepada tujuan yang bersifat universal. Oemar Hamalik mengemukakan bahwa “Dalam pengajaran perumusan tujuan adalah yang utama dalam setiap proses pengajaran. Perumusan ini senantiasa diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu, proses pengajaran harus direncanakan. Ketercapaian tujuan dapat dicek atau di kontrol sejauh mana tujuan itu telah dicapai.”37 Perumusan tujuan pengajaran dimaksudkan agar siswa mengalami perubahan tingkah laku yang diinginkan sebagai sasaran dari kegiatan belajar mengajar. Sasaran yang
dituju harus jelas dan terarah. Oleh karena itu, tujuan pengajaran yang
dirumuskan harus jelas dan konkret, sehingga mudah dipahami oleh anak didik. Bila tidak, maka kegiatan belajar mengajar tidak punya arah dan tujuan yang pasti. Akibat selanjutnya perubahan yang diharapkan terjadi pada anak didik pun sukar diketahui, karena penyimpangan-penyimpangan dari kegiatan belajar mengajar. Karena itu rumusan tujuan pengajaran dalam belajar mengajar mutlak dilakukan oleh guru sebelum melakukan tugasnya di sekolah. Dalam proses belajar mengajar guru dapat menilai siswa tidak hanya melalui kemampuan intelegensi yang dimilikinya akan tetapi perubahan perilaku pun ikut menentukan. Perubahan ini berkaitan dengan perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran khusus yang telah dicapai siswa baik individu maupun kelompok. 37
h.55
Oemar Hamalik, “Kurikulum dan Pembelajaran”, (Jakarta : Bumi Aksara), 2005, Cet ke-5,
41
Perubahan perilaku ini merupakan wujud dari hasil belajar yang dicapai siswa dengan mengikuti pedoman tujuan pembelajaran. Perubahan perilaku dapat dilihat dari 3 aspek yaitu : (1). Kognitif, (2). Afektif, (3). Psikomotorik.38 Ranah Kognitif. Aspek kognitif ini dilakukan secara menyeluruh dari segi pemahaman terhadap materi atau bahan pelajaran yang diberikan. Aspek kognitif terdiri dari penilaian pengetahuan tentang : 1.Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge). Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali materi yang telah diajarkan tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. 2.Pemahaman. Kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. 3.Penerapan/aplikasi. Kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dalam situasi yang baru dan kongkret. 4.Analisis. Kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor yang satu dengan yang lainnya.
38
Ibid, h.161-163
42
5.Sintesis. Kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Kemampuan seseorang yang memadukan bagian secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang terstruktur atau berbentuk pola baru. 6.Penilaian/penghargaan/evaluasi. Merupakan jenjang berfikir yang paling tinggi dalam aspek kignitif. Kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide. Ranah Afektif. Ukuran aspek afektif berhubungan dengan pandangan siswa yang melibatkan ekspresi, perasaan atau pendapat pribadi siswa terhadap hal yang relatif sederhana tapi bukan fakta. Aspek afektif ini berkaitan dengan sikap atau nilai siswa yang telah mendalam di sanubarinya, dan guru meminta siswa untuk mempertahankan pendapatnya. Sehubungan dengan tujuan penilaiannya, maka yang menjadi sasaran penilaian kawasan afektif adalah perilaku anak didik bukan pengetahuannya. Ranah Psikomotorik. Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan ketrampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar psikomotorik apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektif.
43
2.2.2.2. Daya Serap Siswa Terhadap Bahan Pelajaran Daya serap terhadap bahan pelajaran biasanya terlihat setelah guru melaksanakan pengajaran. Penilaian yang dilakukan terhadap siswa dapat dilaksanakan ketika pelajaran berlangsung maupun sebelum pelajaran berlangsung. Biasanya daya serap terhadap bahan pelajaran ini dilaksanakan dengan pemberian tes baik tertulis maupun tes lisan. Daya serap terhadap pelajaran yang diajarkan berfungsi untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa mencapai prestasi tinggi baik secara individual maupun kelompok. Dari kedua indikator efektivitas mengajar yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa kedua indikator tersebut sangatlah berkaitan untuk mencapai tingkat keberhasilan guru dalam mengajar. Namun demikian, indikator yang biasa digunakan sebagai tolok ukur adalah daya serap siswa terhadap materi. 2.2.5
Tolok Ukur Efektivitas Mengajar Tolok ukur efektivitas mengajar dimaksudkan sebagai ukuran atau patokan
dalam menentukan tingkat keberhasilan suatu pengajaran. Dari indikator yang sudah diuraikan, indikator yang digunakan sebagai tolok ukur efektivitas mengajar menurut Syaiful Bahri Djamarah adalah :39 2.2.3.1. Daya serap siswa terhadap materi Daya serap siswa terhadap materi yang telah diajarkan dapat dilihat melalui perolehan angka. Penilaian terhadap kemampuan siswa idealnya menggunakan 39
Syaful Bahri Djamarah.Ibid
44
pengukuran intelegensia atau potensi yang dimilikinya. Namun mengingat sulitnya alat ukur tersebut diperoleh guru, maka guru dapat melakukan penilaian ini dengan mempelajari dan menganalisis kemajuan-kemajuan belajar yang ditunjukkannya, misalnya analisis terhadap hasil belajar, hasil tes seleksi masuk, nilai STTB, nilai rapor dan hasil ulangan harian. Melalui analisis ini setidaknya guru dapat membuat kategori kemampuan siswa dalam tiga kategori yakni : tinggi, sedang, kurang. Analisis kemampuan ini sangat bermanfaat bagi guru dalam menentukan strategi pengajaran sesuai dengan kemampuan siswa. Pendekatan pengajaran berdasarkan tiga kategori tersebut tentu harus berbeda agar diperoleh hasil belajar yang optimal. Demikian pula sikap guru dalam menghadapi siswa sesuai dengan potensinya banyak memberikan pengaruh terhadap kemajuan belajar siswa.40 Daya serap siswa terhadap materi ini dapat juga ditinjau dari sudut proses (by process) pengajaran dan dari sudut hasil yang dicapainya. Dari sudut proses pengajaran, kriteria ini menekankan pada pengajaran sebagai suatu proses interaksi antara guru dengan siswa secara sistematis Proses pengajaran merupakan interaksi dinamis sehingga siswa sebagai subyek yang belajar mampu mengembangkan potensinya melalui belajar sendiri dan tujuan yang telah ditetapkan tercapai secara efektif. Selain itu guru juga harus mengadakan evaluasi terhadap proses pengajaran yang telah dilakukan. Evaluasi terhadap proses pengajaran dilakukan sebagai bagian integral dari pengajaran itu sendiri. Artinya, evaluasi proses bertujuan menilai
40
Nana Sudjana, “Teknologi Pengajaran”, (Bandung : Algesindo ), Cet.ke-3, 2001, h. 143
45
keefektifan dan efisiensi kegiatan pengajaran sebagai bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan program dan pelaksanaannya. Sedangkan dari
sudut hasil yang
dicapainya (by product). Kriteria pada segi hasil atau produk menekankan kepada tingkat pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah diajarkan baik secara individual maupun kelompok. Tingkat pemahaman dan penguasaan materi ini dapat ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas.41 Demikian tolok ukur yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan tingkat keberhasilan proses belajar mengajar. Namun pada umumnya yang dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan dari keduanya ialah daya serap siswa terhadap pelajaran. Biasanya guru hanya menjadikan tolok ukur efektivitas mengajar melalui kemampuan intelegensi siswa dengan tingkat keberhasilan : istimewa/maksimal, baik sekali/optimal,
baik/minimal
dan
kurang.
Akan
tetapi
guru
juga
tidak
mengesampingkan aspek lain, karena dalam kurikulum yang berlaku saat ini untuk mengetahui sampai sejauhmana tingkat keberhasilan belajar mengajar perlu ditetapkan aspek yang di ukur (kognitif, afektif, psikomotorik) serta menggunakan berbagai tehnik penilaian.
41
h.35
Nana Sudjana, “Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar”, (Bandung : Sinar Baru), 1987,
46
2.2.6
Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan
efektif, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafat yang dianutnya. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya guru harus berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini kurikulum yang telah disempurnakan antara lain bahwa sesuatu dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khususnya dapat tercapai. Betapa tingginya nilai suatu keberhasilan, sampai-sampai seorang guru harus berusaha sekuat tenaga dan pikiran mempersiapkan program pengajarannya dengan baik dan sistematik. Namun terkadang, keberhasilan yang dicita-citakan, tetapi kegagalan yang ditemui. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor sebagai penghambatnya. Sebaliknya, jika keberhasilan itu menjadi kenyataan, maka berbagai faktor itu juga sebagai pendukungnya. Berbagai faktor tersebut meliputi :42 2.2.4.1. Tujuan Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar-mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar berpangkal tolak dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan (efektivitas) sama halnya dengan keberhasilan pengajaran. Sedikit banyaknya perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh
42
Syaiful Djamarah, Op.Cit, h. 123-135
47
guru, dan secara langsung guru mempengaruhi kegiatan belajar anak didik. Guru dengan sengaja menciptakan lingkungan belajar guna mencapai tujuan. Jika kegiatan belajar anak didik dan kegiatan mengajar guru bertentangan, dengan sendirinya tujuan pengajaran itu gagal untuk di capai. Karena sebagai pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan di capai dalam setiap kali kegiatan belajar mengajar, maka guru selalu diwajibkan merumuskan tujuan pembelajarannya. Tujuan pembelajaran khusus (TPK) ini harus dirumuskan secara operasional dengan memenuhi syaratsyarat tertentu, yaitu : 1) Secara spesifik menyatakan perilaku yang akan di capai. 2) Membatasi dalam keadaan mana perubahan perilaku diharapkan dapat terjadi 3) Secara spesifik menyatakan kriteria perubahan perilaku dalam arti menggambarkan standar minimal perilaku yang dapat di terima sebagai hasil yang di capai. Perumusan TPK yang bermacam-macam akan menghasilkan belajar atau perubahan perilaku anak yang bermacam-macam pula. Hal itu berarti keberhasilan proses belajar mengajar bervariasi juga. Perilaku yang mana yang hendak dihasilkan, menghendaki perumusan TPK yang sesuai dengan perilaku yang hendak dihasilkan. Sebagai contohnya bila perilaku guru yang hendak di capai adalah agar anak dapat membaca maka perumusan TPK nya harus mendukung tercapainya keterampilan membaca yang diinginkan itu. Bila perilaku yang hendak di capai guru adalah keterampilan menulis, maka perumusan TPK nya harus mendukung tercapainya keterampilan menulis yang diinginkan. Baik keterampilan membaca dan menulis
48
adalah perilaku yang hendak dihasilkan dari kegiatan belajar mengajar. Bila kedua keterampilan tersebut dikuasai oleh anak, maka guru dikatakan berhasil dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Tentu saja keberhasilan itu diketahui setelah dilakukan tes formatif di akhir pengajaran. 2.2.4.2. Guru Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, ia dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas. Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian guru diakui sebagai aspek yang tidak bisa dikesampingkan dari kerangka efektivitas belajar mengajar untuk mengantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dan berkepribadian. Dari kepribadian itulah dapat mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika melaksanakan tugas mengajar di kelas. Latar belakang pendidikan dan pengalaman adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Guru yang mempunyai latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Karena ia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung kepribadiannya. Kalaupun ditemukan kesulitan hanya pada aspekaspek tertentu saja dan hal itu adalah sesuatu yang wajar. Demikian juga dengan guru yang sudah berpengalaman. Hanya yang membedakannya adalah tingkat kesulitan yang ditemukan. Tingkat kesulitan yang ditemukan guru semakin hari semakin
49
berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalaman sebagai guru. Berbeda dengan guru yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan dan ditambah tidak berpengalaman mengajar, akan banyak menemukan masalah di kelas. Terjun menjadi guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan dan keguruan. Berbagai permasalahan yang dikemukakan di atas merupakan aspek-aspek yang ikut mempengaruhi efektivitas mengajar guru. 2.2.4.3. Anak Didik Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah untuk mendapat ilmu pengetahuan. Dengan dimasukkan mereka ke sekolah oleh orang tua mereka. Oleh karena itu guru di tuntut sebagai pengemban tanggung jawab. Tanggung jawab guru tidak hanya terhadap seorang anak tetapi dalam jumlah yang cukup banyak. Anak yang dalam jumlah yang cukup banyak itu tentu saja dari latar belakang yang berbeda, mulai dari kepribadian, intelektual, biologis, psikologis. Hal ini sangatlah mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Anak yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda itu dikumpulkan di dalam satu kelas. Hal ini sangatlah mempengaruhi kegiatan mengajar guru yang juga sebagai pengelola kelas. Selain itu juga ada anak yang menyenangi pelajaran tertentu dan kurang menyenangi pelajaran yang lain. Ini merupakan perilaku anak yang bermula dari sikap mereka karena minat yang berlainan. Hal ini tentu saja sangatlah mempengaruhi kegiatan belajar anak. Biasanya pelajaran yang disenangi, dipelajari
50
oleh anak dengan senang hati pula. Demikian juga dengan sebaliknya, akibatnya hasil belajar mereka sangatlah menentukan prestasi yang dicapai. 2.2.4.4. Kegiatan Pengajaran Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru ambil akan menghasilkan kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Misalnya guru yang menggunakan pendekatan individual akan berusaha memahami anak didik sebagai makhluk individual dengan segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai makhluk sosial. Dari kedua pendekatan tersebut lahirlah kegiatan belajar mengajar yang berlainan, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua pendekatan itu akan menghasilkan hasil belajar mengajar yang lebih baik. Strategi penggunaan metode mengajar sangatlah menentukan kualitas hasil belajar mengajar. Jarang ditemukan guru yang hanya menggunakan satu metode saja di dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan rumusan tujuan yang guru buat tidak hanya menggunakan satu metode saja melainkan banyak metode yang digunakan. Penggunaan berbagai macam metode inilah akan mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru akan mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. 2.2.4.5. Bahan dan Alat Evaluasi Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat di dalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan (evaluasi). Alat-alat evaluasi yang umum digunakan pada waktu ulangan tidak hanya benar-salah dan
51
pilihan ganda akan tetapi juga menjodohkan, melengkapi, essay. Masing-masing alat evaluasi tersebut mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Menyadari akan hal itu, maka jarang ditemukan pembuatan item-item soal yang hanya menggunakan satu alat evaluasi. Tetapi guru menggabungkannya lebih dari satu alat saja. Alat evaluasi terdiri dari 2 macam, yaitu alat evaluasi yang bersifat objektif dan yang bersifat subyektif. Tes yang bersifat objektif ini seperti halnya : pilihan ganda, benar-salah, melengkapi, menjodohkan. Sifat alat tes objektif ini mengharuskan anak didik memilih jawaban yang sudah disediakan dan tidak ada alternatif lain di luar alternatif itu. Maka bila anak didik dapat menjawabnya, dia cenderung melakukan spekulasi. Akan tetapi tes objektif dapat menampung hampir semua bahan pelajaran yang sudah dipelajari oleh anak didik dalam satu semester. Sedangkan alat evaluasi yang bersifat subyektif seperti soal essay dapat mengurangi tindakan spekulasi pada anak didik. Sebab alat tes ini hanya dapat dijawab bila anak didik benar-benar menguasai bahan pelajaran dengan baik. Bila tidak maka besar kemungkinannya anak didik tidak dapat menjawabnya. Selain itu tes subyektif ini berkaitan dengan tulisan anak didik, apalagi bila tulisan anak didik tidak mudah terbaca, kejengkelan hati segera muncul dan pemberian nilai tanpa pemeriksaan pun dilakukan. Kedua alat evaluasi tersebut sangatlah menentukan hasil belajar yang di capai siswa. Hal ini berkaitan pula dengan metode penilaian yang akan ditetapkan guru tersebut. Apakah guru menggunakan penilaian objektif atau subyektif ataukah guru tersebut mengkombinasikan kedua alat evaluasi tersebut dalam satu semester.
52
Sehingga akan terlihat tingkat kemampuan siswa dalam menyerap materi yang diajarkan. 2.2.4.6. Suasana Evaluasi Faktor suasana evaluasi juga sangat mempengaruhi efektivitas belajar mengajar. Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam kelas. Semua anak didik di bagi menurut kelas masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak didik yang dikumpulkan di dalam kelas akan mempengaruhi suasana kelas. Sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi yang dilaksanakan. Sistem silang adalah tehnik lain dari kegiatan mengelompokkan anak didik dalam rangka evaluasi. Sistem ini dimaksudkan untuk mendapat data hasil evaluasi yang benar-benar objektif. Karena sikap mental anak didik belum semuanya siap untuk berlaku jujur, maka hadirkanlah satu atau dua orang pengawas atau guru yang ditugaskan untuk mengawasinya. Selama pelaksanaan evaluasi, selama itu juga seorang pengawas mengamati semua sikap, gerak-gerik yang dilakukan oleh anak didik. Pengawasan yang dilakukan itu tidak hanya duduk berlama-lama di kursi, tapi dapat berjalan dari muka ke belakang sewaktu-waktu sesuai keadaan. Suasana evaluasi yang demikian tentu saja disadari atau tidak, merugikan anak didik untuk bersikap jujur dengan sungguh-sungguh belajar di rumah dalam mempersiapkan menghadapi ulangan. Siswa merasa diperlakukan secara tidak adil, mereka tentu saja kecewa, sedih, berontak dalam hati, mengapa harus terjadi suasana evaluasi yang kurang sedap di pandang mata itu. Dampak di kemudian hari dari sikap pengawas yang demikian itu, adalah mengakibatkan anak didik kemungkinan besar
53
untuk malas belajar dan kurang memperhatikan penjelasan guru ketika belajar mengajar berlangsung. Hal seperti inilah yang seharusnya tidak boleh terjadi pada diri siswa. Inilah dampak yang merugikan terhadap keberhasilan belajar mengajar. 2.3. Kerangka Berfikir dan Hipotesis 2.3.1. Kerangka Berfikir Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang berasal dari sifat-sifat yang dibawa sejak lahir yang terdapat pada diri seorang pemimpin. Menurut konsep ini kepemimpinan diartikan sebagai “traits within the individual leader”. Seorang pemimpin dapat menjadi pemimpin karena memang dilahirkan sebagai pemimpin dan bukan karena dibuat atau dididik untuk itu (leaders were born not made). Akan tetapi konsep tersebut berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Kini konsep kepemimpinan banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor dengan upaya untuk dapat mewujudkan tujuan organisasi. Sama halnya dengan kepala sekolah yang
juga
dikategorikan sebagai pemimpin dalam sekolah. Kepala sekolah harus mempunyai berbagai macam kemampuan untuk dapat bekerjasama agar dapat mewujudkan tujuan yang diinginkan. Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut sangatlah berkaitan dengan kepemimpinan yang diterapkan. Konsep kepemimpinan berkaitan dengan kompetensi dan gaya yang diterapkan oleh pemimpin. Gaya kepemimpinan menunjukkan bahwa kita berurusan dengan kombinasi bahasa dan tindakan. Pola bahasa dan tindakan yang bagaimana yang dapat digunakan kepala sekolah untuk membantu guru mencapai tujuan pengajaran yang diinginkan. Kepala sekolah dituntut untuk senantiasa
54
meningkatkan efektivitas kinerja guru. Sehingga dengan kepemimpinan yang diterapkan kepala sekolah akan mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pengajaran dengan baik yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Gaya kepemimpinan meliputi : Otokratis, Laissez-Faire dan Demokratis. Kepala sekolah menerapkan gaya kepemimpinan otokratis dengan cara tidak memberikan kebebasan kepada guru untuk turut ambil bagian dalam memutuskan persoalan dan tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat pada waktu musyawarah. Sehingga guru harus mengikuti peraturan yang dibuat sendiri oleh kepala sekolah. Dalam hal ini tentu saja efektivitas mengajar guru tergantung kepada kepala sekolah. Gaya kepemimpinan Laissez-Faire, kepala sekolah tidak memberikan arahan kepada guru dalam melakukan pekerjaan. Guru diberikan kebebasan tanpa adanya dukungan dan arahan dari kepala sekolah. Sehingga pekerjaan guru menjadi tidak terarah dan kacau. Sedangkan gaya kepemimpinan Demokratis, kepala sekolah memberikan kebebasan kepada guru untuk membuat program rencana pengajaran dengan cara mengadakan konsultasi dan musyawarah dengan tujuan supaya perencanan pengajaran yang dibuat guru dapat terarah dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Jika kepala sekolah menerapkan kepemimpinan maka efektivitas mengajar guru akan berhasil. Dengan demikian terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap efektivitas mengajar guru.
55
2.3.2. Hipotesis Sesuai dengan masalah yang akan diteliti, dalam uraian teori dan kerangka berfikir yang dikembangkan maka hipotesis dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Ho = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan efektivitas mengajar guru. Ha = Terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan efektivitas mengajar guru.
56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Tujuan Penelitian Tujuan diadakan penelitian ini antara lain : 1. Mengetahui tingkat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan tingkat efektivitas mengajar guru. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat melakukan penelitian di SMA Islam Panglima Besar Soedirman yang berlokasi di Jl. Raya Bogor KM 24 Kelurahan Cijantung Kecamatan Pasar Rebo Kotamadya Jakarta Timur. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 14 Agustus sampai 2 September 2006 Populasi Populasi Penelitian Populasi yang dimaksud adalah seluruh guru yang ada di SMA Islam Panglima Besar Soedirman yang berjumlah 50 orang. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini penulis bagi menjadi : 1. Independent Variabel : Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah (Variabel X) 2. Dependent Variabel : Efektivitas Mengajar Guru ( Variabel Y)
57
Instrumen Pengumpulan Data Definisi Konseptual Definisi konseptual kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seorang pemimpin untuk membimbing, mengarahkan dan menggerakkan bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Definisi konseptual efektivitas mengajar adalah tolok ukur sampai sejauh mana keberhasilan kelompok orang berinteraksi dalam suatu sistem, untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya, dan merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dengan menggunakan bahan pengajaran yang dapat menimbulkan proses belajar mengajar sehingga kualitas pendidikan akan efektif dan efisien. Definisi Operasional Definisi operasional kepemimpinan adalah kompetensi yang dimiliki kepala sekolah yang berkaitan dengan mengelola seluruh kegiatan proses belajar mengajar terhadap guru dan lainnya untuk bekerjasama dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Definisi operasional efektivitas mengajar adalah ukuran yang dijadikan oleh guru untuk mencapai tingkat perubahan yang diperoleh oleh siswa dalam proses belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar yang berkaitan dengan alokasi waktu yang digunakan sehingga mengarah kepada tujuan instruksional.
58
3.6. Kisi-Kisi Instrumen Tabel 1 : Kisi-Kisi Instrumen No Variabel Dimensi Indikator 1 Kepemimpinan 1. Kompetensi dasar 1. Ketrampilan teknis Kepala Sekolah kepemimpinan 2. Ketrampilan manusia 3. Ketrampilan konseptual
Butir 1,2,3,4 5,6,7,8,9 10,11
2. Penerapan gaya 1. Kepemimpinan otoriter 12,13,14,15 kepemimpinan 2. Kepemimpinan laissez 16,17,18,19 faire
2
Efektivitas Mengajar Guru
3.Kepemimpinan 20,21,22,23,24,25 demokratis 1.Perumusan tujuan 1.Kemampuan menyusun 1,2,3,4,5 pengajaran persiapan pengajaran 2.Pelaksanaan pengajaran
2.Kemampuan melaksanakan pengajaran
6,7,8,9,10
3.Penilaian pengajaran
3.Kemampuan melakukan 11,12,13,14,15 evaluasi pengajaran
proses
4.Pencapaian tujuan 1.Perubahan perilaku siswa 16,17,18,19 pengajaran dari aspek kognitif 2.Perubahan perilaku siswa 20,21,22 dari aspek afektif 3.Perubahan perilaku dari 23,24,25 aspek psikomotorik
59
Teknik Pengumpulan Data Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini yaitu menggunakan rumus korelasi product moment dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan efektivitas mengajar guru. Untuk mendapatkan data yang diperlukan, penulis menggunakan : 1. Penelitian lapangan (Field Research) yaitu dengan cara penulis mengadakan penelitian
secara
langsung
ke
lokasi,
penelitian
ini
dimaksud
guna
mengumpulkan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini. Untuk mengidentifikasi seberapa pentingnya hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan efektivitas mengajar guru, akan diberikan angket yang berbentuk skala sikap. Selain itu penulis akan melakukan wawancara dengan kepala SMA Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung Jakarta Timur. Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan untuk pengumpulan meliputi : Angket Angket adalah pengumpulan data dengan cara menyebarkan beberapa pernyataan kepada guru-guru untuk diisi, hasilnya akan dianalisis. Angket ini bertujuan untuk menyaring data mengenai hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan efektivitas mengajar guru. Angket yang penulis sebar akan diolah dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
60
1. Editing ; maksudnya meneliti satu persatu kelengkapan pengisian dan kejelasan penulis, dalam tahap ini dilakukan pengecekan terhadap kelengkapan dan kebenaran pengisian dan kejelasan penulisannya. 2. Tabulasi ; maksudnya bertujuan mendapatkan gambaran frekuensi dalam setiap item yang penulis kemukakan. Untuk itu dibuatlah suatu tabel yang mempunyai kolom setiap kuisioner, sehingga jawaban yang diisi dengan jelas dan saling berhubungan. Wawancara Wawancara adalah suatu alat dalam pengumpulan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan yang telah disiapkan oleh peneliti dan dijawab secara lisan pula oleh terwawancara. Wawancara ini dimaksudkan untuk menambah data yang diperlukan. Teknik Analisa Data Dalam penelitian ini, penulis juga tidak hanya sampai kepada pengumpulan data dan penyusunan data, akan tetapi data yang terkumpul dan tersusun akan dianalisa. Penganalisaan data penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan dua teknik yaitu : 3.8.1. Skoring Untuk menentukan skoring pertanyaan angket akan ditabulasikan dengan diberi bobot nilai setiap itemnya, dengan cara jawaban akan diberi nilai angka, yaitu sebagai berikut :
61
a. Untuk pernyataan selalu diberi nilai 4 b. Untuk pernyataan sering diberi nilai 3 c. Untuk pernyataan kadang-kadang diberi nilai 2 d. Untuk pernyataan tidak pernah diberi nilai 1 3.8.2. Rumus Analisa data yang dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi, sehingga akan didapatkan kejelasan apakah terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut atau tidak.
Kedua variabel tersebut adalah kepemimpinan kepala sekolah dan
efektivitas mengajar guru. Rumus korelasi ini menggunakan rumus korelasi product moment. Disebut product moment karena koefisien korelasinya diperoleh dengan cara mencari hasil perkalian dari moment yang dikalikan. Secara operasional, analisa data tersebut dilakukan melalui tahap berikut : 1. Mencari angka korelasi dengan rumus
rxy
=
N XY - X . Y { ( N X² – ( X)² ) } { (N Y² – ( Y)² ) }
Dimana : r = angka indeks korelasi product moment X = jumlah seluruh skor X Y = jumlah seluruh skor Y N = jumlah responden XY = Hasil perkalian antara skor X dan Y
62
2. Memberi Interpretasi terhadap r xy Interpretasi
sederhana
dengan
cara
mencocokkan
dengan
hasil
perhitungan dengan angka indeks korelasi “r” product moment. Untuk itu digunakan pedoman seperti yang tercantum dalam buku Pengantar Statistik Pendidikan sebagai berikut : Tabel 2 : Interpretasi Korelasi Product Moment Besarnya “r” product moment Interpretasi 0,00-0,20 Antara variabel X dan Y memang terdapat korelasi akan tetapi korelasi tersebut sangat lemah sehingga korelasi itu diabaikan. 0,20-0,40 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang lemah atau rendah 0,40-0,70 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang sedang 0,70-0,90 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang kuat atau tinggi 0,90-1,00 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang sangat kuat 7 3. Interpretasi terhadap tabel nilai “r” product moment dengan terlebih dahulu mencari derajat bebasnya (db) atau degrees of freedom (df) dengan rumus : db = N- nr db = derajat bebas N = jumlah responden
. Anas Sudijono, “Pengantar Statistik Pendidikan”, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2003). Hal 180. Cet. XIII 7
63
Nr = banyaknya variabel yang dikorelasikan Dengan diperoleh “db” atau “df ”, dapat dicari besarnya
“r” yang
tercantum dalam tabel nilai “r” product moment baik pada taraf signifikan 5 % maupun pada taraf signifikan 1 %. Jika “ro” sama dengan atau lebih besar dari pada “rt” maka hipotesa alternatif (Ha) disetujui atau diterima dan hipotesa nihil (Ho) tidak dapat diterima. 4.
Mencari Koefisien Determinan variabel X dan Y KD = r² x 100 % KD
= Koefisien Determinan Variabel X dan Y
r²
= Koefisien korelasi variabel X dan Y
100 % = Konstanta prosentase
64
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Situasi dan Kondisi Objek 4.1.1. Sejarah Berdirinya SMA Islam Panglima Besar Soedirman SMA Islam Panglima Besar Soedirman berlokasi di Jalan Raya Bogor KM. 24 Kelurahan Cijantung Kecamatan Pasar Rebo Kotamadya Jakarta Timur. Sebelah timur SMA Islam Panglima Besar Soedirman berbatasan dengan Mall Cijantung, sebelah barat berbatasan dengan STIKP Kusuma Negara dan Yayasan Slamet Riyadi. Sebelah utara berbatasan dengan pool bus Mayasari Bhakti dan sebelah selatan berbatasan dengan komplek KOPASUS Angkatan Darat. SMA Islam Panglima Besar Soedirman diambil dari salah satu nama pahlawan yang terkenal di Indonesia yaitu Jenderal Panglima Besar Soedirman dan yang mendirikan SMA Islam Panglima Besar Soedirman
yaitu Kolonel
Hadijaya. Beliau adalah sekretaris dari Jenderal Panglima Besar Soedirman. SMA Islam Panglima Besar Soedirman didirikan pada tahun 1971. Awalnya Kolonel Hadijaya membangun yayasan untuk tempat peribadatan agama di Indonesia. Beliau mendirikan tempat peribadatan umat Islam dan Katolik. Hingga pada akhirnya beliau membangun sekolah, untuk umat Islam dinamakan Yayasan Panglima Besar Soedirman dan untuk umat Katolik dinamakan Slamet Riyadi.
65
SMA Islam Panglima Besar Soedirman
itu sendiri berasal dari
sebuah rutinitas pengajian umat Islam yang berada di masjid. Dari beberapa komunitas pengajian tersebut tergeraklah ingin membangun sekolah yang mengelilingi masjid. Letak masjid yang berada di tengah-tengah sekolah yang pada waktu itu didirikan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah. Setelah melalui beberapa dekade akhirnya Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah tersebut diubah menjadi Sekolah Islam. Sekolah yang bersifat umum tetapi tetap berpedoman terhadap ajaran Islam dan masih menggunakan label keislaman. Hingga akhirnya Yayasan Islam Panglima Besar Soedirman mendirikan Sekolah untuk tingkatan SD, SMP, SMK dan SMA. SMA Islam Panglima Besar Soedirman
pada awalnya hanya
membuka untuk kelas reguler saja. Akan tetapi setelah masayarakat mengetahui akan mutu dari sekolah tersebut, akhirnya SMA Islam Panglima Besar Soedirman membuka sekolah untuk kelas khusus.
Untuk menyesuaikan dengan zaman
globalisasi yang didominasi oleh teknologi canggih, akhirnya
SMA Islam
Panglima Besar Soedirman membuka kelas unggulan dengan berbasis pengajaran Teknik Informatika. Sampai akhirnya banyak masyarakat luas mengenal sekolah ini sebagai sekolah favorit di Jakarta.
66
4.1.2. Visi dan Misi Visi Visi SMA Islam Panglima Besar Soedirman “Menjadikan SMA Islam Panglima Besar Soedirman yang memiliki keunggulan kompetitif dalam IMTAQ dan IPTEK pada era globalisasi” Misi Misi SMA Islam Panglima Besar Soedirman yaitu : 1. Meningkatkan pembinaan keagamaan dan akhlak melalui program pembelajaran Al-qur’an Hadits. 2. Menyelenggarakan program dan sistem pembelajaran kelas plus dan reguler. 3. Melaksanakan
sistem
pembelajaran
yang
berorientasi
pada
kemampuan siswa dengan metode Quantum Teaching dan Quantum Learning. 4. Meningkatkan kemampuan akademik melalui program pembelajaran matrikulasi, pengayaan / pendalaman materi, agar siswa sanggup meningkatkan kemampuannya menghadapi Ujian Nasional (UN) dan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) 5. Meningkatkan
prestasi
siswa
di
bidang
intrakurikuler
dan
ekstrakurikuler yang diperlukan untuk berkompetisi pada jenjang pendidikan tinggi.
67
4.1.3. Struktur Organisasi
KA. Komite Sekolah Drs. Sudarmin Brata
Kepala Sekolah Drs. H. Syamsudin Hasibuan
Bid. Humas Dede Syaefullah
Bid. Kesiswaan Sudiyanto
Tata Usaha Agus Sumirat, SH
Bid. Kurikulum Drs. Suhardi
Dra.
Bid. SasPras Hj. Dwi Anggraini,
M.M
Staf Kesiswaan Drs. Suyitno Drs. Suroto Mansuruddin, S.pd
Staf. Kurikulum Drs. Tunut Haryanto Nenih, S.Pd Drs. Suroso
Koord. Bim. Konseling Dra. Dewi Herawati
Koord. Bim. Mata pelajaran Drs. Muhammad Surip Dewan Guru
Siswa - Siswi
68
4.1.4. Keadaan Tenaga Kependidikan Tenaga kependidikan yang ada di SMA Islam Panglima Besar Soedirman berjumlah 68 orang. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini : Tabel : 3 Data Tenaga Kependidikan Guru dan Non Guru SMA Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung Jakarta Timur No JABATAN
JUMLAH
1
Kepala Sekolah
1 orang
2
Wakil kepala sekolah
1 orang
3
Bagian Humas (Public Relation)
1 orang
2
Guru
50 orang
3
Kepala Tata Usaha
1orang
4
Bendahara
1orang
5
Bidang administrasi siswa
5 orang
6
Bidang sarana prasarana
1 orang
7
Bidang administrasi pembayaran sekolah (SPP)
1 orang
8
Petugas kebersihan
6 orang
9
Sopir
2 orang
69
a. Kepala Sekolah dan Guru No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Nama
Drs. H. Syamsudin Hasibuan Drs. Suhardi NIGB.040101035 Sudiyanto Dra.Hj. Dwi Anggraini. M.M NIP. 131.292.045 Drs. Junaidi NIP. 131.831.991 Dra. Yayu Rahayu NIP. 131.598.734 Dra. Harnalis Harun NIP. 131.681.860 Drs. Suherman NIP. 131.901.563 Rahmidayati, BA NIP. 131.681.877 Dra. Sri Rahayu Winarni NIP. 132.603.123 Drs. Andri Yunus Drs. Muhammad Surip NIGB.040101851 Drs. Berdikari NIGB. 040102079 Drs. Suroso Dra. Endang Dwihijaty Dra. Dewi Herawati Manshurudin, S.Pd NIGB. 040101871 Erma Suryani, S.Pd NIGB. 040101870 Sri Marlina, S.Pd Drs. Suyitno Drs. Suroto Drs. Tunut Haryanto Aang Darsono, S.Ag Desviranty Imron, S.Pd NIGB. 040101961 Drs. Amin Nurul Mukminin Gunawan, S.Ag
L / P Status Pegawai Mata Pelajaran
L L
GTY / Kepsek G. Bantu Ekonomi
L P
GTY PNS DPK
B . Indonesia BP/BK
L
PNS DPK
PPKN
P
PNS DPK
Kimia
P
PNS DPK
PAI
L
PNS DPK
Bhs.Inggris
P
PNS DPK
PPKn
P
PNS DPK
Ekonomi
L L
GTY G. Bantu
Penjaskes B .Indonesia
L
G. Bantu
Penjaskes
L P P L
GTY GTY GTY G. Bantu
Geografi Sejarah BP/BK Bhs .Inggris
P
G . Bantu
Lab.Bahasa
P L L L L P
GTY GTY GTY GTY GTT G. Bantu
Komputer Sosiologi PAI Sosiologi PAI/Alquran Kimia
L L
GTT GTT
PAI PAI
70
No.
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Nama
Drs. Samsuri Siti Aminah, S.Pd Yuli Hartati, S.Pd NIGB. 0910103223 Maryati, S.Pd NIGB. 090103887 Dra. Nurhanaya Winoko Agus Susilo, S.Pd NIGB. 090104016 Endang Untung Sejati, S.Pd Zaimatun Niswati, S.Pt Restu Damayanti, S.Pd NIGB. 090103859 Ririn Nurhidayanti, S.Psi Dyah Komalasari, S.Pd si Gusniyenti, S.Pd NIGB. 040101922 Nenih, S.Pd Ismayanti Safitri, S.Pd Dra. Pepy Fidia Yah Komariah, S.Psi Dra. Hj. Tjut Zahara Eliana Nasution, S.Pd Drs. Wahyu Hidayat Apriani Riyanti, S.Pd Krisnawati Pardede, S.Si Kardono, S.Si Nurwidayati, S.Pd Mardiana Kholila Cholifah
L / P Status Pegawai Mata Pelajaran
L P P
GTT GTT G. Bantu
Biologi Matematika PPKn
P
G. Bantu
Ekonomi
P L
GTT G. Bantu
Akuntansi Seni rupa
P L P
GTT GTT G. Bantu
B . Indonesia Matematika Kimia
P P P
GTT GTT G. Bantu
BP/BK Matematika Biologi
P P P P P P L P P L P P P
GTT GTT GTT GTT GTY GTT GTT Coba Coba Coba Coba Coba Coba
Fisika Matematika Bhs.Inggris BP/BK B. Indonesia Sosiologi B. Indonesia B. Indonesia Matematika Matematika Fisika Ekonomi Bhs.Inggris
71
b. Non Guru No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama
Agus Sumirat, SH Nunung Sutarsih Tuti Yuliati Husein Suastono Tri Pandayatni Sarwoko Dwi Kuswantoro Riyani Nur Muchofah Rochani Entus Nadi Sangroni Sadimin Yatiman Abeh Suherman Sugiyono Nadjamudin Musa
L/P Status Pegawai
L P P L P L L P P P L L L L L L L
PTY PTY PTY PTY PTY PTTY PTTY PTTY PTTY PTY PTY PTY PTY PTY PTTY PTTY PTTY
Jabatan
Kabag . TU Bendahara Adm. Siswa Adm. Siswa Adm. Siswa Saspras Adm. Siswa Adm. Siswa Adm. SPP Kebersihan Kebersihan Kebersihan Kebersihan Sopir Kebersihan Kebersihan Sopir
4.1.5. Keadaan Siswa Siswa yang bersekolah di SMA Islam Panglima Besar Soedirman adalah mereka yang tinggal di sekitar daerah Jakarta Timur, Jakarta Selatan seperti wilayah Kampung Rambutan, Ciracas, Condet, Cilandak, Lenteng Agung dan wilayah Cijantung itu sendiri. Kelas yang terdapat di SMA Islam Soedirman terdiri atas kelas khusus, kelas reguler dan kelas unggulan yang baru saja diresmikan tahun ini. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah siswa dapat terlihat pada tabel berikut ini :
72
Tabel : 4 Keadaan Siswa SMA Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung Jakarta Timur Kelas
L
P
I–1 13 11 I–2 15 15 I–3 18 12 I–4 19 9 I–5 18 11 I–6 18 13 I–7 17 15 I–8 20 12 Jumlah 138 98 II – IPA -1 8 16 II – IPA -2 16 20 II – IPA -3 8 26 II – IPS - 1 15 18 II – IPS - 2 20 13 II – IPS - 3 20 14 II – IPS - 4 16 22 II – IPS - 5 26 13 II – IPS - 6 30 10 Jumlah III-IPA - 1 III-IPA - 2 III-IPA - 3 III-IPS - 1 III-IPS - 2 III-IPS - 3 III-IPS - 4 Jumlah Total I,II,III
159 152 9 29 16 21 14 25 8 21 19 17 22 14 16 19 104 146 401 396
Jml. Siswa 24 30 30 28 29 31 32 32 236 24 36 34 33 33 34 38 39 40 311 38 37 39 29 36 36 35 250 797
Kelas Khusus
Kelas Reguler
Jml. Khusus dan reguler
IPA IPS
141
95 236 194 IPA 94
IPS 217 117 311 104 IPA 114 IPS 136 146 439
358
250 797
73
4.1.6. Kurikulum yang Digunakan SMA Islam Panglima Besar Soedirman menggunakan kurikulum terpadu antara kurikulum Diknas dan Depag ditambah dengan kurikulum Yayasan (lokal) yang meliputi pelajaran baca tulis Al-Qur’an dan ibadah. Untuk mendukung dan menyalurkan minat dan bakat siswa diadakan kegiatan ekstrakurikuler di luar jam pelajaran sekolah seperti : pramuka, paskibra, seni rupa dan olah raga basket, futsal dan taekwondo sehingga siswa-siswi dapat tampil dengan baik dan bersaing dengan sekolah lainnya dalam berbagai perlombaan yang diadakan untuk tingkat DKI Jakarta. Adapun kurikulum yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel : 5 Kurikulum yang Digunakan SMA Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung Jakarta Timur No Kurikulum Diknas 1 PPKn 2 Sosiologi 3 4
Bahasa Indonesia Matematika
5
IPA (Fisika,Biologi, Kimia) IPS (Sejarah, Ekonomi, Geografi) Kerajinan tangan dan kesenian Penjaskes Bahasa Inggris Akuntansi Seni rupa
6 7 8 9 10 11
Kurikulum Depag PAI
Kurikulum Lokal Ibadah Baca tulis AlQur’an Komputer Bahasa Inggris Conversation
74
4.1.7. Sarana dan Prasarana SMA Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung Jakarta Timur terletak diantara bangunan masjid, SD Islam PB Soedirman dan SMP Islam Soedirman, SMK Islam PB Soedirman, SMA Islam PB Soedirman ini terdiri dari 3 lantai. Lantai dasar untuk ruang kelas, ruang kepala sekolah, guru, kantin, ruang OSIS dan laboratorium komputer. Lantai dua untuk ruang kelas unggulan dan ruang audio visual. Lantai 3 untuk ruang kelas dan laboratorium Biologi, Kimia dan Fisika. Saat ini SMA Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung juga dilengkapi dengan sarana prasarana belajar seperti : ruang audio visual dimana siswa dan guru dapat menggunakan VCD, DVD dan VHS dan internet untuk sarana pembelajaran kelas unggulan. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan dalam bentuk tabel : Tabel : 6 Keadaan Sarana Prasarana SMA Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung Jakarta Timur No
Jenis Sarana
Jumlah / unit
1
Bangunan Gedung
1 Unit
2
Ruang Belajar
31 Unit
3
Ruang Kantor Kepala Sekolah
1 Buah
4
Ruang Guru
2 Buah
5
Masjid
1 Buah
6
Perpustakaan
1 Buah
75
No
Jenis Sarana
Jumlah / unit
7
Ruang Bimbingan Konseling
1 Buah
8
Ruang OSIS
1 Buah
9
Lab. IPA Biologi
1 Buah
10
Lab. IPA Fisika
1 Buah
11
Lab. IPA Kimia
1 Buah
12
Lab. Bahasa
1 Buah
13
Lab. Komputer
1 Buah
14
Lab. Kesenian
1 Buah
15
Sarana Olah Raga
1 Buah
16
Kantin sekolah
1 buah
76
4.2. Deskripsi Data Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah melalui angket. Penulis menyebarkan angket yang berjumlah 50 item pernyataan
terdiri dari 25 item pernyataan variabel X
kepemimpinan kepala sekolah dan 25 item pernyataan variabel Y efektivitas mengajar guru dan disebarkan kepada 50 orang guru yang menjadi responden di SMA Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung Jakarta Timur. Untuk pengelolaan data ini penulis menempuh langkah-langkah sebagai berikut : 1. Memeriksa setiap lembar jawaban angket 2. Memberi nomor lembaran jawaban angket 3. Memberi skor nilai pada setiap item dalam dua komponen Adapun skor nilai variabel X dan Y dapat dilihat melalui lampiran. Tabulasi nilai angket dari kedua komponen tersebut yang diperoleh dari 50 responden akan digabungkan menjadi satu, sehingga dapat terlihat dengan jelas perbedaan setiap skor nilai dari kedua komponen yang ada pada setiap itemnya. Adapun nilai-nilai tersebut akan diubah menjadi variabel X dan variabel Y seperti yang terlihat pada tabel berikut ini :
77
Tabel 7 : Daftar Jumlah Nilai Hasil Angket Variabel X Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Variabel Y Efektivitas Mengajar Guru Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Skor Nilai VariabelX 92 81 85 85 76 81 84 83 85 86 86 93 90 91 86 85 85 90 91 90 89 85 97 89 86 87 90 86 80 85 89 94 87 91
Skor Nilai Variabel Y 90 94 84 90 90 82 98 82 93 80 80 89 91 82 92 88 85 91 81 95 82 91 94 85 91 82 92 84 94 82 96 84 89 94
78
Responden 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 N = 50
Skor Nilai VariabelX 86 87 89 77 89 70 91 85 79 80 89 79 80 80 76 85 X = 4282
Skor Nilai Variabel Y 85 89 86 85 89 93 82 95 96 82 90 95 96 94 77 75 Y = 4406
Untuk mengetahui nilai rata-rata kepemimpinan kepala sekolah yang akan memberikan gambaran umum dari suatu pengamatan maka penulis menggunakan rumus Mx = X = 4282 = N
50
Dengan demikian diketahui nilai rata-rata kepemimpinan kepala sekolah adalah sedangkan nilai tertingginya dan nilai terendahnya . Data tingkat efektivitas mengajar guru bila dikelompokkan dari nilai tertinggi sampai nilai terendah rata-ratanya dapat diketahui dengan menggunakan rumus : My = Y = 4406 = N
50
79
Dengan demikian nilai rata-rata efektivitas mengajar guru adalah , dengan nilai tertinggi dan nilai terendah . 4.3. Analisa dan Interpretasi Data Dalam melakukan uji hipotesa, skripsi ini menggunakan rumus korelasi product moment seperti yang sudah dijelaskan pada bab terdahulu tujuan penggunaan rumus ini untuk mengetahui seberapa besar tingkat atau kekuatan korelasi antara variabel X dan variabel Y.
Selanjutnya akan dilakukan penghitungan untuk
memperoleh angka indeks korelasi (rxy) dengan terlebih dahulu menyiapkan tabel kerja atau tabel penghitungannya sebagai berikut : Tabel 8: Korelasi Variabel X dan Variabel Y N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
X 92 81 85 85 76 81 84 83 85 86 86 93 90 91 86 85 85 90 91
Y 90 94 84 90 90 82 98 82 93 80 80 89 91 82 92 88 85 91 81
X² 8464 6561 7225 7225 5776 6561 7056 6889 7225 7396 7396 8649 8100 8281 7396 7225 7225 8100 8281
Y² 8100 8836 7056 8100 8100 6724 9604 6724 8649 6400 6400 7921 8281 6724 8464 7744 7225 8281 6561
XY 8280 7614 7140 7650 6840 6642 8232 6806 7905 6880 6880 8277 8190 7462 7912 7480 7225 8190 7371
80
N 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 N = 50
X 90 89 85 97 89 86 87 90 86 80 85 89 94 87 91 86 87 89 77 89 70 91 85 79 80 89 79 80 80 76 85 X = 4282
Y 95 82 91 94 85 91 82 92 84 94 82 96 84 89 94 85 89 86 85 89 93 82 95 96 82 90 95 96 94 77 75 Y = 4406
X² 8100 7921 7225 9409 7921 7396 7569 8100 7396 6400 7225 7921 8836 7569 8281 7396 7569 7921 5929 7921 4900 8281 7225 6241 6400 7921 6241 6400 6400 5776 7225 X² = 368046
Y² 9025 6724 8281 8836 7225 8281 6724 8464 7056 8836 6724 9216 7056 7921 8836 7225 7921 7396 7225 7921 8649 6724 9025 9216 6724 8100 9025 9216 8836 5929 5625 Y² = 389856
XY 8550 7298 7735 9118 7565 7826 7134 8280 7224 7520 6970 8544 7896 7743 8554 7310 7743 7654 6545 7921 6510 7462 8075 7584 6560 8010 7505 7680 7520 5852 6375 XY = 378425
Dari tabel IV dapat diperoleh nilai X 4282, Y = 4406, X² = 368046, Y² = 389856, XY = 378425, dengan diketahui nilai X, Y, X², Y², XY maka dicari :
81
r xy
N XY – ( X) . ( Y)
=
{ ( N X² – ( X)² ) } { (N Y² – ( Y)² ) } rxy =
50.378425– (4282) . (4406) {(50. 368046 – (4282)²)} { (50.389856 – (4406)²} 18921250 – 18866492
=
(18402300 - 18335524 ) .(19492800 – 19412836) =
54758 (66776) . (79964)
=
54758 73070,59
=
0,74 Dari perhitungan di atas dapat diperoleh nilai koefisien korelasi antara skor
kepemimpinan kepala sekolah dengan efektivitas mengajar guru adalah 0,74. Dari angka tersebut dapat dikatakan bahwa nilai koefisien korelasi yang diperoleh dari penelitian mengenai hubungan kepemimpinan kepala sekolah dengan efektivitas mengajar guru adalah 0,74. Angka tersebut terdapat diantara 0,70-0,90, yang menunjukkan bahwa antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang tinggi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang signifikan dengan korelasi tingkat tinggi antara kepemimpinan kepala sekolah dan efektivitas mengajar guru di SMA Islam Panglima Besar Soedirman Cijantung Jakarta Timur.
82
Pernyataan tentang adanya hubungan antara dua variabel yang diteliti tersebut perlu diadakan pengujian lagi untuk membuktikan apakah hubungan antara kedua variabel itu merupakan hubungan yang sebenarnya atau bukan hubungan yang sebenarnya. Pengujian ini bisa dilakukan dengan melihat tabel minimum yang diperlukan bagi suatu koefisien korelasi pada taraf signifikan tertentu. Bila ro lebih besar dari rt berarti hubungan tersebut signifikan. Sebaliknya bila ro lebih kecil dari rt baik pada taraf signifikan 5 % maupun taraf signifikan 1 % berarti tidak signifikan, dengan terlebih dahulu mencari derajat bebas (db) atau degrees of freedom (df) Diketahui r hitung (ro) yang diperoleh di atas adalah 0,74 sedangkan untuk menentukan r tabel (rt) terlebih dahulu dicari db/df = N-nr, yaitu 50-2 = 48. Dengan df 48, dikonsultasikan dengan tabel nilai r baik pada taraf signifikan 5 % maupun taraf signifikan 1 %, diperoleh r pada tabel rt sebagai berikut : 1. Pada taraf signifikan 5 % r tabel = 0,273 2. Pada taraf signifikan 1 % r tabel = 0,354 Ternyata rxy atau ro pada taraf signifikan 5 % dan pada taraf 1 % lebih besar dari rt ( 0,74 > 0,273 dan 0,354), maka pada taraf signifikan 5 % dan 1 % hipotesa nol (Ho) ditolak karena tidak teruji kebenarannya, maka hipotesa alternatif (Ha) diterima dan ini berarti pada taraf signifikan 5 % dan 1 % memang terdapat korelasi yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar kontribusi (sumbangan) variabel X dalam menunjang keberhasilan variabel Y, maka harus dihitung terlebih dahulu suatu
83
koefisien yang disebut coefisien of determination (koefisien penentuan) dengan rumus sebagai berikut : KD = r² x 100 % = 0,74 x 100 % = 0,547 x 100 % = 54,7 % Dari hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa kontribusi kepemimpinan kepala sekolah dalam mempengaruhi efektivitas mengajar guru sebesar 54,7 % maka dibulatkan menjadi 55 % Berdasarkan hasil penelitian di atas, menyatakan bahwa “terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan efektivitas mengajar guru”. Dan mempunyai pengaruh sebesar 55 % antara kepemimpinan kepala sekolah dengan efektivitas mengajar guru. Sehingga jelas hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah sangatlah berhubungan dan mempengaruhi dalam efektivitas mengajar guru.
84
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Hasil penghitungan dengan menggunakan rumus korelasi product moment terdapat hubungan yang signifikan dengan diketahui nilai rxy (ro) sebesar 0,74 dan nilai rt dengan taraf signifikan 5 % adalah 0,273 dan taraf signifikan 1 % adalah 0,354. Nilai rxy (ro) lebih besar dari nilai rt (0,74 > 0,273 dan 0,354). Hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan dengan tingkat korelasi tinggi/kuat. Dan mempunyai pengaruh sebesar 55 % antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap efektivitas mengajar guru di SMA Islam Panglima Besar Soedirman. 5.2. Saran – saran 1. Hendaknya kepala sekolah mengurangi gaya kepemimpinan otoriter yang diterapkan untuk dirinya sendiri karena akan berpengaruh dalam kepemimpinan yang dijalankannya. 2. Hendaknya guru menggunakan sarana pembelajaran di luar lingkungan sekolah yang sesuai dengan materi pelajaran agar siswa dapat belajar secara langsung dengan objek.
85
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, Dr. “Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan”. Jakarta : Bumi Aksara. Cet .XIII.1997 Bahri, Djamarah, Syaiful, Drs. “Strategi Belajar Mengajar”. Jakarta : PT. Rineka Cipta. 2002. Cet. II. Burhanuddin. “Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpin Pendidikan”. Jakarta : Bumi Aksara . 1994. Cet. I. Chabib, Thoha, M, Drs, M.A. “Teknik Evaluasi Pendidikan”. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 1994. Cet.II Dunne, Richard. “Pembelajaran Efektif”. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. 1996. Hani, Handoko, T. “Pengantar Manajemen”. Jogyakarta : BPFE. Edisi ke-2. 1986 Margono, S, Drs. “Metodologi Penelitian Pendidikan”. Jakarta : Rineka Cipta. 2004. Cet. IV. McMahon, Walter, W. “Sistem Informasi Manajemen Berbasis Efisiensi”. Jakarta : Logos. 2003. Cet.I Mulyasa, E, DR, M.Pd. “Manajemen Berbasis Sekolah”. Bandung : Rosdakarya. 2004. Cet. VII. Idochi, Anwar, Moch, Prof, Dr, M.Pd. “Administrasi Pendidikan dan Biaya Pendidikan”. Bandung : Alfabeta. Cet.II. 2004 Nasution, S, Prof, Dr, M.A. “Didaktik Asas-asas Mengajar”. Jakarta : Bumi Aksara. 2004. Cet III Nazir, Muhammad, Ph. D. “Metode Penelitian”. Jakarta : PT Ghalia Indonesia. 1999. Cet. IV Poerwanto,
Ngalim,
M,
Drs,
MP.
“Administrasi
Pendidikan”. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2003. Cet.XII
dan
Supervisi
86
Rahman, Saleh, Abdul, Drs. “Psikologi Organisasi”. Ciputat : Out Line Mata Diklat Robbin, Stephen. “Perilaku Organisasi”. Jakarta : PT Prehallindo. 2002. Jilid 2. Edisi VIII Sudjana, Nana. “Teknologi Pengajaran”. Bandung : PT Sinar Baru Algensindo. 2001.Cet. III Sudijono, Anas, Prof, Drs. “Pengantar Statistik Pendidikan”. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2003. Cet. XIII Sunyoto, Munandar, Ashar. “Psikologi Industri dan Organisasi”. Jakarta : Universitas Indonesia. 2001 Uzer, Usman, M. “Menjadi Guru Profesional”. Bandung : Rosdakarya. 1992. Cet IV Wayne, Pace, R. “Komunikasi Organisasi”. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2002. Cet. IV